Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki pengetahuan
yang baik mengenai anatomi dan struktur membran fetal, serta memahami
patogenesis terjadinya ketuban pecah dini, sehingga mampu menegakkan diagnosis
ketuban pecah dini secara tepat dan memberikan terapi secara akurat untuk
memperbaiki luaran / outcome dan prognosis pasien ketuban pecah dini dan bayinya.
1.2.
Tujuan
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 09 Juni 2015 pukul
19.10 Wita di ruang VK Mawar RSUD AW. Sjahranie Samarinda.
Anamnesis:
Identitas pasien:
Nama
: Ny. KM
Umur
: 31 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: IRT
Suku
: Jawa
Alamat
: Samarinda
Masuk RS (MRS)
: 09 Juni 2015
Identitas suami:
Nama
: Tn. Ro
Umur
: 36 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Buruh
Suku
: Jawa
Alamat
: Samarinda
Keluhan Utama:
Keluar air air dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan keluar air-air dari jalan lahir sejak 6 jam SMRS hingga
membasahi sarung. Air-air tersebut jernih dan sedikit berbau. Selain itu, perut
kencang-kencang dialami pasien sejak 2 jam SMRS yang. Tidak ada keluhan keluar
lendir darah. Pasien hanya periksa 1x kehamilan pada usia kehamilan 5 bulan di
bidan.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu dan adik pasien mengalami hipertensi
Riwayat Haid:
-
TP : 17 Juni 2015
Riwayat Perkawinan:
Perkawinan pertama, lama menikah 9 tahun, pertama kali kawin saat usia 22 tahun.
Riwayat Obstetrik:
No
Tahun
Tempat
Umur
Partus
Partus
kehamilan
2008
2015
Praktek
Bidan
Aterm
Jenis
Penolong
Persali
Persalina
nan
Spontan
Bidan
Jenis
Kelamin
Anak/
BB
L / 2900
gram
Keadaan
Anak
Sekarang
Hidup
Hamil ini
Kontrasepsi:
Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan dengan lama penggunaan 3 tahun
Pemeriksaan Fisik
Antropometri
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 92 kali/menit
: 36,7 C
Status Generalisata
Kepala
: normocephal
Mata
Telinga
Hidung
Tenggorokkan
Leher
Thoraks
Jantung
Paru-paru
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Ekstremitas
Superior
Inferior
Inspeksi
Palpasi
Leopold I
: teraba bokong.
Leopold II
Leopold III
: teraba kepala.
Leopold IV
His
Auskultasi
Hasil Lab
Nilai Normal
Hb
10,0 mg/gl
11,0-16,00 mg/dl
Ht
31,1 %
37-54%
BT
2-5
CT
5-10
Leu
8.300 L
4000-10.000 L
Pemeriksaan
Tr
229.000 L
150.000-450.000 L
GDS
71 gr/dl
60-150 mg/dl
Ureum
21.4
10-40 mg/dl
Creatinin
0.7
0,5-1,5 mg/dl
HbsAg
NR
NR
112
NR
NR
Proteinuria
pH
Pemeriksaan NST
Baseline
: 190 x/menit
Variabilitas
: < 5 dpm
Akselerasi
: (-)
Deselerasi
: (-)
Diagnosis Kerja:
G2P1A0 gravid 38-39 minggu + janin tunggal hidup intrauterin+ presentasi kepala +
Belum inpartu + KPD
Penatalaksanaan
-
MRS
O2 4 lpm
Pro SC Cito
Follow up:
N
Tanggal
Follow up
Lab
o
1.
09/06/201
5
(19.10)
O : TD = 120/80 mmHg, N=
Tirah Baring
Miring kiri
10
02 4 lpm
2.
P:
- Cefotaxime 3 x 1 gr iv
- SF 2 x 300 mg
- As. Mefenamat 3 x 500mg tab
- Laxadin syr 3 x C1
- Venflon
3.
