Professional Documents
Culture Documents
UNIVERSITAS INDONESIA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan segala nikmat dan karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir dengan judul Analisis Praktik Klinik
Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) pada Pasien Fraktur
Radius Ulna di RSUP Fatmawati. Laporan penelitian ini diajukan sebagai salah
satu syarat untuk memenuhi tugas Mata Ajar Karya Ilmiah Akhir. Penulis
menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak,
sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan penelitian ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dewi Irawaty, MA., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia;
2. Ibu Riri Maria, SKp., MANP selaku dosen pembimbing yang telah
mencurahkan segala pikiran, tenaga, dukungan, dan masukan yang sangat
berharga dalam penyusunan laporan ini;
3. Ibu Ns. Sri Sasongkowati, S.Kep selaku pembimbing klinik yang telah
memberikan bimbingan dan dukungan yang luar biasa selama praktik di
ruang rawat bedah orthopedi GPS Lantai 1 RSUP Fatmawati
4. Ibu Lestari Sukmarini, S.Kp., M.Kep. selaku Penasehat Akademik yang
telah membimbing dan memberi dukungan selama ini kepada penulis;
5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf Fakultas Ilmu Keperawatan yang
telah banyak membantu penulis selama perkuliahan dan penyusunan
laporan;
6. Seluruh staf dan perawat di ruang rawat bedah orthopedi GPS Lantai 1
RSUP Fatmawati
7. Kedua orang tua tercinta yang telah merawat dan mendidik penulis dengan
penuh kasih sayang dan pengorbanan, mendoakan, dan memberikan
dukungan secara moril maupun materiil. Juga kepada adik tercinta yang
selalu memberikan dukungan;
8. Seluruh keluarga besar yang telah memberi dukungan dan doa kepada
penulis;
iv
vi
ABSTRAK
Nama: Irma Detia Rini
Judul: Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
(KKMP) pada Pasien Fraktur Radius Ulna di RSUP Fatmawati
Masyarakat perkotaan sebagai bagian dari ruang lingkup kerja dari keperawatan
komunitas memiliki ciri khas tersendiri sehingga ia memiliki segmen yang dikenal
dengan keperawatan kesehatan masyarakt perkotaan. Masyarakat perkotaan
memiliki karakteristik yang khas, salah satunya ialah dalam hal masalah
kesehatan yang dialaminya. Padatnya penduduk, tingginya angka pertumbuhan
kendaraan bermotor, serta faktor gaya hidup menyebabkan timbulnya satu
masalah kesehatan yang khas pada masyarakat perkotaan, yaitu kecelakaan lalu
lintas. Kecelakaan lalu lintas menimbulkan banyak kerugian terutama pada korban
kecelakaan itu. Salah satu masalah yang ditimbulkan dari kecelakaan ialah fraktur.
Hasil praktik mahasiswa di ruang rawat bedah orthopedi RSUP Fatmawati
menunjukkan bahwa berbagai macam fraktur dapat disebabkan oleh kecelakaan
lalul lintas. Oleh karena itu penulis menuangkan salah satu kasus fraktur, yaitu
fraktur radius ulna beserta asuhan keperawatan untuk kasus tersebut. Laporan ini
diharapkan dapat menjadi salah satu bahan rujukan dalam menangani masalah
fraktur khususnya fraktur radius ulna.
Kata kunci: masyarakaat perkotaan, kecelakaan lalu lintas, fraktur, radius, ulna
ABSTRACT
Name: Irma Detia Rini
Title : Analyze of Clinical Practice of Urban Nursing on Patient with Radius
Ulna Fracture at Fatmawati Hospital
Urban communities as part of the scope of work of the nursing community has its
own characteristics so it has a segment known as urban nursing. Urban
communities have distinct characteristics, one of which is in terms of health
problems they experienced. Dense population, high rates of growth in motor
vehicles, as well as lifestyle factors causing the health problems typical in urban
communities, the traffic accidents. Traffic accidents cause a lot of damage,
especially to the victims of the accident. One of the problems arising from
accidents are fractures. Result in the student practices at orthopedic surgery ward
of RSUP Fatmawati indicates that a wide range of fracture can be caused by
traffic accidents. Therefore, the author analyzed one case of fracture, the fracture
radius ulna along with nursing care for these case. The report is expected to be
one of the reference materials in dealing with particular fracture, especially
radius ulna fracture.
Keywords: urban community, traffic accidents, fractures, radius, ulna
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Pengkajian
Lampiran 2
Lampiran 3
Catatan Perkembangan
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan, dan
manfaat penulisan. Tujuan penulisan terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus.
Sedangkan manfaat penulisan terdiri dari manfaat yang bisa didapat dari karya
ilmiah ini untuk penelitian, pendidikan, maupun praktisi keperawatan.
1.1.Latar Belakang
Masyarakat perkotaan merupakan salah satu ruang lingkup dari
keperawatan komunitas yang memiliki segmennya sendiri yaitu keperawatan
kesehatan masyarakat perkotaan. Perawatan kesehatan masyarakat adalah
suatu upaya pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari
pelayanan
kesehatan
yang
dilaksanakan
oleh
perawat
dengan
monoksida,
ataupun
kecelakaan
lalu
lintas.
1
Universitas Indonesia
Salah satu aspek yang dipengaruhi oleh kepadatan penduduk ialah aspek
lalu
lintas.
Bertambah
padatnya
penduduk
meningkatkan
konsumsi
3
mahasiswa selama melakukan praktik profesi mata ajar Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan dan Manajemen selama tujuh minggu di
ruang perawatan bedah orthopedi lantai 1 Gedung Profesor Soelarto RSUP
Fatmawati.
RSUP Fatmawati sebagai rumah sakit rujukan yang unggul dalam bidang
orthopedi telah menangani banyak kasus bedah orthopedi yang sebagian besar
penyebabnya
merupakan
kasus
kecelakaan
lalu
lintas.
Berdasarkan
4
Penatalaksanaan fraktur dengan tepat merupakan hal yang penting untuk
mencegah terjadinya komplikasi dari fraktur itu sendiri. Di antara komplikasi
yang mungkin timbul antara lain syok, sindrom emboli lemak, dan sindrom
kompartemen (Smeltzer & Bare, 2002). Salah satu komplikasi yang diangkat
pada karya ilmiah akhir ini adalah masalah risiko sindom kompartemen.
Penjabaran di atas menunjukkan bahwa masalah fraktur merupakan salah satu
kondisi gangguan kesehatan yang merupakan dampak dari kecelakaan lalu
lintas yang sering dialami oleh masyarakat perkotaan. Oleh karena itu,
disusunlah suatu laporan praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan, khususnya pada peminatan Keperawatan Medikal Bedah pada
pasien dengan fraktur radius ulna. Laporan ini disusun selama tujuh minggu
praktik KKMP yang terintegrasi dengan praktik manajemen keperawatan di
RSUP Fatmawati ruang perawatan bedah orthopedi, lantai 1 Gedung Profesor
Soelarto.
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari karya ilmiah ini adalah untuk menganilisa praktik
KKMP dengan kasus kelolaan fraktur radius ulna di ruang rawat GPS
Lantai 1 RSUP Fatmawati
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari karya ilmiah ini adalah:
1. Menganalisa kasus berdasarkan teori KKMP
2. Menganalisa kasus kelolaan klien dengan fraktur radius ulna
berdasarkan teori fraktur dan penatalaksanaannya
3. Menganalisa salah satu intervensi yang diberikan pada klien
kelolaan,
yaitu
tindakan
edukasi
praoperasi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Bab ini akan menguraikan teori yang mendasari analisa kasus, yaitu teori
mengenai keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan, kecelakaan lalu lintas,
fraktur radius ulna, keperawatan praoperasi, keperawatan pascaoperasi, serta
tindakan edukasi praoperasi.
2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Pemaparan teori mengenai keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan
ini akan terbagi dalam konsep keperawatgan masyarakat perkotaan, agregat,
serta kondisi gawat darurat (emergency) sebagai salah satu masalah kesehatan
perkotaaan.
2.1.1 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Perawatan kesehatan masyarakat diartikan sebagai suatu bentuk
pelayanan keperawatan yang merupakan bagian yang menyatu dari
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh perawat bersama dengan
tim kesehatan lain dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan
yang lebih baik bagi individu, keluarga dan masyarakat (Depkes RI,
1996).
Salah satu ruang lingkup perawatan kesehatan masyarakat adalah
masyarakat
perkotaan.
Masyarakat
perkotaan
tentunya
memiliki
7
keperawatan komunitas dan keperawatan klinik, yang berfokus pada
populasi. Kemudian, masyarakat perkotaan juga menekankan pada proses
prefentif dan promotif dengan memberdayakan kemampuan selfcare
klien. Penggunaan pengesahan/pengukuran dan analisa, prinsip teori
organisasi, dan kolaborasi juga merupakan ciri khas dari keperawatan
masyarakat perkotaan.
2.1.2 Konsep Agregat
Masyarakat perkotaan sendiri terdiri dari kelompok myang terbagi
ke dalam rentang usia yang dimulai bayi, anak sekolah, remaja, dewasa,
ibu hamil, lansia, dan agregat lainnya sepeti agregat pekerja dan agregat
jobless. Masing-masing agregat tersebut memiliki kebutuhan akan
perawatan kesehatan yang khusus sesuai dengan masalah kesehatan yang
dialaminya.
