You are on page 1of 23

DETEKSI ASAM NUKLEAT

Oleh Fitri Amalia, 1306370581


Abstrak
Asam nukleat dalam sel ada dua jenis yaitu DNA (deoxyribonucleic acid) atau asam
deoksiribonukleat dan RNA (ribonucleic acid ) atau asam ribonukleat. Baik DNA maupun RNA berupa
anion dan pada umumnya terikat oleh protein dan bersifat basa. Pendeteksian asam nukleat dapat
dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatf. Analisis kuantitatif merupakan
analisis yang didasarkan pada perhitungan dan yang bersifat numeris seperti PCR, microarray,
SAGE methode, dan spektroskopi UV-VIS. Sedangkan analisis kualitatif merupakan analisis yang
menghasilkan beberapa susunan klasifikasi genetik dan karakteristik yang ada pada sampel uji
seperti pada metode hibridisasi in situ, elektroforesis gen agrarosa, blotting, RFLP, dan squencing,
STR. Melalui analisis kuantitatif, kita dapat mengetahui banyaknya jumlah atau konsentrasi asam
nukleat. Sementara melalui analisis kualitatif, kita dapat mengetahui keberadaan, panjang, serta
urutan pola dari asam nukleat
Kata Kunci : PCR, Microarray, , SAGE methodes, Sprekstroskopi, Hibridisasi in
situ, Elektroforesis, Blotting, RFLP, Sequencing, STR
I.
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif pada asam nukleat merupakan analisis yang didasarkan pada perolehan data yang
bersifat statistik dan angka (lebih bersifat numeris). Analisis kuantitatif dari pengujian asam nukleat
meliputi PCR, microarray, SAGE, dan spektroskopi.
1. PCR
Perhitungan dalam PCR
Y = (2 2n)X
Y : jumlah amplicon n : jumlah siklus
X : jumlah molekul DNA templat semula
Jika X = 1 dan jumlah siklus yang digunakan adalah 30, maka jumlah amplicon yang diperoleh
pada akhir proses PCR adalah 1.074 x 10 9. Dari fenomena ini dapat terlihat bahwa dengan
menggunakan teknik PCR dimungkinkan untuk mendapatkan fragmen DNA yang diinginkan
(amplicon) secara eksponensial dalam waktu relatif singkat. Umumnya jumlah siklus yang digunakan
pada proses PCR adalah 30 siklus. Penggunaan jumlah siklus lebih dari 30 siklus tidak akan
meningkatkan jumlah amplicon secara bermakna dan memungkinkan peningkatan jumlah produk
yang non-target. Perlu diingat bahwa di dalam proses PCR effisiensi amplifikasi tidak terjadi 100 %,
hal ini disebabkan oleh target templat terlampau banyak, jumlah polimerase DNA terbatas dan
kemungkinan terjadinya reannealing untai target.
Komponen- komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah templat DNA; sepasang
primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang mempunyai urutan nukleotida yang komplementer
dengan urutan nukleotida DNA templat; dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates); buffer PCR;
magnesium klorida (MgCl2) dan enzim polimerase DNA.

Gambar 1. PCR

1.1. RT-PCR (Real Time PCR)


PCR
adalah
singkatan
dari
Polymerase Chain Reaction yaitu reaksi
berantai yang menggunakan aktivitas enzim
polimerase. PCR merupakan suatu teknik
atau metoe perbanyakan (replikasi) DNA
secara
enzimatik
in
vitro
(tanpa
menggunakan organisme) sehingga berguna
untuk menghasilkan DNA dalam jumlah
besar dengan waktu singkat sehingga dapat
memudahkan berbagai teknik lainnya yang
menggunakan DNA. Pertama kali teknik ini
dinrintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985.
Pada awal perkembangannya metode ini
hanya digunakan untuk melipatgandakan
molekul
DNA,
tetapi
kemudian
dikembangkan lebih lenjut sehingga dapat
digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitas molekul Mrna.
Real Time PCR (qpcr) adalah suatu metode analisa yang dikembangkan dari reaksi
PCR. Real time PCR atau yang juga dikenal dengan quanttitative real time polymerase chain
reaction (qpcr) adalah suatu teknik pengerjaan PCR di laboratorium untuk mengamplifikasi
(memperbanyak) sekaligus menghitung jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi tersebut.
Metode ini juga memungkinkan dilakukannya deteksi dan kuantifikasi (sebagai nilai absolut
dari hasil perbanyakan DNA atau jumlah relatif setelah dinormalisasi terhadap input DNA atau
gen-gen penormal yang ditambahkan) sekaligus terhadap sekuens spesifik dari sampel DNA
yang dianalisa. Prinsip kerja dari metode qPCR mirip dengan metode PCR. Yang
membedakan kedua metode ini adalah pada metode qPCR detektor langsung diberikan
dalam analisis. Detektor dapat berupa pewarna fluorosen. Detektor berkerja dengan
mengeluarkan cahaya fluorosen (warna hijau) yang nantinya akan dianalisis untuk
menghitung konsentrasi asam nukleat dalam sampel. Cahaya fluorosen yang dilepaskan
akan ditangkap oleh sistem komputasi dalam instrument qPCR. Gambar dibawah ini
merupakan grafik contoh dari analisis qPCR tipe SYBR Green :
1.2 Reverse Transcriptase PCR (RT-PCR)
RT-PCR dikenal dengan Kinetic Polymerase Chain Reaction. RT-PCR merupakan
modifikasi dari PCR, di mana yang diamplifikasi berupa mRNA. Pada RT-PCR, sampel yang
digunakan bukan DNA, melainkan RNA. RNA merupakan asam ribonukleat rantai tunggal. Ciri
khas dari RNA adalah tidak terdapat gugus basa timin (T), melainkan diganti oleh urasil (U).
Proses RT-PCR dibantu oleh enzim Reverse Transcriptase, karena hanya enzim jenis ini yang
mampu mensintesis DNA dengan cetakan RNA.
Pertama, RNA diubah menjadi DNA dengan menggunakan enzim reverse transcriptase
yang disebut dengan komplemen DNA (Cdna). Sintesis cDNA diperoleh adari perpasangan
antar gugus basa U dan A serta G dan C. Dari cDNA inilah, dilipatgandakan segmen DNA
yang mirip urutan basa nukleotidanya dengan RNA, hanya U diganti kembali ke T. Karena
adanya penambahan proses sintesis cDNA, tahapan proses PCR bertambah juga. Tahap

pertama terjadi proses anneling untuk memasangkan primer untuk memperpanjang segmen
cDNA. Setelah terbentuk segmen cDNA ini, baru masuk ke proses PCR biasa. RT-PCR
penting digunakan sebagai alat diagnostik untuk mendeteksi dan menentukan stereotype
virus, sebagai informasi untuk studi epidemiologi.
Komponen-komponen PCR
a. Template DNA
Fungsi DNA templat di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan untuk pembentukan
molekul
DNA
baru
yang
sama.
Templat
DNA
ini
dapat
berupa
DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen DNA apapun asal di dalam DNA templat
tersebut mengandung fragmen DNA target yang dituju. Penyiapan DNA templat untuk proses
PCR dapat dilakukan dengan menggunakan metode lisis sel ataupun dengan cara melakukan
isolasi DNA kromosom atau DNA plasmid dengan menggunakan metode standar yang ada.
b. Enzim DNA Polymerase
Enzim polimerase DNA berfungsi sebagai katalisis untuk reaksi polimerisasi DNA. Pada
proses PCR enzim ini diperlukan untuk tahap ekstensi DNA. Enzim polimerase DNA yang
digunakan untuk proses PCR diisolasi dari bakteri termofilik atau hipertermofilik oleh karena itu
enzim ini bersifat termostabil sampai temperatur 95 C. Aktivitas polimerase DNA bergantung
dari jenisnya dan dari mana bakteri tersebut diisolasi . Sebagai contoh adalah enzim Pfu
polimerase (diisolasi dari bakteri Pyrococcus furiosus) mempunyai aktivitas spesifik 10x lebih
kuat dibandingkan aktivitas spesifik enzim Taq polimerase (diisolasi dari bakteri Thermus
aquaticus).
Penggunaan jenis polimerase DNA berkaitan erat dengan buffer PCR yang dipakai.
Dengan menggunakan teknik PCR, panjang fragmen DNA yang dapat diamplifikasi mencapai
35 kilo basa. Amplifikasi fragmen DNA pendek (kurang dari tiga kilo basa) relatif lebih mudah
dilakukan. Untuk mengamplifikasi fragmen DNA panjang (lebih besar dari tiga kilo basa)
memerlukan beberapa kondisi khusus, di antaranya adalah diperlukan polimerase DNA
dengan aktivitas yang kuat dan juga buffer PCR dengan pH dan kapasitas tinggi (High-salt
buffer).
c. dNTPs (deoxynucleotide triphosphates)
dNTPs merupakan suatu campuran yang terdiri atas dATP (deoksiadenosin trifosfat), dTTP
(deoksitimidin trifosfat) , dCTP (deoksisitidin trifosfat) dan dGTP (deoksiguanosin trifosfat).
Dalam proses PCR dNTPs bertindak sebagai building block DNA yang diperlukan dalam
proses ekstensi DNA. dNTP akan menempel pada gugus OH pada ujung 3 dari primer
membentuk untai baru yang komplementer dengan untai DNA templat. Konsentrasi optimal
dNTPs untuk proses PCR harus ditentukan.
d. Buffer PCR dan MgCl
Reaksi PCR hanya akan berlangsung pada kondisi pH tertentu. Oleh karena itu untuk
melakukan proses PCR diperlukan buffer PCR. Fungsi buffer di sini adalah untuk menjamin pH
medium. Selain buffer PCR diperlukan juga adanya ion Mg2+, ion tersebut berasal dari berasal
MgCl2. MgCl2 bertindak sebagai kofaktor yang berfungsi menstimulasi aktivitas DNA
polimerase. Dengan adanya MgCl2 ini akan meningkatkan interaksi primer dengan templat
yang membentuk komplek larut dengan dNTP (senyawa antara). Dalam proses PCR
konsentrasi MgCl2 berpengaruh pada spesifisitas dan perolehan proses. Umumnya buffer PCR
sudah mengandung senyawa MgCl2 yang diperlukan. Tetapi disarankan sebaiknya antara
MgCl2 dan buffer PCR dipisahkan supaya dapat dengan mudah dilakukan variasi konsentrasi
MgCl2

