You are on page 1of 16

LEMBAR TUGAS MANDIRI (LTM)

BIOLOGI MOLEKULER CL-1


APLIKASI ASAM NUKLEAT DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Oleh:
Prita Tri Wulandari/1306370455/Teknik Kimia
Abstrak
Memasuki abad ke-20, ditemukan penemuan-penemuan baru tentang biologi molekuler. Pada
awal abad ini pula, diketahui bahwa setiap makhluk hidup menggunakan DNA dan RNA untuk
menyimpan dan mentrasnfer informasi genetiknya. Bahwa setiap makhluk hidup menggunakan
kode genetic yang sama untuk membuat proteinnya. Pada saat itu pula para ilmuwan di bidang
teknologi berpikir mengenai bisa tidaknya materi gen ini dimanipulasi sedemikian rupa sehingga
bisa didapatkan DNA dan RNA yang sifat genetiknya sesuai dengan yang kita inginkan.
Seiring dengan berjalannya waktu, teknologi di dunia semakin berkembang. Hal ini membuat para
ilmuwan mencari penggunaan DNA dan RNA pada kehidupan sehari-hari. Mulai dari segi
kesehatan, forensik, hingga cloning.
Kata kunci: nucleic acids, DNA, RNA, DNA fingerprint, DNA micro-array, gene therapy, transgenic
food, cloning, bioinformatics.

Outline
1. PCR
1.1 Komponen PCR
1.2 Tahapan Reaksi
1.3 Aplikasi Teknik PCR
1.3.1 DNA Fingerprint dan Forensik
2. Aplikasi DNA micro-array
3. Pemanfaatan Asam Nukleat dalam Bioinformatika
3.1 Kegunaan Bioinformatika
4. Pemanfataan Asam Nukleat dalam Kesehatan
4.1 Terapi Gen
4.1.1 Penyembuhan Kanker
4.2 Terapi RNA (small interference RNA)
5. Rekayasa Genetik
5.1 Makanan Transgenik
5.2 Kloning Hewan
5.2.1 Kloning Domba Dolly dan Proses
5.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Kloning Hewan

1. PCR

DNA sering disebut-sebut terutama dengan hal yang berkaitan dengan kriminalitas,
diagnosa penyakit, penentuan keabsahan keturunan, dan lain-lain. Hal ini tak terlepas dari
PCR atau Polymerase Chain Reaction. Proses yang berlangsung secara in vitro dalam tabung
reaksi dengan ukuran volume 200 l ini mampu menggandakan atau mengkopi DNA hingga
miliaran kali jumlah semula. Dengan berbekal DNA yang terkandung dalam sampel yang
hanya sedikit namun dapat memperoleh banyak sekali informasi yang sesuai dengan
kebutuhan kita. Reaksi PCR meniru reaksi penggandaan atau replikasi DNA yang terjadi
dalam makhluk hidup. Secara sederhana PCR merupakan reaksi penggandaan daerah
tertentu dari DNA cetakan (template) dengan batuan enzim DNA polymerase.
Hampir semua aplikasi PCR menggunakan DNA polimerase panas-stabil, seperti Taq
polymerase (enzim awalnya diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus). DNA polimerase ini
enzimatis merakit untai DNA baru dari DNA bangunan-blok, nukleotida, dengan menggunakan
DNA beruntai tunggal sebagai template dan DNA oligonukleotida (juga disebut primer DNA ),
yang dibutuhkan untuk inisiasi sintesis DNA. Sebagian besar metode PCR menggunakan
siklus termal, yaitu, bergantian pemanasan dan pendinginan sampel PCR melalui serangkaian
langkah didefinisikan suhu.
1.1 Komponen PCR
Selain DNA template yang akan digandakan dan enzim DNA polymerase, komponen lain
yang dibutuhkan adalah:
Primer
Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek yang
menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA.
Jangan membayangkan kalau PCR mampu menggandakan seluruh DNA bakteri E. coli
yang panjangnya kira-kira 3 juta bp. PCR hanya mampu menggandakan DNA pada
daerah tertentu sepanjang maksimum 10000 bp saja, dan dengan teknik tertentu bisa
sampai 40000 bp. Primer dirancang untuk memiliki sekuen yang komplemen dengan
DNA template, jadi dirancang agar menempel mengapit daerah tertentu yang kita
inginkan.
dNTP (deoxynucleoside triphosphate)
dNTP alias building blocks sebagai batu bata penyusun DNA yang baru. dNTP terdiri
atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP, dCTP, dGTP dan dTTP.
Buffer
Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan reaksi agar
berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA polymerase.
Ion Logam
Ion logam bivalen, umumnya Mg2+, fungsinya sebagai kofaktor bagi enzim DNA
polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat bekerja.
Ion logam monovalen, kalsium (K+).
1.2

