Professional Documents
Culture Documents
Ibu
:
Nama
Umur
Alamat
: Ny. H
: 24 tahun
: Jl. Mampang Prapatan
No.46 RT 14/02, Jaksel
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Penghasilan : Pendidikan
: SMA
Suku bangsa : Betawi
Agama
: Islam
namun lama kelamaan terlihat semakin berat. Sesak napas disertai bunyi ngik, serta
terdengar suara grok-grok, sesak tidak diperberat dengan perubahan posisi dan
aktivitas. Sejak sesak napas timbul pasien menjadi rewel dan gelisah. Sebelum sesak
napas, ibu pasien mengaku anaknya mengalami batuk pilek sejak 2 hari SMRS. Sesak
tidak dipengaruhi perubahan posisi. Batuk terdengar seperti batuk berdahak, namun
tidak ada dahak yang keluar, dan di akhir batuk tidak diakhiri dengan muntah. Untuk
pileknya, ibu pasien mengatakan ingus anaknya berwarna bening dan encer. Selain
itu, ibu os juga mengatakan os mengalami demam sejak 2 hari SMRS. Demam diukur
dengan perabaan dan dirasakan tidak terlalu tinggi. Ibu pasien tidak memberikan obat
untuk penurun panas. Demam menetap dan semakin tinggi sejak 1 hari SMRS.
Demam tidak disertai menggigil dan tidak disertai kejang. BAB dan BAK normal,
tidak ada keluhan. Adanya riwayat tersedak sebelumnya disangkal ibu pasien.
Menurut ibu pasien, asupan makanan ataupun minuman berkurang sejak 2 hari
SMRS. Tidak disertai adanya penurunan berat badan.
Sebelum dibawa ke IGD RSUD Budhi Asih, pasien sempat dibawa ke RS Jati
Rahayu, diberikan pengobatan inhalasi berupa ventolin + fulmicort + bisolvon.
Menurut ibu os, setelah dilakukan uap keluhan pasien sudah membaik, bunyi grok
dan ngik berkurang saat pasien bernapas. Pasien dirujuk ke RSUD Budhi Asih dengan
diagnosis hipereaktivitas bronkus untuk penatalaksanaan lanjutan di RS setempat
yang dapat menerima pelayanan BPJS.
B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
KEHAMILAN
KELAHIRAN
Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
Tempat persalinan
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi
Cukup Bulan
Berat lahir : 3490 gram
Panjang lahir : 48 cm
Lingkar kepala : (tidak tahu)
Langsung menangis (+)
Kemerahan (+)
2
Tengkurap
: 3 bulan
Duduk
: 8 bulan
Berdiri
: 10 bulan
Berjalan
: 13 bulan
(Normal: 13 bulan)
Bicara
: 11 bulan
Perkembangan pubertas
Rambut pubis
:Payudara
:Menarche
:Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan :
Riwayat perkembangan os sesuai usia.
D. RIWAYAT MAKANAN
Umur
ASI/PASI
Buah / Biskuit
Bubur Susu
Nasi Tim
02
ASI + PASI
24
ASI + PASI
46
ASI + PASI
67
ASI + PASI
8 10
ASI + PASI
10 -11
ASI + PASI
(bulan)
Nasi / pengganti
3x sehari, 1 piring
Sayur
3x sehari, 1 mangkok
Daging
2x seminggu, 1 potong
Telur
3x seminggu, 1 butir
Ikan
3x seminggu, 1 ekor
Tahu
3x seminggu, 1 potong
Tempe
3x seminggu, 1 potong
Susu
Dasar ( umur )
2 bulan 2 bulan 4 bulan
6 bulan
Polio
0 bulan
2 bulan
4 bulan
Campak
Hepatitis B
6 bulan
Ulangan ( umur )
6 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar PPI lengkap dan sesuai jadwal, kecuali
campak baru didapatkan 5 hari SMRS.
F. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
No
Tanggal lahir
(umur)
Jenis
kelamin
Hidup
Lahir
mati
Abortus
Mati
(sebab)
Keterangan
kesehatan
1.
17 Agustus 2013
(14 bulan)
Laki-laki
Pasien
b. Riwayat Pernikahan
Nama
Perkawinan ke-
Ayah / Wali
Tn. AW
1
Ibu / Wali
Ny. H
1
27 tahun
Tamat SMA
Islam
Betawi
Sehat
-
22 tahun
Tamat SMA
Islam
Betawi
Sehat
-
Umur
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Penyakit
Difteria
Diare
Kejang
Morbili
Operasi
Umur
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Penyakit
Penyakit jantung
Penyakit ginjal
Radang paru
TBC
Lain-lain
Umur
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
: 136 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular.
: 50 x / menit, tipe abdomino torakal, ekspirasi memanjang
: 38C, axilla (diukur dengan termometer air raksa).
