You are on page 1of 47

Program MMR

FK UMY
12
Mei
2012
Clinical

Governance

Achmad Sujudi

Pelayanan klinik adalah pelayanan yang


langsung diberikan kepada pasien berupa
pemeriksaan-pemeriksaan termasuk pemeriksaan
penunjang, untuk penentuan diagnosa dan
penentuan terapi serta perawatan.
Pelayanan klinik ini dilakukan oleh para klinisi,
terdiri para staf medik (dokter), staf perawatan,
farmasi dan gizi.
Istilah klinisi (clinician) ini lebih banyak dikenakan
kepada para dokter (staf medik), walaupun
pelayanan klinik juga dilakukan oleh profesi lain
(perawatan, farmasi, gizi, fisioterapi dsb)

Pelayanan klinik (Clinical Services) :


Pelayanan Medik (Medical Care)
Pelayanan Penunjang medik
(Diagnostic)
Pelayanan Perawatan (Nursing Care)
Pelayanan Obat (Pharmaceutical)
Pelayanan Gizi Klinik (Clinical
Dietary)
Pelayanan fisioterapi
Pelayanan Dialisis
Dll

Integrated Hospital Services (Pelayanan


Terpadu)
1
2

10

Pasien
8

4
7

Seamless Services, Patient


Oriented (Pelayanan Tanpa Jahitan berorientasi
Pasien)

10

1
2
3

Pasien
8

4
7

Seamless Clinical Services,


Patient Oriented (Pelayanan terintegrasi
berorientasi Pasien)
6
1
10

Pasien
4

Pelayanan Klinik 1,2,3,4,5


Pelayanan Penunjang 6,7,8,9,10

3
8

Seamless Services, Patient


Oriented (Pelayanan Tanpa Jahitan berorientasi
Pasien)

6
1

10

5
4
9

Pasien

3
8

Good Clinical Governance atau Clinical


Governance Merupakan suatu istilah yang baku.
Istilah baku dalam bahasa Indonesia belum ada
yang diputuskan secara resmi.
Namun demikian dapat dipakai Tata Kelola
Pelayanan Klinik (TkPK), dan Tata Pelayanan
Klinik yang Baik (TkPKB).
Kita dapat mengacu kepada istilah dalam dunia
farmasi yaitu Good Manufacturing Product
(GMP) yang secara resmi istilah dalam bahasa
Indonesia dinyatakan sebagai
Cara Pembuatan Obat yang Baik
disingkat

CPOB

Tata Kelola Kegiatan Klinik yang Baik


Good Clinical Governance (GClG)
Adalah suatu istilah/terminologi baku yang
memberikan pengertian semua aktivitas untuk
memonitor, mengukur, mengevaluasi,
meningkatkan mutu pelayanan klinik terhadap
pasien.
Selain itu juga mempunyai pengertian
pengendalian (control).
a systematic and integrated approach to
assurance and review of clinical responsibility
and accountability that improves quality and
safety resulting in optimal patient outcomes

Tata Kelola Klinik (Clinical


Governance) merupakan sebuah
instrumen bagi rumah sakit untuk
mendapatkan akuntabilitas serta
standar yang tinggi bagi kesehatan
pasien serta secara terus menerus
melakukan peningkatan mutu
pelayanan serta lingkungan, dengan
tujuan untuk mendapatkan hasil
pelayanan klinis yang terbaik
(excellent).

Tata Kelola Klinik yang baik


sebenarnya bukanlah hal yang baru
terutama bagi para klinisi yaitu para
profesional yang langsung menangani
pasien.
Mereka bekerja secara profesional
dengan persyaratan pendidikan yang
khusus dan cukup lama serta ada
persyaratan untuk mendapatkan
sertifikat sebagai pengakuan terhadap
kemampuan profesionalnya.

Selain itu ada kewajiban untuk selalu


mengikuti perkembangan bidang
profesionalnya melalui pelatihan-pelatihan
dan pendidikan berkala/lanjutan,
untuk mendapatkan sertifikasi yang harus
diperbaharui secara berkala.
Pelayanan klinis yang dilaksanakan
secara profesional mengandung arti
mengikuti atau sesuai dengan suatu
standar yang diakui pada suatu saat dan
tempat tertentu.

Harus diingat bahwa standar tersebut


bisa berubah karena ada suatu
peningkatan sesuai dengan
perkembangan sains dan teknologi .
Pelaksanaan yang harus sesuai dengan
suatu standar mempunyai implikasi
hukum apabila dilakukan tidak sesuai
atau dibawah standar.
Penetapan standar dilakukan oleh
organisasi profesi sendiri yang
kemudian diakui secara hukum.

