You are on page 1of 55

KONSEP MEDIS

1. Definisi
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan
pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit.
(Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi
Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah
putih Infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara
progresif, menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada
orang dewasa).
Kasus HIV pada anak biasanya paling sering ditemukan akibat transmisi dari ibu yang
sudah memiliki HIV ke anaknya. Kemungkinan besar perpindahan virus ini terjadi selama
proses kehamilan dan juga persalinan.
2. Etiologi
a. Anak
Penyebab penyakit AIDs adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok
retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia.
Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam darah,
dan penularan masa perinatal.
a. faktor risiko untuk tertular HIV pada bayi dan anak adalah :
1) bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual,
2) bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti,
3) bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya penyalahguna obat intravena,
4) bayi atau anak yang mendapat transfusi darah atau produk darah berulang,
5) anak yang terpapar pada infeksi HIV dari kekerasan seksual (perlakuan salah seksual), dan
6) anak remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan.
b. Cara Penularan
Penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat melalui:
1) Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum)
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang
dikandungnya. Cara transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal. Transmisi dapat
terjadi melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi terpapar dengan
darah ibu.
2) Selama persalinan (intrapartum)
Selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan servikovaginal yang
mengandung HIV melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada jalan lahir.
3) Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi
Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina 21%, cairan
aspirasi lambung pada bayi yang dilahirkan. Besarnya paparan pada jalan lahir sangat
dipengaruhi dengan adanya kadar HIV pada cairan vagina ibu, cara persalinan, ulkus serviks
atau vagina, perlukaan dinding vagina, infeksi cairan ketuban, ketuban pecah dini, persalinan
prematur, penggunaan elektrode pada kepala janin, penggunaan vakum atau forsep,
episiotomi dan rendahnya kadar CD4 pada ibu. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum

persalinan akan meningkatkan resiko transmisi antepartum sampai dua kali lipat
dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam sebelum persalinan.
4) Bayi tertular melalui pemberian ASI.
Transmisi pascapersalinan sering terjadi melalui pemberian ASI (Air susu ibu). ASI
diketahui banyak mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak. Konsentrasi median sel
yang terinfeksi HIV pada ibu yang tenderita HIV adalah 1 per 10 4 sel, partikel virus ini
dapat ditemukan pada componen sel dan non sel ASI. Berbagai factor yang dapat
mempengaruhi resiko tranmisi HIV melalui ASI antara lain mastitis atau luka di puting, lesi
di mucosa mulut bayi, prematuritas dan respon imun bayi. Penularan HIV melalui ASI
diketahui merupakan faktor penting penularan paska persalinan dan meningkatkan resiko
tranmisi dua kali lipat.
b. Umum
Penyebab AIDS adalah retrovirus (HIV/ Human Immunodeficiency Virus)yang termasuk
famili retroviridae. Sarana transmisinya HIV (Retrovirus HIV) melalui :
Rute yang dikatahui beresiko tinggi (semen, sekresi vagina).
Hubungan seksual.
Homoseksual, biseksual (rute utama).
Heteroseksual (laki-laki perempuan atau sebaliknya)
Darah (melalui darah murni komponen selular, plasma, factor pembeku)
Tranfusi darah atau komponen darah.
Jarum suntik yang dipakai bersama-sama.
Tusukan jarum suntik (resiko rendah).
Perinatal
Intra placenta
Menyusui ASI
Ludah dan air mata.
3. Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan
peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan
bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang
menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan
peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan
bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang
menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi
litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai
superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu
dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar
getah bening.
HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak
seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi
dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat
membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi
memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan
tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari

4.
a.

a.
b.
c.
d.
e.
f.

otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit
untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau
komplikasi infeksi lain atau autoimun
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun priode
inkubasi atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada
infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi
imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B;
hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara
anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6
bulan.
Ketidak mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi
imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya,
berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV
pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak
berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering
memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin
memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang untuk
beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan
perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi
pada infeksi HIV anak.
Manifestasi klinik
Anak
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai penyakit
berat yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur muda karena
sebagian besar (>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima
puluh persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3 tahun. Meskipun
demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal belum memperlihatkan gejala
AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada di
lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik
berupa :
Gagal tumbuh
BB menurun
Anemia
Panas berulang
Limfadenopati
hepatosplenomegali
Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya infeksi
oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak
memberikan penyakit pada anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama
imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut, yang
biasanya lebih lama, lebih berat serta sering berulang. Penyakit tersebut antara lain
kandidiasis mulut yang dapat menyebar ke esofagus, radang paru karena Pneumocystis
carinii, radang paru karena mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak. Bila anak
terserang Mycobacterium tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas
pada paru dan otak. Anak sering juga menderita diare berulang.

b.
1.
2.
3.
4.

Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan pada anak adalah pneumonia
interstisialis limfositik, yaitu kelainan yang mungkin langsung disebabkan oleh HIV pada
jaringan paru. Manifestasi klinisnya berupa : hipoksia, sesak napas, jari tabuh, limfadenopati,
dan secara radiologis adanya infiltrar retikulonodular difus bilateral, terkadang dengan
adenopati di hilus dan mediastinum.
Manifestasi klinis yang lebih tragis adalah yang dinamakan ensefalopati kronik yang
mengakibatkan hambatan perkembangan atau kemunduran ketrampilan motorik dan daya
intelektual, sehingga terjadi retardasi mental dan motorik. Ensefalopati dapat merupakan
manifestasi primer infeksi HIV. Otak menjadi atrofi dengan pelebaran ventrikel dan
kadangkala terdapat kalsifikasi. Antigen HIV dapat ditemukan pada jaringan susunan saraf
pusat atau cairan serebrospinal.
Umum
Manifestasi klinis pada AIDS pada gangguan reproduksi antara lain:
Gatal, gejala utama infeksi pada vulva dan vagina, tingkatan rasa gatal sebagai tanda
intensitas radang, gatal hebat pada infeksi.
Disuria, sakit pada waktu buang air kecil dapat terjadi karena iritasi local pada meatus
urinarius
Nyeri, merupakan gejala utama dari PID ( Pelvic Inflammatory Disease ). Kronik PID nyeri
tumpul pada lokasi punggung bawah sejajar dengan abdomen bagian bawah.
Pengeluaran cairan vagina, merupakan tanda utama pada peradangan organ reproduksi
wanita. Karakteristik dan jumlah pengeluaran cairan melalui vagina tergantung pada jenis
peradangnnya.

5. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan menggunakan microskop
elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus adalah dengan
polymase chain reaction (PCR). Penggunaan PCR antara lain untuk ;
Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga menghambat
pemeriksaan serologis.
Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif
Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum terjadi sero konversi
Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA untuk rendah.
b. Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik tes, misalnya :
ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%), biasanya memberikan hasil positif 2-3 buah sesudah
infeksi. Hasil positif harus di konfirmasi dengan pemeriksaan Western Blot.
Western Blot, spsifitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini cukup sulit, mahal dan
membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan
ELISA positif.
Imonofivoresceni assay (IFA)
Radio Imuno praecipitation assay (RIPA)
2. Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa dan melacak virus HIV
Status imun
Tes fungsi sel CD4

3.

Sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk reaksi terhadap antigen


Kadar imunoglobutin meningkat
Hitung sel darah putih normal hingga menurun
Rasio CD4 : CD8 menurun
Complete Blood Covnt (CBC)
Dilakukan untuk mendeteks adanya anemia, leukopenia dan thrombocytopenia yang sering
muncul pada HIV.

4.

CD4 cellcount
Tes yang paling banyak digunakan untuk memonitor perkembangan penyakit dan terapi yang
akan dilakukan.
Blood Culture
Immune Complek Dissociaced P24 Assay
Untuk memonitor perkembangan penyakit dan aktivitas medikasi antivirus.
7. Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi klinik baik yang general atau
spesifik antara lain :
Tuberkulin skin testing : Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC.
Magnetik resonance imaging (MRI) Mendeteksi adanya lymphoma pada otak
Spesifik culture dan serology examination (uji kultur spesifik dan scrologi)
Pap smear setiap 6 bulan Mendeteksi dini adanya kanker rahim. Mendiagnosisi infeksi HIV
pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak mudah. Dengan menggunakan gabungan dari
tes-tes di atas, diagnosis dapat ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum
berusia 6 bulan.
Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang terinfeksi HIV :
Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolute
Penurunan persentase CD4
Penurunan rasio CD4 terhadap CD3
Limfopenia
Anemia, trombositopenia
Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbilli, Haemophilus
influenzae tipe B) Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, yang berusia kurang dari 18 bulan dan
yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua determinasi terpisah dari kultur
HIV, reaksi rantai polimerase-HIV, atau antigen HIV, maka ia dapat dikatakan terinfeksi
HIV. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia kurang dari 18bulan, dan tidak positif
terhadap ketiga uji tersebut dikatakan terpajan pada masa perinatal. Bayi yang lahir dari ibu
terinfeksi HIV, yang ternyata antibodi-HIV negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang
menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV maka ia dikatakan seroreverter.

5.
6.

a.

a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
8.

6. Komplikasi
a) Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat
badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim

b)

c)

d)

e)

dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus
dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan
rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).
Neurologik
ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS
dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan
berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium
lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan
efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi,
tremor, inkontinensia, dan kematian.
Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise,
kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan
dengan analisis cairan serebospinal.
Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk
penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare
yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang
kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan
dehidrasi.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan
diare.
Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk,
nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti
yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides.
Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi
sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai
dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. moluskum
kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai
deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang
mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis
menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis
atopik seperti ekzema dan psoriasis.
f) Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis
sitomegalovirus berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi
obat.