KEPALA
RAMBUT
WAJAH
MATA:
Visus
Sklera ikterik
Konjungtiva anemis
Exophthalmus
Endofthalmus
Strabismus
Nistagmus
Refleks cahaya
Alis
Bulu mata
: tidak dilakukan
Ptosis
: -/: -/Lagofthalmus : -/: -/Cekung
: -/: -/Bercak bitot : -/: -/Kornea jernih : +/+
: -/Lensa jernih : +/+
: -/Pupil
: bulat, isokor
: Langsung +/+ , tidak langsung +/+
: Hitam, distribusi merata
: Hitam, distribusi merata, madarosis (-/-), trikiasis (-/-)
TELINGA :
Bentuk
Nyeri tarik aurikula
Liang telinga
Serumen
Sekret
: Normotia
: -/: Lapang/lapang
: -/: -/-
HIDUNG :
Bentuk
Sekret
NCH
Deviasi septum
: simetris
: +/+ mengering
: -/:-
Tuli
: -/Nyeri tekan tragus
: -/Membran timpani:Tidak dilakukan
Refleks cahaya:Tidak dilakukan
BIBIR
MULUT
: Oral hygiene baik, mukosa gusi dan pipi berwarna merah muda.
LIDAH
TENGGOROKAN : Arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula di tengah, tonsil T1-T1,
detritus (-)
LEHER
THORAKS
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
PARU
Inspeksi
: Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada
pernapasan yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, retraksi
suprastrenal (-), retraksi intercostals (-), retraksi subcostal (+)
minimal
Palpasi
: Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri
Perkusi
: Sonor di kedua hemithoraks paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronchi (+/+) basah halus di kedua
basal paru, wheezing (+/+) ekspirasi memanjang
ABDOMEN :
Inspeksi : Perut datar, tidak tampak efloresensi bermakna, benjolan (-)
Palpasi
: Datar, supel, defans muscular (-), NT (-), organomegali (-), turgor baik
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Auskultasi: Bising usus (+), frekuensi 3x / menit
GENITALIA : Jenis kelamin laki-laki, fimosis (-), hipospadi (-), epispadi (-), testis
sudah di dalam skrotum.
KGB :
Preaurikuler
Postaurikuler
Submandibula
Supraklavikula
Axilla
Inguinal
ANGGOTA GERAK :
Ekstremitas
: akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis (-).
Tangan
Tonus otot
Sendi
Refleks fisiologis
Biscep
Tricep
Refleks patologis
Hoffman-Tromer
Kaki
Kanan
normotonus
aktif
(+)
(+)
(-)
Kanan
Kiri
normotonus
aktif
(+)
(+)
(-)
Kiri
8
Tonus otot
normotonus
Sendi
aktif
Refleks fisiologis
Platella
(+)
Achiles
(+)
Refleks patologis
Babinski
(+)
Schaeffer
(-)
Oppenheim
(-)
Gordon
(-)
TANDA RANGSANG MENINGEAL :
Kaku kuduk
(-)
Brudzinski I
(-)
Brudzinski II
(-)
Laseq
(-)
Kerniq
(-)
normotonus
aktif
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
KULIT : warna kulit langsat merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit
baik, petechie (-), capillary refill time 2 detik.
TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-).
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (Lab. Dari UGD pada tanggal 30 Oktober 2014)
Parameter
Hasil
Nilai Rujukan
Keterangan
Leukosit (WBC)
10.1 ribu/uL
6 - 17
Normal
Eritrosit (RBC)
4.6 juta/uL
3.6 - 5.2
Normal
Hemoglobin (HGB)
11.8 g/dL
10.7 13.1
Normal
Hematokrit (HCT)
36 %
35 - 43
Normal
319 ribu/uL
217 - 497
Normal
MCV
77.0 fL
73 - 101
Normal
MCH
25.5 pg
23 - 31
Normal
33.3 g/dL
26 - 34
Normal
14.6 %
<14
Normal
Darah Lengkap
Trombosit (PLT)
MCHC
RDW
Pemeriksaan Urinalisis
Parameter
Hasil
Nilai Rujukan
Keterangan
Warna
Kuning
Kuning
Normal
Kejernihan
Jernih
Jernih
Normal
Glukosa
Negatif
Negatif
Normal
Bilirubin
Negatif
Negatif
Normal
Keton
Negatif
Negatif
Normal
7.0
4.6 - 8
Normal
1.015
1.005 - 1.030
Normal
Albumin urine
Negatif
Negatif
Normal
Urobilinogen
0.2 EU/dL
0.1 - 1
Normal
Nitrit
Negatif
Negatif
Normal
Darah
Negatif
Negatif
Normal
Esterase lekosit
Negatif
Negatif
Normal
Leukosit
0 - 1 / LPB
<5
Normal
Eritrosit
0 - 1 / LPB
<2
Normal
Epitel
Positif
Positif
Normal
Silinder
Negatif
Negatif
Normal
Kristal
Negatif
Negatif
Normal
Bakteri
Negatif
Negatif
Normal
Jamur
Negatif
Negatif
Normal
Urin Lengkap
pH
Berat jenis
Sedimen Urine
10
Pemeriksaan Radiologi :
(Dilakukan di UGD pada tanggal 30 Oktober 2014)
Jenis Foto
:
Thoraks
AP
Deskripsi :
- Tampak bercak infiltrat pada kedua hemithoraks
- Hilus baik
- Cor normal (CTR < 50%)
- Tulang-tulang intak.
