Professional Documents
Culture Documents
Outline
1. PCR
1.1 Komponen PCR
1.2 Tahapan Reaksi
1.3 Aplikasi Teknik PCR
1.3.1 DNA Fingerprint dan Forensik
2. Aplikasi DNA micro-array
3. Pemanfaatan Asam Nukleat dalam Bioinformatika
3.1 Kegunaan Bioinformatika
4. Pemanfataan Asam Nukleat dalam Kesehatan
4.1 Terapi Gen
4.1.1 Penyembuhan Kanker
4.2 Terapi RNA (small interference RNA)
5. Rekayasa Genetik
5.1 Makanan Transgenik
5.2 Kloning Hewan
5.2.1 Kloning Domba Dolly dan Proses
5.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Kloning Hewan
1. PCR
DNA sering disebut-sebut terutama dengan hal yang berkaitan dengan kriminalitas,
diagnosa penyakit, penentuan keabsahan keturunan, dan lain-lain. Hal ini tak terlepas dari
PCR atau Polymerase Chain Reaction. Proses yang berlangsung secara in vitro dalam tabung
reaksi dengan ukuran volume 200 l ini mampu menggandakan atau mengkopi DNA hingga
miliaran kali jumlah semula. Dengan berbekal DNA yang terkandung dalam sampel yang
hanya sedikit namun dapat memperoleh banyak sekali informasi yang sesuai dengan
kebutuhan kita. Reaksi PCR meniru reaksi penggandaan atau replikasi DNA yang terjadi
dalam makhluk hidup. Secara sederhana PCR merupakan reaksi penggandaan daerah
tertentu dari DNA cetakan (template) dengan batuan enzim DNA polymerase.
Hampir semua aplikasi PCR menggunakan DNA polimerase panas-stabil, seperti Taq
polymerase (enzim awalnya diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus). DNA polimerase ini
enzimatis merakit untai DNA baru dari DNA bangunan-blok, nukleotida, dengan menggunakan
DNA beruntai tunggal sebagai template dan DNA oligonukleotida (juga disebut primer DNA ),
yang dibutuhkan untuk inisiasi sintesis DNA. Sebagian besar metode PCR menggunakan
siklus termal, yaitu, bergantian pemanasan dan pendinginan sampel PCR melalui serangkaian
langkah didefinisikan suhu.
1.1 Komponen PCR
Selain DNA template yang akan digandakan dan enzim DNA polymerase, komponen lain
yang dibutuhkan adalah:
Primer
Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek yang
menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA.
Jangan membayangkan kalau PCR mampu menggandakan seluruh DNA bakteri E. coli
yang panjangnya kira-kira 3 juta bp. PCR hanya mampu menggandakan DNA pada
daerah tertentu sepanjang maksimum 10000 bp saja, dan dengan teknik tertentu bisa
sampai 40000 bp. Primer dirancang untuk memiliki sekuen yang komplemen dengan
DNA template, jadi dirancang agar menempel mengapit daerah tertentu yang kita
inginkan.
dNTP (deoxynucleoside triphosphate)
dNTP alias building blocks sebagai batu bata penyusun DNA yang baru. dNTP terdiri
atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP, dCTP, dGTP dan dTTP.
Buffer
Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan reaksi agar
berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA polymerase.
Ion Logam
Ion logam bivalen, umumnya Mg2+, fungsinya sebagai kofaktor bagi enzim DNA
polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat bekerja.
Ion logam monovalen, kalsium (K+).
1.2
Tahapan Reaksi
Setiap siklus reaksi PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu:
a. Denaturasi
Denaturasi dilakukan dengan pemanasan hingga 96oC selama 30-60 detik. Pada
suhu ini DNA utas ganda akan memisah menjadi utas tunggal.
b. Annealing
Setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturukan ke kisaran 40-60 oC selama 20-40
detik untuk memberikan kesempatan bagi primer untuk menempel pada DNA
template di tempat yang komplemen dengan sekuen primer.
c. Ekstensi atau Elongasi
Dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim DNA
polymerase, biasanya 70-72oC. Pada tahap ini DNA polymerase akan memasangkan
dNTP yang sesuai pada pasangannya, jika basa pada template adalah A, maka akan
dipasang dNTP, begitu seterusnya (ingat pasangan A adalah T, dan C dengan G,
begitu pula sebaliknya). Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung.
Lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang daerah yang akan diamplifikasi,
secara kasarnya adalah 1 menit untuk setiap 1000 bp.
Selain ketiga proses tersebut biasanya PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut:
Pra-denaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan
denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif kalau
dipanaskan terlebih dahulu).
Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-15 menit untuk
memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara
sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir.
1.3.1
Gambar 3. Pengecekan
Sampel
Selanjutnya kopi urutan DNA akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk
melihat pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda maka jumlah dan lokasi
pita DNA (pola elektroforesis) setiap individu juga berbeda. Pola pita inilah yang
dimaksud DNA fingerprint. Adanya kesalahan bahwa kemiripan pola pita bisa terjadi
secara random (kebetulan) sangat kecil kemungkinannya, mungkin satu diantara satu
juta. Finishing dari metode ini adalah mencocokkan tipe-tipe DNA fingerprint dengan
pemilik sampel jaringan (tersangka pelaku kejahatan). Analisis RFLP dengan Southern
blotting merupakan metode ampuh untuk pendeteksian kemiripan dan perbedaan
sampel DNA dan hanya membutuhkan darah atau jaringan lain dalam jumlah yang
sangat sedikit (kira-kira 1.000 sel). Probe radioaktif menandai pita elektroforesis yang
mengandung penanda RFLP tertentu. Biasanya peneliti forensik menguji kira-kira lima
penanda; dengan kata lain hanya beberapa bagian DNA yang diuji. Akan tetapi,
rangkaian penanda dari suatu individu yang demikian sedikitpun sudah dapat
memberikan sidik jadi DNA, atau pola pita spesifik yang berguna untuk forensik karena
probabilitas bahwa dua orang (yang bukan kembar identik) akan memiliki rangkaian
penanda RFLP yang tepat sama adalah sangat kecil. Autoradiograf pada gambar 2
meniru jenis bukti yang disajikan (dengan penjelasan) kepada para juri dalam
pengadilan percobaan pembunuhan.
Perbedaan dalam hal penyediaan protein inilah yang menyebabkan adanya kepastian
perbedaan antara orang satu dengan lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut dalam
kenampakannya (fenotipe) akan terlihat misalnya dalam hal bentuk fisik, kecerdasan, emosi,
kemampuan dalam hal tertentu (bakat), kepekaan terhadap segala rangsangan, penyakit
bawaan, kerentanan terhadap segala pengaruh termasuk obat-obatan dan sebagainya.
Singkatnya, segala sifat-sifat yang melekat pada pribadi seseorang dapat dilacak dari karakter
sel-selnya dalam penyediaan protein (genotipe).
Gambar 6. Hibridasi untuk Mendapatkan Probe
Masalahnya sekarang adalah bagaimana caranya untuk mendapatkan data pola
penyediaan protein dari seseorang dari sejumlah gen yang banyak itu? Masalah ini tidak
sederhana. Kalau hanya satu atau dua atau beberapa jenis gen yang akan dianalisis memang
dapat digunakan metoda-metoda yang sudah mapan yang tersedia pada saat ini, misalnya,
Northern blot (RNA), Southern blot (DNA) dan Westhern blot (Protein) ataupun dot blot. Akan
tetapi, dengan jumlah gen yang sebanyak puluhan ribu itu, metoda-metoda tersebut sudah
tidak memungkinkan lagi.
Pengembangan teknologi baru yang dinamakan Chip DNA atau DNA microarray, telah
menjanjikan untuk dapat mengatasi persoalan dalam analisis pola-pola ekspresi sejumlah
besar gen yang dimiliki manusia. Dinamakan chip-DNA karena teknologi ini menggunakan
lempengan kecil (chip) yang terbuat dari kaca yang di atasnya ditata sejumlah ribuan atau
bahkan puluhan ribu jenis gen dalam bentuk fragmen DNA hasil penggandaan dari cDNA.
