You are on page 1of 26

BAB II

GPS DAN ATMOSFER

2.1

Sistem Global Positioning System (GPS)


NAVSTAR GPS (NAVigation Satellite Timing and Ranging Global Postioning

System) atau yang lebih dikenal dengan nama GPS adalah suatu sistem radio navigasi
dan penentuan posisi menggunakan satelit yang dapat digunakan oleh banyak orang
sekaligus dalam segala cuaca dan didesain untuk memberikan informasi mengenai
posisi, kecepatan tiga dimensi, dan waktu secara kontinyu ke seluruh dunia. Sistem GPS
dibangun oleh 3 segmen utama, yaitu [Abidin, 2006] :

Segmen ruang angkasa.


Segmen ruang angkasa adalah satelit-satelit GPS yang mengorbit bumi.

Segmen sistem kontrol.


Segmen sistem kontrol merupakan sistem pengontrol dan pemantau satelit
secara terus-menerus. Segmen ini mempunyai kedudukan di bumi, terdiri dari
master control station, ground control station, monitor station.

Segmen penerima.
Segmen penerima merupakan segmen yang dipakai dalam mengamati data
yang diberikan satelit, terdiri dari : receiver, antena, pengolah data, dan
penyimpanan data. Segmen ini menghasilkan posisi 3 dimensi dan kecepatan
serta informasi waktu yang teliti.
Penentuan posisi dengan GPS pada dasarnya adalah reseksi (ikatan ke belakang)

jarak () dari titik yang akan ditentukan posisinya ke beberapa satelit yang koordinatnya
telah diketahui. Vektor posisi (r) letaknya diketahui relatif terhadap pusat bumi dan
vektor posisi titik yang dicari (R) akan diperoleh juga relatif terhadap pusat bumi.
Penentuan posisi dengan GPS secara vektor dapat dilihat pada gambar 2.1 [Abidin, 2006]
berikut ini,

Halaman | 7

Satelit GPS
(diperlukan)
R=r-
r(diketahui)
R(dicari)

Pusat Bumi
Gambar 2.1 Penentuan posisi GPS
Pada pengamatan dengan GPS, yang diukur hanya jarak dari satelit ke pengamat
dan bukan vektor arah dari pengamat ke satelit, maka besaran yang akan diproses
adalah jarak geometrik antara pengamat dengan satelit. Sedangkan parameter yang
harus ditentukan pada pengamatan suatu titik dengan GPS adalah 3 parameter
koordinat yang dinyatakan dalam datum WGS 1984 (X, Y, Z atau L, B, h) dan satu
parameter kesalahan waktu akibat tidak sesuainya waktu antara jam di satelit (dT) dan
di receiver (dt), sehingga minimal diperlukan 4 persamaan untuk menghitung parameter
tersebut.
Dalam penentuan posisi menggunakan GPS, strategi pengukuran yang
digunakan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas posisi. Strategi pengamatan
tersebut mencakup metode pengamatan, waktu pengamatan, serta pengikatan ke titik
ikat. Berdasarkan metode pengaplikasiannya, GPS dapat dikelompokkan atas beberapa
metode yaitu : absolute, differential, static, rapid static, pseudo-kinematik, dan stop and
go [Abidin, 2006].
Penentuan posisi secara diferensial dapat meningkatkan ketelitian posisi lebih
baik daripada metode absolut. Metode diferensial kadangkala dinamakan metode
penentuan posisi relatif. Dengan mengurangkan data yang diamati oleh 2 receiver GPS
pada waktu yang bersamaan, maka beberapa jenis kesalahan dan bias dari data dapat
dieliminasi atau direduksi. Pengeliminasian dan pereduksian kesalahan dan bias akan
meningkatkan akurasi dan presisi data, sehingga meningkatkan akurasi dan presisi posisi

Halaman | 8

yang diperoleh. Ketelitian posisi yang dapat diberikan oleh metode penentuan posisi
secara diferensial berkisar dari level mm (dengan data fase) sampai level 1 -3 m (data
kode).
2.1.1

Karakteristik sinyal GPS


Sinyal GPS terdiri dari frekuensi kerja L-Band (L1 = 1.56542 GHz, L2 = 1.22760

GHz, L5 = 1176.45 GHz) yang dipancarkan secara kontinyu. Pada dasarnya sinyal GPS
terdiri 3 komponen yaitu informasi yang telah diacak dengan kode tertentu (information
code), pesan navigasi (navigation code), dan gelombang pembawa (carrier wave).
Informasi ini berbentuk kode biner (0 dan 1) dengan kode acak yang disebut Pseudorandom Noise (PRN). Sinyal L1 membawa 2 kode biner yang dinamakan kode P (P-code,
Precise or Private Code) dan C/A (Clear Access or Coarse Acqusition) dan sinyal L2 hanya
membawa kode P. Dengan mengamati sinyal-sinyal dari satelit dalam jumlah dan waktu
yang cukup, kita dapat memproses data tersebut untuk mendapatkan informasi
mengenai posisi, kecepatan, dan waktu, ataupun parameter-parameter turunannya.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2 [Abidin, 2006] yaitu :
Frekuensi Dasar
(Oscilator Atom)
10.23 MHz
: 10

