You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja selalu menarik untuk dikaji. Remaja hadir dengan
karakteristiknya sendiri. Karakteristik tersebut timbul karena pada masa remaja,
seseorang mengalami pergeseran dalam perkembangan berpikir, mengalami masa
transisi, mengalami tekanan dan membutuhkan perhatian. Karakteristik remaja
tersebut menjadikan remaja tampil beda daripada yang lain. Pada masa ini remaja
mulai mencari identitas diri, sehingga seseorang yang sedang berada dalam masa
remaja akan sangat mudah terpengaruh oleh berbagai hal di sekelilingnya, baik
itu yang positif maupun negatif. Dalam kehidupan yang serba modern,
penampilan seolah-olah menjadi hal yang utama, tak terkecuali bagi remaja
perkotaan kalangan kelas atas. Mereka sering tampil sesuai dengan tren,
mengikuti mode, keren, dan tidak ketinggalan zaman. Oleh karena itu, demi
mendukung penampilan tersebut remaja dituntut mengonsumsi barang-barang
yang bersifat modern untuk menunjukkan identitas pemakainya (Featherstone,
2011). Salah satunya adalah pemakaian produk kesehatan berupa kawat gigi atau
yang biasa disebut behel.
Tren pemakaian kawat gigi mungkin sudah tidak asing lagi bagi
masyarakat. Benda yang satu ini dikenal sebagai alat perapi gigi modern. Kawat

gigi merupakan produk kesehatan yang digunakan pada bidang kedokteran gigi
untuk memperbaiki susunan gigi yang tidak teratur. Tujuan utama dari pemakaian
kawat gigi adalah merapikan dan meratakan gigi sehingga gigi lebih mudah
untuk dibersihkan dan mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Mereka yang
direkomendasikan untuk memakai kawat gigi adalah orang yang mengalami
rahang maju atau mundur, pertumbuhan gigi yang jarang atau jarak gigi yang
3

satu dengan yang lain jauh, adanya caling , gigi yang bertumpuk, dan jumlah
gigi yang tidak normal. Untuk itulah dipasang kawat gigi agar susunan gigi geligi
tersebut dapat menjadi lebih rapi dan tidak menimbulkan kelainan.
Kini tujuan pemakaian kawat gigi sudah sedikit berubah. Kalau dulu
orang akan merasa sedikit malu memakai kawat gigi, sekarang justru orangorang yang sudah memiliki gigi rapi dan bagus pun banyak yang memakai kawat
gigi. Dulu memakai kawat gigi dianggap aneh dan kuno, mulai dari rasa tidak
nyaman hingga takut diolok-olok teman. Oleh karena itu, kawat gigi merupakan
benda yang sebisa mungkin dihindari oleh orang-orang dengan susunan gigi
yang berantakan. Sekarang ini, kawat gigi mulai booming di Indonesia, banyak
remaja bahkan orang dewasa yang memakai kawat gigi. Tren kawat gigi tidak
hanya terjadi pada kaum wanitanya saja, pria juga ingin memperbaiki struktur
gigi yang kurang rapi agar terlihat lebih baik. Tidak sedikit dari mereka yang
juga melakukannya untuk kepentingan fashion, sebagai bagian dari ekspresi
modernitas atau gaya hidup (Friedmann, 2010).

