Professional Documents
Culture Documents
(SPM)
DAFTAR ISI
hal
1.
2.
Neurovaskular ............................................................................................................
3.
Neuroinfeksi ...............................................................................................................
4.
5.
Neuronkologi ..............................................................................................................
6.
Nyeri ...........................................................................................................................
7.
Sefalgia ......................................................................................................................
8.
9.
Neurotrauma ..............................................................................................................
EPILEPSI
ICD G40
KRITERIA DIAGNOSIS:
Klinis:
Suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi yang berulang, yang timbul tanpa
provokasi. Sedangkan, bangkitan epilepsy sendiri adalah suatu manifestasi klinik yang disebabkan
oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebih dan sinkron, dari neuron yang (terutama)
terletak pada korteks serebri. Aktivitas paroksismal abnormal ini umumnya timbul intermiten dan
'self-limited'.
Sindroma Epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh sekumpulan gejala yang timbul
bersamaan (termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia saat awitan, beratnya
penyakit, siklus harian dan prognosa)
Klasifikasi Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1989)
I.
Berhubungan dengan lokasi
A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1. Benign childhood epilepsy with centro-temporal spikes
2. Childhood epilepsy with occipital paroxysmal
3. Primary reading epilepsy
B. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)
1. Chronic progressive epilepsia partialis continua of childhood (Kojewnikow's
syndrome)
2. Syndromes characterized by seizures with specific modes of precipitation
3. Epilepsi lobus Temporal/ Frontal/ Parietal/ Ocipital
C. Kriptogenik
II.
Umum
A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1. Benign neonatal familial convulsions
2. Benign neonatal convulsions
3. Benign myoclonic epilepsy in infancy
4. Childhood absence epilepsy (pyknolepsy)
5. Juvenile absence epilepsy
6. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
7. Epilepsies with grand mal (GTCS) seizures on awakening
8. Others generalized idiopathic epilepsies not defined above
9. Epilepsies with seizures precipitated by specific modes of activation
B. Kriptogenik / Simptomatik
1. West syndrome (infantile spasms, blitz Nick-Salaamm Krampfe)
2. Lennox-Gastaut syndrome
3. Epilepsy with myoclonic-astatic seizures
4. Epilepsy with myoclonic absence
C. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)
1. Dengan etiologi yang Nonspesifik
a. Early myoclonic encephalopathy
b. Early infantile epileptic encephalopathy with suppression burst
c. Other symptomatic generalized epilepsies not defined above
2. Sindroma spesifik
a. Bangkitan epilepsy yang disebabkan oleh penyakit lain
III.
b.
c.
Bangkitan Umum
A. Bangkitan Lena (absence) & atypical absence
B. Bangkitan Mioklonik
C. Bangkitan Klonik
D. Bangkitan Tonik
E. Bangkitan Tonik-klonik
F. Bangkitan Atonik
III.
DIAGNOSIS BANDING
1. Bangkitan Psychogenik
2. Gerak lnvolunter (Tics, headnodding, paroxysmalchoreoathethosisl dystonia, benign sleep
myoclonus, paroxysmal torticolis, startle response, jitterness, dll.)
3. Hilangnya tonus atau kesadaran (sinkop, drop attacks, TIA, TGA, narkolepsi, attention
deficit)
4. Gangguan respirasi (apnea, breath holding, hiperventilasi)
5. Gangguan perilaku (night terrors, sleepwalking, nightmares, confusion, sindroma psikotik
akut)
6. Gangguan persepsi (vertigo, nyeri kepala, nyeri abdomen)
7. Keadaan episbdik dari penyakit tertentu (tetralogy speels, hydrocephalic spells, cardiac
arrhythmia, hipoglikemi, hipokalsemi, periodic paralysis, migren, dll)
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) sangat tergantung pada bentuk bangkitan dan sindroma
epilepsi, selain itu juga perlu dipikirkan kemudahan pemakaiannya. Penggunaan terapi tunggal
dan dosis tunggal menjadi pilihan utama. Kepatuhan pasien juga ditentukan oleh harga dan efek
samping OAE yang timbul
Antikonvulsan Utama
1. Fenobarbital : dosis 2-4 mg/kgBB/hari
2. Phenitoin : 5-8 mg/kgBB/hari
3. Karbamasepin : 20 mg/kgBB/hari
4. Valproate : 30-80 mg/kgBB/hari
Keputusan pemberian pengobatan setelah bangkitan pertama dibagi dalam 3 kategori:
1. Definitely treat (pengobatan perlu dilakukan segera)
Bila terdapat lesi struktural, seperti :
a. Tumor otak
b. AVM
c. Infeksi : seperti abses, ensefalitis herpes
Tanpa lesi struktural :
a. Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
b. EEG dengan gambaran epileptik yang jelas
c. Riwayat bangkitan simpomatik
d. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP
e. Status epilepstikus pada awitan kejang
2. Possibly treat (kemungkinan harus dilakukan pengobatan)
Pada bangkitan yang tidak dicetuskan (diprovokasi) atau tanpa disertai faktor resiko diatas
3. Probably not treat (walaupun pengobatan jangka pendek mungkin diperlukan)
a. Kecanduan alkohol
b. Ketergantungan obat obatan
c. Bangkitan dengan penyakit akut (demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemia)
d. Bangkitan segera setelah benturan di kepala
e. Sindroma epilepsi spesifik yang ringan, seperti kejang demam, BECT
f. Bangkitan yang diprovokasi oleh kurang tidur
PEMILIHAN OAE BERDASARKAN TIPE BANGKITAN EPILEPSI
Tipe Bangkitan
Bangkitan parsial
(sederhana atau kompleks)
Karbamasepin, phenitoin,
asam valproat
Idem diatas
Bangkitan lena
Acetazolamide, clobazam,
clonazepam, lamotrigine,
phenobarbital, pirimidone
Bangkitan mioklonik
Asam valproat
Clobazam, clonazepam,
ethosuximide, lamotrigine,
phenobarbital, pirimidone,
piracetam
Penghentian OAE: dilakukan secara bertahap setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang, tergantung
dari bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi yang diderita pasien (Dam,1997). Penghentian OAE
dilakukan secara perlahan dalam beberapa bulan.
STATUS EPILEPTIKUS
(ICD G 41.0)
(Epilepsy Foundation of America's Working Group on Status Epileptic)
Adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua atau lebih bangkitan, dimana
diantara dua bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran. Penanganan kejang harus dimulai
dalam 10 menit setelah awitan suatu kejang.
PENANGANAN STATUS EPILEPTIKUS
Stadium
Penatalaksanaan
Stadium I (0-10 menit)
Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik,
Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi
Stadium II (0-60 menit)
Menentukan etiologi
Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah pemberian diazepam
pertama, beri phenytoin iv 15-18 mg/kgBB dengan kecepatan 50
mg/menit
Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengoreksi komplikasi
Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit, transfer pasien
ke ICU, beri Propofol (2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atau
Thiopentone (100-250 mg bolus iv pemberian dalam 20 menit,
dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan
sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG
terakhir, lalu dilakukan tapering off.
Memonitor bangkitan dan EEG, tekanan intracranial, memulai
pemberian OAE dosis maintenance
Tindakan:
1. Operasi
Indikasi operasi :
a. Fokal epilesi yang intraktabel terhadap obat obatan
b. Sindroma Epilepsi fokal dan simptomatik
Kontraindikasi:
Kontraindikasi absolut
a. Penyakit neurologik yang progresif (baik metabolic maupun degeneratif)
b. Sindroma epilepsi yang benigna, dimana diharapkan terjadi remisi dikemudian hari
Kontraindikasi relatif:
a. Ketidak patuhan terhadap pengobatan
b. Psikosis interiktal
c. Mental retardasi
Jenis jenis operasi:
a. Operasi reseksi; pada mesial temporal lobe, neokortikal
b. Diskoneksi : korpus kalosotomi, multiple supial transection
c. Hemispherektomi
Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai berikut:
a. Terdapat lesi struktural otak
b. Bangkitan epilepsi parsial
c. Sindroma epilepsi berat
d. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
e. Frekuensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum dimulainya pengobatan
f. Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris
KONSULTASI
Konsultasi: (atas indikasi)
1. Bagian Psikiatri
2. Bagian Interna
3. Bagian Anak
4. Bagian Bedah Saraf
5. Bagian Anestesi (bila pasien masuk ICU)
JENIS PELAYANAN
1. Rawat jalan
2. Rawat inap
Indikasi rawat :
1. Status Epileptikus
2. Bangkitan berulang
3. Kasus Bangkitan Pertama
4. Epilepsi intraktabel
TENAGA:
1. Spesialis saraf
2. Epileptologist
3. Electro encephalographer
4. Psychologist
5. Teknisi EEG
LAMA PERAWATAN
1. Pada kasus bukan status epileptikus: pasien dirawat sampai diagnosis dapat ditegakkan
2. Pada status epileptikus: pasien dirawat sampai kejang dapat diatasi dan pasien kembali ke
keadaan sebelum status
STROKE
Definisi :
Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit neurologik
fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan
kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena
berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan
(stroke perdarahan).
Pembagian Stroke
1. Etiologis :
1.1. Infark
: aterotrombotik, kardioembolik, lakunar
1.2. Perdarahan : Perdarahan Intra Serebral, Perdarahan
Intrakranial et causa AVM
2. Lokasi :
2.1. Sistem Karotis
2.2. Sistem Vertebrobasiler
Subarahnoid,
Perdarahan
Dasar Diagnosis :
1. Anamnesa dari pasien keluarga atau pembawa pasien.
2. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale/ kwantitas/ kwalitas), tanda vital, status
generalis, status neurologist.
3. Alat Bantu scoring (skala) :
Siriraj Stroke Score ( SSS ), Algoritme Stroke Gajah Mada ( ASGM ).
4. Pemeriksaan penunjang :
Pungsi lumbal (bila neuroimejing tidak tersedia).
Neuroimejing : CT Scan, MRI, MRA, Angiografi, DSA.
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
Anamnesis:
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/ istirahat, kesadaran baik/
terganggu, nyeri kepala/ tidak, muntah/ tidak, riwayat hipertensi (faktor risiko strok lainnya),
lamanya (onset), serangan pertama/ulang.
Pemeriksaan Rontgen dada untuk melihat ada tidaknya infeksi maupun kelainan jantung
MRI kepala
Pemeriksaan Penunjang Lain :
EKG
DIAGNOSIS BANDING
1. Ensefalopati toksik atau metabolik
2. Kelainan non neurologist / fungsional (contoh : kelainan jiwa)
3. Bangkitan epilepsi yang disertai paresis Todds
4. Migren hemiplegik.
5. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, tumor otak, AVM).
6. Infeksi ensefalitis, abses otak.
7. Trauma kepala.
8. Ensefalopati hipertensif.
9. Sklerosis multiple
PENATALAKSANAAN / TERAPI
Penatalaksanaan Umum
1. Umum :
Ditujukan terhadap fungsi vital: paru-paru, jantung, ginjal, keseimbangan elektrolit dan cairan,
gizi, higiene.
2. Khusus
Pencegahan dan pengobatan komplikasi
Rehabilitasi
Pencegahan stroke : tindakan promotif, primer dan sekunder
Penatalaksanaan Khusus
1. Stroke iskemik / infark :
Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol, cilostazol
Trombolitik : rt-PA (harus memenuhi kriteria inklusi)
Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)
(Guidelines stroke 2004)
Neuroprotektan
2. Perdarahan subarakhnoid :
Antivasospasme : Nimodipin
Neuroprotektan
3. Perdarahan intraserebral :
Konservatif:
Memperbaiki faal hemostasis (bila ada gangguan faal hemostasis)
Mencegah / mengatasi vasospasme otak akibat perdarahan : Nimodipine
Neuroprotektan
Operatif : Dilakukan pada kasus yang indikatif/memungkinkan:
Volume perdarahan lebih dari 30 cc atau diameter > 3 cm pada fossa posterior.
Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda peninggian TIK akut dan ancaman herniasi
otak
Perdarahan serebellum
Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebellum
GCS > 7
Terapi Komplikasi
Antiedema : larutan Manitol 20%
Antibiotika, Antidepresan, Antikonvulsan : atas indikasi
Anti trombosis vena dalam dan emboli paru.
Penatalaksanaan faktor risiko:
Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
(Guidelines stroke 2004)
Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
(Guidelines stroke 2004)
Antidislipidemia : atas indikasi
Terapi Nonfarmaka
Operatif
Phlebotomi
Infark berdarah
Hidrosefalus
Non Neurologis :
Hipertensi / hiperglikemia reaktif
Edema paru
Gangguan jantung
Infeksi
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Fase lanjut :
Neurologis : gangguan fungsi luhur
Non Neurologis :
Kontraktur
Dekubitus
Infeksi
Depresi
KONSULTASI
Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Ginjal/ Hipertensi, Endokrin), Kardiologi bila ada kelainan
organ terkait.
Dokter Spesialis Bedah Saraf untuk kasus hemorhagis yang perlu dioperasi (aneurisma, SVM,
evakuasi hematom)
Gizi
Rehabilitasi medik (setelah dilakukan prosedur Neurorestorasi dalam 3 bulan pertama pasca
onset)
JENIS PELAYANAN
Rawat inap : Stroke Corner, Stroke Unit atau Neurologic High Care Unit pada fase akut
Gambaran kliniknya tidak khas, kriteria terdapat tanda infeksi + TIK Khas bila terdapat trias :
gejala infeksi + TIK + tanda neurologik fokal.
Radiologi :
Foto polos kepala biasanya normal.
CT-Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras bila abses berdiameter > 10 mm.
Antiografi
Pemeriksaan Penunjang
Rontgen : Foto polos kepala, CT-Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras, atau
angiografi.
DIAGNOSIS BANDING
Herniasi
Hidrosefalus obstruktif
Koma
KONSULTASI
Bedah Saraf
TEMPAT PELAYANAN
Perawatan di RS A atau B
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
Minimal 6 minggu
PROGNOSIS
Sembuh, sembuh + cacat, atau meninggal
Prognosis : tergantung dari : umur penderita, lokasi abses, dan sifat absesnya.
MENINGITIS TUBERKULOSA
ICD A 17.0
DEFINISI ETIOLOGI
Meningitis tuberkulosa adalah reaksi peradangan yang mengenai selaput otak yang disebabkan
oleh kuman tuberkulosa.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Didahului oleh gejala prodromal berupa nyeri kepala, anoreksia, mual/muntah, demam subfebris,
disertai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset subakut, riwayat
penderita TB atau adanya fokus infeksi sangat mendukung.
Pemeriksaan Fisik
v Tanda-tanda rangsangan meninggal berupa kaku kuduk dan tanda lasegue dan kernig.
v Kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai.
Pemeriksaan Penunjang
v Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda tanda peninggian tekanan
intrakranial), pemeriksaan darah rutin kimia, elektrolit.
Pemeriksaan sputum BTA (+)
v Pemeriksan Radiologik
CT-Scan kepala atau MRI dibuat sebelum dilakukan pungsi lumbi bila dijumpai
peninggian tekanan intrakranial.
v Pemeriksaan penunjang lain:
IgG
anti
TB
(Untuk
mendapatkan
antigen
bakteri
diperiks
counterimmunoelectrophoresis, radioimmunoassay atau teknik ELISA).
PCR
Pada Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial)
v Pelikel (+) / Cobweb Appearance (+)
v Pleiositosis 50-500/mm3, dominan set mononuklear, protein meningkat 100-200 mg%,
glukosa menurun < 50% - 60% dari GDS, kadar laktat, kadar asam amino, bakteriologis Ziehl
Nielsen (+), kultur BTA (+).
Pemeriksaan penunjang lain seperti IgG anti-TB atau PCR
DIAGNOSIS BANDING
v Meningoensefalitis karena virus
v Meningitis bakterial yang pengobatannya tidak sempurna
v Meningitis oleh karena infeksi jamur/parasit (Cryptococcus neoformans atau Toxoplasma
gondii), Sarkoid meningitis.
v Tekanan selaput yang difus oleh sel ganas, termasuk karsinoma, limfoma, leukemia, glioma,
melanoma, dan meduloblastoma.
TATALAKSANA
v Umum
v Terapi kausal : Kombinasi Obat Anti Tuberkulosa (OAT).
INH
Pyrazinamida
Rifampisin
Etambutol
v Kortikosteroid
PENYULIT/KOMPLIKASI
v Hidrosefalus
KONSULTASI
Bedah Saraf
JENIS PELAYANAN
Rawat Inap
TENAGA STANDAR
Dokter spesialis saraf, dokter umum, perawat
LAMA PERAWATAN
Minimal 3 minggu, tergantung respon pengobatan.
PROGNOSIS
v Meningitis tuberkulosis sembuh lambat dan umumnya meninggalkan sekuele neurologis.
v Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, meninggal
RABIES
ICD A 82
DEFINISI/ ETIOLOGI:
Rabies adalah penyakit peradangan akut SSP oleh virus rabies, bermanifestasi sebagai kelainan
neurologi yang umumnya berakhir dengan kematian.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Penderita mempunyai riwayat tergigit, tercakar dengan anjing, kucing atau binatang lainnya yang :
Bentuk spastik : Peka terhadap rangsangan ringan, kontraksi otot farings dan esofagus,
kejang, aerofobia, hidrofobia, kaku kuduk, delirium, semikoma, meninggal setelah 3-5
hari.
Bentuk demensia
Lekosit
: 8.000-13.000/mm3
Hematokrit : berkurang
Hb
: berkurang
v Urine:
Albuminuria
Sedikit lekosit
v CSF: Protein dan set normal atau sedikit meninggi.
DIAGNOSIS BANDING
v Intoksikasi obat-obatan
v Ensefalitis
v Tetanus
v Histerikal pseudorabies
v Poliomielitis
TERAPI
v Bila sudah timbul gejala prodromal prognosis infaust dalam 3 hari.
v Terapi hanya bersifat simptomatis dan supportif (Infus Dextrose, antikejang).
JENIS PELAYANAN
Perawatan RS diperlukan untuk menenangkan pasien
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
Dirawat di kamar isolasi 1-10 hari (umumnya penderita meninggal dalam 1-2 hari perawatan)
PROGNOSIS
Infaust/ meninggal dunia
PENATALAKSANAAN PENDERITA TERGIGIT ANJING ATAU HEWAN TERSANGKA DAN
POSITIF RABIES:
KRITERIA TERSANGKA RABIES SEBAGAI BERIKUT :
1. Anjing/hewan yang menggigit terbukti secara laboratorium adalah positif rabies.
2. Anjing atau hewan yang menggigit mati datam waktu 5 - 10 hari
3. Anjing atau hewan yang menggigit menghilang atau terbunuh
4. Anjing atau hewan yang menggigit dengan gejala rabies.
Catatan :
1. Penyuntikan dilakukan secara lengkap bila :
a. hewan atau anjing yang menggigit positif rabies.
b. hewan atau anjing liar atau gila yang tidak dapat diobservasi atau hewan tersebut dibunuh.
2. Penyuntikan VAR tidak dilanjutkan apabila hewan atau anjing yang menggigit penderita tetap
sehat selama observasi sampai dengan 10 hari.
3. Petugas (tenaga medis atau Perawat) harus memakai sarung tangan, pakaian dan masker.
4. Dokter/ Perawat harus terlebih dahulu memberikan penjelasan secukupnya tentang jumlah
kali pemberian vaksin anti rabies (VAR) / serum anti rabies (SAR), termasuk manfaat maupun
efek samping yang mungkin timbul.
5. Sebelum dilakukan vaksinasi dengan VAR/ pemberian serum anti rabies (SAR) terhadap
penderita terlebih dahulu dimintai persetujuan dari penderita ataupun keluarga terdekat
penderita atas pemberian vaksinasi/ serum tersebut. Dalam hal ini penderita atau keluarga
terdekat penderita harus menandatangani surat persetujuan (informed consent) disaksikan
oleh dua orang saksi termasuk dokter/ Perawat.
2. Kontak, tetapi
tanpa lesi,
kontak tak
langsung, tak
ada kontak.
3. Menjilat kulit,
garukan atau
abrasi kulit,
gigitan kecil
(daerah
tertutup),
lengan, badan
dan tungkai.
4. Menjilat
mukosa, luka
gigitan besar
atau dalam,
multipel, luka
pada muka,
kepala, leher,
jari tangan dan
jari kaki.
5.
TINDAKAN
Jenis VAR+Dosis
1. Dicuci dengan air
---sabun (detergen) 5-10
menit kemudian
dibilas dengan air
bersih.
2. Alkohol 40-70%
3. Berikan yodium,
betadin solusio atau
senyawa amonium
kuartener 0,1%
4. Penyuntikan SAR
secara infiltrasi
sekeliling luka
------
Boster
--
Keterangan
menunda
penjahitan luka,
jika penjahitan
diperlukan
gunakan anti
serum lokal.
bila diindikasikan
dapat diberikan
Toxoid Tetanus,
antibiotik, anti
inflamasi dan
analgetik
---
---
Berikan VAR
hari 0 : 2 x suntikan
Intra muskuter
Imovax atau
verorab
0,5 ml
deltoideus kiri
dan 0,5 ml
deltoideus
kanan
---
hari 7 : 1 x suntikan
Intra muskuler
0,5 ml
deltoideus kiri
atau kanan
hari 21 : 1 x suntikan
intra muskuler
0,5 ml
deltoideus kiri
atau kanan
Imovag rabies
Kasus gigitan
Berikan VAR hari 0
ulang
A. Kurang dari 1
tahun
20 IU/kg BB
Imovag, verorab
imovag, verorab
SMBV
hari 90:
0,5 ml
im
pada
deltoid
kiri
atau
kanan
---0,5 mL IM
deltoideus
umur < 3th 0,1 ml
IC flexor lengan
6.
7.
ENSEFALITIS VIRAL
ICD G 05
DEFINISI / ETIOLOGI
v Suatu penyakit demam akut dengan kerusakan jaringan parenkim sistem saraf pusat yang
menimbulkan kejang, kesadaran menurun, atau tanda-tanda neurologis fokal.
v Etiologi:
Virus DNA
- Poxviridae
: Poxvirus
- Herpetoviridae
: Virus Herpes Simpleks, Varicella Zoster, Virus Sitomegalik
Virus RNA
- Paramiksoviridae
: Virus Parotitis, Virus morbili (Rubeola)
- Picornaviridae
: Enterovirus, Virus Poliomielitis, Echovirus
- Rhabdoviridae
: Virus Rabies
- Togaviridae
: Virus ensefalitis alpha, Flavivirus ensefalitis jepang B,
Virus demam kuning, Virus Rubi
- Bunyaviridae
: Virus ensefalitis California
- Arenaviridae
: Khoriomeningitis Limfositaria
- Retroviridae
: Virus HIV
KRITERIA DIAGNOSIS
v Bentuk asimtomatik :
Gejala ringan, kadang ada nyeri kepala ringan atau demam tanpa diketahui penyebabnya.
Diplopia, vertigo, parestesi berlangsung sepintas. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
cairan serebrospinal
v Bentuk abortif :
Nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, kaku kuduk ringan. Umumnya terdapat infeksi saluran
napas bagian atas atau gastrointestinal.
v Bentuk fulminan :
Berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan kematian. Pada
stadium akut demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat, apatis, kaku kuduk, disorientasi,
sangat qelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma dalam. Kematian biasanya
terjadi dalam 2-4 hari akibat kelainan bulbar atau jantung.
v Bentuk khas ensefalitis :
Gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran napas bagian atas atau
gastrointestinal selama beberapa hari. Kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah, dan
sukar tidur. Defisit neurologis yang timbul tergantung tempat kerusakan. Selanjutnya
kesadaran menurun sampai koma, kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan
koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara, dan gangguan mental.
v
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal (bila tak ada kontra indikasi)
- Cairan serebrospinal jernih dan tekanannya dapat normal atau meningkat
- Fase dini dapat dijumpai peningkatan set PMN diikuti pleositosis limfositik, umumnya
kurang dari 1000/ul
- Glukosa dan Klorida normal
- Protein normal atau sedikit meninggi (80-200 mg/dl)
Pemeriksaan darah
- Lekosit : Normal atau lekopeni atau lekositosis ringan
- Amilase serum sering meningkat pada parotitis
- Fungsi hati abnormal dijumpai pada hepatitis virus dan mononukleosis infeksiosa
- Pemeriksaan antibodi-antigen spesifik untuk HSV, cytomegalovirus, dan HIV
Pemeriksaan Radiologik
- Foto Thoraks
- CT scan
- MRI
DIAGNOSIS BANDING
Abses otak
Lues serebral
Perawatan Umum
Atasi kejang : Diazepam 10-20 mg iv perlahan-lahan dapat diulang sampai 3 kali dengan
interval 15-30 menit. Bila masih kejang berikan fenitoin 100-200 mg/ 12 jam/ hari dilarutkan
dalam NaCI dengan kecepatan maksimal 50 mg/menit.