Pelayanan klinis tidak dapat berdiri sendiri walaupun


mempunyai kekhususan. Mutu pelayanan klinik yang
terbaik (excellent), juga hasil kontribusi dari
pelayanan-pelayanan yang lain: penunjang,
birokrasi, dll.
Karena itu Tata Kelola Klinik/Clinical Governance
(ClG) tidak terlepas dan harus sejajar dengan Tata
Kelola Korporasi Good Corporate Governance
(GCG).
Organisasi yang baik memegang prinsip adanya
suatu integrasi dari semua cabang/lapisan
manajemen, mulai dari keuangan, berbagai
pelayanan yang lain, sistem pemeliharaan dan
pengaturan birokratik (corporate) dan tentunya
termasuk juga pelayanan klinik.

PASIEN
INSTALASI

INSTALASI

SMF

INSTALASI

WAKIL
DIREKTUR
WAKIL
DIREKTUR

KOMITE
MEDIK

DIREKTUR

WAKIL
DIREKTUR

Budaya mutu & melayani


(quality & internal customer)

Tata Kelola Korporasi dan Tata Kelola Klinik di rumah


sakit harus diikuti/dipatuhi oleh semua pihak yang
terkait (stake holder) didalam rumah sakit.

Quality is everybody business


Tata Kelola Klinik (Clinical Governance) adalah
suatu mekanisme yang komprehensif serta harus
mempunyai kekuatan (powerful) untuk menjaga
serta memastikan suatu standar pelayanan klinik
yang tinggi dalam organisasi rumah sakit.

Untuk mendapatkan keadaan tersebut


ada elemen-elemen yang harus
dilaksanakan dan diwujudkan dalam
sebuah rumah sakit yaitu
1. Pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan (Education & Training)
2. Audit klinik (Clinical Audit)
3. Efektivitas klinik (Clinical effectiveness)
4. Manajemen resiko (Risk Management)
5. Penelitian dan pengembangan
(Research and Development)

6. Keterbukaan

(Openness)

Risk
Mana
geme
nt

Open
ness

Educ
ation
and
traini
ng

Clini
cal
gove
rnan
ce
Resea
rch
and
devel
opme
nt

Clinic
al
audit

Clinic
al
effecti
venes
s

Pendidikan dan Latihan


Pendidikan dan latihan berkelanjutan harus dilaksanakan
secara teratur baik didalam rumah sakit sendiri ataupun
mengikuti pendidikan berkelanjutan yang dilakukan oleh
Ikatan Profesi (Continues Medical Education) atau
pemerintah (Kementrian Kesehatan).
Berbagai macam pendidikan berkelanjutan dilakukan
oleh kalangan profesional ataupun pemerintah dalam
skala lokal ataupun nasional. Sebagai contoh
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) semua spesialisasi.
Pertemuan untuk bidang yang khusus (seminat).
Pertemuan-pertemuan tersebut memberikan suatu
akreditasi yang diperlukan untuk memperbaharui Ijin
Praktek/Kerja Profesional.
Diatur dalam suatu ketentuan.

Audit Klinik
Audit Klinik dimaksudkan suatu
penilaian, review dari suatu hasil kinerja
klinik melalui sebuah pengukuran dan
membandingkan dengan suatu standar.
Kegiatan ini dapat dilakukan oleh
kelompok profesional didalam rumah
sakit sendiri (Komite Medik) atau oleh
suatu badan audit diluar rumah sakit
(audit eksternal) .

Audit Klinik dilakukan secara terus


menerus dan merupakan suatu proses
berupa siklus untuk meningkatkan
secara terus menerus kualitas
pelayanan klinik.
Cyclical process of improving the
quality of clinical care.

DEMING CYCLE

PLAN
evaluasi

CHECK

ACTION

DO

PLAN

KP KP
KP
KP
KP

A
ks
el

er

as
i

DEMING CYCLE

Peningkatan mutu pelayanan klinis

Bagaimana upaya peningkatan KP (kualitas pelayanan)


dari tiap proses dalam pelayanan. Usahakan dalam
bentuk angka (kuantitatif)

Rumah sakit dikatakan mempunyai


kekhususan dengan adanya otoritas
kembar (dual authority) yaitu otoritas
para klinisi untuk melaksanakan pelayanan
klinis sesuai profesionalismenya.
Dan otoritas manajemen untuk
melaksanakan kegiatan manajerial.
Kedua otoritas tersebut harus dilakukan
secara baik. (good clinical governance)
dan (good corporate governance).