Saat ini orang-orang modern yang memiliki gigi normal, juga ikut
meramaikan kawat gigi agar dapat tampil lebih percaya diri dan cantik. Mereka
berlomba-lomba untuk memakai kawat gigi. Durkheim melihat masyarakat
modern sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri, dimana
setiap perangkat tersebut memiliki seperangakat kebutuhan atau fungsi-fungsi
tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar
dalam keadaan normal, tetap langgeng (dalam Poloma, 2012:25).
Pemasangan kawat gigi yang tergolong lama kurang lebih dua tahun,
membuat tren ini cukup bisa bertahan. Banyak orang yang memakai kawat gigi
hanya sekedar untuk melengkapi penampilan. Pemakai kawat gigi pun tak ada
batasan usianya. Artinya, memakai kawat gigi sudah menjadi tren di semua
lapisan umur dan sosial masayarakat. Fungsi utama dari kawat gigi adalah untuk
memperbaiki struktur gigi dan menjaga kualitas gigi agar tetap sehat dan terawat.
Sekarang kawat gigi justru dianggap mampu menambah cantik penampilan dan
rasa percaya diri pada setiap pemakainya. Menurut jenisnya, bracket (bagian
yang menempel) pada kawat gigi bertujuan untuk estetis atau kosmetik, ada yang
bisa dilihat dan tidak bisa dilihat.
Fungsi merawat gigi dengan bracket, antara lain: 1) Memperbaiki dan
mempertahankan kondisi rongga mulut yang sehat; 2) Meringankan sampai
menghilangkan rasa sakit sewaktu proses menggigit, pada sendi rahang yang
tidak normal; 3) Supaya wajah dan struktur penelanan menjadi seimbang; dan 4)
Memperbaiki cacat yang dapat terlihat saat sedang bicara atau susah bernafas,

sehingga dapat mengembalikan kepercayaan diri seseorang ketika berbicara dan


5

bernafas . Dari beberapa alasan tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan


perawatan gigi atau orthodonti adalah untuk memperbaiki fungsi pengunyahan
agar mendapatkan bentuk yang normal. Upaya yang dilakukan adalah dengan
merapikan susunan gigi dan mengembalikan gigi pada fungsinya yang optimal,
padahal upaya tersebut berhubungan langsung dengan jaringan lunak mulut,
tulang wajah, dan jaringan lunak wajah. Dengan demikian didapatkan dua hal
yang positif secara bersamaan, yakni fungsi dan keindahan.
Fungsi utama bracket adalah memperbaiki susunan gigi dengan cara
menarik secara perlahan dan bertahap, agar susunan gigi dapat menjadi rapi
seperti yang diinginkan. Jika susunan gigi sudah benar, maka orang akan lebih
mudah dalam mengunyah makanan dan bila dipandang mata pun akan lebih
indah. Manfaat dari pemasangan kawat gigi, membuat gigi menjadi rapi
sehingga enak dipandang mata dan membuat senyum terlihat lebih manis.
Dengan demikian menjaga penampilan gigi semakin diminati. Mempercantik diri
atau tampil lebih gaya memang sudah menjadi kebutuhan perempuan dalam
pergaulan sehari-hari. Seperti yang dikatakan Ibrahim bahwa urusan kecantikan
tidak hanya masalah sekedar memantas-mantaskan diri di depan cermin, tetapi
sudah menjadi gaya hidup secara menyeluruh (Ibrahim, 2010:26). Kecantikan
sudah menjadi komoditas yang berharga karena didukung oleh budaya citra yang
mengutamakan penampilan.

Untuk memasang kawat gigi, butuh banyak persiapan yang harus


dilakukan. Sebelum pemasangan dilakukan, segala macam kerusakan yang ada
pada gigi harus dibenahi terlebih dahulu. Gigi berlubang harus ditambal atau
dicabut. Dengan demikian, ketika mengenakan kawat, gigi-giginya sudah bersih
dan kondisinya baik semua. Setelah itu, harus dibuat cetakan model gigi dari
susunan gigi pasien, kemudian melakukan roentgen gigi, kepala, dan wajah
pasien. Hal ini dilakukan agar perawatan pemakaian kawat gigi benar-benar
sempurna dan tidak asal-asalan. Biaya pemasangan kawat gigi tentu tidak murah,
mulai dari biaya pembelian kawat, kontrol dan penggantian karet setiap
bulannya, pemeliharaan sesudah kawat dilepas, dan mungkin saja biaya
pembelian kawat tidak permanen yang diperlukan setelah kawat permanen
dilepas.
Segala macam persiapan sebelum pemasangan kawat gigi tersebut
membutuhkan uang yang tidak sedikit. Rata-rata orang membutuhkan biaya
sekitar sepuluh juta rupiah untuk pemasangan kawat gigi. Artinya, hanya orang
yang berkantong tebal saja yang bisa mengikuti tren kawat gigi ini. Setelah
kawat gigi terpasang, ada perawatan atau kontrol yang per bulannya harus
dilakukan oleh pasien. Hal ini dilakukan guna merawat dan menjaga penampilan
kawat gigi agar senantiasa bekerja aktif. Uniknya, pemilihan warna dan bahan
kawat gigi juga sangat beragam sesuai dengan keinginan pemakai. Tentu saja
harga kawat dan bracket yang tersedia pun beragam, mulai dari yang murah
sampai dengan yang paling mahal. Semua harga tergantung dari nilai estetika,

sistem, dan bahan yang digunakan.