Hidrosefalus
SIADH
KONSULTASI :
JENIS PELAYANAN
Rawat Inap, segera
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
MENINGITIS BAKTERIAL
ICD G 00
DEFINISI/ ETIOLOGI
Meningitis bakterial (disebut juga meningitis piogenik akut atau meningitis purulenta) adalah
suatu infeksi cairan likuorserebrospinalis dengan proses peradangan yang melibatkan
piamater, arakhnoid, ruangan subarakhnoid dan dapat meluas ke permukaan otak dan medula
spinalis.
Gejala lain: infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis media, mastoiditis, pneumonia,
infeksi saluran kemih, arthritis (N. Meningitidis).
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Lumbal pungsi
Pemeriksaan Likuor
Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati) dan elektrolit darah
Radiologis
CT-Scan kepala
Pemeriksaan penunjang lain: Pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reactive Protein atau
PCR (Polymerase Chain Reaction).
Pemeriksaan Laboratorium diperoleh :
Lumbal pungsi: Mutlak dilakukan bila tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan Likuor : Tekanan
meningkat>180 mmH20,Pleiositosis lebih dari 1.000/mm3 dapat sampai 10.000/mm3
terutama PMN, Protein meningkat lebih dari 150 mg/dLdapat>1.000 mg/dL, Glukosa menurun
< 40% dari GDS. Dapat ditemukan mikroorganisme dengan pengecatan gram.
Perawatan umum
Usia
Bakteri Penyebab
Antibiotika
Bila prevalensi S. Pneumoniae Resisten
Cephalosporin > 2% diberikan :
Cefotaxime / Ceftriaxone+Vancomycin
1 g / 12 jam / IV (max. 3 g/hari)
50 tahun
S. Pneumonioe
H. Influenzae
Species Listeria
Pseudomonas aeroginosa
N. Meningitidis
Bila bakteri penyebab tidak dapat diketahui, maka terapi antibiotik empiris sesuai dengan
kelompok umur, harus segera dimulai
Terapi tambahan : Dianjurkan hanya pada penderita risiko tinggi, penderita dengan status
mental sangat terganggu, edema otak atau TIK meninggi yaitu dengan Deksametason 0,15
mg/ kgBB/ 6 jam/ IV selama 4 hari dan diberikan 20 menit sebelum pemberian antibiotik.
Gangguan serebrovaskuler
Edema otak
Hidrosefalus
Perdarahan otak
Shock sepsis
Efusi subdural
SIADH
KONSULTASI
Konsultasi dengan bagian lain sesuai sumber infeksi.
JENIS PELAYANAN
Perawatan RS diperlukan segera
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
1-2 bulan di ruang perawatan intermediet
PROGNOSIS
Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, meninggal.
TETANUS
ICD X : A 35
DEFINISI
Penyakit sistem saraf yang perlangsungannya akut dengan karakteristik spasme tonik persisten
dan eksaserbasi singkat.
KRITERIA DIAGNOSIS
v Hipertoni dan spasme otot
Trismus, risus sardonikus, otot leher kaku dan nyeri, opistotonus, dinding perut tegang,
anggota gerak spastik.
Lain-lain : Kesukaran menelan, asfiksia dan sianosis, nyeri pada otot-otot di sekitar luka
v Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu
v Umumnya ada luka/ riwayat luka
v Retensi urine dan hiperpireksia
v Tetanus lokal
Pemeriksaan Penunjang
v Bila memungkinkan, periksa bakteriologik untuk menemukan C. tetani.
v EKG bila ada tanda-tanda gangguan jantung.
v Foto toraks bila ada tanda-tanda komplikasi paru-paru.
DIAGNOSIS BANDING
v Kejang karena hipokalsemia
v Reaksi distonia
v Rabies
v Meningitis
v Abses retrofaringeal, abses gigi, sulbluksasi mandibula
v Sindrom hiperventilasi/ reaksi histeri
v Epilepsi/ kejang tonik klonik umum
TATA LAKSANA
v IVFD dekstrose 5% : RL = 1 : 1 / 6 jam
v
Kausal :
Antitoksin tetanus:
a. Serum antitetanus (ATS) diberikan dengan dosis 20.000 IU/hari/i.m. selama 3-5 hari.
TES KULIT SEBELUMNYA. ATAU
b. Human Tetanus lmmunoglobulin (HTlG). Dosis 500-3.000 lU/I.M. tergantung beratnya
penyakit. Diberikan SINGLE DOSE.
Antibiotik :
a. Metronidazole 500 mg/ 8 jam drips i.v.
b. Ampisilin dengan dosis 1 gr/8 jam i.v. (TES KULIT SEBELUMNYA).
Bila alergi terhadap Penilisin dapat diberikan :
Eritromisin 500 mg/6 jam/oral. ATAU
Tetrasiklin 500mg/6 jam/oral.
Penanganan luka :
Dilakukan cross incision dan irigasi menggunakan H2O2.
Diazepam
Setelah masuk rumah sakit, segera diberikan diazepam dengan dosis 10 mg i.v.
perlahan 2-3 menit. Dapat diulangi bila diperlukan.
Dosis maintenance : 10 ampul = 100 mg/500 ml cairan infus (10-12 mg/KgBB/hari)
diberikan secara drips (syringe pump).
Untuk mencegah terbentuknya kristalisasi, cairan dikocok setiap 30 menit.
Nutrisi
Diberikan TKTP dalam bentuk lunak, saring, atau cair. Bila perlu, diberikan melalui pipa
nasogastrik.
Menghindari tindakan/ perbuatan yang bersifat merangsang, termasuk rangsangan suara
dan cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten.
Mempertahankan/ membebaskan jalan nafas : pengisapan lendir oro/ nasofaring secara
berkala.
Posisi/ letak penderita diubah-ubah secara periodik.
Pemasangan kateter bila teriadi retensi urin.
PENYULIT
v Asfiksia akibat depresi pernapasan, spasme jalan napas
v Pneumonia aspirasi
v Kardiomiopati
v Fraktur kompresi
KONSULTASI
v Dokter Gigi
v Dokter Ahli Bedah
v Dokter Ahli Kebidanan dan Kandungan
v Dokter Ahli THT
v Dokter Ahli Anestesi
JENIS PELAYANAN
Rawat segera, bila diperlukan, rawat di ICU
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum/ residen, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
minggu 1 bulan
PROGNOSIS / LUARAN
v Angka kematian tinggi bila
Usia tua
Demam tinggi
MALARIA SEREBRAL
KRITERIA DIAGNOSIS
Merupakan komplikasi dari malaria. Paling sering disebabkan oleh P. falciparum. Diagnosis
ditegakkan pada penderita malaria (terbukti dari pemeriksaan apus darah) yang mengalami
penurunan kesadaran (GCS < 7) disertai gejala lain gangguan serebral (ensefalopati)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan apus darah tebal : ditemukan parasit malaria
DIAGNOSIS BANDING
Penurunan kesadaran sebab lain :
Hipoglikemi, asidosis berat, syok karena hipotensi.
TERAPI
Antimalaria
Terapi suportif
Pencegahan
: Kinin dihidroklorida lV
: antikonvulsan
antipirektika
penanganan hipoglikemia
menjaga keseimbangan cairan dan etektrolit
: Anti malaria oral sejak dua minggu sebelum perjalanan ke daerah endemis
PENYULIT
Hipoglikemia, Asidosis, Edema paru, Syok hemodinamik, Gagal ginjal
KONSULTASI
Bag. Ilmu Penyakit Dalam
JENIS PELAYANAN
Rawat inap
TENAGA
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA RAWAT
Tergantung klinis
PROGNOSIS
Sequele jangka panjang : Ataksia, buta kortikal, kejang, hemiparesis
SINUS TROMBOFLEBITIS
KRITERIA DIAGNOSIS
Definisi : adalah infeksi sinus venosus intrakranial yang disebabkan berbagai bakteria. Biasanya
berasal dari penjalaran infeksi sekitar wajah atas (furunkel) dan kepala (luka, mastoiditis dll).
Gejala tergantung sinus venosus mana yang terkena. Pada trombosis sinus cavernosus, bisa
didapat oftalmoplegi dan khemosis. Pada sinus sagitalis trombosis bisa didapat paraplegi.
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin : gambaran infeksi umum dan leukositosis.
Pemeriksaan penunjang lain : cari sumber infeksi wajah atau kepala
DIAGNOSIS BANDING
Pseudotumor serebri
TATALAKSANA
Terapi farmaka : Antibiotika seperti meningitis purulenta
KOMPLIKASI / PENYULIT
Meningitis purulenta
Abses otak
KONSULTASI : JENIS PELAYANAN
Rawat inap
TENAGA
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
PROGNOSIS
Tergantung stadium pengobatan
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Viral load
Serologi sifilis, antigen kriptokokus
Lumbal Pungsi
Pemeriksaan tinta India cairan serebrospinal.
Brain CT scan , MRI
Electromyograpky (EMG)
Memory test
Roentgen thorax
Mikroskopis dan biakan dahak.
DIAGNOSIS BANDING
v Massa intrakranial
v TBC
v Polineuropathy kerena penyebab lain
v Demensia karena penyebab lain
TATALAKSANA
Dosis Anti Retroviral untuk ODHA dewasa (Pedoman Nasional 2004)
Gol / Nama obat
Dosis
Nucleoside RTI
Abacavir (ABC)
300 mg setiap 12 jam
Didanoside (ddl)
400 mg sekali sehari
250 mg @ 12 jam (BB < 60kg)
Atau 250 mg sekali sehari bila diberi bersama TDF diberi
bersama TDF
Lamivudine (3TC)
150 mg setiap 12 jam atau
300 mg sekali sehari
Stavudine (d4T)
30 mg @ 12 jam (BB < 60 kg)
Zidovudine (ZDV atau AZT) 300 mg @ 12 jam
Nucleotide RTI
Tenofovir (TDF)
300 mg sekali sehari
Non-nucleoside RTIs
Efavirenz (EFV)
600 mg sekali sehari
Nevirapine (NVP)
200 mg sekali sehari (14 hari) kemudian 200 mg @ 12 jam
Protease Inhibitors
Indinavir / Ritonavir (IDV/r)
Lopinavir / Ritonavir (LPV/r)
Nelfinavir (NFV)
Squinavir / Ritonavir (SQV/r)
Ritovanir (RTV/r)
Infeksi Opportunistik
1. Sitomegalovirus pada HIV : Pada funduskopi = Retinitis sitomegalovirus Gansiklovir
5 mg/KgBB dua kali sehari parenteral selama 14-21 hari. Selanjutnya 5 mg/KgBB sekali sehari
dianjurkan sampai CD4 lebih dari 100 sel/ml.
2. Ensefalitis Toksoplasma
Pirimetamin 50-75 mg perhari dengan Sulfadiazin 100 mg/KgBB/ hari
Asam Folat 10-20 mg perhari
Atau :
Fansidar 2-3 tablet per hari dan Klindamisin 4 x 600 mg perhari
Disertai leukovorin 10 mg perhari.
(Fansidar mengandung : Pirimetamine 25 mg + Sulfadoksin 500 mg) Untuk mencegah
kekambuhan : Kotrimoksazol 2 tab perhari.
3. Meningitis Cryptoccocus
Terapi primer fase akut : Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv 2 minggu.
Selanjutnya Fluconazale 400 mg per hari peroral selama 8-10 minggu.
Terapi pencegahan kekambuhan :
PENYULIT / KOMPLIKASI
1. Drug toxicity
2. AIDP
3. CIDP
4. Mononeuropathy
5. Focal brain lesions
6. Distal Symmetric Polineuropathy
7. Inflammatory demyelinating polyneuropathy
8. Progressive polyradiculopathy
9. Mononeuritis multiplex
10. Spinal cord syndrome / vacuolar myelopathy
KONSULTASI :
Pokja HIV-AIDS RS Setempat, VCT Clinic
JENIS PELAYANAN
Rawat Inap dan Rawat Jalan
TENAGA STANDAR :
Spesialis Saraf, Spesialis Penyakit Dalam, Perawat Terlatih
PROGNOSIS :
Angka kekambuhan tinggi
Angka kematian tinggi
Gambar 1 : Algoritme penatalaksanaan keluhan intraserebral pada penderita HIV/AIDS
Keluhan Intraserebral
MRI
CT Scan
Normal
Meningeal
enhanceme
Atrofi
Lesi desak
ruang
Shunt
(kalau perlu)
Evaluasi CSF
Positif
Hidrosefalus
Negatif
Efek
massa (-)
Lesi massa
Gambar 2 : Algoritme penatalaksanaan lesi massa intracranial pada penderita HIV / AIDS
Stupor-coma
Perburukan cepat
Massa besar dengan
resiko herniasi
Steroid? Alert-lethargic
Stabil
Lesi multipel
Lesi tunggal
Serologi
Toksoplasma
+
Ancaman
Herniasi
Obat
antitokplasma
Perbaikan
Ya
Obat Antitoksoplasma
seumur hidup
tidak
Biopsi
Stereotaktik
Terapi sesuai
etiologi
Dekompresi
biopsi terbuka
DEMENSIA ALZHEIMER
ICD F.00
DEFINISI DEMENSIA:
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan
deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan
dan aktivitas sehari-hari.
KRITERIA DIAGNOSIS
Probable Demensia Alzheimer
Demensia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinik dan tes neuropsikologi (algoritma
penanganan demensia, MMSE, CDT, ADL, IADL, FAQ, CDR, NPI, Skala Depresi Geriatrik, Trial
Making test A dan B terlampir)
Defisit meliputi dua atau lebih area kognisi terutama perburukan memori yang disertai
gangguan kognisi lain yang progresif
Tidak terdapat gangguan kesadaran
Awitan (onset) antara usia 40-90 tahun, sering setelah usia 65 tahun
Tidak ditemukan gangguan sistemik atau penyakit otak sebagai penyebab gangguan memori
dan fungsi kognisi yang progresif tersebut
Possible Demensia Alzheimer
Penyandang sindroma demensia tanpa gangguan neurologis, psikiatris dan gangguan sistemik
lain yang dapat menyebabkan demensia
Awitan, presentasi atau perjalanan penyakit yang bervariasi dibanding demensia Alzheimer
klasik
Pasien demensia dengan komorbiditas (gangguan sistemik/ gangguan otak sekunder) tetapi
bukan sebagai penyebab demensia
Dapat dipergunakan untuk keperluan penelitian bila terdapat suatu defisit kognisi berat,
progresif bertahap tanpa penyebab tain yang teridentifikasi.
KLINIS
Awitan penyakit perlahan-lahan
Perburukan progresif memori (jangka pendek) disertai gangguan fungsi berbahasa (afasia),
ketrampilan motorik (apraksia), dan persepsi (agnosia) dan perubahan perilaku penderita yang
mengakibatkan gangguan aktivitas hidup sehari-hari (ADL)
Bisa didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa Kelainan neurologis lain pada
tahap lanjut berupa gangguan motorik seperti hipertonus, mioklonus, gangguan lenggang jalan
(gait), atau bangkitan (seizure)
Gejala penyerta lain berupa depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, ilusi, halusinasi,
pembicaraan katastrofik, gejolak emosional atau fisikal, gangguan seksual, dan penurunan
berat badan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radioimaging :
MRI
: Atrofi serebri dan atrofi hipokampus
SPECT
: Penurunan serebral blood flow terutama di kedua kortek temporoparietal
PET
: Penurunan tingkat metabolisme kedua kortek temporoparietal
Laboratorium :
Urinalisis
Elektrolit serum
Kalsium
BUN
Fungsi hati
Fasilitasi aktivitas
Terapi cahaya
Terapi musik
Pet therapy
Penanganan gangguan perilaku
Bersosialisasi
TINDAKAN
JENIS PELAYANAN
Poliklinik konsultatif
TENAGA
DEMENSIA VASKULER
ICD E01
DEFINISI:
Demensia Vaskuler (VaD) meliputi semua kasus demensia yang disebabkan oteh gangguan
serebrovaskuler dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan
meliputi semua domain, tidak harus prominen gangguan memori.
Dalam pembagian klinis dibedakan atas:
I. VaD pasca stroke / Post stroke demensia
Demensia infark strategik
MID (Multiple infark dementia)
Perdarahan intraserebral
II. VaD subkortikal
Lesi iskemik substansia alba
Infark lakuner subkortikal
Infark non takuner subkortikal
III. AD + CVD (VaD tipe campuran)
KRITERIA DIAGNOSIS VAD
PROBABLE VAD PASCA STROKE
1. Adanya demensia secara klinis dan test neuropsikologis (sesuai dengan demensia Alzheimer)
2. Adanya penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan :
Defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik sesuai gejala stroke (dengan atau tanpa
riwayat stroke)
CT sken atau MRI adanya tanda-tanda gangguan serebrovaskuler
3. Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas (1 atau lebih keadaan dibawah ini)
Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke
Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang progresif
dan bersifat stepwise.
PROBABLE VAD SUBKORTIKAL
1. Sindroma kognisi meliputi :
Sindroma
Diseksekusi:
Gangguan
formulasi
tujuan,
inisiasi,
perencanaan,
pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan kegiatan dan
abstraksi
Deteriorasi fungsi memori sehingga terjadi gangguan fungsi okupasi kompleks dan sosial
yang bukan disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke
2. CVD yang meliputi :
CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging
Riwayat defisit neurologi sebagai bagian dari CVD : hemiparese, parese otot wajah, tanda
Babinski, gangguan sensorik, disartri, gangguan berjalan, gangguan ekstrapiramidal yang
berhubungan dengan lesi subkortikal otak
KLINIS :
a. Episode gangguan lesi UMN ringan seperti drifting, refleks asimetri, dan inkoordinasi
b. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia
c. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh tanpa sebab
d. Urgensi miksi yang dini yang tidak berhubungan dengan kelainan urologi
e. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal
f. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian, emosi labil, dan
retardasi psikomotor
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah : hematologi faktor resiko stroke
Radiologis :
VaD subkortikal
o Lesi periventrikuler dan substansia alba luas
o Tidak ditemukan adanya : infark di kortikal dan kortikolsubkortikal dan infark
watershed; perdarahan pembuluh darah besar; hidrosefalus tekanan normal (NPH)
dan penyebab spesifik substansia alba (multiple sklerosis, sarkoidosis, radiasi otak).
Magnetic Resonance Imaging VaD subkortikal
a. Lesi luas periventrikuler dan substansia alba atau multipel lakuner (>5) di substansia gresia
dalam dan paling sedikit ditemukan lesi substansia alba moderat
b. Tidak ditemukan infark di teritori non lakuner, kortiko-subkortikal dan infark watershed,
perdarahan, tanda-tanda hidrosefalus tekanan normal dan penyebab spesifik lesi substansia
alba (mis. multiple sklerosis, sarkoidosis, radiasi otak).
DIAGNOSA BANDING
KONSULTASI
Bila diagnosa demensia belum tegak/ ragu-ragu seperti presentasi klinik spesifik atau
terdapat progresitas yang tidak khas.
Bila keluarga membutuhkan pendapat kedua.
Bila tidak ada perbaikan dengan terapi farmokologi spesifik.
RUJUKAN
Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf
JENIS PELAYANAN :
Poliklinik konsultatif
TENAGA :
Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf
LAMA PERAWATAN :
Perawatan hanya dibutuhkan bila terdapat penyulit
TUMOR INTRAKRANIAL
ICD C 71
DEFINISI
Massa intrakranial -- baik primer maupun sekunder -- yang memberikan gambaran klinis
proses desak ruang dan atau gejala fokal neurologis.
KRITERIA DIAGNOSIS
Gejala tekanan intrakranial yang meningkat :
Sakit kepala kronik, tidak berkurang dengan obat analgesic
Muntah tanpa penyebab gastrointestinal
Papil edema (sembab papil = choked disc)
Kesadaran menurun / berubah
Gejala fokal :
True location sign
False location sign
Neighbouring sign
Tidak ada tanda-tanda radang sebelumnya.
Pemeriksaan neuroimaging terdapat kelainan yang menunjukkan adanya massa (SOL)
Pemeriksaan Penunjang
Foto polos tengkorak
Neurofisiologi : EEG, BAEP
CT Scanning / MRI kepala + kontras
DIAGNOSIS BANDING
Abses serebri
Subdural hematom
Tuberkuloma
Pseudotumor serebri
TATALAKSANA
v Kausal
Operatif
Radioterapi
Kemoterapi
v Obat-obat dan tindakan untuk menurunkan tekanan intrakranial
Deksamethason
Manitol
Antikonvulsan
Sedativa
LAMA PERAWATAN
Minimal 2 minggu (untuk diagnostik dan persiapan operasi).
PROGNOSIS
Tergantung jenis tumor, lokalisasi, perjalanan klinis.
Edukasi : - Reassurance,
- Kembali aktivitas normal dini dan bertahap,
- Mengenal dan menanangani Yellow flags (faktor biop-sikososial)
- Heat-wrap therapy
Tindakan : Injeksi epidural (steroid, lidokain, opioid) pada sindroma radikuler
NPB KRONIK
Medikamentosa : antidepresan, antikonvulsan.
Nonmedikamentosa :
- Edukasi
- Terapi Perilaku
- Intensive exercise therapy
PENYULIT
Terutama pada NPB dengan tanda bahaya (red flags) dan NPB dengan sindroma radikuler
KONSULTASI :
Bag. Ortopedi
Bag. Bedah saraf
Unit Rehabilitasi Medik
Psikologi
JENIS PELAYANAN
- Rawat jalan
- Rawat Inap
TENAGA
Dokter umum : NPB nonspesifik
Dokter spesialis saraf / konsultan
LAMA PERAWATAN
Lama rawat 0-3 hari pada NPB nonspesifik
SINDROMA TOLOSA-HUNT
ICD: G.52.8
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri sedang sampai berat di daerah orbita yang episodik disertai dengan paralisis salah satu atau
lebih dari N.III, N.IV, dan N.VI serta nyeri di daerah N.V1 dan 2. Dapat sembuh spontan tetapi
dapat relaps kembali.
Dihubungkan dengan kelainan inflamasi idiopatik.
Serangan dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan, kontinyu atau intermiten tanpa faktor
pemicu.
KLINIS
- Nyeri unilateral episodik di daerah orbita dan area N.V1,2 8 minggu bila tanpa pengobatan
- Penglihatan ganda, juling
- Parese N.III, N.IV, N.VI
LABORATORIUM : RADIOLOGi
MRI : terutama untuk eksklusi penyebab lain
GOLD STANDAR : PATOLOGI ANATOMI
Jaringan granuloma di sekeliling A.karotis interna bagian intrakavernosus
DIAGNOSIS BANDING :
- Lesi vaskuler : aneurisma
- Lesi desak ruang (SOL) / tumor di fissura orbitalis superior, area parasela, fossa posterior
- Migren optalmoplegik
- Iskemik mononeuropati diabetika kranial
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Steroid : nyeri mereda setelah 72 jam
Nonmedikamentosa : PENYULIT : KONSULTASI
Bag. Bedah saraf
JENIS PELAYANAN
Instalasi rawat inap
TENAGA
Dokter spesialis saraf / konsultan
LAMA PERAWATAN
Sesuai lama pemberian steroid dan diagnostik
:
:
:
:
:
Nonmedikamentosa :
Edukasi : perawatan kaki teliti
Splint
TENS
PENYULIT
- Ulserasi kaki
- Charcot joint
- Deformitas claw toe
KONSULTASI
TENAGA
Dokter umum
Dokter spesialis saraf / konsultan
LAMA PERAWATAN
Tergantung kasus
NYERI SENTRAL
ICD ; R52.1
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri spontan berupa rasa panas seperti terbakar, diiris, ngilu, tersobek, ditusuk jarum, disestesi
dan hiperestesi, bisa disertai baal di area persarafan sensorik lesi susunan saraf pusat seperti
pada sklerosis multipel, pasca stroke, siringomieli, mielopati toksik, infeksi SSP kelainan
degenerasi. Nyeri sedang sampai berat dan sering diperburuk bila melakukan aktivitas ringan,
aktivitas viseral seperti berkemih, perubahan cuaca dan stres emosional.