Tahapan Reaksi
Setiap siklus reaksi PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu:
a. Denaturasi
Denaturasi dilakukan dengan pemanasan hingga 96oC selama 30-60 detik. Pada
suhu ini DNA utas ganda akan memisah menjadi utas tunggal.
b. Annealing
Setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturukan ke kisaran 40-60 oC selama 20-40
detik untuk memberikan kesempatan bagi primer untuk menempel pada DNA
template di tempat yang komplemen dengan sekuen primer.
c. Ekstensi atau Elongasi
Dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim DNA
polymerase, biasanya 70-72oC. Pada tahap ini DNA polymerase akan memasangkan
dNTP yang sesuai pada pasangannya, jika basa pada template adalah A, maka akan
dipasang dNTP, begitu seterusnya (ingat pasangan A adalah T, dan C dengan G,

begitu pula sebaliknya). Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung.
Lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang daerah yang akan diamplifikasi,
secara kasarnya adalah 1 menit untuk setiap 1000 bp.
Selain ketiga proses tersebut biasanya PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut:
Pra-denaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan
denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif kalau
dipanaskan terlebih dahulu).
Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-15 menit untuk
memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara
sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir.

Gambar 1. Mekanisme PCR


1.3

Aplikasi teknik PCR


Kary B Mullis merupakan penemu PCR yang pertama dan mengaplikasikannya pada
tahun 1984. Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam
kebutuhan, diantaranya:
Isolasi Gen
Para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai contoh, dulu
kita harus mengekstrak insulin langsung dari pancreas sapi atau babi, kemudian
menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal serta memiliki
efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar sama dengan
insulin manusia. Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi
gen penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri
(dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin juga. Hasilnya insulin
yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang
insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah
ketimbang cara konvensional yang harus mengorbankan sapi atau babi. Untuk
mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama probe yang
memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa
dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode
yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method)

1.3.1

yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, di mana proses


awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya
menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya
tambahan dideoxynucleotide yang diberi label fluorescent. Karena warna fluorescent
untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa
ditentukan.
Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau
korban kecelakaan atau bencana terkadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara
fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang
tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa
PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints
alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan
dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau
bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan
identitas orang yang dimaksud. Konon banyak kalangan tertentu yang memanfaatkan
pengujian ini untuk menelusuri orang tua sesungguhnya dari seorang anak jika sang
orang tua merasa ragu.
Diagnosa Penyakit
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah saat
ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini
memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat. PCR merupakan teknik yang sering
digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan
hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang
merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau
makhluk lainnya.
DNA Fingerprint dan Forensik
Penemuan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) menyebabkan perubahan
yang cukup revolusioner di berbagai bidang. Hasil aplikasi dari tehnik PCR ini disebut
dengan DNA fingerprint yang merupakan gambaran pola potongan DNA dari setiap
individu. Karena setiap individu mempunyai DNA fingerprint yang berbeda maka dalam
kasus forensik, informasi ini bisa digunakan sebagai bukti kuat kejahatan di pengadilan.
DNA fingerprint atau biasa juga dikenal dengan nama DNA typing, DNA profiling,
genetic fingerprinting, genotyping, atau identity testing, adalah sebuag metode isolasi
dan mengidentifikasi variabel berdasarkan urutan pasangan basa DNA. Teknik ini
ditemukan oleh ahli genetik asal Inggris, Alec Jeffreys setelah dia menyadari bahwa
setiap individu memiliki pola yang unik.
DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah DNA mitokondria dan DNA inti sel.
DNA yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti sel tidak bisa berubah
sedangkan DNA dalam mitokondria dapat berubah karena berasal dari garis keturunan
ibu, yang dapat berubah seiring dengan perkawinan keturunannya. Dalam kasus-kasus
kriminal, penggunaan kedua tes DNA diatas, bergantung pada barang bukti apa yang
ditemukan di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Seperti jika ditemukan puntung rokok,
maka yang diperiksa adalah DNA inti sel yang terdapat dalam epitel bibir karena ketika
rokok dihisap dalam mulut, epitel dalam bibir ada yang tertinggal di puntung rokok.
Epitel ini masih menggandung unsur DNA yang dapat dilacak.
Untuk kasus pemerkosaan diperiksa spermanya tetapi yang lebih utama adalah
kepala spermatozoanya yang terdapat DNA inti sel didalamnya. Sedangkan jika di TKP
ditemukan satu helai rambut maka sampel ini dapat diperiksa asal ada akarnya. Namun
untuk DNA mitokondria tidak harus ada akar, cukup potongan rambut karena diketahui
bahwa pada ujung rambut terdapat DNA mitokondria sedangkan akar rambut terdapat
DNA inti sel. Bagian-bagian tubuh lainnya yang dapat diperiksa selain epitel bibir,
sperma dan rambut adalah darah, daging, tulang dan kuku.
DNA yang digunakan dalam forensik telah menghasilkan manfaat dalam banyak cara.
Sebagai contoh, telah digunakan untuk membangun rekor individu anggota keluarga yang
hilang sebagai akibat dari Holocaust. Perbandingan DNA telah dilakukan untuk membantu

