Professional Documents
Culture Documents
kematian yang tinggi. Banyak laporan yang menunjukkan bahwa pada sepsis terjadi gangguan
pembekuan, dimana dapat menyebabkan terjadinya komplikasi suatu sindroma Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC). Mekanisme yang amat penting dalam patogenesis DIC pada sepsis
adalah aktifasi dari jalur pembekuan ekstrinsik pada sistim pembekuan darah, sedangkanjalur
intrinsik pada sepsis tidak memainkan peran yang dominan. Dari jalur ekstrinsik tersebut maka
banyak laporan yang rnenunjukkan bahwa tissue factor (TF) banyak terlibat didalarn kejadian DIC
pada sepsis. Hal ini terbukti bahwa inhibisi dari TF oleh tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dapat
rnencegah terjadinya DIC. Selain tissue factor, faktor VII (FVII) juga rnerupakan kornponen dari jalur
ekstrinsik, tetapi peran-nya pada sepsis masih kurang jelas dan penelitian faktor VII pada sepsis
hingga saat ini rnasih sedikit sekali. Padahal pasien-pasien sepsis yang berkembang menjadi DIC
mempunyai angka kematian yang lebih tinggi daripada pasien-pasien sepsis tanpa tanda-tanda
DIe. Pada suatu studi prospektifpada pasien-pasien sepsis dan septic-shock dengan neutropenia
yang diinduksi kernoterapi, dilaporkan bahwa terjadi penurunan aktifitas Faktor VIIa dan Faktor VII
Ag yang secara signifikan lebih besar pada pasien-pasien yang rnenderita septic-shock. Karena hal
tersebut rnaka kami lakukan penelitian, yaitu berupa perneriksaan Faktor VII pada pasien-pasien
sepsis yang bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi penurunan faktor VII pada sepsis secara
umum. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2001 sampai dengan bulan Juli 2002, didapati 28
pasien sepsis dan 18 kontrol. Penderita sepsis adalah pasien sepsis yang dirawat-inap dibagian
penyakit Dalam F.K-USU/R.S. H Adam Malik Medan, yang memenuhi kriteria sepsis menurut the
American College of Chest Physicians (ACCP) and the Society for Critical Care Medicine (SCCM)
Consensus Conference on Standardized Definitions of Sepsis. 46 subjek pada awalnya di-rekrut
dimana 28 adalah pasien sepsis dan 18 subjek kontrol. Dari 28 pasien sepsis tersebut, 7 orang
dikeluarkan dari penelitian karena tidak memenuhi syarat berdasarkan kriteria eksklusi, sehingga
populasi akhir berjumlah 39 orang dimana 21 orang penderita sepsis dan 18 orang kontrol. Sampel
darah diambil dan dilakukan pemeriksaan assay dari FVII, prothrombin time (PT), activatedpartial
thromboplastin time (aPTT), thrombin time (TT),jumlah trombosit, jumlah lekosit dan laju endap
darah. Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat statistik computer dengan
program OXSTAT-V. Perbedaan dua parameter di-test dengan test kemaknaan Mann-Whitney U,
dianggap bermakna apabila p < 0.05. Sedangkan hubungan dua parameter dilakukan dengan
menggunakan correlation tests. Berdasarkan analisa statistik diperoleh hasil bahwa faktor VII pada
pasien-pasien sepsis aktifitasnya secara bermakna lebih rendah dibanding kontrol (p < 0.001),
dimana mean SO pada sepsis 65.50 18.10% dan kelompok kontrol mean SO adalah 129.91
18.49%. Prothrombin Time (PT) pada pasien-pasien sepsis lebih tinggi dari control (p
Sepsis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Didapatkan seorang pasien laki-laki usia 45 tahun dengan keadaan tidak
sadar dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit. Berdasarkan hasil
aloanamnesis diperoleh data bahwa pasien pernah berdomisili di
pelabuhan di wilayah Papua. Tanda dan gejala yang dikeluhkan berupa
demam tanpa sebab yang jelas, membaik setelah meminum obat flu,
Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi sepsis.
