You are on page 1of 22

CLINICAL SCIENCE SESSION

LOW BACK PAIN


Disusun oleh:
Ng Jo Sheng
Mukhsin Kurnia
Nadrah Othman
Preseptor:
dr. Siti Aminah, Sp.S(K) M.Si.Med

Bagian Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin
Bandung
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

ANATOMI KOLUMNA VERTEBRALIS DAN MEDULA SPINALIS

Kolumna vertebralis merupakan kumpulan tulang di axis tubuh. Tersusun dari 33 tulang
vertebrae yang dipisahkan 'spongy' intervertebral disk. Kolumna vertebralis mulai dari cranium
sampai ujung os coccygis terdiri daripada:

7 vertebralis cervicalis
12 vertebralis thoracica
5 vertebralis lumbalis
5 vertebralis sacralis yang fusi menjadi 1
4 vertebralis coccygea yang fusi menjadi 1

Pada orang dewasa, lekukan cervikal dan lumbar ialah konveks (cembung), sedangkan lekukan
torasik dan sakral ialah konkav (cekung). Di antara vertebra terdapat diskus intervertebralis.
Diskus ini membentuk sendi yang kuat, memungkinkan pergerakan columna verterbralis, dan
menyerap guncangan vertikaL. Tiap diskus terdiri dari:

Cincin fibrosa bagian luar berupa fibrokartilago Annulus fibrosus


Bagian dalam yang elastis Nucleus pulposus

Medulla spinalis terletak di canalis vertebralis columna vertebralis dan dibungkus oleh tiga
meninges yaitu duramater, arachnoidea mater dan pia mater. Pelindungan dilakukan cairan
serebrospinal yang mengelilingi medulla spinalis di dalam ruang subarachnoid. Bagian superior
dimulai dari foramen magnum pada tengkorak tempat bergabungnya dengan medulla oblongata
otak. Medula spinalis berakhir di inferior di region lumbar. Di bawah, medula spinalis menipis
menjadi conus medullaris dari ujungnya yang merupakan lanjutan pia mater, yaitu filum
terminale yang berjalan ke bawah dan melekat di bagian belakang os coccygea. Di sepanjang
medulla spinalis melekat 31 pasang saraf spinal melalui radix anterior atau radix motoria dan
radix posterior atau radix sensoria. Masing-masing radix melekat pada medulla spinalis melalui
fila radikularia yang membentang di sepanjang segmen-segmen medula spinalis yang sesuai.
Masing-masing radix saraf memiliki sebuah ganglionradix posterior, yaitu sel-sel yang
membentuk serabut saraf pusat dan tepi.

1.2

FISIOLOGI TULANG BELAKANG

Traktus spinotalamikus adalah suatu jalur asenden yang berasal dari medulla spinalis dan
berjalan disepanjang medulla spinalis sampai bersinaps di talamus. Terdapat dua jalur yang

tergabung dalam sistem ini, yakni traktus spinotalamikus lateral dan traktus spinotalamikus
anterior.
1. Traktus Spinotalamikus Anterior
Jalur ini mempunyai fungsinya membawa stimulus sentuhan (raba). Neuron pertama
adalah sel saraf pseudounipolar ganglion spinalis. Biasanya cukup tebal, serat perifer bermielin
yang mengirim sensasi taktil dan sensasi tekanan yang tidak begitu berbeda dari reseptor kulit,
seperti keranjang rambut dan korpuskel taktil. Cabang sentral dari akson ini berjalan melalui
radiks posterior ke dalam funikuli posterior medulla spinalis. Di sini semua mungkin berjalan
naik untuk 2 sampai 15 segmen dan dapat memberikan kolateral ke bawah untuk 1 sampai 2
segmen. Pada sejumlah tingkat, semua bersinaps dengan neuron kornu posterior. Sel-sel saraf ini
menggantikan neuron kedua yang membentuk traktus spinotalamikus anterior. Traktus ini
menyilang komissura anterior di depan kanalis sentralis ke sisi yang berlawanan dan berlanjut ke
daerah perifer anterior dari funikulus anterolateral. Dari sini traktus ini berjalan naik ke nukleus
ventralis talamus posterolateral, bersama dengan traktus spinitalamikus lateral dan lemniskus
medialis. Sel-sel saraf talamus adalah neuron ketiga, memproyeksikan impuls ke dalam girus
postsentralis melalui traktus talamokortikalis.
Dari beberapa penemuan tentang traktus ini didapatkan sebagai berikut :
1. Traktus ini membawa impuls nyeri yang ditambahkan pada sentuhan.
2. Sebagian serat ini turun secara ipsilateral terhadap semua jalan menuju otak tengah,
dimana mereka bersilangan di daerah kommisura posterior dan selanjutnya diproyeksikan
dalam neuron intraluminer di talamus, dengan beberapa serat yang menjangkau
substansia abu-abu di otak tengah.
3. Traktus ini juga membawa motivasi terhadap sensasi nyeri, yang membedakan dengan
traktus spinotalamikus lateral adalah traktus ini hanya membawa sensasi tersebut pada
daerah-daerah tertentu. Eksistensi dari traktus ini sebagai traktus tersendiri masih
dipertanyakan. Sebagian peneliti memasukkan traktus ini dalam sistem serabut yang
sama dengan traktus spinotalamikus. Secara fisiologi masuk ke dalam dua traktus yakni
sistem anterolateral.
2. Traktus Spinotalamikus Lateral
Jalur ini merupakan serabut saraf ascending yang terletak pada daerah medial sampai
dorsal dan bagian ventral traktus spinoserebral. Jalur ini berfokus pada transmisi sensasi nyeri
dan temperatur (suhu). Serabut-serabut saraf yang mengantarkan impuls pada jalur ini adalah
serabut penghantar cepat tipe A delta dan serabut penghantar lambat tipe C yang badan selnya
terdapat pada bagian dorsal ganglia saraf. Kedua jenis serabut saraf tersebut merupakan serabut
yang tidak bermielin. Serabut tipe A-delta memiliki kemampuan konduksi sekitar 5 30 m/s.
Serabut saraf tipe C memiliki kemampuan konduksi sekitar 0,5 2 m/s. Serabut penghantar