e. Primer
Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan komplemen
dengan DNA templat yang akan diperbanyak. Panjang primer berkisar antara 20-30 basa.
Untuk merancang urutan primer, perlu diketahui urutannukleotida pada awal dan akhir DNA
target. Primer oligonukleotida di sintesis menggunakan suatu alat yang disebut DNA
synthesizer. Keberhasilan suatu proses PCR sangat tergantung dari primer yang digunakan.
Di dalam proses PCR, primer berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target yang akan
diamplifikasi dan sekaligus menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3 yang diperlukan
untuk proses eksistensi DNA. Perancangan primer dapat dilakukan berdasarkan urutan DNA
yang telah diketahui ataupun dari urutan protein yang dituju. Data urutan DNA atau protein
bisa didapatkan dari database GenBank. Apabila urutan DNA maupun urutan protein yang
dituju belum diketahui maka perancangan primer dapat didasarkan pada hasil analisis
homologi dari urutan DNA atau protein yang telah diketahui mempunyai hubungan
kekerabatan yang terdekat. Dalam melakukan perancangan primer harus dipenuhi kriteriakriteria sebagai berikut:

Proses PCR melibatkan beberapa tahap yaitu: (1) pra-denaturasi DNA templat; (2) denaturasi DNA
templat; (3) penempelan primer pada templat (annealing); (4) pemanjangan primer (extension) dan (5)
pemantapan (post- extension). Tahap (2) sampai dengan (4) merupakan tahapan berulang (siklus), di
mana pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah DNA.

a. Denaturasi
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal
ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara
basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi
polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90 oC 95 oC.

b. Annealing (Penempelan primer)


Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik
yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan
terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada template. Proses ini biasanya
dilakukan pada suhu 50 oC 60 oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan DNA polimerase
akan bergeser dari ujung 3` ke ujung 5` dari untaian target dan berikatan sehingga ikatan
hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila
dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72 oC.
c. Extension (Reaksi polimerisasi)
Di elongasi awal , DNA polimerase akan menambahkan nukleotida hingga ujung 3` dari
untaian target. DNA baru akan terbentuk. Selanjutnya DNA akan mereplikasi kembali
dirinya. Pada Elongasi akhir, Kondisi yang berjalan pada tahap ini dengan suhu 70 o C 74o
C selama 5 15 menit. Tahap ini merupakan tahap dimana DNA akan mengalami elongasi
terahkir. Pemanasan dengan kondisi diatas dilakukan agar untaian tunggal DNA yang
tersisa telah sepenuhnya terelongasi.
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72 oC.
Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3nya dengan
penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase. Jika siklus
dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan diamplifikasi
secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga mencapai
jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x
adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus
berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4,
sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan
berlangsung secara eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase
pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada
ujung 3 dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di
kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5nya.
Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler. Setelah
terhibridisasi, potongan DNA primer akan melengkapi fragmen DNA. Pada akhir siklus
pertama akan diperoleh 2 potongan DNA panjang. Pada siklus kedua, proses yang sama
juga dilakukan, hanya saja terdapat hasil yang berbeda. Pada akhir siklus kedua, akan
diperoleh 4 potongan DNA yang panjang. Pada siklus ketiga, akan diperoleh 8 potongan
DNA dimana 6 potongan panjang, dan 2 potongan pendek. Potongan pendek merupakan
hasil yang diperoleh dari metode PCR tersebut. Pada siklus berikutnya, jumlah potongan
pendek akan dihasilkan dengan derajat eksponensial. Pada siklus ke-4 akan dihasilkan
sebanyak 8. Pada siklus ke-5 jumlahnya menjadi 22. Pada siklus ke-10 jumlahnya menjadi
1004. Nilai tersebut dapat dirumuskan berdasarkan persamaan eksponensial berikut,

N n=N o+(1+ E)n


dengan, Nn merupakan jumlah potongan DNA pada n-siklus, No merupakan jumlah
potongan DNA target pada awal siklus, n merupakan jumlah siklus, dan E merupakan nilai
sensitifitas (0<E<1). Sehingga dengan sedikit sample DNA sudah dapat dilakukan analisa
untuk mendeteksi adanya suatu kelainan. SOLVS (Self Obtained Low vaginal Swabs)
merupakan salah satu metoda untuk pengambilan specimen yang dapat dilakukan oleh
penderita sendiri dengan cara memasuka lidi kapas ke dalam vagina dan lidi kapas

tersebut diputar di sekeliling liang vagina kemudian didiamkan sampai hitungan kesepuluh,
dilakukan rotasi sekali lagi sebelum lidi kapas tersebut dikeluarkan. Metoda SOLVS
biasanya dikerjakan pada daerah terpencil yang mempunyai keterbatasan baik tenaga
medis ataupun peralatan untuk pemeriksaan. Pemeriksaan PCR dengan pengambilan
specimen menggunakan metode SOLVS lebih cepat untuk mendiagnosis penyakit
menular seksual serta mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dibandingkan
dengan pemeriksaan kultur atau sediaan langsung , meskipun specimen yang diambil
bukan dari endoservik ataupun forniks
1. Serial Analysis of Gene Expression (SAGE)
SAGE merupakan salah satu
metode analisis yang bersifat kuantitatif
untuk mengekspresikan kode genetik dari
mRNA secara digital. Dalam metode ini,
ditujukan untuk mengamati bagaimana
gen dari sebuah sel atau jaringan
diekspresikan dalam bentuk kode-kode
genetik. Kode-kode genetik yang tercatat
kemudian akan disimpan dalam bentuk
database secara digital untuk dapat
dianalisis
Prinsip dasar dari metode SAGE
adalah sequencing dimana beberapa
mRNA dari sampel uji akan diubah
menjadi sebuah rantai DNA. Dalam
analisisnya, ekspresi dari gen akan diuji
satu dengan yang lainnya (misalkan
ekspresi DNA dari sel yang normal dengan
sel tumor). Metode SAGE diawali dengan
cara mengekstrak mRNA dari sampel.
Kemudian, mRNA yang sudah terekstraksi
akan dipotong-potong menjadi potongan
kecil secara acak menggunakan enzim
restriksi contohnya NIaIII. Potonganpotongan pendek tersebut dirangkai
menjadi satu rantai panjang yang
mengandung basa nukleat yang sudah
diberi tanda. Rantai panjang yang
dihasilkan kemudian diubah menjadi
Gambar 2. SAGE
bentuk vektor agar dapat dibaca oleh
komputer. Melakukan sequencing dan memproses datanya dengan komputer. Data yang dihasilkan
akan berisikan rantai-rantai DNA yang mempunyai variasi yang beragam.
Dalam metode SAGE, analisisnya dapat dilakukan terhadap gen yang tidak diketahui
sebelumnya, tidak seperti dengan metode PCR maupun microarray dimana analisis harus dilakukan
dengan DNA yang diketahui sebelumnya. Gen-gen baru yang dianalisis kemudian dapat diberi tanda
sesuai dengan basa nukleotida. Akan tetapi, metode SAGE tidak dapat mengukur level ekspresi gen
secara aktual, ukuran rata-rata tag yang diproduksi selama analisis SAGE adalah sepuluh basis dan
ini dapat membuat memasangkan tag keada transkrip spesifikdengan tepat menjadi sulit.