2. Mengetahui agen infeksius penyebab sepsis.
3. Mengetahui cara penegakkan diagnosis sepsis serta terapi yang harus
dilakukan.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diperoleh mahasiswa adalah bertambahanya
pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari keadaan sepsis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Berdasarkan istilahnya, sepsis berarti adanya mikroorganisme patogen
atau toksinnya di dalam darah atau jaringan lain. Dapat dikatakan sepsis
apabila ada suatu infeksi yang dicurigai atau terbukti dengan adanya
tanda-tanda SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome). SIRS
adalah suatu respon klinis terhadap proses infeksi atau non-infeksi yang
ditandai dengan minimal dua dari keadaan berikut (salah satunya harus
temperatur atau jumlah lekosit yang abnormal) : suhu 38,5 C atau <36
C, takikardi atau bradikardi, takipneu, dan lekositosis, lekopenis atau
hitung jenis bergeser ke kiri (netrofil imatur > 10). Jadi, sepsis adalah
SIRS dengan dugaan infeksi. (Dorland, 2002; PAPDI, 2006; Anonim,
2008)
EPIDEMIOLOGI
Shock akibat sepsis terjadi karena adanya respon sistemik pada infeksi
yang serius. Walaupun insiden shock sepsis ini tak diketahui namun
beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi. Hal ini disebabkan cukup banyak
faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus,
sirosis hati, alkoholismus, leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis
dan imunosupresan, nutrisiparenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius
dan gastrointestinal.(Iskandar, 2002)
ETIOLOGI
Sepsis dapat terjadi akibat adanya infeksi mikroorganisme di bagian
tubuh manapun. Penyebab sepsis adalah infeksi bakteri gram negatif
dengan prosentase 60-70% kasus yang dapat menghasilkan berbagai
produk yang dapat menstimulasi sel imun. Produk ini yang akan
menimbulkan pelepasan mediator inflamasi berupa LPS (lipopolisakarida).
Contoh bakteri gram negatif yang dapat menyebabkan sepsis adalah
pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus, dan
lain-lain.(Iskandar, 2002; PAPDI, 2006; Smith, 2006)
Selain itu, infeksi bakteri gram positif juga dapat menyebabkan sepsis
dengan prosentase kejadian kasus sebesar 20-40%. Contohnya adalah
stafilokokus aureus, stretokokus dan pneumokokus. Infeksi jamur dan
virus dengan angka kejadian sebesar 2-3% juga dapat menyebabkan
sepsis. Diantaranya seperti dengue hemorrhagic fever, virus herpes,
protozoa penyebab malaria seperti Plasmodium falciparum. Sedangkan
pada kultur yang sering ditemukan adalah pseudomonas, disusul oleh
stapilokokus dan pneumokokus.(Iskandar, 2002; PAPDI, 2006)
PATOFISIOLOGI
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang
menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini
menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas
arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer meyebabkan
terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas
kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskular ke interstisial yang
terlihat sebagai edema. Pada syok sepsis hipoksia, sel yang terjadi tidak
disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena
ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman.
(Anonim, 2008)
PATOGENESIS
Terjadinya sepsis dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral
dan aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding
bakteri gram negatif dan endotoksinnya serta komponen dinding sel
bakteri gram positif dapat mengaktifkan:
Sistim komplemen
Membentunk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel
monosit
Faktor XII (Hageman faktor)
Sistem komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk
saling mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya
dilepaskan derivat asam arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal,
sehingga memberikan efek vasoaktif lokal pada mikrovaskuler yang
mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler. Disamping itu sistem
komplemen yang sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan
meningkatnya efek kemotaksis, superoksida radikal, enzim lisosom. LBPLPS monosit kompleks dapat mengaktifkan cytokines, kemudian cytokines
akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel endotel akan
mengaktifkan faktor jaringan PARASIT-INH-1. Sehingga dapat
mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan disseminated
intravascular coagulation (DIC). Cytokines dapat secara langsung
menimbulkan demam, perubahan-perubahan metabolik dan perubahan
hormonal. Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan
dan asam teikot yang terdapat pada dinding bakteri gram positif lalu akan
meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi DIC. Faktor
XII yang sudah aktif akan merubah prekallikrein menjadi kalikrein yang
pada akhir perjalanannya akan akan menyebabkan vasodiltasi pembuluh
darah. Terjadinya kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perubahanperubahan metabolik, perubahan hormonal, vasodilatasi, DIC akan
menimbulkan sindroma sepsis.(Iskandar, 2002)
MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinik sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tandatanda sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil dan gejala
konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah atau kebingungan. Gejala
tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak
macam kondisi inflamasi non-infeksius. Tempat infeksi yang paling sering
adalah paru-paru, traktus digestivus, traktus urinaris, kulit, jaringan lunak
BAB III
PEMBAHASAN
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Diagnosis kerja pada pasien dalam skenario kali ini adalah pasien dalam
keadaan sepsis yang disebabkan karena bakteri gram negatif namun
untuk penyebab pasti belum dapat ditegakkan diagnosisnya karena hasil
pemeriksaan laboratorium kurang mencukupi dan masih menunggu hasil
kultur urin dan darah.
Terapi yang perlu dilakukan adalah dengan memperhatikan ABC