mengidentifikasi korban tak dikenal dimakamkan di kuburan di seluruh benua Eropa.


Analisis DNA mitokondria telah digunakan untuk tidak hanya mendokumentasikan migrasi
populasi manusia di seluruh dunia, tetapi juga untuk mengidentifikasi hubungan leluhur.
Banyak Afrika-Amerika yang keturunan dari budak Afrika telah menggunakan proses ini
untuk mempersempit wilayah benua Afrika yang merupakan tempat kelahiran nenek
moyang mereka.

1.3.1.1 Metode Analisis DNA Fingerprint


Sistematika analisis DNA Fingerprint ini dimulai dari proses pengambilan sampel
sampai ke analisis dengan PCR. Pada pengambilan sampel dibutuhkan kehati-hatian
dan kesterilan peralatan yang digunakan. Setelah didapat sampel dari bagian tubuh
tertentu, maka dilakukan isolasi untuk mendapatkan sampel DNA. Bahan kimia yang
digunakan untuk isolasi adalah Phenolchloroform dan Chilex. Phenolchloroform biasa
digunakan untuk isolasi darah yang berbentuk cairan sedangkan Chilex digunakan
untuk mengisolasi barang bukti berupa rambut. Lama waktu proses tergantung dari
kemudahan suatu sampel di isolasi, bisa saja hanya beberapa hari atau bahkan bisa
berbulan-bulan.
Tahapan selanjutnya adalah sampel DNA dimasukkan kedalam mesin PCR.
Langkah dasar penyusunan DNA fingerprint dengan PCR yaitu dengan amplifikasi
(pembesaran) sebuah set potongan DNA yang urutannya belum diketahui. Prosedur ini
dimulai dengan mencampur sebuah primer amplifikasi dengan sampel genomik DNA.
Satu nanogram DNA sudah cukup untuk membuat plate reaksi. Jumlah sebesar itu
dapat diperoleh dari isolasi satu tetes darah kering, dari sel-sel yang melekat pada
pangkal rambut atau dari sampel jaringan apa saja yang ditemukan di TKP. Kemudian
primer amplifikasi tersebut digunakan untuk penjiplakan pada sampel DNA yang
mempunyai urutan basa yang cocok. Hasil akhirnya berupa kopi urutan DNA lengkap
hasil amplifikasi dari DNA Sampel.

