You are on page 1of 9

D0300599 Sepsis merupakan suatu penyakit yang sangat berbahaya dan mempunyai angka

kematian yang tinggi. Banyak laporan yang menunjukkan bahwa pada sepsis terjadi gangguan
pembekuan, dimana dapat menyebabkan terjadinya komplikasi suatu sindroma Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC). Mekanisme yang amat penting dalam patogenesis DIC pada sepsis
adalah aktifasi dari jalur pembekuan ekstrinsik pada sistim pembekuan darah, sedangkanjalur
intrinsik pada sepsis tidak memainkan peran yang dominan. Dari jalur ekstrinsik tersebut maka
banyak laporan yang rnenunjukkan bahwa tissue factor (TF) banyak terlibat didalarn kejadian DIC
pada sepsis. Hal ini terbukti bahwa inhibisi dari TF oleh tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dapat
rnencegah terjadinya DIC. Selain tissue factor, faktor VII (FVII) juga rnerupakan kornponen dari jalur
ekstrinsik, tetapi peran-nya pada sepsis masih kurang jelas dan penelitian faktor VII pada sepsis
hingga saat ini rnasih sedikit sekali. Padahal pasien-pasien sepsis yang berkembang menjadi DIC
mempunyai angka kematian yang lebih tinggi daripada pasien-pasien sepsis tanpa tanda-tanda
DIe. Pada suatu studi prospektifpada pasien-pasien sepsis dan septic-shock dengan neutropenia
yang diinduksi kernoterapi, dilaporkan bahwa terjadi penurunan aktifitas Faktor VIIa dan Faktor VII
Ag yang secara signifikan lebih besar pada pasien-pasien yang rnenderita septic-shock. Karena hal
tersebut rnaka kami lakukan penelitian, yaitu berupa perneriksaan Faktor VII pada pasien-pasien
sepsis yang bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi penurunan faktor VII pada sepsis secara
umum. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2001 sampai dengan bulan Juli 2002, didapati 28
pasien sepsis dan 18 kontrol. Penderita sepsis adalah pasien sepsis yang dirawat-inap dibagian
penyakit Dalam F.K-USU/R.S. H Adam Malik Medan, yang memenuhi kriteria sepsis menurut the
American College of Chest Physicians (ACCP) and the Society for Critical Care Medicine (SCCM)
Consensus Conference on Standardized Definitions of Sepsis. 46 subjek pada awalnya di-rekrut
dimana 28 adalah pasien sepsis dan 18 subjek kontrol. Dari 28 pasien sepsis tersebut, 7 orang
dikeluarkan dari penelitian karena tidak memenuhi syarat berdasarkan kriteria eksklusi, sehingga
populasi akhir berjumlah 39 orang dimana 21 orang penderita sepsis dan 18 orang kontrol. Sampel
darah diambil dan dilakukan pemeriksaan assay dari FVII, prothrombin time (PT), activatedpartial
thromboplastin time (aPTT), thrombin time (TT),jumlah trombosit, jumlah lekosit dan laju endap
darah. Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat statistik computer dengan
program OXSTAT-V. Perbedaan dua parameter di-test dengan test kemaknaan Mann-Whitney U,
dianggap bermakna apabila p < 0.05. Sedangkan hubungan dua parameter dilakukan dengan
menggunakan correlation tests. Berdasarkan analisa statistik diperoleh hasil bahwa faktor VII pada
pasien-pasien sepsis aktifitasnya secara bermakna lebih rendah dibanding kontrol (p < 0.001),
dimana mean SO pada sepsis 65.50 18.10% dan kelompok kontrol mean SO adalah 129.91
18.49%. Prothrombin Time (PT) pada pasien-pasien sepsis lebih tinggi dari control (p

Sepsis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Didapatkan seorang pasien laki-laki usia 45 tahun dengan keadaan tidak
sadar dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit. Berdasarkan hasil
aloanamnesis diperoleh data bahwa pasien pernah berdomisili di
pelabuhan di wilayah Papua. Tanda dan gejala yang dikeluhkan berupa
demam tanpa sebab yang jelas, membaik setelah meminum obat flu,