Kesan : Bronkiolitis
IV. RESUME
Seorang anak laki-laki usia 14 bulan dengan sesak napas sejak 1 hari SMRS.
Sesak muncul mendadak, semakin memberat, disertai bunyi ngik dan grok, dan
tidak dipengaruhi perubahan posisi. Disertai batuk yang terdengar berdahak dan
pilek dengan sekret bening dan encer sejak 3 hari SMRS. Demam tidak terlalu
tinggi sejak 1 hari SMRS. Nafsu makan berkurang sejak munculnya keluhan. Sudah
diberikan terapi inhalasi di RS Jati Rahayu, sesak berkurang. Os pernah alami
keluhan yang sama saat berusia 5 bulan. Kebiasaan ayah os merokok di dalam
rumah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum : TSS, CM dengan dyspnoe
(+). Suhu tubuh 38C, nadi 136x/menit, pernapasan 50 x/menit. Hidung tampak
11
sekret kering +/+, bibir kering (+). Inspeksi thoax terlihat adanya retraksi subkostal
yang minimal,.Auskultasi thorax terdengar ekspirasi memanjang disertai wheezing
dan rhonki basah halus pada kedua hemithorax.
Pemeriksaan penunjang laboratorium darah dan urinalisis dalam batas normal.
Rontgen thorax didapatkan kesan bronkiolitis.
V. DIAGNOSIS BANDING
a. Bronkiolitis
b. Bronkopneumonia
c. Asma bronkiale
d. Pneumonia aspirasi
VI. DIAGNOSIS KERJA
1. Bronkiolitis
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
1.
2.
3.
4.
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Non medika Mentosa
1. Rawat inap
2. Komuikasi-Informasi-Edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan
3.
4.
5.
6.
pasien.
Observasi tanda tanda vital.
Os dipuasakan, apabila RR < 60x/m pasang NGT.
Memotivasi ibu pasien agar selalu memberikan ASI untuk anaknya.
Mengedukasi ibu pasien agar menyusui anaknya dalam posisi anak sambil
S
-
WIB
: Ad Bonam
: Dubia Ad Bonam
: Dubia Ad Bonam
O
A
Sesak
KU: tampak sakit sedang Bronkiolitis
Kesadaran: CM
napas (+)
Keadaan lain:dispneu (+)
Gelisah
TTV :
dan rewel Nadi : 140 x/m
Suhu : 38 0 C
(+)
RR : 50 x/ m
Demam (+)
Hidung : nch -/-, sekret
Batuk (+)
Pilek +
+/+ kering
BAB (-)
Mulut : kering (+),
sianosis (-)
Thorax : sn vesikuler +/
P
-
3cc/kgBB/jam
Inj.
Dexamethasone
3x 2 mg
Inj. Ampisilin 4 x
250 mg
Inj. Colsan 4 x
200 mg
PCT 3 x 100 mg
+/+,
ekspirasi
31/10/14
10.00
Sesak
napas (+)
Tampak
WIB
10cc + ventolin 1
-
tb 2x sehari.
Ambroxol 5 mg
Salbutamol
0,5
mg
4 x 1 puyer
Visit :
- Inhalasi 1 x 1
- O2 stop
- Infus ganti venflon
13
+/+ kering
Mulut : kering
(+),
sianosis (-)
Thorax : sn vesikuler +/
+, rh +/+ basah halus,
wh
+/+
ekspirasi
minimal,
memanjang.
WIB
Os
tenang
sedang
perbaikan
Sesak (-)
Kesadaran: CM
Batuk (+) Keadaan lain:dyspneu (-)
TTV :
berkurang
Nadi : 112 x/m
Pilek (+)
Suhu : 36,6 0 C
Demam (-)
RR : 28 x/ m
BAB (-)
Hidung : nch -/-, sekret
-/Mulut
kering
sianosis ()
Thorax :
sn vesikuler,
minimal,
rh
wh
Dexamethasone 3
-
x 2 mg
Inj. Colsan 4 x
200 mg
Inj. Ampisilin 4 x
(-),
Venflon
Inj.