Audit harus selalu dilakukan termasuk audit


klinik.
Mula-mula memang dianggap bahwa
pelayanan klinik adalah prerogatif dari
para klinisi, tetapi kemudian dalam suatu
good governance hal ini tidak mutlak lagi.
Walaupun demikian standar-standar
ditentukan sendiri oleh kelompok
profesional kemudian disahkan untuk
ditaati bersama.

Manajemen Resiko
Untuk mengurangi resiko terhadap
pasien, resiko terhadap pelaksana
pelayanan (dokter dkk), resiko
terhadap rumah sakit sendiri
(organisasi).
Resiko terhadap pasien dapat ditekan
seminimal mungkin dengan mengikuti
suatu standar pelayanan yang sudah
diakui dengan bukti ilmiah (evidence
base). Standar berupa standar proses,
standar masukan (bahan), standar
keluaran dan standar dampak. Standar ini
ditentukan sebagai bagian dari

Resiko terhadap pelaksana juga

ditekan seminimal mungkin dengan


berbagai prosedur tetap (SOP) yang
ditaati dan terus menerus diperbaiki.
Proteksi khusus misalnya imunisasi dll

Resiko terhadap rumah sakit

(organisasi)
Tata kelola yang jelek dan dibawah
standar dengan hasil-hasil yang tidak
memuaskan serta banyak keluhan
(complain) dari pasien sangat
memberikan resiko yang tinggi bagi
rumah sakit.
Berupa resiko hukum (gugatan),
financial sampai pencabutan izin yang
berwenang.

Pihak manajemen harus betul-betul


memahami peraturan-peraturan yang
ada tentang perumahsakitan misalnya
UU Rumah Sakit, UU Praktek
Kedokteran, Permenkes 1438 tahun
2010: Standar Pelayanan Kedokteran,
Informed Consent, Klinik, Perizinan RS,
Manajemen RS dan Kode Etik
Kedokteran

Efektivitas Klinik
Semua pelayanan termasuk pelayanan
klinik harus memberikan efektivitas
(Efek positif) terhadap penyembuhan
dan pemulihan pasien serta
kesejahteraan pasien pada umumnya.
Efektivitas ini harus dilakukan dengan
melakukan review, pemantauan dan
penilaian terhadap pelayanan yang
diberikan.

Beberapa contoh misalnya :


Efektivitas terhadap suatu pengobatan
dan tindakan tertentu, walaupun sudah
diakui dan dimasukkan dalam suatu
standar. Pelaksanaan dapat dilakukan
oleh suatu komite tersendiri atau
bersamaan dalam Komisi Audit, Komite
Medik.

Penelitian dan Pengembangan


Dapat dilakukan sendiri oleh rumah sakit atau
bersama-sama dengan lembaga ilmiah.
Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan di
rumah sakit pendidikan bersama-sama
dengan fakultas kedokteran.
Penelitian inilah yang kemudian dapat
menjadi dasar perubahan SOP atau Tata
Laksana Pasien berdasarkan suatu evidence
base.
Rumah sakit dapat mengikuti hasil-hasil
penelitian yang ada dan menerapkannya
sesuai dengan kemajuan dan pengetahuan
teknologi.

Keterbukaan
Pelaksanaan Tata Kelola Klinik (Clinical
Governance) harus dilakukan dalam
suatu iklim keterbukaan dan kerjasama
yang baik untuk mendapatkan suatu
mutu pelayanan klinik yang tinggi
(excellent).
Keterbukaan juga tidak bisa dihindari
dengan akses masyarakat yang lebih
luas dan kritis.

Namun demikian perubahan ke arah


budaya keterbukaan tidak gampang dan
langsung terjadi.
Tradisi para profesional yang mandiri
dapat merupakan hambatan karena
budaya profesional yang memang
mandiri.
Barier struktural bisa juga terjadi karena
adanya pemisahan yang tajam antara
kewenangan profesi dan manajemen.
Harus ada yang menjembatani baik
berupa badan, komite dll.