2. Microarray
Microarray merupakan salah satu metode analisis yang bersifat kuantitatif dengan
tujuan untuk mengidentifikasi DNA dari sebuah
sampel. Prinsip dasar analisis dari microarray
adalah dengan cara menghibridisasi DNA
sampel pada chip DNA (dikenal sebagai
microarray). Micoarray merupakan chip yang
berukuran kecil yang terbuat dari lempengan
kaca yang berisi ribuan bahkan puluhan ribu
macam gen dalam bentuk fragmen DNA yang
berasal dari penggandaan cDNA. Fragmen
DNA yang memuat gen tersebut dapat
mengenali gen dalam suatu sampel
Gambar 3. Microarray
jaringan yang dianalisis. Pola ekspresi suatu gen
dalam jaringan yang erbeda pun juga dapat diamati dengan menggunakan teknik ini.

Sebenarnya prinsip kerja dari microarray adalah mengukur jumlah hibridisasi mRNA pada
cDNA dalam chip tersebut. Pada umumnya analisis dengan menggunakan microarray menggunakan
dua sampel yang berbeda, misalnya sel kulit normal dengan sel kanker kulit. Kedua sampel tersebut
diisolasi mRNA-nya dan kemudian diletakkan dalam chip microarray. Kemudian chip tersebut diberi
penanda radioaktif untuk menghasilkan warna fluorosens setelah dilakukan scanner yang terhubung
dengan komputer. Kemudian komputer akan menganalisis kedua sampel tersebut berdasarkan pola
warna yang ada.
Untuk melakukan analisis probe dengan menggunakan teknik microarray terdiri dari beberapa
tahapan, antara lain:
1. Mengumpulkan sel atau jaringan yang akan dianalisis
2. Isolasi mRNA dengan menggunakan primer poly-T
3. Membuat cDNA yang diberi fluoresens
4. Hibridisasi
5. Pembacaan dengan menggunakan laser
6. Analisis

Metode microarray banyak diaplikasikan pada bidang biomedical. Pemanfaatan metode ini
umumnya digunakan untuk menganalisis DNA dari sel-sel orang yang berpenyakit seperti sel tumor,

gen yang termutasi, aktifitas gen pada sebuah sel atau jaringan tertentu, bahkan dapat menentukan
ekspresi gen atau profil gen dari sampel yang berbeda-beda. Pada analisis metode ini, proses
analisisnya terbatas pada jenis probe yang terdapat dalam chip DNA yang dimilikki. Apabila sampel uji
tidak memilikki kode genetik yang sesuai dengan probe yang terdapat pada chip DNA, pembacaan
tidak dapat dilakukan sehingga pada chip DNA tidak akan terlihat titik-titik yang berfluorensi.
3. Spektroskopi UV-VIS
Makromolekul seperti protein dan asam nukleat dapat menyerap sinar pada daerah spektrum
UV. Dengan spektrofotometri UV-Vis, maka akan dapat terukur absorbansinya. Pengukuran
absorbansi digunakan untuk mengukur konsentrasi, untuk mendeteksi perubahan konformasi
dan ikatan ligan, serta untuk mengikuti reaksi enzim. Spektroskopi adalah teknik yang
mengukur interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik. Cahaya pada Ultraviolet (UV)
dekat dan daerah tampak (vis) spektrum elektromagnetik memiliki energi sekitar 150-400
kJ/mol. Energi cahaya digunakan untuk mempromosikan elektron dari keadaan dasar ke
keadaan tereksitasi. Sebuah spektrum diperoleh saat terjadinya proses penyerapan cahaya
yang diukur sebagai fungsi dari frekuensi atau panjang gelombang. Molekul dengan elektron
dalam sistem aromatik terdelokalisasi sering menyerap cahaya dalam UV (150-400 nm) atau
daerah nampak (400-800 nm).
Konsentrasi protein atau asam nukleat dalam larutan dapat dengan akurat ditentukan oleh
pengukuran absorbansi. Absorbansi (A) berkaitan dengan intensitas cahaya sebelum (I 0) dan
setelah (I). Persamaannya ialah sebagai berikut:
A = - log10(I/I0)

... (1)

Absorbansi linear tergantung pada konsentrasi, sesuai dengan Hukum Lambert-Beer:


A=cl
... (2)
di mana c = konsentrasi (Molar)
l = lebar kuvet (cm)
= koefisien molar absorbsi (L mol-1 cm-1)
Konsentrasi asam nukleat dalam larutan dapat ditentukan dari kuat absorbansi 260 nm.
Faktanya, jumlah asam nukleat sering dinyatakan sebagai 'A260'. Untuk DNA untai ganda, 1
unit A260 setara dengan 50 mg DNA, untuk DNA untai tunggal itu setara dengan 33 mg DNA,
dan untuk RNA untai tunggal setara 40 mg RNA. Protein menyerap jauh lebih lemah daripada
asam nukleat. Mencemari protein karena itu tidak mempengaruhi konsentrasi asam nukleat,
yang diukur dengan A260. Dalam perbandingan 1:1 campuran asam nukleat dan protein,
kontribusi protein hanya sekitar 2% dari total absorbansi pada 260 nm.
Asam nukleat menunjukkan absorbansi yang kuat di wilayah 240-275 nm. Ini berasal dari
-> * , yakni transisi dari sistem pirimidin dan cincin purin nukleobasa. Basa dapat
terprotonasi oleh karena spektrum DNA dan RNA sensitif terhadap pH. Pada pH netral,
penyerapan maksimum berkisar dari 253 nm (untuk guanosin) ke 271 nm (untuk cytidine), dan
sebagai akibatnya, DNA polimer dan RNA menunjukkan absorbansi yang luas dan kuat di
sekitar 260 nm. Dalam DNA asli, basa ditumpuk dalam inti hidrofobik dari helix ganda dan
sesuai serapannya, relatif jauh menurun terhadap absorbansi DNA helix tunggal DNA, dan
bahkan lebih relatif pendek oligonukleotida, di mana basa aromatik terkena dengan pelarut
cair.

Kedua untai dalam DNA atau RNA untai ganda diselenggarakan bersama oleh pasukan
nonkovalen, terutama oleh ikatan hidrogen antar basa, dan oleh interaksi hidrofobik dengan
van der Waals antar cincin aromatik dari basa. Interaksi yang lemah ini dapat dirusak oleh
karena panas. Bersamaan dengan denaturasi biasanya disebut sebagai mencairnya struktur
duplex. Hal ini dapat diikuti dengan peningkatan absorbansi di daerah 260 nm. Sebuah plot
absorbansi sebagai fungsi temperatur disebut kurva leleh (melting curve) dan suhu di mana
peningkatan absorbansi telah 50% selesai didefinisikan sebagai suhu leleh (melting
temperature) asam nukleat heliks ganda.
Suhu leleh molekul DNA heliks ganda tergantung pada sifat pelarut dan pada kandungan
relatif G+C vs A+T. Dalam DNA heliks ganda, kelompok fosfat bermuatan negatif DNA dari
tulang belakang saling tolak dan dengan demikian menurunkan stabilitas duplex. Tolakan
elektrostatik yang tidak menguntungkan ini semakin disaring saat ion counter (biasanya dalam
bentuk NaCl) ditambahkan untuk meningkatkan konsentrasi.
Dengan demikian, stabilitas duplex meningkat kuat dengan konsentrasi garam dalam
pelarut. Pasangan basa GC membentuk tiga ikatan hidrogen dan dengan demikian lebih stabil
daripada pasangan basa AT, yang membentuk dua ikatan hidrogen. Oleh karena itu, suhu leleh
DNA duplex meningkat dengan G+C. Pada kenyataannya, isi G+C DNA dapat ditentukan dari
suhu leleh. DNA duplex yang panjang mengandung daerah dengan berbagai isi G+C, yang
dapat meleleh secara independen satu sama lain. Kurva leleh tersebut kompleks dan
mencakup beberapa titik leleh. Titik-titik tersebut dapat diidentifikasi sebagai nilai maksimum
pada turunan pertama dari kurva leleh.
II.