250 mg
Inhalasi 1 x 1
Ambroxol 5 mg
Salbutamol
0,5
mg
4 x 1 puyer
+/+
-/-,
Visit:
Selesaikan
antibiotik (3 hari -
besok)
(-)
Abd : supel, BU (+)
Ekstremitas : ke 4 akral
hangat
Hasil FL : dalam batas
2/11/14
jam 10.00
WIB
normal
Demam (-) KU : tampak sakit ringan
Batuk (+) Kesadaran: CM
TTV :
berkurang
Bronkiolitis
perbaikan
Oral feeding
Venflon
Ambroxol 5 mg
14
Sesak (-)
Nadi : 140 x/m
Os
tidak Suhu : 36,5 0 C
RR : 36 x/ m
rewel lagi
Hidung : nch -. sekret -/BAB (-)
Mulut : kering (-),
sianosis ()
Thorax : sn vesikuler, rh
Salbutamol
-
0,5
mg 4 x 1 puyer
Metil prednisolon
oral 3 x 1 mg (d:
0,5-1 mg/kg/hari)
Amoxicilin oral 3
25 mg/kg/kali)
Visit : bila tidak
sesak
dan
demam,
tidak
boleh
pulang
hangat
Obat pulang :
-
Ambroxol 5 mg
Salbutamol
0,5
mg 4 x 1 puyer
Metil prednisolon
oral 3 x 1 mg
Amoxicilin oral 3
x 250 mg
Kontrol ke poli
anak
BAB II
ANALISA KASUS
Dari anamnesis didapatkan seorang anak laki-laki usia 14 bulan, diantar orang tua
ke IGD RSBA dengan keluhan utama sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sesak napas
didefinisikan sebagai perasaan subjektif pernapasan yang tidak nyaman. Dispnoe atau
sesak napas disebabkan karena peningkatan kerja dari otot-otot pernapasan yang terjadi
akibat stimulasi neuroreseptor yang terdapat sepanjang traktus respiratorius atau stimulasi
15
kemoreseptor baik sentral maupun perifer. Pada kasus ini ditemukan adanya gejala
kesulitan bernapas yang baru terjadi 1 hari, hal ini menunjukkan adanya gangguan akut
dari saluran pernapasan. Untuk anak umur 2 bulan sampai 5 tahun yang datang dengan
kesulitan bernapas dan atau batuk ada beberapa hipotesis yang menjadi kemungkinan
penyebabnya, yaitu bronkiolitis, pneumonia, asma, gagal jantung, penyakit jantung
bawaan dan efusi.
Diagnosis
Bronkiolitis
Pneumonia
Asma
Gagal jantung
Penyakit
jantung
bawaan
16
respirasi. Pada anamnesis selanjutnya didapatkan keluhan batuk, pilek yang terjadi 3 hari
SMRS. Batuk juga merupakan mekanisme fisiologis dari pertahanan tubuh terutama dari
sistem respirasi sebagai refleks untuk membersihkan jalan napas dari akumulasi mukus,
debris ataupun benda asing agar tidak menimbulkan infeksi lanjut pada saluran napas.
Pada kasus ini, batuk dan pilek yang terjadi dapat dipikirkan menjadi suatu tanda bahwa
terjadi infeksi pada saluran napas anak yang menimbulkan kerusakan dari parenkim
maupun saluran napas gejala ISPA.
Keluhan lainnya berupa demam diakui ibu pasien mulai 2 hari SMRS. Demam
merupakan suatu mekanisme tubuh dalam menghadapi berbagai mikroorganisme patogen
termasuk virus dan bakteri dengan cara menghambat replikasi mikroorganisme dan
membantu proses fagositosis atau aktifitas bakterisida.10 Demam dapat dianggap sebagai
suatu tanda penting dari aktivasi sistem imun dengan hasil pengendalian kenaikan suhu
tubuh. Akibat dari adanya suatu infeksi (pada kasus ini adalah virus) sebagai pirogen
eksogen yang akan mengaktifkan sistem imun sebagai pirogen endogen yang akan
mengakibatkan demam. Namun demam yang dihasilkan tidak menyebabkan suhu yang
terlalu tinggi, karena disebabkan oleh infeksi virus.
Keluhan batuk yang dirasakan semakin memberat, batuk seperti ada dahak namun tidak
ada dahak yang keluar. Batuk terjadi panjang, sering, dan berulang batuk paroksismal.
Batuk sebagai mekanisme pertahanan tubuh untuk membantu mengeluarkan mukus pada
17
saluran napas akibat proses infeksi. Sesak napas mulai dirasakan sejak 1 hari SMRS.
