You are on page 1of 13

ATRESIA ESOFAGUS

A. DEFINISI
1. Saluran atau rongga yang ada di tubuh bisa saja buntu. Kebuntuan itu dapat
terjadi karena bawaan sejak lahir, atau karena proses penyakit yang menimpa
saluran tersebut. Kondisi buntunya saluran ini disebut ''atresia.''
(www.medicastore.com diakses tanggal 5 Juni 2008)
2. Esophagus : saluran cerna atau organ silindris berongga dengan panjang sekitar
25 cm dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia
lambung yang terletak di anterior vertebrae dan menembus hiatus diafragma tepat
di anterior aorta. (Price, Sylvia A. 2005: 1124)
3. Atresia esophagus adalah malformasi yang disebabkan oleh kegagalan esophagus
untuk mengadakan pasase yang kontinyu. Esophagus mungkin saja membentuk
sambungan dengan trachea (fistula trakheaesofagus).(Wong, Donna L. 2003: 512)
4. Atresia esofagus merupakan suatu
kelainan bawaan pada bayi baru lahir yaitu
tidak terbentuknya kerongkongan
(esophagus) secara sempurna.
(www.blogger.com diakses tanggal 5 Juni 2008)

B. ETIOLOGI
Kelainan pasase akibat gangguan pemisahan septum antara trachea dan
esophagus pada perkembangan intra uterin.
Merupakan penyakit kongenital dan penyebab secara pasti belum
diketemukan.
Kelainan ini ada tiga type yaitu :
1. Gross type I
2. Gross type II
3. Gross type III (tersering ditemukan biasanya disertai fistel tracheaesofagal
dan biasanya ibunya menderita hydroamnion waktu hamil).

C. PATOFISIOLOGI
Menurut Price, Sylvia A. 2005. Atresia esophagus merupakan penyakit pada
bayi baru lahir dan merupakan kelainan bawaan. Resiko tinggi terhadap atresia
esophagus yaitu bayi baru lahir secara premature dan menangis terus disertai batukbatuk sampai adanya sianosis. Malformasi struktur trakhea menyebabkan bayi
mengalami kesulitan dalam menelan serta bayi dapat mengalami aspirasi berat
apabila dalam pemberian makan tidak diperhatikan.
Pada perkembangan jaringan,terjadi gangguan pemisahan antara trakhea dan
esopagus pada minggu ke 4 sampai minggu ke 6 kehidupan embryonal. Resiko tinggi
dapat terjadi pada ibu hamil dengan hidramnion yaitu amniosentesis harus dicurigai.
Bayi dengan hipersalivasi ; berbuih, sulit bernafas, batuk dan sianosis. Tindakan
pembedahannya segera dilakukan pembedahan torakotomi kanan retro pleural.