Analisis Kualitatif
1. Elektroforesis DNA

Pada gel electrophoresis untuk DNA, enzim restriksi memotong DNA menjadi beberapa
fragmen dengan panjang bervariasi. Larutan yang mengandung fragmen2 ini ditempatkan di dalam
suatu gel tebal. Bila arus listrik diberikan pada gel tersebut, maka satu sisi gel akanbermuatan positif
sedangkan sisi lainnya akan bermuatan negatif. Semua fragmen tadi akan bergerak dari sisi gel yang
bermuatan negatif ke arah ujung yang bermuatan positif. Fragmen yang lebih kecil akan bergerak
lebih cepat dibandingkan yang berukuran lebih besar. Apabila arus listrik dihentikan , fragmen DNA
tadi telah terpisah-pisah di dalam gel tersebut dan yang berukuran lebih kecil akan berada lebih dekat
pada ujung postif. Fragmen tersebut akan terlihat seperti bentuk barcode setiap bar dlm pola tersebut
mengandung DNA fragments dgn ukuran tertentu. Scientists dpt mengidentifikasi specific restriction
fragments dengan melihat posisinya pada gel. Urutan DNA complement dpt digunakan sbg probe
untuk menentukan restriction fragment pada gel yang memiliki urutan nukleotida tertentu.
SDS (juga disebut Lauril sulfat) adalah suatu deterjen anionik, yang apabila dilarutkan
molekulnya memiliki muatan negatif dalam range pH yg luas. Suatu rantai polipeptida dpt berikatan
dgn sejumlah tertentu SDS sesuai ukuran molekul (Molecular mass). Muatan negatif SDS akan
menghancurkan sebagian besar struktur kompleks protein, dan secara kuat tertarik ke arah anoda
(positively-charged electrode) bila ditempatkan pada suatu medan elektrik.
1-D Electrophoresis
Ketika protein dan macromolecules lain di treatment dengan SDS suatu strong detergent,
maka mereka akan ter denaturasi dan akan bermuatan negatif. Jumlah yang terikat akan proposional
dengan massa. Jumlah yang tertarik per unit massa di electric field adalah sama dan seluruh molekul
akan bergerak dengan kecepatan yang sama bila tidak ada friksi. Pada proses electrophoresis

dengan SDS dilakukan di dalam suatu gel yang akan melewati pori-pori gel., sehingga kemudahan
pergerakan melalui pori tergantung pada diameter molekul. Molekul yg lebih besar akan tertahan dan
akibatnya bergerak lebih lambat. Karena molekul terdenaturasi, diameter nya tergantung dari berat
molekulnya. Makin besar diameter molekulnya, semakin lambat gerakannya. Dengan demikian
electrophoresis + SDS akan memisahkan molekul berdasarkan molecular weight, tidak hanya native
charge. Jika Protein dgn panjang yang sama biasanya tidak dapat dipisahkan dengan by gel
electrophoresis + SDS. Perbedaan MW yg disebabkan oleh perbedaan R groups tidak cukup untuk
terjadinya pemisahan. Jika dua protein bermigrasi bersamaan maka diasumsikan bahwa mereka
memiliki BM yang sama karena panjangnya kurang lebih sama.
2-Dimensional Electrophoresis
Umum digunakan : 2-D polyacrylamide gel Electrophoresis. Memisahkan, identifikasi, dan
mengukur seluruh protein yang terdapat dalam suatu sample sel. Pada dimensi pertama, Protein
dipisahkan pada titik isoelektriknya yaitu pada pH dimana muatan tiap protein sama dengan 0. Pada
dimensi kedua, protein lalu didenaturasi sedemikian sehingga setiap residu asam amino mempunyai
muatan tertentu. Selanjutnya protein dipisahkan
berdasarkan ukurannya.
Bahan penyangga
Berupa gel (sediaan semisolid transparan)
Utk pemisahan protein : digunakan gel polyacrylamide
Utk pemisahan DNA : digunakan gel agarose
Elektroforesis merupakan metode analisis yang bersifat kualitatif dimana pada metode ini
bertujuan untuk memisahkan fragmen-fragmen DNA. Prinsip dasar dari metode ini adalah dengan
mengamati perbedaan panjang rantai dan muatan listrik dari DNA. Elektroforesis ini juga merupakan
teknik untuk memisahkan sampel DNA berdasarkan atas ukuran (berat molekul) dan struktur fisik
molekulnya. Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan bermigrasi melalui
matriks gel menuju kutub positif (anode). Makin besar ukuran molekulnya, makin rendah laju
migrasinya. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat diperkirakan dengan membandingkan laju
migrasinya dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul DNA standar yang telah diketahui
ukurannya. Visualisasi DNA selanjutnya dilakukan di bawah paparan sinar ultraviolet setelah terlebih
dahulu gel direndam di dalam larutan etidium bromid.
Pemisahan dari fragmen-fragmen DNA dilakukan pada media gelatin yaitu gel agarosa.
Langkah pertama yang dilakukan pada elektroforesis adalah mempersiapkan gel agarosa. Gel
agarosa dapat dibuat dengan cara menimbang 0.5 gram agarosa ke dalam labu erlenmeyer 250 mL
dan mencampurnya dengan 50 mL 0.5 x TBE. Memanaskan agarosa hingga meleleh dan didinginkan
hingga suhunya mencapai 50oC. Menambahkan 1L ethidium bromida dengan tujuan agar DNA dapat
terikat dan memberikan warna fluorensi pada DNA. Gel agarosa yang sudah dihasilkan kemudian
diletakkan dalam sebuah wadah berbentuk tangki. Pada gel agarosa kemudian diletakkan benda yang
menyerupai sisir dan didiamkan selama 30 menit. Proses tersebut bertujuan agar rongga yang
dihasilkan oleh sisir dapat dianalogikan sebagai pori-pori pada gel agarosa. Gel agarosa yang sudah
dihasilkan kemudian siap untuk dijadikan sebagai media untuk proses elektroforesis. Pada gel
terdapat rongga kecil yang kemudian akan diisikan oleh sampel DNA yang akan diuji. Sampel DNA
akan bermigrasi dari elektroda negatif menuju positif dikarenakan DNA memilikki muatan dasar
negatif. Dalam proses migrasinya, laju perpindahan dari DNA akan dipengaruhi oleh pori-pori yang
terdapat pada gel agarosa. DNA dengan panjang rantai yang lebih pendek akan bermigrasi lebih
mudah pada media agarosa dibandingkan dengan DNA dengan rantai yang lebih panjang.
Berdasarkan informasi tersebut, dapat dilihat bahwa DNA dapat diklasifikasikan dan dipisahkan
berdasarkan ciri khas panjangnya.
Cara pembuatan gel agarose yaitu:

Tentukan konsentrasi atau presentase agarose yang dibutuhkan dan hal ini tergantung dari ukuran
fragmen DNA yang dianalisis. Presentase gel agarose yang direkomendasikan, adalah sebagai
berikut:
0,5% agarose untuk fragmen DNA berukuran 1000-30.000pb
0,7% agarose untuk fragmen DNA berukuran 800-12.000pb
1,5% agarose untuk fragmen DNA berukuran 200-3.000pb
2,0% agarose untik fragmen DNA berukuran 50-20.000pb
Pilih tipe agarose yang digunakan. Kebanyakan tipe yang digunakan adalah standart agarose.
Misalnya telah ditentukan akan dibuat 2% gel agarose dalam volume 200 ml 1x buffer TAE,
maka jumlah agarose yang akan ditimbang yaitu: 2 gram/100ml x 200ml=4 gram.