12/06/201
5
S:-
P:
O : TD = 110/80 mmHg, N=
- SF 2 x 300 mg
- As. Mefenamat 3 x 500mg
Laporan Operasi
Diagnosa Pre Operatif
Macam Operasi
Tanggal
09 06 2015
Laporan Operasi
10
11
Permukaaan abdomen
dibersihkan dengan Nacl 0,9 %
Operasi selesai
IVFD RL 20 tpm
Inj. Cefotaksim 3 x 1 gr
Inj. Ketorolac 3 x 30 mg IV
Inj. Tramadol 3 x 100 mg
Drip induksin 2 amp dalam 500 cc 20
tpm
Observasi TTV dan KU
Setelah bising usus (+), minum, diet
bubur, terapi dari jantung lanjut
Cek Hb Post operasi
Laporan Persalinan
Bayi lahir sc pada pukul 21.40 WITA, jenis kelamin perempuan, dengan
Apgar Score (A/S) 8/10, berat badan lahir (BBL) 3500 gram, panjang badan (PB) 52
cm, anus (+), cacat (-)
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.
fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana
sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion
sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya
infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim
protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini
menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran
mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.4
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara
lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup
untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen
di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan
meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan
oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat
pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase
merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas
yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.2
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau
terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga
ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-
14
Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa
dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi,
termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. Dimana 72
% penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm
setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.2
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion
akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.2
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak
kelahiran yang dekat.2
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri.
Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko
terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak langsung dapat
menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak
dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD, namun mekanismenya
belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion, gamelli,
koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis,
serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.2
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini mempunyai
dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
Serviks inkompeten.
15
16
ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler pada selaput ketuban.2
17
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan
terjadinya
degradasi
matriks
ektraseluler
selaput
ketuban.
18
19
20
Diagnosis KPD
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal
atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis
yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi
yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu,
diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau mengeluarkan
cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau kecoklatan sedikitsedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat
disertai dengan demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa
persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien
lebih dari 20 minggu.4
21
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya
nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang
diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan
perkiraan ukuran janin dan presentasi.4
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis.5
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling
didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun
pakis.8
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya
cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah
adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas
nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti,
adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat
membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin
dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila
kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur
serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria
gonorea.4
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan
menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali
22
jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk
melahirkan.4
4. Pemeriksaan penunjang
Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah
menjadi biru.
Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm 3 kemungkinan ada
infeksi.
USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak
plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
Jika umur kehamilan < 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
23
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50g intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.9
24
25
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam
24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu.1
Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara
umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten.1
pecah
dini
yang
terjadi
terlalu
dini
menyebabkan
berdasarkan
umur
dari
kehamilan,
penatalaksanaan
dan
26
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Ny. KM usia 31 tahun datang ke IGD Rumah Sakit A.W. Sjahranie
Samarinda 09 Juni 2015 dengan keluhan utama keluar air-air dari jalan lahir. Setelah
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
didapatkan diagnosis G2P1A0 gravid 38-39 minggu + tunggal hidup + presentasi
kepala belum inpartu + KPD.
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis KPD yang tepat sangat penting untuk
menentukan penanganan selanjutnya. Oleh karena itu, usaha untuk menegakkan
diagnosis KPD harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
4.1.
Anamnesis
Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan yang sesuai dengan
teori ,yaitu pasien mengeluhkan keluar air-air dari jalan lahir sejak 6 jam SMRS
hingga membasahi selembar sarung. Air-air tersebut jernih dan sedikit berbau. Selain
itu, perut kencang-kencang dialami pasien sejak 2 jam SMRS. Tidak ada keluhan
keluar lendir darah. Pasien hanya 1x periksa kehamilan di bidan.
Berdasarkan teori, diagnosis KPD 90% dapat ditegakkan melalui anamnesis.
Dari anamnesis didapatkan pasien merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan
cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan perlu juga
diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut. His belum teratur atau belum ada serta
belum ada pengeluaran lendir darah.
Teori
Pasien merasa basah pada vagina.