Sesak napas pada kasus ini dapat disebabkan karena adanya edema dari mukosa saluran
napas dan juga proses spasme saluran napas terutama bronkiolus. Dipengaruhi pula dari
diameter anatomis saluran napas bayi lebih sempit, sehingga terjadi resistensi aliran udara
saluran napas.3 Hal tersebut dapat terlihat dari pemeriksaan yang tampak pada pasien
adalah: tampak dyspnoe, frekuensi napas meningkat, adanya otot bantu pernapasan,
retraksi subcostal (+), lalu pada auskultasi didapatkan wheezing +/+ dengan ekspirasi
memanjang dan juga ronki basah halus di kedua basal paru.
sehingga terlepasnya
neuropeptida (neurokinin,
18
substansia P)
KONTRAKSI OTOT POLOS
BRONKIOLUS
Dari patofisiologi diatas, dapat dilihat bahwa pada bronkiolitis terjadi penimbunan
mukus dan spasme dari saluran napas bronkiolus. Sehingga dapat terdengar keluhan
pasien saat awal berupa suara napas terdengar grok-grok menurut ibu pasien dan
terdapatnya wheezing. Pada keadaan seperti ini dapat dilakukan terapi inhalasi dengan
campuran bronkodilator dan mukolitik sehingga dapat membantu mengurangi keluhan
batuk dan sesak pada pasien. Pada bronkiolitis penggunaan bronkodilator efektif untuk
mengurangi keluhan karena terdapat spasme dari otot polos saluran napas.
Selain itu dari pemeriksaan penunjang didapatkan hasil hematologi dalam batas
normal, sehingga kemungkinan proses inflamasi yang terjadi bukan diakibatkan bakteri
(tidak didapatkan leukositosis). Dari hasil rontgen thorax didapatkan hasil kesan tampak
bercak infiltrat pada kedua hemitoraks, yang kemungkinan disebabkan karena adanya
suatu infeksi sekunder bakteri, dan ditandai pula dengan adanya ronki pada basal kedua
paru.
Adapun untuk diagnosis pada kasus ini, dapat dinilai dari anamnesis didapatkan
pasien usia 14 bulan, laki-laki, ada riwayat kontak dengan orang dewasa yang menderita
ISPA, ada gejala awal ISPA yaitu batuk, pilek kemudian timbul gejala infeksi virus RSV
berupa batuk paroksismal, pilek, demam ringan, anoreksia, dan sesak tampak gelisah.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan retraksi subcostal, wheezing dan ronki basah halus.
dari pemeriksan penunjang didapatkan kesan bronkiolitis.
Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory Distress
Assessment Instrument (RDAI), yaitu:
19
T
Total: 4 Kategori sedang.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, didapatkan diagnosis kerja
yaitu BRONKIOLITIS. Pada pasien ini dilakukan rawat inap karena termasuk kategori
sedang dan memiliki resiko tinggi dari bronkiolitis yaitu: riwayat asma dalam keluarga,
dan juga untuk dilakukan observasi dan adanya kesulitan intake.
Adapun algoritma tatalaksana dari bronkiolitis adalah sebagai berikut:
20
21
BAB III
22
TINJAUAN PUSTAKA
BRONKIOLITIS
I.
Latar Belakang
Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernapasan bayi yang lazim akibat dari
obstruksi radang saluran pernapasan kecil (bronkiolus). Penyakit ini terjadi
selama umur 2 tahun pertama, dengan insiden puncak pada sekitar umur 6 bulan,
dan pada banyak tempat penyakit ini paling sering menyebabkan rawat inap bayi
di rumah sakit. Insidensi tertinggi selama musim dingin dan awal musim semi.
Penyakit ini terjadi secara sporadik dan endemik.1
II.
Definisi
Bronkiolitis adalah infeksi sistem respiratorik bawah akut yang pada umumnya
disebabkan oleh virus, sehingga menyebabkan gejala obstruksi bronkiolus.
Bronkiolitis ditandai dengan batuk, pilek, panas, distress pernapasan dan
ekspiratorik effort (usaha napas pada saat ekspirasi) seperti adanya wheezing,
takipnea,
retraksi,
dan
ditunjang
dari
foto
dada
didapatkan
air
trapping/hiperinflasi paru.1
III.
Etiologi
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus/RSV
(lebih dari 50%) diikuti oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2 dan 3, Influenzae B,
dan Adenovirus tipe 1,2, dan 5. RSV adalah penyebab utama bronkiolitis dan
merupakan
satu-satunya
penyebab
yang
dapat
menimbulkan
epidemi. 3
23
Klasifikasi
Bronkiolitis dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Bronkiolitis akut
2. Bronkiolitis obliteran.
Bronkiolitis akut dengan bronkiolitis obliteran dibedakan pada bronkhiolus
dan saluran pernafasan yang lebih kecil terjejas, karena upaya perbaikan
menyebabkan sejumlah besar jaringan granulasi yang menyebabkan obstruksi
jalan nafas, lumen jalan nafas terobliterasi oleh masa noduler granulasi dan
fibrosis. Bronkiolitis obliterans merupakan komplikasi yang lazim pada
transplantasi paru.1
V.