Konsumsi kawat gigi merupakan bagian ciri gaya hidup modern. Gaya
hidup mempengaruhi perilaku seseorang, dan akhirnya menentukan pilihanpilihan konsumsi seseorang terhadap suatu barang. Orang akan cenderung
memilih produk, jasa, atau aktivitas tertentu karena hal tersebut diasosiasikan
dengan gaya hidup tertentu. Misalnya orang-orang yang berorientasi pada karir
akan memilih pakaian, buku, majalah, komputer, dan barang-barang lainnya
yang berbeda dengan mereka yang berorientasi pada keluarga. Dalam gaya
hidup, kegiatan konsumsi mendapat kedudukan yang paling istimewa. Kegiatan
konsumsi yang dirujuk budaya konsumen terlihat dari perilaku manusia yang
mengubah benda-benda untuk tujuan mereka sendiri (Lury, 2011:3).
Jika dilihat dari prosesnya, maka konsumsi terbagi menjadi dua yaitu
konsumsi berdasarkan nilai kegunaan dan konsumsi berdasarkan nilai simbolik.
Konsumsi berdasarkan kegunaan dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang bernilai guna. Konsumsi kegunaan sama seperti halnya
kebutuhan primer, dimana dalam kehidupan sehari-hari kita membutuhkan
barang-barang yang sifatnya bernilai guna dan utama. Biasanya jenis konsumsi
ini lebih diutamakan misalnya sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan
(tempat tinggal). Sedangkan konsumsi berdasarkan nilai simbolik biasanya
berkaitan dengan refreshing atau kesenangan semata. Orang melakukan
konsumsi simbolik apabila telah memenuhi kebutuhan pokoknya. Walaupun
jenis barang yang dikonsumsi tidak jauh berbeda dengan jenis barang kebutuhan

primer. Namun, jenis konsumsi ini lebih menekankan pada kualitas serta tren
yang ada dan mengutamakan kesan serta pengalaman di mata orang lain. Seperti
halnya pemakaian kawat gigi yang dilakukan oleh remaja. Maka dari itu peneliti
tertarik untuk mengetahui tentang gambaran perilaku remaja putri terhadap
kesehatan mulut dan gigi dalam penggunaan kawat gigi di poliklinik drg.Fisna
Melia,Mds Kab.Pidie Tahun 2015.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tren pemasangan kawat gigi berlangsung di kalangan mahasiswi?
2. Bagaimana pengetahuan kesehatan soal mulut pada penggunaan behel ?
3. Apa makna kawat gigi bagi remaja?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tren pemasangan kawat gigi
2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masalah gigi pada penggunaan
kawat gigi
3. Untuk mengetahui makna dari kawat gigi bagi remaja.
D. Manfaat Penelitian
a. Ilmu pengetahuan : memberikan informasi mengenai tren pemasanagan kawat
gigi
b. Pelayanan kesehatan : sebagai masukan bagi Rumah Sakit untuk
meningkatkan pelayanan

c. Masyarakat : memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya


kesehatan mulut bagi remaja yang menggunakan behel (Kawat gigi)
d. Penelitian : memberikan informasi dan data yang dapat digunakan sebagai
dasar penelitian selanjutnya atau penelitian yang sejenis.