KLINIS
Riwayat / ditemukan lesi di otak atau medula spinalis
Biasanya ada defisit neurologik
Nyeri umumnya spontan, kontinyu dan meningkat bertahap
LABORATORIUM
Darah rutin
Cairan likuor serebrospinalis
NEUROFISIOLOGI
Evoked Potensial
Quantitative Sensory Testing
RADIOLOGI
Foto polos
Mielografi- CT scan, CT scan
MRI, MRA
DIAGNOSIS BANDING :
Sesuai etiologi
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin, nortriptilin
Antikonvulsan
: karbamasepin, gabapentin, klonasepam
Nonmedikamentosa
Edukasi : hidup berdampingan dengan nyeri
Terapi behaviour
TENS, stimulasi elektrik lain
Bedah
PENYULIT : KONSULTASI :
Bag. Bedah Saraf bila diputuskan tindakan bedah
JENIS PELAYANAN
Instalasi rawat jalan
Instalasi rawat inap
TENAGA :
Dokter spesialis saraf / konsultan
LAMA PERAWATAN :
Tergantung etiologi
MIGREN
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
Migren tanpa aura (G43.0) :
a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan nyeri kepala berulang dengan manifestasi
serangan berlangsung 4-72 jam, yang mempunyai. sedikitnya 2 karakteristik berikut :
unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik.
b. Selama nyeri kepala disertai salah satu berikut : nausea dan atau muntah, fotofobia dan
fonofobia.
c. Serangan nyeri kepala tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
Migren dengan aura (G43.1) :
a. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan nyeri kepala berulang yang didahului gejala
neurologi fokal yang reversibel secara bertahap 5-20 menit dan berlangsung kurang dari
60 menit.
b. Terdapat sedikitnya satu aura berikut ini yang reversibel seperti : gangguan visual,
gangguan sensoris, gangguan bicara disfasia.
c. Paling sedikit dua dari karakteristik berikut :
1. gejala visual homonim dan / atau gejala sensoris unilateral.
2. paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan / atau jenis aura
yang lainnya > 5 menit.
3. tiap gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit
d. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
Status Migrenous (G43.2):
a. Serangan migren dengan intensitas berat yang berlangsung > 72 jam (tidak hilang dalam
72 jam).
b. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.
Laboratorium
: darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll (atas indikasi, untuk
menyingkirkan penyebab sekunder).
Radiologi
Gold Standard
Patologi Anatomik : -
DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala penyakit lain : THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan
metabolik / elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
2. SOL (space-occupying lesion) misal : subdural hematom, neoplasma, dll
3. Temporal arteritis
4. Medication-related headache
5. Trigeminal neuralgia
TATALAKSANA
1. Hindari faktor pencetus
2. Terapi abortif :
- Nonspesifik
: analgetik I NSAIDs, Narkotik analgetik, adjunctive therapy (mis :
metoklopramide)
- Obat spesifik
: Triptans, DHE, obat kombinasi (mis : aspirin dengan asetaminophen
dan kafein), obat gol.ergotami.
- Bila tidak respon : Opiat dan analgetik yang mengandung butalbital.
Muntah (-)
Muntah (+)
MRS
PENYULIT
adanya penyakit penyerta misalnya stroke, infark miokard, epilepsi ansietas, penderita hamil (efek
teratogenik).
KONSULTASI
tergantung kasus: interna, THT, mata, gigi mulut, psikiatri.
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan, kalau perlu rawat inap
TENAGA
Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat.
LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis (lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta dan respon terhadap
pengobatan).
: darah rutin
: CT-scan/MRI (menyingkirkan penyebab lain)
: Kriteria diagnosis Nyeri Kepala Kelompok studi Nyeri kepala Perdossi 2005
yang diadaptasi dari I H S (Intrenational Headache Society)
Patologi Anatomik : DIAGNOSIS BANDING
1. Migren
2. Nyeri kepala klaster simptomatik : meningioma paraseler, adenoma kelenjar pituitari, aneurisma
arteri karotis, kanker nasofaring.
3. Neuralgia trigeminus
4. Temporal arteritis
TATALAKSANA
Medikamentosa :
Serangan akut (terapi abortif) :
1. Inhalasi 02 100% (masker muka) 7 l/menit selama 15 menit
2. Dihydroergotamin (DHE) 0,5-1,5 mg IV
3. Sumatriptan inj. SC 6 mg. dapat diulang setelah 24 jam.
4. Zolmitriptan 5-10 mg per-oral
5. Anestesi lokal: 1 ml Lidokain intranasal 4%
6. Indometasict (rektal suppositoria)
7. Opioids
8. Ergotamin aerosol 0,36-1,08 mg (1-3 inhalasi) efektif 80%
9. Gabapentin atau topiramat
10. Methoxyflurane (rapid acting analgesic): 10-15 tetes saputangan dan inhale selama
beberapa detik.
Tindakan : - Penyuntikan dan blokade saraf
- Operatif pada intraktabel
PENYULIT
self-injury, efek samping pengobatan, potensi penyalahgunaan medikamentosa (drug abuse),
medication overuse headache.
KONSULTASI
Bedah saraf atas indikasi
:
:
:
Patologi Anatomik :
DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala penyakit lain: THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik, gangguan
metabolik/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
2. Migren
3. TTH
4. Psikosomatis
TATALAKSANA
Terapi nyeri kepala oleh karena MSG sama seperti nyeri kepala migren.
1. Preventif
: hindari makanan yang mengandung MSG
2. Non Spesifik : - analgetik : parasetamol, asam asetil salisilat, NSAIDs
- Isometheptene
- antiemetik : domperidon, metoklopramid
3. Spesifik
: Triptans
Terapi nyeri kepala akibat induksi kokain:
1. Simptomatis (analgetik)
2. Dopamin agonis
3. Betabloker
4. Terapi behaviour
PENYULIT
Gangguan psikiatri
KONSULTASI
Bagian psikiatri bila diperlukan
:-
DIAGNOSIS BANDING
1. Tumor Fossa posterior
2. Chiari malformation
3. AVM (intrakranial atau perispinal)
4. Vasculitis (giant cell arteritis)
5. Vertebral artery dissection
6. Cervical spondylosis atau arthropathy
7. Herniated cervical disk
8. Spinal nerve compression atau tumor
TATALAKSANA
Medikamentosa :
- antidepressan trisiklik
- obat anti epilepsy
- relaksan otot
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan, kalau perlu rawat inap
TENAGA
Dokter Spesialis saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.
LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis
Klinis
Neuralgia Trigeminal Klasik (G44.847)
a. Serangan nyeri paroksismal beberapa detik sampai dua menit melibatkan satu atau lebih
cabang N. Trigeminus
b. Memenuhi-paling sedikit satu karakteristik berikut :
1. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam
2. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus.
c. Jenis serangan stereotyped pada masing-masing individu
d. Tidak ada defisit neurologik
e. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.
Neuralgia Trigeminal Simptomatik (G44.847)
a. Serangan nyeri paroksismal selama beberapa detik sampai dua menit dengan atau tanpa
nyeri persisten di antara serangan paroksismal, melibatkan satu atau lebih cabang/divisi
N. Trigeminus.
b. Memenuhi paling sedikit satu karaktgristik nyeri berikut :
1. Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam
2. Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus.
c. Jenis serangan stereotyped pada masing-masing individu
d. Lesi penyebab adalah selain kompresi pembuluh darah, juga kelainan struktural yang
nyata terlihat pada pemeriksaan canggih dan atau eksplorasi fossa posterior.
Neuralgia Oksipital (G44.847)
a. Nyeri yang paroksismal pada daerah distribusi nervus oksipitalis mayor atau minor,
dengan atau tanpa rasa nyeri persisten diantara serangan paroksismal, yang kadangkadang diikuti berkurangnya sensasi atau dysaesthesia pada area yang terkena.
b. Nyeri tekan pada saraf yang bersangkutan
c. Nyeri akan berkurang sementara dengan pemberian blokade local anestesi terhadap
saraf yang bersangkutan.
Laboratorium
:
Radiologi
:
Gold Standard
:
Patologi Anatomik :
DIAGNOSIS BANDING
1. Migren
2. Nyeri kepala Master
3. Gangguan pada Gigi-mulut
4. Nyeri kepala servikogenik
TATALAKSANA
Terapi terhadap neuralgia trigeminal klasik
Medikamentosa : Karbamasepin, Okskarbasepin, Gabapentin, Fenitoin, Lamotrigin, Baklofen
Tindakan
: Operasi pada kasus intraktabel
Terapi terhadap Neuralgia trigeminal simptomatik
1. Kausal
2. Terapi farmaka : sama dengan neuralgia trigeminal idiopatik
3. Terapi bedah : menghilangkan kausal seperti angkat tumor
Terapi terhadap Neuralgia Oksipital
1. Analgetik NSAIDs mis : got. Diklofenak
2. Fisioterapi, kompres panas lokal, traksi servikal
KONSULTASI
Bedah saraf (atas indikasi)
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan, kalau perlu rawat inap
TENAGA
Dokter Spesialis saraf, Dokter Residen, Dokter Umum, Perawat.
LAMA PERAWATAN
Tergantung kondisi klinis
Klinis:
a) Nyeri kepala timbul > 15 hari/bulan diikuti paling sedikit satu dari gejala di bawah ini:
1. Bilateral
2. Kualitas seperti menekan/mengikat (tidak berdenyut).
3. Intensitas ringan atau sedang
b) Pemakaian analgesik ringan >15 hari/bulan selama 3 bulan
c) Nyeri kepala makin bertambah buruk selama penggunaan berlebihan analgesik
d) Nyeri kepala membaik atau kembali ke pola sebelumnya dalam waktu 2 bulan setelah
penghentian analgesik.
Laboratorium
Radiologi
Gold Standard
DIAGNOSIS BANDING
1. TTH
2. Psikosomatis
TATALAKSANA :
Medikamentosa & Tindakan
PENYULIT :
Adanya lesi struktural
KONSULTASI :
Psikiatri
JENIS PELAYANAN :
Rawat jalan, kalau perlu rawat inap
TENAGA :
Dokter Saraf, Dokter Umum, Perawat
LAMA PERAWATAN :
Tergantung kondisi Klinis.
Stadium II :
- gejala bilateral
- terjadi kecacatan minimal
- sikap / cara berjalan terganggu
3.
Stadium III :
- gerakan tubuh nyata lambat diri
- gangguan keseimbangan saat berjalan / berdiri
- disfungsi umum sedang
4.
Stadium IV:
- gejala lebih berat
- kecacatan kompleks
- tidak mampu berdiri dan berjalan
- memerlukan perawatan tetap
LABORATORIUM :
Tidak ada
RADIOLOGIS :
CT Scan kepala untuk menyingkirkan kausa lain
GOLD STANDARD :
Tidak ada
PATOLOGI ANATOMI :
Degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta dan adanya Lewys Body
DIAGNOSIS BANDING:
1. Progresif Supranuc(ear palsy
2. Multiple System Atrophy
3. Corticobasal degeneration.
4. Hutington Disease
5. Primary Pallidal Atrophy
6. Diffuse Lewy Body Disease
7. Parkinson sekunder : Toxic, infeksi SSP, drug induced, vaskuler
TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
Amantadin
Antikholinergik
Dopaminergik
Dopamin Agonis
COMT inhibitor
MAO-B inhibitor
Anti Oksidan
Botulinum toksin
Propanolol.
:
:
:
:
:
:
B. Non medikamentosa :
Operasi : Talamotomi, palidotomi, transplantasi substansia nigra, ablasi dan stimulasi otak
Rehabilitasi medis
Psikoterapi.
PENYULIT :
Fluktuasi obat (fenomena off on)
Hipotensi postural
Perubahan tingkah laku : dementia, depresi,sleep disorder, psikosis
KONSULTASI :
Bagian Rehabilitasi Medis
Bedah Saraf
Psikiater
JENIS PELAYANAN :
Poliklinik dan rawat inap.
TENAGA :
Spesialis Saraf
Spesialis Bedah Saraf
DISTONIA
DEFINISI :
Distonia adalah sindroma neurologis yang ditandai dengan gerakan involunter, terus-menerus,
dengan pola tertentu akibat dari kontraksi otot antagonis yang berulang-ulang sehingga
menyebabkan gerakan / posisi tubuh yang abnormal.
KLASIFIKASI
1. FOKAL
1.
1.A. BLEPHAROSPASME :
KRITERIA DIAGNOSIS :
A. KLINIS :
Gerakan involunter pada penutupan kedua mata berupa kontraksi spasmodik dari otot
orbikularis okuli di pretarsal, preseptal dan periorbital.
Biasanya disertai distonia dari kelopak mata, paranasal, wajah, bibir,lidah, pharing, laring
dan otot leher.
Blephorospasme dipicu oleh cahaya yang menyilaukan, polusi udara dan air, aktifitas dan
stress. Blepharospasme diawali dengan kontraksi klonik kelopak mata, secara bertahap
memberat sehingga mata tertutup kuat. Kadang penderita mengalami kesulitan
membaca, melihat TV, mengendarai dan aktifitas sehari hari yang melibatkan
penglihatan.
B. LAB : Tidak ada
C. RADIOLOGIS : Tidak ada
D. GOLD STANDARD : Tidak ada
E. PATOLOGI ANATOMI : Tidak ada
DIAGNOSIS BANDING : Tidak ada
TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
Anticholinergic, benzodiazepine, baclofen dan tetrabenasin. Biasanya hasilnya kurang
memuaskan.
Toksin botulinum merupakan obat pilihan.
B. Non medikamentosa :
Operasi myectomi atau pemotongan saraf fasial selektif.
Rehabilitasi medis.
PENYULIT : ptosis, ecchymosis, dip(opia, ectropion, blurred vision, dry eyes.
KONSULTASI :
Bagian Rehabilitasi Medis
Bedah Saraf
JENIS PELAYANAN :
Poliktinik dan rawat inap.
TENAGA :
Spesialis Saraf
PROGNOSIS :
20 % remisi spontan, eksaserbasi terjadi beberapa bulan kemudian. Sebagian besar mengalami
distonia sepanjang hidup dan sebagian menjadi distonia generalista.
1.D. DISTONIA LARINGEAL (DISPHONIA SPASMODIK)
KRITERIA DIAGNOSIS :
A. KLINIS :
Latar belakang penderita : guru dan penyanyi.
Distonia pada laring menyebabkan 2 tipe kelainan yaitu tipe adductor oleh karena
hiperadduksi korda vokalis dan tipe abductor oleh karena kontraksi m. krikoaritenoid
posterior selama berbicara sehingga abduksi korda vokalis terganggu. Keluhan berupa
suara serak, berat, bergetar.
B. LABORATORIUM : tidak ada
C. RADIOLOGIS : tidak ada
D. GOLD STANDARD : tidak ada
E. PATOLOGI ANATOMI: tidak ada
DIAGNOSIS BANDING :
Psychogenic voice disorder, tremor esensial, kelainan korda vokalis, radang korda vokalis.
TATALAKSANA :
A. Medikamentosa : tidak banyak membantu. Toksin botulinum hrs digunakan secara hati hati,
oleh karena dapat menyebabkan aphonia, disfagi
B. Non medikamentosa : terapi vocal, tindakan operasi .
PENYULIT : aphonia dan disfagi
KONSULTASI : Rehabilitasi medis, dr. Bedah leher dan kepala.
JENIS PELAYANAN : rawat jalan dan rawat inap
TENAGA :
Spesialis Saraf
Spesialis Kesehatan Jiwa
Spesialis Bedah Kepala dan Leher
LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : biasanya sulit disembuhkan.
1.E. LIMB DISTONIA
KRITERIA DIAGNOSIS:
A. KLINIS :
Ada 2 bentuk yaitu :
a. idiopatik
: biasanya diawali dengan aksi distonia.
b. sekunder :
Oleh karena lesi saraf sentral dan perifer. Gejala biasanya muncul saat istirahat. Gejala
distonia fokal berupa cramp yang berkaitan dengan pekerjaan (graphospasm, Writer's
cramp) pada distonia idopatik sedangkan pada yang sekunder berupa distonia spesifik
yang muncul saat menulis, mengetik,makan, olahraga atau saat bermain musik. Kadang
kadang disertai dengan tremor esensial.
B. LAB : tidak ada
C. RADIOLOGIS : tidak ada
D. GOLD STANDARD : tidak ada
E. PATOLOGI ANATOMI : tidak ada
DIAGNOSIS BANDING : Parkinson dan parkinsonism.
PENYAKIT HUNTINGTON
DEFINISI :
Penyakit Huntington (PH) adalah penyakit neurodegenerasi progresif genetik autosomal dominan,
yang muncul pada dewasa umur pertengahan. Manifestasi klinis triad adalah movement disorders
(chorea), demensia. Pada PH a (subkortikal demensia) dan gangguan psikiatri atau tingkah laku.
KLINIS :
1. Manifestasi Minis onset tidak pasti (insidious), umur 35-40 tahun, prevalensi 4-8/ 100.000
penduduk, diturunkan secara 100% autosomal dominal (triplet expansi CAG pada chromosom
4).
2. Chorea timbul pada 90% PH adalah gerakan yang tidak disadari, spontan, mendadak,
berlebihan, ireguler, kasar, berubah-ubah arah, random.
3. Dalam perjalanan PH progresif dan memburuk chorea dapat berubah menjadi dystonia,
gambaran Parkinson seperti rigiditas, bradikinesia, gangguan postural, myoclonus, ataxia,
gangguan gerakan mata sakadik lambat, memanjangnya respon latensi, stadium lanjut
dysphagia.
4. Subkortikal demensia pada PH dengan ciri khas bradyphrenia, gangguan atensi dan
sequencing tanpa disertai apraxia, agnosia atau aphasia. Registrasi informasi baru dan
immediate memory dan recall masih utuh, meskipun retrieval recent dan remote momory
terganggu.
5. Gangguan Psikatri dan tingkah laku, kadang psikosis, dengan halusinasi visual dan
pendengaran, mania, apatis, tingkah laku obsesif dan depresi.
LABORATORIUM :
Bila memungkinkan laboratorium genotyping khusus untuk PH (triplet expansi CAG pada
chromosom 4).
RADIOLOGIS :
Pada CT atau MRI terlihat atropi berat pada caput cauda dan putamen, atropi sedang globus
pallidus, kortek, substansia nigra, nucleus subthalamus, dan locus coerolus
GOLD STANDARD : tidak ada
PATOLOGI ANATOMI :
Pada PH atropi berat pada caput cauda dan putamen, atropi sedang globus pallidus, kortek,
substansia nigra, nucleus subthalamus, dan locus coerolus
DIAGNOSA BANDING, Klasifikasi chorea :
Primary chorea
-
Huntington's diseases
Neuroacanthocytosis
Dentato-rubral-pallidoluysian atrophy
Benign hereditary chorea
Wilson's diseases
PKAN / HalllerverdenSpatz Syndrome
Senile chorea
Paroxysmal choreoatNetose
Secondary chorea
Others
- Metabolic disorders
- Vitamine deficiency
(B1 dan B12)
- Exposure to toxin
- Paraneoplastic syndromes
- Postpump
choreoathetosis
Sydenham's chorea
Drug induced chorea
Immune mediated chorea
Infectious chorea
Vascular chorea
Hormonal disorders
TATALAKSANA
A. MEDIKAMENTOSA :
- Remacide dan Coenzyme Q10 600 mg/hari dapat menghambat progresivitas
- Untuk depresi diberikan Tricyclic antidepresan (amitriptylin atau imipramine, nortriptylin),
SSRI (fluoxetine atau sertraline)
- Chorea dapat diberikan :
SYDENHAM'S CHOREA
KRITERIA DIAGNOSA :
A. DEFINISI :
Sydenham's chorea (SC) adalah komplikasi lambat dari infeksi AR Haemolytic streptococcal
dan merupakan kriteria mayor acute rheumatic fever, dengan ciri khas chorea, kelemahan otot
dan beberapa gejala neuropsikiatri, akibat penyakit autoimun.
KLINIS :
1. Didahului adanya infeksi A(3 Haemolytic streptococcal ( 20 - 30%)
2. Umur 5-15 tahun
3. Perempuan predominan.
4. Chorea general, simetris, gerakan lebih cepat dibanding chorea dari Huntington
5. Perubahan tingkahlaku , gangguan obsesif-kompulsif dan iritabel
6. Sembuh sendiri 5-16 minggu.
LABORATORIUM :
Kadar ASTO (Anti Streptolisin 0 ) meningkat
RADIOLOGIS : MRI lesi di nucleus caudatus dan putamen
PATOLOGI ANATOMI : tidak ada data
DIAGNOSA BANDING :
Secondary chorea
Sydenham's chorea
Immune mediated chorea
Vascular chorea
Hormonal disorders
Drug induced chorea
Infectious chorea :
Bacterial
Sydenham's (post streptococcal)
Sub-acute bacteria endocarditis
Neurosyphilis
Tuberculosis
Viral
Measles
Mumps
Influenza
Cytomegalovirus
Subocute sclerosing panencephalitis
Human immune deficiency virus Epstein-Barr virus (mononucleosis)
Borrelia burgdorferi (Lyme disease)
Varicella
Prion
Creutzfeldt-Jakob disease
TATALAKSANA :
A. MEDIKAMENTOSA :
- Chorea dapat diberikan :
- Haloperidol 0,5 - 5 mg/hari,
- Benzodiazepines seperti Clonazepam bisa dipakai.
- Amantandine 100-300 mg
B. TINDAKAN : KONSULTASI : -
TREMOR ESENSIAL
KRITERIA DIAGNOSIS
A. KLINIS :
Tremor Essential (TE) berdasarkan Core And Secondary Criteria (Lihat Tabel)
Kriteria Inti
Kriteria Sekunder
- Tremor saat kerja bilateral di tangan dan Lama > 3 tahun
lengan bawah
- Tidak ada kelainan neurologis lain, kecuali Riwayat keluarga positip
cogwheel phenomenon
- Tremor kepala dengan / tanpa dystonia
Ada respon terhadap alkohol
Onset usia rata-rata TE : 45 tahun Bisa unilateral atau bilateral Tremor bisa meluas sampai
kepala dan leher, kira-kira 50-60% TE mengenai kepala
Tremor suara (Voice Tremor) terjadi pada 30% pasien
TE jarang pada tubuh dan kaki
TE cenderung prpgesif dan sama dengan bertambahnya usia
Alkohol memperbaiki tremor pada 70% pasien selama tidur miring.
Performance test : pasien menulis, menggambar, mengambil benda, minum dengan gelas
LABORATORIUM :
RADIOLOGI
:
GOLD STANDARD :
PA
:
DIAGNOSA BANDING
Parkinson, MS, Wilson disease, Huntington
Cerebellar degenerative diseas
Efek samping obat : obat asma, anti depresan
Toksin logam berat : timah, merkuri
Thypoid disease
TATALAKSANA
A. Medikamentosa :
Obat
Dosis awal
Propanolol
30 mg/hr
Efek Samping
Kelelahan, impoten, depresi, sesak
nafas, bradycardia
Primidone
12,5 -25 mg/hr 62,5 - 350 mg/hr
Sedasi, nausea, muntah
Gabapentine 300 mg/hr
1200 - 3600 mg/hr Drowsines, kelelahan, nausea, dizzine
sempoyongan
Alprazolam
0,75 mg/hr
0,74 - 2,75 mg/hr Sedasi, kelelahan
To piramate 25 mg/hr
100 - 300 mg/hr
Parestesia, BB menurun, batu ginjal
Nimodipine 120 mg/hr
120 mg/hr
Hipotensi ortostatik
Theophyllin 150 - 300 mg/hr 15 - 300 mg/hr
Insomnia, restlessness, sakit kepala
B. Tindakan
Bedah : continuos deep brain stimulation with electrode implanted pada ventral
intermediate nucleus of the thalamus dan thalamotomy
Physical terapi : speech terapi
PENYULIT
Stres, kopi, alcohol
KONSULTASI :
Bedah
Rehab medik
JENIS PELAYANAN :
Rawat Jalan
Dosis Tx
160 - 320 mg/hr
DEFINISI :
Mioklonus adalah gerakan tidak disadari tiba-tiba, sebentar, jerky, shocklike, akibat kontraksi otot
(positip mioklonik), disebabkan gangguan di CNS timbul di anggota, wajah atau badan.