badan terasa tidak enak serta pernah mengalami kejang. Hasil


pemeriksaan fisik didapatkan kedaan pasien yang hipotensi, takikardi,
takipneu, febris kesadaran dalam kategori stupor, terdapat plaque putih
dalam rongga mulut serta infiltrat di apex paru kanan. Hasil pemeriksaan
darah menunjukkan keadaan leukositosis namun haemoglobin dan
trombosit normal. Hasil pemeriksaan mikroskopis darah didapatkan
kuman gram negatif coccus. Pemeriksaann sedimen urin tidak
menunjukkan adanya kelainan. Pemeriksaan kultur darah dan urin masih
menunggu hasil.
Berdasarkan data di atas, memberikan kecurigaan adanya kejadian infeksi
berupa meningitis, malaria, penumonia, HIV, tifus dan penyakit infeksi
lainnya. Kejadian infeksi di atas tersebut dapat dijadikan diagnosis
banding pada kasus ini. Beberapa diagnosis banding dari infeksi penyakit
tersebut dapat berlanjut menjadi suatu bentuk komplikasi berupa
keadaan sepsis dengan gambaran keadaan pasien seperti dalam skenario
di paragraf pertama.
Sepsis adalah suatu sindroma klinik dimana akhir-akhir ini sangat populer.
Kondisi ini umumnya terjadi sebagai komplikasi dari penyakit lain yang
berat yaitu keganasan, sirosis hati, diabetes, payah ginjal, pasien yang
terbaring lama, pasien yang mendapatkan pengobatan sitotoksik, serta
pasien yang memakai kateter dan nasogastric tube. Penyebab tersering
dari sepsis ini adalah infeksi gram negatif, infeksi gram positif, sedangkan
penyebab lain adalah virus dan jamur. Oleh karena itu, untuk lebih
memahami sepsis berikut ini akan dipaparkan dalam tinjauan pustaka
mengenai definisi, epidemiologi dan etiologi sepsis. Disertai dengan
patofisiologi, patogenesis, manifestasi klinik, prognosis dan komplikasi
yang dapat terjadi pada keadaan sepsis. Selain itu juga akan dibahas
mengenai penegakkan diagnosis pada keadaan sepsis dan terapi yag
dapat dilakukan pada pasien dalam keadaan sepsis.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah menegakkan diagnosis untuk keadaan sepsis dan
bagaimanakah penatalaksanaannya?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui keadaan patologis karena infeksi mikroorganisme
yang dapat berlanjut menjadi keadaan sepsis.

Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi sepsis.
2. Mengetahui agen infeksius penyebab sepsis.
3. Mengetahui cara penegakkan diagnosis sepsis serta terapi yang harus
dilakukan.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diperoleh mahasiswa adalah bertambahanya
pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari keadaan sepsis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Berdasarkan istilahnya, sepsis berarti adanya mikroorganisme patogen
atau toksinnya di dalam darah atau jaringan lain. Dapat dikatakan sepsis
apabila ada suatu infeksi yang dicurigai atau terbukti dengan adanya
tanda-tanda SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome). SIRS
adalah suatu respon klinis terhadap proses infeksi atau non-infeksi yang
ditandai dengan minimal dua dari keadaan berikut (salah satunya harus
temperatur atau jumlah lekosit yang abnormal) : suhu 38,5 C atau <36
C, takikardi atau bradikardi, takipneu, dan lekositosis, lekopenis atau
hitung jenis bergeser ke kiri (netrofil imatur > 10). Jadi, sepsis adalah
SIRS dengan dugaan infeksi. (Dorland, 2002; PAPDI, 2006; Anonim,
2008)
EPIDEMIOLOGI
Shock akibat sepsis terjadi karena adanya respon sistemik pada infeksi

yang serius. Walaupun insiden shock sepsis ini tak diketahui namun
beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi. Hal ini disebabkan cukup banyak
faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus,
sirosis hati, alkoholismus, leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis
dan imunosupresan, nutrisiparenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius
dan gastrointestinal.(Iskandar, 2002)
ETIOLOGI
Sepsis dapat terjadi akibat adanya infeksi mikroorganisme di bagian
tubuh manapun. Penyebab sepsis adalah infeksi bakteri gram negatif
dengan prosentase 60-70% kasus yang dapat menghasilkan berbagai
produk yang dapat menstimulasi sel imun. Produk ini yang akan
menimbulkan pelepasan mediator inflamasi berupa LPS (lipopolisakarida).
Contoh bakteri gram negatif yang dapat menyebabkan sepsis adalah
pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus, dan
lain-lain.(Iskandar, 2002; PAPDI, 2006; Smith, 2006)
Selain itu, infeksi bakteri gram positif juga dapat menyebabkan sepsis
dengan prosentase kejadian kasus sebesar 20-40%. Contohnya adalah
stafilokokus aureus, stretokokus dan pneumokokus. Infeksi jamur dan
virus dengan angka kejadian sebesar 2-3% juga dapat menyebabkan
sepsis. Diantaranya seperti dengue hemorrhagic fever, virus herpes,
protozoa penyebab malaria seperti Plasmodium falciparum. Sedangkan
pada kultur yang sering ditemukan adalah pseudomonas, disusul oleh
stapilokokus dan pneumokokus.(Iskandar, 2002; PAPDI, 2006)
PATOFISIOLOGI
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang
menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini
menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas
arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer meyebabkan
terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas
kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskular ke interstisial yang
terlihat sebagai edema. Pada syok sepsis hipoksia, sel yang terjadi tidak
disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena
ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman.
(Anonim, 2008)

