Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Salah satu indikator untuk menilai derajat kesehatan perempuan adalah
dengan melihat Angka Kematian Ibu (AKI). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan lebih dari 585.000 ibu di dunia meninggal tiap tahun saat hamil
atau bersalin. Hal ini menunjukkan bahwa setiap menitnya ada satu ibu yang
meninggal dunia.1
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2009, AKI masih
cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup. Selain itu, menurut survei
kesehatan daerah Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 didapatkan AKI berjumlah 20
orang dari jumlah kelahiran hidup 24.176 jiwa. Survei Kesehatan Rumah Tangga
(2001) menyebutkan AKI di Indonesia mencapai 396 jiwa dari 100.000 kelahiran
hidup. Jumlah tersebut meningkat dibanding survei pada tahun 1995, yaitu 373
jiwa dari 100.000 kelahiran hidup. Tingginya AKI di Indonesia menempatkan
negara ini sebagai urutan teratas di negara ASEAN dalam jumlah kematian ibu.
Departemen Kesehatan menargetkan AKI tahun 2010 turun menjadi 125 jiwa dari
100.000 kelahiran hidup. Target tersebut ternyata masih jauh untuk bisa dicapai.1
Penyebab utama dari kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan (4060%), infeksi (20-30%) dan keracunan kehamilan (20-30%), sisanya (5%)
disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan. Sampai
saat ini perdarahan dalam obstetrik masih memegang peran penting sebagai
penyebab utama kematian ibu dinegara maju, terutama pada kelompok sosioekonomi lemah.1
Perdarahan dalam obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga
dan yang terjadi setelah anak atau plasenta lahir umumnya adalah perdarahan
yang berat. Jika tidak mendapat penanganan segera dapat menyebabkan syok yang
fatal. Perdarahan dapat terjadi sebelum persalinan (antepartum bleeding) dan
sesudah persalinan (postpartum bleeding).2
Plasenta previa merupakan salah satu penyebab perdarahan sebelum
persalinan yang memberi kontribusi sekitar (20%) dari seluruh kejadian
perdarahan pada kehamilan trimester ketiga.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 PLASENTA
2.1.1 Definisi
Plasenta merupakan organ multifungsi yang menyediakan oksigen,
homeostasis cairan, nutrisi dan sinyal endokrin bagi janin selama dalam
kandungan sampai terjadinya persalinan. Perfusi plasenta yang tidak adekuat
merupakan hal yang fundamental dalam terjadinya PJT (pertumbuhan janin
terhambat). Gangguan perfusi plasenta yang akan menyebabkan hipoksia
intraplasenta akan mengakibatkan berkurangnya transfer oksigen dan nutrien dari
ibu ke janin sehingga oksigenasi dan pertumbuhan janin akan terganggu.
Kenyataan ini menandai adanya kerusakan endotel atau disfungsi endotel pada
sirkulasi uteroplasenta akibat dari hipoksia intraplasenta.6
2.2.2 Anatomi
Plasenta berbentuk bundar dengan diameter 15 20 cm dan tebalnya 2.5
cm, berat plasenta bervariasi sesuai dengan berat bayi lahir yaitu 1/6 dari berat
bayi lahir.7,8 Tali pusat berhubungan dengan plasenta dan insersinya di tengah atau
insersio sentral. Bila agak ke pinggir disebut insersi lateralis dan kalau di pinggir
disebut insersi marginalis.. Plasenta umumnya terbentuk lengkap pada umur
kehamilan 16 minggu . Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang
dinding uterus agak ke atas rahim atau fundus uteri. Hal ini fisiologi karena
permukaan korpus uteri lebih luas sehingga lebih banyak tempat untuk
berimplantasi.9
Bagian janin ( foetalportion) teridiri dari korion frotundum dan villi. Villi
yang matang terdiri dari villi korialis, ruang ruang intervillier ; darah ibu
yang berada di ruang intervilier berasal dari arteri spiralis yang berada di
desidua basalia. Pada systole darah disemprotkan dengan tekanan 70 80 mm
Hg ke dalam ruang intevillier sampai mencapai lempeng korionik ( chorionic
plate) pangkal dari kotiledon. Darah tersebut membanjiri semua villi korialis
dan kembali perlahan-lahan ke pembuluh balik ( vena) di desidua dengan
tekanan 80 mm Hg. Pada permukaan janin diliputi oleh amnion, di bawah
Tali Pusat merentang dari pusat janin ke plasenta bagian permukaan janin.