7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
a) Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
b) Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada.
c) Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu
azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus,
sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
d) Mengatasi dampak psikososial
e) Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur yang
dilakukan oleh tenaga medis
f) Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu memperhatikan
perlindungan universal (universal precaution)
2. Pengobatan
a) Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian obat-obat profilaksis infeksi oportunistik
yang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang luas telah dilakukan dan
menunjukkan kesimpulan rekomendasi pemberian kotrimoksasol pada penderita HIV yang
berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun yang memiliki kadar CD4 < 15% hingga
dipastikan bahaya infeksi pneumonia akibat parasit Pneumocystis jiroveci dihindari.
Pemberian Isoniazid (INH) sebagai profilaksis penyakit TBC pada penderita HIV masih
diperdebatkan. Kalangan yang setuju berpendapat langkah ini bermanfaat untuk menghindari
penyakit TBC yang berat, dan harus dibuktikan dengan metode diagnosis yang handal.
Kalangan yang menolak menganggap bahwa di negara endemis TBC, kemungkinan infeksi
TBC natural sudah terjadi. Langkah diagnosis perlu dilakukan untuk menetapkan kasus mana
yang memerlukan pengobatan dan yang tidak.
b) Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin untuk
toksoplasma, preparat sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan sesuai kondisi klinis
yang ditemukan pada penderita.
c) Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV. Riset mengenai obat ARV
terjadi sangat pesat, meskipun belum ada yang mampu mengeradikasi virus dalam bentuk
DNA proviral pada stadium dorman di sel CD4 memori. Pengobatan infeksi HIV dan AIDS
sekarang menggunakan paling tidak 3 kelas anti virus, dengan sasaran molekul virus dimana
tidak ada homolog manusia. Obat pertama ditemukan pada tahun 1990, yaitu Azidothymidine
(AZT) suatu analog nukleosid deoksitimidin yang bekerja pada tahap penghambatan kerja
enzim transkriptase riversi. Bila obat ini digunakan sendiri, secara bermakna dapat
mengurangi kadar RNA HIV plasma selama beberapa bulan atau tahun. Biasanya
progresivitas penyakti HIV tidak dipengaruhi oleh pemakaian AZT, karena pada jangka
panjang virus HIV berevolusi membentuk mutan yang resisten terhadap obat.
8. Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui :
a) Saat hamil : Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar vital load
rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk
menularkan HIV.
b) Saat melahirkan : Penggunaan antiretroviral(Nevirapine) saat persalinan dan bayi baru
dilahirkan dan persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar karena terbukti
mengurangi resiko penularan sebanyak 80%.

c) Setelah lahir : Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko dan manfaat ASI

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.
1.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.
3.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

h.
i.

j.
k.
l.
m.
n.
4.
5.
6.

Pengkajian
Data Subjektif, mencakup:
Pengetahuan klien tentang AIDS
Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
Dispneu (serangan)
Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
2. Data Objektif, meliputi:
Kulit, lesi, integritas terganggu
Bunyi nafas
Kondisi mulut dan genetalia
BAB (frekuensi dan karakternya)
Gejala cemas
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran TTV
Pengkajian Kardiovaskuler
Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung kongestif
sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
Pengkajian Respiratori
Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada, napas
pendek waktu istirahat, gagal napas.
Pengkajian Neurologik
Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-kejang,
enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium, meningitis, keterlambatan
perkembangan.
Pengkajian Gastrointestinal
Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih kekuningan
pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis mulut, selaput lender
kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa.
Pengkajian Renal
Pengkajian Muskuloskeletal
Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
Pengkajian Hematologik
Pengkajian Endokrin
Kaji status nutrisi
Kaji adanya infeksi oportunistik
Kaji adanya pengetahuan tentang penularan
Uji Laboratorium dan Diagnostik
ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay (uji awal yang umum) untuk mendeteksi
antibody terhadap antigen HIV(umumnya dipakai untuk skrining HIV pada individu yang
berusia lebih dari 2 tahun).

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Western blot (uji konfirmasi yang umum) untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
beberapa protein spesifik HIV.
Kultur HIV untuk memastikan diagnosis pada bayi.
Reaksi rantai polimerase (Polymerase chain reaction)/PCR untuk mendeteksi asam
deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk mendiagnosis HIV pada
bayi dan anak).
Uji antigen HIV untuk mendeteksi antigen HIV.
HIV, IgA, IgM untuk mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara eksperimental
dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi). Temuan laboratorium yang terdapat pada bayi
dan anak yang terinfeksi HIV :
Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
Penurunan persentase CD4
Penurunan rasio CD4 terhadap CD8
Limfopenia
Anemia, trombositopenia
Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbili, haemophilus
influenzae tipe B).

B. Masalah Keperawatan
1.
2.
3.
4.

Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare)


Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering (diare)

C. Diagnosa Keperawatan
1. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan cairan
NOC : fluid balance
Kriteria hasil :
Tekanan darah normal
Keseimbangan masukan dan haluaran selama 24 jam
Tidak ada distensi vena jugularis
Hidrasi kulit
Membran mukosa normal
Turgor kulit baik
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjaukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menu
5 = Selalu menunjukan

NIC : Fluid management


Timbang popok jika diperlukan
Pertahankan intake dan output
Monitor status hidrasi
Monitor vital sign
Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas efektif
NOC : Respitarory status
RR alam batas normal
Irama nafas normal
Ekspansi dada simetris
Tidak ada dispneu
Tidak ada traktil fremitus

Auskultasi bunyi nafas normal


Skala penilaian :
1 = Extreme
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak kompromi
NIC : Oxygen terapy
Bersihkan mulut, hidung, dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oxygenasi
Monitor aliran oxygennjukan
Petahankan posisi pasien
Vital Sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu dan dan RR
Monitor frekuensi dan irama pernafasan
Monitor suhu warna dan kelembaban kulit
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi
NOC : Nutritional status
Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

2.

Skala penilaian :
1= Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : Nutrition Management

Kaji adanya alergi makanan


Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake seperti Fe, vitamin, dan protein
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Nutrition Monitoring
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor interaksi anak / orang tua selama makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor mual dan muntah
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering (diare).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kulit anak tetap bersih, utuh dan
bebas iritasi
NOC : Tissue integrity
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature dan pigmentasi
)
Tidak ada luka atau lesi pada kulit
Perfusi jaringan baik
Mampu melindungi kulit
Mampu mempertahankan kelembaban kulit
Skala penilaian :
1 = Selalu
2 = Sering
3 = Kadang-kadang
4 = Jarang
5 = Tidak pernah
NIC : Exercise Therapy
Inspeksi permukaan kulit secara teratur untuk adanya tanda-tanda iritasi kemerahan
Lindungi permukaan kulit yang bergesekan
Masase kulit dengan lembut menggunakan lotion di area yang iritasi
PENYIMPANGAN KDM
Masuknya virus

kerusakan imunitas seluler

menyerang organ-organ vital

HIV/AIDS

Limposit dan monosit terinfeksi

Penurunan kemampuan imun

Imunode

fisiensi
Sel
keganasan

infeksi opportunistic
Sarcoma

paru

Kaposi

paru-

menginfeksi usus
Penonjolan

kulit

pneumonia

peningkatan peristaltic usus

Gangguan integritas
kulit
Ekspansi paru menurun

absorbsi usus

meningkat
Stress sel meningkat

Inspirasi tidak maksimal

Glikogenolisi

diare

Prekuensi nafas meningkat

pengeluaran

cairan meningkat
Kekurangan volume
cairan
Pola napas tidak efektif

Metabolisme meningkat

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

DAFTAR PUSTAKA

Speer, K.M. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Clinical Pathways
(terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wong, D.L. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik (terjemahan). Edisi 4. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nursalam dan Kurniawati, N.D. (2007). Asuhan Keperawatam Pada Pasien Terifeksi
HIV/AIDS. Cetakan I. Jakarta : Penerbit salemba Medika

BAB I
PENDAHULUAN

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas
seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan
dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih
selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang
disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih
Infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada orang dewasa).
Kasus HIV pada anak biasanya paling sering ditemukan akibat transmisi dari ibu yang sudah
memiliki HIV ke anaknya. Kemungkinan besar perpindahan virus ini terjadi selama proses
kehamilan dan juga persalinan.

2. Etiologi

a.
1)
2)
3)
4)
5)

Penyebab penyakit AIDs adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok retrovirus
yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini dapat
ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan penularan masa
perinatal.
faktor risiko untuk tertular HIV pada bayi dan anak adalah :
bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual,
bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti,
bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya penyalahguna obat intravena,
bayi atau anak yang mendapat transfusi darah atau produk darah berulang,
anak yang terpapar pada infeksi HIV dari kekerasan seksual (perlakuan salah seksual), dan

6)

b.

anak remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan.

Cara Penularan
Penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat melalui:
1) Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum)
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang
dikandungnya. Cara transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal.
Transmisi dapat terjadi melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu
bayi terpapar dengan darah ibu.
2) SElama persalinan (intrapartum)
Selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan servikovaginal yang
mengandung HIV melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada jalan lahir.
3) Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi
Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina 21%, cairan aspirasi lambung pada
bayi yang dilahirkan. Besarnya paparan pada jalan lahir sangat dipengaruhi dengan adanya kadar
HIV pada cairan vagina ibu, cara persalinan, ulkus serviks atau vagina, perlukaan dinding vagina,
infeksi cairan ketuban, ketuban pecah dini, persalinan prematur, penggunaan elektrode pada kepala
janin, penggunaan vakum atau forsep, episiotomi dan rendahnya kadar CD4 pada ibu. Ketuban pecah
lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan resiko transmisi antepartum sampai dua kali
lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam sebelum persalinan.

Bayi tertular melalui pemberian ASI.