Tempatkan 4 gram agarose ke dalam labu erlenmeyer dan isi dengan larutan 1X Buffer TAE
sampai volume 200ml, kemudian kocok sampai merata.
Panaskan dalam microwave sampai mendidih sampai larutan menjadi jernih.
Didinginkan agarose kira-kira sampai 600C dan tambahkan 5l ethidium bromide (10mg/ml)
dan campur hingga merata.
Setelah itu larutan dituang ke dalam tray dan pasang well-forming combs, tunggu kurang lebih
30 menit atau sampai gel mengeras. Lepaskan well-forming combs secara perlahan-lahan dan
gel agarose siap digunakan untuk elektroforesis
Elektroforesis adalah teknik yang digunakan untuk memisahkan dan memurnikan suatu
makromolekul khususnya protein dan asam nukleat berdasarkan perbedaan ukuran. Prinsip kerja
elektroforesis gel dimulai saat makromolekul yang bermuatan listrik ditempatkan pada medium berisi
tenaga listrik. Molekul-molekul tersebut akan bermigrasi menuju kutub positif atau kutub negatif
berdasarkan muatan yang terkandung di dalamnya. Molekul-molekul yang bermuatan negatif (anion)
akan bergerak menuju kutub positif (anoda), sedangkan molekul-molekul yang bermuatan positif
(kation) akan bergerak menuju kutub negatif (katoda). Dengan sifat itu maka pergerakan molekul akan
dimanfaatkan, dengan di lewatinya pada sebuah penyaring, dimana pada umumnya adalah gel.
Elektroforesis gel memisahkan makromolekul berdasaran laju perpindahannya melewati suatu gel di
bawah pengaruh medan listrik. Elektroforesis gel memisahkan suatu campuran molekul DNA menjadi
pita-pita yang masing-masing terdiri atas molekul DNA dengan panjang yang sama.
Ada tiga jenis gel yang dapat digunakan dalam elektroforesis DNA, yaitu:
1.
2.
3.

Gel poliakrilamida denaturasi, berfungsi untuk memurnikan penanda oligonukleotida dan


menganalisis hasil ekstensi primer.
Gel alkalin agarosa, berfungsi untuk memisahkan rantai DNA yang berukuran besar.
Gel agarose formaldehid denaturasi, berfungsi untuk menyediakan sistem elektroforesis
yang digunakan untuk fraksi RNA pada ukuran standar

Biasanya, gel agarosa digunakan untuk memisahkan fragmen DNA yang lebih besar (lebih dari 200
bp) dan gel poliakrilamida digunakan untuk fragmen kecil (kurang dari 200 bp). Jarak antara dua
fragmen DNA yang berbeda ukuran dapat ditentukan berdasarkan konsentrasi matriks agarose.
Mobilitas/pergerakan DNA relatif tergantung pada faktor-faktor tertentu, terutama pada konsentrasi
agarosa dalam gel, kekuatan arus yang digunakan, kekuatan ionik dari larutan buffer, dan konformasi
fragmen DNA itu sendiri. Molekul DNA bermigrasi melalui pori-pori kecil yang terbentuk dalam
padatan gel agarosa. Secara umum, molekul yang lebih kecil bergerak lebih cepat dan bermigrasi
lebih jauh dari molekul besar karena memiliki gesekan yang lebih rendah saat bergerak menuju
elektroda positif. Konsentrasi yang rendah pada gel agarosa memberikan resolusi yang lebih baik
untuk fragmen besar, dengan memberikan pemisahan yang lebih besar antara band yang secara
ukuran tidak terlalu jauh berbeda. Konsentrasi gel yang lebih tinggi, di sisi lain, dapat mengurangi

kecepatan migrasi fragmen panjang yang sementara itu dapat memfasilitasi pemisahan yang lebih
baik pada fragmen DNA kecil.
Dalam proses elektoforesis terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laju pergerakan dari
molekul DNA, yaitu:
Ukuran Molekul DNA
Molekul yang berukuran lebih kecil akan cepat bergerak melewati gel karena hambatan yang akan
dihadapi tidak lebih banyak dibandingkan molekul berukuran besar.
Konsentrasi gel
Semakin tinggi konsentrasi agarosa, semakin kaku gel yang dibuat sehingga sukar untuk dilewati
molekul-molekul DNA. Konsentrasi agarosa yang lebih tinggi memudahkan pemisahan DNA yang
berukuran kecil, konsentasi agarosa yang lebih rendah memudahkan pemisahan DNA dengan ukuran
yang lebih besar.
Bentuk molekul
Molekul yang memiliki bentuk elips atau fibril akan lebih cepat bergerak dibandingkan dengan yang
berbentuk bulat.
Densitas muatan
Densitas muatan yaitu muatan per unit volume molekul. Molekul dengan densitas muatan tinggi akan
bergerak lebih cepat dibandingkan molekul dengan densitas muatan yang rendah.
Pori-pori gel
Semakin kecil pori-pori gel yang digunakan, semakin lambat pergerakan molekul DNA.
Voltase
Semakin tinggi tegangan listrik yang diberikan, semakin cepat pergerakan molekul DNA.
Larutan buffer elektroforesis
Buffer dengan kadar ion tinggi akan menaikkan konduktansi listrik sehingga mempercepat migrasi
DNA
Dalam elektroforesis juga digunakan bahan-bahan sepert Etidium Bromida yang bersifat karsinogenik
dan Brom Fenol Blue. Hal tersebut karena Etidium Bromida dapat meningkatkan daya fluoresensi dari
DNA sehingga dapat terlihat jelas, sedangkan Brom Fenol Blue berfungsi sebagai pewarna untuk
memantau kecepatan molekul DNA pada gel.

2. DNA Sequencing

Penemuan analisis DNA sequencing ialah


oleh
Gilbert
dan Maxam, yang melaporkan 24 pasang
basa
menggunakan metode yang dikenal dengan
wanderingspot analysis (Gilbert&Maxam, 1973). Dari
penemuan
awal ini, dilanjutkan oleh Frederick Sanger
yang
cukup
berkembang cepat, lebih efisien lagi dengan
menciptakan
metode DNA sequence (Sanger et al., 1977).
Tujuan dari DNA sequencing adalah mencari
pola
yang
diketahui di dalam sekuen. Pola ini bisa
terlibat
di
fungsi biologis, antara lain mengkode protein
atau/dan RNA,
mengontrol eskpresi gen, dan mengontrol
replikasi DNA.
DNA Sequencing merupakan tahapan akhir penentuan urutan nukleotida fragmen hasil amplifikasi.
Metode pada DNA Sequencing ada 2 macam, yaitu Metode Maxam-Gilbert dan Metode Sanger.
Metode Maxam-Gilbert
Metode Maxam-Gilbert dikenal juga dengan metode degradasi kimia, ditemukan oleh A. Maxam dan
W. Gilbert. Metode ini didasarkan pada pembelahan nukleotida oleh bahan kimia yang spesifik.
Metode ini memerlukan DNA untai ganda sehingga tidak memerlukan primer untuk men

sintesis untai baru kembali. Pemotongan DNA terjadi secara kimia sehingga reagen kimia tertentu
harus ditambahkan ke dalam sistem reaksi. Reagen ini bersifat toksik karena selain memotong DNA
dalam tabung, juga dapat memotong DNA dalam tubuh kita. Sequencing dilakukan melalui
pembelahan DNA template dengan gugus fosfat pada ujung 5. Selanjutnya ditambahkan DMSO dan
dipanaskan pada suhu 90oC. Langkah selanjutnya adalah pemisahan untai berat dan ringan, dan
pemotongan untai serta autoradiografi untuk membaca urutan DNA hasil sekuens. Biasanya, DNA
ditandai dengan 32P yang radioaktif. Radioaktivitas DNA yang ditandai dengan 32P diteteksi dengan
autoradiography. Salah satu film yang sensitif terhadap X-ray ditempakan di atas hasil elektroforesis.
Disintegrasi dari 32P akan membuat pola di film X-ray.
Metode Sanger
Metode Sanger, dikenal juga sebagai metode pengakhiran rantai, dikemukakan oleh F. Sanger dan
A.R. Coulson Sehingga disebut juga sebagai dideoksi Sanger-Coulson atau dideoksi Sanger. Metode

