You are on page 1of 3

Serat

Makanan berserat dapat memberi banyak manfaat kesehatan. Makan


makanan berserat yang cukup dapat mengurangi resiko terjadinya diabetes.
Namun , kebanyakan orang mengkonsumsi kurang serat. Serat dapat diperoleh
dari makanan seperti gandum, buah-buahan, sayur-sayuran, dan kacang-kacangan.
Suplemen yang mengandung serat dapat juga memiliki peran tambahan sebagai
pengganti serat dalam meningkatkan kesehatan (Anderson, 2009).
Serat adalah bagian makanan hasil dari tumbuh tumbuhan yang tidak
dapat dicerna oleh enzim pecernaam manusia, termasuk polisakarida dan lignin.
Dalam defenisi lebih terkini termasukoligosakarida, seperti inuli, dan zat pati
resisten (Anderson, 2009). Misner dalam dietary fiber menulis bahwa serat adalah
sumber makanan yang membuat tubuh sehat melalui efektivitas sistem usus, yang
secara luas menjelaskan bagian tumbuhan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh
(Misner, 2006).
Serat terbagi menjadi serat soluble yang terfernentasi di usus besar dan
serat insoluble yang memiliki efek meningkatkan massa feses (Anderson, 2009).
Serat soluble larut dalam air dan bermanfaat untuk mengurangi kadar lemak
dalam darah, jenis serat ini dapat ditemui dalam kulit buah buahan dan kulit padi.
Serat insoluble adalah serat yang tidak larut dalam air dan bermanaat
meningkatkan massa feses dan menjaga kesehatan sistem percernaan, jenis serat
ini ditemui dalam gandum, buah-buahan, dan sayur-sayuran (Misner, 2006).
Manfaat serat untuk diabetes sendiri adalah serat soluble dapat
menurunkan tingkat kecepatan absorpsi dan pencernaan karbohidrat yang dapat
menurunkan permintaan untuk insulin dan serat insoluble dapat mempersingkat
waktu transisi di usus, sehingga dibutuhkan waktu yang singkat untuk menyerap
karbohidrat (Montonen, 2003). Makanan dengan serat yang tinggi dapat
memperlambat pencernaan dan absorpsi glukosa dan menimbulkan efek kenyang
sehingga dapat menurunkan berat badan yang juga merupakan salah satu faktor
risiko diabetes melitus, makanan berserat tinggi juga dapat meningkatkan
sensivitas insulin, yang kemungkinan melalui efek rantai pendek asam lemak yang
dihasilkan dari fermentasi serat di usus halus (Fuji, 2013).
Asupan tinggi serat memiliki hubungan dengan penurunan signifikan dari
prevalensi diabetes berdasarkan penelitian kohort prospektif secara epidemiologis.
Lima penelitian menunjukkan 19% mengalami efek protektif dari asupan tinggi
serat an 11 perkiraan berdasarkan 427.000 responden dengan asupan serat yang
tinggi menunjukkan reduksi dari perkembangan diabetes dan penelitian terkini di
Finlandia menunjukkan individu dengan konsumsi fiber yang tinggi memiliki

