Professional Documents
Culture Documents
dinilai
secara
klinis
dengan
JANTUNG
Walaupun secara anatomis merupakan satu organ, secara fungsional jantung
dibagi menjadi pompa kanan dan kiri, yang masing-masing terdiri dari satu atrium
dan satu ventrikel. Atrium berperan baik sebagai pembuluh maupun pompa awal,
sedangkan ventrikel berperan sebagai ruang pompa utama. Ventrikel kanan
menerima darah vena sistemik (terdeoksigenasi) dan memompanya ke dalam
sirkulasi pulmonar, sedangkan ventrikel kiri menerima darah vena pulmonar
(teroksigenasi) dan memompanya ke dalam sirkulasi sistemik. Empat katup secara
normal menjamin aliran tidak langsung melalui setiap ruang. Aksi pompa normal
pada jantung merupakan hasil dari beberapa seri peristiwa elektrik dan mekanis.
Jantung terdiri dari otot-otot stria khusus dalam rangka jaringan konektif.
Otot jantung dapat dibagi menjadi otot atrial, ventrikular, serta pacemaker khusus
dan sel-sel penghantar. Eksitatori alami sel-sel otot kardiak dan pengaturan
uniknya memungkinkan jantung untuk berfungsi sebagai pompa yang sangat
efisien. Hubungan resisten-rendah serial (diskus interkalatus) antara sel-sel
miokardial individual memungkinkan penyebaran yang cepat dan teratur pada
aktivitas elektrik di setiap ruang pompa. Aktivitas elektrik menyebar dengan
mudah dari satu atrium ke atrium yang lain, dan dari satu ventrikel ke ventrikel
yang lain, melalui jalur konduksi khusus. Hubungan langsung antara atrium dan
ventrikel yang normalnya tidak ada, kecuali melalui nodus atrioventrikular (AV),
menunda terjadinya konduksi dan memungkinkan kontraksi atrial untuk
mempersiapkan ventrikel.
POTENSIAL AKSI JANTUNG
Membran sel miokard yang normal bersifat permiabel terhadap K+ tetapi relatif
impermiabel terhadap Na+. Suatu Na+-K+ Adenosin trifosfatase (ATPase) yang
terikat dengan membran mengkonsentrasikan K+ pada ruang intraselular in
exchange untuk ekstrusi N+ keluar dari sel (lihat Bab 28). Konsentrasi Na +n
sodium cepat (spike) dan kanal kalsium lambat (plateau). Depolarisasi juga
disertai oleh penurunan permeabilitas potasium yang bersifat sementara. Restorasi
selanjutnya dari permeabilitas potasium yang normal dan penutupan dari kanal
sodium dan kalsium pada akhirnya akan mengembalikan potensial membran ke
nilai normalnya.
Setelah suatu depolarisasi, sel secara tipikalakan menjadi refrakter
terhadap stimulus depolarisasi normal berikutnya hingga mencapai fase 4. Periode
refrakter efektif adalah interval minimal di antara dua impuls depolarisasi yang
menyebar. Pada sel-sel miokard yang bersifat konduktor cepat, periode ini
biasanya berhubungan erat dengan durasi dari potensial aksi. Sebaliknya periode
refrakter efektif pada sel-sel miokard yang bersifat konduktor lambat dapat
melebihi durasi dari potensial aksi.
Tabel 19.2 merangkum berbagai macam jenis kanal kalsium di dalam
membran sel otot jantung. Beberapa di antaranya diaktifasi oleh perubahan voltase
membaran sel, sedangkan beberapa yang lain hanya akan terbuka bila membentuk
ikatan dengan ligand. Kanal cepat Na+ yang diatur oleh perbedaan voltase
memiliki suatu gerbang luar (m) yang terbuka pada voltase sebesar -60 hingga -70
mv dan suatu gerbang di dalam sel (h) yang akan menutup pada voltase sebesar
-30 mV. Kanal kalsium tipe T (transient) yang diatur oleh perbedaan tegangan
(voltase) ini menjalankan peran yang penting dalam fase 0 dari proses
depolarisasi. Selama fase plateau (fase 2), aliran kalsium terjadi melalui kanal
kalsium lambat tipe-L (long lasting) yang diatur oleh perbedaan tegangan. Tiga
tipe utama dari kanal K+ bertanggung jawab terhadap proses repolarisasi. Yang
pertama menghasilkan suatu aliran potasium outward (ITO), yang kedua
bertanggungjawab terhadap arus lambat (IKr), dan yang ketiga meghasilkan suatu
arus rectifying kerja lambat (IKs) yang mengembalikan potensial membran kembali
kepada keadaan normal.
Gambar 19-1. Potensial Aksi Jantung
INISIASI DAN KONDUKSI DARI IMPULS JANTUNG
Impuls jantung secara normal berasal dari sinoatrial (SA) node, sekelompok sel
pacemaker yang terspesialisasi terletak dalam sulkus terminalis, pada bagian
posterior dari pertemuan antara atrium kanan dan vena cava superior. Sel ini
diketahui mempunyai membran luar yang menghasilkan sodium (dan mungkin
kalsium). Influks yang lambat dari sodium, yang menghasilkan keadaan yang
kurang negatif pada potensial membran istirahat (-50 hingga -60 mV),
mempunyai tiga akibat yang perlu diperhatikan: Inaktifasi yang konstan dari
saluran cepat sodium, sebuah potensial aksi dengan ambang batas -40 mV yang
terutama disebabkan oleh pergerakan ion melewati saluran kalsium lambat, dan
depolarisasi regular yang spontan. Pada setiap siklus, kebocoran sodium
intraselular menyebabkan membran sel menjadi lebih tidak negatif secara
progresif; ketika ambang ambang batas potensial tercapai, saluran kalsium
terbuka, permeabilitas potassium menurun, dan sebuah potensial aksi dapat
timbul. Restorasi dari permeabilitas potassium yang normal mengembalikan sel
yang ada pada SA node kembali kepada membran potensial istirahat.
