You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN

NEONATAL CARE

DI SUSUN OLEH :
MUKTI REBOWO ( 092101014 )
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2012

NEONATAL CARE (ASFIKSIA)


A. PENGERTIAN
Asfiksia neonatorum dapat diartikan sebagai kegagalan bernafas pada bayi
yang baru lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat
mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. Gangguan ini merupakan penyakit
yang berhubungan dengan keterlambatan maturitas paru (Whally dan Wong, 1995).
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas
secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya
disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu serta sering berakhir
dengan asidosis (Santoso NI, 1992).
B. ETIOLOGI
Pengembangan paru terjadi pada menit- menit pertama kelahiran kemudian
disusul dengan pernafasan teratur. Bila didapati gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin atau neonatus.
Gangguan ini dapat timbul pada massa kehamilan, persalinan atau segera setelah
lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia
janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang
peranan penting untuk keselamatan bayi.
Towel (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada
bayi sebagai berikut :
1. Faktor ibu.
Hipoksia ibu :
hal ini akan menimbulkan hipoksia janin, dapat terjadi karena hipoventilasi
akibat pemberian obat analgetik atau anestasia.
Gangguan aliran darah :
Mengurangnya aliran darah ke uterus menyebabkan berkurangnya aliran
oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering terjadi pada keadaan :
a. gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani akibat
penyakit atau obat.
b. Hipotensi mendadak akibat perdarahan.
c. Hipertensi pada penyakit eklamsia.
2. Faktor plasenta.
Pertukaran gas antara ibu dan janin di pengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
misalnya solusio plasenta, perdarahan dll.
3.

Faktor fetus
Kompresi tali pusat akan mengakibatkan tergantungnya aliran darah pembuluh
darah tali pusat dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Hal ini
dapat ditemukan pada keadaan tali pusat yang melilit leher

4.

Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena :
a.
pemakaian obat anestesi/ analgetik yang berlebihan pada ibu.
b.
Trauma persalinan, misalnya perdarahan intracranial.
c.
Kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika,
atresia/ stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru.
C. PATOFISIOLOGI.
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara,
proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan
agar terjadi nafas pertama (primary gasping), yang kemudian akan berlanjut dengan
pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi
adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan mengakibatkan terjadinya
gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga menimbulkan
berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbondioksida diikuti dengan asidosis
respiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung dalam
suasana anaerob, sehingga sumber glikogen terutama pada jantung dan hati akan
berkurang dan asam organic yang terjadi akan menyebabkan asidosis metabolik.
D. MANIFESTASI KLINIK
Cara yang dianggap paling ideal hingga saat ini untuk menentukan derajat
asfiksia ialah penilaian klinik oleh Virginia Apgar (1953). Penilaian ini berhubungan
erat dengan perubahan keseimbangan asam- basa dan dapat memberikan gambaran
beratnya perubahan kardiovaskuler. Penilaian meliputi nilai 0-1-2 untuk penilaian
fungsi alat vital yaitu warna kulit, pernafasan, denyut jantung dan penilaian oksigenasi
susunan saraf pusat yaitu tonus otot, reflek rangsangan. Penilaian secara praktis
dilakukan pada menit pertama yang berhubungan erat dengan keadaan pH arteria
umbilikalis sedang menit ke lima berhubungan erat dengan akibat neurologis
nantinya. Apabila meni kelima nilai apgar balum mencapai nilai 7 maka ditentukan
nila pada menit ke 10, 15 dan seterusnya. Maksimal bayi dapat mencapai nilai 10 dan
minimal 0.
SKOR/ NILAI APGAR
o Tanda
0
1 Denyut jantung
Tak ada
.

1
< 100
menit

2 Usaha bernafas
.

Tak ada

lambat,
teratur

tidak menangis
keras

Tonus otot

Lumpuh

ektrimitas
fleksi, lemah

aktif

Reflek

Tak ada

gerakan
sedikit,
meringis

bersin

Biru/ pucat

tubuh
kemerahan,

tubuh,
ektrimitas

3
.
4
.
5 Warna

2
/ > 100
menit

ektrimitas biru merah.