Sanger lebih sering digunakan daripada metode Maxam-Gilbert karena metode Sanger terbukti
secara teknis lebih mudah untuk diterapkan dan dapat digunakan untuk untaian DNA yang panjang.
Selain ituu metode ini tidak menggunakan reagen toksik sehingga lebih aman.
Prinsip dasar dari metode Sanger adalah terjadinya terminasi rantai nukleotida sebagai akibat adanya
nukleotida dideoksi (ddNTP). Metode ini memerlukan DNA untai tunggal. Reaksi sekuensing dengan
metode Sanger memerlukan primer, dNTP, ddNTP, dan enzim polimerase. Pada reaksi Sanger,
digunakan primer yang dikatalisis oleh fragmen Klenow DNA polimerase. Sekuensing DNA ini
dilakukan pada empat reaksi terpisah. Keempat reaksi tersebut berisi dNTP dan ddNTP dengan
perbandingan yang sama, sehingga polimerisasi DNA dapat berlangsung dan berhenti pada tempattempat yang sesuai. Di setiap reaksi akan dihasilkan sejumlah fragmen DNA yang ukurannya
bervariasi tetapi ujung 3nya selalu berakhir dengan basa yang sama. Primer diperlukan karena DNA
polimerase tidak dapat memulai sintesis DNA pada suatu molekul yang seluruhnya untai tunggal,
sehingga diperlukan untai ganda pendek untuk memberikan ujung 3 di mana enzim dapat
menambahkan nukleotida yang baru. Primer juga memiliki peranan penting untuk menenutkan daerah
spesifik pada molekul template yang akan diurutkan.
Metode Sanger
Metode sanger digunakan untuk menentukan urutan pada suatu daerah DNA, metode sequencing
Sanger terdiri dari beberapa tahap berikut :
a) DNA beruntai dua yang akan diurutkan diambil. DNA ini akan bertindak sebagai DNA template
atau rantai awal. DNA template kemudian dilekatkan dengan sebuah primer. Primer
merupakan sebuah rantai yang memiliki panjang sekitar 12-24 basa yang komplementer
dengan ujung 3 dari salah satu untai template DNA. Istilah primer didasarkan pada sifatnya
yang akan memulai reaksi enzimatik. DNA template kemudian akan mengalami proses
denaturasi oleh panas atau alkali ketika primer menempel pada template.
b) Ukuran primer yang tepat dalam proses ini harus ditentukan, primer yang terlalu pendek
memiliki kemungkinan untuk menemukan rangkaian komplementernya pada banyak tempat
sehingga dapat menmepel (annealing: proses penggabungan sehingga terbentuk kembali
DNA untai ganda / double stranded) dengan mudah, sedangkan primer yang terlalu panjang
mengakibatkan proses penggabungan yang tidak stabil. Primer disintesis secara kimiawi dan
proses annealing-nya dipengaruhi oleh pembentukan ikan hidrogen antara primer dan untai
DNA komplementer. Primer yang digunakan telah diradiolabeled (penandaan / pemberian label
dengan radioaktif) pada ujung 5 dengan 32P-fosfat. Pemberian label pada ujung rantai
dilakukan oleh enzim polinukleotida kinase dan adenosine trifosfat (ATP) yang memiliki
gamma-fosfat yang berlabel 32P. Ketika primer bergabung dengan DNA template, setiap
produk yang terbentuk selama proses ekstensi oleh DNA polimerase akan memiliki label 32P
pada ujung 5
c) Larutan yang terbentuk kemudian dibagi kedalam empat tabung berbeda yang diberi label G,
A, T, dan C yang mengandung reagen-reagen berikut:
G : keempat dNTP, ddGTP, dan DNA polimerase
A : keempat dNTP, ddATP, dan DNA polimerase
C : keempat dNTP, ddCTP, dan DNA polimerase
T : keempat dNTP, ddTTP, dan DNA polimerase
d) DNA polimerase dalam keempat tabung akan memperpanjang salinan komplementer dari DNA
template untai tunggal. Dntp ditambahkan secara bertutur-turut pada rantai primer yang terus
berkembang, dan basa yang komplementer dengan basa yang terdapat pada untai DNA pun

dipilih. Ikatan fosfodiester akan terbentuk antara gugus 3-hidroksil pada ujung primer yang
berkembang dan gugus 5-fosfat dari Dntp yang masuk.
e) Ketika ddNTP ditambahkan, ikatan fosfodiester tidak dapat terbentuk sehingga rantai akan
terputus. ddNTP yang ditambahkan tidak mengandung gugus OH pada posisi 3 dari
deoksiribosanya. Pada posisi tersebut hanya terdapat sebuah atom H. Ketidakhadiran gugus
hidroksil tidak mengizinkan nukleotida berikutnya untuk bergabung karena 5-fosfat dari nukleotida
berikutnya tidak dapat membentuk ikatan dengan 3-H
f) Dalam metode ini, keempat reaksi dimulai dari ukleotida yang sama tetapi berakhir pada basa
yang spesifik, yang berbeda untuk masing-masing tabung. Dalam larutan yang mengandung reaktan,
DNA dengan rantai yang sama akan disintesis berulang kali. Namun, segera setelah ddNTP
ditambahkan secara acak, sintesis akan terpotong pada berbagai posisi yan berbeda untuk masingmasing tabung reaksi. Masing-masing ddNTP digunakan pada konsentrasi sekita 1% dari konsentrasi
Dntp. DNA polimerase akan mengintegrasikan Dntp atau ddNTP secara acak.
g) Setelah reaksi selesai berlangsung, produk (fragmen DNA yang baru disintesis dan diberi label)
akan mengalami denaturasi oleh panas menjadi molekul DNA tunggal dan akan melalui proses
elektroforesis.

3. RFLP (resctriction fragment length polymorphism)

Teknik ini dapat digunakan untuk analisis variasi


genetik baik pada DNA mitokondria maupun DNA
kromosom. Pola pita DNA yang dihasilkan dapat
bervariasi tergantung pada jenis enzim restriksi
yang digunakan dan sekuens DNA target yang
akan dianalisis. RFLP membutuhkan DNA yang
benar-benar bersih dalam jumlah yang relatif
banyak. Teknik PCR-RFLP dilakukan dalam dua
prosedur, sehingga lebih mahal dan memakan
lebih banyak waktu. Analisis Retiction Fragment
Length Polymorphism (RFLP) adalah salah satu
teknik pertama yang secara luas digunakan untuk
mendeteksi variasi pada tingkat sekuen DNA.
Deteksi RFLP dilakukan berdasar pada adanya
kemungkinan untuk membandingkan profil pita-pita
Gambar 5. RFLP
yang dihasilkan setelah dilakukan pemotongan
dengan enzim restriksi terhadap DNA target/dari individu yang berbeda. Berbagai mutasi yang terjadi
pada suatu organisma mempengaruhi molekul DNA dengan berbagai cara, menghasilkan fragmenfragmen dengan panjang yang berbeda. Perbedaan panjang fragmen ini dapat dilihat setelah
dilakukan elektroforesis pada gel, hibridisasi dan visualisasi. Aplikasi teknik RFLP biasa digunakan
untuk mendeteksi diversitas genetic, hubungan kekerabatan, sejarah domestikasi, asal dan evolusi
suatu spesies, genetic drift dan seleksi, pemetaan keseluruhan genom, tagging gen, mengisolasi gengen yang berguna dari spesies liar, mengkonstruksi perpustakaan DNA.

4. Blotting

Blotting merupakan metode untuk memindahkan asam nukleat dari gel menuju carrier
(membran). Metode blotting dilakukan setelah proses elektroforesis gel sudah dilewati. Blotting
ditujukan agar analisis DNA dapat dilakukan pada media lebih stabil yang menyerupai membran
seperti nylon atau nitroselulosa. Pada metode blotting diklasifikasikan lagi menjadi 3 berdasarkan
jenis asam nukleat yaitu,
1
2
3

Southern Blotting (DNA)


Northern Blotting (RNA)
Western Blotting (protein)

Gambar 8. Northern bloot


Asam nukleat yang sudah terpisah berdasarkan panjangnya pada gel agarosa (metode
elektroforesis) ditransfer pada carrier dengan metode kapiler dengan memanfaatkan larutan alkali
(NaOH pada umumnya). Pada metode kapiler prinsip perpindahannya berdasarkan proses difusi
dimana terjadi proses pertukaran ion dari asam nukleat yang bermuatan negatif menuju membran
yang bermuatan positif. Dalam proses terjadinya, gel agarosa akan diletakkan di atas sebuah spons
yang terendam pada larutan alkali. Kemudian, carrier (membran) akan diletakkan diatas gel agarosa
dan diberi tekanan secukupnya. Larutan alkali kemudian akan secara perlahan berpindah dari spons
hingga menuju carrier. Carrier yang memilikki muatan lebih positif kemudian akan mengikat asam
nukleat yang bermuatan lebih negatif. Larutan alkali juga
Gambar 6. Southern bloot
dimanfaatkan untuk mendenaturasi DNA
Blot adalah suatu teknik memindahkan bagian protein yang telah dipisahkan, RNA atau DNA dari gel
ke lembaran tipis atau matriks membran agar bagian protein tersebut mengalami imobilisasi. RNA
blotting dan DNA blotting umumnya disebut dengan istilah Northern Blotting dan Southern Blotting.
Northern Blotting
Northern blotting digunakan untuk menganlisis urutan RNA (RNA sequence) tertentu diantara
kumpulan molekul RNA. Pada dasarnya metode ini adalah kombinasi dari denaturasi RNA
elektroforesis gel dan staining. Dalam proses ini RNA diperiksa dengan pelengkap berlabel urutan
kepentingan. Hasilnya dapat digambarkan melalui beragai cara tergantung pada label yang
digunakan, namun hasil yang paling dalam pernyataan band yang mewakili ukuran RNA terdekteksi
dalam sampel. Intesitas band-band ini berkaitan dengan jumlah RNA target dalam sampel yang
dianalisis. Prosedur ini umumnya digunakan untuk mempelajari kapan dan berapa banyak ekspresi
gen yang terjadi dengan mengukur berapa banyak RNA hadir dalam sampel yang berbeda.