Impuls yang dihasilkan pada SA node secara normal dikonduksikan secara
cepat melewati atria ke arah AV node. Serat atrial yang terspesialisasi dapat
mempercepat konduksi ke atrium kiri dan AV node. AV node terletak pada dinding
septal atrium kanan di bagian depan pada tempat pembukaan sinus koroner dan
diatas insersi dari bagian septal katup trikuspid, biasanya terdiri dari tiga area:
daerah upper junctional (AN), daerah middle nodal (N), dan daerah lower
junctional (NH). Walaupun daerah N tidak mempunyai aktifitas spontan intrinsik
(otomatisitas), kedua daerah lainnya punya. Depolarisasi spontan yang lebih
lambat pada daerah AV junctional (40 60 kali/menit) memungkinkan SA node
yang lebih cepat ubtuk mengatur denyut jantung. Semua faktor yang menurunkan
jumlah dari depolarisasi SA node atau meningkatkan otomatisitas dari daerah AV
junctional memungkinkan daerah tersebut sebagai pacemaker untuk jantung.
Impuls dari SA node secara normal mencapai AV node setelah sekitar
0.04 s namun sudah hilang sekitar 0.11 s kemudian. Penundaan ini terjadi sebagai
hasil adanya serat miokardial kecil yang mempunyai konduksi yang lambat dalam
AV node, yang bergantung pada saluran kalsium lambat untuk merangsang
timbulnya potensial aksi. Sebagai kebalikannya, konduksi dari impuls antara sel
yang ada dalam atria dan pada ventrikel untuk aktifasi dan non aktifasinya sangat
terpengaruh pada saluran sodium cepat. Serta yang ada dibawah dari AV node
bergabung dan membentuk bundle His. Kelompok serat yang terbentuk dan
mengalami spesialisasi ini melewati septum interventrikular sebelum terbagi
menjadi cabang kanan dan kiri untuk membentuk jaringan kompleks dari serabut
purkinje yang menyebabkan depolarisasi pada kedua ventrikel. Sebagai kontras
yang nyata denganjaringan AV node, serabut His-purkinje mempunyai
saluran sodium cepat yang belum teraktifasi dan terlepas secara perlahan-lahan.
Hal ini dapat menyebabkan sinus bradikardi dan hambatan sinus node sama
seperti malignant ventricular arrhymitmia.
Penghambat saluran kalsium adalah bahan organik yang menghambat
influks kalsium melewati saluran tipe L tapi tidak menghambat saluran tipe T.
Penghambat dihydropyridine seperti nifedipine berfungsi menyumbat saluran,
dimana zat lain seperti verapamil dan, hingga yang lebih lemah diltiazem lebih
bersifat mengikat saluran agar tetap berada dalam keadaan depolarisasi dan tidak
aktif (menggunakan penghambat dependen).
MEKANISME KONTRAKSI
Sel-sel miokard berkontraksi sebagai hasil dari interaksi dua protein kontraktil
yang kaku dan saling ber-overlapping, yaaitu aktin dan miosin. Protein ini tetap
pada tempatnya dalam setiap sel selama proses kontraksi maupun relaksasi.
Dystrophin, sebuah protein intraselular yang besar, menghubungkan aktin dan
membran sel (sarkolema). Pemendekan sel didapat ketika aktin dan miosin
dimungkin untukk berinteraksi secara penuh dan bergeser hingga bertumpuk satu
sama lain (gambar 19 2). Interaksi ini secara normal dihambat oleh dua protein
pengatur, troponin dan tropomiosin; troponin terdiri dari tiga subunit, troponin I,
troponin C, dan troponin T. Troponin menempel pada aktin dengan intervel
tertentu, dimana tropomiosin terletak didalam pusat dari struktur aktin.
Peningkatan pada konsentrasi kalsium intraselular (dari 10 -7 hingga 10-5 mol/L)
menyebabkan kontraksi saat ion kalsium mengikat troponin C. Hasil dari
perubahan konformasi pada protein pengatur ini membuka bagian aktif pada
aktin yang memungkinkan interaksi dengan jembatan miosin (titik dari
pertemuan). Bagian yang aktif pada miosin berfungsi sebagai magnesiumdependent ATPase yang aktifitasnya ditingkatkan oleh peningkatan konsentrasi
kalsium intraselular. Rangkaian penggabungan dan pemisahan didapat setiap salah
satu dari jembatan miosin melewati bagian yang aktif dari aktin. Adenisin trifosfat
(ATP) digunakan pada setiap proses penggabungan. Relaksasi terjadi saat kalsium
secara aktif dipompa kembali kedalam retikulum sarkoplasma oleh Ca2+-Mg2+-
ATPase;
disebabkan
oleh
penurunan
konsentrasi
kalsium
intraselular
dari
Ca2+
yang
tersedia,
kemampuan
distribusi,
dan
menghasilkan
sedikit
peningkatan
pada
Na+
intraselular
yang
Gambar 19-2. kopling Eksitasi-kontraksi dan interaksi antara aktin dan miosin.