62% reduksi progresi prediabetes menjadi diabetes (Anderson, 2009). Montonen


dalam penelitian hubungan antara konsumsi makanan gandum dan sereal berserat
dengan insiden tipe 2 diabetes menunjukkan bahwa makanan gandum
berhubungan dengan penurunan risiko diabetes melitus tipe 2 dengan relative risk
0.65 dan sereal berserat juga berhubungan dengan penurunan risiko diabetes
melitus tipe 2 dengan relative risk 0.39 (Montonen, 2003). Sebuah penelitian di
Iowa dengan sample wanita tua berumur 55-69 tahun untuk mencari hubungan
antara karbohidrat, asupan serat, dan insiensi diabetes melitus tipe 2 pada wanita
tua menunukkan bahwa asupan serat dari sumber makanan berserat tinggi seperti
gandum dan sereal menurunkan risiko diabetes setelah peyesuaian faktor faktor
lainnya (Meyer, 2000). Zhang dalam penelitiannya mengenai asupan serat dan
risiko diabetes melitus gestasional menunjukkan bahwa 10 gram/hari asupan serat
menurunkan risiko diabetes melitus gestasional sebanyak 26%, 5 gram/hari
asupan sereal dan buah buahan menurunkan risiko sebanyak 23% (Zhang, 2006).
Namun sebuah penelitian di indonesia oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi diabetes pada orang dengan konsumsi
sayur yang cukup dan konsumsi sayur yang kurang menunjukkan hasil yang
kurang lebih sama (Depkes, 2008).
Rekomendasi jumlah asupan serat sendiri dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, dan intake energi, dan rekomendasi umum untuk asupan serat yang
cukup adalah 14 gram/1000 kkal. Menggunakan pedoman energi dimana 2000
kkal/hari untuk perempuan dan 2600 kkal/hari untuk laki laki, rekomendasi serat
per hari menjadi 28 gram/hari untuk perempuan dewasa dan 36 gram/hari untuk
laki laki dewasa (Anderson, 2009). Setelah berumur 50 tahun keatas, kebutuhan
serat berkurang menjadi 21 gram untuk perempuan dan 30 gram untuk laki laki
sedangkan, menurut American Academy of Pediatrics dalam bukunya Guide to
Your Childs Nutrition di Minsers Dietary Fiber menyatakan bahwa intake serat
anak anak adalah umurnya ditambah dengan 5 gram, dimana apabila anak
berumur 8 tahun makan intakenya adalah 8+5=13 gram per hari dengan
maksimum 35 gram per hari (Misner, 2006).
Negara Indonesia pada angka kecukupan gizi tahun 2013 menyatakan
kecukupan serat laki-laki adalah 35-38 gram/hari dan menurut menjadi 27
gram/hari untuk usia diatas 65 tahun dan kecukupan serat perempuan adalah 3032 gram/hari dan menurun menjad 22 gram/hari untuk usia diatas 65 tahun
(Menkes, 2013). Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyarankan bahwa
konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang cukup adalah 5 porsi sehari
selama 7 hari dalam seminggu (Depkes, 2013).

Mengingat fakta bahwa kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa serat


mengurangi angka kejadian diabetes melitus tipe 2 menunjukkan bahwa serat
penting sebagai asupan pencegahan diabetes melitus tipe 2. Sebuah penelitian oleh
Dinas Kesehatan Repbulik Indonesia pada penduduk dengan umur 10 tahun ke
atas menunjukkan bahwa prevalensi kurang makan buah dan sayur di Indoneisa
sebesar 93,6% pada tahun 2007 dan pada tahun didapati tidak terjadi perubahan
(Depkes, 2013).
Anderson, J.W., Baird, P., Davis, R.H., Ferrer, S., Knudtson, M., et all. 2009.
Health Benefits of Dietary Fiber. Nutritional Review. 67(4), 188-205.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS 2007) Laporan Nasional 2007. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS 2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Fuji, H., Iwase, M., Ohkuma, T., Kaizu, S.O., Ide, H., Kikuchi, Y., et all. 2013.
Impact of Dietary Fiber Intake on Glycemic Control, Cardiovascular Risk
Factor, and Chronic Kidney Disease in Japanese Patients With Type 2
Diabetes Mellitus: the Fukuoka Diabetes Registry. Nutritional Journal. 12,
159.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 Tenrang Angka Kecukupan
Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta.
Meyer, K.A., Kushum L.H., Jacobs, D.R. Slavin, J., Sellers, T.A., Folsom, A.R.
2000. Carbohydrates, Dietary Fiber, and Incident Type 2 Diabetes in
Older Women. American Journal of Clinical Nutrition. 71, 921-30.
Misner, S., Whitmer, E., Florian, T.A. 2006. Dietary Fiber. Arizona: College of
Agriculture and Life Science University of Arizona.
Montonen, J., Knekt, P., Jarvinen, R, Aromaa, A., Reunanen, A. 2003. Wholegrain and Fiber Intake and The Incidence of Type 2 Diabetes. American
Journal of Clinical Nutrition . 77, 622-9.
Zhang, C., Liu, S., Solomon, C.G., Hu, F.B. 2006. Dietary Fiber Intake, Dietary
Glycemic Load, and the Risk for Gestational Diabetes Melitus. Diabetes
Care. 29, 2223-2230.

You might also like