X154

L1
1575.42 MHz
= 19.0 cm

Kode C/A
1.023 MHz
= 300.0 m

L2
1227.60 MHz
= 24.4 cm

sama

204600

Kode P
10.23 MHz
= 30.0 m

Navigation
Message
50 Hz

Kode - P
10.23 MHz
= 30.0 m

Navigation
Message
50 Hz

X120
Kode C/A
: Periode = 1 msec
Kode P
: Periode = 267 hari
Navigation Message,

panjang = 1023 chips


panjang = 2.3457 x 1014 chips
panjang = 1500 bits

Gambar 2.2 Struktur frekuensi dan karakteristik komponen Sinyal GPS

Halaman | 9

2.1.2

Orbit Satelit GPS


Pada sistem GPS, konstelasi 24 satelit yang menempati 6 orbit memungkinkan

setiap orbit ditempati oleh 4 satelit dengan interval diantaranya tidak sama. Jarak antar
orbit diatur sehingga dapat memaksimalkan kenampakan setidaknya 4 satelit yang
bergeometri baik dari setiap tempat di permukaan bumi dari setiap tempat di
permukaan bumi pada setiap saat [Abidin, 2006].
Pergerakan

satelit mengelilingi

bumi

dapat dijelaskan

secara umum

menggunakan hukum-hukum Kepler. Berdasarkan hukum Kepler I, orbit satelit atau


orbit berbentuk elips dengan pusat bumi sebagai salah satu fokusnya. Kecepatan
maksimum di perigee (titik terdekat dengan bumi) dan minimum di apogee (titik terjauh
dengan bumi).
Secara geometris elemen keplerian dapat ditunjukkan pada gambar 2.3, yaitu:
Sumbu Z
CEP
Perigee

a
e

Sumbu Y

i
Titik Nodal
Ascending node

Titik Semi
Bidang Ekuator
Sumbu X

Gambar 2.3 Geometris elemen Keplerian

Halaman | 10

Dalam Penentuan Posisi pengamatan satelit GPS, ada 2 sistem koordinat


referensi yang penting dicatat, yaitu CIS (Conventional Inertial System) dan CTS
(Conventional Terestrial System). Pada sistem CIS, kutub yang digunakan untuk
pendefinisian sumbu Z pada dasarnya merupakan sumbu momentum sudut CEP
(Convential Ephemeris Pole) pada epok standar J2000.0 (1.5d Januari 2000), sedangkan
pada sistem CTP, pendefinisian sumbu Z menggunakan CIO (Convential International
Origin) yang merupakan posisi rata-rata sumbu rotasi bumi dari tahun 1900 1905.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.4 [Abidin, 2000], yaitu :
Keplerian

CIS

CTS

X, Y, Z
Velocity (x,y,z)

X, Y, Z
WGS 1984

Deskripsi posisi
dan pergerakan
satelit

Deskripsi posisi
titik di
permukaan bumi

6 komponen
keplerian

Gambar 2.4 Penentuan posisi dengan satelit GPS


Perlu diketahui bahwa pergerakan satelit yang sebenarnya dalam orbit
mengelilingi bumi umumnya tidak akan mengikuti sepenuhnya pergerakan keplerian.
Satelit umumnya akan mengalami pertubasi dari kondisi idealnya sehingga kesalahan
informasi orbit yang diberikan dapat mempengaruhi posisi yang diukur.
Ketersediaan informasi (tambahan) yang sangat teliti seperti informasi
pergerakan kutub dan koefisien penyimpangan satelit (termasuk informasi bagaimana
sifat satelit ketika mendekati dan menjauhi bayangan bumi) menjadi penting untuk
menghasilkan koordinat titik yang relatif baik [Permana, 2002].

2.2

Jenis Informasi Orbit Satelit

Dalam Bidang geodesi satelit informasi satelit akan berguna untuk beberapa hal berikut
ini [Abidin, 2006] :

Halaman | 11

Untuk menghitung koordinat satelit yang akan diperlukan sebagai titik tetap
dalam perhitungan titik lainnya di atau dekat permukaan bumi beserta
prameter-parameter turunannya seperti kecepatan dan percepatan.

Untuk merencanakan pengamatan satelit, yaitu perencanaan waktu dan


pengamatan yang optimal.

Untuk membantu mempercepat receiver sinyal satelit dalam menemukan


satelit yang bersangkutan.

Untuk memilih jika diperlukan satelit-satelit yang secara geometrik lebih baik
untuk digunakan.
Berdasarkan waktu ketersediaannya, informasi orbit terbagi menjadi 2 jenis

yaitu yang bersifat real time dan post process. Bersifat real time dalam artian informasi
orbit secara langsung diberikan satelit ke receiver, sedangkan post process artinya
informasi orbit diberikan dari data eksternal, tidak termasuk dalam data pengamatan,
dan telah mengalami proses hitungan dalam penentuan posisi satelit. Informasi yang
bersifat real time datanya dimodulasi oleh gelombang pembawa sinyal GPS sebagai
bagian dari pesan navigasi (navigation message). Informasi orbit ini dikenal sebagai
broadcast ephemeris. Informasi Orbit yang bersifat post process dikenal sebagai precise
ephemeris.

