You are on page 1of 15

PAPER

Hanging

Disusun oleh:
Ramos
100100125
Citra Mega Kharisma
100100003
Supervisor:
dr. H. Mistar Ritonga, SpF
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya yang memberikan kesehatan dan kelapangan waktu bagi penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dr. Aryani A. Amra, Sp. M,
selaku supervisor, dan dr. Muhammad Faisal yang telah memberikan arahan dalam
penyelesaian makalah ini.
Judul makalah ini ialah mengenai Sumbatan Duktus Lakrimalis Pada Anak. Adapun
tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi mengenai berbagai hal yang
berhubungan dengan Sumbatan Duktus Lakrimalis Pada Anak . Dengan demikian diharapkan
dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan yang bersifat membangun
dan saran-saran yang akhirnya dapat memberikan manfaat bagi makalah ini. Akhir kata,
penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, April 2015
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1.......................................................................................................Latar Belakang
...................................................................................................... 1

1.2.......................................................................................................Tujuan
Penulisan ..................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1. Anatomi dan Fisiologi.................................................................. 3
2.1.1 Anatomi Kelenjar Air Mata ................................................ 2
2.1.2 Air Mata............................................................................... 5
2.1.3. Fungsi Air Mata ................................................................ 7
2.1.4. Sistem Sekresi Air Mata .................................................... 7
2.1.5. Sistem Ekskresi Air Mata .................................................. 8
2.2. Obstruksi Duktus Lakrimalis........................................................ 8
2.2.1 Defenisi ............................................................................. 8
2.2.2 Insidensi.............................................................................. 9
2.2.3.Gejala Klinis...................................................................... 9
2.2.4. Etiologi.............................................................................. 9
2.3. Diagnosis Obstruksi Duktus Lakrimalis...................................... 13
2.3.1 Diagnosis Obstruksi Saluran Lakrimal Kongenital........... 13
2.3.2. Diagnosis Obstruksi Saluran yang Didapat....................... 14
2.3.3. Tes Dianostik Obstruksi Duktus Lakrimalis...................... 15
2.4. Penatalaksanaan Obstruksi Duktus Lakrimalis............................ 18
BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................. 23
3.1. Kesimpulan ................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Kelenjar Air Mata .............................................................................. 3


Gambar 2.2. Letak Letak Kelenjar Lakrimalis ....................................................................... 4
Gambar 2.3 Katup Hasner.............................................................................. ........................ 5
Gambar 2.4 Lapisan Lapisan Air Mata .............................................................................. .. 6
Gambar 2.5. Atresia punctum lacrimalis.............................................................................. 11
Gambar 2.6. Fistula Lakrimal.............................................................................. ................. 11
Gambar 2.7 Dancryocystocel yang Terinfeksi pada Mata Kanan .................................... ....12
Gambar 2.8 Obstruksi Bilateral Duktus Nasolakrimalis. Terlihat rpiphora dan krusta
periokular tanpa tanda inflamasi ............................................................................................12
Gambar 2.9. pembersihan pewarna yang tidak simetris........................................................ 16
Gambar 2.10. Irigasi Lakrimal.............................................................................. ............... 17

BAB 1
PENDAHULUAN

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Asfiksia
2.1.1. Defenisi
Asfiksia berasal dari bahasa Yunani asphyxia yang berarti ketiadaan detak jantung,
dan bagaimana kata ini dapat menjadi berarti keadaan yang diakibatkan kekurangan oksigen
masih belum jelas. Sekarang asfiksia secara umum digunakan untuk menggambarkan kondisi
kekurangan oksigen baik parsial (hipoksia) atau total (anoksia)(simpson).
Defenisi lain mengatakan asfiksia adalah kegagalan masuknya udara ke dalam alveoli
paru atau sebab sebab lain yang mengakibatkan persediaan oksigen dalam jaringan atau darah
atau keduanya berkurang sampai suatu tingkat teretenti dimana kehidupan tidak mungkin
berlanjut(prof).
2.1.2. Klasifikasi
Berdasarkan fisiologinya asfiksia dapat dibagi menjadi(Prof):
1. Anoksia anoksik, pada tipe ini oksigen tidak dapat masuk ke dalam paru- paru karena:
-

Tidak ada atau tidak cukup O2, bernafas dalam ruangan tertutup, kepala
ditutupi kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas
dalam selokan tertutup atau di pegunungan yang tinggi ini dikenal sebagai
asfiksia murni atau sufokasi

Hambatan mekanik dari luar maupun dari

dalam jalan nafas seperti

pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan, korpus alienum dalam


tenggorokan ini dikenal sebagai asfiksia mekanik.
2. Anoksia anemik
keadaan anoksia dimana darah tidak cukup hemoglobin untuk membawa
oksigen atau diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang membawa bahan bakar ke
pabrik. Keadaan ini didapati pada anemia berat dan perdarahan yang tiba tiba.
3. Anoksia hambatan ( stagnant anoxia )

Keadaan anoksia yang disebabkan karena tidak lancarnya sirkulasi darah yang
membawa oksigen. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi tetapi sirkulasi
darah tidak lancar, seperti gagal jantung, syok. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas
macet.