Transmisi pascapersalinan sering terjadi melalui pemberian ASI (Air susu ibu). ASI
diketahui banyak mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak. Konsentrasi
median sel yang terinfeksi HIV pada ibu yang tenderita HIV adalah 1 per 10 4 sel,
partikel virus ini dapat ditemukan pada componen sel dan non sel ASI. Berbagai
factor yang dapat mempengaruhi resiko tranmisi HIV melalui ASI antara lain
mastitis atau luka di puting, lesi di mucosa mulut bayi, prematuritas dan respon
imun bayi. Penularan HIV melalui ASI diketahui merupakan faktor penting
penularan paska persalinan dan meningkatkan resiko tranmisi dua kali lipat.
3. Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4,
yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit
penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga
meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit.
Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong
dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga
memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit.
Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti,
meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi
apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen;
penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan
4)

kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan
kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV
pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian
sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi
tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan
menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada selsel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada
jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan
paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk
mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau
komplikasi infeksi lain atau autoimun
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun priode
inkubasi atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih
singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase
ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan
dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi antibody
nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada
dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk
berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis
mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan
keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi
limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi
dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki
jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin
memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang
untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan
kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif
ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.
4. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai penyakit berat
yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur muda karena sebagian besar
(>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima puluh persen kasus AIDS
anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3 tahun. Meskipun demikian ada juga bayi yang
terinfeksi HIV secara vertikal belum memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada di
lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik berupa :
a. gagal tumbuh
b. berat badan menurun,
c. anemia,
d. panas berulang,
e. limfadenopati, dan
f.
hepatosplenomegali

Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya infeksi oportunistik, yaitu
infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak memberikan penyakit pada
anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama imunitas selular, maka anak akan
menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih berat serta sering
berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat menyebar ke esofagus, radang
paru karena Pneumocystis carinii, radang paru karena mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak.
Bila anak terserangMycobacterium tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas
pada paru dan otak. Anak sering juga menderita diare berulang.
Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan pada anak adalah pneumonia interstisialis
limfositik, yaitu kelainan yang mungkin langsung disebabkan oleh HIV pada jaringan paru.
Manifestasi klinisnya berupa
a. hipoksia,
b. sesak napas,
c. jari tabuh, dan
d. limfadenopati.
e. Secara radiologis terlihat adanya infiltrat retikulonodular difus bilateral, terkadang dengan adenopati
di hilus dan mediastinum.
Manifestasi klinis yang lebih tragis adalah yang dinamakan ensefalopati kronik yang
mengakibatkan hambatan perkembangan atau kemunduran ketrampilan motorik dan daya
intelektual, sehingga terjadi retardasi mental dan motorik. Ensefalopati dapat merupakan manifestasi
primer infeksi HIV. Otak menjadi atrofi dengan pelebaran ventrikel dan kadangkala terdapat
kalsifikasi. Antigen HIV dapat ditemukan pada jaringan susunan saraf pusat atau cairan
serebrospinal.

5. Pemeriksaan penunjang
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV.
Tes ini meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisa dan
latex agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak,
bila dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah
dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24 (polymerase chain reaction)
atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi
(biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV.
6. Diagnosis
Diagnosis awal bayi yang terinfeksi sangat diinginkan, tetapi pengenalan awal
bayi yang beresiko HIV lebih penting. Hanya jika infeksi HIV pada perempuan
hamil teridentifikasi, terhadap kesempatan untuk mengubah ibu dan bayi secara
cepat dengan terapi antiviral atau preventif. Oleh karena itu uji dan konseling HIV
harus menjadi bagian rutin pada perawatan kehamilan.
a.

pada bayi yang mendapat asi


Bila seorang bayi yang terpapar infeksi HIV mendapat ASI, ia akan terus berisiko tertulari
HIV selama masa pemberian ASI; karenanya uji virologik negatif pada bayi yang terus mendapat ASI
tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi HIV. Dianjurkan uji virologik dilakukan setelah bayi tidak
lagi mendapat ASI selama minimal 6 minggu. Bila saat itu bayi sudah berumur 9-18 bulan saat
pemberian ASI dihentikan, uji antibodi dapat dilakukan sebelum uji virologik, karena secara praktis
uji antibodi jauh lebih murah. Bila hasil uji antibodi positif, maka pemeriksaan uji virologik

diperlukan untuk mendiagnosis pasti, meskipun waktu yang pasti anak-anak membuat antibodi anti
HIV pada yang terinfeksi post partum belum diketahui.
b. Pada Bayi dan anak yang terpapar HIV dan memiliki gejala klinis
Bila uji virologik tidak dapat dilakukan tetapi ada tempat yang mampu memeriksa, semua
bayi kurang dari 12 bulan yang terpapar HIV dan menunjukkan gejala dan tanda infeksi HIV harus
dirujuk untuk uji virologik. Hasil yang positif pada stadium apapun menunjukkan positif infeksi HIV.
c. Pada Bayi dan anak yang terpapar HIV asimtomatik
Pada usia 12 bulan, sebagian besar bayi yang terpapar HIV sudah tidak lagi memiliki
antibodi maternal. Hasil uji antibodi yang positif pada usia ini dapat dianggap indikasi tertular
(94.5% seroreversi pada usia 12 bulan; Spesifisitas 96%) dan harus diulang pada usia 18 bulan.
d. Pada Anak yang berumur kurang dari 18 bulan
Diagnosis definitif laboratoris infeksi HIV pada anak yang berumur kurang dari 18 bulan
hanya dapat ditegakkan melalui uji virologik. Hasil yang positif memastikan terdapat infeksi HIV.
Tetapi bila akses untuk uji virologik ini terbatas, WHO menganjurkan untuk dilakukan pada usia 6-8
minggu, dimana bayi yang tertular in utero, maupun intra partum dapat tercakup.
Uji virologik yang dilakukan pada usia 48 jam dapat mengidentifikasi bayi yang tertular in utero,
tetapi sensitivitasnya masih sekitar 48%. Bila dilakukan pada usia 4 minggu maka sensitivitasnya naik
menjadi 98%.
Satu hasil positif uji virologik pada usia berapa pun dianggap diagnostik pasti. Meskipun
demikian tetap direkomendasikan untuk melakukan uji ulang pada sampel darah yang berbeda. Bila
tidak mungkin dilakukan dua kali maka harus dipastikan kehandalan laboratorium penguji.
Pada anak yang didiagnosis infeksi HIV hanya dengan satu kali pemeriksaan virologik yang
positif, harus dilakukan uji antibodi anti HIV pada usia lebih dari 18 bulan.
e. Pada anak yang berumur lebih dari 18 bulan
Diagnosis definitif infeksi HIV pada anak yang berumur lebih dari 18 bulan (apakah
paparannya diketahui atau tidak) dapat menggunakan uji antibodi, sesuai proses diagnosis pada
orang dewasa. Konfirmasi hasil yang positif harus mengikuti algoritme standar nasional, paling tidak
menggunakan reagen uji antibodi yang berbeda.

7. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai
oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati,
kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala
yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik
sternum (nyeri retrosternal).
b. Neurologik
ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS
dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala,
kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan
ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam
respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi
paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.

Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise,
kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis
ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
c. Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui
untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari
BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis,
dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat
menjelaskan gejala ini.
- Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
- Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
- Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal
dan diare.
d. Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),
batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi
infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI),
cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan
herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak
integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai
oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai
ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta
wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang
disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik
seperti ekzema dan psoriasis.
f. Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis
sitomegalovirus berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus
dan reaksi-reaksi obat.
8. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)

Western blot (positif)


P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim
reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi
terhadap antigen)
Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit).
Kadar immunoglobulin (meningkat)
9. Penatalaksanaan
1. Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid,
yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke
DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
Mengatasi dampak psikososial
Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
-

2.

pengobatan
Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian obat-obat profilaksis infeksi oportunistik
yang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang luas telah dilakukan dan menunjukkan
kesimpulan rekomendasi pemberian kotrimoksasol pada penderita HIV yang berusia kurang dari 12
bulan dan siapapun yang memiliki kadar CD4 < 15% hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia
akibat parasit Pneumocystis jiroveci dihindari. Pemberian Isoniazid (INH) sebagai profilaksis
penyakit TBC pada penderita HIV masih diperdebatkan. Kalangan yang setuju berpendapat langkah
ini bermanfaat untuk menghindari penyakit TBC yang berat, dan harus dibuktikan dengan metode
diagnosis yang handal. Kalangan yang menolak menganggap bahwa di negara endemis TBC,
kemungkinan infeksi TBC natural sudah terjadi. Langkah diagnosis perlu dilakukan untuk
menetapkan kasus mana yang memerlukan pengobatan dan yang tidak.
Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin untuk toksoplasma,
preparat sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan sesuai kondisi klinis yang ditemukan pada
penderita.
Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV. Riset mengenai obat ARV terjadi
sangat pesat, meskipun belum ada yang mampu mengeradikasi virus dalam bentuk DNA proviral
pada stadium dorman di sel CD4 memori. Pengobatan infeksi HIV dan AIDS sekarang menggunakan
paling tidak 3 kelas anti virus, dengan sasaran molekul virus dimana tidak ada homolog manusia.
Obat pertama ditemukan pada tahun 1990, yaitu Azidothymidine (AZT) suatu analog nukleosid

3.

deoksitimidin yang bekerja pada tahap penghambatan kerja enzim transkriptase riversi. Bila obat ini
digunakan sendiri, secara bermakna dapat mengurangi kadar RNA HIV plasma selama beberapa
bulan atau tahun. Biasanya progresivitas penyakti HIV tidak dipengaruhi oleh pemakaian AZT,
karena pada jangka panjang virus HIV berevolusi membentuk mutan yang resisten terhadap obat.
Pencegahan

Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui :


1.
Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar
vital load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh
kurang efektif untuk menularkan HIV.
Saat melahirkan. Penggunaan antiretroviral(Nevirapine) saat persalinan dan
bayi baru dilahirkan dan persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio
caesar karena terbukti mengurangi resiko penularan sebanyak 80%.
2.

3.

Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko dan manfaat

ASI

B.

