Professional Documents
Culture Documents
No. ID Peserta
:
Nama Peserta
: dr. Sodiqa Aksiani
No. ID Wahana :
Nama Wahana
: Poli Anak PKPR - Puskesmas Kecamatan Cengkareng
Topik
: Sinusitis Maxillaris Bilateral
Tanggal Kasus
: 30 Maret 2015
Nama Pasien
: An. AN
No. Rekam Medis : 1771-15
Tanggal Presentasi :
Nama Pendamping : dr. Atika Syamsul, MKKK
Tempat Presentasi : Puskesmas Kecamatan Cengkareng
Obyek Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi
: Pria, 15 tahun, penciuman berkurang sejak 5 bulan, bernapas melalui mulut, sering mimisan, gangguan pendengaran
unilateral, tidur mengorok. Inspeksi hidung terdapat sekret, livid, tidak tampak massa. Inspeksi tenggorokan arkus faring rendah. Ro sinus
paranasal Sinusitis Maxillaris Bilateral.
Tujuan
:
Bahan Bahasan :
Tinjauan Pustaka
Cara Membahas :
Diskusi
Riset
Presentasi dan Diskusi
Kasus
Email
Audit
Pos
DATA PASIEN
Nama : An. AN
No. RM : 1771-15
Nama Klinik : Puskesmas Kecamatan Cengkareng
Telpon :
Terdaftar Sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / gambaran klinis : Sinusitis maxillaris bilateral, Keadaan umum pasien saat datang berobat baik, dengan keluhan penciuman
1
berkurang sejak 5 bulan, bernapas melalui mulut, sering mimisan, gangguan pendengaran unilateral, tidur mengorok. Pasien sudah
2.
3.
4.
5.
6.
rumah dan lebih sering jajan. Di rumah os tidak ada yang mempunyai riwayat alergi maupun keganasan.
7. Lain-lain (riwayat imunisasi): Daftar Pustaka :
1. Acute Sinusitis. Availabe at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2600057/ Accessed: Apr, 23th 2015.
2. Chronic maxillary sinusitis. Definition, diagnosis and relation to dental infections and nasal polyposis. Available at
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3705956. Accessed: Apr, 23th 2015
3. Pediatric Sinusitis. Available at https://www.entnet.org/content/pediatric-sinusitis. Accessed: Apr, 25th 2015.
4. Treatment of chronic maxillary sinusitis in children. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3192364. Accessed: May, 2nd
2015.
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis sinusitis maksilaris bilateral dd/ Ca nasofaring
2. Penatalaksanaan sinusitis maksilaris bilateral
3. Edukasi dan pencegahan penyakit sinusitis maksilaris bilateral
OS datang dengan keluhan kurang penciuman sejak 5 bulan yang lalu. Bahkan belakangan ini os tidak dapat bernapas lewat hidung
melainkan hanya melalui mulut. Selain itu os mengeluh hidungnya sering mimisan secara tiba-tiba dan pendengaran sebelah kanan
dirasakan berkurang. Saat sedang tidur, orangtua os mengaku bahwa anaknya mengorok dengan suara kencang.
Sebelumnya, os memang sering mengalami pilek berulang terutama saat udara dingin atau kelelahan. Awalnya penciuman yang berkurang
tidak digubris oleh os karena os berpikir hal tersebut diakibatkan oleh pilek yang dialaminya. Namun 5 bulan belakangan penciuman os
semakin berkurang bahkan tidak dapat menghirup udara melalui hidung. Os pun berobat ke puskesmas dekat rumahnya dan diberi obat tapi
tidak ada perubahan sama sekali. Bahkan keluhan lainnya bermunculan seperti mimisan serta pendengaran sebelah kanan yang berkurang.
Sehari-harinya os adalah pelajar SMK yang bersekolah seperti biasa. Os jarang membawa bekal dari rumah dan diakui lebih sering jajan
sembarangan di samping sekolah.
Obyektif :
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 41 kg
Tanda Vital :
Tekanan darah : 110/90 mmHg
Frekuensi nafas : 20x/ menit
Nadi : 72x/ menit, kuat angkat
Suhu : 36.5 oC
o Pemeriksaan Generalis
o
o
o
o
o
Kulit
Kepala
: Simetris
- Mata
Dada
Paru
:
Thorak
Retraksi i.c
-/-
Perkusi
Palpasi
lapang
Sela iga teraba,tidak
ada bagian yang
4
tertinggal
Auskultasi
Edema :
+5
+5
+5
+5
Akral Hangat :
Sianosis
Ciprofloksasin 2x1
Loratadin 1x1
Dexametason 2x1
Rujuk poli THT RSUD Cengkareng
Edukasi :
Pasien diminta untuk tidak panik saat terjadi mimisan dan menjelaskan kepada pasien penanganan pertama saat mimisan
Menginformasikan kepada pasien agar tidur miring untuk mengurangi mendengkur dan menggunakan masker saat ke sekolah atau
membawa motor
Menginformasikan kepada pasien untuk rutin berobat ke puskesmas
LAPORAN KASUS
SINUSITIS MAKSILARIS BILATERAL
a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), dan kadang-kadang juga
gigi taring dan gigi M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus sehingga infeksi gigi rahang atas mudah naik ke atas
menyebabkan sinusitis.
b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus
melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada
daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
Gambar 2.1 : Anatomi Sinus Maksila
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke-empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel
infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20
tahun (Ramalinggam, 1990). Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainya dan dipisahkan oleh sekat yang
terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih lima persen sinus frontalnya tidak
berkembang (Lee, 2008). Ukuran sinus frontal adalah mempunyai tinggi 2.8 cm , lebarnya 2.4 cm dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya
bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk (Netter, 2006; Soetjipto dan Mangunkusomo,2007). Tidak adanya gambaran septum-septum atau
lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus (Rachman,2005). Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang
relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini (Lund, 1997; Soetjipto dan
Mangunkusomo,2007). Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum
etmoid (Lee, 2008).