Salah satu agregat yang penulis angkat berkenaan dengan kasus
yang dikelola ialah agregat pria dewasa. Berikut ini merupakan aspek
yang perlu diperhatikan terkait karakteristik kesehatan dari agregat pria
dewasa menurut Nies dan McEwen (2007):
1. Sudut pandang biologi: terdapat pengaruh genetik, hormone, dan
factor lingkungan yang mempengaruhi angka mortalitas dan
morbiditas
pria.
Perbedaan
faktor
hormon
misalnya,
akan
Data
statistik
menunjukkan
bahwa
pria
cenderung
8
bermotor pada pria. Selain itu, pria juga berisiko dalam hal
penggunaan NAPZA dan alkohol.
3. Orientasi tentang penyakit serta pencegahannya: persepsi umum
masyarakat tentang pria dan kekuatannya mempengaruhi perilaku pria
dalam hal orientasi penyakit serta pencegahannya. Pria akan lebih
mengacuhkan gejala fisik yang dirasakan sehingga seringkali akibat
yang lebih parah tidak dapat dicegah.
4. Perilaku pelaporan kesehatan. Pria lebih tertutup terhadap situasi
kesehatannya saat diwawancara baik itu secara tatap muka atau via
telepon. Hal ini juga dikarenakan pria kurang mengingat riwayat
kesehatan selama ini, baik itu masalah kesehatan yang pernah dialami
hingga tindakan medis yang diterima.
2.1.3 Konsep Keadaan Darurat (Emergency)
Masalah kesehatan yang lain yang menyangkut masyarakat
perkotaan antara lain masalah kesehatan terkait kondisi darurat
(emergency) dam bencana. Keadaan darurat (emergency) adalah
situasi/kondisi/kejadian yang tidak normal, yaitu terjadi tiba-tiba,
mengganggu
kegiatan/organisasi/kumunitas,
dan
perlu
segera
dalam
menciptakan
keadaan
darurat
tersebut.
Peristiwa
Universitas Indonesia
9
2.2. Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas menurut pasal 93 Peraturan Pemerintah Nomor 43
tahun 1993 ayat 1 dalam Subair (2008) adalah suatu peristiwa di jalan yang
tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau
tanpa pemakai jalan lainnya yang mengakibatkan korban manusia atau
kerugian harta benda. Dirjen Perhubungan Darat (2011) menyatakan bahwa
kecelakaan merupakan penyebab kematian ketiga setelah HIV/AIDS dan
TBC.
Direktorat
Jendral
Perhubungan
dari
Dinas
Perhubungan
Universitas Indonesia
10
Sementara itu, Dishubkominfo NTB (2013) menyatakan bahwa faktor
penyebab kecelakaan antara lain (1) Pemahaman tentang tata cara berlalu
lintas kurang; (2) Kurang kesadaran masyarakat tentang keselamatan LLAJ;
(3) Keselamatan hanya sebagai slogan (mudah diucapkan tetapi sulit
dilaksanakan); (4) Kurang bisa menghargai orang lain dalam berlalu lintas;
(5) Dampak program sosialisasi dan kampanye tertib lalin masih sangat
terbatas; (6) Kurangnya pengetahuan tentang cara berlalu lintas; (7) Suka
ngebut dan ugal-ugalan di jalan; (8) Penggunaan lajur kiri khusus sepeda
motor yang sering diabaikan; (9) Menggunakan HP saat berkendara; (10)
Kurang menghargai keselamatan diri dan orang lain.
Kecelakaan lalu lintas sebagai suatu hal yang tidak diharapkan juga
menimbulkan beberapa akibat, antara lain (Dirjen Perhubungan Darat, 2013):
1. Kerusakan kendaraan dan isinya
2. Biaya rumah sakit dan pengobatannya
3. Jasa polisi dan pelayanan darurat
4. Kerusakan lainnya (rumah,dll)
5. Kehilangan anggota badan
6. Kehilangan nyawa atau meninggal
2.3 Fraktur Radius Ulna
Konsep terkait fraktur radius ulna yang akan dibahas di sini antara lain
meliputi definisi, klasifikasi, tanda dan gejala, komplikasi, proses
penyembuhan, prinsip penatalaksanaan, serta tindakan pembedahan.
2.3.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Smeltzer &
Bare, 2002). Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berubah
trauma langsung (Smeltzer & Bare, 2002), misalnya benturan pada
lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan
dapat berubah trauma tidak langsung (LeMone & Burke, 1996),
misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang
klavikula atau radius distal patah.
Universitas Indonesia
11
Fraktur radius ulna biasanya terjadi karena trauma langsung
sewaktu jatuh dengan posisi tangan hiperekstensi. Hal ini dikarenakan
adanya mekanisme refleks jatuh di mana lengan akan menahan badan
dengan posisi siku agak menekuk (Busiasmita, Heryati & Attamimi,
2009). Kekhasan dari fraktur radius ulna dapat dipengaruhi oleh otot
antar tulang, yaitu otot supinator, pronator teres, pronator kuadratus
yang memuat gerakan pronasi-supinasi yang berinsersi pada radius dan
ulna.
2.3.2 Klasifikasi
Fraktur dapat dibagi menurut
patahan tulang denga dunia luar, yaitu fraktur tertutup dan fraktur
terbuka yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk kedalam
luka sampai ke tulang yang patah (Black, 2009). Patah tulang terbuka
dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka
dan berat ringannya patah tulang.
Fraktur juga
Universitas Indonesia
12
3. Adanya pemendekan tulang
Hal ini diakibatkan oleh kontraksi otot yang melekat di atas dan di
bawah fraktur.
4. Pembengkakan dan Perubahan Warna
Hal ini terjadi karena adanya respon inflamasi. Saat terjadi fraktur,
fragmen tulang yang patah akan turut melukai jaringan sekitarnya
sehingga terjadi respon inflamasi yang diawali dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan pelepasan mediator-mediator.
2.3.4 Komplikasi
Komplikasi patah tulang meliputi:
1. Komplikasi awal
a. Syok
Syok hipovolemik dapat terjadi karena kehilangan darah yang
terjadi, baik itu melalui perdarah eksternal maupun internal
(Smeltzer & Bare, 2002).
b. Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak merupakan suatu kondisi terjadinya oklusi
dari pembuluh darah yang kecil oleh globula lemak (LeMone &
Burke, 1996). Hal ini dikarenakan tekanan pada sumsum tulang
yang lebih tinggi dibandingkan pembuluh darah atau akibat
katekolamin yang dilepaskan pada reaksi stress (Smeltzer & Bare,
2002).
c. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen terjadi ketika pasokan darah tidak
memenuhi kebutuhan perfusi jaringan (Smeltzer & Bare, 2002).
Komplikasi ini dapat terjadi karena penurunan kompartemen otot
yang diakibatkan fasia yang melapisi otot terlalu ketat atau gips
atau balutan yang terlalu kuat. Selain itu disebabkan pula oleh
peningkatan isi kompartemen akibat edema. Komplikasi ini sering
terjadi pada tulang yang panjang dan memiliki manifestasi klinik
adanya keluhan nyeri yang dalam, sensasi kesemutan, hilangnya
Universitas Indonesia
13
sensai, juga adanya edema (LeMone & Burke (1996) dan
Smeltzer & Bare, (2002)).
d. Komplikasi lain seperti tromboemboli, infeksi, dan koagulopati
intravaskuler diseminata
2.3.5 Proses Penyembuhan
Proses penyembuhan fraktur menurut Smeltzer & Bare (2002):
1. Fase hematoma (0-3hari): terjadi inflamasi lokal akibat perdarahan,
namun tidak diserap kembali. Berubah dan berkembang menjadi
granulasi
2. Fase proliferasi sel (3hari-2 minggu): ujung peri-endosteum dan
sumsum tulang mensuplai sel. Terbentuk fibrokartilago, hialin
kartialgo, dan jaringan penyambung fibrosis. Terbentuk colar
(jembatan), mengelilingi ujung distal dan proksimal fraktur, dan
menyambung
3. Fase prokalus (3-10hari setelah granulasi): kartilago dan matriks
tulang melebur membentuk pro-kalus (anyaman tulang), melindungi
tulang tapi tidak kuat. Maksimal 14-21 hari. Bentuk lebih besar dari
tulang normal, masih perlu immobilisasi.
4. Fase osifikasi (3-10minggu): kalus permanen menutup celah fraktur.
Pertama: eksternal kalus-periosteum dan korteks. Kedua: internal
kalus-medulary plug. Ketiga: intermediate. Kekuatan hampir
sempurna.
5. Fase
remodeling/konsolidasi
(sampai
satu
tahun).
kelebihan
14
2. Reduksi, merupkan reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin
dengan letak normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
- Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual
dengan traksi atau gips
- Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan
melalui pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat
misalnya; pin, plat yang langsung kedalam medula tulang.
3. Retensi, merupakan metode-metode yang dilakukan
untuk
pre
operasi
dimulai
ketika
keputusan
tindakan
Universitas Indonesia
15
terdekat dalam wawancara, memastikan kelengkapan pemeriksaan praoperasi,
mengkaji kebutuhan klien dalam rangka perawatan post operasi.