A. depolarisasi membran sel otot memungkinkan kalsium masuk ke dalam sel dan
pelepasan kalsium yang disimpan dalam retikulum sarkoplasma struktur kompleks
aktin-miosin. C: kalsium mengikat troponin, memungkinkan interaksi antara aktin
dan miosin.
INERVASI JANTUNG
Serabut parasimpatis terutama menginervasi atrium dan jaringan penghubung.
Asetilkolin berperan pada reseptor muskarinik jantung yang spesifik (M2) untuk
menimbulkan efek kronotropik negatif, dromotropik, dan inotropik. Sebaliknya,
serabut simpatis lebih banyak tersebar dalam jantung. Serabut simpatis jantung
berasal dari segmen vertebra thorakal (T1-T4) dan berjalan pada jantung terutama
melalui ganglion servikal (stellatum) seperti nervus pada jantung. Norepinefrin
melepaskan penyebab efek kronotropik positif, dromotropik, dan inotropik
terutama melalui aktivasi reseptor 1 adrenergik. Reseptor 2 adrenergik
jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan terutama di atrium; aktivasi meningkatkan
denyut jantung, sampai peningkatan kontraktilitas reseptor 1 adrenergik
memiliki efek inotropik positif.
Inervasi autonom jantung memiliki sisi yang nyata, karena nervus simpatis
dan nervus vagus kanan terutama berpengaruh pada SA node, dimana simpatis kiri
dan nervus vagus kiri terutama memberikan efek pada AV node. Efek vagal sering
memiliki onset dan resolusi yang sangat cepat, dimana pengaruh simpatis
umumnya onsetnya bertahap dan makin lama makin menghilang. Sinus aritmia
merupakan variasi siklik pada denyut jantung yang berhubungan dengan
pernapasan (meningkat dengan inspirasi dan berkurang selama ekspirasi); hal ini
disebabkan karena perubahan siklik pada tonus vagal.
SIKLUS KARDIAK
Siklus kardiak dapat didefinisikan oleh kejadian elektrik dan mekanik (Gambar
19-3). Sistol mengacu pada kontraksi dan diastole mangacu pada relaksasi.
Sebagian besar pengisian ventrikel pada saat diastol terjadi secara pasif sebelum
Di mana SV adalah stroke volume (volume yang dipompakan tiap kali kontraksi)
dan HR adalah heart rate. Kompensasinya bervariasi pada berbagai bentuk tubuh,
CO sering diartikan sebagai total luas permukaan tubuh.
CI = CO/ BSA
Di mana CI adalah cardiac index dan BSA adalah total luas permukaan tubuh.
BSA biasanya didapat dari normogram berdasarkan berat badan dan tinggi badan
(Gambar 19-4). CI
memiliki jangkauan yang luas, dan merupakan pengukuran yang relatif insensitif
terhadap performa ventrikel. Abnormalitas pada CI biasanya menandakan adanya
gangguan ventrikel. Dugaan yang lebih akurat dapat diiperoleh apabila respon
cardiac output meningkat dan tetap bertahan dengan konsumsi O2 digambarkan
dengan penurunan saturasi O2 (lihat bagian 22). Penurunan campuran saturasi O2
vena yang merupakan respon untuk meningkatkan kebutuhan biasanya
menandakan perfusi jaringan yang tidak kuat. Tanpa adanya hipoksia atau anemia
yang berat, pengukuran tekanan O2 campuran (atau saturasi) merupakan
determinan terbaik ketercukupan output cardiac.
1. Denyut jantung
Cardiac output biasanya berbanding lurus dengan denyut jantung (Gambar 19-5).
Denyut jantung merupakan fungsi intrinsik dari nodus SA (depolarisasi spontan)
namun dimodifikasi oleh faktor autonom, humoral, dan lokal. Rata-rata intrinsik
normal nodus SA pada dewasa muda sekitar 90-100 denyut/ menit, namun
berkurang seiring dengan usia berdasar pada formula berikut:
Denyut jantung intrinsik normal = 118 denyut/ menit (0,57 x usia).
Peningkatan aktivitas
vagal menurunkan
denyut
jantung dengan
2. Stroke Volume
Stroke volume normalnya ditentukan oleh tiga faktor utama: preload, afterload,
dan kontraktilitas. Analisa ini analog dengan penelitian laboratoris terhadap otot
skeletal. Preload merupakan panjang otot sebelum kontraksi, sedangkan afterload
merupakan
tegangan
yang
melawan,
dimana
otot
harus
berkontraksi.
ventrikel dan cardiac output. Faktor apapun yang mengubah gradien tekanan vena
kecil mengembalikan aliran darah ke jantung dan dapat mempengaruhi pengisian
jantung. Beberapa faktor termasuk perubahan tekanan intratorakal (tekanan
ventilasi positif atau torakotomi), postural (posisioning selama bedah), dan
tekanan perikardium (penyakit perikardial).
Penentu yang paling penting terhadap preload ventrikel kanan adalah
aliran balik vena. Tanpa adanya pulmonal signifikan atau disfungsi ventrikel
kanan, aliran balik vena juga menjadi penentu utama preload ventrikel kiri.
Normalnya, volume akhir diastolik dari kedua ventrikel sama.
Baik denyut dan ritme jantung dapat mempengaruhi preload ventrikel.