cepat menimbulkan kewaspadaan pada individu terhadap permulaan nyeri tajam dan serabut
penghantar lambat bertanggung jawab untuk timbulnya nyeri seperti rasa terbakar yang berlarutlarut. Cabang sentral memasuki medula spinalis melalui bagian lateral radiks posterior. Di dalam
medula spinalis, cabang sentral ini terbagi menjadi kolateral pendek, longitudinal, dimana di atas
1 atau 2 segmen berhubungan sinaps dengan sel-sel saraf substansia gelatinosa (Rolandi).
Cabang ini adalah neuron kedua yang membentuk traktus spinotalamikus lateral. Serat-serat
dari traktus ini juga menyilang komisura anterior dan berlanjut ke bagian lateral funikulus lateral
dan ke atas ke talamus. Seperti serat funikuli posterior, kedua traktus spinotalamikus juga
tersusun dalam urutan somatotopik yang berasal dari tungkai, terletak paling perifer dan yang
berasal dari leher, terletak paling sentral (medial). Traktus spinotalamikus lateral menyertai
lemnikus medialis pada waktu lemnikus spinalis melewati pusat otak. Traktus tersebut berakhir
pada nukleus ventralis posterolateral dari talamus. Dari sini, neuron ketiga membentuk traktus
talamokortikalis.

Gambar 3. Spinal cord

Gambar 3. Traktus Spinotalamikus Lateral & Anterior


GANGGUAN PADA TRAKTUS SPINOTALAMIKUS
A. Spinotalamikus Anterior
Kenyataan bahwa cabang sentral dari neuron pertama berjalan ke atas dan ke bawah di
dalam funikulus, dan berhubungan melalui banyak kolateral dengan neuron kedua, merupakan
alasan mengapa cedera bagian lumbal dan toraks dari traktus spinotalamikus biasanya tidak
menyebabkan hilangnya sensasi taktil yang penting. Impuls dapat dengan mudah melintas daerah
cedera. Jika kerusakan mencakup bagian servikal traktus spinotalamikus anterior, dapat
menyebabkan hipestesia ringan pada tungkai kontralateral.
Kerusakan traktus ini menimbulkan kehilangan sensibilitas raba dan tekanan ringan dibawah
tingkat kontralateral terhadap lesi. Ingatlah bahwa rasa raba diskriminatif akan selalu terdapat,
karena informasi ini dihantarkan melalui fasikulus grasilis dan fasikulus kuneatus. Pasien tidak
akan merasakan raba ringan dari sepotong kapas yang disentuhkan pada kulit atau tidak

merasakan tekanan benda pada tumpul yang menyentuh.


