You are on page 1of 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawatan perioperatif adalah periode sebelum (preoperative), selama
(intraoperatif), dan setelah pembedahan (pascaoperatif). Perawatan preoperatif
merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima
masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi
untuk dilakukan tindakan pembedahan. Perawatan intraoperatif dimulai sejak pasien
ditransfer ke meja bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang
pemulihan. Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan
intraoperatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan/ pascaanaestesi dan
berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
Perawatan tersebut dapat dilakukan di rumah sakit, pusat bedah mandiri, pusat
bedah yang bekerja dengan rumah sakit, atau di ruang praktek dokter.
Karakteristik penting dari keperawatan perioperatif antara lain kerjasama tim
yang berkualitas tinggi, komunikasi yang efektif dan terapeutik dengan klien, dan tim
bedah, pengkajian klien yang efektif dan efisien pada semua fase, advokasi untuk klien
dan keluarga klien, dan pemahaman tentang biaya rawat inap. Perawat harus melakukan
tindakan aseptik bedah yang baik, membuat dokumentasi yang lengkap dan menyeluruh,
dan mengutamakan keselamatan pasien pada seluruh fase.
Keperawatan perioperatif dilakukan berdasarkan proses keperawatan dan
perawat perlu menetapkan strategi yang sesuai dengan kebutuhan individu selama
periode perioperatif sehingga klien memperoleh kemudahan sejak datang sampai klien
sehaat kembali. Pada model ini sangat ditekankan kesinambungan asuhan keperawatan.
Saat mengalami pembedahan klien akan mengalami berbagai stressor.
Pembedahan yang ditunggu pelaksanaanya akan menyebabkan rasa takut dan ansietas
pada klien yang menghubungkan pembedahan dengan rasa nyeri, kemungkinan cacat,
menjadi bergantung pada orang lain, dan mungkin kematian. Anggota keluarga sering
merasa takut gaya hidupnya terganggu dan merasa tidak berdaya menghadapi waktu
pembedahan yang semakin dekat. Kemampuan meningkatkan hubungan yang efektif
dengan klien dan mendengarkan keluhan mereka secara aktif sehingga seluruh
kekhawatiran mereka dapat diatasi merupakan hal yang penting untuk mencapai hasil
1

akhir dari pembedahan. Klien akan lebih mampu bekerja sama dan berpartisipasi dalam
perawatan jika perawat memberi informasi tentang peristiwa yang terjadi sebelum dan
sesudah pembedahan. Penyuluhan perioperatif in akan membantu mengurangi rasa takut
akibat ketidaktahuan klien dan keluarga dan akan mengurangi masa rawat di rumah sakit,
mengurangi penggunaan analgesic pascaoperatif dan klien dapat mematuhi aturan
pascaoperataif {Dalayon,1994).
Klien akan bertemu dengan beberapa anggota tim kesehatan, antara lain dokter
bedah, perawat anastesi atau ahli anastesi, petugas fisioterapi dan perawat. Semuanya
berperan dalam asuhan keperawatan dan pemulihan klien. Perawat mengkaji kesehatan
fisik dan emosional klien, mengetahui tingkat resiko pembedahan mengordinasi berbagai
pemeriksaan diagnostik, mnegidentifikasi diagnosa keperawatan yang menggambarkan
kebutuhan klien dan keluarga, mempersiapkan kondisi fisik dan mental klien untuk
menghadapi pembedahan, serta mengomunikasikan informasi yang berkaitan dengan
pembedahan kepada tim bedah.
1.2 Tujuan
2
Tujuan Umum
Agar Mahasiswa mengetahui, mengerti, dan mampu melaksanakan tugas perawat
dalam memberikan pelayan kepada pasien.
3

Tujuan Khusus
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, adalah agar mahasiswa atau pembaca
memperoleh pengetahuan tentang:
1. Dapat mengetahui kebutuhan cairan dan elektrolit pasien operasi.
2. Mampu memonitoring kebutuhan perioperatif.
3. Dapat mengetahui konsep luka.
4. Mengetahui jenis-jenis penutupan luka.

Manfaat
1

Bagi Mahasiswa
1. Mahasiswa dapat mengembangkan pola pikir ilmiah

dalam

menyelesaikan dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien


dengan gangguan sistem perkemihan yaitu batu buli-buli secara teoritis,
juga penerapannya dan sesuai dengan konsep teori yang telah
dipelajari.
2. Mahasiswa memahami dan mengerti konsep dari batu buli-buli secara
medik maupun secara keperawatan.
2

3. Mahasiswa

dapat

melakukan

pengkajian,

menegakkan

dan

merumuskan diagnosa keperawatan, mampu menyusun rencana


tindakan keperawatan yang telah disusun dan mampu menerapkan
rencana yang telah tersusun dalam bentuk pelaksanaan tindakan, serta
mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan tersebut.
1.1.1. Bagi Perawat
1. Memberikan masukan bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat untuk
melakukan pembaharuan kurikulum pendidikan agar menjadi lebih
baik di masa yang akan datang.
2. Memudahkan perawat dalam menentukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan sistem perkemihan yaitu batu buli
3. Menambah referensi perawat dalam penanganan pasien dengan batu
buli-buli.
4. Agar dapat memberi penyuluhan pada masyarakat tentang bahaya batu
buli-buli.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit Pasien Operasi


2.1.1 Anatomi Cairan Tubuh
3

A. Pengertian.
Air (H2O) merupakan komponen utama yang paling banyak terdapat di
dalam tubuh manusia. Sekitar 60% dari total berat badan orang dewasa terdiri
dari air. Namun bergantung kepada kandungan lemak dan otot yang terdapat di
dalam tubuh, nilai persentase ini dapat bervariasi antara 50-70% dari total berat
badan orang dewasa. Oleh karena itu maka tubuh yang terlatih dan terbiasa
berolahraga seperti tubuh seorang atlet biasanya akan mengandung lebih banyak
air jika dibandingkan tubuh nonatlet.
Table 1: perubahan cairan tubuh sesuai total usia
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Usia
Kilogram berat (%)
Bayi premature
80
3 bulan
70
6 bulan
60
1-2 tahun
59
11-16 tahun
58
Dewasa
58-60
Dewasa dengan obesitas
40-50
Dewasa kurus
70-75
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi

tubuh tetap sehat.Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah


merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis.Keseimbangan cairan
dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh.
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air( pelarut) dan zat tertentu (zat
terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan.Cairan dan
elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan di distribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan
dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan
elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu maka
akan berpengaruh pada yang lainnya.
B. Klasifikasi Cairan Tubuh
No

Cairan intraseluler

Cairan ektraseluler(CES)

(CIS) = 40% dari BB total


Adalah
cairan
yang

= 20% dari BB total


Adalah cairan diluar sel. Ukuran

terkandung di dalam sel. Pada

relatif dari (CES)menurun dengan

orang dewasa kira-kira 2/3

peningkatan usia. Pada bayi baru

dari

adalah

lahir, kira-kira cairan tubuh

intraselular, sama kira-kira 25

terkandung didalam CES. Setelah

L pada rata-rata pria dewasa

1 tahun, volume relatif dari CES

(70 kg). Sebaliknya, hanya

menurun sampai kira-kira 1/3 dari

dari cairan tubuh bayi adalah

volume

cairan intraselular.

sebanding dengan 15 L dalam

cairan

tubuh

total.

Ini

hampir

rata-rata pria dewasa (70 kg).

Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di


dalam

sel

diseluruh

tubuh,

sedangkan

cairan

ekstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan


terdiri dari tiga kelompok yaitu: cairan intravaskuler
(plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan
intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem
vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak
diantara sel,s edangkan cairan traseluler adalah cairan
sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan
intraokuler,dan sekresi saluran cerna.

Body 100%

Tissue 40%

Water 60%(100)

Extraseluler space
20%(40)

Intraseluler space
40%(60)
Interstisial space
15%(30)

Intravascular space
5%(10)

Diagram1. Distribusi Cairan Tubuh

C. Fungsi cairan
Komponen yang paling bsar dalam tubuh manusia adalah air yang
mempunyai fungsi yang sangat besar .fungsi cairan antra lain
a. Transportasi nutrin, partikel kimiawi, partikel adarah, energy, dan lain-lain
b. Pengatur suhu tubuh
c. Pembentuk struktur tubuh
d. Kekurangan cairan dapat menyebabkan kematian sel. Sementara unit dasar
fungsional tubuh adalah sel. Sel-sel ini yang membentuk struktur tubuh.
Dengan demikian keberlansungan proses pembentukan atau pebaikan
jaringan tubuh tidak terlepas dari peranan cairan tubuh.
e. Memfasilitasi reaksi kimia dalam tubuh, misalnya metabolism tubuh.
D. Sistem Tubuh yang Berperan.
Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur oleh
ginjal, kulit, paru, dan gastrointestinal.
a. Ginjal
Organ yang memiliki peran cukup besar dalam mengatur kebutuhan
cairan dan elektrolit.Fungsi ginjal, yaitu sebagai pengatur air, pengatur
konsentrasi garam dalam darah, pengatur keseimbangan asam basa darah,
dan ekskresi bahan buangan atau kelebihan garam.
Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini di awali oleh
kemampuan bagian ginjal, seperti glomerulus, dalam menyaring cairan.
Rata-rata setiap satu liter darah mengandung 500 cc plasma yang mengalir
melalui glomerulus, 16 % disaring keluar. Cairan yang tersaring (filtrate
glomerulus),kemudian mengalir melalui tubuli renalis yang sel-selnya
menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang diproduksi
6

ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan rata-rata 1


ml/kg/bb/jam.
b. Kulit
Bagian penting pengaturan cairan yang terkait proses pengaturan
panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi oleh
vasomotorik dengan kemampuan mengendalikan arteriol kutan dengan cara
vasodilatasi dan vasokontriksi proses pelepasan dengan cara proses
penguapan. Jumlah keringat yang keluar tergantung pada banyaknya darah
yang mengalir melalui pembuluh darah dalam kulit. Ataupun dengan cara
konduksi (pengalihan panas ke benda yang disentuh), dan konveksi
(pegaliran udara panas ke permukaan yang lebih dingin) Keringat
merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah pengendalian saraf
simpatis.
c. Paru-paru.
Berperan

dalam

mengeluarkan

cairan

dengan

menghasilkan

insensible water loss 400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan terkait


dengan respon akibat perubahan upaya kemampuan bernapas.
d. Gastrointestinal
Organ saluran pencernaan yang beperan dalam mengeluarkan cairan
melalui proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam kondisi normal,
cairan yang hilang dalam system ini sekitar 100-200 ml/hari.Pengaturan
keseimbangan cairan dapat melalui system endogrin, seperti system
hormonal, aldosteron, prostaglandin, glukokortikoid, dan mekanisme rasa
haus.
e. ADH.
Hormone ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air
sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh.Hormone ini
dibentuk oleh hipotalamus di hipofisis posterior, yang mensekresi ADH

E.

dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel.