Peningkatan denyut jantung berhubungan dengan penurunan yang lebih besar
pada diastole dibandingkan sistole. Pengisian ventrikel karenanya menjadi tidak
mencukupi pada denyut jantung yang cepat (>120 denyut/ menit pada dewasa).
Absen (fibrilasi atrium), inefektif (flutter atrium), atau perubahan waktu kontraksi
atrium (ritme atrial atau junctional yang rendah) juga dapat mengurangi pengisian
ventrikel sampai 20-30%. Karena kontribusi atrium pada pengisian ventrikel
penting dalam mengatasi tekanan diastole ventrikel yang rendah, pasien dengan
penurunan pemenuhan ventrikel sangat dipengaruhi oleh hilangnya waktu sistolik
atrium normal.
Denyut jantung
PAP LAP
CO
dimana PAP adalalah rata-rata dari tekanan arteri pulmonal dan LAP adalah
tekanan atrial kiri. Dalam penggunaannya, pulmonary capillary wedge pressure
(PCWP) biasanya digantikan dengan perkiraan dari LAP (lihat bab 6). PVR
normal adalah 50 -150 dyn . s cm-5.
Output jantung berbanding terbalik dengan kapasitas pengisisan (gambar
19 8). Karena dindingnya yang lebih tipis, ventrikel kanan lebih senditif
terhadap perubahan kapasitas pengisian dibandingkan dengan ventrikel kiri.
Output jantung pada pasien dengan kelemahan ventrikular kanan ataupun kiri
sangat sensitif dengan peningkatan kapasitas pengisian yang akut. Hal ini
khususnya terlihat pada pasien yang mempunyai dapresi miokardial (yang sering
terjadi selama proses anestesi).
Kontraktilitas
Kontraktilitas jantung (inotropism) adalah kemampuan intrinsik dari miokardium
untuk memompa selama kekosongan saat perubahan dari kapasitas sebelum dan
sesudah pengisian. Kontraktilitas berhubungan dengan kecepatan pemendekan
dari otot miokardial, dimana pada akhirnya akan berhubungan dengan konsentrasi
kalsium intraselular selama sistole. Peningkatan dari denyut jantung juga bisa
meningkatkan kontraktilitas dalam kondisi tertentu, kemungkinan disebabkan oleh
peningkatan availabilitas dari kalsium intraselular.
Kontraktilitas dapat berubah karena pengaruh saraf, humoral maupun obat.
Aktifitas sistim saraf simpatis biasanya mempunyai efek yang paling penting pada
kontraktilitas. Saraf simpatis mempersarafi otot atrial dan ventrikular sama seperti
jaringan nodal. Sebagai tambahan karena efek positif kronotropiknya, pelepasan
norepinephrine juga meningkatkan kontraktilitas melalui aktifasi reseptor 1.
Reseptor adrenergik- juga ada pada miokardium tapi diketahui hanya
mempunyai
efek
positif
inotropik
dan
kronotropik
yang
kecil.
Obat
simpatomimetik dan sekresi dari epinefrin yang berasal dari glandula adrenal juga
mempunyai kemampuan meningkatkan kontraktilitas melalui aktivasi reseptor 1.
Kontraktilitas miokardial ditekan anoksia, asidosis, kekurangan dari
cadangan katekolamin dalam jantung, dan kehilangan fungsi otot jantung secara
luas sebagai hasil dari iskemi atau infark. Sebagian besar dari obat anestesi dan
antiaritmik adalah inotropi negatif (mereka menurunkan kontraktilitas)
Gambar 19.8. Hubungan antara curah jantung dengan afterload (beban akhir)
Abnormalitas Gerakan Dinding
Abnormalitas setempat gerakan dinding menyebabkan gangguan pada analogi
antara jantung yang sehat dan persiapan dari otot skeletal. Abnormalitas dapat
disebabkan iskemi, luka, hipertrofi, atau perubahan konduksi. Ketika ruang
ventrikular tidak menutup secara simetris atau sempurna, proses pengosongan
menjadi tidak sempurna. Hipokinesis (kontraksi yang berkurang), akinesis
(kegagalan untuk berkontraksi), dan diskinesis (pembengkakan paradoks) selama
reflek sistole meningkatkan derajat dari abnormalitas kontraksi. Walaupun
kontraktilitas dapat normal atau bahkan meningkat pada beberapa area,
abnormalitas pada area yang lain dalam ventrikel dapat melemahkan proses
pengosongan dan mengurangi kekuatan pengosongan. Tingkat keparahan dari
kelemahan tergantung dari ukuran dan jumlah area kontraksi yang abnormal.
Disfungsi Katup
Disfungsi valvular dapat melibatkan salah satu dari empat katup yang ada pada
jantung dan dapat menuju ke arah stenosis, regurgitasi (kelemahan), atau
keduanya. Stenosis dari katup AV (trikuspid atau mitral) mengurangi volume
ejeksi yang penyebab utamanya adalah pengurangan dari kapasitas sebelum
pengisian ventrikel, dimana stenosis dari katup semilunar (pulmonal atau aorta)
mengurangi volume ejeksi yang penyebab utamanya
kapasitas setelah pengisian pada ventrikular (lihat bab 20). Sebagai kebalikannya,
regurgitasi katup dapat mengurangi volume ejeksi tanpa perubahan pada kapasitas
sebelum dan sesudah pengisian, serta kontraktilitas dan tanpa abnormalitas dari
pergerakan dinding. Volume ejeksi yang efektif dikurangi dengan volume
regurgitasi pada setiap kontraksinya. Ketika sebuah katup AV sudah tidak baik,
volume akhir diastolik secara signifikan dapat mengalir kembali kedalam atrium
selama sistole; volume ejeksi berkurang dengan adanya volume regurgitasi. Hal
yang sama terjadi ketika katup semilunar sudah tidak baik, sebagian dari volume
akhir diastolik mengalir kembali ke ventrikel selama diastole.