KLINIS
KLASIFIKASI : berbagai klasifikasi
Berdasarkan distribusi mioklonus : fokal, segmental, general
Berdasarkan neurofisiologi : kortikal, batang otak, spinal
Berdasarkan waktu : ireguler, ritmik, osilatori, mioklonus bisa saat istirahat atau saat kerja
Mioklonus bisa reflektoris atau sensitif terhadap stimulus sensoris atau suara
Marsdens membagi mioklonus :
- Fisiologik - Esensial - Epileptik - Simptomatik
1. Fisiologik mioklonus : timbulnya gerakan mendadak sekelompok otot saat mulai tidur,
biasanya sesudah aktivitas berat, emosi atau stress Hiccup bisa dimasukkan jenis ini.
2. Essentrial Mioklonus : Onset dekade kedua, laki dan perempuan sama, timbul gerakan
mioklonus, saat kerja, hilang saat tidur, meningkat saat emosi.
3. Epileptik Mioklonus : adalah fenomena epilepsy terutama anak-anak, tipe progresif multifokal
atau mioklonus general, ditandai dengan timbulnya kelainan neurologs seperti ataxia,
spastisitas, demensia, tuli.
4. Simptomatik Mioklonus : dihubungkan dengan infeksi, degenerasi, metabolic, toxic,
ecenfalopati.
Klasifikasi berdasar Etiologi dan patologi :
1. Kortikal Mioklonus : lesi di kortek sensorimotor dan cetusan abnormal
a. Lesi fokal kortikal : tumor, angioma, encefalkitis, contoh lesi kortikal : Epilepsia partical
continua. Dapat juga lesi subkortikal seperti : Atropi Multi System, CorticobosalGanglionic
degenerasi
b. Cortikal myoklonus timbul saat gerakan sadar atau stimulasi somatosensoris
2. Mioklonus batang otak : cirinya general dan timbul saat stimulasi suara atau sensoris
kepala / leher
Diawali aktivasi sternokleidomastoid, diikuti otot wajah, masseter baru badan dan anggota
3. Spinal mioklonus : cetusan abnormal dimulai di motor neuron: Spinal mioklonus segmental :
gerakan jerky, berulang-ulang, ritmik, setinggi segmen myelum saat tidur masih timbul 0,5-2
Hz.
4. Palatal mioklonus : lesi di Guillain Mollaret triangle , dekat nukleus dentatus, kontralateral
sentral tegmentum dan oliva inferior, timbul hiperplasia nukleus oliva inferior
Etiologi mioklonus :
1. Drug induced mioklonus :
Antikonvulsan, Levodopa, Lithium, Clozapine, Penicillin, Vigabatrin, Cyclosporin, Tricyclic
Antidepressan, MAO inhibitor.
2. Opsoklonus-mioklonus sindrome :
Viral, Ca Ovarii, Melanoma, Lymphoma, Hipoglikemia
3. Asterixis : Metabolik Ecefalopati (misal Hepatik), Lesi Thalamus, putamen, lobus parietal
4. Kortikal mioklonus : Tumor, angioma, encefalitis
5. Palatal mioklonus : Idiopathic, Stroke, MS, neurodegenerasi
6. Spinal mioklonus : mielopati inflamasi, Cervical spondilosis, Tumor, Ischemik
7. Post Anoxic encefalopati
8. Progressive Myoclonic Ataxia (Ramsay Hunt Syndrome)
9. Trauma
10. Metal Toxic : Mangan, besi
11. MPTP
ELEKTROFISIOLOGI :
1. EMG : untuk menentukan aktivitas otot segmental
2. SSEP
3. MRI otak, spinal
DIAGNOSA BANDING :
- Chorea
- Tics
TATALAKSANA
A. Medika Mentosa:
- Cari faktor etiologi dan diobati
- Klonazepam : 4-10 mg/hr
- Sodium Valproat : 250-4500 mg/hr
- Lisirude
- Asetasolamide (Sindrom Ramsay Hunt)
- Karbamazepin
- Pada post hipoksi mioklonus bisa ditambahkan 5-hidroksi tryptophan dan carbidopa
- Asteriksis ( negative -mioklonus) bisa dipakai ethosuximide dan koreksi metabolit
B. Tindakan : PENYULIT : KONSULTASI : JENIS PELAYANAN : Rawat inap / Jalan
TENAGA : Medis, paramedic
LAMA PERAWATAN : PROGNOSIS : Tergantung penyebab
SINDROMA TOURETTE
KRITERIA DIAGNOSIS
DEFINISI :
Sindroma Tourette (ST) adalah sindroma waxing, waning tik motorik baik simpel atau komplek,
disertai minimal satu vokal tics (phonic tics), disertai obsesive-compulsive disorders tetapi
gangguan tingkah laku bukan kriteria untuk diagnosis, tetapi penting untuk pasien.
KLINIS
Onset Sindroma Tourette pada umur antara 5-20 tahun, dengan ratio laki-laki : perempuan 4 : 1.
1.
TICS
a. Singkat, mendadak, timbul irregular dan berulang dari gerakan maupun suara. Dua
bentuk tiks adalah motor dan fokal, selanjutnya masing-masing dibagi dalam bentuk
simpel dan kompleks
b. Simpel motor Tics muncul tiba-tiba, tidak bertujuan, mengenai kelompok-kelompok otot,
misalnya agkat bahu, kedipan mata, jerking kepala.
c. Simpel motor Tics sering tampak lebih lambat, terus menerus dan gerakan-gerakan tonik
yang menyerupai ditonia (disebut distonic tics)
d. Complex motor Tics : gerakan koordinatif dan berurutan yang menyerupai gerakan
motorik normal atau gerakan badan yang kurang tepat dalam intensitas dan waktunya.
Gerakan menyentuh, melempar, memukul dan melompat lompat. Contoh Lain Complex
motor Tics adalah menunjukkan alat genitalia atau echopraxia.
e. Tics suara dihasilkan dari mulut, tenggorokan maupun hidung
f. Tics suara sederhana suara yang tidak terartikulasi; sedangkan yang komplek antara lain,
kata, elemen musik.
g. Kata kata kotor (Koprolalia)
h. Tics motor dan phonik bisa muncul selama tidur.
2.
LABORATORIUM
: tidak ada
RADIOLOGIS
DIFERENTIAL DlAGNOSA
1. TICS : Distonia, korea, mioklonus, hiperefleksia
2. Kelainan TICS sesaat : serangan pada anak
3. Kelainan TICS motorik primer
4. Kelainan TICS multipel kronis
5. TICS pada huntington disease, parkinson
b.
Pimozide
- Haloperidol
- Risperidone
- Ziprasidone
- Trifluperazine
- Molindone
2.0
0.5
0.5
20.0
1.0
1.0
5.0
18.7
5.0
0.1
1.0
20-60
50-200
20-60
25
50
25
Tindakan
- TICS : Psiko terapi
- Hipnotis
- Kelainan tingkah laku operasi bedah: Thalamotamy, tracheotomy, cingulotomy
PENYULIT
:-
KONSULTASI
- Spesialis saraf
- Spesialis jiwa
- Psikolog
JENIS PELAYANAN
: - Rawat Jalan
TENAGA
:
- Dokter Spesialais Saraf
- Dokter Spesialis Jiwa
- Psikologi
LAMA PERAWATAN
PROGNOSIS
: baik
Perdarahan Epidural
- lusid interval
- anisokori pupil
- hemiparesis yang terjadi kemudian
- refleks Babinski yang terjadi kemudian
Laboratorium
- Darah Perifer Lengkap
- Gula Darah Sewaktu
- Ureum / Kreatinin
- Analisa Gas Darah (ASTRUP)
- Elektrolit
Radiologi
- Foto Kepala Polos, posisi AP/Lat/Tangensial (sesuai indikasi)
- Skening Kepala, gambaran bisa normal, kontusio, perdarahan, edema, fraktur tulang
kepala
Patologi Anatomi
- Normal, tidak ada kerusakan hanya gangguan fungsional (Simple Head Injury (SHI) dan
Komosio)
- Kontusio
- Perdarahan
- Edema
- Iskemia
- Infark
- Frakturtulang tengkorak
TATALAKSANA
Tergantung derajat beratnya cedera.
1). Minimal
- tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat - istirahat dirumah
- diberi nasehat agar kembali ke rumah sakit bila ada tanda tanda perdarahan epidural,
seperti orangnya mulai terlihat mengantuk (kesadaran mulai turun-gejala lucid interval)
2). Cedera Otak Ringan (Komosio Serebri)
- tirah baring, kepala ditinggikan sekitar 30 derajat
- observasi di rumah sakit 2 hari
- keluhan hilang, mobilisasi
- simptomatis : anti vertigo, anti emetik, analgetika
- antibiotika (atas indikasi)
3). Cedera Otak Sedang dan Berat (Kontusio Serebri)
a. Terapi Umum
Untuk kesadaran menurun
- Lakukan Resusitasi
- Bebaskan jalan nafas (Airway), jaga fungsi pernafasan (Breathing), Circulation (tidak
boleh terjadi hipotensi, sistolik sama dengan atau lebih dari 90 mmHg), nadi, suhu
(tidak boleh sampai terjadi pireksia)
- Keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi yang cukup, dengan kalori 50% lebih
dari normal
- Jaga keseimbangan gas darah
- Jaga kebersihan kandung kemih, kalau perlu pasang kateter
- Jaga kebersihan dan kelancaran jalur intravena
- Rubah rubah posisi untuk cegah dekubitus
- Posisi kepala ditinggikan 30 derajat
- Pasang selang nasogastrik pada hari ke 2, kecuali kontra indikasi yaitu pada fraktur
basis kranii
- Infus cairan isotonis
- Berikan Oksigen sesuai indikasi
b. Terapi Khusus
1. Medikamentosa
- Mengatasi tekanan tinggi intrakranial, berikan Manitol 20%
- Simptomatis : analgetik, anti emetik, antipiretik
- Antiepilepsi diberikan bila terjadi bangkitan epilepsi pasca cidera
- Antibiotika diberikan atas indikasi
- Anti stress ulcer diberikan bila ada perdarahan lambung
2. Operasi bila terdapat indikasi
c. Rehabilitasi:
- Mobilisasi bertahap dilakukan secepatnya setelah keadaan klinik stabil
- Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi diberikan sesuai dengan kebutuhan
PENYULIT
Perawatan dan konsistensi neurorehabilitasi yang kurang cermat dapat menimbulkan gejala sisa
yang sangat variatif tergantung berat dan lokasi kerusakan otak
JENIS PELAYANAN
- Rawat Jalan
- Rawat Inap
TENAGA
Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Saraf, Terapis
LAMA PERAWATAN
- tergantung beratnya, dari 2 hari sampai 1 bulan
- terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala sisa dan membutuhkan perawatan
khusus karena kecacatan yang cukup berat
Kausa Utama
Hemicord (Brown
Sequard
syndrome)
Cedera tembus,
ekstrinsik
Sindroma Spinalis
Anterior
Infark
a.spinalis
anterior
watershed' (T4-T6), Iskemik
akut, , HNP
Sindroma Spinalis
Sentral
Syrinqomyelia, Hypo[ensive
spinal cord ischemic, Trauma
spinal (fleksi-ekstensi) Tumor
Spinal
Sindroma Spinalis
Posterior
kompresi
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Darah Perifer Lengkap
b. Gula Darah Sewaktu, Ureum dan Kreatinin
2. Radiologi
a. Foto vertebra posisi AP/LAT dengan sentrasi sesuai dengan letak lesi
b. CT Scan atau MRI jika diperlukan tindakan operasi 3. Neurofisiologi Klinik - EMG, NCV,
SSEP
PENATALAKSANAAN
1. Umum
a). Jika ada fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis servikalis, segera pasang kerah fiksasi
leher, jangan gerakkan kepala atau leher
b). Jika ada fraktur kolumna vertebralis torakalis, angkut pasien dalam keadaan tertelungkup,
lakukan fiksasi torakal (pakai korset)
c). Fraktur daerah lumbal, fiksasi dengan korset lumbal
d). Kerusakan medula spinalis dapat menyebabkan tonus pembuluh darah menurun karena
paralisis fungsi sistem saraf ortosimpatik dengan akibat menurunnya tekanan darah. Beri
infus, bila mungkin plasma atau darah, dextran-40 atau eskpafusin. Sebaiknya jangan
diberi caitan isotonik seperti NaCI 0,9% atau glukosa 5%. Bila perlu diberikan 0,2 mg
adrenalin s.k, boleh diulang 1 jam kemudian. Bila denyut nadi < 44 kali/menit, berikan
sulfas atropin 0,25 mg i.v.
2. Medikamentosa
a). Berikan metil-prenisolon 30 mg/kgBB, i.v perlahan-lahan selama 15 menit. 45 menit
kemudian per infus 5 mg/kgBB selama 24 jam. Kortikosteroid mencegah peroksidasi lipid
dan peningkatan sekunder asam arakidonat.
b). Bila terjadi spastisitas otot :
* diazepam 3 x 5-10 mg / hari
* baklofen 3 x 5 mg hingga 3 x 20 mg / hari c).
c). Bila ada rasa nyeri dapat diberikan :
* Analgetika
* antidepresan : amitriptilin 3 x 10 mg / hari
* antikonvulsan : neurontin 3 x 300 mg / hari
d). Bila terjadi hipertensi akibat gangguan saraf otonom (tensi > 180/100 mmHg),
pertimbangkan pemberian obat antihipertensi.
3. Operasi
Tindakan operatif dilakukan bila :
* ada fraktur, pecahan tulang menekan medulla spinalis
* gambaran neurologis progresif memburuk
* fraktur, dislokasi yang labil
* terjadi herniasi diskus intervertebralis yang menekan medulla spinalis
PENYULIT
Tergantung beratnya dan waktu datang ke rumah sakit (lewat 'waktu emas' ), tidak dapat sembuh
sempurna
KONSULTASI
- Bedah Saraf / Bedah lainnya tergantung indikasi
- Neuroemergensi
- Neurorestorasi/Neurorehabilitasi
JENIS PELAYANAN
- Rawat Inap
- Rawat Jalan
TENAGA
Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Saraf, Terapis
LAMA PERAWATAN
- Sampai masa akut lewat dan selesainya tindakan yang diperlukan, biasanya 7 hari
sampai 1 bulan
- terkadang penyembuhan tidak sempurna, ada gejala sisa dan membutuhkan perawatan
khusus karena kecacatan yang cukup berat
NEUROPATI
Definisi :
Proses patologi yang mengenai susunan saraf perifer, berupa proses demielinisasi atau
degenerasi aksonal atau kedua-duanya. Sususan saraf perifer mencakup saraf otak, saraf spinal
dengan akar saraf serta cabang-cabangnya, saraf tepi dan bagian-bagian tepi dari susunan
saraf otonom.
Etiologi :
1.
Metabolik
* Neuropati diabetic :
- Polineuropati
: komplikasi diabetes melitus yang paling sering terjadi
Gejala & tanda
: - gangguan motorik tungkai lebih sering terkena daripada
tangan
- gangguan sensorik kaos kaki dan sarung tangan berupa
gangguan rasa nyeri & suhu, vibrasi serta posisi.
- Otonom neuropati :
Gejala & tanda
: keringat berkurang, hipotensi ortostatik, nokturnaldiare,
inkontinensi alvi, konstipasi, inkontinensi Et retensio urin,
gastroparesis dan impotensi.
- Mononeuropati
Gejala & tanda
:
: terutama mengenai nervi kranialis (terutama nervi untuk
pergerakan bola mata) dan saraf tepi besar dengan gejala
nyeri.
* Polineuropati uremikum :
Terjadi pada pasien uremia kronis (gagal ginjal kronis)
Gejala & tanda
: - gangguan sensorimotor simetris pada tungkai & tangan
- rasa gatal, geli Et rasa merayap pada tungkai dan paha
memberat pada malam hari, membaik bila kaki digerakkan
(restless leg syndrome).
2.
Nutrisional
* Polineuropati defisiensi :
1. Piridoksin
: pada penggunaan Izoniazid (INH)
Gejala & tanda : neuropati sensorimotor dan neuropati optika
2. Asam folat
: sering pada penggunaan fenitoin > a intake asam folat yang kurang
3. Niasin
: pada pasien defisiensi multiple
* Polineuropati alkoholik : Neuropati karena defisiensi multivitamin dan thiamin
Gejala & tanda
: gangguan sensorimotor simetris terutama tungkai tahap lanjut
mengenai tangan.
3.
Toksik:
* Arsenik : keracunan arsen secara kronik (akumulasi kronik)
Gejala & tanda : - gangguan sensoris berupa nyeri & gangguan motorik yang
berkembang lambat
- gangguan GIT mendahului ganggauan neuropati oleh karena intake
arsen.
* Merkuri : .
Gejala & tanda : menyerupai keracunan arsen
4.
Drug induced
* Obat antineoplasma : (Cisplastin, carboplastin, vincristin)
Gejala & tanda : - Banyak sebagai gangguan sensorik polineuropati setelah beberapa
5.
6.
KRITERIA DIAGNOSIS
* Klinis
: - gangguan sensorik : parestesia, nyeri, terbakar, penurunan rasa raba,
vibrasi dan posisi.
- gangguan motorik : kelemahan otot-otot
- reflek tendon menurun
- fasikulasi
* Laboratorium :
- Gula darah puasa, fungsi ginjal, kadar vitamin B1, B6, B12 darah, kadar
logam berat, fungi hormon tiroid
- Lumbal pungsi : sesuai indikasi
* Gold Standard :
- ENMG : degenerasi aksonal & demielinisasi
- Biopsi saraf
DIAGNOSIS BANDING :
- miopati
- motor neuron disease
- multipel sklerosis
TATALAKSANA
- Terapi kausa
- Simptomatis : analgetik, antiepileptik
- Neurotropik vitamin : B1, B6, B12, asam folat
- Fisioterapi
PENYULIT
- Penyakit dasar : progresifitas & komplikasinya
- Perawatan & fisioterapi yang kurang cermat menimbulkai atrofi, dekubitus, infeksi saluran
kencing dan kontraktur.
KONSULTASI
- Penyakit dalam (sesuai penyakit dasar)
- Bedah saraf / bedah lainnya (sesuai kausa)
- Fisioterapi
JENIS PELAYANAN
- Rawat jalan
- Rawat inap : sesuai penyakit dasar
TENAGA
- Perawat, dokter umum & dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
- antara 2 minggu s/d 1 bulan bila dirawat
- kadang-kadang penyembuhan tidak sempurna
NEUROPATI ULNAR
NEUROPATI ULNAR PADA SIKU
Definisi :
Jebakan n. Ulnaris pada berbagai sisi di siku akibat berbagai macam etiologi
Etiologi:
- Deformitas siku
- Trauma
- Penekanan eksternal
- Tumor
- Metabolik
- Leprosi
- Idiopatik
KRITERIA DIAGNOSIS
* Klinis
: - Gangguan sensoris jari ke-5 dan lateral jari ke 4 bagian dorsal dan
palmar
- Kelemahan pada fleksor karpi ulnaris, abduktor digiti minim
- Tahap lanjut atrofi m. Hipothenar, claw hand (jari 4, 5)
- Tes fleksi siku +
* Laboratorium
: - hematologi rutin, gula darah puasa, fungsi tiroid
* Radiotogi
: Rongent artikulus kubiti (osteofit, deposit kalsium)
* Golden Standard : ENMG
DIAGNOSIS BANDING
- Gangguan radik
- Gangguan pleksus brakialis
- ALS
- Syringomieli
TATALAKSANA
- Terapi kausa
- Medikamentosa : analgetik, antiinflamasi
- Tindakan : Cubital tunnel decompression
KONSULTASI
- Penyakit dalam : sesuai kausa
- Bedah ortopedi
- Kulit : leprosy - Fisioterapi
JENIS PELAYANAN
- Rawat jalan
TENAGA
- paramedik, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
- 1 bulan
CERVICAL SYNDROME
Definisi
Sekumpulan gejala berupa nyeri tengkuk, nyeri yang menjalar, rasa kesemutan yang menjalar,
spasme otot yang disebabkan karena perubahan struktural kolumna vertebra servikalis akibat
perubahan degeneratif pada diskus intervertebralis, pada ligamentum flavum, facet joints.
Kausa antara lain:
Spondylosis cervicalis :
- Myelopathy
Mekanik:
- Neck Strain
- Herniasi diskus
Infeksi:
- Osteomyelitis
- Meningitis
Referred
- Thoracic Outlet Syndrome
- Pancoasts tumor
Neurologik:
- Brachialis plexitis
- Jebakan saraf perifer
Rheumatologik:
- Rheumatoid arthritis
- Fibromyalgia
Neoplasma
- Multiple myeloma
- Syringomyelia
KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri leher, bahu, dan menjalar ke lengan
Nyeri leher sering didahului spasme otot-otot tengkuk, bahu yang berlangsung sampai
beberapa hari dan diperburuk oleh ekstensi yang disertai oleh rotasi lateral leher secara
bersamaan (Spurling manuver)
Nyeri leher dapat diperburuk oleh keadaan yang meninggikan tekanan intradiskal seperti batuk,
bersin, mengedan, atau manuver valsava.
Pemeriksaan Penunjang
Intermitted test
Foto cervikal AP / lateral dan oblik
EMNG
Myelografi
CT-Myelo
DIAGNOSIS BANDING
HNP
Menginitis TBC Servikal
TATALAKSANA
v Konservatif 3-6 minggu, berupa:
Istirahat servikal Neck Collar bila perlu
NSAID
Suntikan lokal
Fisioterapi
v Operatif bila ada penyulit
PENYULIT
v Nyeri neuropatik
v Kelumpuhan anggota gerak
JENIS PELAYANAN
v Rawat jalan
v Rawat inap bila nyeri tidak tertahan nyeri kepalaan (obat tak menolong) bila diduga ada
penyebab lain.
TENAGA
v Dokter Spesialis Saraf, Dokter Spesialis Bedah Saraf / Ortopedi
LAMA PERAWATAN
v Minimal 1 (satu) Minggu
PROGNOSIS
v Umumnya baik, biasanya diperlukan fisioterapi lanjutan
STRAIN LUMBO-SACRAL
Definisi
Merupakan Nyeri Punggung Bawah (NPB) tanpa penjalaran nyeri ke tungkai, hanya menjalar ke
bokong serta paha belakang.
Kausa
Nyeri timbul akibat peregangan atau trauma pada ligamen, otot-tendon tanpa adanya ruptur atau
avulsii pada cedera ringan. Sedangkan pada cedera berat dapat terjadi robekan pada otot.
Merupakan 60-70 % penyebab NPB
KRITERIA DIAGNOSIS
Pada strain akut dijumpai riwayat trauma seperti mengangkat benda berat atau dalam posisi
yang salah mencabut tanaman, trauma langsung atau terjatuh.
Terasa nyeri setempat, mula-mula tidak begitu hebat dan pinggang kaku
Nyeri bertambah hebat bila spasme otot bertambah, bahkan dapat menimbulkan skoliosis.
Pada strain kronik dijumpai akibat sikap tubuh yang salah dan otot kurang adekuat. Dijumpai
pada pekerja kasar, buruh, sering mengangkat beban, duduk bungkuk seharian.
Terasa pegal difus yang bertambah saat bermulti para aktifitas dan berkurang atau menetap
pada saat berbaring.
Pemeriksaan Penunjang
Foto lumbosakral
EMNG
DIAGNOSIS BANDING
Spondilolistesis
TATALAKSANA
NSAID
Relaksan otot
Fisioterapi : pasif (masase es) atau panas (mandi hangat) dapat mengurangi nyeri dan
spasme.
Untuk Strain akut, tirah baring cukup 2 hari lalu diikuti latihan fisik aktif yang terprogram.
Untuk Strain kronik, pengaturan sikap tubuh dalam aktivitas harian serta latihan yang
terprogram untuk memperkuat otot batang tubuh. Perubahan sikap tubuh memerlukan
waktu minimal enam bulan sampai gejala berkurang.
PENYULIT
KONSULTASI
Obgin, Internist, bila ada penyakit sistemik sebagai penyebab ataupun penyerta penyakit.
Psikiater.