B. Spinotalamikus Lateralis
Jika traktus spinotalamikus lateral cedera, sensasi nyeri dan sensasi suhu akan rusak,
meskipun tidak selalu dalam derajat yang sama. Jika traktus tersebut di potong (kordotomi),
yaitu suatu operasi yang biasanya dilakukan bilatral untuk terapi nyeri yang hebat, nyeri tidak
dapat dihilangkan secara total. Hasil ini menyatakan bahwa rangsangan nyeri juga dapat dikirim
melalui neuron internunsial sepanjang jaras intrinsik fasikuli propii dari medula spinalis.
Pemotongan traktus spinotalamikus lateral pada ventral substansia alba medula spinalis
menghilangkan sensasi nyeri dan suhu kontralateral sekitar 1 sampai 2 segmen di bawah tingkat
operasi.
Kerusakan pada traktus ini menimbulkan kehilangan sensibilitas nyeri dan suhu di bawah
tingkat lesi. Karena itu, pasien itu tidak akan memberikan respon terhadap tusukan jarum atau
mengenali benda dingin dan panas yang mengenali kulit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1
DEFINISI
Nyeri punggung bawah (NPB) adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah,
dapat menyebabkan, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler maupun keduanya.
Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal
atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. NPB
yang lebih dari 6 bulan disebut kronik.
2.2
KLASIFIKASI
Berdasarkan waktu onset:

Akut : < 6 minggu


Subakut : 6-12 minggu
Kronik : >12 minggu

Berdasarkan triage klinis:

NPB dengan kelainan patologik serius (red flags)


o Red flags : awitan >55 tahun, trauma, nyeri konstan progresif memburuk dengan
berbaring, deformitas struktural, riwayat keganasan, kecanduan obat (suntikan),
steroid lama, immunosupresan, luasnya gejala & tanda neurologik, kelainan
neurologik menetap sampai 1 bulan, refriksi fleksi lumbal berat (<5cm), demam.
NPB non-spesifik
o Yellow flag faktor yang berperan dalam perubahan NPB menjadi kronik yaitu
faktor biopsikososial (belief that pain & activity are harmful, sickness behaviour,
low/negative mood, social withdrawal, over protective family, lack of support)
NPB dengan sindroma radikuler

2.3
EPIDEMIOLOGI
Kira-kira 80% penduduk sumur hidup pernah sekali merasakan nyeri punggung bawah. Pada
setiap saat lebih dari 10 % penduduk menderita nyeri pinggang. Insidensi nyeri pinggang di
beberapa negara berkembang lebih kurang 15-20% dari total populasi, yang sebagian besar
merupakan nyeri pinggang akut maupun kronik, termasuk tipe benigna. Penelitian kelompok
studi nyeri PERDOSSI Mei 2002 menunjukkan jumlah penderita nyeri pinggang sebesar 18,37%
dari seluruh pasien nyeri. Studi populasi dl daerah pantai utara Jawa Indonesia ditemukan
insidensi 8,2% pada pria dan 13,6% pada wanita. Di rumah sakit Jakarta, Yogyakarta dan
Semarang insidensinya sekitar 5,4 5,8%, frekwensi terbanyak pada usia 45-65 tahun.

Biasanya nyeri pinggang membutuhkan waktu 6-7 minggu untuk penyembuhan baik terhadap
jaringan lunak maupun sendi, namun 10% diantaranya tidak mengalami perbaikan dalam kurun
waktu tersebut.
2.4
PATOFISIOLOGI NYERI PUNGGUNG BAWAH
Bangunan Peka nyeri

Bangunan peka nyeri terdapat di punggung bawah adalah kulit, jaringan subkutan, kapsul
dan sendi, ligamentum, vertebra, lapisan luar annulus fibrosis, duramater dan jaringan
epidural fibroadiposa, dinding pembuluh darah dan saraf.

Semua bangunan tersebut mengandung nosioseptor yang peka terhadap berbagai stimulus
(mekanikal, kimiawi, termal).

Reseptor tersebut dirangsang pengeluaran berbagai mediator inflamasi dan substansia


lainnya yang menyebabkan timbulnya presepsi nyeri, hiperalgesia dan alodinia yang
bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan perlangsungan proses
penyembuhan.

Salah satu mekanisme mencegahan kerusakan yang lebih berat ialah spasme otot yang
membatasi pergerakan

Mekanisme Nyeri
1. Nyeri fisiologik

Nyeri yang sederhana, dimana stimuli berjalan singkat dan tidak menimbulkan
kerusakan jaringan.

Tidak memerlukan terapi khusus karena durasi nyeri singkat.

2. Nyeri inflamasi

Stimuli kuat atau berkepanjangan menyebabkan kerusakan atau inflamasi jaringan.