PENILAIAN DARI FUNGSI VENTRIKULAR
1. Kurva Fungsi Ventrikular
Memperhitungkan output jantung atau volume ejeksi dibandingkan dengan
kapasitas sebelum pengisian sangat berguna untuk menilai kondisi patologis dan
mengerti jalannya terapi obat. Kurva fungsi yang normal pada ventrikular kanan
dan kiri digambarkan pada gambar 19 9.
Gambar 19.9. Kurva fungsi dari ventrikel kanan dan ventrikel kiri
Diagram
volume-tekanan
ventrikular
jauh
lebih
berguna
karena
pengisisan, setelah pengisian, dan denyut jantung. Faktor koreksi bervariasi telah
digunakan dengan kesuksesan yang terbatas.
Fraksi Ejeksi
Ejektion fraction (EF) ventrikular, yaitu fraksi yang dikeluarkan pada saat volume
akhir diastolik ventrikular, adalah yang paling sering digunakan untuk pengukuran
pada klinik untuk fungsi sistolik. EF dapat diperhitungkan dengan menggunakan
persamaan berikut :
EF
EDV ESV
EDV
Dimana EDV adalah volume diastolik ventrikular kiri dan ESV adalah volume
akhir sistolik. EF normal adalah 0,67 0,08. Pengukuran dapat dilakukan sebelum
operasi dengan kateterisasi jantung, studi radionukleotide, atau transtorak atau
TEE. Kateter arteri pulmonal dengan thermistors respon cepat bisa mengukur EF
ventrikular kanan. Sayangnya, ketika hambatan vaskular pulmonal meningkat,
penurunan pada EF ventrikular kanan dapat mempengruhi kapasitas setelah
pengisian dibandingkan kontraktilitas.
3. Penilaian Fungsi Diastolik
Fungsi diastolik ventrikular kiri dapat dinilai secara klinis dengan ekokardiografi
Doppler dengan pemeriksaan transtorak atau transesophageal. Velositas yang
pelan didapatkan sepanjang katup mitral selama diastole. Tiga pola dari disfungsi
diastolik secara umum dikenali dari waktu relaksasi isovolumetrik, rasio dari
puncak aliran diastolik awal (E) hingga puncak dari aliran sistolik atrial (A), dan
waktu pelambatan (DT) dari E (DTE) (gambar 19 11).
Gambar 19.10. Diagram tekanan-volume ventrikel
SIRKULASI SISTEMIK
Pembuluh sistemik dapat dibagi secara fungsional menjadi arteri, arteriole, kapiler
dan vena. Arteri adalah saluran dengan tekanan tinggi yang mensuplai bermacammacam organ. Arteriol adalah pembuluh darah kecil yang secara langsung
memberi makan dan mengatur aliran darah melewati dasar kapiler. Kapiler adalah
pembuluh darah berdinding tipis yang memungkinkan penukaran nutrisi antara
darah dan jaringan (lihat bab 28). Vena mengembalikan darah dari dasar kapiler
hingga ke jantung.
Distribusi darah dari komponen yang berbeda dalam sistim sirkulasi
ditunjukan dalam tabel 19 5. Perhatikan bahwa sebagian besar volume darah ada
pada sirkulasi sistemik, dalam vena sistemik. Perubahan pada vena sistemik dapat
memungkinkan pembuluh darah ini berfungsi sebagai tempat penampungan untuk
darah. Akibat dari kehilangan cairan atau darah secara signifikan, rangsangan
simpatis meningkat dalam pembuluh vena mengurangi kemampuan dari
pembuluh darah ini dan memindahkan darah ke bagian lain dari sistim vaskular.
Dan sebaliknya, venodilasi memungkinkan pembuluh darah ini untuk bisa
meningkatkan volume darah. Kontrol simpatis dari keadaan vena adalah penentu
yang penting untuk pengembalian vena ke jantung. Kehilangan dari kemampuan
ini selama induksi zat anestesi seringkali menyebabkan hipotensi.
Banyak faktor mempengaruhi aliran darah pada cabang pembuluh darah.
Hal ini menyangkut mekanisme lokal dan kontrol metabolik, faktor endotelium,
sistim saraf otonom, dan hormon.
AUTOREGULASI
Sebagian besar jaringan mengatur sendiri aliran darahnya (autoregulasi). Arteriol
secara umum berdilatasi sebagai respon terhadap pengurangan tekanan perfusi
atau peningkatan permintaan jaringan. Sebaliknya, arteriol berkontriksi sebagai
respon terhadap peningkatan tekanan atau penurunan permintaan jaringan.
Fenomena ini dikarenakan karena respon intrinsik dari otot halus pembuluh darah
untuk meregang dan akumulasi dari produk metabolik vasodilator. Produk
tersebut adalah K+, H+, CO2, adenosin dan laktat.