Pajangnya rata-rata 50-55 cm dengan diameter 1 2.5 cm , dan terdiri dari 2
arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis dan satu jelly warton.
2.2.3 Fungsi
Adapun fungsi plasenta adalah sebagai alat memberi makan pada janin,
nutrisi. Janin membutuhkan nutrien dalam kadar lebih tinggi demikian pula
glukosa, mekanisme yang dipakai untuk memudahkan melekul yang lebih besar
seperti albumin dan gamma globulin, melalui membran plasenta. Mekanisme ini
memindahkan immunoglobulin ibu yang memberi janin imunitas pasif dini.
Produk limbah metabolik menembus membran plasenta dari darah janin ke dalam
darah ibu, dan ginjal ibu akan mengekskresikannya.11
Banyak virus yang dapat menembus membran plasenta dan akan
menginfeksi janin. Demikian pula beberapa obat dapat menembus membran
plasenta yang dapat membahayakan janin seperti alkohol, kefein, nikotin dan
substansi toksik lain, seperti asap rokok dan obat obatan, mudah menembus
plasenta. Fungsi plasenta bergantung pada tekanan darah ibu yang menyuplai
sirkulasi.11
2.2 PLASENTA PREVIA
2.2.1 Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. 1
Plasenta previa adalah posisi plasenta yang berada di segmen bawah uterus, baik
posterior maupun anterior, sehingga perkembangan plasenta yang sempurna
menutupi os serviks.12
segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim
seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar
dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks
yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau
klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa
antenatal maupun dalam masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun
pemeriksaan digital. Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang
secara berkala dalam asuhan antenatal ataupun intranatal.12
2.2.2 Klasifikasi
Secara teoritis plasenta previa dibagi dalam bentuk klinis:13
a) Plasenta previa totalis adalah plasenta yang menutupi seluruh osteum uteri
internum pada pembukaan 4 cm. Disebut plasenta previa sentralis apabila pusat
plasenta bersamaan dengan sentral kanalis servikalis.
b) Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian osteum uteri
internum.
c) Plasenta previa marginalis adalah apabila tepi plasenta berada sekitar pingir
ostium uteri internum.
d) Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang
2cm dari ostium internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak
normal.
2.2.3 Insidensi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan
pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari
pada kehamilan tunggal. Uterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadiannya.
Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan insidennya berkisar
1,7 % sampai dengan 2,9%. Di negara maju insidennya lebih rendah yaitu kurang
dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil dengan paritas
tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetrik yang
memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plsenta previa bisa lebih tinggi.
banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak
plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah
rahim itu perdarahan pada plasenta previa pasti akan terjadi (unavoidable
bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat
karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh
darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan
berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang
besar dari plasenta pada mana perdarahan akan akan berlangsung lebih banyak
dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan
berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian
perdarahan.13
Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain
(causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless).
Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi
lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih
dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada
plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu
mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi
cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga
mencegah syok hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah
bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya
pada umur kehamilan 34 minggu keatas. Berhubung tempat perdarahan terletak
dekat ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim
dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan
lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan
demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.13
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
10
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi pada plasenta akreta
dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa
menembus ke buli-buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta
dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.
Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terjadi disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala
tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retentio placentae), atau
setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan
baik.13
2.2.6 Gambaran Klinis
Kay (2003) menyebutkan bahwa gejala plasenta previa mencakup satu
atau kedua hal berikut:14
1) Tiba-tiba, tanpa rasa sakit pendarahan vagina yang berkisar dari ringan sampai
berat. Darah sering berwarna merah terang. Pendarahan dapat terjadi pada awal
minggu ke-20 kehamilan tetapi yang paling umum selama trimester ketiga.
2) Gejala persalinan prematur. Satu dari 5 wanita dengan tanda-tanda plasenta
previa juga memiliki kontraksi rahim.