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan
Rawat inap bila nyeri tidak tertahankan (obat tak menolong) di rumah, diduga ada penyebab
lain, yang harus dieksplorasi
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
MIOPATI
ICD 359
Definisi / Etiologi
Suatu kelainan yang ditandai oleh abnormalnya fungsi otot (merupakan perubahan patologik
primer) tanpa adanya denervasi pada pemeriksaan klinik, histologik atau neurofisiologi.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis :
Kelelahan, kelemahan, atrofi, dan lembeknya otot skelet
Kedutan otot, kram otot, nyeri, dan pegal pada otot-otot
Dapat disertai gejala sistemik atau gejala lain
Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan sistem motoris meliputi bentuk otot, tonus otot, kekuatan otot dan cara
berdiri / berjalan
Pemeriksaan refleks tendon
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan laboratorium : Kadar enzim creatinin kinase (CK), lactic dehydorogenose
(LDH), SGOT & SGPT, Kadar kalium plasma
Pemeriksaan EMG
Pemeriksaan biopsi otot
A. DISTROFIA MUSKULER TIPE DUCHENE
Hampir selalu laki-laki karena diturunkan secara x-linked resesif.
Timbulnya gejala pada usia sekitar 2 tahun, anak sering jatuh waktu berjalan, usia 5
tahun tidak pandai berlari, Gower sign" dan "Wadding gait" dapat ditemukan.
Kelemahan otot terutama bagian proksimal dan lebih dahulu timbul pada otot pinggang
daripada otot-otot bahu dan terdapat pseudohypertrofi pada otot gastroknemius.
Kelemahan, atrofi, kontraktor dan deformitas otot skelet terjadi dengan cepat sehingga
umumnya penderita memerlukan kursi roda pada usia 12-13 tahun.
Kenaikan enzim-enzim serum terutama pada waktu penderita masih mobile. Di antara
enzim-enzim tersebut maka CPK terbukti paling mudah dikerjakan dan hasilnya tepat
(70-80 %).
Progresifitas penyakit cepat dan biasanya meninggal dalam 15 tahun sesudah onset.
B. DISTROFI MUSKULER TIPE BECKER
Diturunkan secara x-linked resesif dengan pola kelemahan otot mirip tipe Duchene
hanya lebih ringan.
Onset umur 5-25 tahun.
Progresifitas penyakit lambat, penderita dapat hidup lebih dari 40 tahun.
C. DISTROFI MUSKULER TIPE LIMB GIRGLE
Diturunkan secara autosomal resesif atau dominan atau sporadik.
Onset umur 10-30 tahun.
Distribusi kelemahan otot bermula otot-otot pinggang atau gelang bahu kemudian
meluas pada otot-otot yang lain.
Progresifitas penyakit lambat, mungkin memerlukan kursi roda setelah usia 40 tahun.
D. DISTROFI MUSKULER FASIOSKAPULOHUMERAL
Ditemukan secara autosomal dominan
Onset umur 10-20 tahun
Distribusi kelemahan otot awalnya pada wajah dan gelang bahu kemudian otot
pinggang dan tungkai bawah.
Progresifitas lambat, banyak kasus memperlihatkan distabilitas ringan.
E. MIOTONIA
Diturunkan secara autosomal dominan.
Kontraksi otot berkepanjangan mengikuti kontraksi volunter, pukulan (mekanik) atau
Kelemahan otot proksimal, simetris dan progresif dimulai dari otot panggul.
Pada dermatomiosotis perubahan warna kulit pada kelopak mata atas, eritema kulit dan
atrofi.
G. PARALISIS PERIODIK
Diturunkan secara autosomal dominan.
Onset umur 10-25 tahun.
Berhubungan dengan kadar kalium dalam plasma darah terdapat 3 tipe : hipokalemi,
hiperkalemi, dan normokalemi.
Penderita terserang setelah periode istirahat sehabis latihan otot berat setelah bangun
tidur pagi hari.
Tanda awal berupa nyeri otot, sangat haus disusul kelemahan otot, dimulai pada
ekstremitas bawah lalu ekstremitas atas, badan, dan leher.
DIAGNOSIS BANDING
Poliomietitis
MIELOPATI
ICD G 95.9
Definisi / Etiologi
Merupakan suatu gangguan fungsi atau struktur dari medulla spinalis oleh adanya lesi komplit atau
inkomplit.
Etiologi
- Vaskuler
- Obat-obatan
- Radiasi
- Infeksi
- Degenerasi
Tumor
Demielinisasi
Trauma
Tidak diketahui
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis: Lemah / lumpuh anggota gerak, gangguan buang air kecil dan buang air besar,
gangguan sensibilitas.
Fisis : parese / plegi tipe UMN (tergantung lokalisasi lesi, dapat dijumpai gejala UMN atau
campuran UMN dan LMN), hipestesi / anestesi segmental, gangguan fungsi otonom.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium:
Darah rutin, kimia darah, urin lengkap, dan bila perlu tes kadar obat : kokain, heroin
Likuor serebrospinalis
Pemeriksaan Radiologik :
Mielografi
CT mielografi
EMNG
Tes keringat
SSEP / VEP
Bone Scanning
MRI
DIAGNOSIS BANDING
Polineuropati
TATALAKSANA
Kausal
Simptomatik
Suportif
Bedah Saraf
Bedah Ortopedi
BELL'S PALSY
KRITERIA DIAGNOSIS
Definisi : Penyakit lower motor neuron yang mengenai nervus fasialis (N.VII) perifer.
Etiologi idiopatik. Gejala kelumpuhan wajah atas dan bawah unilateral.
Terjadinya akut (dalam 48 jam). Sering disertai nyeri aurikuler posterior, penurunan sekresi air
mata, gangguan rasa kecap, hiperakusi.
Pemeriksaan penunjang
EMG, Bila curiga parese N. VII simtomatik seperti :
Darah Tepi : jumlah lekosit, Kadar gula darah
Foto mastoid
DIAGNOSIS BANDING
Parese N. VII perifer simtomatik
TERAPI
Terapi Farmaka
PERIODIK PARALISIS
KRITERIA DIAGNOSTIK
Familial periodik paralisis hipokalemi adalah penyakit otosomal dominan. Disebabkan gangguan
pada gen yang mengatur saluran ion kalsium ditandai dengan : awitan akut dengan gejala
kelumpuhan anggota gerak.
Otot respirasi dan otot menelan jarang terkena. Refleks tendon mungkin menurun. Tidak ada
gangguan sensoris. Serangan terutama pada pagi hari, dan bila tidak diterapi dapat menetap
sampai 36 jam.
Faktor presipitasi : makan banyak karbohidrat, terlalu lelah, cuaca dingin.
Kadar kalium darah 2-3 mEq. Laboratorium lain dalam batas normal Pria lebih banyak daripada
wanita
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : kalium darah
EMG
: Gambaran lesi miogen
EKG
DIAGNOSA BANDING
Hipokalemi karena gastroenteritis, tirotoksikosis atau sebab lain
TERAPI
Terapi Farmaka :
Fase Akut : Pemberian K secara peroral atau parenteral
Profilaksis : Diet tinggi Katium, rendah Na, rendah karbohidrat
Aldakton 100 mg po / hari
Tiamin HCl 50 mg / hari
Terapi hipertiroidsm
PENYULIT
Gangguan jantung
KONSULTASI
Ilmu Penyakit Dalam
JENIS PELAYANAN
Rawat inap pada fase akut sampai kelumpuhan hilang
PROGNOSIS
Ad bonam
DEKOMPRESI
Definisi / Etiologi
Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pelepasan dan pengembangan
gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah/ jaringan akibat penurunan tekanan sekitar.
KRITERIA DIAGNOSIS
Gejala klinis muncul setelah melakukan penyelaman, dapat berupa:
1. Tipe I (Pain only bends, Joint bends, Decompression arthralgia)
Nyeri terutama di daerah persendian anggota gerak atas dan atau bawah.
Gatal-gatal dan bercak-bercak kemerahan pada kulit.
Nyeri dan pembengkakan jaringan lunak setempat (obstruksi aliran limfe) : parotis, mamma
Rasa letih, malaise, anoreksia, yang tidak sesuai dengan berat aktivitas.
2. Tipe II (Serious decompression sickness)
2.1. Gejala Neurologis:
Lesi Serebrum : afasia, gangguan penglihatan/lapangan pandang, gangguan saraf
kranialis, hemiparese/hemiplegi, sensorik, sakit kepala, kejang, gangguan kesadaran.
Lesi Serebelum : ataksia, gangguan koordinasi, hipotoni, dismetri, asinergia, tremor,
disdiadokokinesia, dan nistagmus.
Lesi Medulla Spinalis : paraestesi/ hipestesi/ anestesia kedua tungkai, paraparesis/
paraplegia-tetraparesis/ tetraplegia, retensi urine-alvi.
2.2. Gejala jantung dan paru (chokes):
Rasa kurang enak dan nyeri substernal saat inspirasi maupun ekspirasi, kemudian
sesak napas disertai batuk kering.
2.3. Gejala gastro intestinal:
Anoreksia, nausea, muntah, atau perut rasa kram dan diare, hematemesis, melena.
2.4. Gejata telinga dalam :
Tinitus, tub sensorineural (kerusakan kokhlea), vertigo, mual, muntah (gangguan
vestibular)
2.5. Syok setelah dekompresi (bends shock)
Gelembung gas masuk ke seluruh pembuluh darah (AGE : arterial gas embolism)
dan dapat berakhir dengan kematian.
Pemeriksaan Penunjang
v Pemeriksaan laboratorium : Darah rutin, urine rutin, kimia darah.
v Pemeriksaan radiologik : Foto toraks, CT Scan bila diperlukan.
v Pemeriksaan penunjang lain : EKG, EEG bila diperlukan
DIAGNOSIS BANDING
Stroke, Trauma SSP, Infeksi SSP
TATALAKSANA
v Kausal : Segera terapi oksigen hiperbarik setelah diagnosis ditegakkan
v Medikamentosa
Osteonekrosis disbarik (Divers bone disease, Avascular necrosis of bone, Aseptic bone
necrosis, Bone necrosis, Bone rot, Caisson disease of bone).
Keracunan oksigen
KONSULTASI
-
TENAGA
Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis.
LAMA PERAWATAN
5 hari
PROGNOSIS
Tergantung cepatnya mendapat terapi OHB
Sembuh sempurna
Cacat fisik
Meninggal
: dalam keadaan biasa ingin tidur, baru terbangun dan mengikuti perintah bila
ada rangsangan
Stupor
: Penderita tidur terus
Ada gerakan spontan
Ada respon dengan rangsang
Dengan rangsang berurutan ada waktu bebas respon
Semi koma : Hanya dengan rangsang sakit ada respon
Koma
: Tak ada respon dengan rangsang nyeri
ETIOLOGI
I.
Lesi Struktural
a. Lesi Supratentorial :
- Radang
- Trauma
- SOP : Stroke, tumor, abses serebri
- Status konvulsivus / epilepsy
b. Lesi Infratentorial :
- Radang
- Trauma
- SOP : stroke, tumor, abses serebri
II.
KRITERIA DIAGNOSTIK
Anamnesis / Alloanamnesis
1. Riwayat penyakit sebelumnya : hipertensi, diabetes, gagal ginjal, gangguan fungsi hati,
pengguna obat-obat narkotik
2. Keluhan sebelum terjadi gangguan kesadaran : nyeri kepala, muntah-muntah
3. Menggunakan obat-obat sebelum terjadi gangguan kesadaran : obat diabet, narkotik
Pemeriksaan fisik umum
1. Vital Sign : tekanan darah, nadi dan respirasi.
2. Pemeriksaan luka terutama luka di kepala dan leher : bottle sign, perdarahan hidung,
perdarahan kelopak mata, krepitasi tulang tengkorak.
3. Pemeriksaan suhu badan dan suhu rektal.
4. Pemeriksaan bau nafas dan badan : fetor hepaticum, bau nafas alkohol, bau nafas
faeces
5. Pemeriksaan warna dan turgor kulit : sianosis, kepucatan, ikterik.
Pemeriksaan Neurologi
1. Pemeriksaan Neurologi umum : tanda-tanda rangsang meningeal, pemeriksaan motorik,
pemeriksaan fungsi luhur, pemeriksaan nervi kranialis
2. Pemeriksaan Glassgow Coma Scale : perneriksaan yang bersifat kwantitatif dan
kwalitatif pada gangguan kesadaran.
3. Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi batang otak meliputi :
a. Gerakan bola mata
b. Refleks kornea
c. Refleks mata boneka / refleks kalori
d. Reaksi pupil terhadap cahaya
e. Refleks muntah / batuk
4. Pola Pernafasan : Hubungan pola pernafasan dengan letak lesi
a. Eupnea : diencephalons atas
b. Cheyne stokes : lesi di diencephalon bawah
c. Hiperventilasi neurogenik sentral lesi di mesencephalon
d. Ataxic breathing : lesi di pons
e. Apneutic breathing : lesi di pons bawah / medulla oblongata
f. Apnea : lesi di medulla oblongata
5. Pupil : Hubungan reaksi pupil terhadap letak lesi :
a. Pupil kecil reaktif tehadap cahaya : korteks / diencephalons
b. Pupil besar normal di tengah mesencephalon
c. Pupil kecil di tengah pons
d. Pupil sedikit melebar di tengah tectum
e. Isokor :
- Pint point : lesi pons,overdosis morphin
- Kecil reaktif : ensefalopati metabolik
- Sedang reaktif : ensefalopati metabolik; tidak reaaktif terhadap cahaya, lesi
thalamus
- Besar / Midriasis : antidepressan, ekstasi, cholinesterase inhibitor
f. Anisokor :
- Besar / tidak reaktif : N.III parese
- Kecil reaktif : Horner Syndrome
6. Kedudukan bolo mata : Hubungan kedudukan bola mata dengan letak lesi
a. Deviasi Conjugee : lesi hemispherinum serebri besar
b. Strabismus konvergen dan pupil kecil : thalamus
c. Pupil kecil di tengah : lesi di pons
d. Pupil besar di tengah kesulitan melihat ke samping : lesi di cerebellum
e. Pupil anisokor refleks cahaya (-) : herniasi tentorial
7. Refleks sephalic batang otok termasuk disini adalah :
a. Refleks pupil
b. Doll's eye movement
c. Oculo auditory refleks
d. Oculo vestibulo refleks
9.
DIAGNOSIS BANDING
1. Tidur : keadaan non patologis dimana ada penurunan kesadaran yang dengan mudah
dibangunkan.
2. Akinetik mutisme : penderita dalam keadaan bangun, mata terbuka, tapi sangat lamban
berespon terhadap pertanyaan yang diajukan.
3. Sindroma locked-in : Penderita dengan mata terbuka / sadar dengan komunikasi
terganggu, ada sedikit gerakan terutama gerakan mata melirik ke atas ke bawah.
4. Status kotatonik : sadar penuh fungsi motorik normal tapi tidak bisa berkomunikasi
dengan baik.
TATALAKSANA
Gangguan kesadaran sampai koma adalah keadaan darurat medis untuk itu perlu penanganan
yang cepat, tepat dan akurat mulai dari ruang unit gawat darurat sampai ke ruang perawatan
intensif. Penanganan terbagi atas dua bagian besar yaitu :
A. Supportif
Penderita kesadaran menurun dilihat / dinilai
Jalan Nafas
Pernafasan
Tekanan Darah
Posisi tubuh
Katheter Urine
1.
Jalan Nafas
Dilihat :
- Agitasi : Kesan hipoksemia
- Gerakan nafas : dada
- Retraksi sel iga, dinding perut, sub kosta klavikula
Didengar suara tambahan berupa dengkuran, kumuran, siulan : ada sumbatan
Di raba :
- getaran ekspirasi
- getaran di leher
- fraktur mandibuler
Yang menyebabkan gangguan jalan nafas :
- Lidah / epiglotis
- Muntahan, darah, sekret benda asing
- Trauma mandibula / maksila
Alat yang dipakai
- Jalan nafas orofaringeal
- Jalan nafas nasofaringeal
- Jalan nafas definitif
Intubasi
Pembedahan
Pola pernafasan
Lesi sentral : Pola nafas
- Eupnea
- Cheyne Stoke
- Sentral Neurogenik Hiperventilasi
- Apnea
Lesi Perifer
- Nafasinterkostal
Diusahakan :
Hemodinamik stabil (tidak naik turun)
Kondisi tensi normal
Dihindari : Hipertensi / meninggi, shock
Jenis Shock :
- Hipovolemik
- Kardiogenik
- Sepsis
- Penimbunan vena perifer (polling)
3.
Cairan Tubuh
- Cegah hidrasi berlebihan
- Cairan Hipotonik, Hipoprotein dan lama pakai ventilator mudah terjadi hidrasi
- Tekanan osmotik dipertahankan dengan albumin
- Hindari Hiponatremia
4.
5.
6.
Posisi
- Hindari posisi Trendelemberg
- Posisi kepala 30 lebih tinggi
- Pada Koma yang lama hindari :
* Dekubitus : sering alih posisi
* Vena dalam Thrombosis : pakai stocking
7.
Katheter Urine
- Untuk memudahkan penghitungan balans cairan
- Mencegah kebocoran urin
- Berguna pada gangguan kencing
KONSULTASI :
Bagian bedah Saraf
Bagian Penyakit Dalam
Bagian Anestesi
Bagian Kardiologi
Bagian Pulmonologi
TENAGA
Perawat, Dokter umum, Dokter spesialis saraf
JENIS PELAYANAN
Jenis Pelayanan termasuk keadaan darurat neurologis perlu tindakan cepat, tepat dan akurat dan
perlu dirawat di ruang pelayanan intensif
LAMA PERAWATAN
1-5 hari
PENYULIT
- Gangguan otot pernafasan respiratory failure
- Konsultasi : IPD, Anastesi, Paru
- Jenis pelayanan : Urgent & emergency
- Lama perawatan : 2-4 minggu
Miastenia Gravis
ICD G 70.7
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
Kelemahan / kelumpuhan otot yang tidak berhubungan dengan kelemahan secara umum.
2/3 pasien : Gangguan gerak bola mata, ptosis, diplopia
1/6 pasien : Kelemahan otot farings, kesulitan mengunyah, menelan dan berbicara
10% :
-
Kelemahan ekstremitas
Kelemahan otot ringan pagi hari dan memberat jika siang, seiring aktivitas
Kelemahan bersifat progressif
Setelah 15-20 tahun kelumpuhan menetap
Faktor yang memperparah gejala :
Emosi, infeksi viral, hypothyreodenasi, kehamilan, panas, obat transmisi neuromuscular
- Pemeriksaan pita suara
Penunjang :
Laborat :
- Pemeriksaan edrophonium cloride (Tensilon)
- Antibodi terhadap acetylcholin receptor (AchR)
Penunjang :
1. Repetitive Nerve Stimulation
2. Simple filter EMG
Gold standard : Radiologis
:DIAGNOSIS BANDING
- Histeria
- Multiple sclerosis
- Symptomatic myasthenia
- Syndroma moebius
- Cholinergic crisis
TATALAKSANA
- Cholinesterase (CHE) inhibitor menurunkan hidrolisis enzim Ach, pada sinap cholinergik
ChE, kemungkinan menyembuhkan pasien miastenia gravis lebih besar dari yang lain.
Pyrido stigmuno bromide (Mestinon) dan Neustigramin Bromide (Prostigmin). Tidak ada
penetapan dosis tertentu, kebutuhan CHE inhibitor sangat bervariatif.
- Thymectomy : Pasien MG dianjurkan thymectomy. Respon yang diharapkan muncul 2-5
tahun post OP. Thymectomy pada usia > 60 th jarang menunjukkan kesembuhan.
- Kortikosteroid : Prednison 1,5-2 mg / kg / BB
Multiple Sclerosis
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis :
Gejala & tanda obyektif penyakit tersebar
Memiliki fase remisi & eksaserbasi
Neuritis optik, neuritis retro bulbar
Skotoma sentral, kepucatan fundus bitemporal, strabismus
Hilangnya refleks kulit dan abdomen
Meningginya refleks fisiologi pada tungkai
Tanda-tanda spastisitas, klonus & Babinsky sign
Tremor nistagmus, ataksia
Gangguan bicara
Kelainan emosional
Penunjang
Laboratorium
LCS : LP harus dikerjakan pada setiap pasien yang dicurigai MS
Jumlah Sel : Limfositosis pleiositik (> 5 sel per mm3) umumnya sel mononuklear jarang
polimorfonuklear. Semakin awal diperiksa semakin tinggi jumlah sel.
Kadar protein : dengan sistem pandy positif, kwantitatif kadar gamma globulin meningkat.
Fundus : kepucatan fundus bitemporal
EEG : pemeriksaan EEG tidak menunjukkan kelainan spesifik
Elektro okulo / nistagmograf : mendeteksi nistagmus yang tidak terlihat mata telanjang
Bila CT Scan : Positif pada MS bila lesi -2 cm
MRI
DIAGNOSIS BANDING
- Hereditary ataxic
- Familial spastic paraplegia
- Vit. B12 defisiensi
- Tropical spastic paralysis
- SLE
- Sjogren syndrome
- Bekcet disease
- Acute diseminated encephalomalasia
- Lyme disease
- Adreno leukodistrophy
TATALAKSANA
Kortikosteroid kontinyu sebagai standar pengobatan :
- Stabilisasi Blood Brain Barrier
- Mengurangi inflamasi & oedem
- Meningkatkan nerve conduction
- Menghambat sistem imune
INF , IL 2 , Antibody immunosupresan, NK cell
Ataxia,
Multiple
Sclerosis,
TATALAKSANA
Medikamentosa
- Simptomatik
Spastisitas dikurangi dengan Baclofen (Lioneral) 10-25 gram 3 x sehari Valium 2-15 mg 3 x 1
Diazepam, Dextrolena (Dentrium) 50-100 gram 4 x sehari
- Pain
NSAID & antikonvulsi
Karbamazepin 200 g 3 x 1
Amytriptilin 50-150 malam
- Obat terbaru untuk ALS
Riluzole (Rilutek) : terbukti menurunkan pelepasan glutamate 100 mg / hari
Adverse reaction : Asthenia, nausea, dizziness, elevation of liver enzyme, granulacytopenia
- Suportive therapy (Fisioterapi)
* Physical terapi dimulai awal, exercise meningkatkan kekuatan, range of motion dan
endurance
* Diatermi, Massage, TENS
* Occupational terapi
* Speech terapi
VERTIGO
Definisi
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya
dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oteh
gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit.
Klasifikasi :
Vestibulogenik :
a. Primer : motion sickness, benign paroxysmal positional vertigo, Meniere disease,
neuronitis vestibuler, drug-induced
b. Sekunder : migren vertebrobasiler, insufisiensi vertebrobasiler, neuroma akustik.
Nonvestibuler : Gangguan serebellar, hiperventilasi, psikogenik, dll.
KRITERIA DIAGNOSIS
Vertigo merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala subjektif (symptoms) dan objektif (signs)
dari gangguan alat keseimbangan tubuh.
v Gejala subjektif
Mual
v Gejala objektif
Keringat dingin
Pucat
Muntah
Nistagmus
Gejala tersebut di atas dapat diperhebat / diprovokasi perubahan posisi kepala.
v Dapat disertai gejala berikut:
Kelainan THT
Kelainan Mata
Ketainan Saraf
Kelainan Kardiovaskular
Kelainan Psikis
Anamnesis
Bentuk vertigo : melayang, goyang berputar, dsb.
Keadaan yang memprovokasi : perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan.
Profil waktu : Akut, paroksismal, kronik.
Adanya gangguan pendengaran yang menyertai.
Penggunaan obat-obatan misalnya streptomisin, kanamisin, salisilat.
Adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit
paru.
Adanya nyeri kepala.
Adanya kelemahan anggota gerak.
B.
Pemeriksaan Fisik
Umum : Keadaan umum, anemia, tekanan darah berbaring dan tegak, nadi, jantung, paru,
abdomen.
Pemeriksaan neurologis umum :
Kesadaran
Saraf-saraf otak : visus, kampus, okulomotor, sensori di muka, otot wajah, pendengaran,
dan menelan.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium : darah rutin, kimia darah, urin, dan pemeriksaan lain sesuai
indikasi.
Pemeriksaan Radiologi : Foto tulang tengkorak leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
Pemeriksaan Neurofisiologi : elektroensefalografi (EEG), elektromiografi (EMG).