Inflamasi pengeluaran berbagai mediator inflamasi (PGE2, bradikinin)
aktivasi/sensitisasi nosiseptor (langsung/tidak) nyeri + hiperalgesia.
Hiperalgesia: respon berlebihan terhadap stimulus yang secara normal menimbulkan
nyeri.
Terdapat 2 jenis hiperalgesia yaitu:
1. Hiperalgesia primer (hiperalgesia di daerah lesi)

Dapat dibangkitkan dengan stimulasi termal maupun mekanikal.

2. Hiperalgesia sekunder ( hiperalgesia di sekitar jaringan yang sehat.

Dapat dibangkitkan dengan stimulasi mekanikal sahaja.


Daerah lesi impuls stimulasi medula spinalis neuron di kornu dorsalis
menjadi > sensitif (sensitisasi sentral).
Proses sensitisasi sentral ada 2 fenomena yang terjadi yaitu:
o Wind-up

Sensitisasi neuron kornu sorsalis terutama wide dynamic range


neuron (WDR).
Terjadi selama impuls dari perifer masih ada (berarti lesi atau
proses inflamasi masih ada).
Sangat tergantung pada neurotransmiter glutamate dan
reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA).

o Long-term potentiation (LTP)


Proses ini juga tergantung pada aktivasi reseptor NMDA, tetapi
peningkatan kepekaan neuron kornu dorsalis (sensitisasi)
berlangsung lebih lama dan masih terjadi walaupun input sudah
tidak ada.

Alodinia: nyeri yang disebabkan stimlus yang secara tidak menimbulkan nyeri.
Dapat terjadi oleh karena Sensitisasi sentral (wind up) yang menyebabkan:
o daerah penerimaan input meluas (perluasan receptive field)
o respon terhadap stimuli meningkat dan berlangsung lebih lama
o penurunan nilai ambang sehingga stimuli non-noksius mampu
menimbulkan nyeri
o Perubahan fenotip/reorganisasi serabut A

Proses sensitisasi sentral ini sangat penting diketahui khususnya pada pasien
dengan NPB. Seperti diketahui, peran psikologik sangat kuat terutama dalam
proses perubahan nyeri akut menjadi nyeri kronik. Oleh karena itu, pencegahan
sensitisasi sentral merupakan tindakan yang sangat bijaksana dengan pemberian
analgetik yang efektif sesegera mungkin.
3. Nyeri neuropatik

Stimuli yang langsung mengenai sistem saraf.


Nyeri neuropatik sering ditemukan pada pasien NPB penekanan atau jeratan radiks
saraf oleh hernia nukleus polposus (HNP), penyempitan kanalis spinalis, pembengkakan
artikulasio atau jaringan sekitarnya, fraktur mikro (misalnya pada penderita osteoporosis),
penekanan oleh tumor dan sebagainya.
10

Iritasi pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan:


v Penekanan pada selaput pembungkus saraf yang kaya akan nosiseptor dari nervi
nervorum menimbulkan nyeri inflamasi dirasakan di sepanjang distribusi
serabut saraf tersebut bertambah bila ada peregangan serabut saraf
(pergerakan).
v Penekanan sampai mengenai serabut saraf
v terjadinya gangguan keseimbangan neuron sensorik aktivitas sistem saraf
aferen (SSA) menjadi abnormal timbulnya aktivitas ektopik (aktivitas yang
terjadi di luar nosiseptor), akumulasi saluran ion-natrium (SI-Na) dan saluran ion
lainnya di daerah lesi.
v Penumpukan SI-Na di daerah lesi timbulnya mechano-hot-spot sangat peka
terhadap rangsang mekanikal maupun termal (hiperalgesia mekanikal dan termal)
dasar pemeriksaan Lasseque.
v Pada keadaan ini juga ditemukan adanya pembentukan reseptor adrenergik baru
yang sangat peka terhadap katekolamin menyebabkan stres psikologik
memperberat nyeri.
Hiperalgesia dan alodinia disebabkan oleh fenomena wind up, LTP dan perubahan
fenotip A.
Yang berbeda adalah:
v Nyeri neuropatik proses inhibisi disebabkan oleh reseptor opioid di
neuron kornu dorsalis dan cholecystokinin (CCK) yang menghambat kerja
reseptor opioid.
v Ini adalah dasar pemberian antidepresan trisiklik (amitriptilin) atau tramadol pada
nyeri neuropatik.

2.5
ETIOLOGI
1. Lumbar strain (akut/ kronis)

Lumbar strain adalah disebabkan oleh adanya peregangan yang mengakibatkan


kerusakan pada ligamentum, tendon maupun otot.