Pengecualian pada interprestasi nilai apgar yaitu pada bayi berat badan lahir
sangat rendah (berat kurang dari 1500 gr dan massa geatasi kurang dari 32 minggu).
Bayi ini mempeunyai nilai apgar lebih rendah tapi tidak menderita asfiksia karena
bayi ini pernafasannya belum teratur, warna kulit pucat, tonus otot lemah dan reflek
masih lemah.
Atas dasar penilaian klinik, asfiksia dapat dibagi menjadi :
1. Asfiksia ringan
: nilai apgar 7 10, dalam hal ini bayi dianggap sehat
dan tidak perlu tindakan khusus.
2. Asfiksia sedang
: nilai apgar 4 6, pada pemeriksaan denyut jantung
lebih dari 100 X/ menit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas
tak ada.
3. Asfiksia berat
: nilai apgar 0 3, pada pemeriksaan denyut jantung
kurang dari 100 X/menit, tonus otot jelek, sianosis berat, kdang pucat,
reflek iritabilitas tak ada.
Hubungan antara nilai Apgar dengan pH darah bayi :
Nilai Apgar
pH
7 10
7,2
46
7,1 7,2
03
7,1
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit ini sangat dipengarhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin
berat pula gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat tampak beberapa jam setelah
kelahiran. Bayi asfiksia yang mampu bertahan hidup sampai 96 jam pertama
mempunyai prognosis lebih baik.
E. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada kasus asfiksia meliputi tindakan pendukung yang sama
dengan pengobatan pada bayi premature dengan tujuan mengkoreksi
ketidakseimbangan. Pemberian minum peroral tidak diperbolehkan selama fase akut
penyakit ini karena dapat menyebabkan aspirasi, pemberian minum dapat diberikan
secara perenteral.
Tindakan pendukung yang krusial :
Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
Mempertahankan keseimbangan asam basa.
Mempertahankan suhu lingkungan netral.
Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
Mencegah hipotermia.
Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Pelaksanaan Resusitasi
Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat
supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini
merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi yang
diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak terlambat).
Membuka Jalan Nifas
1. Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
2. Metode :

Meletakkan bayi pada posisi yang benar.


Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak eksentensi/ tengadah.
Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan atau kurang.
Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan udara yang masuk ke paru-paru
terhalangi.
Letakkan selimut atau handuk yang digulug dibawah bahu sehingga terangkat 2-3
cm diatas matras.
Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi dimiringkan
supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings bagian belakang)
sehingga mudah disingkirkan.
Membersihkan Jalan Nafas
Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari mulut dan hidung,
mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea,
sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan terlebih
dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan jalan nafas pada
semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru
dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no 10 F atau lebih.
Cara pembersihannya dengan menghisap mulut, farings dan hidung.
Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas
1. Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
2. Metode
Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer) dengan
temperatur untuk bayi aterm 34C, untuk bayi preterm 35C.
Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut
hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu
tubuh melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang
dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan.
Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu
ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang
tembus pandang.
Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
1. Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
2. Metode :
Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan ventilasi
harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kail/menit.
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.
Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.
Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance
membutuhkan 20-40 cm H2O.
Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon yang mempunyai
pengukur tekanan.
Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup terpasang
dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal.

Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang,


menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu
tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotorax.
Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut
mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua
paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas
balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu sebab
berikut :
Perlekatan sungkup kurang sempurna.
Arus udara terhambat.
Tidak cukup tekanan (Prawirohardjo Sarwono, 2000; 351-254).
Pemberian Obat-Obatan Penunjang
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit walaupun
telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan kompresi dada untuk
paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.
Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksiaa :
1. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat badan,
apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual atau diberikan
intravena, sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai pernafasan buatan.
2. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat badan
(cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam perbandingan 1 : 1
disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena umbilikus dalam waktu 5 menit.
3. Infus NaCL 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.

F. KOMPLIKASI
1. Sembab Otak
2. Pendarahan Otak
3. Anuria atau Oliguria
4. Hyperbilirubinemia
5. Obstruksi usus yang fungsional
6. Kejang sampai koma
7. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax
(Wirjoatmodjo, 1994 : 168)

G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan sistematis
untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya,
melaksanakan rencana itu / menugaskan orang lain untuk melakukan dan
mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasinya (Efendi.
Nasrul, 1995 ; 3).
Tahap pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien
baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Efendi nasrul, 1995 : 18).
Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan data,
pengelompokan data dan perumusan masalah.
Pengumpulan Data
1. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan
(Allen Carol V. 1993 : 28).
Data subyektif terdiri dari
a. Biodata atau identitas pasien :
Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin
Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau
kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat (Talbott Laura
A, 1997 : 6).
b. Riwayat kesehatan
Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal
pada kasus asfiksia berat yaitu :
Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok
ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus,
kardiovaskuler dan paru.
Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple,
inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan kongenital, riwayat persalinan
preterm.
Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak
teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.
Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan
postdate atau preterm).
Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat
erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :
Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik
solusio plasenta maupun plasenta previa.
Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan,
persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep ektraksi).
Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem pernafasan.
Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang
(narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.
Riwayat post natal
Yang perlu dikaji antara lain :