1. Aldosteron.
2. Prostaglandin.
3. Glukokortikoid.
4. Mekanisme rasa haus
Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit
a. Usia.
Perbedaan usia menentukan luas permukaan tubuh serta aktivitas organ
b. Temperatur
Temperatur yang tinggi menyebabkan proses pengeluaran cairan melalui
keringat cukup banyak
c. Diet
7

Apabila kekurangan nutrien, tubuh akan memecah cadangan makanan


yang tersimpan di dalamnya
d. Stres
Peningkatan produksi ADH dapat meningkatkan metabolisme sehingga
mengakibatkan terjadinya glikosis otot.
e. Sakit
Banyak sel yang rusak, untuk memperbaiki sel yang rusak dibutuhkan
adanya proses pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup
F. Cara Perpindahan Cairan Tubuh.
a. Difusi
Difusi merupakan bercampurnya molkeul-molekul
dalam cairan, gas, atau zat padat secara bebas dan
acak. Proses difusi dapat terjadi bila dua zat bercampur
dalam sel membrane. Dalam tubuh, proses difusi air,
elektrolit, dan zat-zat lain tejadi melalui membrane
kapiler yang permeable. Kecepatan proses difusi
bervariasi, bergantung pada factor ukuran molekul,
konsentrasi cairan, dan temperature cairan. Molekul
akan lebih berpindah dari larutan dengan konsentrasi
b.

tinggi ke larutan dengan konsentrasi rendah.


Osmosis
Proses

perpindahan

zat

larutan

lain

melalui

membrane

semipermeabel biasanya tejadi dari larutan dengan konsentrasi yang kurang


pekat, ke larutan dengan konsentrasi lebih pekat. Solute adalah zat pelarut,
sedang

solven

osmosis

adalah

penting

larutannya.Proses

dalam

mengatur

keseimbangan cairan ekstra dan intrasel.


Osmolaritas
mengukur

adalah

kepekatan

cara

larutan

untk
dengan

menggunakan satuan mol. NaCl berperan


penting

dalam

mengatur

keseimbangan

cairan dalam tubuh. Apabila terdapat ltiga


jenis larutan garam dengan kepekatan yang
berbeda dan didalamnya dimasukkan sel darah merah, maka larutan yang
mempunyai kepekatan sama yang akan seimbang dan berdifusi. Pada proses
osmosis dapat terjadi perpindahan dari larutan dengan kepekatan rendah ke
8

larutan yang kepekatannya lebih tinggi melalui membrane semipermeabel,


sehingga larutan yang berkonsentrasi rendah volumenya akan berkurang,
sedang larutan yang lebih tinggi akan bertambah volumenya.
c. Transpor Aktif
Tranpor aktif merupakan gerak zat yang akan berdifusi dan
berosmosis. Proses ini terutama penting untuk mempertahankan natrium
dalam cairan intra dan ekstrasel. Proses pengaturan cairan dapat
dipengaruhi oleh dua factor, yaitu tekanan cairan dan membrane.
d. Tekanan cairan
Proses difusi dan osmosis melibatkan adanya tekanan cairan. Proses
osmotik juga menggunakan tekanan osmotik, yang merupakan kemampuan
partikel pelarut untuk menarik larutan melalui membrane. Bila dua larutan
dengan perbedaan konsentrasi dan larutan yang mempunyai konsentrasi
lebih pekat molekulnya tidak dapat bergabung maka larutan tersebut disebut
koloid.sedangkan, larutan yang mempunyai kepekatan yang sma dan dapat
bergabung disebut sebagai kristaloid.
e. Membrane semipermeable.
Merupakan penyaring agar cairan yang bermolekul besar tidak
bergabung. Terdapat di dinding kapiler pembuluh darah, yang terdapat di
seluruh tubuh sehingga molekul atau zat lain tidak berpindah ke jaringan.
G. Pengaturan Cairan Volume Tubuh
Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan antara jumlah
cairan yang masuk dan jumlah cairan yang keluar.
a. Asupan cairan
Asupan (intake) cairan untuk komdisi normal pad orang dewasa adalah
2500

cc/hari.

Penagturan

mekanisme

keseimbangan

cairan

ini

menggunakan mekanisme haus.


b. Pengeluaran cairan
Pengeluaran (output) cairan sebagai dalam mengimbangi asupan cairan
orang sewasa dalam kondisi normal adalah 2300cc/hari. Jumlah air yang
banyak keluar dari ekskresi ginjal (urine), sebanyak 1500cc/hari. Hasihasil pengeluaran cairan adalah:
1. Urine.
9

Pembentukan urine terjadi di ginjal dan Ureter mengalirkan urine ke


bladder. Dalam bladder, urine ditampung sampai mencapai batas tertentu
yang kemudian dikeluarkan melalui uretra. Cairan dalam ginjal disaring
pada glomerulus dan salam tubulus distal untuk kemudian diserap
kembali ke dalam aliran darah
2. Keringat.
Terbentuk bila menjadi panas akibat pengaruh suhu yang panas.Keringat
banyak mengandung garam, urea, asam laktat, dan ion kalium.
Banyaknya jumlah keringat yang keluar akan mempengaruhi kadar
3.

natrium dalam plasma.


Feses
Feses yang keluar mengandung air dan sisanya berbentuk padat.Jika
cairan yang keluar melalui feses jumlahnya berlebihan, maka dapat
mengakibatkan tubuh menjadi lemas.Jumlah rata-rata pengeluaran cairan
melalui feses adalah 100 ml.hari.

H. Elektrolit Utama Tubuh Manusia


Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan
nonelektrolit. Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan
dan tidak bermuatan listrik, seperti : protein, urea, glukosa, oksigen, karbon
dioksida dan asam-asam organik. Sedangkan elektrolit tubuh mencakup
natrium (Na+),kalium (K+), Kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), Klorida
(Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO42), sulfat (SO42-). Konsenterasi
elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian dengan bagian yang
lainnya, tetapi meskipun konsenterasi ion pada tiap-tiap bagian berbeda,
hukum netralitas listrik menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif
harus sama dengan jumlah muatan-muatan positif. Komposisi dari elektrolitelektrolit tubuh baik pada intarseluler maupun pada plasma terinci di bawah
ini: Elektrolit Ekstra seluler Intra seluler
Plasma Interstitial.
No

Kation:

b.Anion:

10

1. Sodium (Na+)
1. Chloride (Cl -)
Kation berlebih di ruang
Kadar berlebih di ruang
ekstraseluler.
ekstrasel
Sodium
penyeimbang
Membantu
proses
cairan
di
ruang
keseimbangan natrium

Komponen utama dari


eesktraseluler
Sodium
adalah
sekresi kelenjar gaster

Sumber : garam dapur


komunikasi antara nerves
dan musculus.
Membantu
proses 2. Bicarbonat (HCO3 -)
Bagian dari bicarbonat
keseimbangan asam-basa
buffer sistem.
dengan
menukar
ion

Bereaksi dengan asam


hidrigen pada ion sodium
kuat untuk membentuk
di tubulus ginjal : ion
asam
karbonat
dan
hidrogen di ekresika
Sumber : snack, kue,
suasana garam untuk
menurunkan PH.
rempah-rempah, daging
Fosfat ( H2PO4- dan
panggang.
2. Potassium (K+) :
HPO42-).
Kation berlebih di ruang
Bagian dari fosfat buffer
intraseluler.
system
Menjaga
keseimbangan
Berfungsi untuk menjadi
kalium di ruang intrasel.
energi pad metabolisme
Mengatur
kontrasi
sel.
(polarissasi
dan
Bersama dengan ion
repolarisasi) dari muscle
kalsium meningkatkan
dan nerves.
kekuatan dan kekerasan
Sumber : Pisang, alpokad,
tulang.
jeruk, tomat, dan kismis.
Masuk dalam struktur
3. Calcium (Ca++)
genetik yaitu : DNA dan
Membentuk garam bersama
RNA.
dengan fosfat, carbonat,
flouride di dalam tulang dan
gigi untuk membuatnya
keras dan kuat.
Meningkatkan fungsi syaraf
dan muscle.
Meningkatkan
efektifitas
proses pembekuan darah
dengan proses pengaktifan
protrombin dan trombin
Sumber : susu dengan
kalsium tinggi, ikan dengan
tulang, sayuran, dll.
11

I. Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal.


Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjaldapat
berubah oleh stress akibat operasi, control hormone yang abnormal, ataupun
oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal.
Pada keadaan nor
mal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak
2000-2500 ml perhari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan
kehilangan cairan rata- rata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin,dan hamper
600 ml kehilangan cairanyang tidak disadari (insensible water loss)dari kulit
dan paru-paru.
Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolism
oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari,
cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari
makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi
dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari ,40-80 ml perjam untuk orang
dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible lossse banyak rata-rata
6ml/kg/24jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan
bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu
tubuh1derajat celcius pada suhu tubuh diatas 37 derajat celcius dan sensible loss
yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan),
paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastointestinal
(100-200 ml tiap hariyang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat
penyakit ditraktus gastrointestinal), third-space loses.
Tabel.2 Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang
dewasa.
FLUID GAINS
Oxidative

300ml

metabolism

FLUID LOSES
Kidneys

1200-

1500 ml

Oralfluids

1100-1400 ml

Skin

TOTAL

2200-2700 ml

ml
TOTAL
2700 ml

J. Perubahan Cairan Tubuh


Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :
a. Perubahan volume
Defisit volume
12

500-600
2200-

Defisitvolume cairan ekstra selular


merupakan perubahan cairan tubuh
yang paling umum terjadi pada
pasien bedah. Penyebab paling
umum adalah kehilangan cairan di
gastrointestinal

akibat

muntah,

penyedot nasogastrik, diare dan


drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada
cedera

jaringan

lunak,

infeksi,

inflamasi

jaringan,

peritonitis,

obstruksiusus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang


cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan
jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi
sampai defisi volume cairan ekstra selular yang berat terjadi.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi
serum

dari

natrium

menjadi

isonatremik

(130-150

mEq/L),

hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L).


Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%),
edangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari
kasus.
Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan
hamper sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan
cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen
intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis(hiponatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan

dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan

cairan hipertonis). Secaragaris besar terjadi kehilangan natrium yang


lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar

natrium

serum rendah air di kompartemen intravascular berpindah ke


kompartemen ekstravaskular,

sehingga menyebabkan penurunan

volume intravascular
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan dengan kandungan natrium ebih sedikit dari darah (kehilangan
cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih
banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi,
13

air

di

kompartemen

ekstraskular

berpindah

ke

kompartemen

intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.


Tabel.4 Derajat dehidrasi
Dehidrasi
Ringan
Sedang
Berat

Dewasa
4%
6%

Anak
4% - 5 %
5% - 10 %

8%

10% - 15 %

Shock

15-20%

15-20%

Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstra selular merupakan suatu kondisi
akibat iatrogenik (pemberian cairan intra vena seperti NaCl yang
menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan
intravena glukosa yang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat
sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, atau
pungagal jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi
jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
b. Perubahan konsentrasi
Hiponatremia.
Jika<120mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan
mental,letargi, iritabilitas,lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika
kadar<110mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia
ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik),
hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses,
diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat di terapi
dengan restriksi cairan (Na+125mg/L) atau NaCl 3% sebanyak (140-X)
x BB x 0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi hiponatremia
yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahan- lahan,
sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na
serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus.
Na=Na0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 =: Na serum yang aktual
14

TBW total body water = 0,6 x BB (kg)


Hipernatremia
Jika kadar natrium >160 mg/L maka akan timbul gejala berupa
perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat
disebabkan oleh kehilangan cairan

(diare, muntah, diuresis, diabetes

insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium


berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5%
12
dekstrose dalam air sebanyak {(X-140)x BB x 0,6}: 140.
Hipokalemia
Jika kadar kalium <3mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi
akut kalium dari cairan ekstra selular ke intra selular atau dari
pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala
hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS
segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot
skeletal , poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hypokalemia dapat berupa
koreksi factor presipitasi (alkalosis,hipomagnesemia,obat-obatan),infus
potassium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mil dhi pokalemia;>
2mEq/L) atau infus potassium klorida sampai 40 mEq/jam dengan
monitorin goleh EKG ( untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai
perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).
Rumus untuk menghitung defisit kalium:
K = K1 K0 X 0,25 X BB

K= kalium yang dibutuhkan


K1

= serum kalium yang diinginkan

K0

= serumkaliumyang terukur

BB

= berat badan (kg)

Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium>5mEq/L, sering terjadi karena
insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs,
ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama
melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahanotot) dan sistem
kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG).Terapi untuk hyperkalemia
dapat berupa intravena kalsium klorida10% dalam10menit,sodium
bikarbona t50-100mEq dalam5-10menit,atau diuretik, hemodialysis.
15

2.1.2

Cairan Perioperative
A. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang
umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor
preoperatif, perioperatif dan postoperatif. Faktor-faktor preoperative:
a. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar,atau insufisiensi renal dapat diperburuk
oleh stress akibat operasi.
b. Prosedur diagnostic
Arteri ogran atau pyelogram intravena yang memerlukan marke rintravena
dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal
karena efek diuresis osmotik.
c. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretic dapat mempengaruhi eksresi
air dan elektrolit
d. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan
elekrolit dari traktus gastrointestinal.
e. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
f. Restriksi cairan preoperative
Selama periode 6 jam restriksi cairan,pasien dewasa yang sehat
kehilangan cairan sekitar 300-500mL. Kehilangan cairan dapat meningkat
jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
g. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya.
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
B. Faktor Perioperatif
a. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan
hipovolemia preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti
takikardia dan vasokonstriksi.
b. Kehilangan darah yang abnormal.
Kehilangan abnormal cairan ekstra selular ke thirdspace(contohnya
kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
c. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka
operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.
C. Faktor post operatif:
a. Stres akibat operasi dannyeri pasca operasi.
b. Peningkatan katabolisme jaringan
c. Penurunan volume sirkulasi yang efektif.
d. Risiko atau adanya ileus postoperatif
16

D. Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif
adalah
a. Hiperkalemia
b. Asidosis metabolik
c. Alkalosis metabolic
d. Asidosis respiratorik
e. Alkalosisrepiratorik
E. Patofisiologi
Trauma, pembedahan dan anestesi akan menimbulkan perubahanperubahan pada keseimbangan air dan metabolism yang dapat berlangsung
sampai beberapa hari pasca trauma atau bedah. Perubahan-perubahan tersebut
terutama sebagai akibat dari:
a. kerusakan sel di lokasi pembedahan
b. Kehilangan dan perpindahan cairan baik lokal maupun umum
c. Pengaruh puasa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah
d. Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan

fase

penyembuhan
Perubahan yang terjadi meliputi perubahan-perubahan hormonal
seperti:

Kadar adrenalin dan nonadrenalin meningkat sampai hari ketiga pasca


bedah atau trauma. Sekresi hormone monoamine ini kebih meningkat lagi
bila pada penderita tampak tanda-tanda sepsi, syok, hipoksia dan

ketakutan.
Kadar glukagon dalam plasma juga meningkat
Sekresi hormone dari kelenjar pituitary aanterior jugam engalami
peningkatan yaitu growth hormone dan adrenocorticotropic chormone
(ACTH). Trauma atau stres akan merangsang

hipotalamus sehingga

dikeluarkan corticotropin releasing factor yang merangsang kelenjar


pituitaria anterior untuk mensekresi ACTH. Peningkatan kadar ACTH
dalam sirkulasi menyebabkan glukokortikoid plasma meningkat sehingga

timbulhi perglikemia, glikolisis dan peninggian kadar asam lemak.


Kadar hormone antidiuretic (ADH)
mengalami peningkatan

yang

berlangsung sampai hari ke 2-4 pasca bedah/trauma. Respon dari trauma


ini akan mengganggu pengaturan ADH yang dalam keadaan normal

banyak dipengaruhi oleh osmolalitas cairan ekstraseluler.


Akibat peningkatan ACTH, sekresi aldosterone juga meningkat. Setiap
penurunan volume darahatau cairan ektraseluler selalu menimbulkan
rangsangan untuk pelepasan aldosteron.
17

Kadar prolactin juga meninggi terutama pada wanita dibandingkan dengan


laki- laki.

Derajat perubahan-perubahan tersebut di atas sangat bervariasi bagi setiap


individu tergantung dari beberapa faktor :
rasa sakit dan kualitas analgesi
rasa takut dan sedasi yang diberikan
komplikasi penyulit pada pasca bedah/trauma (syok, perdarahan,
hipoksiaatau sepsis).
keadaan umumpenderita
berat dan luasnya trauma
F. Gangguan fungsi ginjal.
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
a. Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.
b. Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh
meningkatnya kadar aldosteron.
c. Meningkatnya kadar hormone anti diuretic (ADH) menyebabkan
terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ diduktus koligentes (collecting
tubules) meningkat.
d. Ginjal tidak mampu

mengekskresikan

freewater

atau

untukm

enghasilkan urin hipotonis.


2.1.3

Pilihan Jenis Cairan


A. Cairan kristaloid
Cairan inimempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES =
CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan
mudah disetiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak
menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat
disimpan lama.
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan
koloid) ternyata sama efektifnya

seperti pemberian cairan koloid untuk

mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloiddi ruang


intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Heugmanetal (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah
sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitial sehingga timbul edema
perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema
jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%.
Penelitian Millsdkk (1967) dimedan perang Vietnam turut memperkuat
penelitan yang dilakukan oleh Heugman, yaitu pemberian sejumlah cairan
18

kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain


itu,pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak
dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Tabel. Komposisi Cairan Kristaloid
Solution
5%

Dextrose

in

Tonicity

Na+

Cl-

K+

Ca2

Glucose

Lactate

(mosml/L)

(mEq/L)

(mEq/L)

(mEq/L)

(mEq/L)

(g/L

(mEq/L

)5

Hypo(253)

water

(D5W)
Normal saline

Iso(308)

154

154

D5 NS

Iso(330)

38,5

38,5

50

D5 NS

Hyper(407)

77

77

50

D5NS

Hyper(561)

154

154

50

Lactated

Iso(273)

130

109

Hyper(525)

130

109

28

Ringers
Injection(RL)
D5LR

50

28

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid


akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid
maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang
interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang
hamper menyerupai cairan intravaskuler.

Laktat yang terkandung dalam

cairan tersebut akan mengalami metabolism dihati menjadi bikarbonat. Cairan


kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah

NaCl

0,9%,

tetapi bila

diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional


hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadarbikarbonat plasma akibat
peningkatan klorida.
B. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
plasma substitute atau plasma expander. Didalam cairan koloid terdapat
zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotic yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada Syok hipovolemik/hermorhagik
19

atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein


yang banyak (misal luka bakar).
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada
cross match. Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia (5 dan
2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60 C selama
10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya.

Fraksi

protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa


globulin dan beta globulin. Prekallikrein activators(Hagemans factor
fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan
dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infus dengan fraksi protein
plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
b. Koloid sintesis yaitu
Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan
Dextran 70 (Macrodex)

dengan berat molekul

60.000-70.000

diproduksi oleh bakteri Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam


media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang
lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu
memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat
menurunkan

kekentalan

(viskositas)

darah.

Selain

itu

Dextran

mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet


adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis
dan

melancarkan

aliran

darah.

Pemberian

Dextran

melebihi

20ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu perdarahan


memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran
1) (Promit) terlebih dahulu.
Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6 % dengan berat molekul 10.000
1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan
onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml laruta ini pada orang normal
akan dikeluarkan 46 % lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64 %
dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi
20

anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau


jarang) .Low molecular weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch)
mirip Hetastarch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5
kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena
potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan
toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu Koagulasi maka Penta
starch di pilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita
gawat.
Gelatin
Larutan koloid 3,5 4 % dalam balance edelectrolyte dengan
berat molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
-

Ada 3 macamgelatin,yaitu:
modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
Urea linked gelatin
Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada
penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(jarang) terutama dari golongan urea linked gelati
Tabel. Crystalloid versus colloid
Crystalloid

Colloid

21

Advantages

Inexpensive

Moresustained

Promotes urinary flow

increase

(qintravascular

intravascullar

(1/3 still intravascullar at 24

volume) Fluid of choice

hr)

Maintain

for initial resuscitationof

colloid oncotic pressure.

trauma/hemorrhage.