Epidemiologi
Epidemi dari RSV berkembang pada iklim dengan musim hujan dan
menjelang kemarau, dan biasanya juga muncul pada musim yang bersamaan
dengan menjangkitnya para-influenza. Terdapat bukti bahwa RSV endemik di
daerah sub tropis dari Asia Tenggara sepanjang tahun, dan memuncak antara
bulan Oktober sampai Februari dan berkurang pada bulan Maret sampai Juli. 2
dari sub tipe RSV telah di ketahui, yaitu tipe A dan tipe B, dengan tipe yang
paling sering menyebabkan infeksi yang berat. Tipe B biasanya mendominasi
apabila tipe A tidak dalam musim endemi. Penyakit ini sangat menular, penularan
disebarkan melalui sekresi hidung yang keluar dan sangat menular pada hari ke 6
sampai hari ke 21 setelah gejala muncul. Waktu inkubasi antara 2-5 hari. Insiden
infeksi RSV sama pada laki-laki dan wanita, namun bronkiolitis berat lebih sering
terjadi pada laki-laki. Infeksi terjadi pada anggota keluarga sebanyak 46%, 98%
pada anak yang dititipkan pada perawatan harian, 42% pada staff rumah sakit dan
sebanyak 45% pada bayi yang dirawat di RS tetapi tidak terinfeksi. Infeksi
menyebar melalui muntahan dan penggunaan sarung tangan, sedangkan baju
khusus dapat mengurangi penyebaran infeksi nosokomial. 25% anak umur
24
dibawah 1 tahun dan 13% anak umur antara 1 sampai 2 tahun akan mendapatkan
infeksi saluran napas. Separuh dari angka tersebut didapatkan gejala bersin yang
diasosiasikan dengan infeksi saluran nafas. RSV dapat ditemukan pada kultur
pasien yang dirawat di RS yang menderita infeksi tersebut dan 80% nya berumur
kurang dari 6 bulan. Diantaranya bayi yang sehat 80% dirawat di RS pada tahun
pertama kehidupannya dan sekitar 50% perawatan di rumah sakit adalah bayi
antara umur 1-3 bulan. Kurang dari 5% perawatan di RS pada neonatus,
kemungkinan dengan adanya antibodi yang masih terdapat dari transplasentalmaternal.3
VI.
Patofisiologi
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons inflamasi
akut, ditandai dengan obstruksi bronkioulus akibat edema, sekresi mukus,
timbunan debris selular/sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan
infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa. Karena tahanan aliran udara
berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran respiratori, maka sedikit
saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang besar,
terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran respiratori kecil. Resistensi
pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena
radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan
air trapping dan hiperinflasi. Atelectasis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi
total dan udara yang terjebak diabsorbsi.4
Proses patologis ini akan mengganggu proses pertukaran gas normal di paru.
Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasiperfusi, yang berikutnya akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan kemudian
terjadi hipoksia jaringan. Retensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu
terjadi, kecuali pada beberapa pasien. Semakin tinggi laju respiratori, maka
semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernapasan akan meningkat selama
end-expiratory lung volume meningkat dan compliance
paru menurun.
25
Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3 4 hari, tetapi silia akan diganti
setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag.4
Disamping pengruh destruktif virus dan respons hospes yang menyertai,
belum jelas peran apa yang dimainkan oleh bakteri yang menumpanginya. Pada
kebanyakan bayi dengan bronkiolitis, dengan atau tanpa pneumonia interstitial,
pengalaman klinis memberi kesan bahwa bakteri memainkan peran yang tidak
berarti.1 Berbeda antara bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentoleransi
udem saluran napas dengan lebih baik. Oleh karena itu, pada anak besar dan
orang dewasa jarang terjadi bronkiolitis bila terkena infeksi oleh virus.
VII.
Manifestasi Klinis
Bronkiolitis Akut
Mula-mula bayi mendapatkan infeksi saluran napas ringan berupa pilek encer,
batuk, bersin-bersin, dan kadang-kadang demam. Gejala ini berlangsung
beberapa hari, kemudian timbul distres respirasi yang ditandai oleh batuk
paroksimal, mengi, dispneu, dan iritabel. Timbulnya kesulitan minum terjadi
karena napas cepat sehingga menghalangi proses menelan dan menghisap.