4. Anoksia jaringan
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak
dapat menggunakan oksigen secara efektif
Keadaan ini dapat dibedakan atas:
-

Ekstra seluler
Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan sianida
terjadi kerusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapat menyebabkan
kematian segera. Pada keracunan barbiturat dan hipnotik lainnya enzim sitokrom
dihambat secara parsial sehingga kematian berlangsung perlahan.

Intraseluler
Disini oksigen tidak dapat memasuki sel- sel tubuh karena penurunan
permeabilitas membrane sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang larut
dalam lemak seperti kloroform, eter dan sebagainya.

Metabolik
Dalam keadaan ini hasil akhir (end product), dari pernafasan seluler tidak dapat di
eliminer, sehingga metabolisme berikutnya tidak dapat berlangsung; misalnya
pada keadaan uremia.

Substrat
Dalam hal ini makanan tidak mencukupi untuk metabolisme yang efisien,
misalnya pada keadaan yang hipoglikemi.

2.1.3. Patofisiologi
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam dua
golongan(prof):
1

Primer ( akibat langsung dari asfiksia )


Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe
dari asfiksia. Sel - sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan O2. Bagian - bagian
otak tertentu membutuhkan lebih banyak O2, dengan demikian bagian tersebut lebih
rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel sel serebrum, serebelum dan ganglia basalis. Di sini sel - sel otak yang mati akan
digantikan oleh jaringan glial, sehingga pada organ tubuh yang lain yakni jantung,
paru - paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan O2 langsung
atau primer tidak jelas.

Sekunder ( berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh )


Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah
dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi.
Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung
maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini
didapati pada :
a

Penutupan mulut dan hidung ( pembekapan )

Obstruksi jalan nafas


seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan korpus alienum
dalam saluran nafas atau pada tenggelam karena cairan menghalangi udara
masuk ke paru - paru

Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan(traumatic


asphyxia)

Penghentian primer dari pernafasan


akibat kegagalan pada pusat pernafasan, misalnya pada luka listrik dan
beberapa bentuk keracunan.

2.1.4. Gejala-Gejala Klinik Asfiksia


Jika tubuh kekurangan oksigen maka gejala klinik yang akan terjadi bergantung pada
tingkat kekurangan zat tersebut, gejala klinik tersebut adalah(prof) :
1

Fase dispnoe
Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan
merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga amplitude dan frekuensi
pernafasan akan meningkat. Nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak
tanda - tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.

Fase konvulsi
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf
pusat sehingga terjadi konvulsi ( kejang ), yang mula - mula berupa kejang klonik
tetap kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya timbul episode opistotonik. Pupil
mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini
berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan O2.

Fase apnoe
Depresi pusat pernafasan menjadi lebih hebat, pernafasan melemah dan dapat
berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran
cairan sperma, urin dan tinja.

2.1.5. Tanda Tanda Post Mortem


Wajah bengkak dan biru, bibir kebiruan, mata menonjol, lidah sering bengkak dan
menjulur kadang kadang tergigit, telihat buih di rongga mulut dan hidung, bintik perdarahan
di muka, kelopak mata, dan konjungtiva. Tangan bisa dijumpai mencekam atau mengepal
(kejang mayat). Lebam mayat berwarna merah kebiruan, jelas terlihat, dan distribusi luas
karena kada CO2 tinggi dan darah menjadi lebih encer, sukar membeku akibat kerja
fibrinolisin(prof).
Mukosa trakea dan bronkus merah kearena kongesti dan sering dijumpai buih
bercampur darah. Paru paru bengkak dan berwarna gelap, adanya bintik bintik perdarahan di
permukaan paru, jantung, otak, dan selaput otak yang dikenal sebagai tardeous spot. Bintik
bintik perdarahan ini terjadi karena permeabilitas kapiler meningkat dan kapiler mudah