Kasus
Pasien datang dengan keluhan keluar
air-air dari jalan lahir
27
Belum
ada
pengeluaran
Belum
pengeluaran
sakit.
lendir
ada
lendir
darah.
Kasus
Tidak ada tanda-tanda infeksi:
Nadi cepat
28
keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE). Pada pasien KPD akan tampak
cairan keluar dari vagina. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, bau
dan pHnya. Air ketuban yang keruh dan berbau menunjukkan adanya proses infeksi.
Teori
Kasus
Pemeriksaan dengan spekulum tampak Tidak
keluar cairan dari OUE
dilakukan
pemeriksaan
dengan spekulum.
Kasus
Pemeriksaan dalam dilakukan :
infeksi.
Untuk
memantau
kemajuan
persalinan.
29
Kasus
Leukosit: 8.300
Dilakukan
pemeriksaan
pH
30
dengan gerakan / aktivitas janin. Interprestasi NST dikatakan reaktif jika terdapat
paling sedikit 2 kali gerakan janin dalam waktu 20 menit pemeriksaan yang disertai
adanya akselerasi paling sedikit 10-15 dpm, frekuensi dasar (baseline) denyut jantung
janin diluar gerakan janin antara 120-160 x/menit dan variabilitasnya antara 6-25
dpm. Adapun indikasi dilakukan pemeriksaan kardiotokografi diantaranya hipertensi
dalam kehamilan, kehamilan dengan diabetes mellitus, kehamilan post-term, IUGR,
ketuban pecah dini, gerakan janin berkurang, kehamilan dengan anemia, kehamilan
ganda, oligohidramnion, polihidramnion, riwayat obstetrik buruk, dan kehamilan
dengan penyakit ibu.6
Teori
Kasus
tanda-tanda infeksi
pemeriksaan USG.
Baseline = 190x/mnt
Variabilitas = <5 dpm
Akselerasi (-)
Deselerasi (-)
31
4.7 Penatalaksanaan
Pada kasus ini, keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal ini pecahnya
ketuban dicurigai terjadi 6 jam sebelum masuk rumah sakit, sementara belum ada
tanda-tanda inpartu pada pemeriksaan dalam, namun telah dlakukan pemeriksaan
NST untuk menilai keadaan janin dan pasien diobservasi.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan
dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap pasien KPD, yaitu umur kehamilan
dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Pemberian antibiotik profilaksis dapat
menurunkan infeksi pada ibu. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan
segera setelah diagnosis KPD ditegakkan. Beberapa penulis menyarankan bersikap
aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan
alasan pasien akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Induksi dilakukan dengan
memperhatikan Bishop score, jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya jika < 5,
dilakukan pematangan serviks, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesarea.
Teori
Pemberian antibiotik profilaksis dapat
Kasus
Pasien diberikan injeksi antibiotik
Cefotaxime 2 x 1gr
Bila
skor
pematangan
pelvik
<
5,
serviks,
lakukan
kemudian
induksi.
Bila
skor
pelvik
>
5,
induksi
persalinan.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang
ditemukan sudah sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan KPD pada pasien ini
pada umumnya tepat, walaupun ada beberapa perlakuan yang sebaiknya dilaksanakan
tidak dilakukan, seperti pemeriksaan USG.
32
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. KM yang berusia 31 tahun
datang ke rumah sakit dengan keluhan utama keluar air-air. Setelah melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka didapatkan G2P1A0
gravid 38-39 minggu + tunggal hidup + presentasi kepala + belum inpartu + KPD +
fetal distress. Pada pasien ini dilakukan persalinan secara SC dikarenakan hasil NST
pasien menunjukkan non-reaktif (fetal distress). Dan secara umum penegakkan
diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat dan sesuai dengan
teori.
33
DAFTAR PUSTAKA
Pecah
Dini.
2011.
Diambil
dari
situs
34
7. Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.
8. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs http://www.scribd.com/doc/
50265897/BAB-I.html. diakses pada tanggal 16 Juli 2012.
35