You are on page 1of 8

Laporan Pendahuluan Gout Artritis

A. PENGERTIAN
Gout Artritis adalah :
Suatu sindrom yang mempunyai gambaran khusus, yaitu artritis akut yang banyak pada pria
daripada wanita (Helmi, 2011).
2. Gout merupakan terjadinya penumpukan asam urat dalam tubuh dan terjadi kelainan
metabolisme purin. Gout merupakan kelompok keadaan heterogenous yang berhubungan
dengan defek genetik pada metabolisme purin (hiperurisemia) (Brunner dan Suddarth, 2012).
3. Suatu penyakit metabolik yang merupakan salah satu jenis penyakit reumatik dimana
pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan / penurunan ekskresi asam urat (Arif, 2010).
B. ETIOLOGI
Gejala artritis akut disebabkan karena inflamasi jaringan terhadap pembentukan kristal
monosodium urat monohidrat. Dilihat dari penyebabnya penyakit ini termasuk dalam
golongan kelainan metabolik. Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat
yaitu Hiperurisemia. Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena:
1. Pembentukan asam urat yang berlebihan
a. Gout primer metabolik disebabkan sintesis langsung yang bertambah.
b. Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat berlebihan karena penyakit
lain seperti leukemia terutama bila diobati dengan sitostatika; psoriasis; polisitemia vera,
mielofibrosis.
2.
Kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal
a.
Gout primer renal terjadi karena gangguanekskresi asam urat ditubuli disital ginjal
yang sehat, penyebabnya tidak diketahui.
b.
Gout sekunder renal disebabkan oleh kerusakan ginjal misalnya pada
glomerulonefritis kronik /gagal ginjal kronik.
3.
Perombakan dalam usus yang berkurang.
C.
PATOFISIOLOGI
Goat akut biasanya monoatikular dan timbulnya tiba-tiba. Tanda-tanda awitan serangan gout
adalah rasa sakit yang hebat dan peradangan lokal. Pasien juga menderita demam dan jumlah
sel darah putih meningkat. Serangan akut biasanya didahului oleh tindakan pembedahan,
obat, alkohol dan stress emosional. Meskipun yang paling sering terserang pertama adalah
ibu jari kaki (Sendi metatarsofa longeal) tetapi sendi lainnya dapat juga terserang, semakin
lama penyakit makan sendi jari, lutut, pergelangan tangan, pergelangan kaki dan siku dapat
terserang gout. Serangan akut akan berkurang setelah 10-14 hari walapun tanpa pengobatan.
Produk buangan termasuk asam urat dan garam-garam anorganik dibuang melalui saluran
ginjal, kandung kemih, dan saluran kemih dalam bentuk urin. Kegagalan ginjal dalam proses
pembuangan asam urat dalam jumlah yang cukup banyak dapat meningkatkan kadar asam
urat dalam darah. Hal tersebut juga dapat, menimbulkan komplikasi yaitu pengendapan asam
urat dalam ginjal yang akhirnya terjadi pembentukan batu ginjal dari kristal asam urat.

D.

MANIFESTASI KLINIS

1.
Artritis Akut
Artritis Akut ini bersifat sangat berat. Pasien tidak dapat berjalan (kalau yang terkena adalah
kaki) tidak dapat memakai sepatu dan tidak dapat terganggu, perasaan sakit sangat hebat
(excruciating). Rasa sakit ini mencapai puncaknya dalam 24 jam setelah mulai timbul gejala
pertama.
2.
Lokasi Sendi
Serangan akut biasnaya bersifat monoartikular disertai gejala lengkap proses inflamasi yaitu :
merah, bengkak, teraba panas dan sakit. Lokasi yang paling sering pada serangan pertama
adalah sendi metaatarso falongeal pertama (MTPI). Hampir semua kasus lokasi artritis
terutama ada sendi perifer dan jarang pada sendi sentral.
3.
Remisi sempurna antara serangan akut (Inter Critical Gout)
Serangan akut dapat membaik pada serangan pertama dan selanjutnya diikuti oleh remisi
sempurna sampai serangan berikutnya. Apabila hiperurisemia (kalau ada) tidak dikoreksi,
akan timbul artritis gout menahun.
4.
Hiperurisemia
Keadaan hiperurisemia tidak selalu identik dengan artritis gout akut artinya tidak selalu
artritis gout akut disertai dengan peninggalan kadar asam urat darah. Banyak orang dengan
peninggian asam urat, namun tidak pernah menderita serangan artritis gout ataupun terdapat
tofi.
5.
Thopy
Thopy adalah penimbunan kristal urat pada jaringan. Mempunyai sifat yang karakteristik
sebagai benjolan dibawah kulit yang bening dan tofi paling sering timbul pada seseorang
yang menderita artritis gout lebih dari 10 tahun.

