You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN
Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit eritroskuamosa kronis yang menyerang
segala usia baik bayi maupun orang dewasa. Dermatosis ini sering ditemukan pada
bagian tubuh yang memiliki konsentrasi folikel sebaseus yang tinggi serta kelenjar
sebaseus yang aktif.(1,2)
Prevalensi dermatitis seboroik adalah 3-5% pada orang dewasa muda dan 15% dari populasi umum. Prevalensi tertinggi ditemukan pada usia dekade ke-4
sampai 7 dan pada bayi biasanya ditemukan pada 3 bulan pertama kehidupan yang
menghilang pada usia 6-12 bulan.(3)
Dermatitis seboroik lebih banyak terjadi pada remaja yaitu sering dijumpai
pada laki-laki disbanding waita yang berhubungan dengan konsentrasi hormone
androgen yang lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita. Hormone androgen ini
memiliki fungsi untuk menghasilkan sebum.(1,2)
Etiologi dari dermatosis seboroik belum diketahui dengan pasti. Namun,
factor predisposisinya yaitu kelainan konstitusi berupa status seboroik yang
bagaimana patogenesisnya belum bisa dipastikan. Penyakit ini umumnya terkait
dengan jamur Malassezia, kelainan imunologi, aktivitas sebaseus dan kerentanan
pasien.(1)
Terapi pada dermatitis seboroik bertujuan untuk mengontrol penyakitnya
karena dermatitis seboroik bersifat kronis dan sering mengalami kekambuhan. Kasuskasus yang telah mempunya factor-faktor konstitusi sukar disembuhkan, meskipun
penyakitnya dapat terkontrol. Terapi yang memiliki efikasi baik untuk dermatitis
seboroik

diantaranya

antiinflamasi,

fototerapi, dan obat topikal lainnya.(3)

imunomodulator,

antifungal,

keratolitik,

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik merupakan dermatosis eritroskuamosa kronis yang menyerang
bayi dan orang dewasa. Predileksi penyakit ini ditemukan pada bagian tubuh dengan
konsentrasi folikel sebaseus yang tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala,
telinga, tubuh bagian atas dan fleksura (inguinal, inframamma, dan aksila). Dermatitis
seboroik paling umum terjadi pada masa pubertas dan remaja, selama periode ini
produksi sebum paling tinggi, hal ini berhubungan dengan hormonal yang meningkat
pada masa pubertas.(1)
Patogenesis yang pasti dari dermatitis seboroik belum dimengerti sepenuhnya,
tetapi dermatitis ini umumnya terkait dengan jamur Malassezia, kelainan imunologi,
aktivitas sebasesus yang meningkat dan kerentanan pasien. Spesies Malassezia dan
Propionibacterium acne juga memiliki aktivitas lipase yang menghasilkan
transformasi trigliserida ke dalam asam lemak bebas. Asam lemak bebas dan radikal
oksigen reaktif yang dihasilkan memiliki aktivitas antibakteri yang merubah flora
kulit normal. Gangguan dalam flora, aktivitas lipase dan radikal oksigen bebas akan
berhubungan erat dengan dermatitis seboroik dibandingkan dengan perubahan respon
kekebalan.(4,5)
Penderita dermatitis seboroik kebanyakan memiliki kulit dengan sebum yang
banyak dan berminyal. Lipid sebum penting untuk proliferasi Malassezia dan sintesa
faktor-faktor proinflamasi sehingga menciptakan kondisi yang sesuai untuk
perkembangan dermatitis seboroik.(4)
Tipikal lesi dermatitis seboroik adalah bercak-bercak eritema, dengan skuama
yang berminyak. Penyakit ini suka muncul di bagian-bagian yang kaya kelenjar
sebum, seperti kulit kepala, garis batas rambut, alis mata, glabella, lipatan nasolabial,
telinga, dada atas, punggung, ketiak, pusar, dan sela paha. Pasien sering mengeluhkan
rasa gatal, terutama pada kulit kepala dan pada liang telinga. Gejala umum lainnya
adalah blefaritis dengan krusta berwarna kekuningan sepanjang pinggir kelopak mata.