BAB II

KERANGKA TEORI
A. Pengertian Kawat Gigi
Kawat gigi dalam bahasa kedokteran disebut dental braces atau
orthodontic braces yaitu alat yang digunakan pada bidang kedokteran gigi untuk
memperbaiki susunan gigi yang tidak teratur. Semula kawat gigi digunakan untuk
mengencangkan gigi karena gigi terlalu maju (tonggos) serta susunan gigi tidak
merata. Kawat gigi juga berfungsi untuk meratakan susunan gigi yang tumbuh tak
beraturan. Adapun arti secara harfiah orthodonti sendiri berasal dari bahasa
Yunani yaitu orthos yang berarti lurus dan dons yang berarti gigi. Istilah
orthodonti sendiri digunakan pertama kali oleh Le Foulon pada tahun 1839. Ilmu
orthodonti sebagai suatu ilmu pengetahuan seperti yang dikenal dewasa ini
barulah kira-kira 50 tahun yang lalu dan lambat laun berkembang terus, sehingga
seolah-olah menjadi bidang spesialisasi dalam kedokteran gigi. Pada zaman
dahulu yaitu sekitar 60 hingga 70 tahun yang lalu, ilmu orthodonti memang sudah
dikenal seperti halnya dengan ilmu penambalan gigi dan pembuatan gigi tiruan,
tetapi konsepnya berbeda dengan konsep ilmu orthodonti yang sekarang. Jika
dulu yang dipentingkan hanyalah masalah mekanis saja, dalam arti penggunaan
alat-alat untuk meratakan susunan gigi yang tidak rata, sekarang masalah biologis
juga turut menjadi perhatian.
Maksud dan tujuan dari perawatan orthodonti sendiri ada beberapa
macam, antara lain: (1) Menciptakan dan mempertahankan kondisi rongga mulut

yang sehat; (2) Memperbaiki cacat muka, susunan gigi geligi yang tidak rata, dan
fungsi alat-alat pengunyah agar diperoleh bentuk wajah yang seimbang dan
penelanan yang baik; (3) Memperbaiki cacat waktu bicara, bernafas,
pendengaran, dan mengembalikan rasa percaya diri seseorang; (4) Menghilangkan
rasa sakit pada sendi rahang akibat gigitan yang tidak normal; (5) Menghilangkan
kebiasaan buruk, seperti: menghisap ibu jari, menggigit-gigit bibir, menonjolkan
lidah, bernafas melalui mulut. Fungsi perawatan orthodonti tidak hanya
memperbaiki struktur gigi dan rongga mulut yang rusak saja, melainkan juga
dapat membuat seseorang menjadi lebih percaya diri.
Perubahan fungsi kawat gigi kini semakin terlihat. Kawat gigi tidak hanya
digunakan sebagai alat kesehatan, namun menjadi tren yang sedang digandrungi
oleh banyak remaja masa kini. Pandangan Malinowski (dalam Ihroni, 2013),
fungsi dari satu unsur adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa
kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu
kebutuhan sekunder dari manusia. Kebutuhan dasar antara lain gizi (nutrition),
berkembang biak (reproduction), kenyamanan (body comforts), keamanan
(safety), rekreasi (relaxation), pergerakan (movement), dan pertumbuhan
(growth). Segala kegiatan atau aktifitas manusia itu sebenarnya bermaksud untuk
memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri manusia yang
berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kelompok sosial atau organisasi
sebagai contoh, awalnya merupakan kebutuhan manusia yang suka berkumpul
dan berinteraksi, perilaku ini berkembang dalam bentuk yang lebih solid dalam

artian perkumpulan tersebut dilembagakan melalui rekayasa manusia.