Pemeriksaan Neuro-imaging : CT Scan kepala, pnemoensefalografi, Tronscronial Doppler.
TATA LAKSANA
v Terapi kausal : sesuai dengan penyebab
v Terapi simptomatik :
Pengobatan simptomatik vertigo :
Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan
glutamat, menekan aktivitas NMDA spesial channel, bekerja langsung sebagai depresor
labirin):
Flunarisin (Sibelium) 3x 5-10 mg/hr
Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory; monoaminergik dengan
akibat inhibisi n. vestibualris) : Cinnarizine 3 x 25 mg/hr, Dimenhidrinat (Dramamine) 3 x
50 mg/hr.
Histaminik (inhibisi neuron potisinaptik pada n. vestibularis lateralis) : Betahistine
(Merislon) 3 x 8 mg.
Fenotiazine (pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di M. oblongata):
Chlorpromazine (largaktil) : 3 x 25 mg/hr
Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting activity neuron pada n. vestibutaris) 3 x
2-5 mg/hr
Antiepileptik : Carbamazepine (Tegretol) 3 x 200 mg/hr, Fenitoin (Dilantin) 3 x 100 mg
(bila ada tanda kelainan epilepsi dan kelainan EEG)
Campuran obat-obat di atas.
Pengobatan simptomatik otonom (mis. muntah) :
Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3 x 10 mg/hr
v Terapi rehabilitasi
Latihan visual-vestibular, Metode Brandt-Daroff, Galt Exercise
PENYULIT
Dehidrasi
Gangguan elektrolit
KONSULTASI
THT dan unit pelayanan lain yang terkait sesuai indikasi.
JENIS PELAYANAN
Rawat jatan
Rawat inap, terutama bila disertai muntah hebat
TENAGA STANDAR
Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
Minimal 1 minggu
PROGNOSIS
Tergantung penyebab
HIPERSOMNIA
INSUFFICIENT SLEEP (Sleep Restriction l Deprivation)
Hipersomnia karena kurang tidur, atau pembatasan tidur
KRITERIA DIAGNOSIS
a. Klinis
: 1. Adanya pembatasan jumlah waktu tidur dalam sehari kurang dari 7 jam
(6 jam atau kurang).
2. Mengantuk di siang harinya disertai perubahan mood dan psikomotor.
b. Laboratorium : Tidak diperlukan
c. Radiologis
: Tidak diperlukan
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS :
Hipersomnia sebab lain
TATA LAKSANA
a. Non Medikamentosa :
Meningkatkan waktu tidur total sampai 8 jam atau lebih. Kadang kadang dibutuhkan
perubahan pola hidup dan pekerjaan.
b. Medikamentosa:
Cara non medikamentosa biasanya berhasil, tetapi bila diperlukan obat stimulan jangka
pendek (Methylphenidote, Ritalin 5-20 mg pagi dan atau siang hari)
PENYULIT :
Pembatasan tidur parsial (4-6 jam per malam), jangka pendek (kurang dari 2 minggu)
menyebabkan perubahan mood dan psikomotor serta perubahan endokrin seperti
peningkatan kadar kortisol dan resistensi insulin yang ringan.
Pembatasan tidur parsial yang kronis menyebabkan peningkatan angka kematian karena
penyakit jantung dan kematian pada umumnya.
KONSULTASI :
Bagian Saraf
JENIS PELAYANAN :
Rawat jalan
TENAGA :
Spesialis saraf dan atau konsultan sleep disorder
LAMA PERAWATAN :
Biasanya berlangsung jangka pendek, jarang kronis
PROGNOSIS :
Baik bila diobati dengan benar
SEDATING MEDICATION
(Hipersomnia karena obat Sedatif)
KRITERIA DIAGNOSIS
a. Klinis :
Adanya pemakaian obat-obat yang mempunyai efek sedatif seperti obat hipnotik, anti psikotik
(Chlorpromazine,Thioridaz ine), anti depresan golongan trisiklik (amitriptyline, doxepine) anti
konvulsan, anxiolytics (Benzodiazepine), anti histamin (Chlorpheniromine, Dyphenhidramine),
anti hipertensi (Alpha agonist, Alpha blockers), melatonin, putus obat golongan amphetamine.
b. Laboratorium : c. Radiologis
:-
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS :
Hipersomnia sebab lain
TATA LAKSANA:
a. Non Medikamentosa:
Menghentikan obat atau ganti dengan golongan lain yang kurang mempunyai efek sedatif
b. Medikamentosa :
Jika obat tidak dapat dihentikan dicoba dengan pemberian terapi stimulan antara lain
Methylphenidate (Ritalin) 5-80 mg dosis terbagi, Dextroamphetamine (Adderall) 5-60 mg dosis
terbagi, Modofinil (Provigil) 100-400 mg (sekali atau dua kali sehari).
PENYULIT :
Gangguan mood dan psikimotor di siang hari
KONSULTASI :
Bagian Saraf
JENIS PELAYANAN :
Rawat Jalan
TENAGA :
Spesialis saraf atau Spesialis saraf Steep Consultant
LAMA PERAWATAN :
Segera sembuh dengan penghentian obat sedatif.
PROGNOSIS :
Baik
NARKOLEPSI
KRITERIA DIAGNOSIS
a. Klinis
1. Gejala biasanya mulai dekade ke-2 (umur 20-30 tahun), walaupun kadang terjadi sebelum
usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun).
2. Ada 4 gambaran klasik (Classic tetrad) :
a. Hipersomnia : merupakan gejala utama gejala utama yaitu mengantuk berlebihan
pada siang hari yang segera membaik dan kembali segar setelah tidur singkat kurang
dari 30 menit
b. Cataplexy : mendadak kehilangan tonus otot dan berlangsung sebentar yang khas
terjadi pada saat sedang emosi kuat, misalnya tertawa terbahak-bahak atau marah
yang berlebihan. Kelumpuhan dapat komplit atau parsial dan biasanya singkat (detik
- menit). Terjadi kira-kira 70% penderita narkolepsi.
c. Sleep paralysis (Jawa : tindihen) yaitu ketidakmampuan untuk bergerak atau bicara
yang terjadi awal (hipnagoqic) atau akhir tidur (hipnopompic).
d. Hipnagogic hallucination yaitu halusinasi penglihatan atau pendengaran yang muncul
sebagai representasi mimpi dan terjadi segera pada awal tidur, kadang-kadang
terjadi pada saat bangun pagi (hipnopompic). Halusinasi dapat berupa bayangan
orang yang mengancam, binatang atau biasanya hantu / monster disertai rasa takut
yang hebat dengan atau tanpa sleep paralisis.
3. Gejala penyerta :
a. Automatic behaviour dan amnesia : yaitu saat penderita mengantuk dan berusaha
mengatasinya tiba-tiba muncul aktifitas yang terjadi dibawah alam sadar. la dapat
melanjutkan tugasnya dengan benar tetapi tidak dapat menjawab pertanyaan yang
komplek. Kadang keluar kata-kata yang tidak mengandung arti dan tidak relevan
dengan pembicaraan dan hal ini mengakhiri serangan disertai amnesia terhadap apa
yang diperbuat tadi.
Serangan berlangsung beberapa detik tetapi kadang sampai beberapa jam, biasanya
saat mengerjakan aktivitas monoton seperti mengendarai mobil, sehingga sering
terjadi kecelakaan. Karena itu kalau mengantuk sebaiknya berhenti dan tidur singkat
(10-30 menit) sudah bisa segar kembali. Dapat terjadi pada orang normal yang
sangat mengantuk seperti dokter yang praktek sampai jauh malam.
b. Disrupted sleep yaitu terbangun beberapa kali semalam
c. Sleep apneu : 20% penderita laki-laki.
4. Polisomnografi menunjukkan 1 atau lebih sebab :
1. Sleep latency < 10 menit
2. REM sleep latency < 20 menit
3. MSLT yang menunjukkan rata rata sleep latency < 5 menit
4. Sleep-onset REM period (SOREM) < 15 menit, paling sedikit pada 2 dari 5
kesempatan tidur kecil selama rekaman Polysomnography.
5. HLA trapto type-DQB1 0602 dan DR2 positif (terdapat pada 90-100% penderita
narkolepsi tergantung ras-nya)
b.
Laboratorium
Polisomnografi (PSG)
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. DD NARKOLEPSI DG CATAPLEXY
narkolepsi skunder (symptomatic)
epilepsy
2.
TATA LAKSANA
a. Medikamentosa
1. Obat stimulan
OBAT
Methylphenidate
Methylphenidate-SR
Dextroamphetamin
Pemoline
Modafiline
2.
b.
Obat cataplexy
OBAT
Clomipramine
Imipramine
Protryptiline
Fluoxetin
Paroxetine
Sertraline
Venlafaxine
Sodium oxybate
DOSIS (mg)
5 - 60 (dosis terbagi)
20 - 60 / hari
5 - 60 / hari
75 -150 /hari
100 - 400 ( sekali atau 2 kali sehari)
DOSIS (mg)
25 - 75
75 - 150
15 - 20
20 - 40
20 - 40
50 - 200
75 - 150
3 - 9 ( dosis terbagi pada malam hari)
Non Medikamentosa
1. Informasi
Akan lebih baik lagi apabila informasi disampaikan kepada anggota keluarga, teman,
guru, dokter keluarga, dll yang berhubungan dekat dengan penderita
Tidur malam yang cukup, dilakukan pada jam yang teratur untuk mencegah
terjadinya ngantuk siang hari
Tidur siang yang terencana atau tidur singkat di siang hari untuk mengurangi
hipersomnia
3. Pendidikan dan Pekerjaan
Guru harus diberi informasi tentang keadaan penderita sehingga kesulitan anak-anak
penderita narkolepsi dapat dilakukan pendekatan dengan simpatik, diberi jadwal
aktifitas yang sesuai, dan dapat tidur siang sejenak apabila memungkinkan.
Pasien memilih pekerjaan tertentu sehingga terhindar dari bahaya untuk pasien
maupun orang lain
Diperlukan aturan hukum yang relevan untuk penderita narkolepsi misalnya dalam
KONSULTASI :
Untuk Diagnosa Awal
:
Terapi Psikologis Awal
:
Kondisi tidak membaik / memburuk :
JENIS PELAYANAN :
Rawat jalan
TENAGA :
Untuk penatalaksanaan lanjutan : - Dokter Umum atau Dokter Spesialis Saraf
LAMA PERAWATAN :
Untuk mengikuti perkembangan : kontrol secara berkala seumur hidup
PROGNOSIS
Penyakit seumur hidup, sulit disembuhkan
Kadang-kadang pada beberapa kasus serangan cataplexia dapat menurun
Dapat disertai gangguan tidur yang lain seperti OSA, PLMS, dan REM Sleep / Behaviour
Disease.
PSG : yang khas menunjukan tidur yang memanjang dan efisiensi tidur yang tinggi
dengan proporsi stadium tidur yang normal.
MSLT : pemendekan sleep latency (< 10 menit, tetapi lebih lama dari narkolepsi) tanpa
ada periode SOREM
Modifikasi gaya hidup, membatasi pembatasan tidur, dan hygiene tidur yang baik
Medikamentosa
Kombinasi obat long dan short acting sering memberikan efek terbaik
Penyulit : Konsultasi :
Bagian saraf
Jenis pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Spesialis saraf
Lama perawatan :
Seumur hidup
Prognosis :
Tidak bisa sembuh
Suara ngorok
Simtom lain selama tidur antara lain nokturia, gastrooesophageal reflux, keringat
berlebihan, angina pektoris
Gangguan kognitif
SNORING (Ngorok)
Kriteria Diagnosis :
a. Klinis:
suara gaduh / riuh timbul waktu tidur, saat inspirasi
ngorok biasanya timbul secara reguler, jika terputus-putus kemungkinan OSA atau UARS
daytime sleepiness
mengganggu pasangan tidur
b. Laboratorium :
c. Radiologis :
foto X-ray lateral cephalometry, CT scan dan MRI, ini semua untuk menilai bentuk dan
ukuran saluran nafas bagian atas dan level obstruksinya
endoskopi / nasendoskopi, dilakukan dalam keadaan bangun dan tidur
Diferensial Diagnosis:
UARS dan OSA
Tatalaksana :
Tujuannya membuat pasangan tidurnya dapat tidur nyenyak
Sebaiknya pasangan / partner disarankan tidur lebih dahulu dari penderita.
Untuk penderita pemasangan mandibular advancement devices cukup efektif jika
snooring semakin memburuk pada posisi supine
Dilakukan tindakan pada Upper Airway Surgery :
Nasal surgery
Palatal surgery
Tonsilectomy / Adenoidectomy
Linquoplasty
Excision of Obstructif mass dan orthoqnatic surgery
Penyulit : Konsultasi :
Bagian Saraf, THT, Bedah Head and Neck, dan Bedah Gigi dan Mulut
Jenis Pelayanan :
Rawat jalan dan rawat inap bila memerlukan tindakan operasi
Tenaga :
Spesilis Saraf, THT, Bedah Gigi dan Mulut, Paru.
Lama Perawatan :
Jangka panjang
Prognosis :
Ngorok biasa tidak mempunyai efek yang berat
INSOMNIA
INSOMNIA AKUT / TRANSIENT INSOMNIA
Insomnia akut adalah kesulitan tidur yang dialami < 3 minggu, bersifat temporer, dipicu oleh
kecemasan terhadap sesuatu yang diketahui oleh penderita.
Kriteria Diagnosis :
A. Anamnesa :
1. Riwayat kurang tidur, sering terbangun terutama bila ambang emosinya turun.
2. Dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Lingkungan tidur yang kurang nyaman seperti suara-suara keras, cahaya yang
terlalu terang, gerakan dan suara mendengkur dari teman tidurnya.
b. Situasi stress misalnya saat akan menghadapi ujian, memikirkan kondisi kerja
yang tak nyaman, menderita sakit atau nyeri.
c. Higiene tidur yang jelek misalnya : sering minum kopi, alkohol terutama pada
malam hari, pemakaian obat-obat stimulant
d. Sering kumat-kumatan
B. Pemeriksaan fisik biasanya normal, status psikiatri biasanya cemas / depresi.
Diagnosis Banding
1. Insomnia sekunder oleh karena gangguan psikiatrik.
2. Insomnia sekunder oleh karena faktor organik
3. Insomnia primer
Penatalaksanaan
1. Perbaikan gaya hidup
2. Perubahan hygiene tidur yang optimal
Misalnya : menghindari minum kopi dan alkohol
menghindari obat-obat stimulan
menghindari pemakaian diuretik malam hari
3. Terapi penyebab yang mendasari
4. Insomnia yang lebih dari beberapa hari dapat di obati dengan obat hipnotik sesuai
indikasi:
a. DIS (Difficulty in Initiating Sleep)
Terapi :
- Triazolam
- Zolpidem
- Flunitrazepam
- Zopiclon
- Zoliplon
b. DMS (Difficulty in Monitoring Sleep)
Terapi :
- Temazepam
- Zolpidem
- Lormetazepam
- Zopiclon
- Oxazepam
c. EWM (Early Morning Awakening)
Terapi :
- Temazepam
- Flunazepam
- Lormetazepam
- Nitrazepam
d. EWM + Anxiety
Terapi:
- Nitrazepam
- Clorazepate
- Diazepam
- Oxazepam
- Clonazepam
Penyulit :
Insomnia kronis
Konsultasi :
Bagian Saraf dan Psikiatri
Lama Perawatan :
Berlangsung sebentar
Prognosis :
Biasanya berlangsung tidak lama tapi bila berulang-ulang dapat menyebabkan insomnia kronis
(insomnia kondisional)
ALGORITMA PENATALAKSANAAN
First line
Treatment
If Insomnia persist
Revised of Diagnosis
If Insomnia persist
Effective
Psychotherapy
Ineffective
Behavioral
therapy
Light or melatonin
therapy
Chrono therapy
Short term
hypnotic
GANGGUAN DEPRESI
Kriteria Diagnosis :
a. Anamnesa
: Kesulitan tidur terjadi pada awal stadium depresi, terutama pada awal
tidur, sering terbangun malam hari, bangun terlalu dini, mimpi buruk,
nyenyak berlangsung hampir tiap hari.
b.
c.
Polysomnografi:
Pada pubertas
Pada dewasa muda
Pada Usia Lanjut
TST
Awakening
EWM (+)
Sleep Latency
: Normal
: Abnormal
:
1 & 2 NREM Sleep
3 & 4 N REM Sleep
REM Sleep Latency
REM Sleep , Daytime nap +
Diagnosis Banding :
Demensia
Tatataksana :
A. Medikamentosa
Anti depressant Trisiklik
SSRIs
MAOIs
B.
Tindakan
Light therapy
Penyulit :
Percobaan bunuh diri
Konsultasi :
Bagian Kesehatan Jiwa
Jenis Pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Spesialis Saraf dan Spesialis Kesehatan Jiwa
Lama Perawatan :
Bervariasi
Prognosis :
Baik
INSOMNIA PRIMER
PSYCHOPHYSIOLOGICAL INSOMNIA (CONDITIONED INSOMNIA)
Kriteria Diagnosis :
a. Anamnesa :
Kesulitan mengawali tidur yang terjadi karena perasaan khawatir tidak bisa tidur
Penderita berusaha menekan kekhawatiran tersebut
Sulit tidur nyenyak sepanjang hari
Mudah capai, lemas, gangguan memori, gangguan konsentrasi
Gangguan tidur berlangsung lama dan membaik saat liburan
b.
Pemeriksaan Fisik :
Tension headache & dizziness
c.
Polysomnografi :
TST
SL
1 & 2 REM
Alpha intrusion (+)
Awakening
Multiple sleep latency : Normal
Diagnosis Banding :
1. Gangguan psikiatrik
2. Circadian rhytm disorders
3. Poor Sleep hygiene
4. Anxiety states
5. Chronic Fatigue syndrome
6. Fibromyalgia
Tatalaksana :
Hypnotic therapy
Relaksasi
Restriksi tidur
Kontrol rangsangan
Penyulit :
Insomnia kronis
Konsultasi :
Bagian neurologi dan psikiatri
Jenis pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Spesialis saraf dan jiwa
Lama Perawatan :
Bervariasi
Prognosis :
Baik
Pembatasan gerak
Cognitive therapy
Penyulit :
Insomnia kronik
Konsultasi :
Bagian saraf dan Psikiatri
Jenis Pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Spesialis Saraf dan Psikiatri
Lama Perawatan :
Bervariasi
Prognosis :
Kurang baik
Polysomnography
Delapan puluh persen mempunyai PLMS yaitu dorsofleksi ibu jari kaki dan kadang-kadang
fleksi lutut dan panggul yang ritmik (tiap 15-30 detik).
c.
Laboratorium
Level ferritin menurun (normal > 40 mg / L)
PARASOMNIA
Adalah gejala motorik atau pengalaman sensorik yang abnormal dan komplek yang muncul
waktu tidur
Lebih sering terjadi pada anak-anak (5-15%) dari pada dewasa (1%)
Biasanya jinak tapi kadang-kadang disertai luka trauma, rasa malu atau aspek legal.
Laboratorium :
Pada anak
: tidak diperlukan karena biasanya jinak dan terbatas waktunya.
Pada dewasa : onset baru dan serangan berulang, membutuhkan evaluasi klinis dan
Polysomnography
Pemeriksaan Polysomnography ditemukan bangun singkat dari stadium 3-4 NREM pada saat
terjadinya sleep terror (biasanya pada 1-4 jam awal tidur), tetapi tidak mencatat kejadian
parasomnianya, karena itu rekaman video saat kejadian sangat penting.
c.
Radiologis :
Tidak diperlukan
d.
Gold Standard :
Tidak ada
e.
Patologi Anatomi :
Tidak diperlukan
Diagnosis banding
1. Confusional arousal
2. Sleep walking
3. Sleep talking
4. Epilepsi
5. Episodic Nocturnal wandering
6. REM Sleep behaviour disorder
7. Nightmares
8. Nocturnal Panic Attacks
9. Post Traumatic Stress disorder
Tatalaksana
1. Perawatan umum
1.a. Reassurance dan penjelasan tentang penyakitnya. Hal ini cukup bila serangannya
2.
Medikamentosa
2.1. Benzodiazepin (lorazepam 1-3 mg, clonazepam 0,5-2 mg, triazolam 0,125-0,25 mg
sebelum tidur) di indikasikan pada penderita dewasa bila sering terjadi serangan dan
disertai akibat yang membahayakan.
2.2. Beta blockers seperti propanolol untuk mengurangi gejala-gejala autonom.
Penyulit
1. Gangguan tidur dan anxietas pada orangtuanya
2. Rasa malu untuk anak-anak
3. Dapat menyebabkan cedera pada anak-anak atau orang lain.
Konsultasi :
Bagian Saraf dan Jiwa
Jenis Pelayanan :
Pelayanan rawat jalan.
Tenaga :
Spesialis Saraf dan Jiwa
Lama Perawatan :
Bervariasi, biasanya menghilang sesudah dewasa.
Prognosis :
1. Pada anak-anak biasanya intermiten, jinak, dan terbatas waktunya (terbanyak 4 - 12 tahun)
2. Kejadian pada dewasa kadang-kadang dapat menyebabkan tingkah laku seksual dan tindak
kekerasan atau terluka.
Biasanya terjadi pada 1/3 pertama waktu tidur (NREM stadium 3-4)
Penderita bangun duduk di tempat tidur, membuka mata, membuka selimut, bergerak
berputar seperti bertujuan, dan berusaha meninggalkan tempat tidur
Anak dapat berjalan ke kamar tidur orang tua dan memberikan respon sederhana
terhadap pertanyaan dan perintah. Kadang-kadang kencing.
Penderita mencoba berpakaian, kemudian berjalan mengelilingi tempat tidur tapi menolak
rintangan. Mengucapkan beberapa kata, dapat naik tangga, memakai alat-alat dapur dan
berusaha menyiapkan makanan.
Membuka pintu depan rumah, berjalan beberapa jauh, dan bahkan mengendarai mobil.
Kecelakaan dapat terjadi akibat jatuh dari tangga, jendela, atau sesudah bejalan di luar
rumah. Penderita biasanya mau di ajak kembali ke tempat tidur tanpa perlawanan.
Tidak ada mimpi, tidak ingat apa yang terjadi dan sesudahnya segera tidur lagi.
2.
Laboratoris:
3.
Radiologis
Tidak ada kelainan
4.
Gold Standar
Polysomnography :
Tampak gelombang delta voltase tinggi pada stage 1 dan 2 NREM selama beberapa detik
sebelum terjadinya sleep walking tanpa ada gambaran klinis epilepsy. Sering terbangun
langsung dari stadium 1-2 NREM disertai sleep walking. Atau dapat juga tanpa sleep walking.
Rekaman video dapat menunjukkan pola aktivitas serangan
5.
Patologi Anatomi :
Normal
Diagnosis Banding
1. Sleep terrors
2. Epilepsi
3. Episodic nocturnal wandering
4. Malingering
5. REM sleep behaviour disorder
6. Psychogenic fugues
7. Confusional arousal
Tatalaksana
1. Medikamentosa
1.1 Benzodiazepin (klonazepam 0,25 - 2 mg, atau diazepam)
1.2 Antidepresan kadang-kadang bermanfaat
2.
Non Medikamentosa
2.1. Hygiene tidur
2.2. Pengurangan stress dan pembatasan tidur.
2.3. Dibangunkan secara terjadwal 15-30 menit sebelum waktu biasanya terjadi sleep
walking.
2.4. Proteksi lingkungan seperti tutup dan kunci jendela, tutup tangga, pasang bel pada pintu
kamar tidur, singkirkan benda-benda tajam dan mudah pecah.
Konsultasi :
Bagian Saraf dan Jiwa
Jenis Pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Spesialis Saraf dan Jiwa
Lama perawatan :
Bervariasi
Prognosis :
1. Kemungkinan bisa membaik sangat besar
2. Mengganggu prestasi belajar
3. Pada orang dewasa dilaporkan mempunyai resiko gangguan psikiatri, gangguan tidur lainnya
Usia biasanya > 50 tahun, laki-laki lebih banyak daripada wanita, kadang-kadang
ditemukan riwayat keluarga
Terjadinya 1/3 awal tidur pada stadium REM, biasanya 30 menit setelah onset tidur dan
dapat berulang setiap interval 10 menit.