Gambar 2. Sampel DNA dalam Kasus


Pembunuhan

Gambar 3. Pengecekan
Sampel
Selanjutnya kopi urutan DNA akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk
melihat pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda maka jumlah dan lokasi
pita DNA (pola elektroforesis) setiap individu juga berbeda. Pola pita inilah yang
dimaksud DNA fingerprint. Adanya kesalahan bahwa kemiripan pola pita bisa terjadi
secara random (kebetulan) sangat kecil kemungkinannya, mungkin satu diantara satu
juta. Finishing dari metode ini adalah mencocokkan tipe-tipe DNA fingerprint dengan
pemilik sampel jaringan (tersangka pelaku kejahatan). Analisis RFLP dengan Southern
blotting merupakan metode ampuh untuk pendeteksian kemiripan dan perbedaan
sampel DNA dan hanya membutuhkan darah atau jaringan lain dalam jumlah yang
sangat sedikit (kira-kira 1.000 sel). Probe radioaktif menandai pita elektroforesis yang
mengandung penanda RFLP tertentu. Biasanya peneliti forensik menguji kira-kira lima
penanda; dengan kata lain hanya beberapa bagian DNA yang diuji. Akan tetapi,
rangkaian penanda dari suatu individu yang demikian sedikitpun sudah dapat
memberikan sidik jadi DNA, atau pola pita spesifik yang berguna untuk forensik karena
probabilitas bahwa dua orang (yang bukan kembar identik) akan memiliki rangkaian

penanda RFLP yang tepat sama adalah sangat kecil. Autoradiograf pada gambar 2
meniru jenis bukti yang disajikan (dengan penjelasan) kepada para juri dalam
pengadilan percobaan pembunuhan.

Gambar 4. Skema Pengujian Sampel DNA di Laboratorium


2. Aplikasi DNA micro-array
DNA micro-array merupakan sebuah teknologi yang menampung hasil transkripsi dari
messenger-RNA. Messenger-RNA sendiri merupakan hasil dari transkripsi makhluk hidup.
Vant Veer mengatakan bahwa kanker payudara dapat diprediksi dari data ekspresi DNA,
sehingga data DNA micro-array ini merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan
untuk diagnosa dini penyakit kanker payudara. Data DNA micro-array yang kemudian
direpresentasikan dalam bentuk vektor, merupakan sebuah data berdimensi tinggi.
Permasalahan prediksi data berdimensi tinggi ini dapat ditangani denga baik oleh metode
Support Vector Machine. Namun dalam beberapa kasus tidak hanya diperlukan hasil yang
akurat saja, tetapi juga informasi tentang fitur-fitur mana sajakah yang berpengaruh terhadap
model prediksi.
Analisis ini juga akan dapat membantu manusia untuk mengenali keadaan patologis
seseorang serta dapat memperkirakan proses tanggapannya terhadap adanya rangsang dari
luar, misalnya terhadap pemberian obat. Pemahaman tentang sistem kesehatan yang
didasarkan pada analisis genomik saat ini telah melahirkan suatu cabang disiplin ilmu baru
yang dinamakan Farmakogenomik. Salah satu teknologi utama yang digunakan untuk
pengembangannya adalah DNA microarray.
Melakukan analisis fungsi dan pemetaan hubungan satu dengan lainnya memang sulit
dibayangkan. Bagaimana membuat kemungkinan hubungan dari unsur-unsur sebanyak itu. Ini
akan menjadi sebuah gambaran yang menarik, karena hal itu terjadi di dalam tubuh manusia
sehingga memungkinkan bagi manusia untuk lebih dapat memahami secara rinci mengenai
peristiwa yang terjadi di dalam tubuhnya.
Adanya pergeseran atau perubahan, baik wujud, saat ataupun jumlah dalam penyediaan
protein yang signifikan, akan dapat menimbulkan kelainan atau penyakit. Perbedaan pola
penyediaan protein (ekspresi gen) sebenarnya secara alami terjadi di antara individu. Bahkan
dapat dikatakan bahwa tidak ada dua individu yang memiliki kesamaan dalam pola penyediaan
protein tersebut. Namun demikian, perbedaan-perbedaan yang ada tersebut masih berada
dalam batas kenormalan fungsi secara keseluruhan sehingga masih akan kelihatan
kewajarannya.
Gambar 5. Urutan Eksperimen Microarray