Langkah pertama dari metode ini adalah denaturasi atau pemisahan RNA di dalam sampel menjadi
rantai tunggal. Hal nii memastikan bahwa rantai RNA tidak dalam posisi terlipat dan tidak terdapat
ikatan diantara rantai molekul. Selanjutnya molekul RNA dipisahkan berdasarkan ukuran melalui
metode gel elektroforesis. Setelah pemisahan, RNA ditransfer dari gel ke blot membran. Setelah itu
membran dilalui proses probe, DNA atau RNA yang digunakan pada proses ini dipastikan harus
memiliki urutan yang sesuai dengan urutan sampel. Dengan begitu, probe dapat terhibridisasi atau
terikat pada pecahan RNA di membran. Setelah hibridisasi, probe mengizinkan molekul RNA yang
diinginkan dapat terdeteksi diantara molekul RNA lainnya pada membran.

Southern Blotting
Southern blotting adalah metode untuk menganalisis urutan DNA tertentu dalam sampel DNA. DNA
sampel sebelum atau setelah pencernaan enzim restriksi dipisahkan dengan elektroforesis gel dan
kemudian di transfer ke membran dengan blotting melalui aksi kapiler. Membran tersebut kemudia
dikenakan probe DNA berlabel yang memiliki urutan basa pelengkap untuk urutan DNA sampel.
Metode ini digunakna untuk memindahkan protein DNA ke suatu pengangkut sehingga dapat
dipisahkan an serng juga diikuti
penggunaan
suatu
gel
elektroforesis. Southern blotting
berkombinasi
dengan
elektroforesis gel agarosa untuk
separasi ukuran DNA.
Southern
blotting
digunakan
untuk
penemuan
gen
dan
pemetaan
DNA, evolusi
dan
studi
pengembangan, forensi dan diagnostik. Dalam tingkat genetik untuk memodifikasi
pada organisme, blot analysis bermanfaat untuk megidentifikasi bentuk berbeda,
menentukan memasukan atau meyisipkan jumlah salinan dan untuk mendeteksi
jumlah penyusunan DNA yang mengalami perubahan.

5. Hibridisasi in situ
Hibridisasi in situ merupakan salah satu metode analisis kualitatif yang paling umum
digunakan dalam pendeteksian asam nukleat (DNA maupun RNA). Berdasarkan definisi, hibridisasi in
situ merupakan proses penggabungan rantai asam nukleat yang berasal dari sumber yang berbeda
(hibridisasi) dan di laksanakan dalam wadah tertentu (in situ).
Prinsip dasar dari pelaksanaan metode ini adalah dengan memanfaatkan probe untuk
mendeteksi nukleotida yang terdapat dalam DNA dan RNA sebuah sampel. Probe merupakan sebuah
fragmen dari DNA dengan panjang yang bervariasi (umumnya 100-1000 jenis basa). Pembuatan
probe dapat dilakukan dengan cara PCR, dimana pada metode tersebut DNA dari sampel direaksikan
dengan sejumlah DNA polimerase. Probe-probe yang dihasilkan kemudian diberi tanda dengan cara
mereaksikan dengan zat radioaktif maupun difluorensi. Zat umum yang digunakan untuk menandakan
DNA adalah 32P yang merupakan isotop radioaktif dari Phosphor dan Dioxygenin (non radioaktif).
Prinsip dasar dari pelaksanaan metode ini adalah dengan memanfaatkan probe untuk
mendeteksi nukleotida yang terdapat dalam DNA dan RNA sebuah sampel. Proses hibridisasi
diinisiasi dengan proses imobilisasi DNA sampel. Hal ini ditujukan agar penangan sampel dapat
dilakukan dengan lebih mudah (posisi DNA menjadi tetap). Proses imobilisasi tersebut dilakukan
dengan tahapan elektroforesis yang kemudian dipindahkan menuju kertas filter (nylon atau
nitroselulosa contoh yang umum). DNA yang sudah terimobilisasi kemudian akan di denaturasi.
Denaturasi ditujukan agar DNA sampel yang akan dianalisis dapat terhibridisasi dengan probe.
Denaturasi dilakukan dengan cara memanaskan DNA dengan NaOH. DNA tersebut kemudian akan
ditransfer menuju sebuah membran baru. Proses transfer DNA pada media baru tersebut dapat
dilakukan dengan metode blotting. Kemudian proses dihibridasi antara DNA sampel dan probe dapat
dilakukan.
Dalam metode ini, probe hanya akan berinteraksi dengan DNA yang bersifat homolog. Dengan
kata lain, probe hanya akan berkomplemen dengan DNA yang mempunyai pasangan nukleotida yang
sesuai. Ketika terhibridisasi, DNA dari sampel kemudian akan ikut menjadi berfluorensi seperti dengan
probe. DNA yang terfluorensi tersebut kemudian yang akan menjadi hasil analisis dari metode
hibridisasi.
Hibridisasi juga dapat diklasifikasikan lagi berdasarkan metode pembuatan probe. Hal yang
menjadi dasar pengklasifikasiannya merupakan penandaan dari probe. Hibridisasi yang paling umum
digunakan adalah Fluoresence in situ Hybridization (FISH). Hal ini disebabkan karena
pelaksanaannya bersifat relatif lebih aman karena tidak menggunakan zat yang bersifat radioaktif.
Pada metode ini, ditujukan untuk mengamati nukleotida-nukleotida yang terdapat dalam DNA sampel.
Selain itu, ada juga hibridisasi tipe lain yaitu Genomic in situ Hybridization (GISH). Pada metode ini,
ditujukan untuk membandingkan 2 DNA yang berasal dari sumber yang berbeda.

Hibridisasi in situ merupakan salah satu metode analisis kualitatif yang paling umum digunakan
dalam pendeteksian asam nukleat (DNA maupun RNA). Berdasarkan definisi, hibridisasi in situ
merupakan proses penggabungan rantai asam nukleat yang berasal dari sumber yang berbeda
(hibridisasi) dan di laksanakan dalam wadah tertentu (in situ).
Prinsip dasar dari pelaksanaan metode ini adalah dengan memanfaatkan probe untuk
mendeteksi nukleotida yang terdapat dalam DNA dan RNA sebuah sampel. Probe merupakan sebuah
fragmen dari DNA dengan panjang yang bervariasi (umumnya 100-1000 jenis basa). Pembuatan
probe dapat dilakukan dengan cara PCR, dimana pada metode tersebut DNA dari sampel direaksikan
dengan sejumlah DNA polimerase. Probe-probe yang dihasilkan kemudian diberi tanda dengan cara
mereaksikan dengan zat radioaktif maupun difluorensi. Zat umum yang digunakan untuk menandakan
DNA adalah 32P yang merupakan isotop radioaktif dari Phosphor dan Dioxygenin (non radioaktif).
Proses hibridisasi diinisiasi dengan proses imobilisasi DNA sampel. Hal ini ditujukan agar
penangan sampel dapat dilakukan dengan lebih mudah (posisi DNA menjadi tetap). Proses imobilisasi
tersebut dilakukan dengan tahapan elektroforesis yang kemudian dipindahkan menuju kertas filter
(nylon atau nitroselulosa contoh yang umum). DNA yang sudah terimobilisasi kemudian akan di
denaturasi. Denaturasi ditujukan agar DNA sampel yang akan dianalisis dapat terhibridisasi dengan
probe. Denaturasi dilakukan dengan cara memanaskan DNA dengan NaOH. DNA tersebut kemudian
akan ditransfer menuju sebuah membran baru. Proses transfer DNA pada media baru tersebut dapat
dilakukan dengan metode blotting. Kemudian proses dihibridasi antara DNA sampel dan probe dapat
dilakukan.
Dalam metode ini, probe hanya akan berinteraksi dengan DNA yang bersifat homolog. Dengan
kata lain, probe hanya akan berkomplemen dengan DNA yang mempunyai pasangan nukleotida yang
sesuai. Ketika terhibridisasi, DNA dari sampel kemudian akan ikut menjadi berfluorensi seperti dengan
probe. DNA yang terfluorensi tersebut kemudian yang akan menjadi hasil analisis dari metode
hibridisasi.
Hibridisasi juga dapat diklasifikasikan lagi berdasarkan metode pembuatan probe. Hal yang
menjadi dasar pengklasifikasiannya merupakan penandaan dari probe. Hibridisasi yang paling umum