Requiressmaller

Expandsintravascular

for equal effect

volume (1/4 volume given

Lessperipheral

retained intravascularly)

(more

Restoresthird space losses

intravascullar)

fluid

orqplasma
volume
edema
remains

Maylower intracranial pressure


Disadvantages Dillutescolloid
osmotic pressure

Expensive

Promotes peripheral edema Mayproduce


Higher

incidence

pulmonary edema

coagulopathy

of (dextrans and helastarch)


With capilary leak may

volume
potentiate
fluid
loss to the cairan
Dehidrasi Requireslarge
hipotonis (hiponatremik)
terjadi
ketika
kehilangan
dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan
hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natriumyang lebih banyak
dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air
dikomparteme intravascular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga
menyebabkan

penurunan

volume

intravascular.

Dehidrasi

hipertonis

(hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih


sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena
kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen
intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular
2.2 MONITORING KEBUTUHAN PERIOPERATIFE
2.2.1 Pengertian Perawatan perioperative
Perawatan perioperatif adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi
berlangsung.Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan

keragaman

fungsi

keperawatan

yang

berkaitan

dengan

pengalaman pembedahan pasien.Keperawatan perioperatif adalah istialah yang


22

digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperwatan yang berkaitan


dengan pengalaman pembedahan pasien.Kata untukperioperative adalah istilah
gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan pre operatif,
intraoperative dan pasca operatif.
Keperawatan perioperatif
menggambarkan

keragaman

adalah

fungsi

istilah

yang

digunakan

keperawatan

yang

berkaitan

untuk
dengan

pengalaman pembedahan pasien.( Keperawatan medikal-bedah : 1997.


Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencangkup 3 fase
pengalaman pembedahan yaitu praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif.
a. Fase Praoperatif
Merupakan ijin tertulis yang ditandatangani oleh klien untuk melindungi
dalam proses operasi yang akan dilakukan. Prioritas pada prosedur
pembedahan yang utama adalah inform consent yaitu pernyataan persetujuan
klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang berguna untuk
mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan dilaksanakan dan
juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan keluarganya
mengenai tindakan tersebut. Pada periode pre operatif yang lebih diutamakan
adalah persiapan psikologis dan fisik sebelum operasi.
b. Fase Intraoperatif
Dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau ruang bedah dan berakhir saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.Lingkup aktifitas keperawatan,
memasang infus, memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien.
c. Fase Posotperatif
Dimulai pada saat pasien masuk ke ruang pemulihan dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.Lingkup aktifitas
keperawatan, mengkaji efek agen anestesi, membantu fungsi vital tubuh, serta
mencegah komplikasi.Peningkatan penyembuhan pasien dan penyuluhan,
perawatan tindak lanjut, rujukan yang penting untuk penyembuhan yang
berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan.
2.2.2 Monitoring pre operatif
Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian pada Orang dewasa rata+
rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na =1-2
+
mmol/kgBB/ hari dan K =1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan
pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal,
23

keringat (lewatkulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible
water losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih
banyak dibandingkan elektrolit).
Defisit cairan dan elektrolit pra bedah dapat

timbul

akibat

dipuasakannya penderita terutama pada penderita bedah elektif (sekitar 6-12


jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit bedahnya
(perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita
dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat
hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra
bedah ini harus segera diganti sebelum dilakukan pembedahan.
Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang
terjadi.
Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya
meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara serius.

Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB (1500 ml air).
Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat dan

lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.


Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi, terjadi
pada kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan dan
elektrolit biasanya menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15 % BB
atau lebih.
Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan cairan hipotonis

seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena
penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi
enteral atau parenteral lebih dini lagi.
Untuk mengganti cairan yang hilang, cairan preoperatif diberikan dalam
bentuk cairan pemeliharaan, pada dewasa 2 ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1
ml/kgBB untuk berat badan lebih dari 20 kg. Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg
BB I, ditambah 2 ml/kg untuk 10 kgBB II, dan ditambah 1 ml/kg untuk berat
badan sisanya.
Kecuali penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda
rehidrasi tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5-1 ml/kgBB.
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi
persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus
pasien).
a. Persiapan Psikologi
24

Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak
stabil. Hal ini dapat disebabkan karena :
a. Takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya.
b. Keadaan sosial ekonomi dari keluarga. Penyuluhan merupakan fungsi
penting dari perawat pada fase pra bedah dan dapat mengurangi cemas
pasien. Hal-hal dibawah ini penyuluhan yang dapat diberikan kepada pasien
pra bedah.
Penjelasan tentang peristiwa
Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya sebelum operasi :
- Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan).
- Hal-hal yang rutin sebelum operasi.
- Alat-alat khusus yang diperlukan
- Pengiriman ke ruang bedah.
- Ruang pemulihan.
- Kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi
- Perlu peningkatan mobilitas sedini mungkin.
- Perlu kebebasan saluran nafas.
- Antisipasi pengobatan.
- Bernafas dalam dan latihan batuk Latihan kaki Mobilitas
- Membantu kenyamanan
b. Persiapan Fisiologi
a) Diet 8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam
sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada operasi
dengan anaesthesi umum. Pada pasien dengan anaesthesi lokal atau spinal
anaesthesi makanan ringan diperbolehkan. Bahaya yang sering terjadi
akibat makan/minum sebelum pembedahan antara lain :
- Aspirasi pada saat pembedahan
- Mengotori meja operasi.
- Mengganggu jalannya operasi.
b) Persiapan Perut.
Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah
saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal.Untuk pembedahan pada
saluran pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi hari
menjelang operasi. Maksud dari pemberian lavement antara lain :
- Mencegah cidera kolon
- Memungkinkan visualisasi yang lebih baik pada daerah yang akan
dioperasi.
- Mencegah konstipasi.
- Mencegah infeksi.
c) Persiapan Kulit
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran
dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur
25

bila perlu saja, lemak dan kotoran harus terbebas dari daerah kulit yang
akan dioperasi. Luas daerah yang dicukur sekurang-kurangnya 10-20 cm2.
d) Hasil Pemeriksaan.
Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.
e) Persetujuan Operasi / Informed Consent.
f) Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa didapat
dari keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang tua dan kelurga
terdekat. Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang
untuk melaksanakan operasi tanpa surat izin tertulis dari pasien atau
keluarga, setelah dilakukan berbagai usaha untuk mendapat kontak dengan
anggota keluarga pada sisa waktu yang masih mungkin.
c. Persiapan Akhir Sebelum Operasi Di Kamar Operasi (Serah terima dengan
perawat OK)
1. Mencegah Cidera
Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi atau cidera perlu
dilakukan hal tersebut di bawah ini :Cek daerah kulit / persiapan kulit dan
persiapan perut (lavement).Cek gelang identitas / identifikasi pasien.Lepas
tusuk konde dan wig dan tutup kepala/peci. Lepas perhiasan Bersihkan cat
kuku.Kontak lensa harus dilepas dan diamankan.Protesa (gigi palsu, mata
palsu) harus dilepas.Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang/
ada gangguan pendengaran.Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada
pasien yang beresiko terhadap tromboplebitis.Kandung kencing harus
sudah kosong.Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus dicek
meliputi
- Catatan tentang persiapan kulit.
- Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN).
- Pemberian premedikasi.
- Pengobatan rutin.
- Data antropometri (BB, TB).
- Informed Consent
- Pemeriksan laboratorium.
2. Pemberian Obat premedikasi
Obat-obat pra anaesthesi diberikan untuk mengurangi kecemasan,
memperlancar induksi dan untuk pengelolaan anaesthesi.Sedative
biasanya diberikan pada malam menjelang operasi agar pasien tidur
banyak dan mencegah terjadinya cemas.
Pengkajian Keperawatan Pra Bedah
a. Data Subyektif
26

Pengetahuan dan Pengalaman Terdahuluan


Pengertian tentang bedah yang duanjurkan
Tempat
Bentuk operasi yang harus dilakukan.
Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat dirumah sakit,

keterbatasan setelah di bedah.


- Kegiatan rutin sebelum operasi.
- Kegiatan rutin sesudah operasi.
- Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.
- Pengalaman bedah terdahulu
- Bentuk, sifat, roentgen
- Jangka waktu
Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah
Penghayatan-

penghayatan

dan

ketakutan-

ketakutan

menghadapi bedah yang dianjurkan.Metode-metode penyesuaian


yang lazim.Agama dan artinya bagi pasien.Kepercayaan dan praktek
budaya terhadap bedah.Keluarga dan sahabat dekat Dapat dijangkau
(jarak).
Persepsi keluarga dan sahabat sebagai sumber yang memberi
bantuan.Perubahan pola tidur Peningkatan seringnya berkemih.
3. Status Fisiologi
a. Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong
komplikasi-komplikasi pascabedah. Berbagai alergi medikasi, sabun,
plester.
b. Penginderaan :kesukaran visi dan pendengaran.
c. Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, anoreksia.
d. Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis, bedah
orthopedi yang terdahulu (penggantian sendi, fusi spinal).
e. Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
f. Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan
mengenai terbebas dari nyeri setelah operasi.
2.2.3 Monitoring intra operatif
Fase Intraoperatif dimulai Dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau
ruang bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.Lingkup
aktifitas keperawatan, memasang infus, memberikan medikasi intravena,
melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan
menjaga keselamatan pasien.
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih
menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan
translokasi cairan internal. Kehilangan cairan
27

akibat

penguapan

(evaporasi)

akan lebih banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama.
Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan keruang
ketiga atau sequestrasi secara massif dapat berakibat terjadi defisit cairan
intravaskuler. Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat
mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan
keruangan serosa (ascites) atau kelumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion
fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi
tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat

merugikan secara

fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan


fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.
Perdarahan Secara teoritis dapat diukur dari :
Botol penampung darah yang di sambung dengan pipa penghisap darah
(suction pump)
Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah
pembedahan. Kasa

yang

penuh darah (ukuran 4x4

cm) mengandung

10 ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap


darah 100-10 ml. Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan
hanya bisa ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman
banyak) dan keadaan klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan
pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematocrit berulang-ulang (serial).
Pemeriksaan kadar hemoglobindan hematokrit lebih menunjukkan rasio
plasma terhadap eritrosit dari pada jumlah perdarahan. Kesulitan penaksiran
akan bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi)
dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup,meja operasi dan lantai
kamar bedah.
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan
kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan
(perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang
diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang
hilang.
a. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah
mata (ekstrasi,katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama
pembedahan.
b. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan
cairan

sebanyak

ml/kgBB/jam
28

untuk

kebutuhan

dasar

ditambah

4ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang


diberikan adalah 6ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti Ringer
Laktat atau Normosol-R.
c. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2ml/kgBB/jam
untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total
10 ml/kgBB/jam.
d. Tabel7.Rates of Fluid Administration to Replace Third Space Losses
FluidShift Exampleof Operation