Manusia bereaksi terhadap suatu barang, dimana barang itu mempunyai
makna bagi dirinya. Menurut Kledan (dalam Triguna, 2011:47), menyatakan
bahwa makna atau nilai biasanya dianggap sebagai sesuatu yang berhubungan
dengan kebudayaan atau secara lebih khusus dengan dunia simbolik dalam
kebudayaan. Dunia simbolik adalah dunia yang menjadi tempat diproduksi dan
disimpan muatan mental dan muatan kognitif (pengetahuan) kebudayaan, baik
berupa pengetahuan dan kepercayaan, baik berupa makna dan simbol maupun
nilai-nilai dan norma yang ada dalam suatu kebudayaan. Sementara
Koenjtraningrat (dalam Triguna, 2013:50) menyatakan bahwa makna adalah
berkaitan dengan bentuk dan fungsi. Setiap bentuk sebuah produk budaya selalu
memiliki fungsi dan makna di dalam kehidupan masyarakat.
Makna atau arti barang itu dapat diperoleh dari interaksi dengan orang lain.
Dalam interaksi dengan orang lain inilah terjadi proses modifikasi penafsiran
terhadap suatu barang. Dengan kata lain, terjadi proses simbolisasi (Blumer,
2010:12). Simbolisasi suatu barang lebih dominan daripada fungsi suatu barang itu
sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Redana (2010:181) bahwa orang
mengkonsumsi suatu barang bukan lagi berdasarkan nilai guna atau nilai pakai,
tetapi sesuatu yang disebut dalam istilah teoritis adalah simbol. Di sini kemudian
citra atau image menjadi sangat penting.
Pemakaian kawat gigi saat ini sudah menjadi tren di kalangan remaja.
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa

dewasa yang ditandai dengan perubahan besar pada aspek fisik, kognisi, dan
psikososial (Papalia dkk, 2013). Pengertian tersebut merupakan pengertian remaja
secara umum. Remaja merupakan periode kehidupan yang bermula pada masa
puber dan berakhir diambang masa dewasa. Masa ini diklasifikasikan ke dalam
tiga golongan, yaitu remaja awal yang berkisar antara 10-14 tahun, remaja
pertengahan 15-18 tahun, dan remaja akhir 19-24 tahun (Sarwono, 2012:24-25).
Usia remaja awal merupakan masa puber. Dalam usia ini, kanak-kanak
digantikan dengan masa remaja yang bersifat lebih kompleks. Perubahan yang
terjadi pada masa ini sangat cepat, baik pertumbuhan fisik dan kapasitas
intelektual. Adanya perubahan fisik yang menonjol, seperti pada remaja putri
ditandai dengan peristiwa menstruasi serta tumbuhnya payudara, sedangkan pada
remaja putra ditandai dengan tumbuhnya kumis, jakun mulai terlihat dan lain-lain
yang menyebabkan adanya perubahan perilaku lain. Usia remaja pertengahan
adalah lanjutan dari usia awal. Pada masa ini remaja secara fisik menjadi percaya
diri dan mendapatkan kebebasan secara psikologi dari orang tua, memperluas
pergaulan dengan teman sebaya dan mulai mengembangkan persahabatan dan
keterikatan dengan lawan jenis. Dalam usia ini anak-anak sudah diberi
kepercayaan dari orang tua dalam urusan-urusan pribadi, seperti mengatur
keuangan. Mereka memperoleh tanggung jawab yang lebih besar. Sementara fase
remaja akhir yaitu antara 19-24 tahun dalam usia ini cara berpikir remaja lebih
maju, sehingga kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan juga lebih besar
dan bervariasi. Usia ini menuju masa dewasa sehingga mereka dianggap mampu

untuk mandiri dalam melakukan segala hal.


Faktor lingkungan memberikan peranan yang sangat besar terhadap
pembentukan perilaku konsumtif remaja. Remaja ingin diakui keberadaannya oleh
lingkungan sekitarnya dengan menjadi bagian dari lingkungan sosialnya. Usaha
untuk menjadi bagian dari lingkungan tersebut menjadi kebutuhan untuk diterima
dan menjadi sebaya dengan orang lain yang sebaya. Remaja berperilaku konsumtif
dengan berusaha mengikuti tren yang sedang in. Kondisi seperti ini tidak
menandakan kemampuan daya beli remaja perkotaan yang tinggi, akan tetapi lebih
didasarkan pada dorongan untuk memenuhi kebutuhan sesaat remaja sehingga
dapat mengangkat prestige dirinya.
Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan kelompok penting
yang sering dijadikan sasaran produsen. Produsen dapat menawarkan barang dan
jasa secara langsung maupun melalui media massa. Hal ini disebabkan oleh sifatsifat remaja yang mudah terbujuk iklan, suka ikut-ikutan teman atau alasan
konformitas tidak realistis serta cenderung boros dalam menggunakan uangnya
untuk keperluan rekreasi dan hobi. Remaja lebih banyak berada di luar rumah
bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok. Maka dapatlah
dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat,
penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Remaja
merupakan target pasar yang potensial karena mereka merupakan konsumen
langsung. Secara individual mereka belum bisa memperoleh penghasilan sendiri,
tetapi dapat dijadikan sebagai target sasaran pasar karena memiliki uang saku yang

lebih dan fasilitas yang mendukung dari orang tua.