FAKTOR ENDOTEL
Endotel pembuluh darah aktif secara metabolik untuk menghilangkan atau
mengubah zat yang secara langsung ataupuntidak langsung memainkan peran
besar dalam mengatur tekanan darah maupun alirannya. Hal ini termasuk
vasodilator (misal nitrit okside, prostasiklin [PGI2]), vasokonstriktor (endotelin,
tromboksan A2), antikoagulan (misal trombomodulin, protein C), fibrinolitik
(aktivator plasminogen jaringan), dan faktor yang menghambat aggregasi platelet
(nitrik okside dan PGI2). Nitrik okside adalah sintesis dari arginin oleh nitrik
okside sintetase. Zat ini mempunyai banyak fungsi (lihat bab 13). Dalam sirkulasi,
berfungsi sebagai vasodilator yang kuat yang bisa secara kuat disekresikan. Zat ini
mengikat guanylate cyclase, meningkatkan kadar cGMP dan memproduksi
vasodilatasi. Vasokonstriktor yang dikeluarkan endotel, endothelin, dilepaskan
sebagai respon terhadap thrombin dan epinefrin.
KONTROL OTONOM DARI PEMBULUH SISTEMIK
Walaupun sistim simpatik dan parasimpatik dapat memberikan pengaruh yang
penting pada sirkulasi, kontrol otonom dari pembuluh darah yang utamanya
bersifat simpatis. Jalur simpatis menuju sirkulasi melewati medula spinalis pada
semua thorakal dan segmen lumbal I-II. Serabut-serabut ini mencapai pembuluh
darah melalui serabut otonom spesifik atau berjalan sepanjang nervus spinalis.
Serabut simpatis menginervasi semua pembuluh darah kecuali kapiler. Fungsi
utamanya untuk mengatur irama vascular. Variasi irama arteri untuk mengatur
tekanan darah dan distribusi aliran darah ke berbagai organ, sedangkan variasi
pada irama vena mengubah aliran balik vena (venous return) ke jantung.
Pembuluh darah mempunyai serabut simpatis vasokonstriksi&
vasodilatasi, tetapi lebih penting secara fisiologis pada sebagian besar jaringan.
Simpatis yang mempengaruhi vasokonstriksi (melalui reseptor 1 adrenergik)
potensial pada otot lurik, ginjal, usus, dan kulit; paling rendah pada otak dan
jantung. Serabut vasodilatator yang paling penting otot lurik, menyebabkan
kenaikan aliran darah (melalui reseptor 2 adrenergik) saat aktivitas.
pusat, termasuk hipotalamus, korteks cerebral dan area lain di batang otak. Area
posterolateral medulla menerima input dari nervus vagus dan nervus
glosofaringeus, memegang peranan penting sebagai mediator reflex pada
sirkulasi. System simpatis normalnya menjaga irama vasokonstriksi pada vascular.
Kehilangan irama ini mengikuti induksi anestesi atau simpatektomi yang sering
menyebabkan hipotensi perioperatif.
TEKANAN DARAH ARTERI
Aliran darah sistemik mengalir di arteri-arteri besar oleh karena aktivitas jantung;
lalu darah mencapai kapiler, alirannya kontinyu (laminar). Rata-rata tekanan pada
arteri besar, yang normalnya sekitar 95 mmHg, turun mendekati nol di vena
sistemik besar yang akan membawa darah kembali ke jantung. Penurunan tekanan
terbesar, hampir 50%, adalah saat melewati arteriol, yang menentukan sebagian
besar SVR.
MAP sebanding dengan hasil SVR x CO. Hubungan ini berdasarkan
analogi hukum Ohm yang diaplikasikan pada sirkulasi:
MAP-CVP = SVRxCO
Oleh karena CVP normalnya sangat kecil dibandingkan dengan MAP, maka
sering diabaikan. Dari persamaan ini, sangat jelas bahwa hipotensi adalah akibat
penurunan pada SVR, CO atau pada keduanya . Untuk mempertahankan tekanan
darah arterial, penurunan salah satu komponen tadi harus dikompensasi oleh
peningkatan komponen yang lain. MAP dapat diukur sebagai rata-rata bentuk
gelombang tekanan arteri. Cara lainnya, MAP dapat diperkirakan dari rumus
berikut:
MAP= diastolic pressure + pulse pressure
3
dimana tekanan nadi adalah perbedaan antara tekanan darah sistol dan diastole.
Tekanan nadi berhubungan langsung dengan volume isi sekuncup tetapi
berbanding terbalik dengan pengisian arteri. Oleh karena itu, penurunan tekanan
nadi mungkin berkaitan dengan penurunan volume isi sekuncup, peningkatan
SVR atau keduanya.
Transmisi gelombang arteri dari arteri besar ke pembuluh darah kecil di
perifer lebih cepat daripada laju aliran darah; pergerakan gelombang 15 kali
kecepatan laju darah di aorta. Selain itu, berkurangnya gelombang dinding arteri
memperbesar tekanan arteri sebelum gelombang nadi turun pada arteri yang
sangat kecil.
Pengendalian Tekanan Darah Arteri
Tekanan darah arteri diatur oleh serangkaian penyesuaian jangka pendek,
menengah dan jangka panjang yang meliputi system saraf, humoral dan ginjal.
A. Pengendalian Jangka Pendek
Kontrol tekanan darah dalam hitungan menit terutama dilakukan oleh refleks
system saraf otonom. Perubahan tekanan darah dipengaruhi baik sentral (pada
hipotalamus dan area batang otak) dan perifer oleh sensor khusus (baroreseptor).