Pada kasus ringan, gejala menghilang 1-3 hari. Pada kasus berat, gejalanya
dapat timbul beberapa hari dan perjalananya sangat cepat. Kadang-kadang,
bayi tidak demam sama sekali, bahkan hipotermi. Terjadi distres pernapasan
dengan frekuensi napas 60 x/menit, terdapat napas cuping hidung,
penggunaan otot pernapasan tambahan, retraksi, dan kadang-kadang sianosis.
26
Retraksi
biasanya
tidak
dalam
karena
adanya
hiperinflasi
paru
(terperangkapnya udara dalam paru). Hepar dan lien bisa teraba karena
terdorong diafragma akibat hiperinflasi paru. Mungkin terdengar ronki pada
akhir inspirasi dan awal ekpirasi. Ekpirasi memanjang dan mengi kadangkadang terdengar dengan jelas. Gambaran radiologik biasanya normal atau
hiperinflasi paru, diameter anteroposterior meningkat pada foto lateral.
Kadang-kadang ditemukan bercak-bercak pemadatan akibat atelektasis
sekunder terhadap obtruksi atau anflamasi alveolus. Leukosit dan hitung jenis
biasanya dalam batas normal. Limfopenia yang sering ditemukan pada infeksi
virus lain jarang ditemukan pada brokiolitis. Pada keadaan yang berat,
gambaran analisis gas darah akan menunjukkan hiperkapnia, karena
karbondioksida tidak dapat dikeluarkan, akibat edem dan hipersekresi
bronkiolus.3,4
Bronkiolitis Obliterans
Bronkiolitis obliterans adalah suatu peradangan kronik pada bronkiolitis
dimana sudah terjadi obliterasi pada bronkiolus. Pada mulanya dapat terjadi
batuk, kegawatan pernafasan dan sianosis dan disertai dengan periode
perbaikan nyata yang singkat. Penyakit yang progresif terlihat dengan
bertambahnya dispnea, batuk, produksi sputum, dan mengi. Polanya dapat
menyerupai bronkitis, bronkiolitis atau pneumonia. 1 Temuan rontgenografi
dada berkisar dari normal sampai pola yang memberi kesan tuberkulosis
milier. Sindrom Swyer James dapat berkembang dengan dijumpainya
hiperlusensi unilateral dan pengurangan corak pembuluh darah paru pada
sekitar 10% kasus. Bronkografi menunjukan obstruksi bronkiolus, dengan
sedikit atau tidak ada bahan kontras yang mencapai perifer paru. Tomografi
terkomputasi (CT) dapat menunjukan bronkiektasia yang terjadi pada banyak
penderita. Temuan-temuan uji fungsi paru bervarisasi, yang paling sering
adalah obstruksi berat, namun demikian retreksi atau kombinasi obstruksi dan
retraksi dapat ditemukan. Diagnosis dapat dikonfirmasikan melalui biopsi
paru.5
27
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dipengaruhi juga
dari faktor usia penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat. Kriteria
bronkiolitis terdiri dari: (1) Wheezing pertama kali, (2) umur 24 bulan atau
kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya
batuk, pilek, demam, dan (4) menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang
dapat menyebabkan wheezing.3
Obstruksi saluran respiratorik bawah akibat respons inflamasi akut akan
menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha
pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan
napas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan
ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi dan bila gejala
menghebat, dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia < 6 minggu.4
Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory Distress
Assessment Instrument (RDAI), yang menilai distres napas berdasarkan 2
28
variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor > 15 dimasukan kategori
berat, bila skor < 3 dimasukkan dalam kategori ringan.3
Tabel 1. Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI)
Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap
Dengan hitungan jumlah sel darah lengkap jarang bermanfaat karena sel
darah putih pada umumnya di dalam batas normal atau naik dan hitung jenis
mungkin normal atau bergeser kekanan atau kekiri.
29
Urin
Berat jenis urin dapat menyediakan informasi bermanfaat mengenai
balance cairan dan kemungkinan dehidrasi.
Serum darah
Kimia serum darah tidaklah terpengaruh secara langsung oleh
infeksi/peradangan tetapi dapat membantu menerka beratnya derajat dehidrasi.
Radiologi
Foto sinar-X dada cukup diperlukan meliputi foto anterior-posterior dan
lateral. dapat terlihat gambaran (tergantung berat ringannya penyakit):
o
Ateletaksis fokal
Peribronchial Cuffing
Pemeriksaan lainnya:
o Antigen Test pada nasal wash, dapat mengungkap dengan cepat ( pada
umumnya di dalam 30 min) dan akurat (kepekaan 87-91%, ketegasan 96100%) dalam pendeteksian RSV.
o Kultur positif dengan direct fluorescent antibody, test hasil percobaan
dapat mengkonfirmasikan infeksi karena RSV .