Broadcast Ephemeris
Data broadcast ephemeris berdasar kepada pengamatan satelit di 5 monitor

stasiun [Hoffman-Wellenhoff et al., 1992]. MS (Monitor Stations) mengamati satelit


secara kontinyu kemudian mengirimkan data pseudorange dan pesan navigasi dari
satelit ke Master Control Segment (MCS). MS ini berada di Pulau Ascension (samudera
Atlantik), Diego Garcia (Samudera Hindia), Kwajalein (Samudera Pasifik), Hawaii, dan
Colorado Springs.
Broadcast ephemeris ditentukan dalam 2 tahapan [Seeber, 1993 dikutip Abidin,
2006]. Tahapan pertama menentukan ephemeris referensi berdasarkan data
pengamatan GPS secara offline dengan program perhitungan orbit. Tahapan kedua
adalah

proses

online

dengan

membandingkan

dengan

ephemeris

referensi,

perbedaannya diturunkan untuk kemudian dihitung menggunakan metode Kalman

Halaman | 12

Filtering. Hasilnya berupa prediksi besar koreksi bagi ephemeris referensi dan update
setiap satu jam [Shrestha, 2003]. Pada dasarnya broadcast ephemeris ini berisi
parameter waktu, parameter orbit satelit, dan parameter pertubasi dari orbit satelit.
Tingkat presisi penentuan posisi menggunakan broadcast ephemeris berkisar 2 3
meter.

Precise Ephemeris
Informasi Orbit pada precise ephemeris berdasarkan kepada data pengamatan

satelit GPS yang diambil oleh tracking station (jaringan penjejak satelit) secara kontinyu
dengan referensi ITRF (berbeda dengan broadcast yang menggunakan referensi WGS
1984) yang tersebar merata diseluruh dunia. Semua tracking station telah memiliki
koordinat dalam sistem koordinat geosentrik yang terikat bumi, sehingga koordinat
satelit dapat dihitung dari berapa banyak tracking station yang melihat satelit. Data ini
kemudian dihitung lalu disajikan dalam format SP3 dimana interval epok dalam file
tersebut setiap 15 menit dengan informasi berupa posisi satelit dalam sistem koordinat
geosentrik serta terikat bumi dengan kecepatannya dan koreksi jam satelit. Precise
ephemeris ini menggunakan sistem referensi ITRF (International Terrestrial Reference
Frame). Perbedaan precise dan broadcast terutama efek pada kesalahan orbit yang
mempengaruhi ketelitian posisi yang dilakukan (updating ketelitian posisi satelit).
Tingkat presisi penentuan posisi menggunakan precise ephemeris berkisar dari level cm
hingga mm.
Berdasarkan waktu ketersediaan data, precise ephemeris dapat dibagi menjadi 3
jenis, yaitu :
1. Produk Final, yang tersedia selambat-lambatnya selama 13 hari.
2. Produk Rapid, yang tersedia selambat-lambatnya kira-kira 17 jam.
3. Produk Ultra Rapid, yang tersedia yang tersedia 4 kali dalam sehari.
Ketiga jenis produk ini dibedakan berdasarkan keakuratannya yang didasarkan pada
waktu produk tersebut dapat tersedia.

Halaman | 13

2.3

Metode Diferensial GPS


Ketelitian penentuan posisi menggunakan metode diferensial secara teori lebih

baik daripada menggunakan metode absolut karena beberapa kesalahan seperti


kesalahan jam receiver dan jam satelit dapat dihilangkan. Efektivitas dari proses ini
sangat dipengaruhi pada jarak antar titik kontrol dengan titik yang akan ditentukan
koordinatnya, semakin pendek jarak tersebut maka akan semakin efektif dampak dari
proses pengurangan data secara diferensial.
Metode Diferensial secara sederhana dapat dilihat pada gambar 2.5 yaitu,

Gambar 2.5 Diferensial GPS dan beberapa masalah pada penentuan posisi
Metode diferensial memiliki kelebihan yang dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut,
Tabel 2.1 Dampak dari proses pengurangan data secara diferensial [Abidin, 2006]
DAMPAK DARI PENGURANGAN DATA
Kesalahan dan Bias
Jam Satelit
Jam Receiver
Orbit (Ephemeris)
Ionosfer
Troposfer
Multipath
Noise

Dapat Dieliminasi

Dapat Direduksi

Tidak dapat
dieliminasi /direduksi

Halaman | 14

Konsekuensi

dari

pengurangan

data

akibat

metode

diferensial

akan

menguntungkan karena dapat mengeliminasi dan mereduksi sebagian dari sumber


kesalahan, sehingga akan menghasilkan data pengamatan yang relatif teliti, kemudian
kuantitas data yang digunakan semakin sedikit sehingga pengolahan data semakin
ringan. Pengaruh lainnya adalah hasil pengamatan berkorelasi matematis sehingga
berguna dalam penyusunan matrik varian kovarian pengamatan untuk proses hitung
perataan, walaupun di lain sisi level noise yang dihasilkan semakin tinggi.

2.4

Atmosfer
Atmosfer bumi merupakan selubung gas yang menyelimuti permukaan padat

dan cair pada bumi. Selubung itu membentang ke atas sampai pada ketinggian yang tak
dapat ditentukan. Ketinggian/ketebalan atmosfer sangat sulit ditentukan secara teliti.
Namun, kadang-kadang besarnya ketebalan rata-rata dari atmosfer ditentukan sebesar
500 km atau 300 mil [Permana, 2002].
Menurut suhu atau temperatur atmosfer terbagi,

Troposfer

Stratosfer

Mesosfer

Thermosfer

Menurut muatan dan susunan listriknya terbagi [Riyadh, 2006] :

Ozonosfer

Homosfer

Ionosfer

Heterosfer

Magnetosfer
Perjalanan sinyal satelit yang melalui atmosfer berpengaruh terhadap keadaan

sinyal. Besarnya pengaruh terhadap sinyal sangat berhubungan dengan ketinggian dan

Halaman | 15

proses ionisasi di dalam atmosfer itu sendiri [Riyadh, 2006]. Tranmisi sinyal GPS akan
mengalami penurunan yang disebabkan oleh faktor ilmiah, propagasi, pembiasan
atmosfer, redaman, multipath, dan panjang lintasan. Proses hilangnya daya tranmisi
mengakibatkan hal yang beragam, tidak hanya sebagai fungsi dari panjang lintasan,
tetapi sebagai fungsi cuaca dan kondisi medan. Masingmasing efek tersebut
mempengaruhi sinyal satelit secara berbeda. Efek ionosfer merupakan fungsi dari
frekuensi gelombang pembawa. Diharapkan dengan menggunakan pengamatan dual
frekuensi pengaruh ionosfer hilang.