Perdarahan plasenta previa mungkin taper off dan bahkan berhenti untuk
sementara. Tapi itu hampir selalu dimulai lagi hari atau minggu kemudian.
Beberapa wanita dengan plasenta previa tidak memiliki gejala apapun. Dalam
kasus ini, plasenta previa hanya dapat didiagnosis oleh USG dilakukan untuk
alasan lain.14
Apabila janin dalam presentasi kepala, kepalanya akan di dapatkan belum
masuk ke dalam pintu-atas panggul yang mungkin karena plasenta previa
sentralis; mengolak ke samping karena plasenta previa posterior; atau bagian
terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa anterior. Tidak jarang
terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang.15
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar
melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir
trimester kedua ke atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan
berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah
11
12
2) Pemeriksaan luar
Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit, darah
beku dan sebagainya. Jika telah berdarah banyak maka ibu kelihatan anemis.
Palpasi
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah, sering
dijumpai kesalahan letak janin, bagian terbawah janin belum turun, apabila letak
kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau mengolak di
atas pintu atas panggul.10
3) Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal
dari ostium uetri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai.18
4) Ultrasonografi
Menegakkan diagnosa plasenta previa dapat pula dilakukkan dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata
sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak
rasa nyeri.10
USG abdomen selama trimester kedua menunjukkan penempatan plasenta
previa. Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan dapat mencapai 100%
identifikasi plasenta previa. Transabdominal ultrasonografi dengan keakuratan
berkisar 95%.18
Dengan USG dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta
terhadap ostium. Bila jarak tepi kurang dari 5 cm disebut plasenta letak rendah.
Bila tidak dijumpai plasenta previa, dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk
melihat sumber perdarahan lain.19
13
2.2.8 Penanganan
Penatalaksanaan plasenta previa menurut Scearce (2007) antara lain
adalah:15
1) Terapi ekspektatif (pasif)
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya
diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara ketat
dan baik.
Syarat-syarat terapi ekspektatif:
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
d. Janin masih hidup.
2) Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif
dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas
janin. Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa:
a. Seksio sesarea
Prinsip
utama
dalam
melakukan
seksio
sesarea
adalah
untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan
untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.
14
b. Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan
tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban
secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk
menekan plasenta dan seringkali menyebabkan pendarahan pada kulit kepala.
Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan
tidak aktif.15
Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan darurat kebidanan
yang memerlukan penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta
previa adalah:13
1. Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan anak
untuk mengurangi kesakitan dan kematian
2. Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk dapat
melakukan pertolongan lebih lanjut
3. Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil sikap
melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang
cukup.
15
2.2.9 Komplikasi
Berikut ini adalah kemungkinan komplikasi plasenta previa:20
1) Pertumbuhan janin lambat karena pasokan darah yang tidak mencukupi
2) Anemia janin
3) Janin yang tertekan akibat rendahnya pasokan oksigen
4) Shock dan kematian ibu jika pendarahan berlebihan
5) Infeksi dan pembentukan bekuan darah
6) Kehilangan darah yang membutuhkan transfusi
7) Prematur, pengiriman sebelum minggu ke-37 kehamilan, yang biasanya
menimbulkan risiko terbesar pada janin.21
8) kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa
sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
8) Cacat lahir. Cacat lahir terjadi 2,5 kali lebih sering pada kehamilan yang
dipengaruhi oleh plasenta previa daripada kehamilan tidak terpengaruh.