Varian serius dari dermatosis ini adalah exfoliative erythroderma (seborrheic


erythroderma).(1,3)
Dermatitis seboroik mempunyai ciri khas unik yang bergantung pada
kelompok usia yang terkena, bentuk anak sifatnya dapat sembuh sendiri, sementara
pada orang dewasa penyakit ini sifatnya kronis. Tingkat keparahan dan intensitas dari
lesi kulit bervariasi. Pada masa bayi, dermatitis seborik sering ditemukan pada tiga
bulan pertama kehidupan berupa skuama pada kulit kepala. Gambaran khas yaitu
skuama kekuningan muncul segera setelah lahir dimana lesi ditemukan pada daerah
lipatan tubuh. Pada orang dewasa, dermatosis kronis berulang dimulai dari eritema
ringan sampai moderat hingga lesi popular, eksudatif, dan berskuama. Lesi terutama
berkembang pada daerah dengan produksi sebum tinggi. Penyakit semakin
memburuk jika disertai stress dan kurang tidur.(3,4)
Dijumpai sejumlah penyakit yang serupa dengan dermatitis seboroik.
Psoriasis pada kulit kepala muncul sebagai plak berskuama pada kulit kepala dengan
batas tegas yang mungkin sulit dibedakan dari dermatitis seboroik. Dermatosis
seboroik pada kepala juga bisa mirip dengan tinea capitis yang untuk
membedakannya dilakukan pemeriksaan KOH. Dermatitis seboroik pada daerah dada
dan punggung mirip dengan pitiriasis rosea dan pitiriasis versikolor, sedangkan
dermatitis seboroik pada lipatan nasolabial mirip dengan dermatitis perioral.(1,3)
2.2 Terapi Dermatitis Seboroik
Pasien dermatitis seboroik sebelumnya harus diberikan KIE terlebih dahulu mengenai
modalitas terapi, karena terapi hanya dapat meredakan gejala sementara hingga relaps
selanjutnya muncul, yang dimana tipikalnya diikuti dengan beberapa periode remisi.
Pasien yang sedang menderita penyakit ini sebaiknya dilarang untuk menyebabkan
iritasi pada lesi yang masih aktif. Menjaga higienitas dan penggunaan emolien pada
kulit sangat disarankan.(2)
Terapi dermatitis seboroik pada infan terdiri dari emolien untuk melunakkan
skuama. Setelah skuama lunak, kemudian dapat dihilangkan dengan menggunakan
kain atau sisir bayi. Penggunaan ketoconazole 1-2% pada anak-anak terbukti efektif