Remaja merupakan konsumen masa depan atau calon konsumen potensial.
Upaya untuk mencari identitas diri dan status sosial menurut Lury (1998:121)
ditandai melalui barang-barang yang dikonsumsi dan aktivitas-aktivitas yang
dilakukan. Perilaku semacam ini sudah berkembang menjadi sebuah gaya hidup
bagi kalangan menengah atas, artinya perilaku konsumsi dan aktivitas-aktivitas
terhadap sesuatu bukan lagi merupakan kebutuhan, akan tetapi suatu keharusan
untuk menunjukkan dirinya di kalangan masyarakat. Melalui gaya ini seseorang
dapat dinilai oleh orang lain. Gaya juga merupakan elemen pembentuk citra.
Fenomena ini kemudian melahirkan bentuk-bentuk budaya populer, misalnya
konsumsi mode, fashion, dan gaya hidup yang serba instan. Budaya populer inilah
yang hingga saat ini masih berkembang di Indonesia melalui cara promosi sistem
nilai lewat media massa seperti televisi, radio, internet, koran, majalah, dan
sebagainya.
Tren global ini kemudian menimbulkan apa yang disebut Baudrillard
sebagai budaya konsumsi. Baudrillard mengatakan bahwa zaman ini telah menjadi
era dimana orang membeli barang bukan karena nilai kemanfaatannya, namun
karena gaya hidup. Demi sebuah citra yang diarahkan dan dibentuk oleh iklan dan
mode lewat televisi, tayangan sinetron, acara infotainment, ajang kompetisi
bintang, gaya hidup selebriti, dan sebagainya. Yang ditawarkan saat ini bukanlah
nilai guna suatu barang, tapi citra dan gaya bagi pemakainya (Baudrillard, 2004).
Lebih jauh, ia menambahkan: Kita menjadi tak pernah terpuaskan. Kita lalu

menjadi pemboros yang agung, mengonsumsi tanpa henti, rakus dan serakah.
Konsumsi yang kita lakukan justru menghasilkan ketidakpuasan. Kita menjadi
teralienasi karena perilaku konsumsi kita. Pada gilirannya ini menghasilkan
kesadaran palsu. Seakan-akan terpuaskan padahal kekurangan, seakan-akan
makmur padahal miskin.
Kehausan terhadap konsumsi berbasis gaya hidup tersebut, membuat
orang berusaha memenuhi kebutuhan-nya dengan berbagai cara. Karena yang
diperlukan adalah simbol, bukan manfaat itu sendiri, maka sebagian kalangan
menengah dan menengah ke bawah pun melakukan konsumsi simbolis, yakni
mengkonsumsi tidak langsung pada barangnya, namun pada barang lain yang
disimbolkan pada barang dengan kelas tertentu.
Pemilihan kawat gigi yang dipakai tergantung selera dari pemakainya.
Seperti yang dikatakan oleh Bourdieu: Selera selalu mengklasifikasikan orang
yang bersangkutan. Pilihan konsumsi dan gaya hidup melibatkan keputusan
membedakan pada saat yang sama, mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan
pilihan selera kita menurut orang lain. Selera, pilihan konsumsi dan praktik gaya
hidup berkaitan dengan pekerjaan dan fraksi kelas tertentu... (dalam Featherstone,
2001:42).
Selera berkaitan dengan pemilihan dan pemakaian suatu benda
berdasarkan mereknya. Selain itu juga selera dikaitkan dengan pemilihan model
atau bentuk dari benda tersebut, dalam penelitian ini adalah pemilihan kawat gigi.
Agar dapat tetap tampil modern, modis dan cantik remaja dituntut selalu

mengikuti

tren

yang

sedang

berkembang.