Penyebab saat ini tidak diketahui.21
16
2.2.10 Prognosis
Mortalitas perinatal kurang dari 50 per 1000, kematian janin disebabkan
karena hipoksia. Setelah lahir dapat terjadi perdarahan postpartum karena
trofoblas menginvasi segmen bawah uteri. Bila perdarahan tidak dapat dihentikan
maka dilakukan histerektomi. Mortalitas ibu rendah dengan pelayanan obstetri
yang baik dan tidak dilakukan pemeriksan sebelum masuk rumah sakit.21
Telah terjadi mencolok angka kematian ibu akibat plasenta previa, suatu
kecenderungan yang dimulai pada tahun 1927 saat Bill menyarankan ransfusi
yang memadai dan seksio sesarea. Sejak tahun 1945, saat Macafee dan Johnson
secara terpisah menyarankan terapi menunggu untuk pasien yang jauh dari aterm,
kecenderungan serupa terjadi pada angka kematian perinatal. Walaupun separuh
wanita memiliki kehamilan mendekati aterm saat perdarahan pertama kali terjadi,
persalinan prematur masih menimbulkan masalah besar bagi sisanya, karena tidak
semua wanita dengan plasenta previa dan janin prematur dapat menjalani
penatalaksanaan menunggu.21
17
BAB III
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
No CM
Nama
: 1-03-61-37
: Ny. Rina Yulianti
Umur
: 38 tahun
Jenis Kelamin
: Wanita
Suku
: Aceh
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
Tanggal masuk
: 13 Januari 2015
2.2ANAMNESA
Keluhan Utama
Keluar darah dari kemaluan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan keluar darah yang dialami sejak 2 jam
sebelum masuk rumah sakit. Keluar darah yang dikeluhkan pasien timbul secara
tiba-tiba dan tidak disertai dengan rasa nyeri pada perut ataupun pada
kemaluannya. Darah yang keluar berupa darah segar dan disertai dengan keluar
cairan yang jernih. Pasien mengaku hamil dan merasakan mules-mules sejak 3
jam sebelum masuk rumah sakit. keluhan perut tegang dan keputihan disangkal.
Pasien juga pernah mengalami keluar darah dari kemaluan 1 minggu yang lalu,
pasien berobat ke Rumah Sakit Ibu dan Anak dan perdarahannya berhenti.
Pasien mengaku saat ini hamil yang kelima dengan usia kehamilan sudah
9 bulan. Hari pertama haid terakhir (HPHT) tanggal 20 April 2014. Taksiran
Tanggal Persalinan (TTP) 27 Januari 2015. Usia kehamilan 38-39 minggu. Pasien
mengaku tidak ANC secara teratur selama kehamilan, pasien hanya kontrol
sebanyak 2 kali ke bidan dan belum pernah dilakukan pemeriksaan USG.
18
: Compos mentis
Keadaan umum
: baik
Keadaan gizi
: baik
19
Tekanan darah
: 170/100 mmHg
Nadi
: 78 x/menit, regular
Suhu
: 36,5oC
Pernapasan
: 20 x/menit
Pemeriksaan Fisik:
Status Generalis:
Mata
Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas
Status obstetri:
Leopold
I
II
: punggung kanan
III
IV
: Divergen
Inspeksi
Inspekulo
: Tidak dilakukan
VT
: Tidak dilakukan
Tgl 13-01-2015
9,5
31
4,3
12,9
411
8
2
104
Nilai Rujukan
12,0-15,0 g/dL
37-47 %
4,2-5,4 106/mm3
4,5-10,5 103/mm3
150-450 103/mm3
5-15 menit
1-7 menit
<200 mg/dL
20
Ureum
Creatinin
10
0,199
13-43 mg/dL
0,51-0,95 mg/dL
b. Ultrasonografi
Hasilnya
BPD
: 89
ICA
:8
AC
: 321
FL
: 69
: 2800gr
2.5 DIAGNOSA
Plasenta previa totalis pada G5P4A0 hamil 38-39 minggu + riwayat BSC 1x
a/i PPT + Hipertensi Kronik + Anemia sedang e.c perdarahan
2.6 PENATALAKSANAAN
Perencanaan :
R.dx/ Observasi tanda vital dan perdarahan
Kosul kardiologi
R.th/
SC cito
Tubektomi Pomeroy
FOLLOW UP :
13/01/201
- Mobilisasi bertahap
- Cek DPL 2 jam post operasi
Lahir bayi laki-laki dengan
- Obs. Tanda-Tanda Vital
BBL=3200gr, PB=46cm, Apgar - Diet TKTP 2300 kkal
21
Score=9/10
sedang
e.c
14/01/201
perdarahan
S/ nyeri pada luka operasi (+), Ass/ NH1 P5 post SC a/i PPT
O/ TD : 160/80 mmHg