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa dan palut lendir di atasnya (Hilger,1997). Di dalam sinus silia bergerak
secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya. Pada dinding lateral
hidung terdapat dua aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum
etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung dengan resesus
sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post nasal
drip), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung (Ramalinggam, 1990; Adam, 1997).
hidung dapat menyebabkan sinusitis. Sinusitis tipe dentogen pula terjadi disebabkan kelainan gigi serta yang sering menyebabkan sinusitis
adalah infeksi pada gigi geraham atas yaitu gigi pre molar dan molar (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).
a. Penjalanan infeksi gigi seperti infeksi periapikal atau abses apikal gigi dari gigi kaninus sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih
sering terjadi pada kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi
mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal (Ross, 1999).
b. Prosedur ekstraksi gigi. Pencabutan gigi ini dapat menyebabkan terbukanya dasar sinus sehingga lebih mudah bagi penjalanan infeksi
(Saragih, 2007).
c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu dijumpai adanya penjalaran infeksi dari membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus
(Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).
d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan sinus maksila (Ross, 1999).
e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan tambahan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan (Saragih, 2007).
f. Osteomielitis pada maksila yang akut dan kronis (Mangunkusomo; Rifki, 2001).
g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista radikuler dan folikuler (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).
h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis (Mangunkusomo
dan Soetjipto,2007).
2.4.4. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam
kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan
viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai
antimikroba serta mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan (Ramalinggam, 1990; Mangunkusomo
dan Soetjipto,2007). Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium.
Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel
mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik (Kieff dan Busaba, 2004). Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus
yang kurang baik pada sinus (Hilger, 1997).
Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda
sehingga jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009). Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan
mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium menyebabkan
periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang
alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasI mukosa sinus. Disfungsi
silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya sinusitis maksila
(Drake, 1997). Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia,
dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.
adanya kelainan apikal atau periodontal mempredisposisi kepada sinusitis tipe dentogen. Gejala sinusitis dentogen menjadi lebih lambat dari
sinusitis tipe rinogen (Mansjoer,2001).
maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskopi dapat dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi
sinus untuk terapi (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).
2.4.7. Terapi
Prinsip terapi :
a. Atasi masalah gigi
b. Konservatif dilakukan dengan memberikan obat-obatan atau irigasi
c. Operatif
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa
serta membuka sumbatan ostium sinus (Tucker dan Schow, 2008). Antibiotik pilihan berupa golongan penisilin seperti Amoksisilin. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan Amoksisilin-Klavulanat atau jenis Cephalosporin
generasi kedua (Chambers dan Deck, 2009). Terapi lain dapat diberikan jika diperlukan seperti mukolitik, analgetik, steroid oral dan topikal,
pencucian rongga hidung dengan natrium klorida atau pemanasan. Selain itu, dapat dilakukan irigasi sinus maksilaris atau koreksi gangguan gigi
(Mangunkusomo dan Soetjipto,2007). Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF) adalah operasi pada hidung dan sinus yang menggunakan
endoskopi dengan tujuan menormalkan kembali ventilasi sinus dan klirens mukosiliar (Longhini; Bransletter; Ferguson, 2010). Prinsip BSEF
ialah membuka dan membersihkan kompleks osteomeatal sehingga drainase dan ventilasi sinus lancar secara alami. Selain itu, operasi Caldwell
Luc dapat juga dilakukan untuk memulihkan sumbatan sinus atau infeksi sinus maksila. Tindakan ini dilakukan dengan mengadakan suatu rute
untuk mengkoneksi sinus maksila dengan hidung sehingga memulihkan drainase (Cho dan Hwang, 2008).
2.4.8. Komplikasi
Komplikasi sinusitis adalah kelainan orbital disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata. Yang paling sering ialah
sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang
dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus
(Mangunkusomo dan Soetjipto,2007). Komplikasi lain adalah infeksi orbital menyebabkan mata tidak dapat digerakkan serta kebutaan karena
tekanan pada nervus optikus (Hilger, 1997).
Osteomielitis dan abses subperiosteal paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada
osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi (Tucker dan Schow, 2008) . Infeksi otak yang paling berbahaya
karena penyebaran bakteri ke otak melalui tulang atau pembuluh darah. Ini dapat juga mengakibatkan meningitis, abses otak dan abses
ekstradural atau subdural (Hilger, 1997).
Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronis dan bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai
dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebelum
sinusitisnya disembuhkan (Ballenger, 2009).
2.4.9. Prognosis
Prognosis sinusitis tipe dentogen sangat tergantung kepada tindakan pengobatan yang dilakukan dan komplikasi penyakitnya. Jika,
drainase sinus membaik dengan terapi antibiotik atau terapi operatif maka pasien mempunyai prognosis yang baik (Mehra dan Murad, 2004).