Kesadaran

individu

untuk

mempertahakan penampilannya dapat dijadikan dasar bagi individu untuk


memperhatikan penampilannya serta dijadikan dasar bagi individu untuk
menunjukkan identitas diri dalam lingkungan pergaulan. Oleh sebab itu, dapat
dikatakan bahwa individu dalam mengonsumsi barang bukan hanya didasari oleh
kebutuhan pokok akan barang tersebut yang bersifat fungsional, tetapi juga karena
barang tersebut disukai lebih untuk memenuhi dorongan terhadap rasa, yaitu salah
satunya rasa keindahan yang berimplikasi terhadap kepuasan bagi individu itu
sendiri. Sebagian besar masyarakat di perkotaan menganggap bahwa penampilan
merupakan bagian dari kehidupan mereka sehingga dalam memenuhi kebutuhan
terhadap penampilan tersebut mereka berusaha mengonsumsi barang-barang yang
kira-kira sesuai dan mendukung penampilannya.
Penampilan menjadi bagian yang sangat penting dan merupakan bagian
dari gaya hidup. Gaya hidup merupakan salah satu kerangka utama untuk menata
dan memanipulasi identitas sosial, gaya hidup terartikulasi melalui perubahan
secara konstan dan tontonan dari penampilan-penampilan tampakan luar (Chaney,
1996:170). Barang yang dikonsumsi tidak hanya merupakan barang mewah, tetapi
semua barang yang dapat mewakili kelompoknya akan dikonsumsi. Gaya hidup
merupakan suatu proyek kehidupan dan menunjukkan individualitas masyarakat
menengah baru serta pengertiannya mengenai gaya dalam kekhususan bendabenda, busana, praktik, pengalaman, penampilan serta disposisi jasmaniah yang di
desain sendiri ke dalam suatu gaya hidup.

Gaya hidup adalah istilah menyeluruh yang meliputi citra rasa seseorang
di dalam fashion, hiburan, dan lain-lain. Gaya hidup juga dapat didefinisikan
sebagai suatu frame of reference atau kerangaka acuan yang dipakai seseorang
dalam bertingkah laku, dimana individu tersebut berusaha membuat seluruh aspek
kehidupannya berhubungan dalam suatu pola tertentu, dan mengatur strategi
bagaimana ia ingin dipersepsikan oleh orang lain. Gaya hidup merupakan pola
tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat yang diamati dan
memberi arti khusus kepada golongan itu (Koentjaraningrat, 2011:53). Sedangkan
Chaney (2011:53) mengatakan bahwa gaya hidup merupakan bentuk khusus
pengelompokan status modern.
Kawat gigi yang berfungsi untuk merapikan susunan gigi, kini sudah
menjadi sebuah tren fashion dan pelengkap penampilan untuk mempercantik diri
perempuan. Kecantikan yang dimiliki oleh seorang perempuan terkait dengan gaya
hidup. Gaya hidup seseorang muncul karena adanya pengaruh dari keluarga,
lingkungan pergaulan, dan media massa. Tindakan-tindakan untuk tampil cantik
dapat pula berpengaruh dalam gaya hidup seseorang. Gaya hidup ini berkaitan
dengan keinginan perempuan untuk memilih dan menggunakan barang-barang
yang diinginkan untuk mencapai predikat cantik.
Kecantikan dapat membuat perempuan tampil percaya diri. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa kecantikan dijadikan sebagai alat ukur yang berharga
dalam bersaing dengan sesama perempuan dan juga terhadap lawan jenisnya.
Kesadaran individu untuk mempertahankan penampilannya dapat dijadikan dasar

bagi individu untuk memperhatikan penampilannya serta dijadikan dasar bagi


individu untuk menunjukkan identitas diri dalam lingkungan pergaulan. Oleh
sebab itu, dapat dikatakan bahwa individu dalam mengonsumsi barang bukan
hanya didasari oleh kebutuhan pokok akan barang tersebut yang bersifat
fungsional, tetapi juga karena barang tersebut disukai lebih untuk memenuhi
dorongan terhadap rasa, salah satunya rasa keindahan yang berimplikasi terhadap
kepuasan bagi individu itu sendiri.

B. Kerangka Teoritis

You might also like