+ Hipertensi Kronik
Lab post
op :
RR : 20x/i
Hb : 8,9
Ht : 29
Eri : 3,7
Leu : 12,9
Trom : 366
: 80x/i
: 36,5 oC
- Mobilisasi bertahap
Status Generalisata :
- Diet TKTP 2300 kkal
- Inj. Ceftriaxone 2gr/24 jam
Mata : konj. Palp. Inf. Pucat
- Inj. Ketorolac 3% 1 amp/8 jam
(+/+) Sklera ikterik (-/-) -Kaltropen Supp. II/8 jam
T/H/M : dbn
Thorax : Simetris (+/+), retraksi
(-/-) Sfka=Sfki, sonor
P/
-Konsul kardiologi
22
400 cc
Bowel : (-)
15/02/201
Lokia : Rubra
S/ nyeri pada luka operasi Ass/ NH2 P5 post SC a/i PPT
berkurang
O/ TD : 160/80 mmHg
+ Hipertensi Kronik
: 84x/i
RR : 20x/i
T
: 36,5 oC
Th/
Status Generalisata :
- Mobilisasi bertahap
- Diet TKTP 2300 kkal
Mata : konj. Palp. Inf. Pucat
- Inj. Ceftriaxone 2gr/24 jam
(+/+) Sklera ikterik (-/-) - Inj. Ketorolac 3% 1 amp/8 jam
-Kaltropen Supp. II/8 jam (K/P)
T/H/M : dbn
Th. Kardio :
Thorax : Simetris (+/+), retraksi -Metidopa tab 2x200mg
(-/-) Sfka=Sfki, sonor
(+/+) Ves (+/+) rh (-/-)
wh (-/-)
Cor
P/
-Konsul kardiologi
(Echocardiologi)
Status ginekologi :
Breast : ASI (+/+)
Uterus : TFU 2 jari dibawah
pusat, kontraksi baik
Bladder : BAK (+)
Bowel
: (-)
23
16/02/201
Lokia
S/ -
O/ TD : 165/80 mmHg
N
: Rubra
Ass/ NH3 P5 post SC a/i PPT
: 76x/i
RR : 18x/i
T
: 36,5 oC
Status Generalisata :
Mata : konj. Palp. Inf. Pucat
(-/-) Sklera ikterik (-/-)
T/H/M : dbn
Thorax : Simetris (+/+), retraksi
(-/-) Sfka=Sfki, sonor
Th/
- Diet TKTP 2300 kkal
- Cefadroxil tab 2x500mg
- Asam mefenamat tab 3x500mg
-Sohobion tab 1x1
Th. Kardio :
-Metidopa tab 2x200mg
Hasil echocardiografi :
Cor
P/
-PBJ
Status ginekologi :
Breast : ASI (+/+)
Uterus : TFU 2 jari dibawah
pusat, kontraksi baik
Bladder : BAK (+)
Bowel
: (-)
Lokia
: Rubra
24
BAB IV
PEMBAHASAN
25
Berdasarkan kasus yang dipaparkan pada Bab II, identitas pasien adalah
seorang wanita berumur 38 tahun, suku Aceh dan berprofesi sebagai ibu rumah
tangga dengan riwayat melahirkan sudah empat kali dan saat ini merupakan hamil
yang kelima dengan dijumpai adanya plasenta previa totalis. Hal ini sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa kejadian plasenta previa lebih banyak terjadi pada
kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia diatas 30 tahun. Angka-angka dari
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa frekuensi plasenta
previa meningkat dengan meningkatnya paritas dan umur dengan frekuensi
plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 2
kali lebih besar dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25
tahun, pada para 3 atau lebih yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 3 kali
lebih besar dibandingkan dengan para 3 atau lebih yang berumur kurang dari 25
tahun.1
Plasenta previa memiliki beberapa faktor risiko yaitu usia, paritas, riwayat
seksio sesaria, riwayat abortus, dan suku. Pada penelitian oleh Tabassum et al.,
tahun 2010 di Pakistan mendapatkan bahwa usia adalah salah satu faktor risiko
dari plasenta previa, yaitu usia 35 tahun memiliki risiko hampir 2 kali lebih
besar dibandingkan usia < 35 tahun, serta ibu dengan riwayat seksio sesaria pada
kelahiran sebelumnya memiliki risiko 4,5 kali mengalami plasenta previa. 22
Berdasarkan penelitian oleh Kim et al. tahun 2011, didapatkan bahwa wanita Asia
dan wanita kulit hitam memiliki risiko mengalami plasenta previa lebih tinggi
dibandingkan wanita kulit putih.23
Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan keluar darah yang dialami
sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluar darah yang dikeluhkan pasien
timbul secara tiba-tiba dan tidak disertai dengan rasa nyeri pada perut ataupun