D. PATHWAY KEPERAWATAN

Kongenital / idiopatik

Esophagus yang buntu

Informasi penyakit kpd klrga

Kurang pengetahuan

Cemas

Batuk-batuk,

Hipersalivasi

Tersedak

Pasang NGT

Bersihan jln nfs tdk efektif

Pola mkn bayi tdk efektif

Resiko aspirasi

Sumber: Price, Sylvia A. 2005, NANDA.2000, Wong, Donna L. 2003

E. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Behrman, Richard E.dkk. 1999. Atresia esofagus harus dicurigai :
1. Pada kasus poli hidro amnion ibu.
2. Jika kateter yang digunakan untuk resusitasi saat lahir tidak bisa masuk ke
dalam lambung.
3. Jika bayi mengeluarkan sekresi mulut berlebihan.
4. Jika tersedak, sianosis, atau batuk pada waktu berupaya menelan makanan.
Penghisapan sekresi yang berelebihan dari mulut dan faring sering
menghasilkan perbaikan tapi gejalanya akan cepat berulang kembali. Sayang sekali,
sering kali diagnosis baru dibuat setelah bayi mengalami aspirasi makanan. Apabila
fistula menghubungkan dengan trakhea dan esophagus distal, udara biasanya masuk
ke perut, sehingga perut menjadi timpani dan mungkin menjadi kembung sehingga
mengganggu pernafasan.
Jika fistula menhubungkan esophagus proksimal dengan trakhea, upaya
pertama pemberian makan dapat menyebabkan aspirasi berat. Bayi dengan atresia
yang tidak mempunyai fistula mempunyai perut skafoid dan tidak berisi udara. Pada
keadaan fistula tanpa atresia (type H) yang jarang terjadi, tanda yang sering
ditemukan adalah pneumonia aspirasi berulang, dan diagnosisnya dapat tertunda
hingga beberapa hari atau bahkan berbulan-bulan. Aspirasi sekret faring hampir
selalu terjadi pada semua penderita atresia esophagus, tapi aspirasi isi lambung lewat
fistula distal menyebabkan pneumonitis kimia yang lebih berat dan membahayakan
jiwa.

Sekitar 50% bayi dengan atresia esophagus juga mengalami beberapa


anomaly

terkait.

Malformasi

kardiovaskuler,

malformasi

rangka

termasuk

hemivertebrae dan perkembangan abnormal redius, serta malformasi ginjal dan


urogenital sering terjadi, semua kelainan itu disebut sindrom VATER.
F. PENATALAKSANAAN
Pasang sonde lambung no. 6 8 F yang cukup
halus. Dan radioopak sampai di esophagus yang buntu.
Lalu isap air liur secara teratur setiap 10 15 menit. Pada
Gross type II, tidur terlentang kepala lebih tinggi. Pada Gross type I, tidur terlentang
kepala lebih rendah. Bayi dipuasakan dan diinfus. Kemudian segera siapkan operasi.
(FKUI. 1982).
Pemberian minum baik oral/enteral merupakan kontra indikasi mutlak untuk
bayi ini. Bayi sebaiknya ditidurkan dengan posisi prone/ telungkup, dengan posisi
kepala 30o lebih tinggi. Dilakukan pengisapan lendir secara berkala, sebaiknya
dipasang sonde nasogastrik untuk mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu
bayi diberikan dot agar tidak gelisah atau menangis berkepanjangan.
G. TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis kelainan bawaan atresia esophagus menurut FKUI. 1982. yaitu :
1. Ibu hamil dengan hidroamnion.
2. Bayi lahir menangis, kemudian batuk-batuk dan biru.
3. Air liur bayi berlebihan dan mengalir keluar.
4. Bila diberi minum anak tersedak, batuk-batuk dan biru.
5. Bila pasang sonde, akan terhenti kira-kira 8-10 cm dari lubang hidung.

H. KLASIFIKASI
Atresia esophagus dapat di golongkan menjadi beberapa tipe yaitu sebagai
berikut :
1. Tipe A (5%-8%)
Kantong buntu disetiap ujung esophagus, terpisah jauh
dan tanpa hubungan ke trakhea.

2. Tipe B (jarang) kantong buntu di setiap ujung


esophagus dengan fistula dari trakhea ke segmen
esophagus bagian atas.

3. Tipe C (80%-95%)
Segmen esophagus proksimal berakhir pada kantong buntu
dan segmen distal di hubungkan ke trakhea atau bronkhus
primer dengan fistula pendek pada atau dekat bifurkasi.

4. Tipe D (jarang)
Kedua segmen esophagus atas dan bawah dihubungkan
ke trakhea.

5. Tipe E (jarang dibanding A dan C)


Sebaliknya trakhea dan esophagus normal dihubungkan
dengan fistula umum.

tipeA

tipe B

tipe C

tipe D

tipe E

Sumber: FKUI, Buku Kuliah I Ilmu Kesehatan Anak.