digunakan adalah Fluoresence in situ Hybridization (FISH). Hal ini disebabkan karena
pelaksanaannya bersifat relatif lebih aman karena tidak menggunakan zat yang bersifat radioaktif.
Pada metode ini, ditujukan untuk mengamati nukleotida-nukleotida yang terdapat dalam DNA sampel.
Selain itu, ada juga hibridisasi tipe lain yaitu Genomic in situ Hybridization (GISH). Pada metode ini,
ditujukan untuk membandingkan 2 DNA yang berasal dari sumber yang berbeda.
6. Short Tandem Repeats (STR)
Metode profiling DNA digunakan saat ini didasarkan pada PCR dan menggunakan mengulangi
tandem pendek (STR). Metode ini menggunakan daerah-daerah yang sangat polimorfik yang pendek
diulang urutan DNA (yang paling umum adalah 4 basa berulang, tetapi ada panjang lain digunakan,
termasuk 3 dan 5 basis). Karena orang-orang yang tidak terkait hampir pasti memiliki perbedaan
jumlah unit berulang, STR dapat digunakan untuk membedakan antara individu yang tidak
berhubungan. Ini STR lokus (lokasi pada kromosom) ditargetkan dengan primer-urutan tertentu dan
diperkuat dengan menggunakan PCR . Fragmen DNA yang dihasilkan kemudian dipisahkan dan
dideteksi dengan menggunakan elektroforesis . Ada dua metode umum pemisahan dan
deteksi, elektroforesis kapiler (CE) dan gel elektroforesis .
Setiap STR adalah polimorfik, tetapi jumlah alel sangat kecil. Biasanya masing-masing alel STR
akan dibagi oleh sekitar 5 - 20% dari individu. Kekuatan analisis STR berasal dari melihat beberapa
lokus STR secara bersamaan. Pola alel dapat mengidentifikasi individu cukup akurat. Analisis
sehingga STR menyediakan alat identifikasi yang sangat baik. Semakin banyak daerah STR yang
diuji dalam individu yang lebih membedakan tes menjadi.
Dari satu negara ke negara, sistem DNA-profil STR berbasis berbeda sedang digunakan. Di
Amerika Utara, sistem yang memperkuat CODIS 13 lokus inti hampir universal, sedangkan di Inggris
yang SGM + sistem lokus 11 (yang kompatibel dengan The National DNA database ), sedang
digunakan. Apapun sistem yang digunakan, banyak daerah STR yang digunakan adalah
sama. Sistem DNA-profil ini didasarkan pada reaksi multiplex, dimana banyak daerah STR akan diuji
pada waktu yang sama.
Kekuatan sebenarnya dari analisis STR adalah kekuatan statistik yang diskriminasi. Karena 13
lokus yang saat ini digunakan untuk diskriminasi dalam CODIS yang independen berbagai
macam (memiliki sejumlah mengulangi pada satu lokus tidak mengubah kemungkinan memiliki
sejumlah mengulangi pada setiap lokus lainnya), aturan produk untuk probabilitas dapat
diterapkan . Ini berarti bahwa, jika seseorang memiliki jenis DNA dari ABC, di mana tiga lokus yang
independen, kita dapat mengatakan bahwa kemungkinan memiliki jenis DNA adalah kemungkinan
memiliki tipe A kali kemungkinan memiliki kali tipe B kemungkinan memiliki ketik C. Hal ini
menyebabkan kemampuan untuk menghasilkan probabilitas pertandingan dalam 1 triliun (1x10 18 )
atau lebih. Namun, pencarian basis data DNA menunjukkan jauh lebih sering dari yang diharapkan
palsu pertandingan profil DNA. Selain itu, karena ada sekitar 12 juta kembar monozigot di Bumi,
kemungkinan teoritis tidak akurat.
Dalam prakteknya, risiko terkontaminasi-matching jauh lebih besar daripada pencocokan relatif
jauh, seperti kontaminasi sampel dari benda-benda di dekatnya, atau dari kiri-atas sel ditransfer dari
tes sebelumnya. Risikonya lebih besar untuk pencocokan orang yang paling umum dalam sampel:
Semuanya dikumpulkan dari, atau kontak dengan, korban merupakan sumber utama kontaminasi
untuk setiap sampel lainnya dibawa ke laboratorium. Untuk itu, beberapa kontrol sampel biasanya
diuji untuk memastikan bahwa mereka tetap bersih, ketika disiapkan selama periode yang sama
sebagai sampel tes yang sebenarnya. Pertandingan yang tak terduga (atau variasi) di beberapa

kontrol sampel menunjukkan probabilitas tinggi kontaminasi untuk sampel tes yang
sebenarnya. Dalam tes hubungan, profil DNA penuh harus berbeda (kecuali untuk kembar), untuk
membuktikan bahwa seseorang tidak benar-benar cocok sebagai terkait dengan DNA mereka sendiri
dalam sampel lain.
Summary
Dalam Mendeteksi asam nukleat dibagi menjadi dua analisis, yaitu analisis kuantitatif dan kualitatif.
Analisis kuantitatif terbagi menjadi empat yang memiliki tujuan di antaranya

PCR dengan tujuan untuk memperbanyak rantai DNA secara eksponensial. Dengan kata
lain, analisis PCR berfungsi sebagai Duplikasi DNA.
Microarray merupakan salah satu metode analisis yang bersifat kuantitatif dengan tujuan
untuk mengidentifikasi DNA dari sebuah sampel.
SAGE merupakan salah satu metode analisis yang bersifat kuantitatif untuk
mengekspresikan kode genetik dari mRNA secara digital. Dalam metode ini, ditujukan untuk
mengamati bagaimana gen dari sebuah sel atau jaringan diekspresikan dalam bentuk kodekode genetik.
Metode spektroskopi ditujukan untuk menentukan konsentrasi sampel.
Sedangkan untuk analisis kualitatif terbagi menjadi enam bagian antara lain
Elektroforesis merupakan metode analisis yang bersifat kualitatif dimana pada metode ini
bertujuan untuk memisahkan fragmen-fragmen DNA.
Blotting merupakan metode untuk memindahkan asam nukleat dari gel menuju carrier
(membran).
Hibridisasi in situ merupakan salah satu metode analisis kualitatif yang paling umum
digunakan dalam pendeteksian asam nukleat (DNA maupun RNA). Berdasarkan definisi,
hibridisasi in situ merupakan proses penggabungan rantai asam nukleat yang berasal dari
sumber yang berbeda (hibridisasi) dan di laksanakan dalam wadah tertentu (in situ).
Analisis Restriction fragment length polymorphism (RFLP) adalah salah satu teknik analisis
teknik pertama yang secara luas digunakan untuk mendeteksi variasi pada tingkat sekuen
DNA.
Sequencing digunakan untuk menganalisis keragaman molekul DNA dengan urutan
nukleotida pada suatu fragmen DNA atau RNA
STR dapat digunakan untuk membedakan antara individu yang tidak berhubungan. Ini
STR lokus (lokasi pada kromosom) ditargetkan dengan primer-urutan tertentu dan diperkuat
dengan menggunakan PCR

Daftar Pustaka
Freeman, W.H. (2000). Nucleic Acid Detection. National Center for Biotechnology Information,
(U.S): National Library of Medicine.
King, M.(1996). Nucleic Acid Metabolism.http://themedicalbiochemistrypage.org. info @
themedicalbiochemistrypage.org.
Lyons, R. (2008). Nucleotide Metabolism. http://seqcore.brcf.med.umich.edu. December 12-17,
2008.
Rahmadestiassani, A. (2010).
Jakarta

Transkripsi, Translasi Dan ReplikasiUniversitas Nasional,

http://download.fa.itb.ac.id Kuliah Analisis Elektroforesis.pdf

You might also like