You are on page 1of 15

MALARIA

A. Pengertian Malaria
Kata malaria berasal dari bahasa Itali Mal yang artinya buruk dan Aria yang
artinya udara. Sehingga malaria berarti udara buruk (bad air). Hal ini disebabkan karena malaria
terjadi secara musiman di daerah yang kotor dan banyak tumpukan air. (koalisi org 2001).
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dan genus
plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. (Prabowo, 2004: 2)
Penyakit malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dan genus
plasmodium masa tunas atau inkubasi penyakit dapat beberapa hari atau beberapa bulan. (Dinas
kesehatan DKI Jakarta)
Berdasarkan pengertian diatas penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi protozoa dan genus plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles yang
masa inkubasi penyakit dapat beberapa hari sampai beberapa bulan.
B. Penyebab Malaria
Penyebab malaria adalah dari genus plasmodium famili plasmodiidae dari orde Coccdiiae
penyebab malaria di Indonesia sampai saat ini di golongkan menjadi empat plasmodium, yaitu:
1.Plasmodium Falsiparum, penyebab penyakit malaria tropika.
2.Plasmodium vivax,penyebab penyakit malaria tertian
3.Plasmodium Malariae, penyebab penyakit malaria kuartana.
4.Plasmodium Ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai umumnya banyak di Afrika.
C. Masa Inkubasi
Masa inkubasi bervariasi pada setiap spesies antara 9-30 hari, gigitan nyamuk dan
munculnya gejala klinis masa inkubasi dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya:
1. Plasmodium Flasiparum antara 12 hari.
2. Plasmodium Vivax antara 13-17 hari.
3. Plasmodium Ovale antara 13-17 hari.
4. Plasmodium Malariae antara 28-30 hari.

Masa inkubasi malaria juga tergantung dan intensitas infeksi, pengobatan yang sudah
pernah didapat sebelumnya dan derajat imunitas penjamu. (Soegijanto, 2004: 6)
D. Patofisiologis
Ada 4 patologi yang terjadi pada malaria, yaitu demam, anemia, imunopatologi dan
anoksia jaringan, yang disebabkan oleh perlengketan eritrosit yang terinfeksi pada endotel
kapiler.
Demam

paroksimal

berbeda

untuk

keempat

spesies

tergantung

dari

lama

manutaskizonnya. Serangan demam disebabkan pecahnya eritrosit sewaktu fase skizogom


eritrositik dan masuknya merozoit kedalam sirkulasi darah. Demam mengakibatkan terjadinya
vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Setelah merozoit masuk dan menginfeksi eritrosit yang
baru, demam turun dengan cepat sehingga penderita merasa kepanasan dan berkeringat banyak.
Anemia disebabkan oleh destruksi eritrosit yang berlebihan, hemolisis autoimun dan gangguan
eritropoesis. Diduga terdapat toksin malaria yang disebabkan gangguan fungsi eritrosit dan
sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit. Splenomegali disebabkan oleh
adanya peningkatan jumlah eritrosit yang ter infeksi parasit sehingga terjadi aktivitas system
RES untuk memfagositosis eritrosit baik yang terifeksi maupun yang tidak. Kelainan patologik
pembuluh darah kapilerdisebabkan karena eritrosit yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket,
perjalanannya dalam kapiler terganggu sehingga mekat pada endotel kapiler, timbul hipoksia
atau anoriksia jaringan. Juga terjadi gangguan integritas kapiler sehingga terjadi pembesaran
plasma. Monosit atau makrofag merupakan partisipan selalu terpenting dalam fagositosis
eritrosit yang terinfeksi (Soegijanto, 2004: 5).
E. Manifestasi Klinis
Secara klinis gejala malaria infeksi tunggal pada penderita nonimun terdiri atas serangan
demam secara berulang dengan interval tertentu (paroksisme) yang diselingi oleh suatu periode
dimana penderita bebas sama sekali dan demam. Sebelum demam penderita biasanya merasa
lemah (malaise), myalgia, sakit kepala, anoreksia, nausea dan muntah. Gejala awal terjadi selama
2-3 hari sebelum paroksisme akut dimulai. Serangan demam dapat terus - menerus (tanpa
interval) pada penderita dengan infeksi campuran (lebih dari satu plasmodium) atau satu jenis
plasmodium tapi infeksi berulang dalam waktu yang berbeda (Soegijanto, 2004: 5).