E.
1.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Serangan Akut
Obat yang diberikan :
a.
Kolkisin merupakan pilihan utama dalam pengobatan serangan artritis gout maupun
pencegahan dengan dosis rendah.
b.
Obat anti inflamasi non steroid (DAINS) yang paling sering digunakan adalah
indometasin.
c.
Kortikosteroid.
d.
Analgesik diberikan bila rasa nyeri sangat berat.
e.
Tirah baring.
2.
Penatalaksanaan periode antara
Bertujuan mengurangi endapan urat dalam jaringan dan menurunkan frekuensi serta
keparahan serangan
a.
Diet
1)
Hindari alkohol dan makanan tinggi purin (hati, ginjal, ikan sarden, daging kambing
dan sebagainya).
2)
Perbanyak minum.
b.
Hindari obat-obatan yang mengakibatkan hiperurisemia seperti tiozid, diaretik,
aspirin, dan asam nikotinat yang menghambat ekskresi asam urat dan ginjal.
c.
Kolkisin secara teratur
1)
Mencegah serangan gout yang akan datang.
2)
Menekan serangan akut.
d.
Penurunan kadar asam urat serum
Diindikasikan pada artrtitis akut yang sering dan tidak terkontrol dengan kolkisin terdapat tofi

/ kerusakan ginjal.
1)
Obat Urikosurik menghambat reabsorbsi tubulus terhadap asam urat yang telah
difiltrasi dan mengurangi penyimpanannya, mencegah pembentukan tofi baru dan
mengurangi ukuran yang telah terbetnuk.
2)
Inhibitar Xantin Oksidase / Alopurinal
a)
Menurunkan produksi asam urat
b)
Meningkatkan pembentukan xantin dan hipoxantin dengan menghambat enzim xantin
oksidase.
3)
Tujuan Utama Pengobatan Artritis Goat adalah :
a)
Mengobati serangan akut secara baik dan benar.
b)
Mencegah serangan ulangan artritis goat akut.
c)
Mencegah kelainan sendi yang berat akibat penimbunan kristal urat.
d)
Mencegah komplikasi yang dapat terjadi akibat peninggian asam urat pada jantung,
ginjal dan pembuluh darah.
e)
Mencegah pembentukan batu pada saluran kemih.
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memastikan seseorang terkena gout adalah dengan dilakukan pemeriksaan sebagai
berikut :
1.
Pemeriksaan kadar asam urat dalam darah.
Apabila kadar asam urat dalam darah pada laki-laki lebih dari 7 mg/dl dan pada wanita lebih
dari 6 mg/dl. Maka dikatakan menderita asam urat tinggi yang memicu terjadinya gout.
2.
Pemeriksaan kadar asam urat dalam urin per 24 jam.
Kadar asam urat dalam urin berlebihan bila kadarnya lebih dari 800 mg/24 jam pada diet
biasa atau lebih dari 600 mg / 24 jam.
G.
PENGKAJIAN
1.
Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan,
alamat, Tgl MRS, No. Reg., dx medis.
2.
Riwayat Penyakit
a.
Keluahan Utama
Nyeri disertai pembengkakan dan kemerahan dari sendi yang sakit (terutama pada sendi
metatarsofalongeal) pertama dari ibu jari.
b.
Riwayat Penyakit Sekarang
P : Provokatif / Pallatif / Penyebab
Kaji penyebab
Q : Quantitas / Quantitas Nyeri
Kaji seberapa sering px menyerangiai, tindakan apa yang dapat menyebabkan nyeri.
R : Regional / area yang sakit
Sering mengenai sendi dipangkal ibu jari kaki, pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan
dan sikut.
S : Severtity / Tingkat Keparahan
Kaji derajat nyeri px
- demam
- menggigil
T : Time
Kapan keluhan dirasakan ?
3.
Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji dan tanyakan pada klien apakah sebelumnya klien pernah mengalami penyakit yang
sama seperti saat ini ?