I. PENGOBATAN
Penderita atresia esophagus seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi
kemungkinan isi lambung masuk ke dalam paru-paru. Kantong esophagus harus
secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian
yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi dan
pengelolaan anomaly penyerta kadang-kadang, kondisi penderita mengharuskan
operasi tersebut dilakukan secara bertahap:
1. Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa
gastrotomi untuk memasukkan makanan,
2. Tahap kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat
diterima. Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan
anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan
fistula esophagus. Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran
nafas reaktif sering ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada fistula,
stenosis esophagus dan refluks gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.

ASUHAN KEPERAWATAN
1

PENGKAJIAN
Asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi baru lahir adalah berdasarkan
tahapan-tahapan pada proses keperawatan.

tahap pengkajian merupakan

tahap awal, disini perawat mengumpulkan semua imformasi baik dari klien
dengan cara observasi dan dari keluarganya. Lakukan penkajian bayi baru
lahir.observasi manipestasi atresia esophagus dan fistula. Traekeoesofagus,
saliva berlebihan, tersedat, sianosis, apneu.
a Sekresi berlebihan , mengalirkan liur konstan,sekresi hidung banyak.
b Sianosis intermitten yang tidak diketahui penyebabnya.
c Laringaspasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang terakumulasi
d
e

dalam kantong buntu.


Distensi abdominal.
Respon kekerasan setelah menelan makanan yang pertama atau kedua :
bayi batuk dan tersedat saat cairan kembali melalui hidung dan mulut

f
2

trejadi sianosis.
Bayi sering premetur dan kehamilan munkun terkomplikasi oleh hydra

amniaon (cairan amniotic berlebihan dalam kantong ).


DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang munkin timbul pada klien dengan atersia

esophagus
a Bersihan jalan napas tidak epektif.
b Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
c Kesulitan menelan.
3 INTERVENSI
a Intervensi terapeutik
1 Pengobatan segera terdiri dari penyokongan bayi pada sudut 30 derajat
untuk mencegah refluks isi lambung : pengisapan kantong esophagus
atas dengan selang replogleatau drai penampung; gastrostomi untuk
mendekompresi lambung dan mencegah aspirasi ( selanjutnya
2

digunakan untuk pemberian makan ) puasa, cairan diberikan IV.


Pengobatan secaa tepat terhadap proses patoogis pennerta,seperti

pneumonitis atau gagal jantung kongestif.


Terapi pendukung meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, cairan
IV,antibiotic, dukungan pernapasa, dan mempertahankan lingkungan

netral secara termal.


Intervensi pembedahan

Perbaikan primer segera: pembagian fistula diikuti oleh anatomisis


esophagus segmen proksimal dan disal bila berat bayi lebih dari 2000g

dan tanpa pneumonia.


Perlambatan jangka pendek (perbaiakan primer lanjut): untuk
menstabilkan bayi dan mencegah penyimpangan bila bayi tidak dapat

mentoleransi pembedahan dengan segera.


Pentahapan : pada awalnya, pembagian fistula dan

gastrotomi

dilakukan dengan anastomisis esophagus sekunder lanjut. Pendkatan


dapat digunakan pad bayi yang masih sanhat kecil, prematr atau
4

neonatus, yang sakit, atu bila anomal congenital berat.


Esofagomiotomi servikal ( lubang buatan pada leher yang
memungkinkan drainase esophagus bagian atas ) dapat dialakukan bila
ujung

esofagus

terpisah

terlau

jauh:

pengggantian

esophagus

dengansegmen usus pada usia 18 sampai 24 bulan.


Nutrisi kurang dari kebutuhan
Intervensi
1 pada praoperasi waspada terhadap indikasi gawat napas: retrasi,
sianosissirkomoral, gelisa, pernapasan cuping hidung, peningkatan
2

frekuensi pernapasan dan jantung.