Penderita menolak dikendalikan dan bisa marah dan melakukan tindak kekerasan tetapi
tidak sampai pada tindakan seksual.
Mimpi dapat diingat kembali tetapi gerakan dan tingkah laku abnormal tidak diingat.
Penyebabnya:
Tidak diketahui (40% kasus)
Intoksikasi obat akut (alkohol) atau penghentian mendadak obat supresan tidur fase
REM seperti amphetamine dan cocain, anti-cholinergic, MAO inhibitor, antidepressant tricyclic, SSRI, dan terutoma venlafoxine
Parkinson : 1/3 kasus parkinson didahului RBD 10 - 15 tahun sebelumnya.
Multiple system atrophy : 90% disertai RBD
Lewy body disease : 1/4 kasus disertai RBD
Alzheimer's disease : kadang-kadang disertai RBD
Narkolepsi sering disertai RBD
OSA berat
Periodic limb movements pada fase tidur N-REM
b.
Laboratorium:
Hasil PSG menunjukkan kerangka tidur normal kecuali adanya peningkatan durasi dan
densitas tidur REM dan sedikit pemanjangan stadium 3 - 4 N-REM, tonus otot tetap ada,
periodic limb movements dapat terlihat pada tidur REM maupun N-REM
c.
Radiologis :
MRI atau CT scan diperlukan untuk mencari penyebab terutama kerusakan di batang otak
d.
Golden Standard :
PSG, MRI atau CT scan
e.
Patologi Anatomi
Differential Diagnosis
1. Nightmare
2. Confusional arousals
3. Sleep terrors
4. Sleep walking
5. Post-traumatic stress disorders
6. Epilepsi terutama epilepsi lobus temporalis
7. Episodic nocturnal wanderings
8. Bangun mendadak dari tidur REM pada OSA
9. Serangan panik
10. Malingering
Tatalaksana
a. Non Medikamentosa
Penyulit :
Dapat menyebabkan tindak kekerasan dan luka
Konsultasi :
Bagian Neurologi
Jenis pelayanan :
Rawat jalan
Tenaga :
Dokter Spesialis Saraf / Spesialis Saraf konsultan sleep disorder
Lama Perawatan :
Untuk mengikuti perkembangan : kontrol secara berkala seumur hidup
Prognosis
Penyakit seumur hidup, sulit disembuhkan
Dapat menjadi petanda akan timbulnya penyakit parkinson 4 - 10 tahuh sebelumnya
IV. NIGHTMARE
Kriteria Diagnosis :
a. Klinis
Biasanya onset terjadi pada usia balita usia 3 - 6 tahun, laki-laki dan wanita sama, tetapi
pada usia dewasa wanita lebih sering, terjadi pada 1/3 akhir malam
Isi mimpi panjang dan komplek serta menakutkan dan menyebabkan kecemasan serta
ketakutan hebat sewaktu akan bangun tidur. Mimpi dapat diingat kembali dengan baik,
dan sering sulit tidur kembali.
Jarang terjadi gerakan motorik dan tingkah laku kecuali sesudah bangun.
Penyebabnya:
pembatasan tidur yang menyebabkan rebound tidur REM
narkolepsi
RBD
Schizoprenia
Anxietas
Obat-obatan seperti L-dopa, beta blocker
Penghentian obat mendadak seperti anti depresan, alkohol
b.
Laboratorium : -
c.
Radiologis : -
d.
Golden Standard :
PSG jarang dibutuhkan, dapat menunjukkan peningkatan densitas REM 10 menit sebelum
terbangun dari nightmare
e.
Patologi anatomi: -
Differential Diagnosis
RBD
Narkolepsi
Sleep terror
Tatalaksana
a. Non medikamentosa :
Medikamentosa : jarang diperlukan, bila menetap dengan cara-cara diatas dapat diberikan
obat supresi tidur REM seperti tricyclic anti depresan
Penyulit :
CEREBRAL PALSY (C P)
KRITERIA DIAGNOSTIK
CP adalah keadaan pada anak dengan kelainan motorik dini yang disebabkan suatu cacat otak
atau kerusakan otak non progresif pada usia muda. Ditandai dengan paresis, gerakan involunter
atau gangguan koordinasi.
Pemeriksaan Penunjang
Tes psikologik : Profil tes psikometrik mencari mental retardasi, learning disability & ADHD
EEG mencari epilepsi
CT scan / MRI kepala : mencari lesi
Pemeriksaan mata
: mencari strabismus, gangguan refraksi, gangguan lapang pandang dan
buta sentral
Pemeriksaan THT
: mencari tuli sentral
Pemeriksaan Ortopedi : mencari kontraktur sendi, skoliosis, small stotur, subluksasi sendi
DIAGNOSIS BANDING
Neuromuskuler :
Spinal muscle artrophy
Distrofia muskuler
Degeneratif :
Friedriech's ataxia
Penyakit Chorea Huntington masa anak
Metabolik :
Penyakit Wilson
Kelainan Tulang & Sendi :
Arthero gryphosis multiplex kongenital
Penyakit gangguan gerak involunter :
Sindrom Tourette
Chorea Sydenham
Spasmus nutans
Penyakit metabolik
Tumor atau AVM medulla spinalis
Spinal dystrophia
TATALAKSANA
Terapi Farmaka
JENIS PELAYANAN
Rawat jalan
Tidak perlu perawatan, kecuali bila timbul komplikasi status konvulsivus dan aspirasi pneumonia
atau gangguan traktus respiratorius.
TENAGA
Psikolog, Dokter spesialis saraf, spesialis anak, terapis
PROGNOSIS
Tipe tetraplegi : ad vitam & ad functionam : ad malam
Tipe hemiparesis atau diparesis ringan
: ad bonam
Bila ada retardasi mental, epilepsi, gangguan lihat / dengar : prognosis kurang baik
MENINGITIS
Adalah salah satu infeksi pada susunan saraf pusat yang berat dan dapat menimbulkan gejala sisa
yang permanen. Penyebab infeksi adalah bakteri, virus atau organisme yang lain.
Merupakan salah satu komplikasi dari penyakit tuberkulosis, mempunyai morbiditas dan mortalitas
yang tinggi dengan prognosis yang buruk.
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala klasik adalah panas badan, nyeri kepala, kaku kuduk. Pada anak usia muda (< 2 tahun)
gejala ini sulit terlihat. Pada anak yang lebih tua gejala seperti panas badan, nyeri kepala, kaku
kuduk atau nyeri pada leher, penurunan kesadaran, muntah, defisit neurologi fokal, kejang. Pada
meningitis yang disebabkan oleh bakteri gejala ini berlangsung sangat cepat dan dapat terjadi
perburukan dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
Pemeriksaan Fisik Umum dan Neurologis :
Penurunan kesadaran, febris.
Kaku kuduk, defisit neurologi fokal
Radiologi :
Foto toraks CT scan dengan kontras : terdapat penyangatan di daerah basal
Laboratorium :
LED, PPD 5 TU
Pemeriksaan pungsi lumbal
Hasil Pemeriksaan LCS
Sel
Predominan lekosit
Protein
Glukosa LCS : serum
Bakteri
500 - 10.000
PMN
meningkat
menurun
Virus
> 6 - 500
Limfosit
normal - sedikit meningkat
Normal
TBC
> 6 - 1000
Limfosit
meningkat
menurun
1 - 3 bulan
3 bulan - 18 tahun
Penyebab tersering
E.coli, grup B streptokokus,
L. monocytogenes
E. coli, group B
streptococcus,
L. monosytogenes,
H. influenza tipe b,
S. pneumonia
H. influenza, N
meningitidis, L.
monosytogenes, S. pneumonia
Terapi inisial
Ampisilin +
Sefotaksim / seftazidim
atau ampisilin +
aminoglikosida
Ampisilin +
sefotaksim/seftriakson
Sefotaksim / seftriakson
atau ampisilin +
kloramfenikol
Penisilin G atau
Interval (jam)
4
6
6
6-8
12 - 24
8
6
8
8
6
Suportif
Monitoring tanda vital
Evaluasi status neurologi setiap hari
Monitoring intake dan output, elektrolit
Pengukuran lingkar kepala
Antikonvulsan bila ada kejang
Nutrisi yang baik
Deksametason diberikan pada anak usia > 2 bulan dengan dosis 0,15 mg / kgBB / kali 15
menit sebelum atau bersamaan dengan antibiotika selama 4 hari. Pemberian kortikosteroid
ditunda bila terdapat tanda perdarahan atau bila kemungkinan meningitis TBC belum dapat
disingkirkan.
MENINGITIS TBC
Medikamentosa
Obat
INH
Rifampisisn
Pirazinamid
Streptomisin
Prednison
Lama pengobatan
12 bulan
12 bulan
2 bulan
1 - 3 bulan
4 - 8 minggu, tap off 2 - 4 minggu
PENYULIT
Meningitis bakterialis : Oedem otak, hidrosefalus, SIADH
Meningitis TBC : Oedem otak, hidrosefalus, SIADH, arteritis, penjeratan saraf otak.
KONSULTASI
Bedah saraf, I.K Anak
JENIS PELAYANAN
Rawat inap
TENAGA
Paramedis, perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf
LAMA PERAWATAN
Tergantung klinis pasien
TICS
KRITERIA DIAGNOSIS
Gerakan involunter sederhana berupa kedipan mata, menyeringai, menjulurkan lidah, gerakan
kepala, gerakan jari kaki, gerakan wajah (twitching), gerakan leher, gerakan mengangkat bahu,
batuk, suara mendengkur, sedangkan gerakan yang kompleks dapat berupa gerakan menggosok,
melompat, berjongkok, menciumi objek atau bagian tubuh, copropraxia dan echopraxia, berkatakata, atau gerakan berurutan yang stereotipik yang bertambah saat anak stres. Keluhan ini
menetap atau menurun bahkan dapat menghilang. Biasanya berhubungan dengan gangguan
kompulsif dan ADD.
Sedangkan sindroma Tourette's bila memenuhi kriteria :
Multipel motor tics (beberapa jenis gerakan anggota badan, batang tubuh, atau wajah).
Paling sedikit terdapat satu vokal tic, meliputi beberapa suara kecuali batuk dan sniffing
Non farmakologi
Situasi kelas / lingkungan sekolah yang tidak menimbulkan stress
Terapi behaviour
Farmakologi
Prinsip terapi :
1. Mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan secara bertahap
2. Evaluasi efektifitas obat dan efek samping yang terjadi
3. Gunakan monoterapi
4. Gunakan Tier 1 terutama pada tics yang ringan
5. Pemeriksaan EKG sebelum menggunakan obat Tier 2
6. Turunkan dosis obat secara bertahap
Tier 1 :
Klonidin dosis permulaan 0,05 mg, dapat ditingkatkan menjadi 2 x 0.05 mg. Dosis dapat
ditingkatkan setiap 5 - 7 hari dan dapat diberikan sampai 0,1 - 0,4 mg / hari.
Guanfasin dosis permulaan 0,5 mg malam hari dan dapat ditingkatkan secara bertahap
sampai 3 mg / hari dibagi dalam dua dosis.
Klonazepam digunakan sebagai terapi ajuvan pada pasien dengan kecemasan. Efek
samping berupa mengantuk, dizziness, fatigue.
Tier 2 :
Apabila pengobatan pertama dengan Tier 1 tidak berhasil dapat diberikan neuroleptik yang klasik
maupun neuroleptik yang atipik. Neurileptik klasik :
Pimozid 2 - 6 mg / hari, mulai dengan dosis 0,5 - 1 mg / hari sebelum tidur, dinaikkan
secara bertahap.
Flufenazin 2 - 4 mg / hari, mulai dengan dosis 1 mg / hari sebelum tidur, dinaikkan secara
bertahap.
Haloperidol 1 - 5 mg / hari, mulai dengan dosis 0,5 mg / hari, dinaikkan secara bertahap.
Neuroleptik yang atipik
Risperidon maksimal 3 mg / hari dibagi dalam dua dosis, mulai dengan 0,5 mg / hari,
malam hari.
Olanzapin 5 - 10 mg / hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 2,5 mg sebelum tidur.
Obat lain :
Elektrolit termasuk Ca
LED
Antibodi antikardiolipin
Antinuclear antibody
TSH
Skrining toksikologi
MRI kepala
PENATALAKSANAAN
Terapi bila memungkinkan ditujukan pada kelainan yang mendasarinya Untuk gejala kliniknya
hanya sebagai simtomatik saja. Mekanisme obat yang dipakai bertujuan untuk mengkoreksi
gangguan neurotransmiter seperti meningkatkan GABA dan acetylcholine dan atau menurunkan
reseptor dopamin
DISTONIA
KRITERIA DIAGNOSIS
Kontraksi simultan otot agonis dan antagonis yang transien sehingga postur tubuh menjadi tidak
biasa. Bila kontraksi otot agonis dan antagonis seimbang maka gerakan tidak tampak, hanya
berupa ketegangan otot. Gerakan biasanya perlahan, mengenai satu bagian tubuh, sampai
maksimal kemudian bertahan selama satu menit atau lebih, kadang-kadang bisa lebih cepat.
Manifestasi distonia yang sering adalah spasmodik torticollis, spasmodik retrocollis, inversi
intermitten sehingga postur menjadi equinovarus, otot-otot lidah, b(epharospasm, writer's cramp
dystonia, spasi dysphonia.
DIAGNOSA BANDING
Kelainan kongenital dan
perkembangan
Kelainan degeneratif dan penyebab
tak diketahui
Reaksi obat
Psychogenic
Gangguan tidur
PENATALAKSANAAN
Distonia primer :
Triheksyphenidyl :
Dosis 6-60 mgl/hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 0,5 mg / hari pada anak 4 tahun
sedangkan anak yang lebih besar dapat dimutai dengan dosis 1 mg / hari matam hari dan
dinaikkan 1 mg setiap 1 minggu.
Carbidopa / levodopa :
Dosis 4-5 mg / kgBB / hari dalam dosis terbagi, mulai dengan 1 mg / kgBB / hari
Baclofen :
Dosis 10-60 mg / hari dalam dosis terbagi, mulai dari 5 mg malam hari.
BOTOX
Distonia sekunder :
Reserpin 20 g / kg, dinaikkan bertahap sampai 0,25 mg / hari dibagi dalam dua dosis
Difenhidramin 1-1,25 mg / kgBB IM atau IV (maks 50 mg), kemudian dilanjutkan dengan 1-1,25
mg / kg PO (maks 50 mg) setiap 6-8 jam selama 1-3 hari .
TUMOR OTAK
Tumor otak pada anak berbeda dengan tumor otak pada orang dewasa dalam tipe set yang
terlibat maupun terapinya.
KRITERIA DIAGNOSIS
Klinis : Gejala sering berhubungan dengan adanya tekanan tinggi intrakranial yaitu nyeri kepala,
muntah (pagi hari), mual, perubahan kepribadian, iritabel, penurunan kesadaran, penurunan fungsi
jantung dan pernafasan.
Menurut lokasi :
Tumor serebri : kejang, gangguan visus, disartria, hemiparesis disertai parese saraf otak,
TTIK, perubahan kepribadian, penurunan kesadaran.
Tumor di batang otak : kejang, gangguan endokrin, perubahan visus atau penglihatan ganda,
nyeri kepala, parese saraf otak dan hemiparese motorik, perubahan pernafasan, TTIK.
Tumor di serebelum : TTIK, muntah (pagi hari tanpa mual), nyeri kepala, gangguan koordinasi,
gangguan berjalan (ataksia).
Gejala-gejala ini dapat bercampur.
Pemeriksaan neurologis
Penurunan kesadaran, parese saraf otak, hemiparese motorik, gangguan koordinasi, ataksia,
refleks fisiologi meningkat, refleks patologis positif.
Radiologi :
CT scan dengan kontras, MRI
Laboratorium :
Biopsi tumor
Gold Standard :
CT scan kepala dengan kontras, biopsi
Patologi Anatomi :
Menentukan jenis tumor
DIAGNOSIS BANDING
Abses otak
Tuberkuloma di otak
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa : steroid untuk edem otak (loading : deksametason 1-2 mg / kgBB sampai 10
mg, kemudian 1-1,5 mg / kgBB / hari, maksimum 16 mg / hari dibagi dalam 4 dosis)
Tindakan :
Operasi
VP shunt
Radiasi
PENYULIT
Kejang, hidrosefalus
KONSULTASI
Bedah syaraf, Radiologi, Patologi Anatomi, Rehabilitasi medis
JENIS PELAYANAN
Rawat inap RS
TENAGA
Standar Prosedur
Operasional
DAFTAR ISI
Hal
1.
Elektroensefalografi ...................................................................................................
2.
Elektromiografi ...........................................................................................................
3.
4.
Mielografi .................................................................................................................
5.
6.
7.
Neurorestorasi ............................................................................................................
8.
Neuropsikologi ...........................................................................................................
9.
ELEKTROENSEFALOGRAFI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
TUJUAN
KEBIJAKAN
INDIKASI
:
1. Pasien dengan kemungkinan epilepsi
2. Pasien yang diduga menderita kejang
3. Pasien dengan penurunan kesadaran / koma
4. Mengevaluasi efek serebral pada penyakit metabolik sistemik
5. Mengevaluasi tidur (sleep study)
6. Memonitor aktifitas serebal pada pasien dalam narkose umum
KONTRA INDIKASI : Tidak ada
PERSIAPAN ALAT :
1. Mesin EEG (untuk mesin digital, minimal dengan 24 channel)
2. Kertas perekam bergaris untuk mesin analog
3. Elektroda
4. Scrubbing gel
5. Elektroda paste
6. EKG gel
7. Kapas alkohol
8. Alat pengukur kepala (meteran dari kain / plastik dengan lebar < 1 cm)
9. Pinsil penanda khusus untuk kulit.
ELEKTROENSEFALOGRAFI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PESIAPAN PENDERITA :
1.
Penderita dan keluarga penderita diberi penjelasan tentang maksud pemeriksaan.
2.
Penderita datang dalam keadaan kulit kepala bersih (rambut sudah dicuci pagi harinya dan
jangan diolesi minyak rambut).
3.
Penderita anak-anak yang tidak kooperatif mendapat Chlorpromazine 1 mg / kg BB peroral
minimal 1 mg / kg BB / IM atau peroral.
PROSEDUR :
1.
Memberitahu pasien mengenai apa yang akan dilakukan, dan juga memberi pengertian
bahwa rekaman ini adalah untuk merekam aktifitas listrik otak.
2.
Minta pasien agar kooperatif dan menuruti permintaan teknisi saat rekaman agar
menghasilkan rekaman yang baik.
3.
Terangkan pada pasien aktivasi apa saja yang akan dilakukan selama rekaman (aktivasi
standar : membuka dan menutup mata, hiperventilasi, stimulasi fotik, mental aktivasi, tidur).
4.
Tanyakan mengenai bentuk kejang / aura yang mendahului kejang, minta pasien untuk
memberi tahu bila sensasi ini timbul pada saat direkam.
5.
Ajarkan pasien melakukan HV dengan baik (pada anak dapat dipakai simulasi dengan
meniup kertas).
6.
Mengukur kepala pasien menggunakan sistim 10 - 20.
7.
Bersihkan kepala dengan scrubbing gel atau alkohol.
8.
Posisi pasien dapat duduk / berbaring (anak dapat dipangku orang tuanya).
9.
Lama rekaman minimal 20 - 30 menit.
10. Buat suasana agar pasien merasa tenang dan tidak tegang.
11. Rekaman dilakukan dengan pasien menutup mata (pasien hanya boleh membuka mata bila
teknisi meminta untuk membuka mata).
12. Untuk EEG analog' lakukan kalibrasi sebelum mulai perekaman, dapat dipilih beberapa
montage yang dapat mewakili semua area di kepala, perlu dilakukan perekaman pada
referential dan bipolar montage. Aktivasi pada pasien hanya dilakukan pada bipolar
longitudinal montage.
13. Mulai dan akhiri rekaman pada saat pasien dalam keadaan tenang/ rekaman dalam keadaan
baik.
14. Teknisi diminta untuk mencatat hal-hal yang terjadi pada saat melakukan rekaman (memberi
anotasi)
15. Bila pasien kejang pada saat rekaman, teknisi wajib menghubungi dokter yang bertanggung
jawab di laboratorium EEG tersebut.
16. Cuci bersih kepala pasien dari pasta setelah selesai merekam.
17. Cuci elektroda dari pasta dengan cara merendam selama 15-30 menit.
KRITERIA TENAGA :
1.
Tehnisi EEG yang terampil mengukur dan trampil menggunakan alat EEG.
2.
Electroencephalographer.
ELEKTROMIOGRAFI (EMG)
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
TUJUAN
KEBIJAKAN
PROSEDUR
:
a. Persiapan Alat EMG :
1. Periksa semua kabel penghubung, dan perhatikan hubungan kabel-kabel dengan mesin
EMG.
2. Ground untuk mesin terpasang dengan baik sebelum mesin dihidupkan.
3. Persiapan elektroda-elektroda. Elektroda jarum harus disterilkan dahulu sebelum
digunakan.
4. Siapkan alat-alat yang digunakan : kapas, alkohol, pasta elektroda, abrasive, pita
pengukur, tinta penanda, plester perekat, buku pencatat, dll.
b.
Persiapan Penderita :
1. Penerangan sejelas-jelasnya kepada penderita tentang prosedur pemeriksaan.
2. Pada tiap penderita sebelum dikerjakan EMG harus diperiksa lebih dahulu.
a. Anamnesis yang cermat tentang riwayat penyakitnya.
b. Pemeriksaan neurologis yang diteliti.
c. Pemeriksaan x-ray foto atau laboratorium (kalau ada).
3. Lepaskan pakaian penderita sehingga otot yang akan diperiksa terlihat dengan jelas.
4. Alat-alat dari logam sebaiknya dilepas (arloji, cincin, dll).
c.
Cara Kerja :
1. Hubungkan kabel daya yang tersedia ke soket sumber arus AC dengan instrumen dan
colokkan kabel ke dalam outlet AC.
2. Tekan tombol ON pada monitor.
3. Tekan tombol MENU untuk memanggil layer menu.
4. Pilihlah menu yang diinginkan dari table menu di bagian atas layer (NCV1 MCV, NCV2
MCV, H-RFLX, F wave)
5. Tekan tombol MONITOR lalu tombol Stim l Sweep.
6. Bersihkan kotoran dan minyak di kulit dengan alkohol, usap dengan tissue / skinpure.
7. Berikan jelly pada elektroda.
8. Eratkan elektroda dengan kulit menggunakan plester / hipafix.
9. Letakkan elektroda referens dan elektroda aktif.
10. Letakkan ground antara elektroda aktif dan etektroda stimulasi.
LUMBAL PUNGSI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
INDIKASI
:
1. Indikasi diagnostik, dengan cara memeriksa :
- Komposisi LCS
- Dinamik LCS
- Bakteriologis
- Neuroradiologis: caudo / myelografi memasukkan zat kontras.
2. Indikasi terapeutik : Pemberian antibiotik, kortikosteroid.
3. Untuk follow up suatu penyakit.
KONTRAINDIKASI :
1. Tekanan intrakkranial meningkat (funduskopi : papiledema(+))
2. Bila diduga ada tumor intrakranial 4 terutama di fossa posterior
3. Kontraindikasi relatif bila ada luka / infeksio di tempat LP
ALAT DAN BAHAN :
1. Jarum LP (Spinal needle) No. 18, 20
2. Kapas lidi beberapa buah
3. Larutan Betadin, alkohol
4. Larutan Nonne dan Pandy (bila ada) dan 2 buah tabung reaksi
5. Botol kecil steril (untuk menampung LCS)
6. Sarung tangan steril
7. Nierbecken
8. Spuit 2,5 cc, aqua steril 25 cc
9. Kasa steril, plester, dan korentang + duk berlubang steril
PROSEDUR :
1. Baringkan miring sisi kiri, bawa sedekat mungkin ke sisi kanan tempat tidur.
2. Posisikan penderita seolah mencium lututnya.
3. Punggung berada pada posisi vertikal.
4. Desinfeksi daerah punggung bawah berpusat di tempat yang telah ditandai sebagai tempat
melakukan LP celah vertebra L3-4 atau ditandai sebagai tempat melakukan LP (celah
vertebra L3-4 atau L4-5) lakukan penusukan jarum spinal mengarah ke umbilicus.
