Professional Documents
Culture Documents
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara
jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan
protozoa.1,2
2.2 Epidemiologi
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada
anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit
jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis,
otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun
scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis
abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus.
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini
telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih tetap tinggi,
yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di
negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak
termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (life
threatening infection).
Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki
daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu
sekitar 20-50 tahun.
Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit merupakan
faktor yang sangat mempengaruhi rate kemtian. Jika kondisi pasien buruk, rate kematian
akan tinggi.
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson Cancer Center
Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun
(1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan
perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%.2
Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien abses otak yang
terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo Surabaya, menunjukkan
hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada laki-laki >
perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan-50 tahun dengan angka
kematian 355 (dari 20 penderita, 7 meninggal).5
2.3 Anatomi Otak 8
Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit karena fungsi. Organ yang
menakjubkan ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan, serta
untuk mengarahkan informasi sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu
otak depan, otak tengah, dan otak belakang.
pada substansi putih dan abu dari jaringan otak).6 Abses otak yang penyebarannya secara
hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri
cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak.3,6
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS,
penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan
sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses
yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil,
pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala,
septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus
otak.
Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis
melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya
biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis
frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis.
Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau temporalis.
Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis
ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah
dapat pula menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak
kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan
tulang temporal oleh kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum.
Bakteri
penyebabnya
antara
lain,
Streptococcus
aureus,
streptococci
diversus,
Infeksi
parasit
2. faktor kuman
Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan meningitis bacterial
akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut paut dengan faktor
pertahanan host. Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi
di susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada system limfoid atau
retikuloendotelial.
3. faktor lingkungan
Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke dalam tubuh
melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.9
2.5 Patofisiologi
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di
sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung
seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran
hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia
alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat
permukaan otak pada lobus tertentu.2,7
Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan
infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang
disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis
dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia,
fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotikan. Mula-mula abses tidak
berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul
dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit
dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari
pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika
adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi.
Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita
otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis
membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah
karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati
daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang
terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul
kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi
sangat besar
3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast
meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman
reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding
sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih
dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan
tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses
cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul,
terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen,
reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.
4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis
sebagai berikut:
Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
Kapsul kolagen yang tebal.
Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel
sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.7
Infeksi
jaringan
fasial,
selulitis
orbita,
sinusitis
etmoidalis,
amputasi
meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi
pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus
temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara
hematogen.2,7
terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. 7 Abses
serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi
seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi,
biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.
2.8 Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis,
gambaran
klinik,
pemeriksaan
laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk
melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan infeksinya.
Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang
mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat
dipastikan diagnosisnya.2,7
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental,
derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan juga
tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.2
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem
musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota gerak,
ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.2
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu
pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap
darah.2,7. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran
yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis,
glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang.2,7,12 kecuali bila terjadi perforasi
dalam ruangan ventrikel.2,7
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat
pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini
tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting untuk
mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal
yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi
abses.2,7,13 Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum.
Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan
angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif
seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui
lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak
yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui
lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses.2,13 Magnetic
Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang
lebih cepat juga lebih akurat.
Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona central
inflamasi.
Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi pada
batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran ring enhancement.
Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses) yang
dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)
Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik,
dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses serebri. Yang
perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi
tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma),
infark, metastasis, hematom yang diserap dan granuloma.2,3,7
Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma, metastasis)
dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk membedakan
keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm) dan
biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada kasus, kapsul bagian medial
lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya vaskularisasi
dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter abscess biasanya berkembang di
medial.
Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang
tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di
daerah perbatasanmassa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi.
Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density
tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang luas.2,3,7,8
2.9 Penatalaksanaan
Terapi definitif untuk abses melibatkan :
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi2,3,4,9
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan
antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan terjadinya
abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin
generasi ketiga dan metronidazole. Jika terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan
kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan
sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan
ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah tersedia. Pada abses terjadi akibat trauma
penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline
atau vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi
dengna meropenem yang terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob,
stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihana alternatif. Sementara itu pada
abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan
metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan
vancomycin dan ceptazidine. Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi
penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah resisten
terhadap penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada
abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum
dikombinasikan
dengan
terapi
aminoglikosida.
antibiotik
yang
Pada
berspektrum
pasien
luas
dan
Ceftriaxone (Rocephin)
50-100 mg/KgBBt/Hari
IV
Metronidazole (Flagyl)
35-50 mg/KgBB/Hari
IV
setiap 4 jam,
2 grams
IV
Vancomycin
setiap 12 jam,
15 mg/KgBB/Hari
IV
otak dipertimbangkan dengan menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk
mengetahui tingkatan peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel.
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara
antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase abses
melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center tertentu lebih
dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan
aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih
luas digunakan eksisi.
Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti:
small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara
penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam
mengurangi risiko kejang.
Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi mengingat
proses desak ruang yang cukup besar guna mengurangi efek massa baik oleh edema
maupun abses itu sendiri, disamping itu pertimbangan ukuran abses yang cukup besar,
tebalnya kapsul dan lokasinya di temporal.
Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses berkapsul
dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang berefek terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial. Dan harus ditatalaksanakan dengan kombinasi
antibiotik dan aspirasi abses.
Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur ini
dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik
aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya
gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau
jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses
periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik
bergantung pada organisme dan respon terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang
nyata terlihat 4-6 minggu.
Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya terhadap
korteks.Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari kasus per kasus
DAFTAR PUSTAKA
1. Robert H. A. Haslam. Brain Abscess. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. USA: WB
Saunders. 2004. p: 2047-2048.
2. Robert H. A. Haslam. Neurologic Evaluation. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. USA:
WB Saunders. 2004. p:1973-1982.
3. Dorlan, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC
4. Adams RD, Victor Maurice. Brain Abscess. In Principles of Neurology. 5th
ed. USA:McGraw-Hill Inc, 1993:612-616.
5. Margaret
B.
Rennels,
Celeste
L.
Woodward,
Walker
L.
Robinson,
Maria
T.
Pediatrics.
Bailey.R,
2011, Anatomy
of
the
Brain,
Available