Pantau tanda tanda vital dengan sering terhadap perubahan pedatekanan
darhdan nadi, yang dapat mengidikasikan dehidrasi atau kelebihan beban

volume cairan.
Catat masukan dan haluaran, termasuk drainase lambung (bila selang

4
5

gastrotomiuntuk dekomensasi terpasang)


Pantau terhadap distensi abdomen.
pantau terhadap tanda gejala yang dapat menunjukkan anomaly congenital

tambahan atau komplikasi.


pada pasca operasi,kaji adanya kebocoran pada anastomisis yang
menyebapkan mediastinitis dan pneumotoraks perhatikan saliva dalam
selang dada, hipotermia dan hipertermia, gawat napas berat, sianosis,

gelisah, nadi lemah.


Lanjutkan untuk memantau komplikasi selama proses pemulihan :
a Stritur pada anastomisis : kesulitan menelan, muntah atau memuntahkan
kembali cairan yang diminum,menolak makan,demam(terjadi setelah
aspirasi dan pneumonia)

Fistula berulang : batuk,tersedak, dan sianosis yang dikaitkan dengan


distensi abnormal: episode berulang pneumonia : kondisi umum buruk

(tidak ada penambahan berat badan)


c Atelektasis atau pneumonitis :aspirasi dan gawat napas.
d Bersihan jalan napas tidak efektif
Intervensi
1 Posisi bayi dengan kepala ditinggikan 20 sampai 30 derajat untuk
mencegah atau mengurangi refluks asam lambung kedalam percabangan
trakeobronkial. Balik bayi dengan sering untuk mencegah atelektasis dan
2

pneumonia.
Lakukan pengisapan nasofaring intermitten atau pertahankan selang lumen
ganda atau selang penampung dengan pengisapan konstan untuk
mengeluarkan sekresi dari kantung buntu esophagus :
a Jamin bahwa selang indwelling tetap paten, diganti sesuai kebutuhan,
sedikitnya sekaliu setiap 12 sampai 24 jam lubang hidung yang
digunakan harus bergantian. Cegah nekrosis lubang hidung dari
b

tekanan oleh kateter


Isap mulut untuk mempertahankan bebas sekresi dan mencegah

aspirasi.
Bila gastrotomi ditempatkan sebelum pembedahan definitive,
pertahankan selang yang mengalir sesuai gravitasi, dan jangan

mengirigasi sebelum pembedahan.


Tempatkan bayi dalam isolette atau dibawah penghangat radian

e
f

dengan humiditas tinggi.


Bantu dalam mengencerkan sekresi dan mucus yang kental.
Pertahkan suhu bayi dalam zona termoneutral dan jamin isolasi

g
h

lingkungan untuk mengcegah infeksi.


Berikan oksigen sesuai kebutuhan
pertahankan puasa dan berikan cairan parenteral dan elektrolit sesuai

ketentuan,untuk mencegah dehidrasi


Sediakan dan kenali kebutuhan untuk prawatan kedaruratan atau

resusitasi.
Jelaskan prosedur dan kejadian penting pada orang tua segera
mungkin orientasikan merka pada lingkungan RS dan ruang

perwwatan tertentu.
Biarkan keluarga menggendong dan membantu merawat bayi.

Berikan ketenangan dan dorongan keluarga dengan sering, berikan


dukungan tambahan melalui pekerja sosial,rohaniawan, konselor,

sesuaikebutuhan.
Kesulitan menelan
1 Perhatikan kepatenan jalan nafas, isap dengan sering sedikitnya setiap 1
sampai 2 jam, mungkin diperlukan setiap 5 sampai 10 menit.
a Minta ahli bedah untuk menandai keteter pengisap untuk menunjukan
seberapa jauh keteter dapat dimasukkan dengan aman tanpa

mengganggu anastomosis.
b Observasi terhadap tanda sumbatan jalan nafas.
Berikan fisioterapi dada sesuai ketentuan
a Ubah posisi bayi dengan membalik, rangsang supaya menangis untuk
b
c

meningkatkan pengembangan penuh paru.