Gejala malaria muncul 9-14 hari setelah terinfeksi berdasarkan gejalanya dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu:
1. Gejala Umum
a. Menggigil 15 - 60 menit
b. Demam 2 - 6 jam dengan suhu 37,5-40 C
c. Berkeringat 2-4 jam
d. Dapat diikuti sakit kepala, mual dan muntah.
e. Dapat disertai gejala khas masing - masing daerah, seperti diare pada balita (Tim Tim), nyeri
otot dan pegal-pegal pada orang dewasa (Papua), pucat dan pegal pada orang dewasa
(Yogya).
2. Gejala Malaria Parah
a. Gangguan kesadaran lebih dan 30 menit.
b. Kejang beberapa kali dan kejang panas tinggi diikuti gangguan kesadaran
c. Mata kuning dan tubuh kuning
d. Pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan
e. Jumlah kencing kurang (oliguri).
f. Warna urine seperti teh tua.
g. Kelemahan umum (tidak bisa duduk atau berdiri).
h. Nafas sesak
Setelah melewati masa inkubasi pada anak dan orang dewasa timbul gejala demam (periode
peroksimal) yang khas pada malaria yang terlihat dalam 3 stadium, yaitu :
1. Stadium dingin (Cold stage)
Diawali dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemertak, berpakaian dan berselimut
tebal, nadi cepat lemah, bibir dengan jari pucat dan sianosis, kulit kering dan pucat. Stadium ini
berlangsung antara 15 menit sampai dengan 1 jam.

2. Stadium demam (Hot stage)


Setelah kedinginan, penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit kering dan terasa panas
seperti terbakar, disertai nyeri kepala dan mual muntah. Nadi menjadi kuat, suhu badan tinggi
sampai 41C atau lebih, penderita menjadi sangat haus. Stadium ini berlangsung antara 2-12 jam.
Demam disebabkan oleh pecahnya entrosit matang yang berisi skizon yang mengandung
merozoit memasuki sirkulasi darah. Pada plasmodium falcifarumnterval demam tidak jelas
(setiap 24-48 jam). Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale interval demam terjadi setiap 48
jam dan Plasmodium malariae setiap 72 jam. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.
3. Stadium berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, suhu badan menurun dengan cepat kadangkadang sampai di bawah normal. Penderita dapat tidur dengan nyenyak, badan terasa lemah
setelah bangun, stadium ini berlangsung 2-4 jam.
Gejala klinis yang timbul tidak selalu sama pada setiap penderita tergantung dari spesies parasit,
berat infeksi dan umur penderita. Di daerah dengan tingkat endemisitas tinggi (hiper atau
holondemis), pada orang dewasa sering kali tidak dijumpai gejala klinis atau gejala klinis yang
ringan walaupun dalam darahnya mengandung parasit malaria. Hal ini karena imunitas yang
telah timbul pada mereka karena infeksi yang berulang (Soegijanto, 2004: 6)
F. Jenis-Jenis Malaria (Tempo 2003)
1. Malaria Tertiana (paling ringan)
Malaria yang disebabkan Plasmodium Vivax dengan gejala demam dapat terjadi setiap
dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi ( dapat terjadi selama dua minggu setelah infeksi).
2. Demam Rimba (Jungle Fever)
Malaria Aestivo-Autumnal atau disebut juga malaria tropika disebabkan plasmodium
falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini
sering menghalangi darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau dan kematian.

3. Malaria Kuartana
Malaria yang disebabkan plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama
daripada penyakit malaria tertiana atau tropika, gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang lagi tiap tiga hari.
4. Malaria yang Jarang dijumpai
Malaria yang disebabkan plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana.
G. Diagnosis
Penyakit malaria tidak sukar diketahui. Selain dari demamnya kita menduga dan tempat
penderita berasal. Jika di daerah malaria seseorang mendadak demam, timbulnya demam
mungkin berarti terjangkit malaria. Lebih-lebih harus dicurigai jika demamnya khas malaria. Jika
demamnya meragukan dilakukan pemerikasaan darah. Darah diambil dengan tusukan jarum
diujung jari, lalu dioleskan pada sepotong kaca. Diberi warna khusus, lalu diperiksa dibawah
mikroskop. Jika ada sel darah merah mengandung parasit, tandanya positif malaria.
Pengambilan darah untuk memeriksa malaria tidak sembarang waktu. Darah diambil waktu
demam timbul, parasitnya beredar dalam danah, sehingga dari pemeriksaan tidak ditemukan
parasit malarianya. Seolah-olah tidak ada parasitnya. Padahal, sebetulnya parasitnya ada tetapi
sedang bersembunyi. Pemeriksaan darah dilakukan rutin pada pendatang yang memasuki daerah
malaria selama setahun. Dengan pemeriksaan ini dapat lebih dini dapat diketahui jangkitan
malarianya. Pemeriksaan perlu diulang-ulang karena masa tunas penyakit malaria panjang. Pada
pemeriksaan pertama parasitnya mungkin belum muncul di darah baru pemeriksaan ulang
berikutnya parasitnya baru muncul (Handrawanm, 1996).
h. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Malaria, yaitu:
1. Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun
(Elisabeth,1995).
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih
dipercaya dan orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini akibat dan pengalaman