peccah. Selain di permukaan organ sering didapati konjungtiva palperbra dan kojuntiva bulbi
dan di kulit wajah. Organ organ mengalami pembendungan, sering didapati jantung kanan
masih terisi darah dan jantung kiri kosong. Tanda tanda lain didapati sesuai dengan penyebab
asfiksia, seperti di paru paru pada tenggelam, leher pada penjeratan, pencekikkan dan mati
gantung, luka di mulut dan hidung pada pembekapan dan cidera dada pada traumatik
asfiksia(prof).
Pada mati gantung proses hambatan terjadi serentak pada pembuluh darah arteri dan
vena maka wajah korban tampak pucat(prof).
Terdapat gambaran klasik asfiksia yang ditemukan apabila jalan penapasan
terobstruksi oleh tekanan dari luar ke leher atau dada dan terdapat kesulitan bernapas.
Gambaran tersebut adalah(simpson):
1. Kongesti wajah
2. Edema wajah
3. Sianosis kulit dan wajah
4. Peteki pada kulit wajah dan mata
Kongesti adalah gambaran kemerahan pada kult wajah dan kepala yang terjadi akibat
terhambatnya sistem vena ketika terjadi tekanan pada leher atau obstruksi lain yang
mencegah aliran balik vena ke jantung.
Edema adalah pembengkakan jaringan akibat transudasi cairan dari vena yang
disebabkan karena meningkatnya tekanan vena sebagai hasil dari obstruksi aliran balik vena
ke jantung.
Sianosis adalah kebiruan pada kulit sebagai gambaran dari darah yang terdeoksigenasi
pada sistem vena yang terhambat.
Peteki adalah perdarahan kecil berupa bintik-bintik kemerahan yang sering dijumpai
pada kulit kepala dan wajah. Hal ini juga dapat dijumpai pada konjungtiva dan mata. Hal ini
terjadi akibat bocornya darah dari vena-vena kecil sebagai akibat meningkatnya tekanan pada
sistem vena.
2.2. Hanging
2.2.1. Defenisi
Hanging adalah penekanan pada daerah leher oleh alat pengikat yag diletakkan
mengelilingi leher yang akan melilit leher dengan bantuan seluruh atau sebagian berat badan
tubuh (fp).
Dalam literatur lain menyebutkan hanging adalah kematian akibat tergantungnya
tubuh pada alat pengikat yang terikat pada sekeliling leher dengan tenaga yang berasal dari
seluruh atau sebagian berat badan tubuh(ctfm).
2.2.2. Pembagian hanging
Hanging dapat dibagi berdasarkan :

A Berdasarkan posisi korban, hanging dikelompokkan atas 2, yaitu :


o Complete hanging
Tubuh tergantung di atas lantai, kedua kaki tidak menyentuh lantai.2,5
o Partial hanging
Bagian dari tubuh masih menyentuh lantai. Sisa berat badan 10 - 15 kg pada orang
dewasa sudah dapat menyebabkan tersumbat saluran nafas dan hanya diperlukan sisa
berat badan 5 kg untuk menyumbat arteri karotis. Partial hanging ini hampir
selamanya karena bunuh diri.
B Berdasarkan letak jeratan, dikelompokkan atas :
o Typical hanging
Letak simpul di belakang leher, jeratan berjalan simetri di samping leher dan di
bagian depan leherdi atas jakun. Tekanan pada saluran nafas dan arteri karotis paling
besar pada tipe ini.
o Atypical hanging
Letak simpul bisa di mana saja selain tipikal. Jika titik penggantungan terletak di
samping, sehingga leher sangat miring (fleksi lateral), yang mengakibatkan hambatan
pada arteri karotis dan arteri vertebralis. Saat arteri terhambat, korban segera tidak
sadar.
C Simpul
Ada 2 jenis simpul, yaitu simpul hidup dan simpul mati. Pemeriksaan jenis dan
panjang bahan yang dipakai, serta jenis simpul dapat membantu menentukan cara
kematian. Pada waktu membebaskan lilitan dari leher korban tidak boleh membuka
simpul tetapi lilitan dipotong diluar simpul karena bentuk simpul bisa membantu
penentuan kematian secara medikolegal.

2.2.3. Penyebab kematian


Walaupun penyebab kematian pada mati gantung adalah asfiksia, tetapi sering disertai
sebab yang lain yaitu tekanan pada pembuluh darah di leher dan refleks inhibisi vagal. Yang
paling sering adalah campuran asfiksia dengan sumbatan pada pembuluh darah(prof).
Dengan demikian sebab kematian bisa terjadi karena(prof)(simpson):

Asfiksia
Terjadi

karena

alat

penjerat

menghalangi

jalan

pernafasan

yang

mengakibatkan terhalangnya masuknya udara .


2

Pembendungan pada vena


Terjadi pembendungan pembuluh darah vena dari otak karena konstriksi vena
jugularis yang sampai dapat menyebabkan perdarahan di otak.