dan aman jika digunakan dua kali sehari selama dua minggu. Tidak ada sampo yang
baik digunakan untuk terapi dermatitis seboroik bagi anak dibawah umur 2 tahun.(2,4)
Terapi dermatitis seboroik pada dewasa memiliki tujuan untuk meredakan lesi
kulit serta mengurangi pruritus dan eritema. Terapi yang diberikan yaitu sampo dan
antifungal topikal, inhibitor kalsineurin, dan kortikosteroid. Karena dermatitis
seboroik merupakan kondisi yang kronis, terapi yang berkelanjutan sangat perlu
dilakukan.(2,4)
Pada dermatitis seboroik di kulit kepala yang ringan diterapi dengan sampo
untuk ketombe yang mengandung selenium sulfide, zinc pyrithione, atau coal tar
yang dapat mengontrol gejala dari penyakit ini. Untuk kontrol jangka panjang,
penggunaan sampo antifungal yang mengandung ketokonazole 2% atau siklopiroks
2% dapat digunakan setiap hari atau setidaknya dua atau tiga kali per minggu selama
beberapa minggu, hingga tercapai remisi. Penggunaan sampo ini seminggu sekali
dapat mencegah terjadinya relaps. Sesuai dengan tingkat keparahan inflamasi pada
kulit kepala, penggunaan kortikosteroid topikal dapat bermanfaat, namun efek jangka
panjang dapat menyebabkan efek samping. Fluocinolone 0,01% solusio atau sampo
dan betamethasone valerate 0,12% foam dapat mengurangi gatal dan inflamasi.
Untuk kasus yang sedang dan berat, dapat digunakan sampo clobetasol 0,05% dua
kali seminngu yang dikombinasikan dengan 2% dua kali seminggu dapat mengurangi
gejala akut lebih cepat dan dapat mengontrol penyakit dibandingkan dengan
penggunaan hanya dengan ketokonazole saja.(3,4)
Terapi untuk dermatitis seboroik pada wajah dengan antifungal topikal,
kortikosteroid, dan inhibitor kalsineurin. Gel ketoconazole 2% secara signifikan dapat
mengurangi gejala pruritus, eritema, dan skuama. Penggunaan krim sertaconazole 2%
lebih efektif dibandingkan dengan krim hidrokortison 1%. Penggunaan kortikoteroid
potensi rendah dan sedang dapat megurangi gejala dermatitis seboroik sama
efektifnya seperti penggunaan antifungal dan antiinflamasi lainnya. Kortikosteroid
topikal baik digunakan sebagai pengobatan lini kedua karena efek sampingnya yang
dihubungkan dengan penipisan kulit dan telangiektasis. Penggunaan inhibitor
kalsineurin topikal juga sama efektifnya seperti penggunaan antifungal topikal dan
kortikosteroid dengan efek samping yang lebih rendah. Krim pimecrolimus 1% dapat

mengurangi gejala dermatitis seboroik lebih lama dibandingkan krim betamethasone


valerate 0,1%. Tacrolimus 0,1% ointment dapat meredakan gejala sama baiknya
dengan hidrokortison. Akan tetapi, penggunaan inhibitor kalsineurin ini dihubungkan
dengan limfoma dan terjadinya kanker kulit sehingga penggunaan dalam jangka
waktu lama dihindarkan dan hanya boleh digunakan pada area yang terkena
dermatitis seboroik saja. Inhibitor kalsineurin ini juga efektif sebagai terapi lini kedua
pada dermatitis seboroik sama dengan kortikosteroid.(3,4)
2.2.1 Anti Inflamasi
Pengobatan konvensional untuk dermatitis seboroik pada kulit kepala orang dewasa
diawali dengan steroid topikal. Terapi ini bisa diberikan dalam bentuk sampo, seperti
flusinolon, larutan steroid topikal, losion yang digunakan pada kulit kepala, atau krim
yang digunakan pada kulit. Penderita dermatitis seboroik biasanya menggunakan
steroid topikal satu atau dua kali sehari dan menggunakan sampo sebagai tambahan.
Steroid topikal potensi rendah efekif mengobati dermatitis seboroik pada bayi atau
dewasa di daerah fleksural.(2,3,4,5)
Untuk dermatitis seboroik yang parah dapat diberikan kortikosteroid topikal
yang memiliki potensi rendah atau sedang, dimana dapat digunakan pada awal terapi,
baik itu sendiri ataupun kombinasi dengan antifungal untuk membatasi inflamasi.
Penggunaan yang lama terus menerus sebaiknya dihindari karena memiliki efek
samping pada kulit seperti atrofi, telangiektasis dan dermatitis perioral. Penggunaan
kortikosteroid seperti hidrokortison pada dermatitis seboroik tidak terlalu efektif
dibandingkan dengan penggunaan antifungal topikal golongan azole. Hal ini
disebabkan karena kortikosteroid topikal tidak meredakan gejala yang dialami pasien
serta tidak dapat menurunkan jumlah Malassezia.(2,3,4,5)
2.2.2 Lithium Salts
Baik lithium succinate dan lithium gluconate mempunyai efektivitas yang baik dalam
mengobati dermatitis seboroik, hal ini dikarenakan kedua zat ini memiliki efek
antiinflamasi. Lithium succinate 0,8% ointment digunakan dua kali sehari dan
memberikan hasil yang sangat baik. Penggunaan lithium gluconate 8% ointment dua

kali sehari memberikan efek yang lebih baik dibandingka dengan emulsi
ketoconazole 2% dua kali sehari.(2)