5. Sampai terasa sensasi seperti menembus kertas, cabut mandren, bila LCS keluar periksa
aspek, warna, kecepatan tetesan, lakukan Quickenstedt test dengan menekan kedua vena
jugularis.
6. Ambil tabung Nonne dan Pandy lalu teteskan LCS ke dalamnya dan dinilai, ambil tabung steril
MIELOGRAFI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
TUJUAN
KEBIJAKAN
KONTRAINDIKASI
10.
11.
Dilakukan oleh dokter spesialis / residen dengan bimbingan spesialis dibantu oleh radiolog /
radiografer.
Alat dan obat emergensi harus disiapkan.
MIELOGRAFI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PROSEDUR :
1.
Sebelum pemeriksaan penderita diberi lugol 3 kali 10 tetes selama 3 hari berturut-turut atau
dengan sensitiviti test kontras yang hendak dipakai di test di daerah volar dengan
pengenceran 1 : 10 sebanyak 1 cc.
2.
Bila tidak ada reaksi alergi pemeriksaan myelografi dapat dilakukan.
3.
Setelah penderita, ruangan radiologi dan alat siap, penderita dibaringkan dengan letak
kepala tergantung pada letak lesi (pada lesi tinggi torakal / servikal kepala di ujung meja
yang dapat dimiringkan paling rendah, sebaliknya pada lesi rendah).
4.
Dilakukan LP seperti biasa, jaga sterilitas.
5.
Setelah LP berhasil, likuor dikeluarkan sebanyak berapa banyak kontras yang hendak
dimasukkan kemudian kontras dimasukkan (iopamiro / ultravist / omnipaque) yang telah
disiapkan dibuka.
6.
Masukkan kontras 10 - 20 cc dengan spuit 20 cc (Lumbal 10 cc, torakal 15 cc, servikal 20 cc)
dengan pemompaan terfiksir.
7.
Tarik mandrin dan ditutup dengan kasa steril.
8.
Selanjutnya dilakukan fluoroskopi dan foto sambil mengubah posisi / sudut meja sesuai
keperluan.
9.
Setelah pemeriksaan dilakukan pasien harus berbaring selama 24 jam.
TES PERSPIRASI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
TUJUAN
:
1.
Untuk mengetahui terganggu tidaknya pengeluaran keringat pada lesi susunan saraf
terutama lesi medulla spinalis.
2.
Menetapkan tinggi lesi / batas lesi medulla spinalis ditingkat torakolumbar.
DASAR
BAHAN
:
1.
Alkohol
2.
Jodium tincture : R/ Jodium 2,5 gr
Oleum Ricini 15,0 cc
Alkohol 150,0 cc
3.
Tepung kanji (amylum)
4.
Lidi kapas beberapa batang
5.
Aspirin / asetosal
6.
Selimut / lampu
PROSEDUR
:
1.
Penderita sepatutnya diberitahu dan diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan
dilakukan.
2.
Pagi-pagi + 1/2 - 1 jam sebelum pemeriksaan beri tablet aspirin / asetosal.
3.
Bersihkan kulit penderita, olesi dengan alkohol sepanjang daerah yang diperiksa.
4.
Lalu sapukan larutan jodium sepanjang badan sepasang di ventral dan dorsal.
5.
Setelah kering ditaburkan amylum di sepanjang garis jodium tersebut.
6.
Penderita di exposure dengan panas, misalnya dengan selimut atau lebih baik dengan
lampu agar timbul keringat.
7.
Pada kulit yang berkeringat, jodium akan bereaksi dengan amylum dan menimbulkan warna
biru / ungu.
8.
Baca daerah-daerah yang mengalami perubahan warna amylum dan yang tidak ada
perubahan.
HASIL
:
Normal (terjadi pengeluaran keringat), ada perubahan warna.
Interpretasi = dikaitkan dengan gejala-gejala klinik yang lain.
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
TUJUAN
KEBIJAKAN
PROSEDUR
:
1.
Colokkan kabel listrik alat TCD pada sumber listrik yang tersedia dengan voltase sekitar 220
volt yang memiliki stabilizer (UPS), sistem grounding di bawah 0,5 ohm.
2.
Hidupkan alat TCD dengan menekan tombol ON (POWER) pada hard disk, monitor, printer.
3.
Gerakan kursor ke "Name" lalu ketik nama pasien memakai key board.
4.
Tekan "ENTER"
5.
Ketik nomor register memakai keyboard
6.
Tekan "ENTER"
7.
Klik kursor - atau + tampak gambar satu kotak dengan garis datar di tengah
8.
Tampak pula indikator power, gain, signal, gate, vessel, range, depth, dsb
9.
Atur power ke angka 100, gate 11,8, gain 30, signal 30 range 100 dengan menekan kursor untuk menurunkan ke nilai rendah atau menekan kursor + untuk menaikkan angka-angka
sesuai kebutuhan.
10. Arahkan kursor ke vessel lalu tekan tombol + atau - sehingga akan muncul nama-nama
pembuluh darah secara berturut-turut RMCA, RBIFURC, RACA, RCPA, RPA, RTICA, ROA,
RICA, RVA, LMCA, LBIFURC, LACA, LCPA, LPCA, LTICA, LOA, LVA, disesuaikan dengan
pembuluh darah mana yang akan diperiksa.
11. Berikan penjelasan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan bahwa pemeriksaan ini
tidak berbahaya, tidak sakit, menggunakan gelombang suara, probe ditempelkan di kepala,
kelopak mata, serta leher, hanya perlu kooperatif, tenang agar pemeriksaan berjalan lancar
12. Selama pemeriksaan pasien dapat berbaring terlentang atau duduk, sebaiknya terlentang
agar pasien merasa relaks
13. Pilih probe yang 2 MHz, lalu olesi jelly pada ujungnya
14. Probe yang telah diolesi jelly lalu ditempelkan pada kepala sesuai dengan pembuluh darah
yang akan diperiksa
15. Untuk memeriksa RMCA, RBIFURC, RACA, RPCA probe ditempelkan pada jendela
20.
21.
Untuk memeriksa a.karotis interna probe ditempelkan pada submandibular di bawah angulus
mandibula kanan / kiri
Setiap gambar yang muncul pada saat dilakukan insonansi dapat di save dengan menekan
tombol freez pada kursor
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
Setiap selesai pemeriksaan pada satu jendela insonansi, jelly yang masih menempel pada
kulit kepala pasien langsung dibersihkan dengan tissue.
Pemeriksaan untuk pasien telah dianggap selesai.
Pemeriksa selanjutnya mengatur tampilan dan urutan gambar.
Pada layar monitor muncul angka-angka peak sistole, end diastolic, mean, PI, Rl, depth,
gain, signal, power, nama-nama pembuluh darah, gambaran / pola gelombang.
Setiap halaman pemeriksaan terdiri dari enam gambaran pembuluh darah.
Untuk pindah ke halaman berikut (tiga halaman) arahkan kursor ke "page" lalu tekan + / Setelah selesai dilakukan insonansi, pasien dapat bangun atau meninggalkan tempat
pemeriksaan.
Pasien menunggu hasil pemeriksaan di ruang tunggu.
Bila pada tampilan gambar anak panah penunjuk peak sistole dan end diastolic tidak tepat,
maka kursor diarahkan pada indikator "next" untuk mengatur anak panah vertikal menunjuk
ke peak sistolic menekan - dan ke end diastolic menekan + lalu tekan freez pada kursor,
sehingga keluar nilai dari peak sistolic, end diastolic, mean, PI, RI untuk setiap pembuluh
darah yang diperiksa.
Setiap hasil yang diperoleh disave dengan mengarahkan kursor ke "save" lalu tekan - atau +
Gambar yang diperoleh dapat diatur secara berurut antara setiap pembuluh darah sisi kanan
berpasangan dengan sisi kiri dengan mengarahkan kursor pada format lalu ditekan - atau +
Tampak pada monitor sederetan nama-nama pembuluh darah
Urutan pembuluh darah dapat diatur dengan mengarahkan kursor ke "select" dan "move"
lalu tekan - atau + sesuai dengan urutan yang kita kehendaki
Arahkan kursor ke "note" lalu tekan - atau + sehingga keluar angka-angka/ nilai pemeriksaan
yang kita peroleh, termasuk identitas pemeriksa dan pasien
Ketik umur pasien
Ketik jenis kelamin
Ketik diagnosa klinik
Ketik / buat kesimpulan hasil pemeriksaan
Tekan "home" pada keyboard maka akan terprint hasil pemeriksaan
Arahkan kursor pada "file" lalu klik - atau + , data tersimpan
Arahkan kursor pada "print", hasil pemeriksaan akan terprint bersama dengan gambar
Arahkan kembali kursor pada "option" lalu tekan - atau +
Matikan alat TCD dengan menekan tombol OFF pada layar monitor, hard disk, dan printer
serta UPS
Cabut colokan kabel listrik
NEURORESTORASI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
DASAR
ANAMNESIS
TAMBAHAN
ESESMEN
TERAPI
Status Neurologis
Status fungsional
NEUROPSIKOLOGI
Mini Mental State Examination
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
KONTRAINDIKASI
1.
2.
3.
4.
Gangguan kesadaran
Pendidikan kurang dari 3 tahun
Gangguan indera penglihatan / pendengaran
Afasia berat
KRITERIA TENAGA :
TEMPAT
Klinik
NEUROPSIKOLOGI CDT
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
KONTRAINDIKASI
1.
2.
3.
4.
Gangguan kesadaran
Pendidikan kurang dari 3 tahun
Gangguan indera penglihatan/ pendengaran
Afasia berat
KRITERIA TENAGA :
TEMPAT
Klinik
NEUROPSIKOLOGI FAQ
SOP
Terbit :
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
KONTRAINDIKASI
KRITERIA TENAGA :
TEMPAT
Klinik
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
NEUROPSIKOLOGI
Global Deppression Scale
SOP
Terbit :
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
KONTRAINDIKASI
Gangguan kesadaran
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
TEMPAT
Klinik
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
NEUROPSIKOLOGI
Neuro Psychiatric Inventory
SOP
Terbit :
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
KONTRAINDIKASI
1.
2.
Gangguan kesadaran
Tidak tersedianya pengasuh
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
TEMPAT
Klinik
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
NEUROPSIKOLOGI ADL
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
KONTRAINDIKASI
Gangguan kesadaran
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
TEMPAT
Klinik
NEUROPSIKOLOGI IADL
SOP
Terbit :
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
KONTRAINDIKASI
Gangguan kesadaran
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
TEMPAT
Klinik
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
NEUROPSIKOLOGI
Trial Making Tes A dan B
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
KONTRAINDIKASI
1.
2.
Gangguan kesadaran
Kelemahan tangan dominan
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
TEMPAT
Klinik
NEUROPSIKOLOGI
Clinical Dementia Rating
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI / GUNA
KONTRAINDIKASI
1.
2.
Gangguan kesadaran
Kelemahan tangan dominan
Wawancara
KRITERIA TENAGA :
Medis terlatih
TEMPAT
Klinik
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI
:
1.
2.
3.
Distonia Lokal
Blefarospasme
Distonia laringeal
Writer's cramp
Distonia lain
Gerakan Involunter lain
Tremor
Mioklonik Palatal
Hemifasial spasme
Tick
Lain-lain
Spastisitas
Back spasm
Spastic bladder
Akalasia
Pelvirectal spasm
Hiperhidrosis
Kosmetik
KONTRA INDIKASI :
1.
2.
3.
Pemakaian lama
Hati-hati pada:
Myasthenia Gravis
Sindrome Labert-Eaton
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
PERSIAPAN
4.
5.
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
Jumlah pelarut
yang ditambahkan
1 cc
2 cc
4 cc
8 cc
unit BOTOX
per 0,1 cc
10 u
5u
2,5 u
1,25 u
TEKNIK TINDAKAN :
1.
2.
3.
4.
TEMPAT
KOMPLIKASI
1.
2.
3.
POLISOMNOGRAFI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
OVERVIEW
INDIKASI
KONTRAINDIKASI
Tidak ada
Laboratorium Sleep
Alat polisomnografi
POLISOMNOGRAFI
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
KRITERIA TENAGA :
TEMPAT
Teknisi Polisomnografi
Spesialis Saraf
Spesialis Saraf Konsultan Sleep Disorder
INTUBASI ENDOTRAKEAL
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
INDIKASI
:
1.
2.
3.
KONTRAINDIKASI
Tidak ada
BAHAN
TEKNIK
Persiapan :
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
1.
2.
3.
CARA KERJA
mesin
:
1.
4.
INTUBASI ENDOTRAKEAL
SOP
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Buka mulut dengan teknik posisi silang jari-jari tangan kanan (crossfinger) yaitu jempol tangan kanan diletakkan pada ujung gigi depan
bawah dan jari telunjuk pada ujung gigi depan atas. Mulut dibuka
dengan menggerakkan jari-jari tangan seperti gerakan menggunting
(reverse scissor) dan selanjutnya laringoskop dimasukkan ke dalam
mulut pasien.
Dorong laringoskop, ujung blade menyusuri bagian sisi kanan mulut
sampai mencapai pangkal lidah.
Geser lidah ke arah kiri, pengontrolan posisi lidah ini adalah kunci
visualisasi laring.
Dorong blade lebih dalam ke posisi yang diinginkan, pada blade
yang lurus ditempatkan di bawah epiglotis, sedangkan bila memakai
blade lengkung ditempatkan di atas epiglotis.
Traksi hendaklah mengikuti aksis panjang tangkai laringoskop
dengan cara laringoskop mengangkat lidah menjauhi laring. Pada
dasarnya hindari kontak blade laringoskop dengan gigi atas.
Pastikan terlihat plika vokalis dan terbukanya glotis.
Apabila plika vokalis dan glotis tidak terlihat, mintalah asisten untuk
melakukan penekanan kartilago tiroid menggunakan jari jempol dan
telunjuk dengan gerakan sebagai berikut : menekan ke arah
vertebra servikal (backward) kemudian ke arah laring superior
(upward) dan geser 2 cm ke arah kanan pasien (rightward).
Masukkan pipa endotrakeal dengan gentel melewati celah plika
vokalis, tahan pipa / stilet dengan tangan kanan.
Dengan hati-hati keluarkan stilet dan laringoskop. Operator tetap
mempertahan posisi pipa endotrakeal; biasanya pada laki-laki
dewasa posisi 23 cm dan pada wanita 21 cm (posisi di depan gigi).
Kembangkan balon fiksasi (cuff).
Pastikan pipa dalam posisi tepat, dengan cara :
a. Inspeksi dan auskultasi dinding dada simetris kanan-kiri.
b. Menggunakan monitor atau detektor CO2 kwalitatif atau
dengan bantuan alat detektor esofagus.
c. Adanya pengembunan pada pipa endotrakeal selama ekspirasi.
d. Adanya suara nafas melewati pipa endotrakeal bila pasien
bernafas spontan.
e. Rontgen thoraks (ujung tube berada 2-3 cm di atas karina)
Stabilisasi pipa endotrakeal dengan plester atau menggunakan alat
khusus penstabil pipa endotrakeal.
KRITERIA TENAGA :
Dokter atau petugas kesehatan lain yang terlatih.
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
Pengertian :
Mati batang otak adalah suatu keadaan yang ditandai oleh menghilangnya fungsi batang otak
berupa :
1. Tidak terdapat sikap tubuh yang abnormal (dekortikasi atau deserebrasi ).
2. Tidak teradapat sentakan epileptik.
3. Tidak terdapat refleks-refleks batang otak.
4. Tidak terdapat nafas spontan.
Syarat Pengujian MBO
1. Diyakini bahwa telah terdapat prakondisi tertentu yaitu koma dan apneu karena
kerusakan otak struktural yang tak dapat diperbaiki lagi, dengan kemungkinan MBO
2. Menyingkirkan penyebab koma dan henti nafas yang reversibel (obat-obatan,
intoksikasi, gangguan metabolik dan hipotermia)
Prosedur Pengujian MBO
Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti nafas yang menetap yaitu:
1. Tidak ada respon terhadap cahaya.
2. Tidak ada refleks kornea.
3. Tidak ada refleks vestibulo-okuler.
4. Tidak ada respon motor terhadap rangsang adekuat pada area somatik.
5. Tidak ada refleks muntah (gag reflex) atau refleks batuk karena rangsang oleh kateter
isap yang dimasukkan ke dalam trakhea.
6. Tes henti nafas positif, yang dilakukan dengan cara :
Pastikan pCO2 awal testing dalam batas 40 - 60 torr dengan memakai kapnograf
dan atau analisa gas darah.
Bila pasien tetap tidak bernafas, tes dinyatakan positif (henti nafas menetap).
Bila tes hilangnya refleks batang otak dinyatakan positif, tes diulangi lagi 25 menit
kemudian.
Bila tes tetap positif, pasien dinyatakan mati, kendatipun jantung masih bersenyut.
Kriteria Tenaga :
Sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dokter yang kompeten (2 orang dokter diantaranya adalah 1
dokter spesialis anestesiologi / intensivist dan 1 dokter spesialis saraf.
Tempat :
Ruang ICU atau HCU
Terbit :
Disahkan
Ketua PERDOSSI,
Juni 2006
PENGERTIAN
Bidang Neuroopthalmologi adalah cabang ilmu Neurologi yang mendalami gejala klinis yang timbul
akibat lesi dan kerusakan anatomik / fungsional dari jaras-jaras visual mulai retina sampai ke pusat
visual beserta asosiasinya. Selain itu dikaji juga manifestasi klinik spesifik mobilisasi okular dalam
kaitannya dengan penyakit neurologik
TUJUAN
Memberikan keterangan pada ahli saraf untuk mengenal
1. gangguan visus karena kelainan neurologi struktural / fungsional
2. gangguan mobilitas okular karena penyakit neurologik struktural / fungsional
3. memberikan saran-saran tindakan-tindakan lanjutan untuk menegakkan diagnosa atau
memberikan saran-saran pengobatan
INDIKASI
Pemeriksaan dilakukan pada pasien yang mengeluhkan tanda-tanda kelainan gerakan okuler /
bola mata dan gangguan visual /penglihatan, hipertensi dan diabetes.
KONTRAINDIKASI : PERSIAPAN ALAT
1. Oftalmoskop
2. Snellen card
3. Campimetri (Goldmann)
4. Optional digital campimetri
5. Byerrum screen
6. Ischihara chart
7. Lampu sorot mobile
8. Amsler Grid
9. Midriasil & miotikum
10. OKN
PERSIAPAN PENDERITA
Tak perlu ada persiapan pre pemeriksaan hanya penjelasan apa yang akan dilakukan
PROSEDUR
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Tanda Vital
3. Pemeriksaan Status Generalis
4. Pemeriksaan Status Neurologis
5. Pemeriksaan Status Neuro Oftalmologi
KRITERIA TENAGA
Konsultan Neuro Oftalmologi (akreditasi PERDOSSI)
TEMPAT
PENUTUP
Sebagai penutup Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur Operasional Neurologi 2006 ini,
kami haturkan segala puji dan syukur pada ALLAH SWT, yang telah memberikan kekuatan dan
kesempatan sehingga buku pedoman ini dapat diterbitkan. Semoga buku ini memiliki manfaat
yang luas, khususnya bagi sejawat dokter dan ahli saraf. Dan semoga manfaat tersebut menjadi
kebaikan bagi kami serta para kontributor.
Tak ada gading yang tak retak, tak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini. Seperti telah
diutarakan sejak awal, kami menyadari bahwa para sejawat akan banyak menemukan kekurangan
dalam buku ini, meskipun disusun oleh para kontributor yang capable dengan menggunakan
referensi yang terpercaya serta pengalaman klinis yang panjang. Hal ini amat niscaya mengingat
sifat ilmu, khususnya disiplin ilmu yang kita geluti (neurologi) yang senantiasa berubah dengan
cepat. Karena itulah, segala masukan, baik kritik maupun saran amat kami hargai demi perbaikan
untuk masa yang akan datang mengingat pedoman ini akan senantiasa kami revisi secara
berkesinambungan.
Akhirnya, kami ucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu tersusun
dan terbitnya buku pedoman Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur Operasional
Neurologi 2006 ini. Kami juga mohon maaf atas segala kekurangan kami. Selamat membaca,
menggunakan dan memanfaatkan buku ini.
Lampiran 1
Esesmen klinik
Anamnesis : Pasien / Pengasuh
PD Lengkap (7 langkah)
Tidak
Ya
Bukan
demensia
Tidak
Ragu
Demensia
Neuroimaging
Skor iskemik Hachinski
Pemeriksaan : CDT, Trail Making Test,
EXIT 25, CDR, NPI, digit symbol test
Demensia Alzheimer
Demensia Vaskuler
Tatalaksana / follow up
Tatalaksana / follow up
ragu
Ya
Obati
Kriteria Diagnosa
Probable VaD
NINCDS-AIREN
Tatalaksana / follow up
ragu
ragu
Lampiran 2
Nama Pasien : .................... (Lk / Pr) Umur : ................ Pendidikan .............. Pekerjaan : ................
Riwayat Penyakit : Stroke ( ) DM ( ) Hipertensi ( ) Peny. Jantung ( ) Peny. Lain ................................
Alasan diperiksa ..................................... Pemeriksa : ................................... Tgl ..............................
Item
Tes
1
2
ORIENTASI
Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa?
Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), (lantai / kamar)
6
7
8
9
10
11
REGISTRASI
Sebutkan 3 buah nama benda (Apel, Meja, Koin), tiap benda 1 detik, pasien
disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda
yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat
jumlah pengulangan.
ATENSI DAN KALKULASI
Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan
setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata "WAHYU" (nilai diberi
pada huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw = 2 nilai)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas
BAHASA
Pasien disuruh menyebutkan nama benda yang ditunjukkan (pensil, buku)
Pasien disuruh mengulang kata-kata : " namun", "tanpa", "bila"
Pasien disuruh melakukan perintah : "Ambil kertas ini dengan tangan anda,
lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai".
Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah "Pejamkanlah mata anda"
Pasien disuruh menulis dengan spontan
Pasien disuruh menggambar bentuk di bawah ini
Total
Nilai
mak.
Nilai
5
5
.
.
2
1
3
.
.
.
1
1
1
.
.
.
30
Lampiran 3
2.
3.
4.
5.
6.
Menyiapkan makanan
7.
8.
9.
Dapat mengingat janji, hari libur, dan kegiatan-kegiatan keluarga dan waktu
minum obat
10.
Skor
(Adaptasi dari Pfeffer, Kurosaki TT, Harrah CH, et al. Measurement of functional activities of older adults in the
community. J. Gerontol 1982; 37 (3) : 323-9)
Penilaian
Lampiran 4
1.
2.
Ya
TIDAK
kesenangan anda?
YA Tidak
3.
YA Tidak
4.
YA Tidak
5.
Ya
6.
Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda?
YA Tidak
7.
Ya
8.
YA Tidak
9.
10. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat anda
TIDAK
TIDAK
YA Tidak
YA Tidak
Ya
12. Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat ini?
YA Tidak
Ya
14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan?
YA Tidak
15. Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari pada anda?
YA Tidak
Skor
TIDAK
Tidak
Lampiran 5
Delusi
2.
Halusinasi
3.
Agitasi
4.
Depresi
5.
Ansietas
6.
Euforia
7.
Apatis
8.
Disinhibisi
9.
Iritabilitas
10.
Perilaku motorik
menyimpang
11.
Perilaku di waktu
malam hari
12.
FREKUENSI (F)
Lampiran 6
Ketergantungan
Aktivitas
Makan
Berjalan
Mandi
15
IADL
Nilai ketergantungan pada bantuan:
0 : tidak perlu bantuan / mandiri
1 : sedikit membutuhkan bantuan
2 : banyak membutuhkan bantuan / ketergantungan penuh
No
Aktivitas
Ketergantungan
0
Menggunakan telepon
Lampiran 7
Figure 4-7 The Traail making Test part A, a task using visual spatial and attentional skills, requires the patient to connect
the numbers sequentially. Source : Reprinted from Army Individual Test Battery, Manual of Directions and Scoring. US
Army Adjutant Generals office, 1994
Lampiran 8
Figure 4-8 The Traail making Test. Part B requires the patient to connect the letters and numbers sequentially.
Alternating attention is required to keep both sequences in order. Source : Reprinted from Army Individual Test Battery.
Manual of Directions and Scoring. Us Army Adjutant Generals office, 1994