Hal yang pertama dilakukan adalah pengkajian. Sebelum operasi
dilaksanakan pengkajian menyangkut riwayat kesehatan klien, pemeriksaan
fisik, dan pemantauan tanda-tanda vital. Klien juga menjalani pemeriksaan
diagnostik sesuai dengan kebutuhan seperti analisa darah, endoskopi, rontgen,
endoskopi, biopsi jaringan, dan pemeriksaan feses dan urine. Perawat
berperan untuk memberikan penjelasan mengenai
tujuan dilakukan
memberikan
penyuluhan
klien
pre
operasi
perlu
16
Beberapa
penyuluhan
atau
instruksi
pre
operasi
yang
dapat
Universitas Indonesia
17
2.6 Tindakan Edukasi Praoperasi
Tindakan edukasi praoperasi merupakan bagian dari tanggung jawab
perawat pada fase operasi. Hal ini penting dilakukan untuk mempersiapkan
klien sebelum menjalani operasi. Edukasi praoperasi secara ilmiah terbukti
bermanfaat untuk mempersiapkan klien sebelum operasi. Hal ini dibuktikan
oleh Kruzik (2009) di mana komunikasi dan pendekatan yang baik pada
pasien praoperasi membantu pasien memiliki persepsi yang positif dan
memiliki kesiapan untuk menjalani operasi.
Manfaat yang diperoleh dari tindakan edukasi praoperasi antara lain
mengurangi waktu rawat klien di rumah sakit, mengurangi perilaku klien
dalam meminta obat penghilang rasa sakit setelah operasi, dan meningkatkan
rasa kepuasan klien dan keluarga terhadap pelayanan operasi yang dialami
oleh klien (Knoerl, Callahan, Paice, and Shott, 1999). Selain itu, Grossweiler
(2012)
menyatakan
bahwa
pemberian
edukasi
dapat
meningkatkan
pengetahuan klien dan keluarga yang berefek pada hasil yang diperloleh pada
kondisi preoperasi dan perencanaan pulang (discharge planning).
Kruzik (2009) memaparkan bahwa proses edukasi praoperasi yang ideal
adalah dimulai dari awal klien terdaftar di rumah sakit. Klien sejak awal
terorientasikan tentang proses yang dijalaninya yang meliputi persiapan yang
akan dijalani, tentang proses operasi, serta pemulihan dan apa yang perlu
dilakukannya ketika pulang. Dibutuhkan pula program edukasi yang tersusun
dengan baik dan dibawakan secara optimal pada klien. Program yang
dimaksud di sini ialah terdapatnya perencanaan yang terorganisasi sejak awal,
adanya penggunaan media berupa leaflet, dan proses edukasi dari awal klien
masuk hingga sebelum klien pulang (Kruzik, 2009).
Fakta membuktikan bahwa memang sulit untuk membuat suatu sistem
yang formal dalam pengaturan pemberian edukasi praoperasi. Kondisi
kesulitan ini senada dengan penelitian Kruzik (2009) yang menyatakan bahwa
manfaat edukasi praoperasi ini memang telah disadari membawa dampak
yang baik bagi klien, namun bagi perawat atau instansi pelayanan masih
mengalami kesulitan dalam membangun suatu protokol yang mengatur
pelaksanaan edukasi praoperasi dan menjalankannya secara berkelanjutan.
Universitas Indonesia
BAB 3
KASUS
Bab ini akan menguraikan asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien
kelolaan. Asuhan keperawatan yang dipaparkan meliputi pengkajian, analisis data,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
3.1 Pengkajian
Klien bernama Tn. I.B., lahir pada tanggal 27 Februari 1978 dengan nomer
RM 01230091. Suku bangsa klien ialah Jawa. Klien masuk GPS lantai 1 pada
tanggal 6 Mei 2013. Sumber informasi pengkajian berasal dari keterangan
klien dan rekam medik. Pengkajian dilakukan pada tanggal 7 Mei 2013.
Tn. I merupakan klien fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Klien dibawa
ke RSUP Fatmawati setelah mengalami kecelakaan di perjalanan pulang ke
rumah pada tanggal 5 Mei 2013. Kecelakaan terjadi pada sekitar pukul 23.00.
Klien mengatakan bahwa saat itu klien sedang mengendarai motor sendiri.
Klien berusaha untuk mendahului sebuah mobil akan tetapi tidak berhasil.
Klien terjatuh dalam posisi miring dengan posisi tangan kiri yang menahan
tubuh. Setelah kejadian klien dibantu warga sekitar dan dibawa ke klinik
terdekat untuk diberikan pertolongan pertama. Klien dibidai di sana untuk
fiksasi sementara. Setelah itu klien dibawa ke IGD Fatmawati.
Klien menjalani pemeriksaan awal. Hasil pengkajian LMF awal
ditemukaan adanya deformitas, edema, serta tidak adanya luka terbuka (look),
klien merasakan nyeri skala 6, sensasi masih terasa di area distal (feel) gerak
fleksi ekstensi elbow terbatas, pronasi supinasi terbatas (move). Klien juga
menjalani pemeriksaan rontgen.
Pengkajian dilakukan oleh penulis pada tanggal 7 Juni 2013. Klien sehariharinya bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah perusahaan. Namun
karena kecelakaan yang dialaminya, klien dirawat di rumah sakit dan izin
bekerja. Klien mengatakan beberapa malam di rumah sakit sering terbangun di
malam hari karena merasa nyeri. Jika nyeri masih dapat ditahan klien biasanya
18
Universitas Indonesia
19
akan diam dan menahannya. Namun, jika nyeri dirasa tidak dapat ditahan, klien
akan memanggil perawat dan meminta obat penghilang nyeri.
Pada sistem kardiovaskuler, ditemukan bahwa bunyi jantung klien BJ I
dan BJ II normal, murmur (-), gallop (-), CRT <3 detik, TD 120/80 mmHg,
nadi teraba kuat dan teratur. Bunyi napas normal vesikuler (+), bronkovesikuler
(+), ronchii (-), wheezing (-), frekuensi napas 16x/ menit, penggunaan otot
bantu napas (-), napas cuping hidung (-). Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(-). BAK >5x/hari, warna kekuningan. Sedangkan klien BAB setiap hari
dengan konsistensi lunak dan berwarna kekuningan. Palpasi abdomen tidak
ditemukan masa dan nyeri tekan (-). Bising usus klien 15x/menit.
Aktivitas klien dibantu oleh keluarga. Klien dapat makan sendiri dan
berjalan ke kamar mandi untuk BAK atau BAB. Namun klien perlu bantuan
untuk berpakaian karena tangan kiri klien belum dapat digerakkan. rentang
pergerakan sendi klien optimal kecuali pada ekstrimitas yang sakit, klien hanya
dapat menggerakkan jari tangannya. Hasil uji kekuatan otot klien menunjukkan
pada ekstrimitas yang sehat kekuatan otot klien memiliki nilai 5, sementara itu
kekuatan otot klien tidak dapat dikaji pada ekstrimitas yang sakit dikarenakan
nyeri.
Klien mengatakan nyeri berdenyut pada area fraktur yaitu lengan kiri skala
4-5. Nyeri hilang timbul, dan timbul terutama jika digerakkan. jika nyeri timbul
biasanya klien akan mengistirahatkan dirinya.
Klien direncanakan akan operasi elektif pemasangan internal fiksasi
berupa plat dan screw pada fraktur radius ulna pada tanggal 8 Mei 2013.
Namun posisi klien adalah sebagai cadangan. Klien telah menjalani persiapan
praoperasi seperti penyediaan darah, konsul dokter, dan penandatanganan
lembar persetujuan tindakan. Klien juga telah dipersiapkan untuk operasi
seperti puasa dan huknah. Namun di siang hari klien dikabarkan batal operasi.
Hal ini menambah kecemasan klien di samping kecemasan yang memang telah
ada sebelumnya. Klien sebelumnya merasa cemas menunggu operasi karena
khawatir kalau tidak segera dioperasi lukanya akan semakin parah. Selain itu,
faktor psikososial juga turut mempengaruhi. Klien ingin cepat dioperasi karena
tidak ingin izin bekerja yang menyebabkan gajinya dipotong. Di samping itu
Universitas Indonesia
20
klien juga merasa kehilangan kesempatan untuk mendapatkan penghasila
tambahan yang bisa diperolehnya jika tidak lama-lama berada di rumah sakit.
Klien pada akhirnya menjalani operasi pada tanggal 10 Mei 2013.
3.2 Analisis Data dan Diagnosa Kepeawatan
Data-data yang terkumpul penulis kelompokkan ke dalam masalah
keperawatan yang terbagi menjadi masalah sebelum dan setelah operasi. Klien
mengatakan klien cemas menunggu operasinya karena khawatir akan semakin
parah jika tidak segera dioperasi. Klien juga cemas karena semakin lama di
rumah sakit ia akan semakin lama izin bekerja dan dipotong gajinya. Klien
juga cemas dengan jadwal yang diundur. Ekspresi wajah klien terlihat cemas
dan selalu menanyakan kepastian jadwal operasi. Klien juga menjadi mudah
marah setelah dikabarkan batal operasi. Diagnosa yang diangkat ialah ansietas
berhubungan dengan proses hospitalisasi.
Pengelompokkan data yang kedua menghasilkan data bahwa klien
mengalami nyeri pada tangan kirinya. Klien mengatakan nyeri skala 4-5 yang
hilang timbul dan semakin terasa jika digerakkan. Ekspresi wajah klien terlihat
menahan sakit, TD 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, napas 16x/menit. Diagnosa
yang diangkat ialah nyeri berhubungan dengan spasme otot. Nyeri juga timbul
pascaoperasi, yaitu nyeri berhubungan dengan pemasangan ORIF.