Rates* (Crystallid)

Minor

0 3 ml/kg/hr

Moderate
Major

TendonRepair
Tympanoplasty
Hysterectomy
Inguinal
hernia
Totalhip replacement Abdominal
with peritonitis

6ml/kg/hr
case 9ml/kg/hr

*Includes ml /kg/hr maintenance butnot usua l3 ml crystalloid /ml blood no


treplaced with blood.
Jumlah Penggantian darah yang hilang untuk kehilangan darah sampai
sekitar 20% EBV (EBV= Estimated Blood Volume = taksiran volume darah), akan
menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan penurunan tekanan venasentral.
Kompensas itubuh ini akan menurun pada seseorang yang akan mengalami
pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala tersebut seringkali tidak begitu tampak
karena depresi komponen vasoaktif.
Berdasar berat-ringannya perdarahan
a. Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10 15%, cukup diganti
dengan cairan elektrolit.
b. Perdarahan sedang, perdarahan 10 20% EBV, 15 30%, dapat diganti dengan
cairan kristaloid dan koloid.
c. Perdarahan berat, perdarahan 20 50% EBV, > 30%, harus diganti dengan
transfusi darah
Tabel8. Perkiraan volume darah
Usia

Volume darah

Neonatus
*Prematur
*fullterm
Bayi
Dewasa
*Laki-laki
*Wanita

90 ml/kgBB
85 ml/kgBB
80 ml/kgB
75 ml/kgBB
65 ml/kgBB
29

Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan


larutan kristaloid, pemberian

transfusi

darah tetap

harus

menjadi bahan pertimbangan berdasarkan:


Keadaan umumpenderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum
pembedahan
Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadiSumber perdarahan yang
telah teratasi atau belum.
Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi)
Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan Kalau mungkin
hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit.
Usia penderita
1. Perlindungan terhadap injury
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang
dilakukan oleh perawat di ruang operasi.Aktivitas di ruang operasi oleh
perawat difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk
perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah masalah fisik yang
mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul
permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu
keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang
dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah
psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan
menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi.
2. Monitoring pasien
Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4
hal, yaitu:
a. Safety Management.
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien
selama prosedur pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan
keamanan diantaranya adalah:
Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan
pada klien dan memudahkan pembedahan.Perawat perioperatif
mengerti bahwa berbagai posisi operasi berkaitan dengan perubahanperubahan fisiologis yang timbul bila pasien ditempatkan pada posisi
tertentu.
b. Monitoring Fisiologis
30

Pemantauan fisiologis yang dilakukan oleh perawat meliputi hal hal


sebagai berikut:
Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan
cairan pasien. Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara
menghitung jumlah cairan yang masuk dan yang keluar (cek pada
kantong kateter urine) kemudian melakukan koreksi terhadap
imbalance cairan yang terjadi. Misalnya dengan pemberian cairan
infus.
Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinue
untuk melihat apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan
yang dilakukan meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah,
saturasi oksigen, perdarahan dan lain lain.
Pemantauan terhadap perubahan vital sign.
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan
kondisi klien masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus
dilakukan intervensi secepatnya.
c. Monitoring Psikologis.
Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar) dukungan
psikologis yang dilakukan oleh perawat pada pasien antara lain :
1. Memberikan dukungan emosional pada pasien.
2. Perawat berdiri di dekat pasien dan memberikan sentuhan selama
prosedur pemberian induksi .
3. Mengkaji status emosional klien.
4. Mengkomunikasikan status emosional pasien

kepada tim kesehatan

(jika ada perubahan).


Pengaturan dan koordinasi Nursing Care.
Pengaturan dan Koordinasi Nursing Care ,tindakan yang dilakukan antara

d.

lain :
a. Memanage keamanan fisik pasien.
b. Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis.
2.2.4 Monitoring post operatif
Keperawatan postoperatif

adalah

periode

akhir

dari

keperawatan

perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan


kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri
dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera
membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan
nyaman.
31

Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah


masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini.Pengkajian dan penanganan yang
cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama
perawatan di rumah sakit atau membahayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini,
asuhan keperawatan postoperatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan
itu sendiri.
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
a) Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air,elektrolit dan kalori/nutrisi.
Kebutuhan air untuk penderita didaerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50
ml/kgBB/24 jam.

Padahari pertama

pasca

bedah tidak dianjurkan

pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak,
proses katabolisme dan transfusidarah.

Akibat stress pembedahan, akan

dilepaskan aldosterone dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air dan
natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian
natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan
minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk
memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50%
kada ralbumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr %.

Penggantian

cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam
isotonis.

Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minumdan

makan.
b) Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan1C

Suhu tubuh.
Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah
Penderita denganhiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan

humidifikasi.
c) Melanjutkan penggantiandefisit cairan pembedahan dan selama pembedahan
yangbelum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr %, sebaiknya
diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
d) Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan
tersebut.Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi
tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan
nafas,frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
1. Faktor yang Berpengaruh Postoperatif
32

a. Mempertahankan jalan nafas Dengan mengatur posisi, memasang suction dan


pemasangan mayo/gudel.
b. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi.

Ventilasi

dan

oksigenasi

dapat

dipertahankan dengan pemberian bantuan nafas melalui ventilaot mekanik atau


nasal kanul.
c. empertahakan sirkulasi darah. Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan
dengan pemberian caiaran plasma ekspander.
d. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase. Keadaan umum dari
pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien, seperti kesadaran
dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh
anastesi sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat
penting untuk dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi perdarahan yang
dialami pasien.
e. Balance cairan. Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran
klien. Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti
dehidrasi akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan yang justru menjadi
beban bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
f. Mempertahanakan kenyamanan dan mencegah resiko injury. Pasien post
anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar
untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side
railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi
keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan medi terkait dengan agen
pemblok nyerinya.
2. Tindakan Postoperatif
Ketika pasien sudah selasai dalam tahap intraoperatif, setelah itu pasien di
pindahkan keruang perawatan, maka hal hal yang harus perawat lakukan, yaitu :
a. Monitor tanda tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang,
dan komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya.
Pemerikasaan ini merupakan pemmeriksaan pertama yang dilakukan di
bangsal setelah postoperatif.
b. Manajemen Luka.
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami
perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan
jahitan.
c. Mobilisasi dini
33

Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga
batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler
dan mengeluarkan sekret dan lendir.
d.

Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali.
Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan
untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.

e. Discharge Planning.
- Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien
dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan
sehubungan dengan kondis/penyakitnya post operasi.

Ada 2 macam

discharge planning :Untuk perawat : berisi point-point discahrge planing


-

yang diberikan kepada klien (sebagai dokumentasi).


Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih detail.

2.3 KONSEP LUKA


1. Pengertian
34

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997).
Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan yang disebabkan
banyak hal atau berbagai faktor.
Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan (Mansjoer,
2000:396). Menurut InETNA, luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang
mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya
kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan
kehilangan substansi jaringan.
Luka dapat diartikan sebagai gangguan atau kerusakan integritas dan fungsi
jaringan pada tubuh (suriadi 2007).
Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau
organ tubuh lain (Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
2. Jenis Jenis Luka
a. Berdasarkan sifat luka, luka dibagi menjadi
1) luka disengaja: misalnya luka terkena radiasi atau bedah
2) luka tidak disengaja( trauma) juga dapat di bagi menjadi dua luka tertutup dan
luka terbuka. Disebut luka tertutup jika tidak terjadi robekan, sedengkan luka
terbuka jika terjadi robekan dan kelihatan seperti luka abrasio(luka akibat
gesekan), luka puncture (luka akibat tusukan), dan hautration (luka akibat alat
perwatan luka) (muttaqin Arief 2009)
b. Berdasarkan penyebabnya
Menurut Kozier, 1995, Taylor, 1997)
1) Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada permukaan epidermis
akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini
banyak dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh
maupun benturan benda tajam ataupun tumpul.
2) Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa
garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas seharihari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana
bentuk luka teratur .
3) Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan
atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka
35

ini dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka
tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga
lapisan otot.
4) Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang
biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang
menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya.
Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan luka
tidak begitu lebar.
5) Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan
memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit.
Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut.
6) Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun
sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan
dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya
juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan mukosa.
c. Berdasarkan tingkat kontaminasi
1) Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang
merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk
terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring,traktus respiratorius maupun
traktus genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tetap dalam keadaan
bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2) Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol.
Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda
infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.
3) Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda
infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau
kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan
infeksi luka 10% - 17%.
4) Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan
mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai
36

akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi


visera, abses dan trauma lama.
d. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
1) Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi
pada lapisan epidermis kulit.
2) Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
3) Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah
tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis
sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
4) Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan oto otot, tendon
dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
e. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
1) Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
2) Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen dan endogen.

3. Mekanisme Terjadinya Luka


1) Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misalyang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh
suturaseterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2) Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan
dandikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yangbiasanya dengan benda yang tidak tajam.
4) Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisauyang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5) Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atauoleh kawat.
6) Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya.
pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya
lukanya akan melebar
7) Luka bakar (combustio)
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Luka
37

1) Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih
sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari
faktor pembekuan darah.
2) Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan
diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn.
Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka
setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi
luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
3) Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi
penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak
(yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk
penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah
infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa
dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau
diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia
atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan
mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi
untuk penyembuhan luka
4) Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan
yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga
menghambat proses penyembuhan luka.
5) Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari
serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu
cairan yang kental yang disebut dengan nanah (Pus).
6) Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah
pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat
dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu
adanya
obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
38

7) Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula
darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi
penurunan protein-kalori tubuh.
8) Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan
luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
9) Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat
seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak
akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
5. Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
mamulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah kedaerah yang rusak, membersihkan sel
dan benda asing serta perkembangan awal seluluer bagian dari proses penyembuhan
luka. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa
bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai
contoh,

melindungi

area

luka

yang

bebas

dari

kotoran

dengan

menjaga

kebersihan,dapat membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor,1997).