dan kematangan jiwanya (Huclok, 1998). Anak - anak lebih rentan terhadap infeksi parasit
malaria (Depkes, 1999: 19).
2. Jenis Kelamin
Karakter biologis atau kualitas yang membedakan laki-laki dan wanita satu sama lain, seperti
ditampilkan dalam analisis gonad, morfologis (Internal dan eksternal) kromosom dan
karakteristik hormone individu (John H. Direkx,M.D, 2005).
Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin akan tetapi apabila mengenfeksi ibu yang
sedang

hamil

akan

menyebabkan

anemia

yang

lebih

berat

(Depkes,

1999:

19).

3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk mendewasakan seseorang. Dengan demikian setiap usaha
pendidikan itu bertujuan, walaupun kadang tujuannya tidak disadari dan dirumuskan secara
eksplisit (Slameto, 1991).Pendidikan berarti hubungan yang diberikan oleh seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu (Suwarno, 1992).
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin
banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Kuncoroningrat,
1997).
Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan kecemasan, kliends pendidikan tinggi akan
lebih mampu mengatasi, menggunakan koping yang efektif dan konnstruktif daripada seseorang
dengan pendidikan rendah (Broewer, 1983).
4. Status sosial ekonomi
Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah
yang membosankan, berulang dan banyak tantangan (Erich, 1996; Nursalam & Pariani, 2001:
133).Status sosial ekonomi merupakan jenis kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan responden
setiap harinya sebagai penghasilan ekonomi. Terbagi atas 2 kategori yaitu bekerja ( buruh,
swasta, PNS/ ABRI) dan tidak bekerja ( Nursalam & Pariani, 2001: 138) ( skripsi Rohana
Agustina). Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah endemis
malaria erat hubunganya dengan infeksi malaria (Depkes: 1999).

5. Cara hidup
Perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan
dengan citra diri untuk merekfesikan status sosialnya (The Jakarta Consuting Group, 2006)
Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan penyakit malaria. Misalnya: Tidur tidak
memakai kelambu dan senang berada diluar rumah pada malam hari (Depkes, 1999: 19)
6. Riwayat Malaria Sebelumnya
Orang yang pernah terinfeksi penyakit malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk imunitas
sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria
(Depkes, 1999: 19).
i. Pengobatan
Penatalaksanaan malaria ringan / tanpa komplikasi :
Berdasarkan pertemuan komisi ahli malaria (KOMLI) strategi pengobatan malaria secara
nasional telah direkomendasikan untuk dirubah. Hal ini disebabkan sudah lebih dari 25 %
preopinsi di Indonesia telah terjadi multiresistensi terhadap obat standard yang cukup tinggi.
Perubahan mendasar ini sesuai dengan rekomendasi dari WHO untuk secara global di dunia telah
menggunakan obat golongan artemisinin yang di kombinasikan dengan obat lain. Pengobatan
tersebut disebut Artemisinin base Combination Therapy ( ACT )
A. Pengobatan act ( artemisinin combination therapy )
Golongan Artemisinin :
Berasal dari tanaman Artemisia annua. L yang disebut dalam bah. Cina sebagai Qinghaosu .
Obat ini termasuk kelompok seskuiterpen lakton mempunyai beberapa formula seperti :
artemisinin, artemeter, arte-eter, artesunat, asam artelinik dan dihidroartemisinin. Obat ini
bekerja sangat cepat dengan paruh waktu kira-kira 2 jam, larut dalam air, bekerja sebagai obat
sizontocidal darah. Hasil beberapa penelitian bahwa pemakaian obat tunggal menimbulkan
terjadinya rekrudensi, maka di rekomendasikan untuk dipakai dengan kombinasi obat anti-

malaria lain,. Dengan demikian juga akan memperpendek pemakaian obat. Obat ini cepat diubah
dalam bentuk aktifnya dan penyediaan ada yang oral, parenteral/ injeksi dan suppositoria.
Tabel 1. Obat-obat golongan artemisinin
1.