Pengelompokan data yang ketiga adalah tentang mobilitas fisik. Aktivitas
hari an klien dibantu. Klien mampu berjalan ke kamar mandi namun perlu
bantuan untuk menahan tangannya. Klien juga perlu bantuan pada aktivitas
yang melibatkan tangan seperti mengganti baju. Rentang gerak klien bebas
kecuali pada ekstrimitas yang sakit. Diagnosa yang diangkat adalah hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri. Diagnosa hambatan mobilitas fisik
ini mucul pada kondisi pre dan postoperasi.
Kemudian, setelah operasi teramati bahwa telapak tangan kiri klien
mengalami edema. Pada ekstrimitas distal sensasi masih terasa namun klien
merasa semutan dan nyeri yang semakin hebat pada area operasi. Diagnosa
yang diangkat di sini ialah risiko gangguan perfusi jaringan perifer
Universitas Indonesia
21
berhubungan dengan kondisi pasca pembedahan, trauma pada tulang panjang,
dan fiksasi yang kencang.
Klien mengalami luka akibat insisi pada operasi, akibatnya klien memiliki
luka postoperasi pada lengan kiri. Dengan demikian diagnosa risiko infeksi
terjadi pada klien dikarenakan adanya luka tersebut.
Pengelompokan data di atas menunjukkan bahwa pada kondisi preoperasi,
diagnosa yang diangkat adalah cemas berhubungan dengan hospitalisasi, nyeri
berhubungan dengan spasme otot, dan hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri. Sementara itu, pada kondisi postoperasi, klien mengalami
masalah nyeri berhubungan dengan post operasi pemasangan ORIF, hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, risiko gangguan perfusi perifer, dan
risiko infeksi berhubungan dengan luka postoperasi.
3.3 Perencanaan dan Implementasi Keperawatan
Penulis merencakan dan menjalankan impelemtasi keperawatan sejak tanggal
7-11 Mei 2013. Implementasi dilakukan terkait diagnosa sebelum dan setelah
operasi.
1. Ansietas
Diagnosa ansietas ini bertujuan agar klien dapat melakukan hal yang
meringankan kecemasan serta kecemasan klien teratasi. Implementasi
yang dilakukan antara lain dengan memfasilitasi klien untuk
mengungkapkan perasaannya. Selain itu penulis juga berusaha untuk
menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan pada klien termasuk
memvalidasi dan menjelaskan kembali alasan dibatalkannya operasi
klien. Selain itu klien juga diajarkan untuk melakukan teknik relaksasi
napas dalam untuk menurunkan kecemasan.
2. Nyeri akut
Diagnosa ini bertujuan untuk mengurangi tingkat nyeri klien.
Implementasi yang dilakukan di antaranya ialah dengan mengkaji
keluhan nyeri klien yang teridiri dari skala nyeri klien, waktu muncul,
lokasi, karakteristik, dan durasi. Selain itu penulis juga memberi
kesempatan klien untuk berisitirahat dan menjaga posisi ekstrimitas
Universitas Indonesia
22
yang sakit untuk tetap dalam kondisi immobilisasi. Teknik napas dalam
juga diajarkan pada klien untuk mengurangi nyeri klien. Pada kondisi
postoperasi, intervensi kolaborasi yang dilakukan adalah dengan
pemberian medikasi antianalgetik injeksi ketorolac jika nyeri muncul.
3. Hambatan mobilitas fisik
Diagnosa hambatan mobilitas fisik bertujuan untuk meningkatkan atau
mempertahankan
mobilitas
secara
maksimal.
Di
sini
penulis
23
dilakukan pada klien dikarenakan jadwal perawatan luka klien dilakukan
saat klien kontrol.
3.4 Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk melihat efketivitas implementasi
yang telah diberikan. Evaluasi dilakukan setiap setelah implemetasi
dilakukan.
1. Ansietas
Kecemasan yang dirasakan klien mereda, hal ini dievaluasi dari emosi
klien yang mereda karena pembatalan operasi, selain itu, klien juga dapat
kooperatif dan menghadapi proses operasinya dengan tenang. Klien dapat
melakukan teknik relaksasi napas dalam sesuai yang telah diajarkan.
2. Nyeri akut
Klien menyatakan nyeri masih hilang timbul. Klien dapat melakukan
teknik napas dalam dengan benar dan menyatakan merasa lebih nyaman
setelah melakukan napas dalam. Nyeri baru hilang dengan bantuan obat
pada kondisi postoperasi.
3. Hambatan mobilitas fisik
Klien melakukan latihan rentang pergerakan sendi sesuai dengan apa yang
diajarkan. Klien juga melatih jari tangannya tetap bergerak pada
ekstrimitas yang sakit.
4. Risiko gangguan perfusi jaringan perifer
Masalah gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi. Edema
berkurang, sensasi distal masih berasa, kesemutan hilang, akral hangat,
CRT <3 detik, sianosis dan pucat tidak ada.
5. Risiko infeksi
Masalah infeksi tidak terjadi. Tidak tampak tanda infeksi, suhu klien
normal (tidak lebih dari 37,5C).
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan pembahasan kasus berdasarkan fakta yang terjadi dan
teori yang mendasarinya. Uraian pembahasan akan terbagi ke dalam sudut
pandang masalah kesehatan perkotaan serta patofisiologi kasus dan salah satu
intervensi yang diangkat sebagai satu intervensi utama, yaitu pemberian edukasi
praoperasi.
4.1 Pembahasan Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Pada kasus kelolaan ditemukan fakta bahwa klien bernama Tn. I (35
tahun) merupakan salah satu masyarakat perkotaan yang mengalami salah
satu masalah kesehatan masyarakat perkotaan berupa kondisi kegawatan
(emergency). Sebagaimana disebutkan bahwa kondisi emergency merupakan
suatu kondisi yang terjadi tiba-tiba dan perlu ditanggulangi (Nies &
Mc.Ewen, 2007). Kondisi kecelakaan yang klien alami tergolong ke dalam
kondisi technological hazard di mana salah satu bentuknya ialah kecelakaan
(Nies & McEwen, 2007). Klien mengalami kecelakaan kendaraan bermotor,
yaitu klien jatuh dari motor ketika mengendarai motornya sendiri. Klien
mengatakan bahwa klien jatuh pada malam hari sekitar pukul 23.00 ketika
perjalanan pulang ke rumah.
Kejadian kecelakaan merupakan salah satu masalah perkotaan yang saat
ini memang paling banyak terjadi pada kendaraan roda dua (Dirjen
Perhubungan Darat, 2013). Fenomena kecelakaan ini erat dengan gaya hidup
modern masyarakat perkotaan yang menginginkan akses cepat dan mobilitas
yang tinggi (Kemenkokesra, 2013). Jenis kelamin klien yang mengalami
kecelakaan ialah laki-laki, hal ini senada dengan pernyataan Nies dan
McEwen (2007) yang menyatakan bahwa pengemudi kendaraan pria lebih
berisiko mengalami kecelakaan dibandingkan pengemudi wanita. Sementara
itu, jika ditinjau dari faktor usia, sebenarnya usia yang paling rentan menurut
Dirjen Perhubungan Darat (2013) ialah usia antara 16-30, namun klien saat
ini berusia 35 tahun, hal ini bisa disebabkan faktor fisik dan ketidaksiapan
24
Universitas Indonesia
25
klien dalam menghadapi kondisi jalan, berbeda dengan kelompok usia rentan
yang faktor utamanya ialah ketidakmatangan dan ketidakdisiplinan.
Faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan antara lain faktor kelalaian
atau human error (BIN, 2013), ketidaksiapan fisik tubuh baik itu karena lelah
atau sakit, juga kondisi jalan, suasana, cuaca, dan pengaruh kendaraan (Dirjen
Perhubungan Darat, 2013). Pada kasus ini, klien terjatuh karena tidak berhasil
mengendalikan kendaraannya ketika berusaha menyalip sebuah mobil di
depan klien. Kondisi jalan yang menikung dan suasana yang gelap menjadi
faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan pada klien. Selain itu,
faktor kelelahan dan pengelihatan yang kurang terang di malam hari turut
mempengaruhi klien sebagai pengemudi hingga terjadi kecelakaan.
4.2. Pembahasan Kasus
Klien jatuh dalam posisi miring ke kiri dan tangan yang menahan berat
tubuh. Akibat tekanan besar pada tangan kiri klien maka klien mengalami
fraktur tertutup di area radius ulnar. Fraktur radius ulna biasanya terjadi
karena trauma langsung sewaktu jatuh dengan posisi tangan hiperekstensi.
Hal ini dikarenakan adanya mekanisme refleks jatuh di mana lengan akan
menahan badan dengan posisi siku agak menekuk (Busiasmita, Heryati &
Attamimi, 2009). Sesuai dengan definisi fraktur di mana terjadi putusnya
kontinuitas jaringan diakibatkan gaya yang melebihi kemampuan tulang
untuk menahannya (Smeltzer & Bare, 2002). Fraktur yang dialami klien
adalah fraktur tertutup karena tidak terlihat adanya luka terbuka pada klien
(Balck, 2009). Klien melihat bahwa setelah jatuh, tangan klien membengkak
dan terasa sangat nyeri. Hal ini diakibatkan karena pada saat fraktur terjadi,
jaringan tulang yang patah melukai pembuluh darah dan otot sekitar terjadi
fraktur. Selain itu, perlukaan juga mengenai jaringan syaraf sekitar (Smeltzer
& Bare, 2002). Terkenanya jaringan syaraf dan adanya spasme otot
menimbulkan nyeri yang dirasakan oleh klien. Selain itu, adanya perlukaan
juga menimbulkan reaksi inflamasi pada klien. Pada mulanya terjadi
vadilatasi pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke area
yang luka. Selain itu, terjadi pula eksudasi plasma dan agregasi platelet ke
Universitas Indonesia
26
area yang luka. Ciri dari terjadinya reaksi inflamasi ialah rubor, dolor, dan
kalor yang terjadi pada klien. Tangan klien tampak membengkak dan
kemerahan serta agak hangat.