Selanjutnya chip yang memuat fragmen DNA dari ribuan jenis gen tersebut digunakan untuk
menganalisis ekspresi gen dari suatu jenis sel dengan metode hibridisasi. Pola ekspresi
genetik dan jenis gen yang dapat dianalisis dengan teknik ini tergantung pada ketersediaan
DNA dari gen yang ada pada chip DNA.
Apabila seluruh gen yang dimiliki oleh manusia sudah dikenali, kemudian semuanya
dapat ditata pada chip DNA maka alat tersebut akan mampu menganalisis ekspresi seluruh
gen yang terdapat di dalam sel manusia. Dalam praktiknya, teknologi ini membutuhkan alat
bantu pengolah data yang berupa seperangkat komputer beserta software-nya. Teknologi ini
akan membantu manusia dalam melakukan identifikasi seluruh sifat yang melekat pada
seseorang. Selain itu teknologi ini juga akan dapat membantu manusia dalam melakukan
diagnosis, memonitor, dan memprediksi suatu penyakit, menemukan dan mengembangkan
obat baru serta menentukan pilihan obat yang paling tepat untuk suatu penyakit dan pasien
tertentu.
Metode DNA micro-array memungkinkan untuk menganalisis pola ekspresi genetik global
yang mencerminkan sifat tanggapannya terhadap suatu perlakuan (misalnya obat) yang
meliputi farmakokinetik, farmakodinamik dan efek samping. Di samping itu metode ini juga
dapat untuk menganalisis dan memperkirakan sifat pola penyakit dan tanggapannya terhadap
suatu perlakuan. Pada tahun-tahun berikutnya akan dilakukan identifikasi pola-pola ekspresi
gen pada tiap-tiap individu juga dengan teknologi chip-DNA. Identifikasi genetik individual ini
memungkinkan setiap individu untuk memiliki kartu identitas genetik masing-masing. Di sisi lain
kemajuan bidang ilmu bioinformatics yang ditunjang dengan sistem komputerisasinya
memungkinkan untuk dapat menganalisis identitas genetik yang dimiliki tiap-tiap orang
sehingga akan diketahui sifat-sifat fenotipnya.
Selanjutnya, melalui pendekatan ilmu pharmacogenomic dan pharmacoinformatic, kartu
identitas genomik dari tiap individu ini dapat dianalisis untuk menentukan sifat responsifnya
terhadap tiap-tiap obat yang diberikan (respon individual terhadap obat). Respon individual
terhadap obat ini meliputi pengaruhnya terhadap nasib obat di dalam badan (farmakokinetik:
absorbsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi), dan disposisi obat termasuk interaksi obat
dengan molekul biologi sebagai target reaksinya (farmakodinamik). Pengetahuan yang teliti
mengenai respon individual ini selanjutnya digunakan untuk menentukan khasiat obat serta
efek sampingnya yang juga bersifat individual. Oleh karena itulah maka obat yang dikonsumsi
oleh masyarakat juga akan bersifat individual yang didasarkan pada analisis genomik.
2.2
Untuk menangani penyakit baru diperlukan diagnosa yang akurat sehingga dapat
dibedakan dengan penyakit lain. Diagnosa yang akurat ini sangat diperlukan untuk
pemberian obat dan perawatan yang tepat bagi pasien. Ada beberapa cara untuk
mendiagnosa suatu penyakit, antara lain: isolasi agent penyebab penyakit tersebut
dan analisa morfologinya, deteksi antibodi yang dihasilkan dari infeksi dengan
teknik enzyme-linked
immunosorbent
assay (ELISA),
dan
deteksi
gendari agent pembawa
penyakit
tersebut
dengan Polymerase
Chain
Reaction (PCR).
Penemuan Obat-obatan
Cara untuk menemukan obat biasanya dilakukan dengan menemukan zat/senyawa
yang dapat menekan perkembangbiakan suatu agent penyebab penyakit. Karena
perkembangbiakan agent tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, maka faktor-faktor
inilah yang dijadikan target. Diantaranya adalah enzim-enzim yang diperlukan untuk
perkembangbiakan suatu agent. Mula-mula yang harus dilakukan adalah analisa
struktur dan fungsi enzim-enzim tersebut. Kemudian mencari atau mensintesa
zat/senyawa yangdapat menekan fungsi dari enzim-enzim tersebut.