Troposfer
Troposfer berada pada bagian paling bawah dari atmosfer bumi dan merupakan

lapisan cuaca bumi. Ketebalan bervariasi antara 8 16 km dari kutub ke ekuator.


Perubahan temperatur pada lapisan troposfer umumnya berbanding terbalik dengan
ketinggian, kira kira -6.5o C setiap kenaikan 1 km. Berkurangnya temperatur terhadap
ketinggian pada troposfer dapat disebabkan oleh [Permana, 2002] :

Pemanasan Udara yang berasal dari bumi.

Uap air dan debu yang menyerap panas semakin ke atas semakin berkurang.

Udara pada lapisan bawah lebih mudah ke atas karena udara pada lapisan
udara di bawah lebih panas.

Troposfer merupakan 75% dari massa atmosfer dan mayoritas terdiri dari uap air
yang ada pada atmosfer. Konsentrasi uap air yang tinggi berkisar antara 4% di daerah
tropis dengan kelembaban sekitar 60 80 % atau lebih dan jumlah ini makin menyusut
pada daerah kutub. Tekanan atmosfer rata-rata adalah 1.03 kg/cm3. Atmosfer terdiri
atas 78% nitrogen, 21% oksigen, dan 1% gas-gas lainnya misalnya argon, hidrogen, ozon,
metan, disamping itu terdapat sejumlah kecil karbondioksida. Berbagai jenis kejadian
cuaca yang terjadi akan tergantung pada ukuran dan temperatur partikel air, akibatnya
troposfer berubah berdasarkan variasi temporal dan variasi spasial.

Halaman | 16

Tabel 2.2 Temperatur dan tekanan udara hingga ketinggian 50 km [Permana, 2002]

Ketinggian (km)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
14
16
18
20
25
30
35
40
50

2.5

Temperatur (oK)
288.2
281.7
275.2
268.2
262.2
255.7
249.2
242.6
236.2
229.7
223.2
216.8
216.6
216.6
216.6
216.6
216.6
216.6
226.5
236.5
250.4
270.6

Tekanan (mb)
1013.2
898.8
795.0
701.2
616.6
540.5
472.2
411.0
356.5
308.0
265.0
227.0
194.0
141.7
103.5
75.65
55.29
25.49
11.97
5.746
2.871
0.798

Kesalahan dan Bias


Kesalahan dan bias sinyal GPS harus dipertimbangkan secara benar dan baik,

karena besar dan karakteristik dari kesalahan dan bias tersebut akan mempengaruhi
ketelitian informasi (posisi, kecepatan, percepatan, dan waktu). Strategi yang digunakan
untuk pengamatan dan pengolahan data akan mempengaruhi hasil sehingga berdampak
pada minimalisasi efek kesalahan dan bias.

Halaman | 17

Dalam perjalanannya dari satelit hingga mencapai antena receiver di permukaan


bumi, sinyal GPS akan dipengaruhi oleh beberapa kesalahan dan bias seperti pada
gambar 2.6 (Abidin, 2006) yaitu :

Gambar 2.6 Kesalahan dan bias pada GPS


Kesalahan dan bias yang terjadi pada sinyal GPS adalah,
1. Satelit (kesalahan ephemeris, jam satelit).
2. Medium propagasi (bias ionosfer dan bias troposfer).
3. Receiver GPS (kesalahan jam receiver, noise, antena receiver).
4. Data Pengamatan (ambiguitas fase dan cycle slips).
5. Lingkungan Sekitar GPS dan receiver (Multipath dan imaging).
Secara umum ada beberapa cara dan strategi yang digunakan untuk menangani
kesalahan dan bias sinyal GPS [Abidin, 2006] yaitu :

Estimasi parameter kesalahan dan bias dalam proses hitung perataan.

Mekanisme differencing antar data.

Hitungan kesalahan bias berdasar data ukuran langsung.

Hitungan kesalahan bias berdasarkan model.

Strategi pengamatan yang sesuai.

Strategi pengolahan data yang tepat.

Kesalahan dan bias dianggap diabaikan.

Halaman | 18

2.5.1

Kesalahan Ephemeris
Kesalahan ephemeris adalah kesalahan dimana orbit satelit yang dilaporkan oleh

ephemeris satelit tidak sama dengan orbit satelit dengan posisi satelit yang sebenarnya.
Dijelaskan pada gambar 2.7 [Abidin, 2006] sebagai berikut,

Gambar 2.7 Kesalahan ephemeris


Kesalahan ephemeris akan mempengaruhi ketelitian dan koordinat titik-titik
(absolut maupun relatif) yang ditentukan. Kesalahan orbit satelit GPS pada dasarnya
disebabkan oleh beberapa faktor,

Kekurangtelitian pada proses perhitungan orbit satelit oleh stasiun-stasiun


pengontrol satelit.