pada kemaluannya. Usia kehamilan pasien saat ini adalah 38-39 minggu. Hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Kay (2003), ia menyebutkan bahwa
gejala plasenta previa yang paling khas terjadi adalah perdarahannya timbul
secara tiba-tiba dan tanpa rasa sakit atau nyeri, pendarahan vagina yang berkisar
dari ringan sampai berat. Darah sering berwarna merah terang. Pendarahan dapat
terjadi pada awal minggu ke-20 kehamilan tetapi yang paling umum selama
trimester ketiga.14
26
27
oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah
yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak
rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.13
Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai Hb pasien ini sedikit menurun
yaitu 9,5 g/dL dan didiagnosis dengan anemia sedang. Hal ini bisa disebabkan
oleh perdarahan yang terjadi karena adanya plasenta previa totalis. Menurut teori
dikatakan bahwa perdarahan pertama pada plasenta previa berlangsung tidak
banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang
jelas setelah beberapa waktu kemudian jadi berulang. Pada setiap pengulangan
terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir. Halini harus
diwaspadai karena bila perdarahan terjadi terus-menerus dapat menyebakan syok
pada pasien.13
Pada
pasien
ini
tatalaksana
yang
dilakukan
adalah
mengakhiri
kehamilannya dengan dilakukan operasi seksio sesarea cito. Cara ini merupakan
salah satu contoh terapi aktif yang dapat dilakukan pada kasus plasenta previa
totalis dengan perdarahan yang aktif. Wanita hamil di atas 22 minggu dengan
perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana secara
aktif tanpa memandang maturitas janin.15 Prinsip utama dalam melakukan seksio
sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal
atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan. Selain itu, pada
pasien ini usia kehamilannya sudah termasuk kategori hamil aterm dan pada kasus
ini juga dijumpai adanya penyulit lain yaitu hipertensi kronik yang sudah diderita
pasien selama lima tahun ini serta riwayat seksio sesarea sebelumnya dengan
indikasi plasenta previa totalis, sehingga pasien ini diputuskan untuk dilakukan
terminasi kehamilan dengan tindakan seksio sesarea.21
BAB V
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
29
30
16. Saifudin. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal , Edisi I Cetakan Keempat. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
17. Faiz, A. S and Ananth, C. V. 2003. Etiology and risk factors for placenta
previa: An overview and meta-analysis of observational studies. (Journal of
Maternal-Fetal and Neonatal Medicine, diakses tanggal 14 Februari 2015)
18. Johnson, L. G, Sergio, F and Lorenzo, G. 2003. The relationship of placenta
previa and history of induced abortion. (International Journal of Gynaecology
and Obstetrics, diakses tanggal 14 Februari 2015)
19. Oyelese, Y and Smulian, J. C. 2006. Placenta previa, placenta accreta, and
vasa previa. Obstetrics and Gynecology Departement
20. Usta, I. M, Hobeika, E. M, Musa, A. A, Gabriel, G. E and Nassar, A. H. 2005.
Placenta previa-acreta: risk factors and complications. Am. J. : Obstet.
Gynecol
21. Cunningham, et. a. 2010. Williams Obstetrics 23th edition. United States :
McGraw Hill Company
22. Tabassum, R, et. al. 2010. The Risk Factors Associated With Placenta Previa
in Patients Presented to Civil Hospital Karachi-A Case Control Study.
Obstetrics and Gynaecology Departement
23. Kim, L. H. et. al. 2011. Racial and Ethnic Differences in The Prevalence of
Placenta Previa. (Journal of Perinatology, diakses tanggal 14 Februari 2015)
31