PATOGENESIS
Terjadinya sepsis dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral
dan aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding
bakteri gram negatif dan endotoksinnya serta komponen dinding sel
bakteri gram positif dapat mengaktifkan:
Sistim komplemen
Membentunk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel
monosit
Faktor XII (Hageman faktor)
Sistem komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk
saling mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya
dilepaskan derivat asam arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal,
sehingga memberikan efek vasoaktif lokal pada mikrovaskuler yang
mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler. Disamping itu sistem
komplemen yang sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan
meningkatnya efek kemotaksis, superoksida radikal, enzim lisosom. LBPLPS monosit kompleks dapat mengaktifkan cytokines, kemudian cytokines
akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel endotel akan
mengaktifkan faktor jaringan PARASIT-INH-1. Sehingga dapat
mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan disseminated
intravascular coagulation (DIC). Cytokines dapat secara langsung
menimbulkan demam, perubahan-perubahan metabolik dan perubahan
hormonal. Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan
dan asam teikot yang terdapat pada dinding bakteri gram positif lalu akan
meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi DIC. Faktor
XII yang sudah aktif akan merubah prekallikrein menjadi kalikrein yang
pada akhir perjalanannya akan akan menyebabkan vasodiltasi pembuluh
darah. Terjadinya kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perubahanperubahan metabolik, perubahan hormonal, vasodilatasi, DIC akan
menimbulkan sindroma sepsis.(Iskandar, 2002)
MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinik sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tandatanda sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil dan gejala
konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah atau kebingungan. Gejala
tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak
macam kondisi inflamasi non-infeksius. Tempat infeksi yang paling sering
adalah paru-paru, traktus digestivus, traktus urinaris, kulit, jaringan lunak

dan saraf pusat. Sumber infeksi merupakan determinan penting untuk


berat atau tidaknya gejala-gejala sepsis yang terjadi.(PAPDI, 2006)
Penderita syok sepsis yang dini mungkin mempunyai peredaran volume
darnah ormal, takikardia sedang, kulit berwarna merah jambu dan teraba
hangat, tekanan sistolik mendekati normal dan tekanan nadi yang lebar.
(Anonim, 2008)
Pada penderita sepsis dapat terjadi gangguan neurologis akibat shock
sepsis yang dapat diketahui dengan adanya demam akut, nyeri kepala,
mual, muntah, kesadaran dapat menurun mulai dari somnolen sampai
koma, defisit neurologik fokal biasanya jarang terjadi, pada keadaan yang
berat dapat ditemukan gangguan gerakan okuler, gangguan refleks pupil
serta nafas cheynestoke.(Iskandar, 2002)
PROGNOSIS
Perbaikan sepsis lebih tergantung kepada faktor host dari pada virulensi
organisme. Angka kematian dapat mencapai 60% untuk pasien dengan
masalah kesehatan sebelumnya. Mortalitas lebih berkurang tetapi tetap
signifikan pada individu lain tanpa masalah kesehatan. Angka mortalitas
lebih dipengaruhi oleh underlying disease, misal pasien sepsis dengan
leukemia akut lebih tinggi angka mortalitasnya dari pada pasien sepsis
lainnya. (Iskandar, 2002; Smith, 2006)
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan keadaan sepsis adalah
berlanjut menjadi sindrom distress pernapasan akut (ARDS/ adult
respiratory disease syndrome), koagulasi intravaskular diseminata (KID),
gagal ginjal akut (ARF/acute renal failure), perdarahan usus, gagal hati,
disfungsi sistem saraf pusat, gagal jantung maupun kematian.(PAPDI,
2006)