A.
-

KONSEP KEPERAWATAN

Pengkajian
Lakukan pengkajian fisik
Dapatkan riwayat imunisasi
Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids pada anakanak: exposure in utero to HIV-infected mother, pemajanan terhadap produk darah,
khususnya anak dengan hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku resiko tinggi
Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh, limfadenopati,
hepatosplenomegali
Infeksi bakteri berulang
Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys inter
interstisial limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).
Diare kronis

Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di capai


sebelumnya, kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis abnormal
Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody serum.

B. Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret sekunder
terhadap hipersekresi sputum karena proses inflamasi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan ekspnsi paru
3. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder
terhadap reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi)
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan
penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
5. Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan motilitas usus
sekunder proses inflamasi system pencernaan.
6. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit (misal: ensefalopati, pengobatan).
7. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
8. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan
herpers zoster sekunder proses inflamasi system integumen
9. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit
yang mengancam hidup.
C. Intervensi Keperawatan
Menurut Wong (2004) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi diagnosa keperawatan pada anak yang menderita HIV antara lain
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
Tujuan : Anak menunjukkan jalan nafas yang efektif
Intervensi
1. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi napas
adventisius,
R/ : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi
napas bronkhial dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
2. Mengkaji ulang tanda-tanda vital (irama dan frekuensi, serta gerakan dinding dada
R/ : takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris terjadi karena
ketidaknyaman gerakan dinding dada dan atau cairan paru-paru

3. Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan


batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi
R/ : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru/jalan napas lebih kecil.
Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami membantu silia untuk
mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan
dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat
4. Penghisapan sesuai indikasi
R/ : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien
yang tidak mampu melakukan karena batuk tidak efektif atau penurunan tingkat
kesadaran
5. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat
dari pada dingin
R/ : Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret
6. Memberikan obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti
bronchodilator)
R/ : alat untuk menurunkan spasme bronkhus dengan memobilisasi sekret, obat
bronchodilator dapat membantu mengencerkan sekret sehingga mudah untuk
dikeluarkan
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspnsi paru
Tujuan : anak dapat menunjukan pola napas yang efektif
Intervensi
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernafasan,
termaksud penggunaan otot bantu.
R/ Kecepatan biasanya meningkat. Dispnue dan terjadi peningkatan kerja nafas.
Kedalaman pernafasan berfariasi tergantung derajat gagal nafas.
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi seperti ronchi.
R/ Bunyi nafas menurun / tidak ada bila jalan nafas obstruktif sekunder terhadap
pendarahan, Ronki dan mengi menyertai obstrusi jalan nafas/ kegagalan nafas.
3. Tinggkan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun sari
tempat tidur dan ambulansi sesegera mungkin.
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru memudahkan pernafasan.
4.Observasi pola batuk dan karakter sekret.
R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering / iritasi. Sputum berdarah dapat
mengakibatkan infark jaringan.
5.Berikan oksigen tambahan.
R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
3. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder
terhadap reaksi antigen dan antibody
Tujuan :Anak akan mempertahankan suhu tubuh kurang dari 37,5 oC
Intervensi

1. Pertahankan lingkungan sejuk, dengan menggunakan piyama dan selimut yang


tidak tebal serta pertahankan suhu ruangan antara 22o dan 24 oC
R/ : Lingkungan yang sejuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan cara
radiasi
2. Beri antipiretik sesuai petunju
R/ : Antipiretik seperti asetaminofen (Tylenol), efektif menurunkan demam
3. Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, bila terjadi peningkatan secara tiba-tib
R/ : Peningkatan suhu secara tiba-tiba akan mengakibatkan kejang
4. Beri antimikroba/antibiotik jira disaranka
R/ : Antimikroba mungkin disarankan untuk mengobati organismo penyebab.
5. Berikan kompres dengan suhu 37 oC pada anak untuk menurunkan demam
R/ : kompres hangat efektif mendinginkan tubuh melalui cara konduksi
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan
penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
Tujuan : Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal dengan kriteria hasil anak mengkonsumsi
jumlah nutrien yang cukup
Intervensi :
1. Berikan makanan dan kudapan tinggi kalori dan tinggi protein
R/ : Untuk memenuhi kebutuhan tubuh untuk metabolisme dan pertumbuhan
2. Beri makanan yang disukai anak
R/ : Untuk mendorong agar anak mau makan
3. Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi, misalnya susu bubuk atau suplemen
yang dijual bebas
R/ : Untuk memaksimalkan kualitas asupan makanan
4. Berikan makanan ketika anak sedang mau makan dengan baik
R/ : Ketika anak mau makan adalah kesempatan yang berharga bagi perawat
maupun orang tua untuk memberikan makanan sehingga porsi yang disediakan
dihabiskan
5. Gunakan kreativitas untuk mendorong anak
R/ : Dapat menarik minat anak untuk makan dan menghabiskan porsi makanan
yang disediakan
6. Pantau berat badan dan pertumbuhan
R/ : Pemantauan berat badan dilakukan sehingga intervensi nutrisi tambahan dapat
diimplementasikan bila pertumbuhan mulai melambat atau berat badan turun
7. Berikan obat antijamur sesuai instruksi
R/ : Untuk mengobati kandidiasis oral
5. Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan motilitas usus
sekunder proses inflamasi system pencernaan
Tujuan : Orang tua melaporkan penurunan frekuensi defekasi dengan kriteria, konsistensi
feases kembali normal dan orang tua mampu mengidentifikasi/menghindari faktor
pemberat.
Intervensi :

1. Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus
R/ : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode.
2. Tingkat tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur
R/ : Istirahat menurunkan motilitas usus juga menurunkan laju metabolisme bila
infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi.
3. Buang feses dengan cepat dan berikan pengharum ruangan
R/ : menurunkan bau tidak sedap untuk menghindari rasa malu pasien
4. Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare (misalnya sayuran segar,
buah, sereal, bumbu, minuman karnonat, produks susu)
R/ : Menghindarkan irirtan meningkatkan istirahat usus
5. Mulai lagi pemasukan cairan per oral secara bertahap dan hindari minuman dingin
R/ : memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau menurunkan rangsang
makanan/cairan. Makan kembali secara bertahap cairan mencegah kram dan diare
berulang, namun cairan yang dingin dapat meningkatkan motilitas usus
6. Berikan kolaburasi antibiotik
R/ : Mengobati infeksi supuratif fokal
6. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit (misal: ensefalopati, pengobatan.
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan atau tidak ada bukti nyeri atau peka rangsang dengan
kriteria hasil bukti-bukti atau peka rangsang yang ditunjukkan anak minimal atau
tidak ada
Intervensi :
1. Kaji nyeri dan gunakan strategi nonfarmakologis
R/ : Teknik-teknik seperti relaksasi, pernapasan dalam berirama dan distraksi dapat
membuat nyeri dapat lebih ditoleransi
2. Untuk bayi dapat dicoba tindakan kenyamanan umum (misalnya: mengayun,
menggendong, membuai, menurunkan stimulus lingkungan
R/ : Dapat mengurangi nyeri atau mengalihkan nyeri anak
3. Gunakan strategi farmakologis
R/ : rapat membantu mengurangi atau menghilangkan nyeri
4. Rencanakan jadual awal pencegahan bila analgesik efektif dalam mengurangi nyeri
yang terus menerus
R/ : Untuk mempertahankan kadar analgesik mantap dalam darah
5. Anjurkan penggunaan premedikasi untuk prosedur yang menimbulkan nyeri
R/ : Dapat mengurangi nyeri pada saat dilakukan tindakan perawatan
6. Gunakan catatan pengkajian nyeri
R/ : Untuk mengevaluasi efektifitas intervensi keperawatan
7. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemasukan dan
pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat dengan kriteria hasil : tidak ada ada tandatanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil, kualitas denyut nadi baik, turgor kulit
normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urine yang sesuai).
Intervensi :

1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.
R/ : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran
cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi intervensi.
2. Pantau tanda-tanda vital.
R/ : hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan
kekurangan cairan.
3. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan.
R/ : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari
muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah
dan menurunkan tekanan pada diafragma.
4. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
R/ : kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan
sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.
5. Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander
sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
R/ : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu
penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya
ketidak seimbangan.
8. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan
herpers zoster sekunder proses inflamasi system integument
Tujuan : Anak menunjukkan integritas kulit yang utuh dengan kriteria hasil : infeksi virus
herpes tidak meluas, anak tidak menggaruk kulit yang terinfeksi dan orang tua
mendemonstrasikan cara perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
1. Pasang alat pelembab dalam rumah untuk menghindari kulit terlalu kering
R/ : Kulit yang kering dapat mempermudah terjadinya kerusakan kulit sehingga
perlu dijaga kelembabannya sehingga kulit tidak mudah lecet
2. Bersihkan daerah yang tidak infeksi
R/ : membersighan daerah yang tidak terinfeksi dapat mencegah terjadinya
perluasan infeksi kulit
3. Sarankan klien untuk tidak menggaruk
R/ : Menggaruk dapat mendorong terjadinya diskountinuitas jaringan kulit, apa bila
jika dilakukan dengan keras/kuat
4. Kulit yang mengeras dan bersisik jangan dikupas, biarkan terkelupas sendir
R/ : berusaha mengelupas/melepas kulit yang bersisik dapat memicu terjadinya
luka pada kulit yang bersisik
5. Pemberian antibiotik sistemik
R/ : pemberian antibiotik dapat membantu membasmi bakteri sehingga infeksi kulit
tidak meluas
9. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit
yang mengancam hidup