Analisa struktur dan fungsi enzim ini dilakukan dengan cara mengganti asam amino
tertentu dan menguji efeknya. Analisa penggantian asam amino ini dahulu dilakukan
secara random sehingga memerlukan waktu yang lama. Setelah Bioinformatika
berkembang, data-data protein yang sudah dianalisa bebas diakses oleh siapapun,
baik data sekuen asam aminonya seperti yang ada di SWISS-PROT maupun struktur
3D-nya yang tersedia di Protein DataBank (PDB). Dengan database yang tersedia ini,
enzim yangbaru ditemukan dapat dibandingkan sekuen asam amino-nya, sehingga
bisa diperkirakanasam amino yang berperan untuk aktivitas (active site) dan
kestabilan enzim tersebut.
Setelah asam amino yang berperan sebagai active site dan kestabilan enzim tersebut
ditemukan, kemudian dicari atau disintesa senyawa yang dapat berinteraksi dengan
asam amino tersebut. Dengan data yang ada di PDB, maka dapat dilihat struktur3D
suatu enzim termasuk active site-nya, sehingga bisa diperkirakan bentuk
senyawayang akan berinteraksi dengan active site tersebut. Dengan demikian, kita
cukup mensintesa senyawa yang diperkirakan akan berinteraksi, sehingga obat
terhadap suatu penyakit akan jauh lebih cepat ditemukan. Cara ini dinamakan
docking dan telah banyak digunakan oleh perusahaan farmasi untuk penemuan
obat baru.
langsung ke dalam tumor yang relatif mudah dicapai seperti pada tumor kepala dan leher.
Tantangan lain adalah mencegah gen baru memasuki DNA sel-sel pada tempat yang
salah yang berpotensi menyebabkan penyakit seperti leukemia seperti yang terjadi barubaru ini pada uji klinis untuk mengobati penyakit lain (bukan kanker). Selain itu virus yang
membawa gen-gen dapat menyebabkan inflamasi atau diserang oleh sistem imun.
Terapi gen mungkin menjadi sangat efektif bila dikombinasikan dengan terapi tipe
lain seperti kemoterapi dan radioterapi. (Moon, C., et.al, 2003) Banyak studi
menunjukkan bahwa terdapat potensi yang besar untuk mengkombinasikan terapi gen
dengan pendekatan farmasi, imunologis dan radioterapi untuk membunuh sel-sel kanker
secara lebih efektif dan dalam jumlah yang besar. Pengembangan teknik untuk
pengiriman gen-gen supresor tumor secara sistemik adalah penting dalam aplikasi terapi
gen. Masih panjang jalan ke depan sebelum hasil dari studi preklinik dan klinik dari
strategi terapi gen mencapai potensi yang penuh, namun demikian strategi ini telah
menunjukkan betapa pentingnya terapi gen sebagai langkah ke depan pada penanganan
kanker. (Moon, C., et.al, 2003) Terapi gen merupakan integrasi dari berbagai sub bidang
ilmu kedokteran, oleh karena itu kemajuan di bidang genetik/genomik, vektorologi, biologi
sel-sel tunas dan imunologi akan mempercepat studi tentang prinsipprinsip dan
keamanan terapi gen menuju tercapainya standar penggunaan klinis. (Yoshida, T., 2004.)
5. Rekayasa Genetik
5.1 Makanan Transgenik
Makanan transgenik adalah bahan pangan yang telah diubah, baik fenotipe maupun
genotipe-nya dengan jalan rekayasa genetika. Para ahli rekayasa genetika telah
menerapkan pengetahuan yang mereka pelajari pada pangan dengan tujuan untuk
meningkatkan dan menyempurnakan kualitas dan kuatitas pangan. Rekayasa genetika
adalah penggunaan teknik biologi yang cermat untuk menata ulang gen dengan
menyingkirkan, menambahkan atau menukar gen dari satu organisme ke organisme lain
untuk mendapatkan jenis baru yang lebih baik dari sifat aslinya. Bagian tubuh makhluk
hidup yang dapat disingkirkan, ditambah atau ditukar adalah bahan inti sel yang
disebut deoxiribo nucleic acid (DNA).