Ini disebabkan oleh penggunaan berlebihan (overuse), penggunaan yang salah (improper
use) maupun trauma.

Karakteristik kondisi ini adalah nyeri yang dirasakan lokal (pegel/ localized discomfort)
pada punggung belakang setelah adanya stres mekanikal pada area lumbal sehingga dapat
menimbulkan spasme otot.

2. Iritasi saraf

11

Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan
struktur radiks saraf akibat penyempitan kanalis spinalis atau foramen intervertebralis dan
dapat mengenai satu atau lebih dari radiks saraf dengan pola gangguan bersifat
dermatomal.

Gejalanya berupa nyeri yang biasanya terjadi tiba-tiba, bersifat tajam dan sangat hebat,
menjalar ke belakang tungkai kadang-kadang sampai tumit. Nyeri ini dapat diperberatkan
dengan batuk dan bersin. Kelemahan otot atau spasme dapat terjadi disertai rasa baal.

3. Bony encroachment

Keadaan dimana terjadinya pergeseran atau pertumbuhan tulang vertebrae yang dapat
menyempitkan rongga kanalis spinalis.

Penyebab adalah penyempitan foramen/foraminal narrowing, spondylolisthesis, dan


spinal stenosis.

Kompresi pada saraf menghasilkan nyeri sciatica.

Stenosis spinal dapat menghasilkan gejala klaudikasi neurogenik dimana didapatkan


keluhan nyeri pada ekstremitas bawah yang diperberat dengan berjalan dan menghilang
setelah istirahat.

4. Tulang dan sendi.


a. Kongenital
Penyebab penyakit tulang kongenital adalah spina bifida dan skoliosis.
b. Degeneratif
Penyebab penyakit degeneratif adalah spondilosis (proses degenerasi pada diskus spinalis)
dan osteoarthritis.
c. Injury
Penyebabnya adalah fraktur tulang lumbal dan sakrum terutama pada penderita dengan
osteoporosis. Fraktur (vertebral compression fracture) dapat menghasilkan gejala NPB
yang akut, berat dan lokal dan dapat menjalar seperti mengikat (band-like) dan diperberat
dengan pergerakan tubuh. Penyebab lain injury adalah spondiloarthropati yaitu inflamasi
pada punggung belakang dan sacroiliac joints. Penyakit ini dapat menghasilkan NPB
yang berat terutama pagi hari.
d. Infeksi
Infeksi spondilitis, osteomyelitis dan septik diskus . Gejala klinis terdiri dari nyeri lokal
dan disertai demam.
5. Penyakit ginjal

12

Penyakit ginjal yang dapat menyebabkan NPB adalah infeksi salur kemih, batu,
hematoma pada saluran kemih

6. Kehamilan

NPB kehamilan disebabkan oleh stres mekanikal pada spinal lumbal karena perubahan
kurvatur lumbal dan posisi fetus.

Pada kehamilan juga terjadi perubahan hormonal estrogen dan relaxin dimana terjadi
pelonggaran ligamentum pada struktur tulang belakang.

7. Kelainan ovari

Penyakit yang menyebabkan NPB adalah kista ovari, fibroid uterus dan endometriosis

8. Tumor

NPB dapat terjadi karena tumor jinak maupun ganas; tumor primer yang berasal dari
tulang maupun yang metastase. Gejala dapat berupa nyeri lokal maupun nyeri hebat yang
menjalar, kehilangan fungsi saraf dan otot ( inkontinen urin dan feses).

9. Herpes Zoster

2.6
-

Herpes Zoster adalah infeksi akut pada saraf yang mengsuplai sensasi pada kulit
unilateral. NPB dapat terjadi apabila Herpes Zoster pada area lumbar.
FAKTOR RISIKO
usia
kondisi kesehatan yang buruk
masalah psikologik dan psikososial
artritis degenerative
merokok
skoliosis mayor (kurvatura >80o)
obesitas
tinggi badan yang berlebihan
hal yang berhubungan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi dalam waktu lama, duduk
atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja yang statik), getaran, mengangkat, membawa
beban, menarik beban, membungkuk, memutar, dan kehamilan.