Tujuan : Pasien dan keluarga mendapat dukungan yang adekuat dan keluarga dapat terlibat
dengan kelompok-kelompok khusus
Intervensi :
1. Kenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi dan dukungan
R/ : dengan mengkaji masalah yang dihadapi keluarga perawat dapat membuat
rencana intervensi yang tepat serta dapat melakukan pendekatan dengan keluarga
dengan cara yang tepat.
2. Kaji pemahaman keluarga tentang diagnosa dan rencana perawatan
R/ : Tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit dan terapinya sangat diperlukan
perawat dapat menentukan intervensi yang tepat
3. Tekankan dan jelaskan penjelasan profesional kesehatan tentang kondisi anak,
prosedur dan terapi yang dianjurkan serta prognosanya
R/ : penjelasan yang tepat dari profesional akan mempertegas bahwa informasi yang
didapatkan tentang penyakit dan terainya tersebut tepat
4. Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga tentang
penyakit dan terapinya dan ulangi informasi sesering mungkin
R/ : Untuk memfasilitasi keluarga belajar dan meningkatkan kemampuannya dalam
merawat klien
5. Bantu orang tua mengintepretasikan perilaku dan respon bayi atau anak
R/ : Menginteoretasikan perilaku dan respon bayi atau anak secara tepat dapat
membantu keluarga dalam mengambil keputusan kapan harus lapor perawat atau
dokter
6. Sambut keberadaan keluargatanpa batas
R/ : untuk meningkatkan hubungan keluarga
7. Dorong keluarga untuk memberikan barang-barang yang berarti dan dapat diatur
pada anak
R/ : Untuk memberikan rasa aman
8. Rujuk pada kelompok pendukung dan lembaga-lembaga khusus (mis yayasan
HIV/AIDS Indonesia)
R/ : untuk dukungan interpersonal tambahan dan konkret (misalnya pelayanan
sosial, rohaniawan dan yayasan HIV AIDS Indonesia

KASUS HIV PADA ANAK


Ny. S membawa anaknya ke rumah sakit karena anaknya batuk terus- terusan
dan di sertai sesak napas.menurut Ny S sudah sekitar seminggu batuk anaknya
tidak mau berhenti dan dua hari yang lalu batuknya mulai disertai sesak napas.
klien kelihatan tampak sesak.
Ibu klien mengatakan anaknya diare, terus terusan buang air besar sampai 5
x dalam sehari. klien tampak lemah,mata cekung.klien demam dan tidak mau
menyusui.anak kelihatan agak kurus dan sudah tidak beraktivitas sebagaimana

biasanya. Keluarga klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya.


Setelah di lakukan pemeriksaan di dapatkan
TTV
Suhu
: 38,5 C
- Nadi
: 120x/m
- Pernafasan : 28x / m
- TD
: 95/60 mmHg

BAB II
TINJAUAN KASUS

a.
b.
c.
d.
e.
f.

A. PENGKAJIAN PERAWATAN ANAK


I. Identitas Klien :
Nama/nama panggilan
: An. J
Tempat tanggal lahir/usia : kendari, 20 Mei 2010
Jenis Kelamin
: perempuan
Agama
: Islam
Pendidikan
:Alamat
: BTN revalina Blok C No.3
Tanggal masuk
: 24 Mei 2011
Tanggal pengkajian
: 25 Mei 2011
Diagnosa Medik
: HIV-AIDS
II. Identitas Orang Tua
1. Ayah
N a m a
: Tn. Budi
U m u r
: 28 tahun
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Pedagang
Agama
: Islam
Alamat
: BTN revalina Blok C No.3
2. Ibu
a. N a m a
: Ny. S

b. U s i a
c. Pendidikan
d. Pekerjaan
e. A g a m a
f. A l a m a t

: 22 tahun
: SMP
: Ibu Rumah Tangga
: Islam
: BTN revalina Blok C No.3

3. Identitas Saudara Kandung


No.
N a m a
1.
-

Usia
-

Hubungan
-

Status Kesehatan
-

III. Keluhan Utama


Orangtua klien mengeluhkan anaknya batuk- batuk disertai sesak napas.
IV. Riwayat Kesehatan.
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien terus batuk batuk sejak satu minggu yang lalu, kemudian dua hari yang lalu
mulai disertai sesak napas.klien juga terkena diare dengan frekuensi BAB cukup
tinggi.sejak semalam klien
demam dan di perparah lagi klien tidak mau menyusu, karena itu orang tua klien
membawanya ke rumah sakit.
2. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)
1) Prenatal Care
Pemeriksaan kehamilan 1 kali
Keluhan selama hamil Ngidam, kadang-kadang demam dan lemas
Riwayat terkena sinar tidak ada
Kenaikan berat badan selama kehamilan 2 kg
Imunisasi 2 kali
Golongan darah Ibu : O /golongan darah ayah : A
2) N a t a l
Tempat melahirkan di Puskesmas oleh bidan
Lama dan jenis persalinan : Spontan/normal
Penolong persalinan Dokter Kebidanan
Tidak ada komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit
perdarahan daerah vagina).
3) Post Natal
Kondisi Bayi : BB lahir 2 kg, PB 47 cm
Pada saat lahir kondisi anak baik
(untuk semua usia)
Penyakit yang pernah dialami demam setelah imunisasi
Kecelakaan yang pernah dialami: tidak ada
Imunisasi belum lengkap
Alergi belum nampak

Perkembangan anak dibanding saudara-saudara : Anak pertama


V. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga : Ibu klien positif HIV

Genogram
50

60

64
60

1thn
37
30
20
27
35
25
27

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan
: Klien

= Meninggal

-------- = Serumah
= Garis keturunan

Penjelasan :
Generasi I = Kakek dan nenek klien meninggal bukan karena penyakit yang sama dengan klien
Generasi II = Saudara laki-laki dari bapak klien meninggal karena kecelakaan tidak ada riwayat
penyakit yang sama dengan klien

Generasi III = Klien anak pertama. Belum mempunyai saudara, klien saat ini di rasawat di RS
dengan diangnosa postif HIV.

VI. Riwayat Imunisasi


No.
1.
2.
3.
4.
5.

Jenis Imunisasi
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis

Waktu
Pemberian
1 bulan
1 bulan
Lupa

Reaksi setelah
pemberian
Demam
Demam
lupa

VII.
Riwayat Tumbuh Kembang
a. Pertumbuhan Fisik
1. Berat Badan : BB lahir 2 kg, BB masuk RS : 5 kg.
2. Tinggi Badan : PB lahir 47 cm, PB masuk RS : 45 Cm
b. Perkembangan tiap tahap
Usia anak saat :
1. Berguling
: 5 bulan
2. Duduk
: 8 bulan
3. Merangkak
: 10 bulan
4. Berdiri
: 12 bulan
5. Berjalan
: belum
6. Senyum kepada orang lain pertama kali : lupa
7. Bicara pertama kali
: memanggil ibunya
8. Berpakaian tanpa bantuan : masih di bantu ibunya secara penuh
VIII. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI
1. Pertama kali di susui : setengah jam setelah lahir
2. Cara Pemberian
: Setiap Kali menangis dan tanpa menangis
3. Lama Pemberin
: 10 - 15 manit
4. Diberikan sampai usia : sampai saat ini
b. Pemberian Susu Formula : SGM
c. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
Us i a
Jenis Nutrisi
Lama Pemberian
1. 0 - 6
ASI
10- 15 menit
2. 7- saat ini
Asi dan susu formula
Setiap saat

IX. Riwayat Psiko Sosial


Anak tinggal di rumah
Lingkungan berada di tepi kota
Rumah tidak ada fasilitas lengkap
Di Rumah tidak ada tangga yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan,
anak bebas bermain di luar dengan teman-temannya
Hubungan antar anggota kelurga baik
Pengasuh anak adalah orang tua
X. Riwayat spiritual
Anggota Keluarga cukup taat melaksanakan ibadah
Kegiatan keagamaan : jarang mengikuti kegiatan keagamaan
XI. Reaksi Hospitalisasi
a. Pengalaman Keluarga tentang Sakit dan rawat inap
- Orang tua membawa anaknya ke RS karena khawatir dan cemas tentang keadaan
anaknya yang tiba tiba sesak napas
- Dokter menceritakan tentang kondisi anaknya tetapi kelihatannya orang tua belum
mengerti hal ini dibuktikan dengan ekspresi wajah orang tua dan pertanyaan yang
timbul sekitar keadaan anaknya
- Orang tua saat masuk di RS sangat merasa khwatir dengan keadaan anaknya dan
selalu menanyakan kondisi anaknya
- Orang tua selalu menjaga anaknya bergantian antara ayah, ibu dan dan keluarga
yang lain.
b. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat Inap
Anak belum mampu berbicara.

XII. Aktivitas Sehari-hari


a. Nutrisi
Kondisi
1. Keinginan Menyusu
2. Frekwensi Menyusui
3. Susu formula

Sebelum Sakit
Baik
7 kali
Baik

Saat sakit
Kurang
Kurang sekali
Kurang sekali

b. Cairan
Kondisi
1. Jenis minuman
2. Frekwensi minum
3. Kebutuhan cairan

Sebelum sakit
ASI
Setiap kali haus
Tidak diketahui

Saat sakit
Tidak ada
Sering
Tergantung

4. Cara pemberian

ASI

c. Eliminasi (BAB & BAK)


Kondisi
1. Tempat pembuangan
2. Frekwensi/waktu
3. Konsistensi
4. Kesulitan
5. Obat pencahar

Sebelum sakit
Kain sarung

Infuse

Saat sakit
Popok

BAK= sering BAB BAK = sering, BAB = 4= 2 x sehari


5x sehari
Sering encer
Tidak ada
Tidak pernah
Digunakan

Encer
Tidak ada

d.Istirahat/Tidur
Kondisi
1. Jam tidur
Siang
Malam
2. Pola tidur
3. Kebiasaan
sebelum tidur
4. Kesulitan tidur

Sebelum sakit

Saat sakit

11.00 13.00
Jam 20.00- 06.00
Tidur dilaksanakan
pada siang dan malam
hari
Menyusu

Jam 12.00-13.00
Jam 21.00-7.00
Tidur dilaksanakan
pada siang dan malam
hari
Menyusu

Gelisah

Sering terbangun
karena popoknya
basah oleh feses.

e. Olahraga
Tidak dikaji
f. Personal Hygiene
Kondisi
1. Mandi
Cara
Frekwensi
alat mandi
2. Cuci rambut
frekwensi
Cara