Apgar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3)
asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.
Berat badan lGahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram).
Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm 2500 gram lingkar kepala
kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).
Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial
aesofagal.
c. Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan absorbsi
gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu
diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk
mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi
dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat
intravena.
Kebutuhan parenteral
Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%
Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
Kebutuhan nutrisi enteral
BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam
BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam
BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
Kebutuhan minum pada neonatus :
Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 200 cc/kg BB/hari
(Iskandar Wahidiyat, 1991 :1)
d. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah
BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.
BAK : frekwensi, jumlah
Latar belakang sosial budaya
Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia
Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis
psikotropika
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu
melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.
e. Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan
ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi akan
mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat mempererat hubungan
psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia karena memerlukan
perawatan yang intensif
2. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan
pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku (Effendi
Nasrul, 1995)
a. Keadaan umum

Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih.
Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis
keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan.
Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada
pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
b. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia
benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila
suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C.
Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C 37,5C, nadi normal antara 120140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi
post asfiksia berat pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).
c. Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik pasien untuk
menentukan kesehatan pasien (Effendi Nasrul, 1995).
Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanogo dan verniks.
Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun
besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva,
warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 2 cm dibawah arcus costaae
pada
garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau
tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2
jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum
sempurna.
Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda tanda
infeksi pada tali pusat.
Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra
pada neonatus laki laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia
minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari
faeses.

Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau
adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.
Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat
atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia
A, 1996 : 109-356).
3. Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan
diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat
pula.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun
karena O2 dalam darah sedikit.
Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi
preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering
terjadi hipoglikemi.
Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik
sering terjadi hiperapnea.
PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO 2 pada bayi post asfiksia cenderung turun
karena terjadi hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon individu, keluarga
atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
aktual atau potensial (Allen carol vestal, 1998 : 67).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien post asfiksiaa berat
antara lain:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

4.

Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam
darah.
6. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota
keluarga.
I. INTERVENSI
DP 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan jalan nafas lancar.
NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.
NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.
3. Tidak adanya sianosis.
4. PaCO2 dalam batas normal.
5. PaO2 dalam batas normal.
6. Keseimbangan perfusi ventilasi
` Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Suction jalan nafas
Intevensi :
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3. Beritahu keluarga tentang suction.
4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan
sesudah suction.
NIC II : Resusitasi : Neonatus
1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi
dengan baik.
3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap
mekonium.
5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas
bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.

7. Monitor respirasi.
8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.
DP 2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan pola nafas menjadi efektif.
NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen jalan nafas
Intervensi :
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu
nafas
5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
DP 3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan pertukaran gas teratasi.
NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen asam basa
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3) Pantau hasil Analisa Gas Darah
DP 4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan

diharapkan risiko cidera dapat dicegah.


NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.
Keterangan Skala :
1 : Tidak sama sekali
2 : Sedikit
3 : Agak
4 : Kadang
5 : Selalu
NIC : Kontrol Infeksi
Intervensi :
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan
pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi
pelayanan kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin
hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag),
antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).
DP 5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan suhu tubuh normal.
NOC I : Termoregulasi : Neonatus
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis,
perubahan warna kulit dll.
3. Monitor temperatur dan warna kulit.
4. Monitor TTV.
5. Monitor adanya bradikardi.
6. Monitor status pernafasan.
NIC II : Temperatur Regulasi

Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.
2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat.
3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.
DP 6. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota
keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan koping keluarga adekuat.
NOC I : Koping keluarga
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.
Keterangan skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NOC II : Status Kesehatan Keluarga
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga.
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.
3. Akses perawatan kesehatan.
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
Keterangan Skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Pemeliharaan proses keluarga
Intervensi :
1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.
NIC II : Dukungan Keluarga
Intervensi :
1. Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang terbaik.
2. Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga.
3. Beri harapan realistik.
4. Identifikasi alam spiritual yang diberikan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA
Allen Carol Vestal, 1998, Memahami Proses Keperawatan, EGC : Jakarta
Aminullah Asril,1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo:
Jakarta.
Aliyah Anna, dkk. 1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi Indonesia
(Perinasia): Jakarta
Effendi Nasrul, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC : Jakarta
Hasan Rusepno, dkk 1981, Penata Laksanaan Kegawat Daruratan Pediatrik, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.

You might also like