Makanan transgenik dapat membantu usaha manusia dalam meningkatkan
produksi pangan. Bahan makanan transgenik dapat memiliki sifat tahan hama dan
penyakit, biji lebih besar, cepattumbuh dan hasilnya lebih banyak. Seperti yang diketahui
bahwa pertambahan jumlah populasi penduduk dunia tidak sebanding dengan
pertambahan produksi pangan. Dalam hal ini, ThomasRobert Malthus, seorang ahli
ekonomi abad 18
mengatakan,
penduduk
cenderung
tumbuh
secara deret
ukur (misalnya, dalam lambang 1, 2, 4, 8, 16 dst.) sedangkan persediaan makanan
cenderung tumbuh secara deret hitung (misalnya, dalam deret 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dst.). Hal
ini menyebabkan timbulnya kelaparan di berbagai belahan dunia. Karena terbatasnya
lahan pertanian sedangkan kebutuhan pangan terus melonjak, maka makanan transgenik
bisa digunakan sebagai pilihan penyediaan sumber pangan di masa yang akan datang.
Beberapa makanan transgenik yang telah berhasil direkayasa adalah tomat yang
peka terhadap dingin. Para ahli rekayasa genetika mengidentifikasi sebuah gen di dalam
ikanflounder yang memungkinkan ikan tersebut bertahan hidup di dalam perairan yang
dingin dan menggunting gen itu dari ikan tersebut dan merekatkan gen antibeku tersebut
ke dalam untaian DNA tomat. Keturunan baru dari buahnya mampu bertahan terhadap
kondisi beku. Hal ini berarti tomat ini memiliki musim tumbuh yang lebih lama karena bisa
ditanam pada musim dingin sekalipun.
Di Indonesia, penelitian tentang makanan transgenik juga dilakukan oleh para ahli
rekayasa genetika. Contoh makanan transgenik yang telah dihasilkan adalah kentang
transgenik atau kentang Bt ( bacillius thuringiensis) yang tahan terhadap cendawan dan
nematoda. Kentang Bt mampu menekan pemakaian pestisida sehingga dapat
menghemat pengeluaran. Sampai saat ini nilai perdagangan produk bioteknologi modern
di pasar global mencapai 44,3 miliar dollar AS. Pasar terbesar atau 60 persen
di Amerika Serikat, disusul Jepang 6,9 persen, Jerman 6,4 persen, Prancis 5,4 persen,
dan Italia, Spanyol, serta Inggris yang masing-masing di bawah 4 persen. Saat ini
tanaman transgenik sudah diadopsi di 12 negara berkembang dan 11 negara
industri maju.
Akan tetapi, kita juga harus berhati-hati terhadap makanan transgenik karena kita
belum mengetahui dampak negatif yang dapat timbul dari pengonsumsian jenis makanan
baru ini. Bahan pangan transgenik dikhawatirkan mengandung senyawa yang
membahayakan kesehatan, misalnya senyawa allergens yang dapat menimbulkan alergi.
Selain itu, bila tanaman transgenik ini mengandung gen yang dapat meracuni serangga
yaitu senyawa Bt-endotoxin, dikhawatirkan juga dapat meracuni manusia yang
mengonsumsinya. Selain itu, berdasarkan laporan jurnal ilmiah tahun 2005-2006, pangan
transgenik diketahui menyebabkan kerusakan fungsi hati, sel darah dan serta
menurunkan kekebalan tubuh pada tikus percobaan. Hal ini tentunya sangat
membahayakan bila dikonsumsi oleh manusia.
Untuk meminimalisasi dampak negatif yang timbul, makanan transgenik harus
memenuhi syarat yang tercantum dalam Protokol Cartagena sebelum dilepas dan
disebarkan ke masyarakat. Protokol Cartagena yaitu suatu kesepakatan bersama yang
mengatur tata cara pelepasan produk transgenik. Hal lain yang tidak kalah penting
adalah pelabelan makanan transgenik. Selain hal tersebut merupakan hak konsumen,
pelabelan juga dimaksudkan agar para konsumen dapat memilih makanannya, bukan
hanya untuk rasa dan selera, tetapi juga untuk keamanan dan kesehatan kita semua.