4.
Riwayat Penyakit / Kesehatan Keluarga
a.
Apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dengan
klien ?
b.
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit serius yang lain seperti (HT,
DM, TB, Pneumonia, dll.)
5.
Riwayat Psikologis Spiritual
a.
Psikologi
: Tanyakan kepada klien apakah bisa menerima penyakit yang
dideritanya ?
b.
Sosial
: Bagaimana interaksi klien terhadap lingkungan di Rumah Sakit dan
apakah klien bisa beradaptasi dengan klien yang lain ?
c.
Spiritual
: Apakah klien tetap beribadah dan melaksanakan ibadahnya
menurut agamanya ?
6.
Pemenuhan Kebutuhan
a.
Pola Nutrisi
Makan : Pada umumnya pasien gout artritis diberikan diit rendah putin pantangan
makanan kaya protan.
Minum: Kaji jenis dan frekuensi minum sesuai dengan indikasi
b.
Pola Eliminasi
BAK : Kaji frekwensi, jumlah, warna dan bau.
BAB : Kaji frekwensi, konsistensi dan warna
c.
Pola Aktivitas
Biasanya pasien gout artritis pada saat melakukan aktivitas mengalami keterbatasan
tentang gerak, kontrktur / kelainan pada sendi.
d.
Istirahat tidur
Kaji pola kebiasaan pasien pada saat istirahta tidur dirumah maupun di rumah sakit.
e.
Personal Hygiene
Kaji kebiasaan pasien dalam kebiasaan diri. (Mandi, gosok gigi, cuci tangan, kebersihan
rambut, dll.)
7.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan umum
b.
TTV
c.
Kesadaran
d.
GCS
8.
Pemeriksaan Persistem
a.
Otot, Tulang, integumen
Otot, tulang
1)
Mengalami atrofi pada otot.
2)
Kontraktur / kelainan pada sendi.
Integumen
3)
Kaji tumor kulit.
4)
Kulit tampak merah, keunguan, kencang, licin, teraba hangat pada waktu sendi
membengkak.
b.
Pulmonaile
1)
Kaji bentuk dada, frekwensi pernafasan. Apakah ada nyeri tekan.
2)
Dan apakah ada kelainan pada bunyi nafas.
c.
Cardiofaskuler
1)
Inspeksi
: terjadi distensi vena
2)
Palpasi : Takhikardi
3)
Auskultasi
: Apakah ada suara jantung normal S1 dan S2 tunggal
d.
Abdomen

Pada penderita Gout Artritis biasanya terjadi anoreksia dan konstipasi.