Nama Obat
Artesunat

Kemasan/ tablet/cap
Oral : 50 mg/ 200mg

Dosis
Hari I : 2 mg/kg BB, 2 x sehari,

hari II V : dosis tunggal


Injeksi im/iv : 60 2,4 mg/kg hari I; 1,2 mg/kg/ hari
mg/amp
minimal 3 hari / bisa minum oral
Suppositoria : 100 / 1600 mg/ 3 hari atau 5 mg/kg/ 12
2

Artemeter

200 mg/sup
Oral : 40mg/ 50mg

jam
4mg/kg dibagi 2 dosis hari I;

Injeksi 80 mg/amp

2mg/kg/ hari untuk 6 hari


3,2 mg/kg BB pada hari I; 1,6
mg/kg selama 3 hari/ sampai bisa

Artemisinin

Oral 250mg

minum oral
20mg/kg dibagi

Suppositoria:

10mg/kg untuk 6 hari


2800mg/ 3 hari; yaitu 600 mg dan

dosis

hrI;

100/200/300 / 400/ 400mg hari I dan 2 x 400 mg , 2


3.

Dihidroartemisini

500mg/supp
Oral : 20/60/80 mg

hari berikutnya
2mg/kg BB/dosis 2 x sehari hari I

dan 1 x sehari 4 hari selanjutnya


Suppositoria : 80 mg/

Artheether

sup
Injeksi

i.m

150mg/amp

: b-arteeher (artemotil) : 4,8 dan 1,6


mg/kg 6 jam kemudian dan hari I;
1,6 mg/kg 4 hari selanjutnya

Penggunaan ACT ( Artemisinin base Combination Therapy )


Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi akan mengakibatkan terjadinya
rekrudensi.

Karenanya

WHO

memberikan

petunjuk

penggunaan

artemisinin

dengan

mengkombinasikan dengan obat anti malaria yang lain. Hal ini disebut Artemisinin base

Combination Therapy ( ACT). Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis tetap ( fixed
dose ) atau kombinasi tidak tetap (non-fixed dose ). Kombinasi dosis tetap lebih memudahkan
pemberian pengobatan. Contoh ialah Co-artem yaitu kombinasi artemeter (20mg)+
lumefantrine (120mg). Dosis Coartem 4 tablet 2 x 1 sehari selama 3 hari. Kombinasi tetap yang
lain ialah dihidroartemisinin (40mg) + piperakuin (320mg) yaitu Artekin . Dosis artekin
untuk dewasa : dosis awal 2tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam , masing-masing
2 tablet.
Kombinasi ACT yang tidak tetap saat ini misalnya :
1. Artesunate + mefloquine
2. Artesunate + amodiaqine
3. Artesunate + klorokuin
4. Artesunate + sulfadoksin-pirimetamine
5. Artesunate + pyronaridine
6. Artesunate + chlorproguanil-dapsone (CDA/ Lapdap plus )
7.

Dihidroartemisinin+ Piperakuin + Trimethoprim ( Artecom )

8. Artecom + primakuin ( CV8)


9.

Dihidroartemisinin + naphthoquine

Dari kombinasi diatas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi artesunate +
amodiakuin dengan nama dagang artesdiaquine atau Artesumoon. Obat Artesdiaqune tersedia
untuk program yang saat ini diedarkan pada 10 propinsi. Obat ini dalam sediaanya masih
terpisah yaitu tablet yang kecil adalah artesunate 50 mg sebanyak 12 tablet; dan amodiaquine
200 mg tablet yang besar sebanyak 8 tablet. Dikemas dalam satu doos. Dosis untuk orang
dewasa yaitu artesunate (50mg/ tablet) 200mg (4 tablet) pada hari I III . Untuk
Amodiaquine(200mg/tab) dosisnya adalah 25 -30 mg/kg BB selama 3 hari yaitu 3tablet hari I
dan II dan 11/2 tablet hari III atau 10 mg/kg BB Hari I & II dan 5 mg/kg BB pada hari III.
Tabel 2 : Dosis pemakaian Artesdiaquine berdasarkan umur :
Obat/Umur

Hari

1-5 th

5-10th

10-15th

>15th

Artesunate

H1

( 50 mg)

H2

H3

Total tablet

12

Amodiaquine H1

(200mg)