Iskemik serebral
Tekanan pada leher dapat menyebabkan pembuluh darah arteri tertutup,
sehingga menyebabkan otak tidak mendapatkan suplai oksigen dan zat makanan yang
dibutuhkan.

Inhibisi vagal refleks


Inhibisi vagal pada umumnya merupakan penyebab kematian segera
(immediate death), hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada karotid bodi
menyebabkan terstimulasinya baroreseptor sinus karotis yang akan mengantarkan
impuls aferen ke nervus glossopharingeus melalui Herings nerve yang akan
terhubung ke nervus vagus pada hubungan di batang otak. Impuls parasimpatis akan
dilepaskan ke jantung melalui cabang cardial dari nervus vagus. Stimulasi cabang
saraf ini adakan menimbulkan bradikardia, yang apabia terus bertambah dapat
menyebabkan gagal jantung.

Fraktur dan dislokasi vertebra servikalis


Biasanya di jumpai pada kasus judicial hanging (hukum gantung), dimana
korban dijatuhkan secara mendadak dari ketinggian 2 meter, sehingga dapat terjadi
dislokasi atau fraktur dari vertebra C2-C3. Hal ini menyebabkan Medulla spinalis
bagian atas akan tertarik / teregang atau terputar dan menyebabkan hilangnya
kesadaran.

Jarak tinggi lilitan terkadang tidak terlalu tinggi. Banyak dilaporkan kasus
dimana korban bunuh diri dengan posisi duduk, berlutut, dan terlentang. Beberapa
penelitian telah menyebutkan bahwa tekanan 3-5 kg dapat menghambat vena jugularis
dan arteri karotid, tekanan 16-30 kg dibutuhkan untuk menyumbat arteri vertebra, dan
tekanan 15 kg juga dapat mengobstruksi trakea(ctfm).
Kematian mendadak ditemukan pada hukuman gantung sementara pada
gantung diri biasa 3-5 menit dibutuhkan agar respirasi dapat berhenti walaupun
jantung masih dapat berdetak 10-15 menit kemudian, jika saluran udara tidak
terobstruksi total, kematian dapat terjadi dalam 10-15 menit(ctfm).
2.2.4 Tanda post mortem
Tanda post mortem sangat berhubngan dengan penyebab kematian atau tekanan di
leher. Kalau kematian terutama akibat sumbatan pada saluran pernafasan maka dijumpai
tanda tanda asfiksia, respiratory distress, sianosis, dan fase akhir komvulsi lebih menonjol.
Bila kematian karena tekanan pembuluh darah vena maka dijumpai tanda pembendungan dan
perdarahan di konjungtiva bulbi, okuli, dan di otak bahkan sampai kekulit muka. Bila tekanan
lebih besar sehingga dapat menutup arteri maka tanda tanda kekurangan darah di otak lebih
menonojol yang mnyebabkan gangguan pada centra respirasi dan berakibat gagal nafas.
Tekanan pada sinus karotis menyebabkan jantung tiba tiba berhenti dengan tanda tanda post
mortem yang minimal. Tanda tanda di atas jarang berdiri sendiri, tetapi umumnya akan
diapati tanda tanda gabungan.
2.2.5. Pemeriksaan luar
Pada pemeriksaan luar penting diperiksa bekas jeratan di leher yaitu :
1. Bekas jeratan berparit, bentuk oblik seperti v terbalik, tidak bersambung, terletak di
bagian atas leher, berwarna kecoklatan, kering seperti kertas perkamen, kadang
kadang disertai luka lecet dan vesikel kecil di pinggir jeratan. Bila lama tergantung,
dibagian atas jeratan warna kulit lebih gelap karena adanya lebam mayat.
2. Kita dapat memastikan letak simpul dengan menelusuri bekas jeratan. Simpul terletak
di bagian yang tidak ada bekas jeratan, kadang kadang didapati juga bekas tekanan
simpul di kulit. Bila bahan penggantung kecil dan keras (seperti kawat) maka bekas
jeratan tampak dalam, sebaliknya bila bahan lembut dan lebar seperti selendang, maka