e.
Urologi
Hampir pada 20 % penderita Gout Artritis memiliki batu ginjal.
f.
Muskuluskeletal
1)
Ukuran sendi normal dengan mobilitas penuh bila pada remisi.
2)
Tofi dengan gout kronik, ini temuan paling bermakna. Tofi adalah pembesaran
jaringan permanen diakibatkan dari deposit kristal urat natrium, dapat terjadi dimana saja
pada tubuh tetapi umum ditemukan pada sendi sinovial, bursa alecranon dan vertebrate.
3)
Laporan episode serangan gout adalah nyeri berdenyut, berat dan tak dapat
ditoleransi.
g.
Reproduksi
Biasanya mengalami gangguan pada saat melakukan aktivitas sexual akibat kekauan
sendi.
H.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak
sendi
2.
Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan nyeri / sekunder terhadap fibrositas.
3.
Risiko tinggi terhadap isolasi sosial yang berhubungan dengan kesulitan ambulasi dan
keletihan
4.
Kurangnya defisit perawatan diri yang berhubungan dengan keterbatasan sekunder
terhadap penyakit.
5.
Kurangnya defisit perawatan diri yang berhubungan dengan keterbatasan sekunder
terhadap penyakit.
I.INTERVENSI
3.
Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak
sendi
Tujuan :
Kriteria Hasil :
a.
Adanya dan tingkat nyeri.
b.
Fungsi dan mobilitas sendi :
1)
Keterbatasan pada rentang gerak.
2)
Adanya deformitas.
c.
Kekuatan Otot
Intervensi :
a.
Berikan penghilang nyeri sesuai kebutuhan.
Rasional : Nyeri dapat berperan dalam menurunkan mobilitas.
b.
Berikan dorongan kepatuhan pada program latihan yang ditentukan, yang dapat
meliputi latihan berikut :
1)
Rentang gerak
2)
Penguatan otot
3)
Ketahanan
Rasional : Program latihan teratur meliputi aktivitas rentang gerak, isometrik dan aerobik
tertentu dapat membantu mempertahankan integritas fungsi sendi.
c.
Berikan dorongan untuk melakukan latihan yang sesuai denga tingkat aktivitas
penyakit.
Rasional : Selama periode inflamasi akut, individu dapat mengimbolisasi sendi pada posisi
yang paling nyaman.

4.
Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan nyeri / sekunder terhadap fibrositas.
Kriteria Hasil :
a.
Kebutuhan Tidur yang lazim, pola, terbangun pada malam hari.
b.
Adanya nyeri pada malam hari.
c.
Adanya fibrositis sekunder, ditandai oleh :
1)
Kesulitan mempertahankan tidur atau tidur non restoratif.
2)
Karakteristik titik tubuh nyeri tekan setempat.
Intervensi :
a.
Dorong klien untuk mandi dengan air hangat / pancur sebelum tidur, juga mungkin
bermanfaat mandi pancur pada pagi-pagi untuk mengurangi kekakuan pagi.
Rasional : Air hangat meningkatkan sirkulasi sendi yang emngalami inflamasi dan
merilekskan otot
b.
Dorong pelaksanaan ritual menjelang tidur. Misal : aktivitas hygiene, membaca atau
minum hangat.
Rasional : Ritual menjelang tidur membantu meningkatkan relaksasi dan menyiapkan tidur.
c.
Lakukan tindakan penghilang nyeri sebelum tidur distraksi dan relaxsasi.
Rasional : Klien dengan penyakit inflamasi sendi sering mengalami gejala yang memburuk
pada malam hari.
d.
Anjurkan posisi sendi yang tepat :
1)
Bantal untuk posisi ekstremitas.
2)
Bantal servikal
Rasional : Posisi tepat dapat membantu mencegah nyeri selama tidur dan terjaga.
5.
Risiko tinggi terhadap isolasi sosial yang berhubungan dengan kesulitan ambulasi dan
keletihan
Kriteria Hasil :
a.
Pola sosial ini dan sebelumnya.
a.
Perubahan yang diantisipasi, keinginan terhadap suatu peningkatan.
Intervensi :
a.
Dorong px untuk mengungkapkan perasaan dan mengevaluasi pola sosialisasinya.
Rasional : klien yang dapat menentukan apakah ola sosialisasinya memuaskan atau tidak.
b.
Diskusikan keuntungan menggunakan waktu luang untuk mempercayai diri
(Membaca / membuat kerajinan tangan).
Rasional : Aktivitas hiburan dapat membuat seseorang lebih tertarik pada orang lain.
c.
Hindari menonton televisi berlebihan.
Rasional : Selain pendidikan dokumenter, TV mendorong partisipasi pasif dan biasnaya tidak
menantang intelektual.
d.
Identifikasi hambatan utnuk kontak sosial.
1)
Kurang transportasi
2)
Nyeri
3)
Penurunan mobilitas.
Rasional : Masalah mobilitas umumnya menghambat mobilisasi, tetapi banyak kesulitan yang
berkaitan dapat diatasi dengan perencanaan.
6.
Kurangnya defisit perawatan diri yang berhubungan dengan keterbatasan sekunder
terhadap penyakit.
Kriteria Hasil :
a.
Kebutuhan akan dan kemampuan untuk menggunakan alat bantu.
b.
Besarnya ketidakmampuan pada aktivitas perawatan diri bisa teratasi.
Intervensi :
a.
Rujuk ke terapi akupasi untuk instruksi teknik penghematan energi dan penggunaan
alat bantu.