2.2.3 Immunomodulator
Inhibitor kalsineurin topikal memiliki sifat, seperti tacrolimus dan pimecrolimus,
memiliki sifat-sifat fungisidal dan anti inflamasi tanpa risiko atrofi kulit, yang
disebabkan oleh steroid topikal. Inhibitor kalsineurin juga merupakan terapi yang
baik pada wajah dan telinga dengan penggunaan setiap hari selama satu minggu.
Inhibitor kalsineurin ini tidak baik digunakan pada dermatitis seboroik di kulit kepala
karena

peningkatan

viskositas

pada

penggunaan

tacrolimus.

Penggunaan

pimecrolimus memberikan manfaat tambahan, seperti periode remisi yang lebih


panjang serta relaps yang lebih ringan bila dibandingkan dengan penggunaan steroid
topikal, betamethasone.(2,3,4,5)
2.2.4 Keratolitik
Keratolitik yang digunakan secara luas untuk mengobati dermatitis seboroik meliputi
tar, asam salisilat, dan sampo zinc pyrithione. Zinc pyrithione memiliki sifat-sifat
keratolitik dan antifungal non spesifik dan bisa digunakan dua atau tiga kali per
minggu. Pasien harus membiarkan sampo di rambutnya paling tidak selama lima
menit untuk menjamin agar bahan mencapai kulit kepala. Pasien juga bisa
menggunakannya di tempat lain seperti wajah. Dermatitis seboroik pada kulit kepala
bayi mengharuskan penanganan yang hati-hati dan lembut.(3)
2.2.5 Antifungal
Sebagian obat antifungal menyerang malassezia yang terkait dengan dermatitis
seboroik. Penggunaan gel ketokonazole sekali sehari yang dikombinasikan dengan
desonide sekali sehari selama dua minggu, dapat berguna untuk dermatitis seboroik
pada wajah. Sampo yang mengandung selenium sulfide atau azole sering digunakan
dua tau tiga kali per minggu. Ketoconazole (krim atau gel foam) dan terbinafin oral
juga bisa bermanfaat. Obat antifungal topikal lainnya seperti siklopiroks dan
fluconazole juga dapat bermanfaat untuk penderita dermatitis seboroik.(2,3,4,5)

Penggunaan ketokonazole dalam beberapa penelitian menunjukkan efikasi


yang sangat baik dalam berbagai macam vehikel seperti krim, foam, gel, dan sampo.
Sampo ketoconazole 2% dapar digunakan seminggu sekali sebagai maintenance pada
terapi dermatitis seboroik pada kulit kepala. Topikal azole lainnya yang dapat
digunakan yaitu krim bifonazole 1%, cukup efektif dan pemakaian sekali sehati
memberikan manfaat tambahan. Bifonazole dapat dikombinasikan dengan urea 40%
untuk dermatitis seboroik pada kulit kepala. Miconazole juga dapat digunakan sendiri
atau kombinasi dengan hidrokortison.(3,4)
Siklopiroks memliki efek antifungal dan antiinflamasi. Siklopiroks 1% baik
digunakan untuk dermatitis seboroik pada wajah. Respon pengobatan dengan obat ini
bergantung dosisnya, dimana dosis yang tinggi dan penggunaan yang terus menerus
dapat memberikan hasil yang baik. Kombinasi sampo siklopiroks 1,5% dengan asam
salisilat 3% dan zinc pyrithione 1% juga efektif untuk terapi.(3,4)
Penggunaan antifungal memberikan terapi yang efektif dan periode relaps
yang jarang dibandingkan dengan penggunaan kortikosterois. Antifungal dapat
dijadikan sebagai terapi lini pertama dalam terapi dermatitis seboroik karena
efikasinya yang baik.(2)
2.2.6 Fototerapi
Pasien biasanya mengalami perbaikan dalam penyakitnya saat musim panas. Dalam
sebuah penelitian, 18 pasien dengan dermatitis seboroik diterapi dengan narrow-band
UVB tiga kali dalam seminggu yang selesai dalam waktu dua bulan. Semua pasien
pada penelitian ini merespon baik terhadap terapi narrow-band UVB, terutama pada
pasien dengan lesi kulit yang luas. Namun, terapi dengan UVB ini memberikan gejala
relaps yang terjadi 2-6 minggu setelah terapi.(2)