2.7
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis NPB meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis serta
pemeriksaan penunjang
Anamnesis

13

Dalam anamnesis perlu diketahui:


1. Awitan
Penyebab mekanis NPB menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah posisi mekanis yang
merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau iritasi permukaan sendi.
Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap.
2. Lama dan frekuensi serangan
NBP akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Herniasi diskus
bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi diskus dapat menyebabkan rasa
tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2-4 minggu.
3. Lokasi dan penyebaran
Kebanyakan NPB akibat gangguan mekanis atau medis terutama terjadi di daerah lumbosakral.
Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau hanya di tungkai bawah mengarah ke iritasi akar
saraf. Nyeri yang menyebar ke tungkai juga dapat disebabkan peradangan sendi sakroiliaka.
Nyeri psikogenik tidak mempunya pola penyebaran yang tetap.
4. Faktor yang memperberat/memperingan
Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah saat aktivitas. Pada penderita
HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri. Batuk, bersin atau manuver valsava akan
memperberat nyeri. Pada penderita tumor, nyeri lebih berat atau menetap jika berbaring.
5. Kualitas/intensitas
Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat membandingkannya dengan
berjalannya waktu. Harus dibedakan antara NPB dengan nyeri tungkai, mana yang lebih
dominan dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler.
Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari pada NPB dengan rasio 80-20% menunjukkan adanya
radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri NPB lebih banyak
daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga
biasanya tidak memerlukan tindakan operatif. Gejala NPB yang sudah lama dan intermiten,
diselingi oleh periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu NPB yang terjadinya secara
mekanis.
Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang biasanya berhubungan
dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu NPB, namun sebagian besar episode herniasi diskus
terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti membungkuk atau memungut barang
yang enteng.
Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan bertambahnya nyeri NPB,
yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri, dan

14

setiap gerakan yang bisa menyebabkan meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat
menambah nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu defekasi.
Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada malam hari bisa
merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung seperti
adanya suatu keganasan ataupun infeksi.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga
bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai
hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral.
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada
stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan
menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf
spinal.
Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada
HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio
sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan
tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).
Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke depan ke
lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan
nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.
Nyeri NPB pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan kemungkinan
adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik.
Palpasi :
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan
psikologis di bawahnya (psychological overlay). Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen
yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan
menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada
spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di
tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk
mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan
neurologis. Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada
diagnosis NPB dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali pada
sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan. Refleks patella terutama
menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit
predominan dari S1. Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada

15

hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari
pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.
Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi
untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan memperhatikan miotom
yang mempersarafinya.
Pemeriksaan sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan
perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam
membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik
lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.
Tanda-tanda perangsangan meningeal :
Tanda Laseque: menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1.
Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu di panggul
sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan
menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang positif) dan nyeri akan
berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat
tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda
laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara laseque
yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral merupakan tanda kemungkinan herniasi
diskus.
Pada tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar
kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga dengan tanda laseque
kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang
terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti menderita HNP dan pada
hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Harus diketahui
bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita
yang tua dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun).
Tanda Laseque kontralateral (contralateral Laseque sign) dilakukan dengan cara yang sama,
namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons yang positif pada
tungkai kontralateral yang sakit dan menunjukkan adanya suatu HNP.
Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes laseque
dengan ditambah dorsofleksi kaki.
Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.

16

Tes valsava: Pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila timbul nyeri
2.8

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari NPB yang sering terjadi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Diagnosis
Back strain

Acute disc
herniation

Spinal stenosis

Compression
fracture

2.9

Key features
Quality of pain : ache, spasm
Aggravating factor : increase with activity
Relieving factor : bending
Signs : local tenderness, limited spinal motion
Quality of pain : sharp,shooting/butning pain, paraesthesia in leg
Aggravating factor : decreased with standing
Relieving factor : increased with bending or sitting
Signs : positive straight leg raise test, weakness, asymmetric
reflexes
Quality of pain : ache, shooting pain, pins & needles sensation
Aggravating factor : increase with walking especially up an incline
Relieving factor : decreased with sitting
Signs : mild decrease in extension of spine, may have weakness or
asymmetric reflexes
Quality pain : sudden & severe, worsen over time
Aggravating factor : increase by movement & palpation over
spinous process of affected vertebra
Signs : localized back pain or radicular pain

TES DIAGNOSTIK:

Laboratorium:
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED), kadar Hb,
jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.
Pemeriksaan Radiologis :
- Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai
penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor
spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan
suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.
- CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah
jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
- MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan
suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.
MRI sangat berguna bila:

17

vertebra dan level neurologis belum jelas


o kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak
o untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi
o kecurigaan karena infeksi atau neoplasma
o

Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat berharga pada
diagnosis NPB dan diperlukan oleh ahli bedah saraf/ortopedi untuk menentukan lokalisasi lesi
pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester diskus yang lepas dan mengeksklusi
adanya suatu tumor.