Rasional : Terapi akupasi dapat memberikan instruksi khusus dan bantuan lebih lanjut.
b.
Berikan privasi dan lingkungan kondusif untuk melakukan setiap aktivitas.
Rasional : Lingkungan yang nyaman, aman, dapat menurunkan ansietas dan meningkatkan
kemampuan perawatan diri.
c.
Jadwalkan aktivitas untuk memberikan periode istirahat adekuat.
Rasional : Kelelahan menurunkan motivasi untuk aktivitas perawatan diri.
d.
Jelaskan keterbatasan bahan rujukan swa.bantu sepertii dari Yayasan Rematik.
Rasional : Meningkatkan swa.bantu untuk meningkatkan harga diri.
7.
Kurangnya defisit perawatan diri yang berhubungan dengan keterbatasan sekunder
terhadap penyakit.
Kriteria Hasil :
a.
Untuk meningkatkan pengetahuan px tentang atau pengalaman kondisi artritis baik
pribadi atau saudara, teman : perasaan beban dan pertanyaan.
b.
Membantu kesiapan dan kemampuan px dan keluarga px untuk belajar dan menyerap
informasi.
Intervensi :
a.
Jelaskan tentang artritis inflamasi menggunakan alat bantu. Pengajaran yang sesuai
dengan tingkat pengertian px dan keluarga px tentang :
1)
Proses inflamasi
2)
Fungsi dan Struktur sendi
3)
Penyakit kronis alamiah
Rasional : Untuk menekankan pengertian yang baik terhadap proses penyakit dan tindakan
yang dilakukan klien utnuk mengatasi gejala dan meminimalkan dampak.
b.
Ajarkan klien untuk menggunakan obat yang diresepkan dengan tepat dan untuk
segera melaporkan gejala efek samping.
Rasional : Mentaati jadwal dapat membantu mencegah fluktuasi kadar obat dalam darah yang
dapat menurunkan efek samping.
c.
Jelaskan penggunaan modalitas tindakan lain seperti :
1)
Penggunaan pemanas atau pendingin lokal.
2)
Alat bantu
3)
Latihan
Rasional : Cedera dapat menurunkan mobilitas lebih jauh dan motivasi untuk melanjutkan
terapi
d.
Jelaskan hubungan stress pada penyakit inflamasi. Diskusikan tentang teknik
penatalaksanaan stress :
1)
Relaksasi pronfesik
2)
Bimbingan imajinasi
3)
Latihan teratur.
Rasional : Penggunaan efektif teknik penatalaksanaan stress dapat membantu meminimalkan
efek stress pada proses penyakit.
e.
Pertegas pentingnya perawatan tindak lanjut rutin.
Rasional; : Perawatan tindak lanjut dapat mengidentifikasi dini komplikasi dan membantu
mengurangi ketidakmampuan karena disuse.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddath.2012. Buku Ajar Bedah Medikal Bedah. Vol 3. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC: Jakarta

Carpenito, Lynda Juall, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 2. Media Aesculapius FKUI :
Jakarta
Helmi, Zairin Helmi. 2011. Buku Ajar GangguanMuskuloskeletal. Cetakan kedua.
Jakarta : Salemba Medika.
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3. Cetakan kelima.Jakarta :
Yarsif Watampone.

You might also like