Sebelum sakit

Saat sakit

Dikerjakan oleh orang Tidak pernah mandi


tua
hanya dilap badan
2 x sehari
1x sehari/melap
badan
Sabun
Pake air hangat
Kadang-kadang
belum pernah
Tidak menentu
dilakukan
Dikerjakan oleh orang

3. Gunting kuku
frekwensi
Cara

tua
belum pernah
Setiap kali kuku
dilakukan
terlihat panjang
Di kerjakan oleh orang
tua

g. Aktifitas/mobilitas fisik
Tidak dikaji
h. Rekreasi
Tidak dikaji
XIII. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum klien : lemah gelisah dan batuk sesak
Ekspresi wajah biasa kadang tersenyum dan cengeng bila diajak bermain.
Berpakaian bersih karena selalu dijaga oleh ibunya.
b. Tanda-tanda vital:
- Suhu
: 38,5 C
- Nadi
: 120x/m
- Pernafasan : 70 x / m
- TD
: 95/60 mmHg
c. Antropometri
- Panjang badan
: 50 cm
- Berat badan
: 5 kg
- Lingkaran lengan atas
: tidak dikaji
- lingkaran kepala
: tidak dikaji
- lingkaran dada
: tidak di kaji
- Lingkaran perut
:tidak dikaji
- Skin fold
: tidak dikaji
d. Head To Toe
o Kulit :
Pucat dan turgor kulit agak buruk
o Kepal dan leher :
Normal tidak ada kerontokan rambut, warna hitam dan tidak ada peradangan
o Kuku : Jari tabuh
o Mata / penglihatan :
Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
o Hidung :
Tidak ada Peradangan, tidak ada reaksi alergi, tidak ada polip, dan fxungsi
penciuman normal
o Telinga :
Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan

o Mulut dan gigi


Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa, terjadi Peradangan dan
perdarahan pada gigi ,gangguan menelan(-), bibir dan mukosa mulut klien nampak
kering dan bibir pecah-pecah.
o Leher.
Terjadi peradangan pada eksofagus.
o Dada : dada masih terlihat normal
o Abdomen
: Turgor jelek ,tidak ada massa, peristaltik usus meningkat dan perut
mules dan mual.
o Perineum dan genitalia
Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang
o Extremitas atas/ bawah
Extremitas atas dan extremitas bawah tonus otot lemah akibat tidak ada energi
karena diare dan proses penyakit.
e. Sistem Pernafasan
Hidung : Simetris, pernafasan cuping hidung : ada, secret : ada
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe di sub
mandibula.
Dada
:
- Bentuk dada : Normal
- Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan tranversal : 1 : 1
- Gerakan dada
: simetris, tidak terdapat retraksi
- Suara nafas : ronki
- Suara nafas tambahan : ronki
Tida ada clubbling finger
f. Sistem kardiovaskuler :
Conjungtiva : Tidak anemia, bibir : pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi reguler ,
tekanan vena jugularis : tidak meninggi
Ukuran Jantung : tidak ada pembesaran
Suara jantung : Tidak ada bunyi abnormal
Capillary refilling time > 2 detik
g. Sistem pencernaan:
- Mulut : terjadi peradangan pada mukosa mulut
- Abdomen : distensi abdomen, peristaltic meningkat > 25x/mnt akibat adanya virus
yang menyerang usus
- Gaster : nafsu makan menurun, mules, mual muntah, minum normal,
- Anus : terdapat bintik dan meradang gatal
h. Sistem indra
1. Mata : agak cekung
2. Hidung : Penciuman kurang baik,
3. Telinga
- Keadaan daun telinga : kanal auditorius kurang bersih akibat benyebaran penyakit

- Fungsi pendengaran kesan baik


i. Sistem Saraf
1. Fungsi serebral:
Status mental : Orientasi masih tergantung orang tua
Bicara : Kesadaran : Eyes (membuka mata spontan) = 4, motorik (bergerak mengikuti
perintah) = 6, verbal (bicara normal) = 5
2. Fungsi kranial :
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dari Nervus I Nervus XII.
3. Fungsi motorik : Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu oleh orang tua
4. Fungsi sensorik : suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi (terkesan terganggu)
5. Fungsi cerebellum : Koordinasi, keseimbangan kesan normal
6. Refleks : bisip, trisep, patela dan babinski terkesan normal.
j. Sistem Muskulo Skeletal
1. Kepala : Betuk kurang baik, sedikit nyeri
2. Vertebrae: Tidak ditemukan skoliosis, lordosis, kiposis, ROM pasif, klien malas
bergerak, aktifitas utama klien adalah berbaring di tempat tidur.
3. Lutut : tidak bengkak, tidak kaku, gerakan aktif, kemampuan jalan baik
4. Tangan tidak bengkak, gerakan dan ROM aktif
k. Sistem integumen
warna kulit pucat dan terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun > 2 dt,
suhu meningkat 39 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
l. Sistem endokrin
Kelenjar tiroid tidak nampak, teraba tidak ada pembesaran
Suhu tubuh tidak tetap, keringat normal,
Tidak ada riwayat diabetes
m. Sistem Perkemihan
Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam), frekuensi berkurang.
Tidak ditemukan odema
Tidak ditemukan adanya nokturia, disuria , dan kencing batu
n. Sistem Reproduksi
Alat genetalia termasuk glans penis dan orificium uretra eksterna merah dan gatal
o. Sistem Imun
Klien tidak ada riwayat alergi
Imunisasi lengkap
Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca tidak ada
Riwayat transfusi darah tidak ada
XIV. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
6 tahun ke atas
Tidak di kaji karena klien saat ini masih berumur satu tahun
XV. Terapi Saat ini :

Infus RL 20 tts/m
Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai pengganti
vaksin poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV)
Keperawatan :
Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid,
yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke
DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
Mengatasi dampak psikososial
Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
Hasil Laboratorium tanggal 23Mei 2011: Tidak dikaji

XVI. Klasifikasi Data


Data Subjektif
- Ibu klien mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
- Ibu klien mangatakan anaknya demam tinggi dan terus-menerus
- ibu klien mengatakan, klien tidak mau menyusu/tidak minum susu
- Ibu klien mengatakan anaknya susah menelan akibat luka-luka pada mulutnya
- ibu klien mengatakan anaknya sering buang air besar dan encer
- ibu klien mengatakan anaknya tidak dapat beraktivitas
- ibu klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya, maka dari itu
anaknya di bawa ke RS.
Data Objektif
- Klien selama di RS nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak sesak
- Klien nampak teraba panas dengan suhu 39 0C, Nadi
: 120x/m, P : 28x /m dan
TD : 95/60 mmHg
- Klien nampak tidak mau disusui, berat badan klien turun dari 6kg menjdi 5 kg
- Klien nampak selalu BAB dan diRS terhitung 4-5/kali
- Kulit klien nampak kering, nampak cekung pada mata
- Klien tampak sangat lemah
- Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.
XVII. Prioritas Data
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
DS
: Keluarga klien mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
DO
: Klien selama di RS nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak sesak
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspnsi paru.
DS : keluarga klien mengatakan anaknya susah bernapas
DO : klien tampak kelihatan sesak

3. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder


terhadap reaksi antigen dan antibody
DS
: Keluarga klien mangatakan anaknya demam terus-menerus
DO
: Klien nampak teraba panas dengan suhu 38,5 0C, Nadi : 120x/m, P : 28x / m dn TD
: 95/60 mmHg
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran sekunder karena
kehilangan nafsu makan dan diare
DS
: Keluarga klien mengatakan anaknya sering buang air besar dan encer
DO
:Klien nampak selalu mengeluh ingin BAB dan di RS
terhitung 4-5/kali. Kulit klien nampak kering, nampak cekung pada mata
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan
penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
DS :
- Keluarga klien mengatakan, klien tidak mau menyusu
- Ibu klien mengatakan anaknya susah menyusui akibat luka-luka pada mulutnya
DO : Klien nampak cengeng bila ingin disusui, BB klien turun dari 6 kg menjadi 5kg.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
DS : Ibu klien mengatakan anaknya tidak bisa beraktivitas sebagai mana biasanya.
DO : klien tampak sangat lemah
7. Kecemas berhubungan dengan perubahan kesehatan yang diderita klien
DS : Keluarga klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya, maka dari
itu anaknya di bawa ke RS.
DO
: Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.
XVIII.
Analisa Data
No
Data
Etilogi
Masalah
1 DS
:
Kandidiasis
Bersihan jalan nafas
Keluarga
klien
tidak efektif
mengatakan
anaknya
batuk-batuk dan sesak
Menginfeksi
DO
:
bronkus
Klien selama di RS
nampak batuk terus dan
gelisah nampak
sesak
sesak
Aktivitas bronkus
berkurang

Penumpukan sekret

Batuk inefektif

DS :
keluarga klien mengatakan
anaknya susah bernapas
DO :
Klien tampak kelihatan
sesak

Menginfeksi bronkus
Aktivitas bronkus
berkurang
Peningkatan sekret
bronkial
Penumpukan sekret
Pengembangan ekspansi
paru menurun
Seak naf

Pola napas tidak


efektif

Kuman
mengeluarkan
endotoksin

DS
:
Keluarga klien
mangatakan
anaknya
demam terus-menerus
DO
:
Klien
nampak
teraba
panas
dengan
suhu
0
38,5 C, Nadi : 120x/m, P :
28x / m dn TD : 95/60
mmHg

DS :
Keluarga klien
mengatakan
anaknya
sering buang air besar dan
encer
DO :
Klien nampak selalu BAB

Merangsang
pengeluaran zat
pirogen oleh
leukosit pada
jaringan yg
meradang

Hipertermi

Melepas zat IL-1,


prostaglandin E2
(pirogen leukosi &
pirogen endokrin

Mencapai
hipotalamus (set
point)
Invasi virus ke dlm
tubuh
Masuk ke sirkulasi
Masuk ke saluran
gastrointerstinal

Kekurangan volume
cairan

dan diRS
terhitung 4-5/hari
Peningkatan gerak
peristaltik usus

DS :
Keluarga klien
mengatakan, klien
tidak mau
makan/malas makan
Ibu klien mengatakan
anaknya susah
menelan akibat luka-luka
pada mulutnya
DO :
Klien nampak cengeng
bila ingin diberi
makan dan porsi
makannya tidak habis
serta BB turun
menjadi 6 kg dari
5kg.
DS
:
ibu klien
mengatakananaknya malas
beraktivitas
DO
:
klien kelihatan tampak
lemah

Diare
Intake inadekuat
kandidiasis
Lesi oral

Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

Ketidakmampuan
menyusu
Perubahan indra
pengecap

Menurunkan
keinginan menyusu

kandidiasis

Intoleransi aktivitas

Lesi oral

Ketidakmampuan
menyusu
Menurunkan
keinginan menyusu

DS :
Keluarga klien

Tubuh lemah
AIDS

Cemas

mengatakan sangat
khawatir dengan
kondisi anaknya,
maka dari itu
anaknya di bawa ke
RS.
DO :
Keluarga klien nampak
gelisah
dan
selalu
menanyakan
kondisi
anaknya.