Leadershi
p
Communication
Patient
Involvement
High Quality
Data

Research & Development

Continuing Professional
Development

Professional Self regulation

Clinical Risk Management

Clinical Effectiveness

High Quality
Care

Ownership

Pelayanan mutu yang baik didasari (pondasi)


atas adanya
1. Kepemimpinan yang kuat (Leadership)
2. Komunikasi yang baik dan terbuka
(Communication)
3. Keterlibatan pasien (peran pasien) (Patient
Involvement)
Terutama dalam mengelola keluhan
4. Data-data yang akurat dan tepat waktu (High
Quality Data)
5. Rasa memiliki setiap yang terlibat terhadap
Tata Kelola Klinik yang baik (Good Clinical
Governance) (Ownership)

Selain Itu ditunjang oleh pilar-pilar yang terdiri


dari
1. efektivitas pelayanan klinik (Clinical Effectiveness)
2. Manajemen resiko pelayanan klinik (Clinical Risk
Management)

3. Pengaturan dari dan oleh profesional


(Professional Self regulation)

4. Pengembangan profesional yang berkelanjutan


(Continuing Professional Development)

5. Penelitian dan pengembangan (Research &


Development)

Pembagian tanggung jawab


Terhada Tata Kelola Klinik
(Clinical Governance)
Tanggung
Jawab dan
kewajiban
setiap
individu

Manajemen

Peran serta
Pasien
Komisi
Pelaksana
Good
Clinical
Governanc
e

Komite
Medik

Tanggung Jawab & Kewajiban


Setiap Individu
Melaksanakan sesuai dengan standar dan

kualitas yang setinggi-tingginya


Bekerja sesuai akuntanbilitas profesional
Mempunyai komitmen yang tinggi terhadap
tugas dan lingkungan
Memberikan masukan untuk audit dan
perbaikan
Berbagi (sharing) pengalaman dalam
pelaksanaan kerja dan tata laksana
Sanggup bekerja sebagai anggota tim

Komisi Pelaksana GClG


Menggariskan strategi dan kepemimpinan

dan menumbuhkan kerjasama tim


Melakukan koordinasi, mengatur tata kerja
dan pelaporan
Mendukung sosialisasi dan diseminasi
good clinical governance
Memberikan arahan (guidance) dan
nasihat (advice)

Manajemen
Mendesain struktur organisasi yang

mendukung (GClG)
Menunjang terbentuknya kepemimpinan yang
kuat
Mendukung terwujudnya dan berkembangnya
akuntabilitas didalam organisasi
Membantu terbentuknya suatu budaya
kerjasama untuk mencapai kualitas yang
tinggi (excellent)
Membina untuk tercapainya suatu kerjasama
tim yang kompak

Komite Medik
Bersama kelompok staf medik fungsional

(SMF) menentukan berbagai SOP pelayanan


medik dan pelayanan klinik secara
keseluruhan.
Melakukan sosialisasi tentang Good Clinical
Governance (GClG)
Mendukung dan memberikan support kepada
komisi GClG

Komite Medik (lanjutan)


Mengikuti perkembangan sains dan

teknologi dari hasil penelitian-penelitian


yang ada, dan mempertimbangkan
peningkatan/perubahan SOP medik dan
klinik pada umumnya.
Mendorong dan mendukung pelaksanaan
penelitian medik dan klinik
Mendengarkan dan memantau
masukan/keluhan dari pasien atau
keluarga

Contoh-contoh Kasus
1. Keharusan pendaftaran baru untuk ijin praktek
dengan persyaratan akreditasi dari organisasi
profesi.
2. Penilaian tentang efektivitas pemakaian obat-obat
anti peradangan (Anti Phlogistik) pada trauma
3. Penilaian efektivitas klinik terhadap tindakantindakan khusus
4. Hasil penelitian dan uji klinik obat-obat baru
5. Penyesuaian SOP untuk tiap rumah sakit sesuai
dengan fasilitas yang ada.
6. Pelaksanaan audit medik terhadap pasien-pasien
Askes
7. Dll

Kesimpulan
1. Good Clinical Governance (GClG) merupakan
suatu tuntutan yang harus dilaksanakan
di setiap rumah sakit dengan manajemen
yang baik dalam suatu organisasi khusus
atau oleh Komite Medik.
2. Manajemen rumah sakit harus mendukung
bahkan memprakarsai terbentuknya
organsasi yang menjamin adanya GClG.

3. Diperlukan suatu kepemimpinan yang


kuat baik dari pihak manajemen dan
Komite Medik/ kelompok-kelompok SMF
serta tumbuh kerjasama tim (team
work) yang baik.
4. Manajemen maupun Komite Medik harus
menumbuhkan budaya keterbukaan
untuk terlaksananya audit klinik/audit
medik, efektivitas klinik, manajemen
resiko dan penelitian dan pengembangan
serta pendidikan dan pelatihan.

Terima kasih

You might also like