bekas jeratan tidak begitu jelas. bekas jeratan juga dipengaruhi oleh lamanya korban
tergantung, berat badan korban, dan ketatnya jeratan. Pada keadaan lain dapat didapati
leher dibeliti beberapa kali secara horizontal baru kemudian digantung, dalam
keadaan ini didapati beberapa berkas jeratan yang lengkap tetapi pada satu bagian
tetap ada bagian yang tidak tersambung yang menunjukkan letak simpul.
3. Leher bisa didapati sedikit memanjang karena lama tergantung, bila segera diturunkan
tanda memanjang ini tidak ada. Muka pucat atau bengkak, bintik perdarahan tardieu
spot tidak begitu jelas pada konjungtva bulbi dan palpebra, lidah terjulur kadang
tergigit, tetesan saliva di pinggir salah satu sudut mulut, sianosis, kadang kadang ada
tetesan urine, feses, dan sperma.
4. Bila korban lama diturunkan dari gantungan lebam mayat didapati di kaki dan tangan
bagian bawah. Bila segera diturunkan lebam mayat bisa diapati di bagian depan atau
belakang tubuh sesuai dengan letak tubuh sesudah diturunkan kadang penis tampak
ereksi akibat terkumpulnya darah.
2.2.6. Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam perlu diperhatikan :
1. Jaringan otot setentang jeratan didapati hematom, berwarna putih, kering, dan
berkilau. Saluran pernafasan kongesti, demikian juga paru paru dan organ dalam
lainnya. Terdapat tardieu spot di permukaan paru paru, jantung, dan otak. Darah
berwarna gelap dan encer.
2. Patah tulang lidah (os. hyoid) sering didapati, sedangkan tulang rawan yang lain
jarang.
3. Didapati adanya robekan melintang berupa garis berwarna merah pada tunika intima
dari arteri karotis interna.
2.2.7. Perbedaan Penggantungan Ante-Mortem dan Post-Mortem
Perbedaan antara penggantungan ante-mortem dan post-mortem dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Perbedaan
1. Motive

Ante-Mortem
Bunuh diri. Dibunuh pada

Post-Mortem
Disamarkan agar tampak

2. Tanda Penjeratan

hukuman gantung diri


Tanda penjerat jelas, dasar

seperti bunuh diri


Tidak tampak tanda jelas

luka jerat seperti kertas

dengan letak jeratan tidak

perkamen dapat berwarna

terlalu tinggi

coklat atau kuning dan letak


3. Air Liur

4. Tanda Cedera

jeratan tinggi
Air liur ditemukan menetes
Tidak tampak air liur
dari sudut mulut, dengan arah menetes
yang vertikal menuju dada.
Hal ini merupakan pertanda
pasti penggantungan antemortem
Tidak terlihat tanda cedera

Dapat terlihat cedera lainnya

lainnya pada tubuh

yang dapat menjadi penyebab


kematian atau tanda

5. Tanda Asfiksia

Dapat terlihat tanda asfiksia

perlawanan
Tidak terlihat tanda tanda

berupa sianosis pada wajah,

asfiksia

bibir, telinga.
Wajah membengkak dan
mata mengalami kongesti.
Terlihat pada pemeriksaan
6. Bukti di Tempat Kejadian

dalam
Ruangan tertutup. Tidak ada

Dapat terluhat tanda

7. Tanda Penarikan pada

tanda tanda perlawanan


Tidak terlihat

perlawanan dalam ruangan


Terlihat

Tubuh
8. Bekas Tali Penjerat

Dapat terlihan pada tangan

Tidak terlihat

9. Penis

korban
Ereksi penis disertai dengan

Ereksi penis dan cairan

keluarnya cairan sperma

sperma tidak ada.

sering terjadi pada korban

Pengeluaran feses juga tidak

pria. Demikian juga sering

ada

ditemukan keluarnya feses


Lidah bisa terjulur atau tidak

Lidah tidak terjulur kecuali

sama sekali

pada kasus kematian akibat

10. Lidah

pencekikan

2.2.7. Aspek Medikolegal


OBSERVASI

MATI GANTUNG

PENJERATAN

Motif
Tanda asfiksia
Tanda jeratan di leher
Letak jeratan
Bekas tali

Bunuh diri
Kurang jelas
Miring tidak kontiniu
Antara dagu dan laring
Keras, kering, coklat tua

Pembunuhan
Jelas
Horizontal dan kontiniu
Dibawah tiroid
Lunak dan kemerahan

Lecet setentang tali


Tanda perlawanan
Fraktur laring dan trakea
Fraktur os hyoid
Dislokasi vertebra
Pendarahan pada saluran

seperti kulit di samak


jarang dijumpai
Tidak ada
Jarang
Sering
Ada pada juridicial hanging
Sangat jarang

Umumnya ada
Sering ada
Sering
Jarang
Jarang
Ada bersama buih dari mulut

pernafasan
Air ludah

Mengalir dari salah satu

dan hidung
Tidak ada

Tardieus spot
Muka

sudut mulut
Jarang
Pucat

Sering
Sianosis dan kongestif

You might also like