Sesaat setelah kejadian klien dilarikan ke klinik terdekat untuk
dilakukan pertolongan pertama, yaitu pemakaian bidai untuk fiksasi posisi
lengan klien. Setelah diberikan pertolongan pertama, klien dilarikan ke RSUP
Fatmawati untuk ditangani lebih lanjut. Sesampainya di RSUP Fatmawati
klien
dibawa
ke
IGD
dan
dilakukan
pemeriksaan
awal.
Prinsip
penatalaksanaan fraktur terlihat dari klien ini yang terdiri dari rekognisi,
reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Rekognisi ialah langkah awal untuk
mengidentifikasi kondisi fraktur yang meliputi anamnesa riwayat kecelakaan
hingga dibawa ke rumah sakit dan pengkajian awal yang menentukan parah
tidaknya luka serta penentuan area yang mengalami fraktur (Smeltzer & Bare,
2002). Klien dilakukan rekognisi dengan dilakukan anamnesa mengenai
kronologis terjadinya kecelakaan. Klien juga menjalani pemeriksaan fisik,
pengkajian nyeri untuk menentukan kadar keparahan cedera klien. Hasil
pengkajian LFM awal ditemukaan adanya deformitas, edema, serta tidak
adanya luka terbuka (look), klien merasakan nyeri skala 6, sensasi masih
terasa di area distal (feel) gerak fleksi ekstensi elbow terbatas, pronasi
supinasi terbatas (move). Klien juga dianamnesa ttg riwayat kecelakaan dan
dirontegn saat itu. Spalk diganti dengan back slab. Adanya keterbatasan pada
gerak pronasi supinasi dapat dijelaskan karena kekhasan radius ulna yang
dihubungkan oleh otot antar tulang, yaitu otot supinator, pronator teres,
pronator kuadratus yang memuat gerakan pronasi-supinasi yang berinsersi
pada radius dan ulna.
Selanjutnya klien juga menjalani pemeriksaan rontgen ekstrimitas untuk
mengetahui letak dan jenis fraktur yang dialami klien. Berdasarkan hasil
rontgen, klien mengalami fraktur komplit pada area radius ulna. Fraktur
komplit ialah fraktur yang garis patanhya melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang (Smeltzer & Bare, 2002). Sementara itu,
menurut letak segmennya, fraktur klien tergolong ke dalam fraktur displaced,
di mana segmen patahan mengalami pergeseran (Smeltzer & Bare, 2002).
Universitas Indonesia
27
Selain itu, tindakan reduksi di mana dilakukan reposisi agar letak fragmen
sedekat mungkin yaitu dengan pemasangan spalk untuk sementara waktu
hingga klien menjalani reduksi melalui pembedahan.
Setelah mendapatkan penanganan awal di IGD, klien dibawa ke ruang
perawatan dan persiapan preoperasi. Persiapan operasi yang dilakukan antara
lain ialah pemeriksaan fisik, persiapan nutrisi klien, dan konsul-konsul dokter
(Smeltzer & Bare, 2002). Klien dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
setiap harinya untuk mengetahui kondisi klien. Klien juga menjalani konsul
dokter orthopedi, anastesi, dan penyakit dalam. Setelah mendapatkan
persetujuan operasi dari ketiga dokter tersebut, klien dijadwalkan operasi.
Sebelum operasi klien juga menjalani pemeriksaan darah dan crosstest untuk
menyediakan permintaan darah selama prosedur operasi. Selain itu, klien dan
keluarga juga telah menandatangi surat persetujuan anastesi, tindakan operasi,
dan tindakan pembiusan.
Selama masa menunggu operasi, masalah utama yang teramati dari klien
ialah cemas dan nyeri. Masalah cemas teramati dari respon klien yang
mengatakan sudah tidak betah di rumah sakit, ingin cepat pulang, dan terus
menerus menanyakan kapan klien akan dioperasi. Klien mengatakan klien
tidak bisa berada lama-lama di rumah sakit karena harus bekerja dan ada
banyak hal lainnya yang perlu diurus. Dari kasus ini terlihat bahwa dampak
dari kecelakaan antara lain menurunnya produktivitas seseorang dikarenakan
harus menjalani perawatan di rumah sakit. Terbuangnya waktu dan biaya juga
terlihat di sini karena waktu produktif klien tidak dapat digunakan klien untuk
bekerja. (Dirjen Perhubungsn Darat, 2013). Walaupun klien menggunakan
jaminan kesehatan di sini, biaya dari penunggu klien juga keluar selama
menunggu klien di rumah sakit. Hal ini juga ditambah dengan berkurangnya
kesempatan klien memperoleh pendapatan tambahan jika tidak dirawat di
rumah sakit. Kerugian fisik akibat kecelakaan jelas terlihat karena sebagian
aktivitas klien perlu dibantu akibat tangan kirinya yang masih belum bisa
digerakkan karena sakit. Kondisi cemas ini juga bertambah akibat
tertundanya jadwal operasi klien dan klien merasa informasi yang diberikan
tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Akhirnya klien dijdwalkan
Universitas Indonesia
28
kembali untuk dioperasi pada tanggal 10 Mei 2013. Sebelum operasi, penulis
melakukan edukasi praoperasi kepada klien dengan menjelaskan tahapan
yang akan klien hadapi dan beberapa latihan seperti latihan napas dalam,
batuk efektif, serta pentingnya mobilisasi dini setelah operasi.
Tatalaksana selanjutnya yang dilakukan pada klien adalah dengan
reduksi
dan
retensi.
Reduksi
merupakan
suatu
tindakan
untuk
29
Setelah dilakukan intervensi, skala nyeri klien berkurang menjadi 2-3, klien
lebih tenang, dan dapat melakukan teknik napas dalam ketika nyeri.
Masalah keperawatan yang selanjutnya ditemukan pada klien adalah
hambatan mobilitas fisik. Hambatan mobilitas fisik merupakan kondisi
terbatasnya gerakan tubuh atau satu atau lebih bagian dari tubuh secara
mandiri dan terarah (NANDA, 2012). Hambatan mobilitas fisik yang dialami
klien dikarenakan nyeri yang dialami klien jika ekstrimitas yang sakit
digerakkan. Sehingga diagnosa keperawatan yang diangkat adalah hambatan
mobilitas fisik b.d. nyeri. Intervensi yang sudah dilakukan antara lain melatih
dan memotivasi klien untuk melakukan ROM dan membantu pemenuhan
ADL klien. Latihan ROM yang diterapkan pada klien adalah latihan ROM
aktif pada ekstrimitas yang sehat. Sementara itu latihan ROM pada
ekstrimitas yang sakit dilakukan pada jari-jari tangan saja. Evaluasinya
rentang gerak klien dapat dipertahankan dan ADL klien terbantu.
Kondisi selanjutnya yang terdapat pada klien ialah risiko gangguan
perfusi jaringan perier. Hal ini dikarenakan lokasi fraktur klien pada tulang
panjang yang erat kaitannya dengan komplikasi dari fraktur, yaitu sindrom
kompartemen. Sindrom kompartemen ialah suatu komplikasi dari fraktur
yang disebabkan oleh edema dan pembalutan/ fiksasi yang telalu kencang
sehingga menghambat aliran darah pada satu atau lebih kompartemen
terhambat dan aliran darah ke distal berkurang. Jika terjadi lebih dari enam
atau delapan jam maka terjadilah nekrosis jaringan perifer (LeMone & Burke,
1996). Klien mengalami edema dan sempat mengeluh balutan yang terlalu
kencang serta rasa kesemutan paskaoperasi. Intervensi yang dilakukan adalah
dengan sedikit melonggarkan balutan, melakukan elevasi posisi ekstrimitas
yang sakit, dan memotivasi klien untuk melakukan ROM pada jari tangan.
Namun, evaluasi klien tidak mengalami kesemutan yang berlanjut, sensasi
perifer masih terasa, CRT < 3, ekstrimitas tidak pucat dan tidak sianosis,
serta akral hangat.
Kondisi postoperasi klien tidak dapat memisahkan klien dari adanya luka
operasi, dengan demikian diagnosa risiko infeksi pada klien diangkat.
Intervensi yang diberikan antara lain kolaborasi pemberian antibiotik dan
Universitas Indonesia
30
edukasi perawatan luka. Tindakan perawatan luka secara langsung kepada
klien tidak dilakukan karena jadwal perawatan lukan klien dilakukan saat
klien kontrol ke rumah sakit. Evaluasinya tidak tampak adanya tanda infeksi
serta suhu klien normal (36,5C).