B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Perubahan status
kesehatan

Kurang informasi
Merasa ketakutan
akan penyakit
anaknya

DIAGNOSA
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret
Pola napas tidk efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus sekunder
terhadap reaksi antigen dan antibody
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemasukan dan pengeluaran
sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan
penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Kecemas berhubungan dengan perubahan kesehatan yang diderita klien
INTERVENSI
DIAGNOSA

TUJUAN

Anak
1. Bersihan jalan
menunjukka
nafas tidak efektif
berhubungan dengan n jalan nafas
yang efektif
akumulasi sekret
DS
:
Keluarga
klien
mengatakan anaknya
batuk-batuk dan sesak
DO
:
Klien selama di RS
nampak batuk terus
dan gelisah nampak
sesak sesak

KRITERIA
INTERVENS RASIONAL
HASIL
I
Klien
merasa
Auskultasi Penurunan
nyaman ketika area paru,
aliran
bernapas
catat area
udara
Klien
penurunan/t terjadi
menunjukkan
idak
ada pada
pola napas yang aliran udara area
efektif
dan
konsolidasi
bunyi napas dengan
adventisius
cairan.
kaji ulang
tanda-tanda
vital (irama pernapasan
dangkal

dan
dan
frekuensi,
gerakan
serta gerakan dada tidak
dinding dada simetris
terjadi
Bantu pasien karena
latihan napas ketidaknya
sering.
man
gerakan
dinding
dada.
Napas
Penghisapan dalam
memudahk
sesuai
an ekspansi
indikasi
maksimum
paru/jalan
napas lebih
Berikan
kecil
cairan
sedikitnya
Merangsang
2500 ml/hari
batuk atau
(kecuali
pembersih
kontraindika
an
jalan
si)
napas
secara
Memberikan
mekanik
obat yang
Cairan
dapat
meningkatka (khususnya
n efektifnya yang
hangat)
jalan nafas
memobilis
(seperti
dan
bronchodilat asi
mengeluark
or
an sekret
alat untuk
menurunk
an spasme
bronkhus

dengan
memobilisa
si sekret.
2. pola
Anak
klien
kaji
Kecepatan
napas tidak efektif
dapat
- Menunjukan frekuensi,
biasanya
Ditandai dengan :
menunjuk pola nafas
kedalaman
meningkat.
DS :
an
pola efektif dengan
pernafasan
Dispnue
Keluarga
klien napas
frekuensi dan
dan ekspansi dan terjadi
mengatakan anaknya
yang
kedalaman
paru. Catat
peningkata
susah bernapas
efektif
dalam rentang
upaya
n kerja
DO :
normal.
pernafasan,
nafas.
klien
tampak
Auskultasi Bunyi
kelihatan sesak
bunyi nafas
nafas
dan catat
menurun /
adanya bunyi tidak ada
seperti
bila jalan
ronchi.
nafas
obstruktif
sekunder
Tinggkan
terhadap
kepala dan
pendarahan
bantu
.
mengubah Duduk
posisi.
tinggi
Observasi
memungki
pola batuk
nkan
dan karakter ekspansi
sekret.
paru
memudahk
Klien
3.Hipertermi
an
menunjukkan Berikan
berhubungan dengan
pernafasan.
oksigen
suhu
pelepasan
pyrogen
tambahan. Kongesti
yang
normal.
dari
hipotalamus
alveolar
Klien
mampu
sekunder
terhadap
mengakibat
menunjukkan
reaksi antigen dan
kan batuk
TTV
antibody
kering /
yang normal :
DS
:
iritasi.
suhu 365
ibu klien
Memaksim
0
C, Nadi :80x/ Pertahankan alkan
mangatakan anaknya
lingkungan
m, P : 20x /
demam terus-menerus
bernafas
sejuk,
m
dn
DO
:
dan
dengan
TD
:
110/80
Klien nampak teraba

panas dengan suhu


38,5 0C, Nadi
:12
0x/m, P : 28x /
m dn TD : 95/60
mmHg

mmHg

Anak akan
memperta
hankan
suhu
tubuh
kurang
dari
37,5 oC

menggunaka menurunka
n
piyama n kerja
dan selimut nafas.
yang
tidak
tebal.
Pantau suhu
tubuh anak
setiap
1-2
Lingkungan
jam,
bila
yang sejuk
terjadi
membantu
peningkatan
menurunka
secara tiban
suhu
tib
tubuh
Beri
dengan
antimikroba
cara
/antibiotik
radiasi
jika
Peningkatan
disaranka
suhu secara
tiba-tiba
akan
mengakiba
Berikan
tkan kejang
kompres
dengan suhu
Antimikrob
37 oC pada
a mungkin
anak
disarankan
Kolaboratif :
untuk
Beri
mengobati
antipiretik
organismo
sesuai
penyebab
petunju
Kompres
hangat
efektif
mendingin
kan tubuh
melalui
cara
konduksi
Antipiretik
seperti

4. Kekurangan
keseimban
volume
gan cairan
cairan berhubungan tubuh
dengan
adekuat
pemasukan
dan
pengeluaran.
DS :
Ibu klien
mengatakan anaknya
sering buang air besar
dan encer
DO :
Klien nampak selalu
BAB
dan
diRS
terhitung 4
-5/hari.
- Kulit klien nampak
kering, nampak
cekung pada mata

asetaminofe
n (Tylenol),
efektif
menurunka
n demam
Tidak ada ada Ukur
dan
dokumentas
tanda-tanda
catat
i
yang
dehidrasi
pemasukan
akurat
(tanda-tanda
dan
akan
vital stabil,
pengeluaran. membantu
kualitas denyut Tinjau ulang dalam
nadi baik,
catatan intra mengidenti
turgor kulit
operasi.
fikasi
normal,
pengeluara
membran
n cairan.
mukosa lembab Pantau tanda hipotensi,
tanda
vital.
dan
takikardia,
pengeluaran
peningkata
urine yang
n
sesuai)
pernapasan
Letakkan
mengindika
pasien pada
sikan
posisi yang
kekurangan
sesuai,
cairan.
tergantung
Elevasi
pada
kepala
kekuatan
dan posisi
pernapasan.
miring
akan
Pantau suhu
mencegah
kulit,
terjadinya
palpasi
aspirasi
denyut
dari
perifer.
muntah.
Kulit yang
dingin/le
mbab,
Kolaborasi,
denyut
berikan
yang
cairan
lemah
parenteral,

produksi
mengindika
darah
dan sikan
atau plasma penurunan
ekspander.
sirkulasi
perifer.
Gantikan
kehilangan
cairan yang
telah
didokumen
tasikan.
5 Perubahan
nutrisi Pasien
Nafsumenyusu Berikan
Untuk
kurang
dari mendapat meningkat
makanan
memenuhi
kebutuhan tubuh
kan nutrisi BB meningkat dan
kebutuhan
DS :
yang
atau
normal kudapan
tubuh
Keluarga
klien optimal
sesuai umur
tinggi kalori
Untuk
mengatakan,
klien dengan
dan
mendorong
tidak maumenyusu
kriteria
protein
Ibu klien mengatakan hasil
Beri makanan agar anak
anaknya
susah anak
yang disukai mau makan
Untuk
menelan
mengkons
anak
memaksim
DO : Klien nampak umsi
Perkaya
alkan
cengeng bilaingin
jumlah
makanan
kualitas
Disusui.
nutrien
dengan
asupan
yang
suplemen
makanan
cukup
nutrisi.
Ketika anak
Berikan
mau makan
makanan
adalah
ketika anak
sedang mau kesempatan
yang
makan
dengan baik berharga
bagi
Gunakan
perawat
kreativitas
maupun
untuk
orang
mendorong
tua.
anak
Dapat
menarik
Pantau berat
minat anak
untuk
badan dan

pertumbuha makan
n
dan
Kolaboratif :
menghabis
obat
kan porsi
antijamur
makanan
sesuai
Pemantauan
instruksi
berat badan
dilakukan
sehingga
intervensi
nu
Untuk
mengobati
kandidiasis
oral
6.Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
kelemahan
DS : Ibu
klien
mengatakan
anaknya
tidak bisa
beraktivitas
sebagai
mana biasanya.
DO : klien tampak
sangat lemah

Adanya
peningkata
n toleransi
aktivitas

-Anak dapat
beraktivitas
sebagaimana
biasanya

Evalusi
Menetapkan
respon
kemampua
terhadap
n/kebutuh
aktivitas.
an klien
-anak tidak
Catat
dan
tampak lemah
laporan
memudahk
dispnea,
an pilihan
peningkatan intervensi
kelemahan/kMenurunkan
elelahan
stress dan
Berikan
rangsangan
lingkungan
berlebihan,
tenang dan
meningkatk
batasi
an istirahat
pengunjung
selama fase Klien
mungkun
akut sesuai
nyaman
indikasi.
dengan
Bantu klien
kepala
memilih
tinggi
posisi
nyaman
untuk
istirahat dan
tidur.