H2

H3

7-8

Total tablet

Artesumoon obat yang sudah diregistrasikan dan akan beredar di apotik, ialah kombinasi
yang dikemas sebagai blister dengan aturan pakai untuk dewasa tiap blister/ hari ( artesunate+
amodiakuin) diminum selama 3 hari..
Pengembangan terhadap pengobatan masa depan ialah dengan tersedianya formula
kombinasi yang mudah bagi penderita baik dewasa maupun anak ( dosis tetap) dan kombinasi
yang paling poten dan efektif dengan toksisitas yang rendah. Sekarang sedang dikembangkan
obat semi sinthetik artemisinin seperti artemisone ataupun trioxalones sintetik.
Catatan :
Untuk pemakaian obat golongan artemisinin HARUS disertai/ dibuktikan dengan
pemeriksaan parasit yang positif, setidak-tidaknya dengan tes cepat antigen yang positif. Bila
malaria klinis atau tidak ada hasil pemeriksaan parasitologik TETAP menggunakan obat nonACT.

B. Pengobatan malaria dengan obat non-act


Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non ACT telah dilaporkan dari
seluruh propinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup efektif baik terhadap klorokuin
maupun sulfadoksin pirimetamin ( kegagalan masih kurang 25%). Oleh karenanya dibeberapa
daerah pengobatan menggunakan obat standard seperti klorokuin dan sulfadoksin pirimetamin
masih dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon pengobatan.

Obat non ACT ialah :


1. Klorokuin difosfat/ sulfat, 250 mg garam ( 150 mg basa ), dosis 25 mg basa/ kg BB untuk
3 hari, terbagi 10 mg/kg BB hari I dan hari II, 5 mg / kg BB pada hari III. Pada orang
dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari I & II dan 2 tablet hari III. Dapat dipakai untuk
P. Falciparum maupun P. Vivax.
2. Sulfadoksin-Pirimetamin(SP), (500 mg sulfadoksin + 25 mg pirimetamin), dosis orang
dewasa 3 tablet dosis tunggal ( 1x). Atau dosis anak memakai takaran pirimetamin 1,25
mg/kg BB. Obat ini hanya dipakai untuk plasmodium falciparum dan tidak efektif untuk
P.vivax. Bila terjadi kegagalan dengan obat klorokuin dapat menggunakan SP atau obat
ACT atau Kina.
3. Kina sulfat : ( 1 tablet 220 mg ), dosis yang dianjurkan ialah 3 x 10 mg/ kg BB selama 7
hari, dapat dipakai untuk P. Falciparum maupun P. Vivax. Kina dipakai sebagai obat
cadangan untuk mengatasi resistensi terhadap klorokuin dan SP. Pemakaian obat ini
untuk waktu yang lama (7hari) menyebabkan kegagalan untuk memakai sampai selesai.
4. Primakuin : ( 1 tablet 15 mg ), dipakai sebagai obat pelengkap/ pengobatan radical
terhadap P. Falciparum maupun P. Vivax. Pada P. Falciparum dosis nya 45mg (3tablet)
dosis tunggal untuk membunuh gamet; sedangkan untuk P. Vivax dosisnya 15mg/ hari
selama 14 hari yaitu untuk membunuh gamet dan hipnozoit ( anti-relaps).
Penggunan obat kombinasi non-ACT
Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi, dan belum
tersedianya obat golongan artemisinin, dapat menggunakan obat standar yang dikombinasikan.
Contoh kombinasi ini adalah sebagai berikut :
a.

Kombinasi Klorokuin + Sulfadoksin-Pirimetamin

b.

Kombinasi SP + Kina

c.

Kombinasi Klorokuin + Doksisiklin/ Tetrasiklin

d.

Kombinasi SP + Doksisiklin/ Tetrasiklin

e.

Kina + Doksisiklin/ Tetrasiklin

f.

Kina + Clindamycin

Pemakaian obat-obat kombinasi ini juga harus dilakukan monitoring respon pengobatan sebab
perkembang an resistensi terhadap obat malaria berlangsung cepat dan meluas.

B. P emantauan respon pengobatan:


Pemantauan respon pengobatan sangat penting untuk dapat mendeteksi kegagalan
pengobatan malaria secara dini, sehingga mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas.
Penderita diminta datang kontrol pada hari ke 2 atau 3 untuk diperiksa kembali dan dibuat
sediaan darahnya dan pemeriksaan klinis dan pengukur an temperatur. Dikatakan gagal
pengobatan, apabila terdapat salah satu kriteria berikut (WHO, 2001) :
a. Gagal pengobatan dini (early treatment failure) : didefinisikan sebagai berkembangnya
menjadi 1 atau lebih kondisi berikut ini pada 3 hari pertama pengobatan :
-

Parasitemia dengan komplikasi malaria berat pada hari 1, 2, 3.