5.2
Kloning Hewan
Suatu cara reproduksi yang menggunakan teknik tingkat tinggi di bidang rekayasa
genetika untuk menciptakan makhluk hidup tanpa melalui perkawinan melalui metode fusi
sel. Teknik reproduksi ini menjadi terkenal sejak tahun 1996 karena keberhasilan Dr. Ian
Welmut, seorang ilmuwan Scotlandia yang sukses melakukan kloning pada domba yang
kemudian dikenal dengan Dolly. Sekarang teknik dan tingkat keberhasilan kloning telah
begitu pesat. Salah satu negara yang sukses menguasai teknologi ini sekaligus
menjadikannya sebagai lahan bisnis modern adalah Korea Selatan.
Kloning berasal dari kata clone, artinya mencangkok. Secara sederhana bisa
dipahami, teknik ini adalah cara reproduksi vegetatif buatan yang dilakukan pada hewan
dan atau manusia. Seperti yang kita ketahui bahwa mayoritas hewan (termasuk manusia)
hanya bisa melakukan reproduksi generatif (kawin) yang dicirikan adanya rekombinasi
gen hasil proses fertilisasi ovum oleh sperma. Sedangkan pada reproduksi vegetatif tidak
ada proses tersebut, karena individu baru (baca: anak) berasal dari bagian tubuh tertentu
dari induknya. Dengan teknik kloning, hewan dan manusia bisa diperbanyak secara
vegetatif (tanpa kawin).
5.2.1
sehingga kedua sel bisa menyatu. Dari langkah ini telah diperoleh sebuah sel telur
yang berisi inti sel somatis. Ternyata hasil fusi sel tersebut memperlihatkan sifat yang
mirip dengan zigot, dan akan mulai melakukan proses pembelahan.
Sebagai langkah terakhir, zigot tersebut akan ditanamkan pada rahim induk domba
betina, sehingga sang domba tersebut hamil. Anak domba yang lahir itulah yang
dinamakan Dolly, dan memiliki sifat yang sangat sangat mirip dengan domba donor sel
puting susu tersebut di atas.
Dolly lahir dengan selamat dan sehat sentausa. Sayangnya selama perjalanan
hidupnya dia gampang sakit dan akhirnya mati pada umur 6 tahun, hanya mencapai
umur separoh dari rata-rata masa hidup domba normal. Padahal kloning yang
dilakukan pada hewan spesies lain tidak mengalami masalah.
Dari hasil penyelidikan kromosomal, ternyata ditemui bahwa Dolly mengalami
pemendekan telomere. Telomere adalah suatu pengulangan sekuen DNA yang biasa
didapati diujung akhir sebuah kromosom. Uniknya, setiap kali sel membelah dan
kromosom melakukan replikasi, sebagian kecil dari ujung kromosom ini selalu hilang
entah kemana. Penyebab dan mekanismenya juga belum diketahui sampai sekarang.
5.2.2
Referensi
Putra, Sinly Evan. (2007). DNA Fingerprint, Metode Analisis Kejahatan pada Forensik. [Online]
http://www.chem-istry.org/artikel_kimia/berita/dna_fingerprint_metode_analisis_kejahatan_pada_forensik/
diakses pada 25 Februari 2015
Editors of Encyclopedia Britannica. (2014). DNA Fingerprinting. [Online]
http://global.britannica.com/EBchecked/topic/167155/DNA-fingerprinting diakses pada 25
Februari 2015
Sridianti. (2012). Manfaat Fungsi DNA Forensik. [Online] http://www.sridianti.com/manfaat-fungsidna-forensik.html diakses pada 24 Februari 2015
Fatchiyah. (2014). Whats Bioinformatics? [Online] http://fatchiyah.lecture.ub.ac.id/teachingresponsibility/bioinformatics/whats-bioinformatics/ diakses pada 26 Februari 2015
Malik, Amarila. (2005). RNA Thrapeutic, Pendekatan Baru dalam Terapi Gen, Majalah Ilmu
Kefarmasian, vol. 2, no. 2, August, pp. 51-61.
Wargasetia, Teresa Liliana. (2005). Terapi Gen pada Penyakit Kanker, JKM, vol. 4, no. 2,
February.