Kesalahan dalam prediksi orbit untuk periode waktu setelah uploading ke


satelit.
Besarnya efek kesalahan orbit pada panjang baseline dapat dihitung dan

ditunjukkan pada gambar 2.8 [Abidin, 2006] sebagai berikut,

Halaman | 19

Gambar 2.8 Pengaruh efek kesalahan ephemeris terhadap baseline


Nilai besaran kesalahan orbit akan tergantung pada jenis ephemeris yang
digunakan. Beberapa jenis informasi orbit satelit GPS dan tingkat akurasinya dapat
dilihat pada tabel 2.3 [Abidin, 2006] adalah,
Tabel 2.3 Tipikal kesalahan orbit ephemeris GPS (IGS, 2005)
Ephemeris
Almanak
Broadcast
Ultra Rapid
(predicted half)
Ultra Rapid
(Observed half)
Rapid
Precise

Akurasi
Beberapa km
160 cm
10 cm

Latency
Real time
Real time
Real time

Update
4 kali sehari

< 5 cm

3 jam

4 kali sehari

< 5 cm
< 5 cm

17 jam
13 hari

Harian
Mingguan

Ultra rapid ephemeris (predicted half) adalah informasi orbit yang memiliki data
pengamatan posisi orbit satelit selama 2 hari dengan 1 hari sebelumnya adalah data
observasi dan 1 hari setelahnya adalah prediksi. Ultra rapid ephemeris (observed half)
adalah informasi orbit yang memiliki data observasi yang tersedia dalam 3 jam setelah
pengamatan, informasi ini menggantikan informasi Ultra rapid ephemeris (predicted
half).

Halaman | 20

Ada beberapa cara yang dapat diaplikasikan untuk mereduksi kesalahan orbit [Abidin,
2006] yaitu :
1. Metode differential position.
2. Memperpendek baseline.
3. Memperpanjang waktu interval pengamatan.
4. tentukan parameter kesalahan orbit dalam proses estimasi.
5. Gunakan informasi orbit lebih teliti yang bisa diperoleh dari beberapa sumber
eksternal.
2.5.2

Efek Multipath
Multipath adalah fenomena dimana sinyal dari satelit tiba di antena GPS melalui

dua atau lebih lintasan yang berbeda. Dalam hal ini satu sinyal merupakan sinyal
langsung dari satelit ke antena, sedangkan yang lainnya merupakan sinyal tidak langsung
yang dipantulkan oleh benda disekitar antena receiver GPS. Bidang pantulan bisa berupa
bidang horizontal, vertikal, maupun bidang miring. Perbedaan panjang lintasan
menyebabkan kesalahan pada hasil jarak ukuran. Multipath mempengaruhi hasil ukuran
pseudorange dan phase [Abidin, 2006]. Bagaimana efek Multipath terjadi dapat dilihat
pada gambar 2.9 berikut ini,

Gambar 2.9 Efek multipath [Shrestha, 2003]


Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mereduksi kesalahan multipath
[Abidin, 2006], yaitu :

Halaman | 21

Hindari lingkungan pengamatan yang reflektif.

Gunakan antena GPS yang baik dan tepat.

Gunakan bidang dasar antena pengabsorbsi sinyal yang berguna untuk menahan
sinyal pantulan yang datang dari bawah horizon antena.

Jangan mengamati satelit yang berelevasi rendah.

Lakukan pengamatan yang relatif panjang dan kemudian reratakan data


pengamatan.

2.5.3

Bias Ionosfer
Ionosfer adalah lapisan atmosfer dimana terdapat sejumlah elektron dan ion

bebas yang mempengaruhi perambatan gelombang radio. Lapisan ionosfer terletak kirakira 60 1000 km di atas permukaan bumi. Jumlah elektron dan ion bebas tergantung
pada besarnya intensitas radiasi matahari serta densitas gas pada lapisan tersebut
[Permana, 2002].
Lapisan ionosfer mempengaruhi kecepatan sinyal baik itu fase maupun kode.
Pada sinyal fase, ionosfer akan meningkatkan kecepatan sinyal fase sehingga waktu
tempuh sinyal menjadi lebih pendek dan sebaliknya pada kode, ionosfer akan
menurunkan kecepatan sinyal sehingga waktu yang ditempuh sinyal menjadi lebih
panjang. Secara teori, untuk menghilangkan bias ionosfer cukup sulit mengingat tidak
adanya model yang memuaskan karena bias ini terpengaruh secara spasial dan
temporal.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mereduksi efek bias ionosfer
yaitu [Abidin, 2006] :

Gunakan data GPS dari dua frekuensi (L1 dan L2).

Lakukan Pengurangan (differencing) data pengamatan.

Perpendek baseline.

Gunakan model prediksi global ionosfer (untuk data GPS satu frekuensi)
seperti model Bent dan Klobuchar.

Gunakan parameter koreksi yang dikirimkan oleh sistem Wide Area


differensial GPS (WADGPS).