4.3 Analisa Tindakan Edukasi Praoperasi
Berdasarkan analisa mahasiswa, masalah cemas yang terjadi pada klien
timbul akibat penurunan produktivitas klien selama di rumah sakit dan
kurangnya orientasi perawat mengenai kondisi klien dan prosedur perawatan
yang akan klien jalani. Kondisi cemas semakin menjadi ketika rencana
operasi klien yang pertama batal. Klien merasa bahwa kondisinya juga parah
dan ingin segera ditangani, akibatnya stress klien meningkat dan klien
menjadi emosi (marah). Tertundanya operasi klien ini sebenarnya karena
memang status operasi klien adalah sebagai cadangan dan di hari H ternyata
klien sebenarnya yang akan dioperasi bisa mendapatkan ruang ICU sehingga
klien Tn. I batal operasi. Namun karena kondisi cemas dan penjelasan yang
minim terhadap kondisi klien menyebabkan klien semakin cemas dan
menjadi emosi. Klien merasa kecewa karena sudah diminta untuk puasa
namun batal operasi.
Masalah yang terjadi di atas menunjukkan pentingnya dilakukan edukasi
praoperasi kepada klien. Penjelasan yang jelas kepada klien mengenai
kondisinya akan membantu klien memiliki pemahaman yang benar tentang
kondisinya dan prosedur yang akan ia jalani sehingga mengurangi kecemasan
klien. Edukasi praoperasi secara ilmiah terbukti bermanfaat untuk
mempersiapkan klien sebelum operasi. Hal ini dibuktikan oleh Kruzik (2009)
di mana komunikasi dan pendekatan yang baik pada pasien praoperasi
membantu pasien memiliki persepsi yang positif dan memiliki kesiapan untuk
menjalani operasi.
Rasa sakit yang dialami oleh klien, ditambah dengan perubahan kondisi
klien yang menyebabkan klien tidak dapat beraktivitas, serta faktor
psikososial lainnya menimbulkan kondisi cemas pada klien. Peran perawat
Universitas Indonesia
31
sebagai advokat dan edukator diperlukan di sini untuk memberikan pelayanan
terbaik yang dapat mengurangi kecemasan pada klien.
Manfaat yang diperoleh dari tindakan edukasi praoperasi antara lain
mengurangi waktu rawat klien di rumah sakit, mengurangi perilaku klien
dalam meminta obat penghilang rasa sakit setelah operasi, dan meningkatkan
rasa kepuasan klien dan keluarga terhadap pelayanan operasi yang dialami
oleh klien (Knoerl, Faut-Callahan, Paice, & Shott, 1999). Penulis
menggarisbawahi manfaat edukasi praoperasi terkait kepuasan klien dan
keluarga terhadap pelayanan operasi.
Kruzik (2009) memaparkan bahwa proses edukasi praoperasi yang ideal
adalah dimulai dari awal klien terdaftar di rumah sakit. Klien sejak awal
terorientasikan tentang proses yang dijalaninya yang meliputi persiapan yang
akan dijalani, tentang proses operasi, serta pemulihan dan apa yang perlu
dilakukannya ketika pulang. Dibutuhkan pula program edukasi yang tersusun
dengan baik dan dibawakan secara optimal pada klien. Program yang
dimaksud di sini ialah terdapatnya perencanaan yang terorganisasi sejak awal,
adanya penggunaan media berupa leaflet, dan proses edukasi dari awal klien
masuk hingga sebelum klien pulang (Kruzik, 2009).
Analisa penulis di sini, perawat dan tenaga kesehatan lainnya telah
melakukan proses edukasi dengan memberikan penjelasan tentang kondisi
klien dan tindakan yang akan dilakukan. Akan tetapi, proses tersebut masih
belum optimal dikarenakan pengorganisasian yang masih belum optimal dan
belum adanya sistem baku atau formal yang secara khusus mengatur tentang
proses edukasi praoperasi yang ideal. Kondisi ini menyebabkan kecemasan
pada klien terlebih setelah pembatalan operasi yang pertama.
Selanjutnya penulis berusaha melakukan edukasi praoperasi menjelang
operasi yang akan klien jalani pada tanggal 10 Mei 2013. Penulis
menjelaskan mulai dari tahapan apa saja yang telah klien jalani serta yang
akan klien lakukan setelahnya, yaitu puasa, pemberian huknah, penggantian
baju, dan pelaksanaan operasi itu sendiri. Klien juga diajarkan kembali
tentang latihan relaksasi napas dalam untuk mengatasi kecemasan dan nyeri,
latihan batuk efektif, serta mobilisasi dini setelah operasi. Evaluasinya klien
Universitas Indonesia
32
mengatakan merasa lebih tenang setelah dijelaskan dan merasa lebih siap
untuk menjalani operasi. Pada kondisi postoperasi pun klien dapat lebih
mengendalikan nyeri. Klien hanya meminta obat penghilang rasa sakit satu
kali pada malam hari dan selebihnya klien mengaku dapat mengendalikan
rasa nyeri dengan tarik napas dalam. Secara mandiri klien juga dapat
mengatur posisi yang baik untuk tangannya dan berlatih menggerakan jari
tangan untuk mengurangi edema klien. Masa rawat klien juga tergolong
pendek, yaitu klien dinyatakan boleh pulang satu hari setelah operasi.
Hasil evaluasi di atas menunjukkan bahwa memang walaupun
merupakan suatu tindakan sederhana, namun proses edukasi praoperasi
menimbulkan dampak yang positif bagi klien. Tantangannya di sini ialah
bagaimana ruangan atau rumah sakit menciptakan dan mempertahakankan
sistem yang formal atau baku mengenai pelayanan edukasi praoperasi yang
menyeluruh, dilakukan secara lengkap dari awal pasien masuk hingga pulang,
dan menggunakan media sehingga proses yang dilakukan lebih optimal.
Kondisi kesulitan ini senada dengan penelitian Kruzik (2009) yang
menyatakan bahwa manfaat edukasi praoperasi ini memang telah disadari
membawa dampak yang baik bagi klien, namun bagi perawat atau instansi
pelayanan masih mengalami kesulitan dalam membangun suatu protokol
yang mengatur pelaksanaan edukasi praoperasi dan menjalankannya secara
berkelanjutan.
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan memaparkan kesimpulan dan saran sebagai hasil akhir dari analisa
kasus yang dikelola oleh penulis.
5.1 Kesimpulan
Dalam penulisan karya ilmiah mengenai analisis praktik keperawatan pada
kasus fraktur radius ulna di GPS lantai 1 RSUP Fatmawati, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Masalah kecelakaan memang merupakan salah satu masalah kesehatan
yang banyak terjadi di perkotaan. Kecelakaan ini timbul sebagai akibat
dari berbagai faktor seperti kondisi jalan, faktor pengemudi, cuaca, dan
kendaraan. Kecelakaan ini menyebabkan kerugian berupa kerugian secara
fisik, waktu, dan material. Hal ini dapat dilihat pada kasus yang dialami
oleh Tn. I.
2. Tn. I mengalami fraktur radius ulna pada tangan kiri. Diagnosa
keperawatan yang dialami klien antara lain cemas, nyeri, dan hambatan
mobilitas fisik. Sementara itu, pada kondisi postoperasi klien mengalami
nyeri, hambatan mobilitas fisik, dan risiko gangguan perfusi jaringan
perifer.
3. Kondisi cemas yang dialami klien sebenarnya dapat diantisipasi dengan
pemberian edukasi preoperasi yang dilakukan sejak awal klien masuk
hingga klien siap dan tenang dalam menjalani prosedur operasinya.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang didapat, maka saran yang dapat diberikan oleh
penulis adalah sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah: pemerintah dapat membuat suatu regulasi yang mengatur
pertambahan jumlah kendaraan bermotor, khususnya kendaraan roda dua
untuk
mengurangi
terjadinya
kecelakaan
lalu
lintas
33
Universitas Indonesia
34
2. Bagi rumah sakit: pembuatan suatu protokol khusus dan pelaksanaan yang
berkelanjutan terkait prosedur preoperasi hendaknya dijalani dengan lebih
optimal untuk memberikan pelayanan yang lebih optimal pada klien.
Selain itu, sistem reward dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan
motivasi perawat dalam melakukan edukasi praoperasi.
3. Bagi institusi pendidikan: perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai
manfaat edukasi preoperasi pada klien yang akan menjalani operasi.
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. (2010). Community health nursing:
promoting and protecting the publics health. 7th Ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins
Aziz, H.A. (2013). Moda transportasi dalam percepatan MP3EI. Diunduh dari
http://jdih.ristek.go.id
Badan Inteligen Negara. (2013). Kecelakaan lalu lintas menjadi pembunuh
terbesar
ketiga.
Diunduh
dari
http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintasmenjadi-pembunuh-terbesar-ketiga
Biro Pusat Statistik. (2011). Perkembangan jumlah kendaraan bermotor menurut
jenis
tahun
1987-2011.
Diunduh
dari
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=17¬ab=12
Black, J.M. & Hawks, J.H. (2009) Medicalsurgical nursing. Clinical
management for positive outcomes. Eighth edition. St. Louis : Saunders, an
imprint of Elsevier, Inc.
Budiasmita, F., Heryati, A., & Attamimi, L. (2009). Fraktur radius ulna. Diunduh
dari: http://scribd.com.
Departemen Kesehatan RI. (1996). Pembangunan kesehatan masyarakat di
indonesia. Jakarta: Depkes RI
Dinas Perhubungan Darat. (2013). Dinas perhubungan darat dalam angka.
Diunduh dari http://hubdat.dephub.go.id/data-a-informasi/pdda/tahun-2013.
Dirjen Perhubungan Darat. (2011). Kecelakaan lallu lintas tempati urutan tiga
penyebab
kematian.