BAB III
PEMBAHASAN

Sepsis merupakan komplikasi dari penyakit lain yang berat seperti


disebutkan dalam tinjauan pustaka di atas. Penyebab tersering dari sepsis
adalah infeksi gram negatif, kemudian juga dapat disebabkan oleh infeksi
gram positif, sedangkan penyebab lain adalah virus dan jamur. Infeksi
gram negatif biasanya berasal dari infeksi traktus urinarius, traktus
biliaris, traktus digestivus, dari paru dan dapat juga dari infeksi kulit,
tulang dan sendi tapi kurang sering. Sepsis akibat bakteri gram positif
biasanya berasal dari infeksi kulit, traktus respiratorius, dapat juga
berasal dari abses metastase. Sepsis karena jamur oportunistik sering
terdapat pada pasein yang mendapatkan pengobatan imunosupresan dan
pasien pasca operasi.
Untuk menegakkan diagnosis sepsis, yang diperlukan adalah indeks
dugaan tinggi, pengambilan riwayat medis yang cermat, pemeriksaan
fisik, uji laboratorium yang sesuai dan tindak lanjut status hemodinamik.
Biasanya pada pengambilan riwayat medis yang cermat, hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah rincian apakah pasien pernah terkena paparan
hewan, dalam perjalanan, terkena gigitan serangga, atau lingkungan
kerja yang berbahaya. Selain itu, pada saat pasien datang perlu
diperhatikan pula tanda yang dikeluhkan dan gejala-gejala yang
menyertai ketika pasien datang seperti demam atau tanda yang tak
terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi, hipotensi, oliguria,
anuria, perdarahan, hipertemia, takipnea atau hiperpnea dan lain
sebagainya seperti yang disebutkan pada bagian manifestasi klinik di
dalam tinjauan pustaka. Disesuaikan dengan kondisi pasien pada
skenario, maka hal yang menunjukkan adanya dugaan terjadi sepsis
adalah adanaya gejala demam tanpa sebab yang pasti, takikardi dan
takipneu.
Namun, selain riwayat pasien, diperlukan pemeriksaan fisik menyeluruh
untuk menemukan adanya dugaan infeksi atau inflamasi yang dapat
menyebabkan sepsis. Pemeriksaan fisik dan pengambilan riwayat medis
pada pasien dengan dugaan sepsis juga harus disertai dengan
pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis. Hasil
pemeriksaan laboratorium yang diharapkan menunjukkan tanda-tanda
sepsis adalah berupa leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia,
hiperbilirubinemia dan proteinuria. Dapat juga terjadi leukopenia dan
pada penderita diabetes dapat terjadi hiperglikemia disertai dengan lipida
serum meningkat. Penemuan hasil laoratorium yang demikian

menunjukkan terjadinya sepsis awal yang kemudian dapat berlanjut


dengan tanda-tanda trombositopenia memburuk, perpanjangan waktu
trombin, dengan penurunan fibrinogen dan keberadaan D-dimer yang
menunjukkan DIC. Hiperglikemia kemudian dapat menyebabkan
ketoasidosis yang memperburuk hipotensi.
Terapi yang perlu dilakukan pada pasien dengan keadaan sepsis terdiri
dari tiga prioritas utama terapi sepsis. Pertama adalah stabilisasi pasien
langsung. Pada stabilisasi pasien langsung, yang perlu diperhatikan
adalah abnormalitas yang dapat membahayakan jiwa (ABC: Airway,
Breathing, Circulation). Perubahan status mental dan penurunan
kesadaran pasien memerlukan perlindungan terhadap jalan napas agar
tidak mengganggi airway penderita.
Kedua merupakan tindakan untuk menyingkirkan mikroorganisme dari
darah, yaitu dengan menggunakan antimikrobial. Namun perlu
diperhatikan bahwa penggunaan antimikrobial tertentu dapat
menyebabkan lebih banyak pelepasan LPS sehingga menimbulkan
masalah lebih banyak.
Yang terakhir adalah fokus infeksi awal harus diobati yaitu dengan
menghilangkan benda asing, menyalurkan eksudat purulen, khususnya
untuk infeksi anaerobik. Kemudian angkat organ yang terinfeksi,
hilangkan atau potong jarignan yang gangren.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Diagnosis kerja pada pasien dalam skenario kali ini adalah pasien dalam
keadaan sepsis yang disebabkan karena bakteri gram negatif namun
untuk penyebab pasti belum dapat ditegakkan diagnosisnya karena hasil
pemeriksaan laboratorium kurang mencukupi dan masih menunggu hasil
kultur urin dan darah.
Terapi yang perlu dilakukan adalah dengan memperhatikan ABC

(Airway, Breathing, Circulation) pasien agar tidak terganggu dan


menghambat jalan napas. Selain itu, juga perlu dilakukan fokus infeksi
awal yang dapat dilakukan pada paru-paru pasien dimana ditemukan
adanya infiltrat di apex paru kanan.
Pemberian antimikrobial yang telah dilakukan diduga merupakan agen
mikrobial yang tidak sesuai dan termasuk dalam agen antimikrobial yang
dapat meningkatkan pelepasan LPS agen infeksius sehingga demam tidak
juga turun dalam waktu 3 hari.
Saran
Pemeriksaan laboratorium lainnya baik serologis, pemeriksaan darah,
urin dan kultur mikroorganisme secara lengkap sangat diperlukan guna
menegakkan diagnosis apakah kasus ini merupakan kejadian sepsis atau
yang lainnya serta untuk menentukan terapi yang sesuai.
Pemberian agen antimikrobial perlu memperhatikan jenis
mikroorganisme yang menjadi agen infeksius di dalam tubuh pasien agar
tidak memperparah keadaan pasien dengan menambah masalah baru
karena meningkatnya pelepasan LPS dari agen infeksius.

You might also like