Halaman | 22

2.5.4

Bias Troposfer
Sinyal dari satelit GPS untuk sampai ke antena harus melalui lapisan troposfer,

yaitu lapisan atmosfer netral yang berbatasan dengan permukaan bumi dimana
temperatur menurun dengan membesarnya ketinggian. Lapisan ini umumnya disebut
lapisan troposfer. Lapisan troposfer mempunyai ketebalan sampai 40 km [HoffmanWellenhoff et al., 1992] dan tergantung spasial dan temporal. Sinyal GPS saat melalui
lapisan troposfer akan mengalami refraksi. Efek utama dari troposfer akan berpengaruh
pada kecepatan dan arah sinyal GPS atau dengan kata lain terhadap hasil ukuran jarak.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.10 [Abidin, 2006] berikut ini,

Gambar 2.10 Efek troposfer terhadap sinyal GPS


Pada frekuensi sinyal GPS (hingga 15 GHz), magnitude dari bias troposfer tidak
tergantung pada frekuensi sinyal, oleh sebab itu besarnya tidak dapat diestimasi
menggunakan pengamatan pada 2 frekuensi, perlu dicatat bahwa pseudorange dan fase
keduanya diperlambat oleh lapisan troposfer dan besarnya magnitude bias troposfer
pada 2 data pengamatan tersebut dapat dikatakan sama. Magnitude bias troposfer
berkisar sekitar 2.3 m di arah zenith sampai 20 m pada 10o di atas horizon.
Bias troposfer biasanya dipisah menjadi komponen kering (dry component 90%
dari bias total) dan komponen basah (wet component 10% dari bias total). Dengan
menggunakan model troposfer (model Hopfield, Saastamoinen, dll) serta data ukuran
meteorologi (temperatur, kelembaban, dan tekanan) di permukaan bumi, magnitude
komponen kering dari bias troposfer biasanya dapat diestimasi sampai ketelitian 1%.

Halaman | 23

Sedangkan magnitude komponen basah yang tergantung pada kandungan uap air
sepanjang lintasan sinyal, biasanya lebih sulit diestimasi secara teliti dari data
pengamatan meteorologi di permukaan bumi. Magnitude komponen basah hanya bisa
diprediksi sampai dengan ketelitian 3- 4 cm akibat pengaruh uap air secara spasial dan
temporal [Shrestha, 2003].
Dalam penentuan posisi menggunakan GPS ada beberapa cara yang dapat
diterapkan untuk mereduksi efek troposfer [Abidin, 2006], yaitu :

Differencing hasil pengamatan.

Perpendek baseline.

Kedua stasiun pengamat berada pada ketinggian dan kondisi meteorologi relatif
sama.

Penggunaan model koreksi standar troposfer seperti model Hopfield dan


Saastamoinen.

Model koreksi lokal troposfer.

Penggunaan Water Vapour Radiometer untuk estimasi besar komponen basah.

Estimasi besar bias troposfer.

Penggunaan parameter koreksi dari sistem Wide Area Differential GPS


(WADGPS).
Untuk penggunaan model koreksi troposfer yang umum digunakan diantaranya

sebagai berikut [Permana, 2002],


MODEL SAASTAMOINEN
=

0.002277

. +

1255

+ 0.05 . 2

(2.1)

MODIFIED MODEL (adanya faktor ketinggian lokasi titik pengamatan dan ketinggian
serta sudut zenith satelit) dengan formulasi sebagai berikut,
=

0.002277

. +

1255

+ 0.05 . 2 +

(2.2)

Pada modified model saastamoinen, nilai faktor koreksi R dapat menggunakan


informasi pada tabel 2.4 sebagai beikut,

Halaman | 24

Tabel 2.4 Nilai faktor koreksi R model Saastamoinen [Hoffman-Wellenhof et al., 1992]

2.6

Metode dan Strategi


Sinyal GPS akan dipengaruhi oleh beberapa kesalahan dan bias. Salah satu bias

yang mempengaruhi data pengamatan satelit GPS adalah yang berkaitan dengan
medium propagasinya [Abidin, 2006].
Secara elektrik lapisan troposfer adalah netral yaitu medium non-dispersif untuk
gelombang radio pada frekuensi sampai 15 GHz. Pengaruh refraksi troposfer pada
modulasi fase dan kode adalah sama. Namun sebagian dari energi sinyal terserap oleh
gas-gas yang tidak terionisasi seperti karbondioksida dan molekul air, akibatnya
menimbulkan delay atau jeda sinyal sekitar 1.9 2.5 m pada arah zenith dan 30 m pada
arah horizon. Delay ini bervariasi terhadap temperatur, tekanan, kelembaban, dan
berdasarkan lokasi spasial dan temporal dari receiver. Besarnya penyimpangan jarak
yang disebabkan oleh perlambatan waktu tempuh pada troposfer disebut dengan Zenith
Tropospheric Delay (ZTD).
ZTD dapat dibagi dalam 2 komponen yaitu hidrostatik dan basah. Komponen
hidrostatik terdiri dari gas-gas kering dan komponen basah merupakan hasil dari uap air.
Kontribusi fraksi hidrostatik sekitar 90% dari total refraksi troposfer. Nilai komponen
hidrostatik berubah secara smooth dan dipengaruhi oleh tekanan, sehingga nilainya bias
ini dianggap stabil. Komponen basah bernilai 10% dari total delay troposfer dan
dipengaruhi oleh uap air yang bervariasi secara spasial dan temporal sehingga

Halaman | 25

komponen basah sulit untuk diestimasi. Dalam penentuan posisi teliti, koreksi delay
diperlukan terutama dalam penentuan komponen tinggi.
Delay troposfer pada saat sinyal melalui troposfer didefinisikan sebagai [Wedyanto,
2007] :
=

(2.3)

n (indeks refraksi) berhubungan dengan refraktivitas troposfer N trop, yaitu :


= 1 . 106

(2.4)

Sehingga untuk delay troposfer pada sinyal satelit didapatkan persamaan :

= 106

(2.5)

Hopfield membagi refraktivitas menjadi 2 komponen, komponen kering dan komponen


basah, persamaannya adalah :

(2.6)

Dengan memperhitungkan komponen hidrostatik dan komponen basah, delay troposfer


untuk sinyal satelit adalah :

= 106

= 106

+ 106

(2.7)

(2.8)

Perlu diperhatikan disini bahwa faktor pembelokan (bending) tidak diperhitungkan.