Parasitemia pada hari ke 2 > hari 0.

Parasitemia pada hari ke 3 (>25 % dari hari 0)

Parasitemia pada hari ke 3 dengan suhu aksila > 37,5 o C.

b. Gagal pengobatan kasep (late treatment failure) : didefinisikan sebagai berkembangnya


menjadi 1 atau lebih kondisi berikut ini antara hari ke 4 s/d ke 28, dan dibagi dalam 2 sub grup :
Late Clinical (and Parasitological) Failure (LCF) :
- Parasitemia (spesies sama dengan hari ke 0) dengan komplikasi malaria berat setelah hari ke 3.
- Suhu aksila > 37,5 o C disertai parasitemia antara hari ke 4 s/d ke 28.
Late Parasitological Failure (LPF) :
Ditemukan parasitemia (spesies sama dengan hari ke 0) pada hari ke 7, 14 atau 28 tanpa disertai
peningkatan suhu aksila < 37,5 oC.

j. Pencegahan
Pencegahan adalah mengadakan inhibisi terhadap perkembangan suatu penyakit sebelum
penyakit itu terjadi.orang orang yang tidak mempunyai imunitas terhadap malaria yang akan
terpajan dengai nyamuk di daerah endemis harus melakukan upaya pencegahan terhadap gigitan
nyamuk dan lebih baik sebelumnya minum obat profilaksis untuk mencegah malaria.
(Mukono,2000: 6)

Ada tiga cara untuk mencegah malaria, yaitu:


1. Mencegah dan gigitan nyamuk, dengan cara:
a. Tidur dengan menggunakan kelambu.
b. Tutup jendela ketika tidur
c. Oleskan cairan pencegahan gigitan nyamuk.
2. Kontrol perkembangan nyamuk
a. 3M ( menguras, menutup dan mengubur)
b. Memelihara binatang ( ikan) untuk membunuh larva nyamuk
c. Taburkan insektisida khusus untuk membunuh larva nyamuk.
3. Bunuh nyamuk dewasa
a. Semprot ruangan dengan insektisida sebeium tidur.
b. Berpartisipasi dalam kegiatan penyemprotan yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
Pencegahan penyakit malaria menurut Prabowo ada 5, yaitu:
1. Menghindari gigitan nyamuk malaria
2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa
a. Menyemprot rumah
b. Larvaciding, yaitu merupakan kegiatan penyemprotan rawa- rawa yang potensial
sebagai tempat perindukan nyamuk malaria.
c. Biological control, yaitu kegiatan penebaran ikan kepala timah (Panchax-Panchax)
dan ikan guppy/wader cetul (Lebistus Retikulatus) genangan-genangan air yang
mengalir dan persawahan. Ikan-ikan ini berfungsi sebagai pemangsa jentik-jentik
nyamuk malaria.
3. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria.
4. Pemberian obat pencegahan malaria.
5. Pemberian vaksin malaria,

DAFTAR PUSTAKA
1. Dep Kes. RI, 1999. Modul Epidemiologi. Jakarta: Dirjen Depkes.
2. Dep Kes. RI, 2006. Pusat Pengendalaian Operasional Dukungan Kesehatan. Jakarta :

Dirjen DepKes.
3. Dinas Kesehatan DKI Jakarta, 2006. Info Penyakit: www. DepKes, diakses 19 Agustus
2006

4. Mukono, 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University

Pres.
5. Mursito, Bambang. 2002. Ramuan Tradisional untuk Penyakit Malaria. Jakarta:
Penebar Swadaya.
6. Nadesul, Handrawan. 1996. Penyebab, Pencegahan, dan Pengobatan Malaria. Jakarta:
FKUI.
7. Prabowo, Arlan, 2004. Malaria Mencegah dan Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara.
8. Seputar Indonesia. 2006. Kualisi Untuk Indonesia Sehat: www.(http/seputar

Indonesia/1l40306.html, diakses 19 Agustus 2006.


9. Soegijanto, Soegeng. 2004. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis di Indonesia. Jilid 1

Surabaya: Air Langga.


10. Harijanto, PN : Management of Cerebral Malaria. Medical Progress 1999 : 23 -27

You might also like