2.10 PENATALAKSANAAN NYERI PUNGGUNG BAWAH


Tujuan: untuk meredakan gejala akut dan mengatasi etiologi.
a. Terapi konservatif:
Tujuan:
mengurangi iritasi saraf
memperbaiki kondisi fisik pasien
melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan.
(90% pasien akan membaik dalam waktu 6 minggu, hanya sisanya yang membutuhkan
pembedahan)
1. Tirah baring
Tujuan: untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal, lama yang dianjurkan adalah
2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara
bertahap untuk kembali ke aktivitas biasa.
Posisi tirah baring yang dianjurkan:
menyandarkan punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari
vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan
yang meradang.
2. Medikamentosa
- Analgetik dan NSAID
- Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot
- Opioid: tidak terbukti lebih efektif dari analgetik biasa. Pemakaian jangka panjang dapat
menyebabka ketergantungan
- Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat dipertimbangkan
pada kasus hernia nucleus pulposus (HNP) berat untuk mengurangi inflamasi.
- Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis
3. Terapi fisik

18

Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak terbukti bermanfaat.
Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi dengan tirah baring dan
korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam kecepatan penyembuhan.

Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya: mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot. Pada
keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat edema.
Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.

Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada NPB akut namun dapat digunakan untuk
mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri pada NPB kronis. Sebagai penyangga
korset dapat mengurangi beban pada diskus serta dapat mengurangi spasme.

4. Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal pada punggung seperti jalan kaki,
naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan penguatan.
Latihan bertujuan untuk:
- memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan
lunak.Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran
darah semakin meningkat.
Latihan kelenturan
Punggung yang kaku berarti kurang fleksibel akibatnya vertebra lumbosakral tidak sepenuhnya
lentur. Keterbatasan ini dapat dirasakan sebagai keluhan kencang.
Latihan untuk kelenturan punggung adalah dengan membuat posisi meringkuk seperti bayi dari
posisi terlentang. Tungkai digunakan sebagai tumpuan tarikan. Untuk menghasilkan posisi kneechest, panggul diangkat dari lantai sehingga punggung teregang, dilakukan fleksi bertahap
punggung bawah bersamaan dengan fleksi leher dan membawa dagu ke dada. Dengan gerakan
ini sendi akan mencapai rentang maksimumnya. Latihan ini dilakukan sebanyak 3 kali gerakan, 2
kali sehari.
Latihan penguatan
Latihan pergelangan kaki: Gerakkan pergelangan kaki ke depan dan belakang dari posisi
berbaring.
Latihan menggerakkan tumit: Dari posisi berbaring lutut ditekuk dan kembali diluruskan
dengan tumit tetap menempel pada lantai (menggeser tumit).
Latihan mengangkat panggul: Pasien dalam posisi telentang, dengan lutut dan punggung
fleksi, kaki bertumpu di lantai. Kemudian punggung ditekankan pada lantai dan panggul

19

diangkat pelan-pelan dari lantai, dibantu dengan tangan yang bertumpu pada lantai. Latihan
ini untuk meningkatkan lordosis vertebra lumbal.
Latihan berdiri: Berdiri membelakangi dinding dengan jarak 10-20 cm, kemudian punggung
menekan dinding dan panggul direnggangkan dari dinding sehingga punggung menekan
dinding. Latihan ini untuk memperkuat muskulus kuadriseps.
Latihan peregangan otot hamstring: Peregangan otot hamstring penting karena otot hamstring
yang kencang menyebabkan beban pada vertebra lumbosakral termasuk pada anulus diskus
posterior, ligamen dan otot erector spinae. Latihan dilakukan dari posisi duduk, kaki lurus ke
depan dan badan dibungkukkan untuk berusaha menyentuh ujung kaki. Latihan ini dapat
dilakukan dengan berdiri.
Latihan berjinjit: Latihan dilakukan dengan berdiri dengan seimbang pada 2 kaki, kemudian
berjinjit (mengangkat tumit) dan kembali seperti semula. Gerakan ini dilakukan 10 kali.
Latihan mengangkat kaki: Latihan dilakukan dengan menekuk satu lutut, meluruskan kaki
yang lain dan mengangkatnya dalam posisi lurus 10-20 cm dan tahan selama 1-5 detik.
Turunkan kaki secara perlahan. Latihan ini diulang 10 kali.
5. Proper body mechanics:
Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang baik untuk mencegah
terjadinya cedera maupun nyeri.
Beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung adalah sebagai berikut:
Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung tegak dan lurus. Hal ini
akan menjaga kelurusan tulang punggung.
Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke pinggir tempat tidur.
Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat panggul dan berubah ke posisi duduk. Pada
saat akan berdiri tumpukan tangan pada paha untuk membantu posisi berdiri.
Pada posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan menggeser posisi
panggul.
Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri badan diangkat dengan
bantuan tangan sebagai tumpuan.
Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak jongkok, punggung
tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan otot perut. Dengan punggung lurus,
beban diangkat dengan cara meluruskan kaki. Beban yang diangkat dengan tangan
diletakkan sedekat mungkin dengan dada.
Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan kaki harus
berubah posisi secara bersamaan.
Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok dengan wc duduk
sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani punggung saat bangkit.