Penurunan tekanan darah arteri meningkatkan irama simpatis, meningkatkan
sekresi epinefrin dari adrenal dan menekan aktivitas vagal. Akibat vasokonstriksi
tekanan
darah
dapat
menurunkan
pelepasan
baroreseptor,
interstitial
pada
cairan
intravaskular,
sedangkan
hipotensi
juga pada aliran darah koroner. Tabel 19-6 menunjkkan factor penting kebutuhan
dan suplai oksigen miokardium. Perhatikan bahwa denyut jantung dan, tingkat
yang lebih rendah, tekanan diastol akhir ventrikel merupakan factor penentu baik
untuk suplai dan kebutuhan oksigen.
Efek Preparat Anestesi
Sebagian besar agen anestesi volatile adalah vasodilator koroner. Efeknya pada
aliran darah koroner bervariasi karena efek vasodilatasi langsungnya, penurunan
kebutuhan metabolik miokardium (dan penurunan sekunder karena autoregulasi),
dan efeknya pada tekanan darah arteri. Meskipun mekanismenya masih belum
jelas, hal ini bisa saja oleh karena aktivasi ATP sensitif kanal kalium dan stimulasi
reseptor adenosin (A1). Halotan dan isofluran memiliki efek yang besar; Halotan
mempengaruhi
pembuluh
darah
koroner
besar,
sedangkan
isofluran
Suplai
Denyut jantung
Waktu diastol
dengan adanya fungsi sistolik normal, disfungsi sistolik dan diastolik biasanya
berkaitan.
Curah jantung menurun merupakan gejala gagal jantung. Pendistribusian
oksigen yang tidak adekuat ke jaringan menunjukkan tekanan oksigen vena
campuran rendah dan peningkatan perbedaan bawaan oksigen arteriovenosa (lihat
bab 22). Kompensasi dari terjadinya gagal jantung, perbedaan arteriovenosa
normal saat istirahat namun berubah cepat saat olahraga maupun stres.
Gagal jantung jarnang berhubungan dengan peningkatan curah jantung.
Bentuk gagal jantung ini merupakan yang paling sering ditemui diikuti terjadinya
sepsis dan kondisi hipermetabolik lainnya dimana memiliki ciri khas berhubungan
dengan SVR yang rengah.
Mekanisme Kompensasi
Mekanisme kompensasi mayor yang umumnya terjadi pada pasien gagal jantung
antara lain peningkatan preload, peningkatan tonus saraf simpatis, aktivasi reninangiotensin-aldosteron, pelepasan AVP, dan hipertrofi ventrikel. Meskipun
mekanis tersebut dapat mengkompesasi dari awal untuk disfungsi ringan-sedang,
dengan adanya peningkatan disfungsi ke arah yang buruk menyebabkan kerusakan
jantung.
Peningkatan Preload
Peningkatan ukuran ventrikel tidak hanya nampak oleh adanya ketidakmapuan
venous return tetapi juga pada kemampuan maksimal stroke volume dengan
meningkatkan denyut jantung dengan kurva Starling (gambar 19-6). Meskipun
ketika EF menurun, peningkatan volume diastolik akhir ventrikel mampu
mempertahankan stroke volume normal. Kongesti vena yang memburuk
disebabkan aliran balik darah dibalik kegagaln ventrikel dan dilatasi berlebih
ventrikel dapat dengan cepat menyebabkan detoriasi. Gagal ventrikel kiri
menyebakan kongesi vaskular pulmo dan transudasi cairan yan gprogresif,
pertama, kedalam interstitium pulmo dan kemudian alveoli (edema pulmo). Gagal
ventrikel kanan menyebabkan hipertensi vena sistemik, yang kemudian
menyebabkan edema perifer, kongesti dan disfungsi hepar, dan asites. Dilatasi
annulus katup AV menyebabkan regurgitasi valvular, lebih buruk terjadi kerusakan
output ventrikel.
yang ada meningkat pada beberapa pasien dengan pemberian dosis kecil inhibitor
adrenergik.
Sirkulasi AVP pada pasien gagal jantung berat biasanya 2 kali nilai normal.
Peningkatan AVP menyebabkan peningkatan afterload ventrikel dan bertanggung
jawab terhadap defek klirens bebas air yang sering berhubungan dengan
hiponatremia (lihat bab 28).
Atrial natriuretik peptida ditemukan dominan pada jaringan atrium.
Hormon ini dilepaskan karena respon distensi atrial dan memiliki efek
penggaraman pada gagal jantung. Hormon ini merupakan vasodilator yang baik
dan memiliki efek antagonis efek angiotensin, aldosteron, dan AVP.
Hipertrofi Ventrikel
Hipertrofi ventrikel terjadi dengan atau tanpa dilatasi, tergantung oleh jenis stres
pada ventrikel. Ketika jantung menjadi target tekanan maupun overload volume,
respon yang paling awal adalah meningkatkan panjang sarkomer dan kerja
overlap protein aktin dan miosin. Seiring berjalannya waktu, otot ventrikel
menjadi besar sesuai dengan stres abnormal yang ada.
Pada overload volume ventrikel, masalahnya adal peningkatan stres
dinding diastolik. Peningkatan massa otot ventrikel sesuai untuk mengkompensasi
peningkatan diameter; Rasio radius ventrikel terhadap ketebalan dinding tidak
berubah.Sarkomer mereplikasi berurutan, menghasilkan hipertrofi eksentrik.
Meskipun ventrikel EF tetap tertekan, peningkatan volume akhir diastolik mampu
memlihara volume rest-stroke (pada curah jantung).