Tinggikan kepala dan bahu 20 sampai 30 derajat
Gunakan vibrator mekanis 2 sampai 3 hari pada pascaoperasi (untuk
meminimalkan trauma pada anastomosis), diikuti dengan lebih banyak

terapi fisik dada keras setelah hari ketiga.


Lanjutkan penggunaan Isolette atau penghangat

kelembaban.
Lanjutkan dengan penyediaan alat kedaruratan , termasuk mesin pengisap,

5
6

keteter, oksigen, laringoskop, selang endotrakeal dalam berbagai ukuran.


Berikan lanjitan IV sampai pemberian gastrostomi dapat dimulai.
Mulai pemberian makan gastrostomi segera setelah diprogramkan karena

radian

dengan

nutrisi adekuat adalah factor penting dalam penyembuhan.


Gastrostomi secara umum diletakkan pada drainase gravitasi selama 3 hari
pascaoperasi, kemudian tinggikan dan biarkan terbuka untuk memungkinkan udara
keluar dan penyaluran sekresi lambung ke dalam dupdenum sewaktu sebelum

pemberian makan dimulai.


Berikan bayi dot untuk

dikontraindikasikan.
Cegah udara memasuki lambung dan menyebabkan distensi lambung dan

kemungkinan refluks.
Lanjutkan pemberian makan gastrostomi sampai bayi mentoleransi makan secara

mengisap

selama

pemberian

makan,

kecuali

oral penuh.
7 Pertahankan kepatenan drainase dada.
8 Bila bayi telah mengalami esofagostomi servikal:
a Pertahankan area bersih dari saliva dan tempatkan bantalan penyerap
diatas area.

Sesegera mungkin, biarkan anak mengisap beberapa milliliter susu

bersamaan dengan pemberian makan secara gastrostomi.


Tingkatkan anak untuk makan padat bila tepat jika esofagostomi

dipertahankan selama beberapa bulan.


9 Mulai pemberian makan oral 10 sampai 14 hari setelah anastomosis.
10 Coba untuk membuat saat makan adalah saat yang menyenangkan pada
bayi. Gunakan pendekatan dan kesabaran konsisten.
11 Anjurkan orang tua untuk menimang dan berbicara pada bayi.
12 Berikan stimulasi visual, audiotorius dan taktil yang tepat untuk kondisi
fisik dan usia bayi.
13 Bantu untuk mengembangkan hubungan yang sehat antara orang tua
anak melalui kunjungan fleksibel.
4 Evaluasi Keperawatan
Pada tahap ini perawat menkaji kembali hal-hal perhan

dilakukan,

berdasarkan pada criteria hasil yang telah ditetapkan. Apabila masih terdapat
masalah masalah klien yang belum teratasi, perawat hendaknya menkaji
kembali hal hal yang berkenaan dengan masalah tersebut dan kembali
melakukan intrvensi keperawatan. Sebaliknya bila masalah klin telah teratasi
maka prlu dilakukan pengawasan dan

pengontrolan yang teratur untuk

mencegah timbulnya serangan atau gejala gejala yang memicu terjadinya


serangan.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E.dkk. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol.2. Jakarta:EGC
FKUI. 1982. Kapitaselekta Kedokteran. Jakarta: Medica Aesculapius
Johnson, Marion.dkk. 2000. IOWA Intervention Project: Nursing Outcomes
Classification (NOC). Missouri: Mosby
Mantu, Farid Nur. 1993. Catatan Kuliah Bedah Anak. Jakarta: EGC
McCloskey, Joanne C.dkk. 1996. IOWA Intervention Project: Nursing Intervention
Classification (NIC). Missouri: Mosby
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6.
Jakarta: EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuilah I Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: Trimahendri
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik alih bahasa Monica
Ester editor Sari Kurnianingsih edisi 4. Jakarta: EGC
www.google.com//atresiaesofagus. Diakses pada tanggal 5 Juni 2008
www.medicastore.com//atresiaesofagus. Diakses pada tanggal 5 Juni 2008

You might also like