Penyembuhan luka didefinisikan oleh Wound Healing Society (WHS) sebagai
suatu yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari pengembalian kontinitas dan
fungsi anatomi. Berdasarkan WHS suatu penyembuhan luka yang ideal adalah kembali
normalnya struktur , fungsi dan anatomi kulit. Batas waktu penyembuhan luka
ditentukan oleh tipe luka dan lingkungan instrinsik maupun ekstrinsik. Penyembuhan
luka bisa berlangsung cepat. Pada luka bedah dapat diketahui adanya sintesis kolagen
dengan melihat adanya jembatan penyembuhan dibawah jahitan yang mulai menyatu.
Jembatan penyembuhan ini muncul pada hari kelima sampai ketujuh post operasi
(Black & Jacobs, 1997).
Jahitan biasanya diangkat pada saat sudah terlihat adanya tensil strengt yang
mendekatkan tepi luka. Pengangkatan jahitan ini tergantung usia, status nutrisi dan
lokasi luka. Jahitan biasanya diangkat pada hari ke enam sampai ketujuh post operasi
untuk menghindari terbentuknya bekas jahitan (suture marks) walaupun pembentukan
39

kolagen sampai jahitan menyatu berakhir hari ke-21 (Taylor,C,1997). Kolagen sebagai
jembatan penyembuhan ini muncul pada hari ke-5 sampai ke-7 post operasi. Bila lebih
dari 7 hari berarti terjadi perlambatan sintesis kolagen yang berarti penyembuhan luka
lambat (Black & Jacobs, 1997).
Suatu luka bersih akan tetap bersih bila dilakukan persiapan operasi yang baik
dan tehnik pembedahan yang baik serta perawatan luka post operasi yang baik pula.
Pemberian antibiotik peroral yang adekuat mampu mencegah terjadinya infeksi
sehingga meski tanpa cairan antiseptik proses penyembuhan luka dapat tetap terjadi
(Kartono, dikutip oleh Oetomo, 1994)
A. Prinsip penyembuhan luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu:
a. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya
b.
c.
d.
e.

kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang,


Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga,
Respon tubuh secara sistemik pada trauma,
Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka
Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk

mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan


f. Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh
termasuk bakteri.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
a. Faktor yang mempercepat penyembuhan luka terdiri dari (Kozier, 1995 &
Taylor,1997)
1) Pertimbangan perkembangan
Anak dan orang dewasa lebih cepat lebih cepat penyembuhan luka daripada
orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi
hati yang dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah (Kozier,
1995).
2) Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian metabolisme pada tubuh.
Klien memerlukan diit kaya Protein, Karbonhidrat, Lemak, Vitamin dan
Miniral (Fe, Zn) Bila kurang nutrisi diperlukan waktu untuk memperbaiki
status nutrisi setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk
meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah
jaringan adipose tidak adekwat (Taylor, 1997).
3) Infeksi

40

Ada tidaknya infeksi pada luka merupakan penentu dalam percepatan


penyembuhan luka. Sumber utama infeksi adalah bakteri. Dengan adanya
infeksi maka fase-fase dalam penyembuhan luka akan terhambat.
4) Sirkulasi dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Saat kondisi
fisik lemah atau letih maka oksigenasi dan sirkulasi jaringan sel tidak berjalan
lancar. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak yang
memiliki sedikit pembuluh darah berpengaruh terhadap kelancaran sirkulasi
dan oksigenisasi jaringan sel. Pada orang gemuk penyembuhan luka lambat
karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah Infeksi dan lama
untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa yang mederita
gangguan pembuluh darah prifer, hipertensi atau DM. Oksigenasi jaringan
menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernafasan kronik
pada perokok.
5) Keadaan luka
Kedaan kusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan
luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu dengan cepat. Misalnya luka
kotor akan lambat penyembuhannya dibanding dengan luka bersih.
6) Obat
Obat anti inflamasi (seperti aspirin dan steroid), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat
membuat tubuh seseorang rentan terhadap Infeksi luka. Dengan demikian
pengobatan luka akan berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang lebih
lama.
b. Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
Tidak adanya penyembuhan luka akibat dari kerusakan pada satu atau
lebih dari proses penyembuhan normal. Proses ini diklasifikasikan menjadi faktor
Intrinsik dan ekstrinsik (Black & Jacobs, 1997).
Hipoksia mengganggu aliran oksigen dan nutrisi pada luka, serta
aktifitas dari sel pertumbuhan tubuh. Neutropil memerlukan oksigen untuk
menghasilkan oksigen peroksida untuk membunuh patogen. Demikian juga
fibroblast dan fagositosis terbentuk lambat. Satu-satunya aspek yang dapat
meningkatkan penyembuhan luka pada keadaan hipoksia adalah angio genesis.
1) Faktor ektrinsik dapat memperlambat penyembuhan luka meliputi malnutrisi,
perubahan usia dan penyakit seperti diabetes melitus.
41

Malnutrisi dapat mempengaruhi beberapa area dari proses penyembuhan.


Kekurangan protein menurunkan sintesa dari kolagen dan leukosit.
Kekurangan lemak dan karbonhidrat memperlambat semua fase penyembuhan
luka karena protein di rubah menjadi energi selama malnutrisi. Kekurangan
Vitamin menyebabkan terlambatnya produksi dari kolagen, respon imun dan
respon koagulasi.
Pasien tua yang mengalami penurunan respon inflamatari yang
memperlambat proses penyembuhan. Usia tua menyebabkan penurunan
sirkulasi migrasi sel darah putih pada sisa luka dan fagositasis terlambat.
Ditambah pula kemungkinan Pasien mengalami gangguan yang secara
bersamaan menghambat penyembuhan luka seperti Diabetes Melitus.
Diabetes Melitus adalah gangguan yang menyebabkan banyak pasien
mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan karena gangguan sintesa
kolagen,

angiogenesis

dan

fagositosis.

Peningkatan

kadar

glucosa

mengganggu transport sel asam askorbat kedalaman bermacam sel termasuk


fibroblast dan leukosit. Hiperglikemi juga menurunkan leukosit kemotaktis,
arterosklerosis, kususnya pembuluh darah kecil, juga pada gangguan suplai
oksigen jaringan.
Neurapati diobotik mrupakan gangguan penyembuhan lebih lanjut
dengan mengganggu komponen neurologis dari penyembuhan. Kontrol dari
gulu darah setelah operasi memudahkan penyembuhan luka secara normal.
Merokok adalah gangguan Vaso kontriksi dan hipoksia karena kadar Co2
dalam rokok serta membatasi suplai oksigen ke jaringan. Merokok
meningkatkan arteri sklerosis dan platelet agregasi. Lebih lanjut kondisi ini
membatasi jumlah oksigen dalam luka.
Penggunaan steroid memperlambat penyembuhan dengan menghambat
kologen sintesis, Pasien yang minum steroid mengalami penurunan strenght
luka, menghambat kontraksi dan menghalangi epitilisasi. Untungnya Vitamin
A ada untuk meningkatkan penyembuhan luka yang terhambat karena
gangguan atau penggunaan steroid.

C. Jenis-jenis penyembuhan luka


42

a. Healing by Primary Intention (Penutupan luka primer)


Penutupan ini akan merapatkan jaringan yang terputus dengan bantuan
benang, klip dan verban perekat. Setelah beberapa waktu, maka sintesis,
penempatan dan pengerutan jaringan kolagen akan memberikan kekuatan dan
integritas pada jaringan tersebut. Pertumbuhan kolagen tersebut sangat penting
pada tipe penyembuhan ini. Pada penutupan primer tertunda, perapatan jaringan
ditunda beberapa hari setelah luka di buat atau terjadi. Penundaan penutupan
luka ini bertujuan mencegah infeksi pada luka-luka yang jelas terkontaminasi
oleh bakteri atau yang mengalami trauma jaringan yang hebat.
Fase-fase dalam intention primer :
a) Fase inisial berlangsung 3-5 hari
b) Sudut insisi merapat, migrasi sel-sel epitel,mulai pertumbuhan sel
c) Fase granulasi (5 hari 4 mg)
Fibroblas bermigrasi kedalam bagian luka dan mensekresi kolagen. Selama
fase granulasi luka berwarna merah muda dan mengandung pembuluh
darah. Tampak granula-granula merah. Luka beresiko dehiscence dan
resisten terhadap infeksi. Epitelium pada permukaan tepi luka mulai terlihat.
Dalam beberapa hari lapisan epithelium yang tipis akan bermigrasi
menyebrangi permukaan luka. Epitel menebal dan mulai matur dan luka
mulai merapat. Pada luka superficial, reepitelisasi terjadi 3-5 hari.
d) Fase kontraktur scar (7 hari beberapa bulan)
Serabut-serabut kolagen terbentuk dan terjadi proses remodeling.
Pergerakan

miofibroblast yang aktif menyebabkan kontraksi area

penyembuhan, menutup defek dan membawa ujung kulit tertutup bersamasama. Skar yang matur selanjutnya terbentuk. Skar yang matur tidak
mengandung pembuluh darah dan pucat, serta lebih terasa nyeri dari pada
fase granulasi
b. Healing by Secondary Intention (Penutupan luka sekunder) .
Luka yanmg terjadi dari trauma, ulserasi dan infeksi dan memiliki sejumlah
besar eksudat dan luas, batas luka ireguler dengan kehilangan jaringan yang
cukup luas menyebabkan tepi luka tidak merapat. Reaksi inflamasi dapat lebih
besar dari pada penyembuhan luka. Kegagalan penutupan sekunder dari luka
terbuka akan berakibat terbentuknya luka terbuka kronis
c. Healing by Tertiary Intention (Penutupan luka tertier)
43

Adalah intension primer yang tertunda. Terjadi karena dua lapisan


jaringan granulasi dijahit bersama-sama. Ini terjadi ketika luka yang
terkontaminasi, terbuka dan dijahit rapat setelah infeksi dikendalikan. Juga dapat
terjadi ketika luka primer mengalami infeksi, terbuka dan dibiarkan tumbuh
jaringan

granulasi

dan

kemudian

dijahit.