Masalah pada tekanan overload ventrikel merupakan peningkatan pada
stress dinding sistolik. Sarkomer pada kasus ini mereplikasi sesuai, menghasilkan
konsntris hipertrofi. Hipertrofi merupakan rasio ketebalan dinding miokardial
terhadap peningkatan radius ventrikel. Seperti yang dapat dilihat pada hukum
Laplaces, stres dinding sistolik dapat normal. Hipertrofi ventrikel, khususnya
yang menyebabkan tekanan overload, biasanya menyebabkan disfungsi diastolik
progresif.
DISKUSI KASUS:
PASIEN DENGAN INTERVAL P-R PENDEK
Pasien pria usia 38 tahun dijadwal melakukan bedah endoskopi sinus karena
munculnya sakit kepala sebelumnya. Pasien ini memiliki riwayat pingsan
setidaknya sekali pada sakit kepala yang sering ia rasakan. EKG preoperatif
menunjukkan normal keculai adanya gambaran interval P-R 0,116 detik dengan
gelombang P yang normal.
Apakah preeksitasi?
Preeksitasi adalah depolarisasi dini ventrikel olehkarena jaras konduksi abnormal
dari atrium. Jarang sekali terjadi pada lebih dari 1 jaras. Bentuk preeksitasi yang
paling sering terjadi adalah karena adanya jaras asesoris (bundle Kent) yang
menghubungkan satu atrium dengan satu ventrikel lainnya. Hubungan yang
abnormal ini menyebabkan impuls elektrik bypass (memotong) nodus AV
(WPW)
merupakan
preeksitasi
ventrikel
yang
kemungkinan
dilakukan
pemeriksaan
elektrofisiologi,
ablasi
Mekanisme yang paling umum bagi takiaritmia adalah mekanisme reentry. Empat
kondisi yang dibutuhkan untuk memicu dan mempertahankan reentry (Gambar
19-16): (1) Dua area pada miokardium yang dibedakan menurut konduktivitas
atau refrater dan dapat membentuk loop elektrikal tertutup; (2) penghambatan
searah pada satu jaras (Gambar 19-16A dan B); (3) konduksi lambat atau panjang
sirkuit yang sesuai yang dapat menyebabkan pemulihan hambatan konduksi pada
jaras pertama (Gambar 19-16C); dan (4) eksitasi penghambatan jaras awal untuk
menyempurnakan loop (Gambar 19-16D). Reentry biasanya ditimbulkan pleh
impuls jantung prematur.
Lebih lanjut lagi mengenai sindrom WPW, PSVT dapat disebabkan AV reentrant
takikardi, nodus AV reentrant takikardi, dan nodus SA dan atrial reentrant
takikardi. Pasien yang mengalami AV reentrant mengalami jalur ekstranodus
bypass yang mirip dengan pasien sidrom WPW namun jalur b ypass
mengkonduksi hanya yang retrograde; tidak ditemukan preeksitasi dan gelombang
. PSVT mungkin dipicu oleh APC atau kontraksi ventrikel prematur (VPC).
Gelombang P retrograde biasanya muncul karena depolarisasi atrium selalu
mengikuti depolarisasi ventrikel.
Perbedaan fungsional pada konduksi dan refrater dapat terjadi pada nodus
AV, nodus SA, atau atrium; jalur bypass besar tidak perlu. Kemudian pergerakan
sirkus dapat terjadi pada ukuran lebih kecil pada nodus AV, nodus SA, atau atrium.
PSVT selalu dipicu selama reentry nodus AV oleh APC dengan gambaran interval
P-R yang memanjang; Gelombang P retrograde dapat tidak ada atau berada di
dalam komplek QRS. APC lainnya dapat menghambat aritmia.
PSVT yang berhubungan dengan nodus SA atau reentry atrium selalu
dipicu oleh APC. Gelombang P biasanya muncul dan memiliki interval P-R yang
memanjang. Morfologinya adalah normal apabila disertai reentry nodus SA dan
abnormal bila disertai reentry atrium.
QRS normal) atau melalui jaras bypass dan jaras nodus AV (menghasilkan
gambaran campuran komplek QRS normal, fusi, dan aneh). Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, atrial fibrilasi pada pasien sindrom WPW merupakan
aritmia yang sangat berbahaya.
digunakan
dengan
pengawasa;
glikopirolat
lebih
dipilih
dan
denyut ventrikel pada saat ritme kembali normal. Verapamil dan digoksin
merupakan kontraindikasi jika diberikan pada saat atrial fibrilasi atau debaran
(flutter) pada pasien karena kedua obat ini mampu mempercepat respon ventrikel.
Kedua preparat menurunkan konduksi melalui nodus AV, mengalihkan konduksi
impuls ke jaras asesoris. Jalur bypass dapat juga sebagai pengkonduksi impuls ke
ventrikel lebih cepat dibandingkan jaras nodus AV. Digoksin juga meningkatkan
respon ventrikel dengan memperpendek periode refrakter dan meningkatkan
konduksi jaras asesoris. Meskipun verapamil dapat menghentikan PSVT, namun
penggunaannya cukup berbahaya sebab pasien dapat terjadi atrial fibrilasi atau
debaran (flutter). Selain itu, atrial fibrilasi bisa tidak dapat dibedakan dari
ventrikel takikardi pada pasien ini apabila terjadi takikardi QRS-memanjang.
Prokainamid lebih dipilih daripada lidokain, karena prokainamid umumnya efetif
untuk kedua jenis aritmia.