BAB III
KESIMPULAN

Dermatitis seboroik merupakan dermatosis eritroskuamosa kronis yang menyerang


bayi dan orang dewasa. Predileksi penyakit ini ditemukan pada bagian tubuh dengan
konsentrasi folikel sebaseus yang tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala,
telinga, tubuh bagian atas dan fleksura. Dermatitis seboroik paling umum terjadi pada
masa pubertas dan remaja, selama periode ini produksi sebum paling tinggi.
Dermatitis ini umumnya terkait dengan jamur Malassezia, kelainan imunologi,
aktivitas sebasesus yang meningkat dan kerentanan pasien.
Tipikal lesi dermatitis seboroik adalah bercak-bercak eritema, dengan skuama
yang berminyak. Pasien sering mengeluhkan rasa gatal, terutama pada kulit kepala
dan pada liang telinga. Gejala umum lainnya adalah blefaritis dengan krusta berwarna
kekuningan sepanjang pinggir kelopak mata.
Terapi pada dermatitis seboroik bertujuan untuk mengontrol penyakitnya
karena dermatitis seboroik bersifat kronis dan sering mengalami kekambuhan. Pasien
dermatitis seboroik sebelumnya harus diberikan KIE terlebih dahulu mengenai
modalitas terapi, karena terapi hanya dapat meredakan gejala sementara hingga relaps
selanjutnya muncul, yang dimana tipikalnya diikuti dengan beberapa periode remisi.
Terapi yang dapat digunakan diantaranya antifungal, antiinflamasi, inhibitor
kalsineurin, fototerapi, dan obat topikal lainnya.
Penggunaan antifungal memberikan terapi yang efektif dan periode relaps
yang jarang dibandingkan dengan penggunaan kortikosterois. Antifungal dapat
dijadikan sebagai terapi lini pertama dalam terapi dermatitis seboroik karena
efikasinya yang baik. Penggunaan kortikoteroid potensi rendah dan sedang dapat
megurangi gejala dermatitis seboroik sama efektifnya seperti penggunaan antifungal
dan antiinflamasi lainnya. Kortikosteroid =opical baik digunakan sebagai pengobatan

lini kedua karena efek sampingnya yang dihubungkan dengan penipisan kulit dan
telangiektasis. Terapi lini kedua lainnya yang dapat digunakan yaitu inhibitor
kalsineurin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, A., et al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 2010. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. Clark, GW., Pope, SM., Jaboori, KA. Diagnosis and Treatment of Seborrheic
Dermatitis. 2015. Am Fam Physician, 91(3): 185-190. Available at:
http://www.aafp.org/afp/2015/0201/p185.html. Accesed on: June, 18th 2015
3. Stefanaki, I., & Katsambas, A. Therapeutic Update on Seborrheic Dermatitis.
2010. Skin Therapy Letter, Volume 15, Number 5. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20505895. Accesed on: June, 18th 2015
4. Elewski, BE. Safe and Effective Treatment of Seborrheic Dermatitis. 2009.
Therapeutics For The Clinician, Volume 83. Available at:
http://www.ecardiologynews.com/fileadmin/qhi_archive/ArticlePDF/CT/0830
60333.pdf. Accesed on: June, 19th 2015
5. Mokos, ZB, et al. Seborrheic Dermatitis: An Update. 2012. Acta
Dermatovenerol
Croat,
20(2):
98-104.
Available
at:
th
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22726283. Accesed on: June, 19 2015

You might also like