Intension

tersier

biasanya

mengakibatkan skar yang lebih luas dan lebih dalam dari pada intension primer
atau sekunder.
D. Fase-fase penyembuhan luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga
berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan
seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995).
Menurut Kozier, 1995.
1) Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah
luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan
pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet
yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel.
Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab
membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu
sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya
mikroorganisme Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon
seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai
darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang
diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah
dan sedikit bengkak. Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah
ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari
monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan
mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag
juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan
ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama
44

mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi


proses penyembuhan
2) Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21
setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang
berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali
dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kirakira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah
tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah
kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama
waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka.
Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan
oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah
dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi
jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang
lunak dan mudah pecah.
3) Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah
pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya ,
menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan
elastisitas dan meninggalkan garis putih.
E. Penanganan medis penyembuhan luka
a) Stimulasi elektrik : stimulate DNA sintesis, aliran darah, prolierasi fibroblas dan
mendorong migrasi sel epitel.
b) HBO (hiperbarik oksigen) : memberikan oksigen dengan kadar tinggi.
Menaikkan kandungan oksigen jaringan yang luka sehingga nutri dan fibroblas
meningkat.
c) Pemberian hormon pertumbuhan
d) Rawat luka
e) Komplikasi penyembuhan luka
Meliputi Infeksi, pendarahan, dehiscence dan evicerasi (Kozier, 1995, Taylor,
1997):
1) Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari Infeksi sering muncul
dalam 2-7 hari setelah pembedahan.gejalanya berupa infeksi termasuk
45

adanya purulent, peningkatan drainage, nyeri, kemerahan dan bengkak di


sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan leukosit.
2) Pendarahan
Dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada
garis jahitan, infeksi atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti
darain). Hipovolemia mungkin tidak cepat tampak, sehingga balutan jika
mungkin harus sering di lihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan
dan tiap 8 jam setelah itu. Jika terjadi perdarahan yang berlegihan,
penambahan tekanan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan &
intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3) Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan Eviscerasi adalah komplikasi post operasi yang serius.
Dehiscence yaitu terbukanya lapisan luka partial. Eviscerasi yaitu keluarnya
pembulu kapiler melalui daerah irisan.
Sejumlah faktor meliputi ; kegemukan, kurang nutrisi, multiple
trauma, gagal untuk menyatu, bentuk yang berlebihan, muntah dan dehidrasi
dapat mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.
Ketika dehiscence & eviscerasi terjadi luka, harus segera ditutup
dengan balutan steril yang lebar kompres dengan normal saline. Klien
disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka
F. Perkembangan perawatan luka
Prinsip penanganan luka saat ini meliputi beberapa hal (Burnsurgery, 2004)
a. Mengontrol infeksi
Isolasi substansi tubuh dan tehnik cuci tangan yang baik dan benar. Sarung tangan
yang bersih atau steril dan balutan steril. Instrumen steril untuk mengganti
balutan.
Krasher dan Kennedi (1994) melakukan metode alternatif dalam mengganti
balutan dengan kombinasi tehnik steril dan non steril. Merujuk ke teknik tidak
boleh disentuh adalah sebagai berikut :
1) Gunakan dua pasang sarung tangan tidak steril, kasa steril ukuran 44 ,
normal salin (Nacl 0,9%) steril.
2) Sarung tangan pertama digunakan untuk membuka bantuan luka yang kotor,
kemudian lepaskan dan cuci tangan.
3) Buka peralatan steril menggunakan tehnik steril.
46

4) Kenakan sarung tangan kedua, tuang normal saline di atas luka dengan
menampung waskom dibawah luka.
5) Pegang kasa steril pada sisanya/pinggir luka, bagian depan (yang menyentuh
luka) jangan samapai tersentuh oleh tangan yang mengenakan sarung tanga
tidak steril.
6) Bersihkan luka dengan gerakan sirkuler/ melingkar diawali dari bagian dalam
luka kearah luar. Untuk tiap putaran kasa diganti dengan yang baru.
7) Bersihkan dan keringkan juga disekeliling luka.
8) Tutup kembali luka dengan meletakkan balutan di atasnya, pegang sisi/sudut
balutan penutup dan letakkan bagian yang tidak tersentuh di atas permukaan
luka.
9) Tutup dengan balutan transparan, tulis tunggal, jam dan initial balutan.
Gunakan Sodium Clorida 0,9% untuk irigasi dan bersihkan luka. Minimalkan
trauma dengan gosokan luka secra hati-hati. Ganti balutan baru setiap kali
membersihkan luka.
b. Moist wound healing (penyembuhan luka dengan kondisi lembab) Kondisi
fisiologis jaringan adalah dengan kondisi hidrasi yang seimbang untuk
mempertahankan kelembaban.Kondisi yang lembab memfasilitasi pertumbuhan
jaringan yang baru (granulasi). Keadaan ini biasanya dapat terjaga dengan baik
bila kondisi kulit utuh. Namun inilah masalahnya dimana kulit sudah mengalami
kerusakan dan gagal melakukan fungsinya. Untuk itu seorang perawat
memikirkan bagai mana mempertahankan kondisi hidrasi luka yang sudah
kehilang perlindungan yaitu kulit, dan bahan apa yang dapat menggantikan kulit
tersebut.
G. Pengkajian luka
a) Lokasi
Lokasi luka dapat mempengaruhi penyembuhan luka, dimana tidak
semua lokasi tubuh mendapatkan peredaran darah yang sama. Ditinjau dari
prinsip fisiologis, pada bagian tubuh yang memiliki pembuluh darah yang
banyak akan mendapatkan aliran darah yang banyak. Hal ini akan mendukung
penyembuhan luka lebih cepat dibandingkan dari bagian tubuh yang lebih
sedikit mendapat aliran darah.
b) Ukuran luka
47

Diukur panjang, lebar dan diameternya bila bentuk luka bulat dengan
sentimeter, gambarkan bentuk luka tersebut dengan lembar transparan yang
telah dicatat berpola kotak-kotak berukuran sentimeter.
c) Kedalaman luka
Kedalaman luka dapat diukur dengan kapas lidi steril yang sudah
dilembabkan dengan normal saline, masukan dengan hati-hati kedalam luka
dengan posisi tegak lurus (90o) hingga kedasar luka. Beri tanda pada lidi sejajar
dengan permukaan kulit disekitar luka. Ukur dengan sentimeter.
d) Gowa atau terowongan
Gowa dan terowongan dapat diketahui denga melakukan palpas
jaringan disekeliling pinggir luka, dimana akan teraba tenderness/perlukan.
Masukan saline melalui mulut lubang ke dasar luka/ujung terowongan. Beri
tanda pada lidi sejajar dengan permukaan kulit disekitar luka. Beri tekanan
/palpasi dengan hati-hati dan kaji saluran yang abnormal tersebut. Jangan
pernah menggunakan kekuatan dorongan yang berlebilan bila menggunakan
kapas lidi. Ukur lokasi dan kedalaman lubang/penetrasi. Untuk penentuan
lokasi ditetepkan dengan pola arah jarum jam dengan pusat pada tengah luka
dan jam 12 sesuai garis anatomis sumbu tubuh manusia. Misalnya lokasi mulut
lubang terdapat pada posisi jam 8 dengan kedalaman 5 cm atau dapat dibuatkan
gambar jam dengan tanda pada posisi jam 8
e) Warna dasar luka
Warna dasar luka sangat penting dikaji karena berhububungan dengan
penentuan terapi topikal dan jenis balutan luka.
Ada beberapa macam warna dasar luka yang membutuhkan perlakuan
spesifik terhadap masing-masing sesuai warna dasar tersebut.
1) Nekrotik
Biasanya warna dasar hitam, tampak kering dan keras disebut keropeng.
Kering tidak berarti jaringan dibawahnya tidak terinfeksi atau tidak ada
sksudat, ini tidak dapat dipastikan tanpa dilakukan palpasi terlebih dahulu.
Dengan melakukan palpasi dapat dirasakan ada tenderness atau tidak
dibawah jaringan keropang tersebut dan disekitar luka teraba panas dan
tampak tanda radang disekelilingnya yang perlu diperhatikan. Dan juga
tidak terlepas dari keluhan penderita apakah merasa nyeri berdenyut
dibawah jaringan nekroit tersebut. Untuk luka seperti ini membutuhkan
48

suasana yang lembab sehingga nekrotik yang kering tersebut dapat lepas
dengan sendirinya. Jenis balutan yang baik adalah hidrogel. Diatasnya
diletakan kasa dan balutan transparan.
2) Sloughy
Warna dasar luka ini tampak kekuningan, sangat eksudatif atau tampak
berair/basah. Sloughy ini harus diangkat dari permukaan luka karena
jaringan ini juga sedang mengalami nekrotik, dengan demikian pada dasar
luka akan tumbuh jaringan granulasi buntuk proses penyembuahan. Untuk
luka seperti ini dibutuhkan hydrogen untuk melepas jaringan nekroit.
Gunakan hydrofiber untuk menyerap eksudat yang berlebihan sehingga
tercipta lingkungan yang konduksif. (moist/lembab) untuk proses
panyembuhan luka. Bila luka mudah berdarah lebih baik digunakan calcium
alginate.

Hydrofiber

yang

mengandung

calcium

alginato

dapat

menghentikan pendarahan dengan segera.


3) Granulasi
Warna dasar luka ini adalah merah. Perlu diketahui bahwa ini merupakan
pertumbuhan jaringan yang baik, namun tidak dapay dibiarkan tanpa
pambalut. Tetap harus diberi pelindung sebagai pengganti kulit utuk
mencegah kontaminasi dari dunia luar dan menciptakan kondisi lingkungan
luka yang baru untuk pertumbuhan sel granulasi tersebut. Biasanya luka ini
sangat mudah berdarah. Boleh diberikan balutan hydrogen dan apabila
eksudat banyakdapat digunakan hydrofiber yang mengandung calcium
alginate labih efektif.
4) Epitelisasi
Warna dasarnya adalah pink, kadang-kadang sebagian luka ini masih dalam
proses glanulasi. Untuk itu perlu pemilihan balutan yang dapat mendukung
mutasi sel yaitu douderm tipis (extra thin). Balutan ini berbentuk
wafer/padat, tidak berbentuk seruk, namun cukup lunak dan nyaman
diletakan diatas permukaan luka dan tidak menimbulkan trauma terghadap
luka, dapat juga menyetap eksudut yang minimal melindungi luka dari
kontaminasi.
H. Bahan yang digunakan untuk perawatan luka
a. Sodium Clorida 0,9%
49

Sodium Clorida 0,9% adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh
karena tidak ada reaksi hiper sensi tivitas terhadap Sodium Clorida (Nacl).
Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun (Liley & Aucker, 1999).
Natrium dan clorida sama seperti plasma darah. Larutan ini tidak mempengaruhi
sel darah merah (Handarson, 1992). Nacl tersedia dalam beberapa konsentrasi,
yang paling sering adalah Sodium Clorida 0,9%.
Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi
granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembapan sekitar luka dan
membantu proses penyembuhan luka serta mudah didapat dengan harga relatif
murah. (http://promise. Com/wound care/). Hanya normal saline solutio yang di
rekomondasikan oleh American Health Care Police and Research ( ALICPR)
untuk perawatan luka seperti membersihkan dan membalut luka.
Normal saline fisiologis tidak akan merusak kulit dan secara adekuat
menjaga kebersihan luka (Black, JM & Jacobs, EM, 1997).
b. Povidine Iodine
Povidine Iodine adalah elemen non metalik yang tersedia dalam bentuk
garam yang di kombinasi dengan bahan lain. Walaupun Iodine bahan non metalik,
Iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang jelas. Iodine
hanya larut sedikit di air tetapi dapat larut keseluruhan dalam alkohol (Lilley &
Auker, 1999).
Larutan ini akan melepaskan Iodine anorganik bila kontak dengan kulit atau
selaput lendir sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif
dan negatif, spora, jamur dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan alargen serta
maninggalkan residu (Sodikin, 2002).
Studi menunjukkan bahwa antiseptik seperti Povidine Iodine toxic terhadap
sel (Tompson, J, 2001). Iodine dengan konsentrasi > 3% dapat memberi rasa
panas pada kulit. Rosa terbakar akan nampak ketika daerah yang di rawat ditutup
dengan balutan Oklusif kulit dapat ternoda serta nyeri pada sisi luka (Lilley &
Aucker, 1999). Povidine Iodine 10% mempunyai aktivitas baktericida yang baik
terhadap bakteri yang ada di kulit dan kelenjar keringat yang kemudian pada kulit
sering timbul resida atau sisa warna Iodine (Oetomo, Ks, 1994).
I. Merawat Luka
1. Pengertian
50

Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa
ataujaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang
dapat merusakpermukaan kulit
2. Tujuan
a. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan
membran mukosa
b. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
c. Mempercepat penyembuhan
d. Membersihkan luka dari benda asing atau debris
e. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
f. Mencegah perdarahan
g. Mencegah excoriasi kulit sekitar drain.
3. Persiapan alat
a. Set steril yang terdiri atas :
-

Pembungkus

Kapas atau kasa untuk membersihkan luka

Tempat untuk larutan

Larutan anti septic

2 pasang pinset

Gaas untuk menutup luka.

b. Alat-alat yang diperlukan lainnya seperti : extra balutan dan zalf


c. Gunting
d. Kantong tahan air untuk tempat balutan lama
e. Plester atau alat pengaman balutan
f. Selimut mandi jika perlu, untuk menutup pasien
g. Bensin untuk mengeluarkan bekas plester
4. Cara kerja
a. Jelaskan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan. Jawab pertanyaan
pasien.
b. Minta bantuan untuk mengganti balutan pada bayi dan anak kecil
c. Jaga privasi dan tutup jendela/pintu kamar
d. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan. Bukan hanya
pada daerahluka, gunakan selimut mandi untuk menutup pasien jika perlu.
e. Tempatkan tempat sampah pada tempat yang dapat dijangkau. Bisa dipasang
pada sisitempat tidur.
51

f. Angkat plester atau pembalut.Jika menggunakan plester angkat dengan cara


menarik dari kulit dengan hati-hati kearahluka. Gunakan bensin untuk
melepaskan jika perlu.
g. Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan jika balutan kering atau
menggunakansarung tangan jika balutan lembab. Angkat balutan menjauhi
h.
i.
j.
k.

pasien.
Tempatkan balutan yang kotor dalam kantong plastik.
Buka set steril
Tempatkan pembungkus steril di samping luka
Angkat balutan paling dalam dengan pinset dan perhatikan jangan sampai
mengeluarkandrain atau mengenai luka insisi. Jika gaas dililitkan pada drain
gunakan 2 pasang pinset,satu untuk mengangkat gaas dan satu untuk

memegang drain.
l. Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya jahitan dan keadaan luka.
m. Buang kantong plastik. Untuk menghindari dari kontaminasi ujung pinset
dimasukkandalam kantong kertas, sesudah memasang balutan pinset dijauhkan
dari daerah steril.
n. Membersihkan luka menggunakan pinset jaringan atau arteri dan kapas
dilembabkandengan anti septik, lalu letakkan pinset ujungnya labih rendah
daripada pegangannya.Gunakan satu kapas satu kali mengoles, bersihkan dari
insisi kearah drain :
Bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan dari tengah keluar
Jika ada drain bersihakan sesudah insisi
Untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus ulcer, bersihkan dari tengah
o.
p.
q.
r.
s.
t.

lukakearah luar, gunakan pergerakan melingkar.


Ulangi pembersihan sampai semua drainage terangkat.
Olesi zalf atau powder. Ratakan powder diatas luka dan gunakan alat steril.
Gunakan satu balutan dengan plester atau pembalut
Amnkan balutan dengan plester atau pembalut
Bantu pasien dalam pemberian posisi yang menyenangkan.
Angkat peralatan dan kantong plastik yang berisi balutan kotor. Bersihkan alat

danbuang sampah dengan baik.


u. Cuci tangan
v. Laporkan adanya perubahan pada luka atau drainage kepada perawat yang
bertanggungjawab.
w. Catat penggantian balutan, kaji keadaan luka dan respon pasien.
Membersihkan Daerah Drain
Daerah drain dibersihkan sesudah insisi. Prinsip membersihkan dari daerah
bersih

kedaerah

yang

terkontaminasi

karena

drainnya

yang

basah

memudahkan pertumbuhan bakteri dandaerah daerah drain paling banyak


52

mengalami kontaminasi. Jika letak drain ditengah luka insisidapat dibersihkan


dari daerah ujung ke daerah pangkal kearah drain. Gunakan kapas yang lain.

2.4 Jenis-jenis Penutupan Luka


Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses
penyembuhan berlangsung optimal. Sebelumnya persiapkan alat-alat seperti, Bahan
katun, Kasa-Benang jahitan, Sarung tangan steril.
a. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang
jaringan nekrosis dan debris. Pencucian luka yang seksama 2 hingga 3 kali sehari
akan membuang sekret yang tercemar bakteri.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu:
1. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan
mati dan benda asing.
2. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3. Berikan antiseptik.
4. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal.
b. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada
penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan,
infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan,
sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah
yang menyebabkan hematom.
c. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
53

d. Jahit sesuai lapis demi lapis Sub cutis: pakai plain (benang diserap) Cutis : pakai silk
(benang yang tak diserap) Tutup dengan kasa steril. Tehnik menjahit yang sesuai
dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang baik dalam pembedahan kulit. Hasil
postoperasi dengan desain tertutup yang cantik dapat membahayakan jika tehnik
jahitan yang dipilih tidak benar atau jika jahitannya terlalu sedikit. Sebaliknya, jika
jahitannya terlalu banyak juga tidak bisa dibenarkan. Selain itu, insisi yang kurang
baik pada kulit dengan tujuan untuk meregangkan garis tegangan kulit dan
pengangkatan jaringan yang terlalu banyak serta perkiraan batas yang tidak adekuat
dapat membatasi tindakan ahli bedah dalam penutupan luka dan penjahitan. Pegang
jaringan secara hati-hati dan lembut karena dapat mengoptimalkan penyembuhan
luka.
Pemilihan tehnik jahitan tergantung pada jenis dan lokasi anatomi luka, ketebalan
kulit, derajat ketegangan, dan hasil kosmetik yang diinginkan. Penempatan jahitan
yang baik membutuhkan perkiraan batas luka yang tepat, yang membantu
meminimalkan dan menyebarkan tegangan kulit. Eversi luka penting dilakukan
untuk memaksimalkan perkiraan bagian epidermal kulit. Eversi ini dilakukan untuk
meminimalkan resiko pembentukan scar sekunder dan kontraksi jaringan selama
penyembuhan. Biasanya, inversi tidak dilakukan dan hal ini tidak menurunkan resiko
hipertrofi scar pada pasien yang rentan dengan resiko ini. Eliminasi ruang mati,
pemulihan bentuk anatomi alami, dan meminimalkan bekas jahitan juga penting
dalam mengoptimalkan hasil kosmetik dan fungsional luka.
e. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis
pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi
(Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).
Tabel 1. Waktu Pengangkatan Jahitan
No

Lokasi

Waktu

1
Kelopak mata
2
Pipi
3
Hidung, dahi, leher
4
Telinga,kulit kepala
5
Lengan, tungkai, tangan,kaki
6
Dada, punggung, abdomen
Sumber. Walton, 1990:44

3 hari
3-5 hari
5 hari
5-7 hari
7-10+ hari
7-10+ hari
54

BAB I
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keperawatan perioperatif dilakukan berdasarkan proses keperawatan dan
perawat perlu menetapkan strategi yang sesuai dengan kebutuhan individu selama
periode perioperatif sehingga klien memperoleh kemudahan sejak datang sampai klien
sehaat kembali. Pada model ini sangat ditekankan kesinambungan asuhan keperawatan.
Saat mengalami pembedahan klien akan mengalami berbagai stressor.
Pembedahan yang ditunggu pelaksanaanya akan menyebabkan rasa takut dan ansietas
pada klien yang menghubungkan pembedahan dengan rasa nyeri, kemungkinan cacat,
menjadi bergantung pada orang lain, dan mungkin kematian. Anggota keluarga sering
merasa takut gaya hidupnya terganggu dan merasa tidak berdaya menghadapi waktu
pembedahan yang semakin dekat. Kemampuan meningkatkan hubungan yang efektif
dengan klien dan mendengarkan keluhan mereka secara aktif sehingga seluruh
kekhawatiran mereka dapat diatasi merupakan hal yang penting untuk mencapai hasil
akhir dari pembedahan. Klien akan lebih mampu bekerja sama dan berpartisipasi dalam
perawatan jika perawat memberi informasi tentang peristiwa yang terjadi sebelum dan
sesudah pembedahan. Penyuluhan perioperatif in akan membantu mengurangi rasa takut
akibat ketidaktahuan klien dan keluarga dan akan mengurangi masa rawat di rumah sakit,
mengurangi penggunaan analgesic pascaoperatif dan klien dapat mematuhi aturan
pascaoperataif.
3.2 Saran
a. Bagi mahasiswa
Untuk mempelajari dengan baik dan benar mengenai konsep baik secara medik
maupun secara keperawatan yang berkenaan dengan pembahasan komprehensif 1
b. Bagi perawat
Perawat bertangguang jawab dalam merancang dan melaksanakan asuhan
keperawatan dengan baik dan tepat. Untuk mencapai hal tersebut dapat dilakukan
55

dengan memahami keadaan pasien dan struktur proses keperawatan serta refrensi
yang tidak hanya mengacu pada satu literature dan dapat mengerti apa saja tugas
yang dilakukan perawat sesuai dengan pembahasan yang di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi.
Sahabat Setia : Yogyakarta.
http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/11/19/konsep-dasar-keperawatan-perioperatif/
Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi. Fakultas
KEdokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.
Keane PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect on recovery
from anaesthesia. 1986; 41: 635-7.
Ws. Potter and Perry.2005.Fundamental Keperawatan. Konsep, Proses, dan Praktik.
Jakarta. EGC. Edisi 4. Volume 2

56

You might also like