Diunduh
dari
http://www.dephub.go.id/
read/berita/direktorat-jenderal-perhubungan-darat/5131.
Dishubkominfo NTB. (2013). Pekan nasional keselamatan trasnportasi jalan tahun
2013
di
provinsi
nusa
tenggara
barat.
Diunduh
dari
http://dishubkominfo.ntbprov.go.id/view-berita-79-pekan-nasionalkeselamatan-transportasi--jalan-tahun-2013-di-provinsi-nusa-tenggarabarat.html
35
Universitas Indonesia
36
Doenges, ME. (2002). Nursing care plan: guidelines for Planning and
documenting patient care. 3rd ed. FA. Davis
Grossweiler, Heidi. (2012). Preoperative Education: How Effective Impacts
Knowledge with the surgical patient. (Master thesis). University School of
Nursing.
Kemenkokesra. (2013). Rakor dampak kecelakaan lalu lintas darat bagi kesehatan,
sosial,
dan
ekonomi.
Diunduh
dari
http://www.menkokesra.go.id/content/rakor-dampak-kecelakaan-lalu-lintasdarat-bagi-kesehatan-sosial-dan-ekonomi.
Knoerl, D. V., Paice J., Faut-Callahan, M., Shott, S. (1999). Preoperative PCA
teaching program to manage postoperative pain. Research Utilization.
Proquest Journal (8)1, p 25.
Kruzik, Nancy. (2009). Preoperative education for adult-elevtive surgery. AORN
Journal 90(3), 1-6.
LeMone, P., & Burke, K. M. (1996). Critical thinking in client care. California:
Addison-Wesley.
NANDA. (2012). Nursing diagnoses: definition and classification 2012-2014.
Oxford: Willey-Blackwell.
Nies,M.A., & Ewen,M.M, (2001) Community health nursing promoting the health
of population, Washington: WB Saunders Company.
Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Ed.8. Jakarta: EGC.
Subair, Muhammad. (2008). Reformasi sistem transportasi umum sebagai upaya
peningkatan
keselamatan
pengangkutan
jalan.
Diunduh
dari
http://bair.web.ugm.ac.id/Reformasi_Sistem_Transportasi_Umum.htm.
UTIC. (2010). Transportasi kota jakarta mengkhawatirkan. Diunduh dari
http://bstp.hubdat.web.id/?mod=detilSorotan&idMenuKiri=345&idSorotan=5
4
Universitas Indonesia
Lampiran 1
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FIK-UI
Nama Mahasiswa
Rini
NPM
: Irma Detia
: 0806333991
INFORMASI UMUM
Nama
: Tn. I.B.
Tanggal lahir : 27 Februari 1978
Umur
: 35 tahun
Suku bangsa : Jawa
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Masuk: 7 Mei 2013 Dari : IGD
Informasi
: Klien dan rekam medik
Alasan utama/ Keluhan saat masuk RS:
Tn. I merupakan klien fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Klien dibawa ke
RSUP Fatmawati setelah mengalami kecelakaan di perjalanan pulang ke rumah
pada tanggal 5 Mei 2013. Kecelakaan terjadi pada sekitar pukul 23.00. Klien
mengatakan bahwa saat itu klien sedang mengendarai motor sendiri. Klien
berusaha untuk mendahului sebuah mobil akan tetapi tidak berhasil. Klien terjatuh
dalam posisi miring dengan posisi tangan kiri yang menahan tubuh. Setelah
kejadian klien dibantu warga sekitar dan dibawa ke klinik terdekat untuk
diberikan pertolongan pertama. Klien dibidai di sana untuk fiksasi sementara.
Setelah itu klien dibawa ke IGD Fatmawati.
Riwayat penyakit dahulu:
HT (-), DM(-)
Riwayat penyakit keluarga:
HT (-), DM (-), kanker/ keganasan (-).
Aktivitas/ Istirahat
Gajala
(Subyektif)
Tanda
Universitas Indonesia
Lampiran 1
(Obyektif)
Sirkulasi
Gejala
(Subyektif)
Tanda
(Obyektif)
Integritas Ego
Gejala
(Subyektif)
Tanda (Obyektif)
Eliminasi
Gejala
(Subyektif)
Universitas Indonesia
Lampiran 1
Tanda
(Obyektif)
Makanan/ cairan
Gejala
(Subyektif)
Tanda
(Obyektif)
Higiene
Gejala (Subyektif)
Tanda (Obyektif)
Neurosensori
Gejala
(Subyektif)
Tanda
(Objektif)
Nyeri / tidak
nyaman
Gejala
(Subyektif)
Tanda
(Obyektif)
Pernapasan
Gejala
Universitas Indonesia
Lampiran 1
(Subyektif)
Tanda
(Obyektif)
Keamanan
Gejala (subyektif)
Tanda (Obyektif)
Empisema: -0- bronchitis: -0- Asma: -0- Tuberkulosis: -0Klien memiliki riwayat merokok sejak muda
Penggunaan alat bantu: tidak ada
Frekuensi pernapasan: 22x/menit. Kedalaman: normal.
Simetri: sama, bilateral.
Auskultasi: vesikuler, bronkovesikuler, ronkhi (+),
wheezing (-)
Sianosis: -0-, jari tabuh: -0Fungsi mental/kegelisahan: klien sadar dan terorientasi.
Klien ingin cepat sembuh dan pulang ke rumah.
Alergi: udang
Penyakit hubungan seksual: tidak ada.Masalah punggung:
tidak ada
Gangguan penglihatan: tidak ada. Kerusakan pendengaran:
tidak ada
Riwayat cedera kecelakaan: ada (kecelakaan bermotor)
Suhu: 36,70 C . Diaforesis: ada
Integritas kulit: kulit tampak agak kering, tidak ada luka
ataupun flebitis. Kekuatan (umum): kekuatan otot baik.
Cara berjalan tidak dapat terjadi. ROM aktif asitif
Kekuatan otot
5555 ---5555 5555
Seksualitas
Interaksi Sosial
Gejala
(Subyektif)
Tanda
(Obyektif)
Penyuluhan/
pembelajaran
Tidak dikaji.
Status perkawinan: menikah. Klien tinggal dengan istri dan
kedua anakna.
Bicara: jelas.
Komunikasi verbal/ nonverbal dengan keluarga: baik
Pola interaksi keluarga: baik.
Bahasa dominan: Indonesia. Melek huruf: ya
Tingkat pendidikan: SMA
Kayakinan tentang kesehatan/ yang dijalankan: klien ingin
sehat sehingga mau memeriksakan diri ke dokter dan
dioperasi
Faktor risiko keluarga
TD tinggi: tidak ada
Diabetes: tidak ada
Epilepsi : tidak ada
Tuberkulosis : tidak ada
Penyakit ginjal : tidak ada
Penyakit jantung: tidak ada
Kanker : tidak ada
Stroke: tidak ada
Universitas Indonesia
Lampiran 1
Obat yang diresepkan:
Ceftriaxone 3 x 1 gram (IV)
Ketorolac 3 x 1 mg (IV)
Ranitidine 3 x 1 mg (IV)
Hasil pemeriksaan rontgen menunjukkan klien mengalami fraktur radius ulna
yang tergolong ke dalam fraktur komplit.
Universitas Indonesia
Lampiran 1
Analisa Data
DS:
DO:
DS:
DO:
DS:
DO:
DS:
DO:
DS:
DO:
-
Data
Mengatakan nyeri skala 4-5 pada lengan
kirinya
Nyeri hilang timbul dan semakin terasa ketika
digerakan
Nyeri berdenyut
Ekspresi wajah menahan sakit
TD 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, dan napas
16x/menit
Mengatakan ingin pulang dan sudah tidak
betah di rumah sakit
Menanyakan terus menerus kapan akan
dioperasi
Mengatakan lebih baik pulang dan bekerja
Ekspresi wajah gelisah
Mudah emosi
Mengatakan
tangannya
belum
bisa
menggerakan
Nyeri
Masalah Keperawatan
Ansietas
Risiko infeksi
Universitas Indonesia
Lampiran 1
3. Hambatan mobilitas fisik b.d. nyeri terapi restriktif (immobilisasi lengan),
kerusakan rangka neuromuskular
4. Risiko gangguan perfusi jaringan perifer b.d. penurunan aliran darah
5. Risiko infeksi b.d. post operasi pemasangan ORIF
Universitas Indonesia
Lampiran 2
: Tn. I.B.
Nama mahasiswa
Ruang
: 104
NPM
: 0806333991
NO
Diagnosa Keperawatan
Ansietas b.d hospitalisasi
\
Tujuan
Klien akan:
a. Tampak rileks.
b. Melaporkan
ansietas
berkurang
sampai tingkat
yang dapat
diatasi.
c. Mendemonstras
ikan
kemampuan
mengatasi
masalah dan
menggunakan
sumber-sumber
secara efektif.
Tujuan Umum :
Intervensi
Mandiri:
Bantu keluarga/orang
terdekat untuk jujur dengan
klien mengenai penerimaan.
Kaji tingkat ansietas dan
sikusikan penyebabnya.
Rasional
Keluarga mungkin memiliki kesulitan dalam berhadapan
dengan kondisi klien.
Identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan
kemampuan individu untuk menghadapinya.
Kembangkan hubungan
klien/perawat.
Universitas Indonesia
Lampiran 2
NO
Diagnosa Keperawatan
dan trauma saraf; spasme otot;
gerakan fragmen tulang, edema;
postoperasi pemasangan ORIF.