30
o Nasal washing test harus diperoleh dari anak-anak yang diperlukan opname
dan anak-anak yang berhadapan dengan resiko berat.
o Kultur RSV lebih sedikit sensitif (60%) tetapi spesifitas mencapai 100%.
o Panel karena virus yang berhubungan dengan pernapasan, kultur untuk RSV
atau lain virus, atau pendeteksian dengan direct fluorescent antibody atau
dengan polymerase chain reaction mungkin bermanfaat untuk pertimbangan
yang berikut:
- Sebagai pemeriksaan konfirmasi lainnya
- Untuk mencari agen lain infeksius yang lain
- Karena tujuan epidemiologik.
XI.
31
32
33
Pengobatan
Bronkodilator
Peran bronkodilator masih kontroversial. Penggunaan bronkodilator
Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid sistemik masih menjadikan perdebatan yang
berkepanjangan. Salah satu penelitian meta-analisis mengambil kesimpulan
peran kortikosteroid sistemik pada bronkiolitis adalah bermanfaat dalam hal
perbaikan klinis, lama rawat, dan lamanya gejala menghilang. Pada penelitian
tersebut dianjurkan pemberian kortikosteroid pada awal penyakit. 8 Penelitian
lain menyatakan bahwa pemberian kortikosteroid pada kasus infeksi
respiratorik bawah akut yang memerlukan ventilator kurang bermanfaat. 9
Kortikosteroid
yang
digunakan
adalah
prednisone,
prednisolon,
putih
up
segera
34
Kupperman dkk, dari 156 bayi dibawah umur 24 bulan yang sebelumnya sehat
dengan sedikit demam dan menderita bronkiolitis, menunjukkan bahwa bayibayi ini mau tidak mau menderita bakteremia dan menderita infeksi saluran
kemih. Penggunaan rutin dari antibiotik tidak menunjukkan perbaikan dari
bronkiolitis.
Antivirus (Ribavirin)
Ribavirin (1 beta-D-ribafuranosyl-1,2,4-triazole-3-carbox-amide) adalah
analog nukleosida sintetik yang menggabungkan guanosin dan inosin
tampaknya di buat untuk mempengaruhi RNA massenger dan menghambat
sintesis protein virus. Ribavirin mempunyai spektrum luas aktivitas antiviral
invitro. Terapi ribavirin untuk infeksi RSV masih kontroversial dikarenakan
masih ada penggunaan aerosol, harga yang relatif mahal, toxisitas dan efek
samping.
Saat ini rekomendasi dari AAP terapi dengan ribavirin aerosol sedang
dipertimbangkan untuk bayi-bayi dengan resiko tinggi penderita penyakit
karena RSV:
a. Diantara mereka dengan komplikasi penyakit jantung kongenital termasuk
didalamnya hipertensi portal dan juga mereka yang menderita displasie
b.
c.
konvensional
pada
pasien
bronkiolitis
dalam
keadaan
kritis.
35
Bagaimanapun studi klinis dari terapi ini sangat diperlukan untuk mengetahui
keefektifan terapi ini. Hal ini dimungkinkan bahwa heliox dengan terapi
nebulalisasi dapat sangat berguna pada bayi dengan bronkiolitis berat atau
XII.
XIII. Prognosis
Bronkiolitis Akut
Fase penyakit yang paling kritis terjadi selama 48-72 jam pertama sesudah batuk
dan dispnea mulai. Selama masa ini, bayi tampak sangat sakit, serangan apneu
terjadi pada bayi yang sangat muda dan asidosis respiratorik mungkin ada.
Sesudah periode klinis, perbaikan terjadi dengan cepat dan seringkali secara
drastis. Penyembuhan selesai dalam beberapa hari. Angka fatalitas kasus di bawah
1%, kematian dapat merupakan akibat dari serangan apnea yang lama, asidosis
respiratorik berat yang tidak terkompensasi, atau dehidrasi berat akibat kehilangan
penguapan air dan takipnea serta ketidakmampuan minum cairan. Bayi yang
memiliki keadaan-keadaan, misalnya penyakit jantung kongenital, displasia
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Orenstein DM. Bronchiolitis. In: Behrman RE, Kliegen RM, Arvin AM, editors.
37
A,
Lutwick
LI,
et
al,
editors.
Available
at:
http://emedicine.medscape.com/article/971488-overview#aw2aab6b2b2aa.
Accessed on June 21th, 2014.
3. Setiawati L, Asih R, Makmuri MS. Naskah Lengkap Tatalaksana Bronkiolitis. FK
Unair RSU Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Divisi Respirologi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak; 2005.
4. Zain MS. Bronkiolitis. In: Buku Ajar Respirologi Anak. Rahajoe NN, Supriyatno
B, Setyanto DB, editors. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010. p. 333-47.
5. Mayo
Clinic
Staff.
Bronchiolitis.
Available
at
38