Dengan melakukan latihan setiap hari, atau setidaknya 3-4 kali/minggu secara teratur maka

20

diperkirakan dalam 6-8 minggu kekuatan akan membaik sebanyak 20-40% dibandingkan saat
NPB akut.
b. Terapi operatif:
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi pada saraf sehingga nyeri dan
gangguan fungsi akan hilang. Indikasi operasi:
- Adanya salah satu kriteria red flags
- Kelainan saraf yang menonjol
- Nyeri yang menetap dan berulang, tidak dapat disembuhkan dengan tindakan konservatif
- Kelainan saraf yang semakin progresif dan bertambah berat
- Kelainan bentuk tulang belakang, seperti scoliosis, dan spondiotesis
- Tumor
Contohnya pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis diangkat untuk mengurangi
tekanan terhadap nervus. Laminectomy dapat dilakukan sebagai dekompresi.

2.11 METODE PENGOBATAN NYERI


WHO Ladder merupakan bagian dari metode pengobatan nyeri keseluruhan yang berpusat pada
lima prinsip:
1. By mouth: menggunakan oral bila memungkinkan, bahkan untuk opioid
2. By the clock: untuk nyeri persisten, obat diberikan secara berkala (around the clock)
bukan prn
3. By the ladder: (Gambar 1)
4. For the individual: rencana perawatan secara individualisasi sesuai dengan
tujuan pasien.
Langkah 1:
- Untuk nyeri ringan sampai sedang, mulai dengan nonopioid (misalnya, acetaminophen,
ibuprofen), dan dosis ditingkatkan, jika diperlukan sehingga dosis maksimum yang
disarankan.
- Gunakan adjuvant seperti anti-depresan atau antikonvulsan, jika terdapat indikasi.
- Jika pasien datang dengan nyeri sedang atau berat lewati Langkah 1.
Langkah 2:
- Jika atau ketika non-opioid tidak cukup kuat untuk menghilangkan rasa sakit, tambahkan
dengan opioid seperti hydrocodone (kombinasi dengan acetaminophen).
- Tambah atau melanjutkan adjuvan, jika sesuai.
Langkah 3:
- Jika atau ketika non-opioid untuk nyeri ringan hingga sedang tidak lagi cukup untuk

21

mengurangi rasa sakit, beralih ke opioid yang tidak dikombinasikan dengan agen lain seperti
acetaminophen, dan menggunakan obat yang efektif untuk nyeri sedang sampai berat
(misalnya morfin, oxycodone, hydromorphone).
Tambah atau melanjutkan adjuvan, jika sesuai.

2.12
-

KOMPLIKASI
Memnyebabkan gerakan pada tulang belakang yang menyakitkan , rendering aktivitas
normal seperti duduk atau berjalan hampir mustahil.
Waktu lama istirahat berhubungan dengan episode nyeri dapat mengembangkan disfungsi
yang signifikan dalam sistem muskuloskeletal secara umum :
Deconditioning . Otot yang tidak digunakan secara teratur menjadi lemah dan 'malas'.
Ini pelunakan otot menyebabkan kekuatan buruk seimbang bertindak di sekitar sendi
dalam tubuh.
Sendi yang tidak bergerak dapat menjadi kaku dan lemah
Bed rest berkepanjangan dapat menyebabkan kelemahan pada tulang . Hal ini
biasanya hanya terjadi setelah periode yang sangat panjang dari penurunan aktivitas .
Psikologi : depresi mengembangkan yang mengarah ke sakit berulang

2.13 PROGNOSIS
Secara keseluruhan , prognosis untuk nyeri punggung bawah positif . Rasa sakit dan disabilitas
kebiasaannya membaik dalam enam minggu pertama , dengan pemulihan lengkap dilaporkan
dari 40% sampai 90 % . Pada mereka yang masih memiliki gejala setelah enam minggu ,
umumnya perbaikan akan lebih lambat.

22

You might also like