Tujuan
Klien melaporkan
pengurangan rasa
nyeri/ nyeri
terkontrol setelah
dilakukan intervensi
Kriteria hasil :
Klien
menyatakan
nyeri berkurang/
hilang
Klien
menunjukkan
tindakan santai;
mampu
berpartisipasi
dlam
aktivitas/tidur/
istirahat dg tepat
Menunjukkan
penggunaan
ketrampilan
relaksasi&
aktivitas
terapeutik sesuai
indikasi untuk
situasi individual
Intervensi
Rasional
Universitas Indonesia
Lampiran 2
NO
Diagnosa Keperawatan
Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri/
ketidaknyamanan; terapi restriktif
(immobilisasi lengan), kerusakan
rangka neuromuskular
Tujuan
Tujuan :
Setelah dilakukan
intervensi selama 4
hari, klien akan
menunjukkan
kemampuan
mobilisasi optimal.
KE : klien akan :
- Menunjukkan
teknik yg
memampukan
melakukan
aktivitas.
- Mampu
mempertahankan
posisi fungsional.
- Mampu
melakukan
mobilisasi dg alat
bantu secara
aman
Intervensi
Kaji derajat imobilitas yg
dihasilkan oleh cedera/
pengobatan & perhatikan
persepsi klien thd
imobilisasi.
Dorong partisipasi pd
aktivitas terapeutik/
relaksasi. Pertahankan
rangsang lingkungan.
Rasional
Memberi kesempatan mengeluarkan energi, memfokuskan
kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri dan
membantu menurunkan isolasi sosial.
Meningkatkan aliran darah ke otot& tulang untuk
meningkatkan tonus otot, mempertahanlan gerak sendi,
mencegah kontraktur.
Awasi TD dg melakukan
aktivitas. Perhatikan keluhan
pusing.
Beri diet tinggi protein, KH,
vitamin dan mineral.
Pertahankan penurunan
kandungan protein sampai
.
Hipotensi postural adl masalah umum menyertai tirah baring
lama.
Pd cedera musculoskeletal, nutrisi yg diperlukan untuk
penyembuhan berkurang dg cepat, sering mengakibatkan
penurunan BB 20-30 pon. Ini dapat mempengaruhi massa,
tonus dan kekuatan otot. Catatan:Makanan berprotein
Universitas Indonesia
Lampiran 2
NO
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Mempertahankan
perfusi jaringan
KE :
- Terabanya nadi
- Kulit hangat/
kering
- Sensasi normal
- TTV stabil
Intervensi
Rasional
Kolaborasi :
Konsul dg ahli okupasi dan
rehabilitasi.
Universitas Indonesia
Lampiran 2
NO
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Tidak mengalami
infeksi
Intervensi
Rasional
Pertahankan peninggian
ekstrimitas yg cedera kec
dikotraindikasikan dg
meyakinkan adanya sindrom
kompartemen.
Universitas Indonesia
Lampiran 2
NO
Diagnosa Keperawatan
terpajan pada lingkungan.
Tujuan
KE :
- Mencapai
penyembuhan
tepat waktu
- Bebas purulen
- Tidak eritema
- Tidak demam
Intervensi
Rasional
merawat luka.
Inspeksi balutan dan luka,
perhatikan karakteristik
drainase.
Awasi TTV
Kolaborasi
Berikan antibiotik sesuai
indikasi
Universitas Indonesia
Lampiran 3
CATATAN PERKEMBANGAN
NAMA KLIEN
DIAGNOSA MEDIS
RUANG RAWAT
Tgl
7/5/13
7/5/13
: Tn. I.B.
: Close fracture radius ulna
: GPS Lantai 1
Diagnosa
Keperawatan
Cemas b.d. hospitalisasi
Implementasi
- Membantu keluarga/orang terdekat untuk jujur
dengan klien mengenai penerimaan.
- Mengkaji tingkat kecemasan dan sikusikan
penyebabnya.
- Memberikan waktu untuk mendengarkan klien
mengenai masalah dan dorong ekspresi perasaan.
- Menlaskan tentang penyakit dan nyeri yang
ditimbulkan pasca pembedahan.
- Melatih klien teknik relaksasi: napas dalam, guided
imagery
- Mempertahankan imobilisasi bagian yg sakit dg tirah
baring, gips, pembebat atau traksi.
- Meninggikan dan dukung ekstrimitas yg terkena.
- Mengevaluasi keluhan nyeri/ ketidaknyamanan,
perhatikan lokasi & karakteristik, termasuk intensitas
nyeri. Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal
(perubahan pd TTV& emosi/perilaku)
- Memberi obat sebelum perawatan aktivitas
- Melakukan & mengawasi latihan ROM pasif/ aktif.
- Memberikan alternatif tindakan kenyamanan. Spt
perubahan posisi.
- Mendorong penggunaan teknik manajemen stress, spt
Evaluasi
S:
O:
Universitas Indonesia
Lampiran 3
Tgl
7/5/13
Diagnosa
Keperawatan
Gangguan mobilitas
fisik b.d nyeri/
ketidaknyamanan;
terapi restriktif
(immobilisasi lengan),
kerusakan rangka
neuromuskular
Implementasi
8/5/13
8/5/13
Evaluasi
S:
O:
Universitas Indonesia
Lampiran 3
Tgl
8/5/13
Diagnosa
Keperawatan
trauma saraf; spasme
otot; gerakan fragmen
tulang, edema;
Gangguan mobilitas
fisik b.d nyeri/
ketidaknyamanan;
terapi restriktif
(immobilisasi lengan),
kerusakan rangka
neuromuskular
Implementasi
9/5/13
Evaluasi
O:
S:
Universitas Indonesia
Lampiran 3
Tgl
Diagnosa
Keperawatan
9/5/13
9/5/13
Gangguan mobilitas
fisik b.d nyeri/
ketidaknyamanan;
terapi restriktif
(immobilisasi lengan),
kerusakan rangka
neuromuskular
Implementasi
Evaluasi
O:
Universitas Indonesia
Lampiran 3
Tgl
Diagnosa
Keperawatan
Implementasi
ekstrimitas yg tidak sakit.
- Mengawasi TD dg melakukan aktivitas. Perhatikan
keluhan pusing.
- Memberi diet tinggi protein, KH, vitamin dan
mineral.
- Meningkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan
pembentuk gas
- Berkonsultasi dg ahli okupasi dan rehabilitasi.
- Mempertahankan imobilisasi bagian yg sakit dg tirah
baring, gips, pembebat atau traksi.
- Meninggikan dan dukung ekstrimitas yg terkena.
- Mengevaluasi keluhan nyeri/ ketidaknyamanan,
perhatikan lokasi & karakteristik, termasuk intensitas
nyeri. Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal
(perubahan pd TTV& emosi/perilaku)
- Memberi obat sebelum perawatan aktivitas
- Melakukan & mengawasi latihan ROM pasif/ aktif.
- Memberikan alternatif tindakan kenyamanan. Spt
perubahan posisi.
- Mendorong penggunaan teknik manajemen stress, spt
relaksasi progresif, napas dalam, imajinasi
visualisasi, sentuhan terapeutik
- Mengkaji derajat imobilitas yg dihasilkan oleh
cedera/ pengobatan & perhatikan persepsi klien thd
imobilisasi.
- Mendorong partisipasi pd aktivitas terapeutik/
relaksasi. Mempertahankan rangsang lingkungan.
- Mendorong dan membantu dalam latihan RPS
- Mendorong penggunaan latihan isometrik, mulai dari
Evaluasi
klien
S:
O:
Universitas Indonesia
Lampiran 3
Tgl
Diagnosa
Keperawatan
Implementasi
Evaluasi
klien
S:
O:
- Edema berkurang
- CRT <3, pucat (-), sianosis (-), akral hangat
A: risiko gangguan perfusi jaringan perifer
P: lanjutkan evaluasi perfusi jaringan perifer, tinggikan
ekstrimitas, jaga balutan tidak terlalu kencang
Universitas Indonesia
Lampiran 3
Tgl
Diagnosa
Keperawatan
Implementasi
Evaluasi
S:
O:
Universitas Indonesia
Lampiran 3
Tgl
Diagnosa
Keperawatan
kerusakan rangka
neuromuskular
Implementasi
Evaluasi
A: hambatan mobilitas fisik
P: lanjutkan latihan ROM, isometrik, dan bantu ADL
klien
S:
O:
- Edema berkurang
- CRT <3, pucat (-), sianosis (-), akral hangat
A: risiko gangguan perfusi jaringan perifer
P: lanjutkan evaluasi perfusi jaringan perifer, tinggikan
ekstrimitas, jaga balutan tidak terlalu kencang
Universitas Indonesia
Lampiran 3
Tgl
Diagnosa
Keperawatan
Implementasi
- Mendorong klien untuk secara rutin latihan jari/ sendi
distal cedera. Ambulasi sesegera mungkin.
- Menga,wasi TTV. Perhatikan tanda- tanda pucat/
sianosis umum, kulit dingin.
- Mertahankan teknik aseptik bila mengganti balutan/
merawat luka.
- Menginspeksi balutan dan luka, perhatikan
karakteristik drainase.
- Mempertahankan patensi dan pengosongan drainase
secara rutin.
- Mengawasi TTV
- Memberikan antibiotik sesuai indikasi
Evaluasi
Universitas Indonesia
59