2.6.1

Pengamatan Carrier Phase


Hasil ukuran fase sinyal dalam unit jarak dari pengamat ke satelit bukanlah

merupakan jarak absolut, tetapi merupakan jarak yang ambigu. Untuk mengubah data
fase menjadi data jarak, maka ambiguitas fase atau cycle ambiguity (N) harus ditentukan
terlebih dahulu. Seandainya nilai ambiguitas fase dapat ditentukan secara benar, maka
jarak fase tersebut akan menjadi ukuran jarak yang sangat teliti dengan tingkat

Halaman | 26

presisinya dalam orde mm dan dapat digunakan untuk aplikasi-aplikasi yang menuntut
ketelitian posisi yang tinggi dalam orde mm-cm [Abidin, 2000].
Dalam pengamatan carrier phase, jarak antara receiver dan satelit diperoleh
dengan cara mengamati selisih fase antara fase sinyal pembawa (L1/L2) yang datang dari
satelit dan fase yang dibangkitkan oleh receiver. Pada pengamatan ini, karena dilakukan
pengukuran dengan cara diferensial maka ada sejumlah N cycle gelombang yang tidak
teramati yang dikenal sebagai cycle ambiguity. Besaran N yang ada akan selalu tetap
jumlahnya selama sinyal yang diterima oleh receiver tidak terhalang. Apabila sinyal
terhalang maka terjadilah cycle slip dan besaran N harus ditentukan lagi.
Persamaan jaraknya dengan memperhitungkan pengaruh bias ionosfer, bias
toposfer, noise (p), dan multipath (mp) :

= + + + + i +

(2.9)

Dimana :
Li

= pengukuran fase dalam satuan jarak

= jarak geometrik antara pengamat dan satelit

= efek dari bias di ephemeris satelit

dtrop = bias jarak disebabkan oleh troposfer


dion

= bias jarak disebabkan oleh ionosfer

dT

= bias jarak karena kesalahan waktu di satelit

dt

= bias jarak karena kesalahan waktu di receiver

= panjang gelombang sinyal

= ambiguitas fase

MCi

= efek dari multipath fase

= noise dari fase

subkrip i menunjukan frekuensi sinyal (L1 / L2).


Kemudian dari persamaan tersebut, nilai delay troposfer dapat diketahui melalui
persamaan secara diferensial,

12
= 12
12

(2.10)

Halaman | 27

12
= 12
+ 12
+ 12
12
) (

+ + i i + ( )
(2.11)
Dimana :

12

= jarak fase antara satelit dan titik pengamatan

12

= jarak fase antara satelit dan titik kontrol

Persamaan diferensial dapat dilihat pada gambar sebagai berikut,


Satelit l
A1 l

Satelit k
A1 k

A2l

A2 k

Titik 1 (Bako)

Titik 2 (ITB)
Gambar 2.11 Pengamatan diferensial

Dengan asumsi komponen kesalahan telah diketahui dan terkoreksi, maka nilai
kesalahan jam satelit dan jam receiver

12 12

terkoreksi

akibat proses diferensial. Delay ionosfer ( ) pada kedua ukuran jarak fase dapat
direduksi dengan menggunakan persamaan kombinasi linier (L3). Kesalahan multipath

pada kedua persamaan jarak fase diasumsikan hilang akibat penggunaan cut
off angle. Kesalahan ephemeris 12
tereduksi dengan penggunaan informasi orbit

yang teliti, dan nilai noise ( ) pada kedua persamaan tersebut disimpan, maka
dapat ditentukan nilai delay troposfer,

12
= 12
+ 12
12
+ error ( sisa kesalahan)

(2.12)

Apabila diketahui koordinat titik ikat (1), koordinat fix titik pengamatan (2), dan koreksi
troposfer titik ikat (dtrop1), maka didapatkan delay troposfer pada titik pengamatan,