7.kecemas
DS :
Keluarga
klien
mengatakan
sangat
khawatir
dengan
kondisi anaknya
DO
: Keluarga klien
nampak gelisah dan
selalu
menanyakan
kondisi
anaknya.

Setelah
dilakukan
tindakan
perawatan
selama 3 x
24 jam,
klien
mampu
beradaptas
i

Keluarga Mau
Kenali
Dengan
menerima
masalah
mengkaji
tindakan
keluarga dan masalah
perawatan, klien kebutuhan
yang
tampak tenang akan
dihadapi
dan tidak rewel informasi
keluarga
dan
perawat
dukungan
dapat
membuat
rencana
Kaji
intervensi
pemahaman yang tepat.
keluarga
Tingkat
tentang
pemahama
diagnosa dan n
rencana
keluarga sa
perawatan
ngat
diperlukan
Tekankan
perawat
dan jelaskan untuk
penjelasan
menentuka
profesional
n intervensi
kesehatan penjelasan
tentang
yang tepat
kondisi anak. dari
profesional
akan
memperteg
Gunakan
as bahwa
setiap
informasi
kesempatan
yang
untuk
meningkatka didapatkan
tentang
n
pemahaman penyakit
dan
keluarga
terapinya
tentang
tersebut
penyakit.
tepat

Bantu orang
Untuk
tua
memfasilita
mengintepret si keluarga
asikan
belajar dan
perilaku dan meningkatk
respon bayi an
atau anak
kemampua
Rujuk pada nnya dalam
kelompok
merawat
pendukung
klien
dan
Menginteor
lembagaetasikan
lembaga
perilaku
khusus (mis dan respon
yayasan
bayi atau
HIV/AIDS
anak
Indonesia
secara
tepat
membantu
keluarga
dalam
mengambil
keputusan
untuk
dukungan
interperson
al
tambahan
dan
konkret
(misalnya
pelayanan
sosial.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


No.DX/Tgl
Bersihan
jalan nafas
tidak efektif
berhubunga
n dengan
akumulasi
sekret
25-05-2011

JAM
IMPLEMENTASI
EVALUASI
Mengauskultasi area paru, catat 26 Mei 2011, jam
07.30
area penurunan/tidak ada 07.30 Wita
aliran udara dan bunyi napas S:
adventisius
Ibu pasien
Mengkaji ulang tanda-tanda mengatakan anak
vital (irama dan frekuensi, serta masih sesak
gerakan dinding dada
O:
Membantu pasien latihan napas Klien Masih nampak
sering.
Tunjukkan/bantu gelisah
pasien mempelajari melakukan Nampak sesak
batuk, misalnya menekan dada
dan batuk efektif sementara A: Masalah belum
teratasi
posisi duduk tinggi
menghisap sesuai indikasi
P: Intervensi 3,4,5 dan
Memberikan cairan
sedikitnya
2500
ml/hari
(kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat dari pada
dingin
Memberikan obat yang
dapat meningkatkan
efektifnya jalan nafas

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


No.DX/Tgl

JAM

IMPLEMENTASI

EVALUASI

Bersihan
jalan nafas
tidak efektif
berhubunga
n dengan
akumulasi
sekret
25-05-2011

Mengauskultasi area paru, catat 26 Mei 2011, jam


07.30
area penurunan/tidak ada 07.30 Wita
aliran udara dan bunyi napas S:
adventisius
Ibu pasien
Mengkaji ulang tanda-tanda mengatakan anak
vital (irama dan frekuensi, serta masih sesak
gerakan dinding dada
O:
Membantu pasien latihan napas Klien Masih nampak
sering.
Tunjukkan/bantu gelisah
pasien mempelajari melakukan Nampak sesak
batuk, misalnya menekan dada
dan batuk efektif sementara A: Masalah belum
teratasi
posisi duduk tinggi
menghisap sesuai indikasi
P: Intervensi 3,4,5 dan
Memberikan cairan
sedikitnya
2500
ml/hari 6 dilanjutkan
(kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat dari pada
dingin
Memberikan obat yang
dapat meningkatkan
efektifnya jalan nafas

NO DX/ Tgl
Pola napas tidak
efektif
berhubungan
dengan penurunan
ekspansi paru
25-05-2011

JAM
IMPLEMENTASI
08.00 mengkaji frekuensi,
kedalaman pernafasan
dan ekspansi paru.
.mengAuskultasi bunyi
nafas dan catat adanya
bunyi seperti ronchi.
meninggikan kepala
dan bantu mengubah
posisi.

EVALUASI
26- 05-2011, JAM 08.00
S : ibu klien
mengatakanpola nafas
anaknya sudah agak
baikan
O : klien nampak bernafas
dengan normal tetapi
belum terlalu pulih

mengobservasi pola
batuk dan karakter
sekret.
memberikan oksigen
tambahan.
memberikan
humidifikasi tambahan,
mis : nebuliser
ultrasonik.

No.DX/Tgl

JA
M

IMPLEMENTASI

A : masalah belum teratasi


P : intervensi dilanjutkan
(intervensi 3,4 dan 5)

EVALUASI

Hipertermi
Mempertahankan
lingkungan

berhubungan 09.00 sejuk,


dengan
menggunakan 26 Mei 2011, jam 10.00
dengan
piyama dan selimut yang tidak wita
pelepasan
tebal serta pertahankan suhu S:
pyrogen dari
ruangan antara 22o dan 24 oC
Ibu pasien
hipotalamus
Memantau suhu tubuh anak setiap mengatakan anaknya
sekunder
1-2 jam, bila terjadi peningkatan masih demam
terhadap
secara tiba-tib
reaksi
Memberikanantimikroba/antibioti O: Klien Nampak
teraba panas.
antigen dan
k jira disaranka
antibody
Memberikan kompres dengan suhu
37
oC
pada
anak
untuk A: Masalah belum
25-05-2011
teratasi
menurunkan demam
Kolaboratif :
P: Intervensi 1,4 dan 5
Beri antipiretik sesuai
dilanjutkan
petunjuk

No.DX/Tgl
Kekurangan
volume
cairan
berhubungan
dengan
pemasukan
dan
pengeluaran
sekunder
karena
kehilangan
nafsu makan
dan diare

JAM

IMPLEMENTASI

Mengukur dan catat pemasukan 26 Mei 2011, jam 12.00


11.00
dan pengeluaran.
Wita
Memantau tanda-tanda vital.
S:
Meletakkan pasien pada posisi Ibu pasien mengatakan
yang sesuai, tergantung pada anaknya sering BAB
kekuatan pernapasan.
O:
Memantau suhu kulit, palpasi Pasien Nampak
denyut perifer.
kulitnya kering, cekung
Kolaborasi,
berikan
cairan pada mata
parenteral, produksi darah dan
atau plasma ekspander sesuai A: Masalah belum
petunjuk. Tingkatkan kecepatan teratasi.
IV jika diperluakan.

25-05-2011

No.DX/Tgl
Perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
kekambuhan
penyakit,
diare,
kehilangan
nafsu makan,
kandidiasis

EVALUASI

JAM

IMPLEMENTASI

P: Intervensi 1,4 dan 5


di lanjutkan

EVALUASI

Memberikan
makanan
dan 26 Mei 2011, jam 13.30
12.30
kudapan tinggi kalori dan tinggi Wita
protein
S:
Memberi makanan yang disukai Ibu pasien mengatakan
anak
klien tidak mau
Perkaya makanan dengan
makan/malas makan
suplemen nutrisi, misalnya susu O:
bubuk atau suplemen yang dijual Pasien Nampak
bebas
cengeng bila mau
Memberikan makanan ketika
makan
anak sedang mau makan
A: Masalah belum
dengan baik
Mengunakan kreativitas untuk teratasi.

oral
25-05-2011

No.DX/Tgl
Intoleransi
aktivitas

mendorong anak
Memantau berat badan dan
pertumbuhan
Kolaboratif
:
Berikan
antijamur sesuai instruksi

JAM
14.30

25-05-2011

IMPLEMENTASI

P: Intervensi
ditingkatkan.
obat

EVALUASI

mengevalusi respon terhadap


26 Mei2011, jam 14.30
aktivitas. Catat laporan dispnea, Wita
peningkatan
S:
kelemahan/kelelahan dan
ibu pasien mengatakan
perubahan TTV selama dan
anaknya belum bisa
aktivitas.
beraktivitas seperti biasa
memberikan lingkungan tenang
O:
dan batasi pengunjung selama klien masih tampak
fase akut sesuai indikasi.
lemah
Bantu klien memilih posisi
A: Masalah belum
nyaman untuk istirahat dan
teratasi.
tidur.
P: Intervensi
ditingkatkan.

No.DX/Tgl

JAM

IMPLEMENTASI

EVALUASI

Kecemas
Mengenali masalah keluarga dan 26 Mei 2011, jam 16.30
15.30
keluarga
kebutuhan akan informasi dan Wita
berhubungan
dukungan
dengan
Mengkaji pemahaman keluarga S:
perubahan
tentang diagnosa dan rencana Keluarga pasien
mengatakan sudah
kesehatan
perawatan
yang diderita
Tekankan dan jelaskan penjelasan tenang melihat kondisi
klien
profesional kesehatan tentang anaknya.
kondisi anak, prosedur dan terapi O:
25-05-2011
yang
dianjurkan
serta Keluarga pasien sudah
cukup rileks
prognosanya
Gunakan
setiap
kesempatan
untuk
meningkatkan
pemahaman keluarga tentang
penyakit dan terapinya dan
ulangi
informasi
sesering
mungkin
Bantu
orang
tua
mengintepretasikan perilaku dan
respon bayi atau anak
Rujuk pada kelompok pendukung
dan lembaga-lembaga khusus
(mis
yayasan
HIV/AIDS
Indonesia)

A: Masalah belum
teratasi.
P: Intervensi
dipertahankan.

You might also like