12
= 1 + 12
2 12

(2.13)
Halaman | 28

2.6.2

Penentuan Komponen ZTD menggunakan GPS dan Model Hopfield


Secara umum prinsip penentuan kandungan uap air di atmosfer menggunakan

GPS didasarkan pada bias yang dihasilkan oleh lapisan troposfer. Bias troposfer
dipisahkan menjadi bias yang dihasilkan oleh komponen hidrostatik dan komponen
basah. Besarnya delay yang dihasilkan oleh komponen kering dapat di estimasi dengan
baik menggunakan data ukuran tekanan udara permukaan sampai ketelitian pada level
milimeter [Victoria, 2005]. Delay pada komponen kering memberikan kontribusi
terbesar pada delay troposfer.
Dengan menggunakan model troposfer (Hopfield, Saastamoinen, dll) di
permukaan bumi, magnitude komponen kering dari delay tropofer biasanya dapat
diestimasi dengan kesalahan 0.1%, sedangkan magnitude dari komponen basah yang
bergantung pada kandungan uap air sepanjang lintasan sinyal, biasanya lebih sulit untuk
diestimasi secara teliti menggunakan data pengamatan meteorologi.
Pada arah zenith, bias troposfer yang dipengaruhi perambatan (delay) sinyal GPS
dikenal sebagai ZTD. Sedangkan bias yang dihasilkan dari komponen kering dan basah
pada arah zenith dikenal dengan Zenith Hydrostatic Delay (ZHD) dan Zenith Wet Delay
(ZWD) [Permana, 2002].
Harga ZTD sebenarnya merupakan faktor koreksi untuk menentukan jarak satelit
GPS ke antena receiver GPS. Karena itu harga ZTD dapat digunakan untuk
mengarakterisasi kondisi troposfer disekitar daerah pengamatan GPS dengan cara
mengetahui perbedaan jarak yang diinformasikan GPS yang telah dikoreksi GPS tanpa
koreksi troposfer. Cara lain mengestimasikan ZTD adalah dengan menghitung besarnya
kesalahan posisi yang diberikan dari proses pengolahan data GPS dengan tidak
memasukkan bias troposfer dalam hitungan terhadap posisi sebenarnya dari titik yang
bersangkutan (yang telah diketahui koordinatnya) pada selang waktu tertentu. Saat
semua kesalahan dieleminir dalam proses pengolahan data, maka sisa kesalahan yang
muncul dianggap kesalahan akibat adanya bias yang dihasilkan troposfer. Cara yang
digunakan adalah Invers problem dari penentuan posisi dengan menggunakan GPS yang
akan dijelaskan lebih lanjut.

Halaman | 29

Persamaan dasar data fase untuk menghitung jarak satelit GPS ke antena receiver
adalah sebagai berikut [Wedyanto, 2007] :

= + +

(2.14)

Dimana L adalah jarak satelit GPS ke antena receiver GPS yang dianggap benar,
merupakan jarak satelit GPS ke antena receiver GPS yang terukur, N merupakan bias
ambiguitas dan error lainnya, ZTD merupakan delay troposfer.
=

(2.15)

Dengan mengestimasi besar nilai ZTD dan menghitung besarnya pada permukaan, maka
nilai ZWD dapat diperoleh dengan cara mengurangkan ZTD dengan ZHD (ZHD dihasilkan
dari model dan data pengamatan meteorologis).
=

(2.16)

Untuk menentukan komponen kering atau ZHD dapat dilakukan dengan


menggunakan pemodelan hidrostatik yang berkorelasi terbalik dengan faktor ketinggian
titik atau tempat saat pengamatan. Pemodelan dari delay yang dihasilkan dilakukan
dengan asumsi bahwa atmosfer berada pada kesetimbangan hidrostatik (Hydrostatic
Equillibrum). Model Zenith Hydrostatic Delay Saastamoinen merupakan model yang
sering digunakan. Model saastamoinen diekspresikan melalui persamaan [Shrestha,
2003) :

2.2779+0.0024

10.00266 .cos 2 0.00028

(2.17)

Dimana Ps adalah tekanan total pada permukaan (hektopascal = milibar), merupakan


posisi lintang receiver GPS, dan h adalah tinggi ellipsoid dalam satuan km. Dari
persamaan diatas dapat dilihat bahwa penentuan ZHD akan sangat tergantung pada
tekanan permukaan, komponen lintang, dan tinggi suatu posisi. Untuk mendapatkan
komponen ZHDModel dan ZWDModel salah satunya dengan persamaan berikut ini
[Wedyanto, 2007],

Halaman | 30

Untuk formulasi matematis Model Hopfield

= +

(2.18)

Komponen Kering (ZHD)

= .
10 6

(2.19)

. ,0 .

(2.20)

,0 = 77.64 .

(2.21)

= 40136 + 148.72 273.16

(2.22)

1
sin

(2.23)

2 + 6.25 0.5

Komponen Basah (ZWD)

= .
10 6

(2.24)

. ,0 .

,0 = 12.96 .

+ 3.718. 105 .

(2.25)

= 11.000

(2.26)
(2.27)

1
sin 2 + 2.25

0.5

(2.28)

Keterangan,
P

= tekanan atmosfer (mbar)

= tekanan parsial dari uap air (mbar)

= temperatur (oK)

= sudut elevasi (derajat)

mf

= mapping function untuk komponen

= ketinggian lapisan komponen

= refraktivitas komponen di permukaan bumi

Halaman | 31

2.6.3

Kandungan uap air dalam troposfer


Uap air adalah air yang berada dalam fase dan bentuk gas. Jumlahnya bervariasi

dari waktu ke waktu dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun secara umum
diperkirakan jumlah atau konsentrasi uap air di atmosfer berkisar antara hampir 0%
sampai dengan 4%. Perubahan yang ekstrim dari jumlah uap air disebabkan karena
kemampuan uap air yang unik untuk berada pada tiga fase atau bentuk pada temperatur
yang umum ada di bumi [Riyadh, 2006]. Kandungan uap air dalam troposfer menurun
drastis sesuai dengan kenaikan ketinggian. Dari jumlah yang berkisar antara 0% sampai
dengan 4% tersebut, hampir seluruhnya (99%) berada pada lapisan troposfer.
Untuk mendapatkan kandungan uap air, jumlah tersebut didapatkan melalui
PWV (Precipitable Water Vapour) yaitu jumlah uap air di arah zenith receiver bila
berbentuk cairan [Shrestha, 2003]. Nilai PWV didapatkan dari persamaan 2.29
[Wedyanto, 2007] sebagai berikut,
=

(2.29)

Nilai (dipengaruhi massa jenis air, bobot temperatur rata-rata atmosfer, dll) adalah
konstanta tanpa dimensi yang memiliki nilai 0.15. Nilai ZWD didapatkan dari persamaan
2.16 (Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bab 2.6.2).

Halaman | 32

You might also like