Perbedaan dalam hal penyediaan protein inilah yang menyebabkan adanya kepastian
perbedaan antara orang satu dengan lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut dalam
kenampakannya (fenotipe) akan terlihat misalnya dalam hal bentuk fisik, kecerdasan, emosi,
kemampuan dalam hal tertentu (bakat), kepekaan terhadap segala rangsangan, penyakit
bawaan, kerentanan terhadap segala pengaruh termasuk obat-obatan dan sebagainya.
Singkatnya, segala sifat-sifat yang melekat pada pribadi seseorang dapat dilacak dari karakter
sel-selnya dalam penyediaan protein (genotipe).
Gambar 6. Hibridasi untuk Mendapatkan Probe
Masalahnya sekarang adalah bagaimana caranya untuk mendapatkan data pola
penyediaan protein dari seseorang dari sejumlah gen yang banyak itu? Masalah ini tidak
sederhana. Kalau hanya satu atau dua atau beberapa jenis gen yang akan dianalisis memang
dapat digunakan metoda-metoda yang sudah mapan yang tersedia pada saat ini, misalnya,
Northern blot (RNA), Southern blot (DNA) dan Westhern blot (Protein) ataupun dot blot. Akan
tetapi, dengan jumlah gen yang sebanyak puluhan ribu itu, metoda-metoda tersebut sudah
tidak memungkinkan lagi.
Pengembangan teknologi baru yang dinamakan Chip DNA atau DNA microarray, telah
menjanjikan untuk dapat mengatasi persoalan dalam analisis pola-pola ekspresi sejumlah
besar gen yang dimiliki manusia. Dinamakan chip-DNA karena teknologi ini menggunakan
lempengan kecil (chip) yang terbuat dari kaca yang di atasnya ditata sejumlah ribuan atau
bahkan puluhan ribu jenis gen dalam bentuk fragmen DNA hasil penggandaan dari cDNA.
Selanjutnya chip yang memuat fragmen DNA dari ribuan jenis gen tersebut digunakan untuk
menganalisis ekspresi gen dari suatu jenis sel dengan metode hibridisasi. Pola ekspresi
genetik dan jenis gen yang dapat dianalisis dengan teknik ini tergantung pada ketersediaan
DNA dari gen yang ada pada chip DNA.
Apabila seluruh gen yang dimiliki oleh manusia sudah dikenali, kemudian semuanya
dapat ditata pada chip DNA maka alat tersebut akan mampu menganalisis ekspresi seluruh
gen yang terdapat di dalam sel manusia. Dalam praktiknya, teknologi ini membutuhkan alat
bantu pengolah data yang berupa seperangkat komputer beserta software-nya. Teknologi ini
akan membantu manusia dalam melakukan identifikasi seluruh sifat yang melekat pada
seseorang. Selain itu teknologi ini juga akan dapat membantu manusia dalam melakukan
diagnosis, memonitor, dan memprediksi suatu penyakit, menemukan dan mengembangkan
obat baru serta menentukan pilihan obat yang paling tepat untuk suatu penyakit dan pasien
tertentu.
Metode DNA micro-array memungkinkan untuk menganalisis pola ekspresi genetik global
yang mencerminkan sifat tanggapannya terhadap suatu perlakuan (misalnya obat) yang

meliputi farmakokinetik, farmakodinamik dan efek samping. Di samping itu metode ini juga
dapat untuk menganalisis dan memperkirakan sifat pola penyakit dan tanggapannya terhadap
suatu perlakuan. Pada tahun-tahun berikutnya akan dilakukan identifikasi pola-pola ekspresi
gen pada tiap-tiap individu juga dengan teknologi chip-DNA. Identifikasi genetik individual ini
memungkinkan setiap individu untuk memiliki kartu identitas genetik masing-masing. Di sisi lain
kemajuan bidang ilmu bioinformatics yang ditunjang dengan sistem komputerisasinya
memungkinkan untuk dapat menganalisis identitas genetik yang dimiliki tiap-tiap orang
sehingga akan diketahui sifat-sifat fenotipnya.
Selanjutnya, melalui pendekatan ilmu pharmacogenomic dan pharmacoinformatic, kartu
identitas genomik dari tiap individu ini dapat dianalisis untuk menentukan sifat responsifnya
terhadap tiap-tiap obat yang diberikan (respon individual terhadap obat). Respon individual
terhadap obat ini meliputi pengaruhnya terhadap nasib obat di dalam badan (farmakokinetik:
absorbsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi), dan disposisi obat termasuk interaksi obat
dengan molekul biologi sebagai target reaksinya (farmakodinamik). Pengetahuan yang teliti
mengenai respon individual ini selanjutnya digunakan untuk menentukan khasiat obat serta
efek sampingnya yang juga bersifat individual. Oleh karena itulah maka obat yang dikonsumsi
oleh masyarakat juga akan bersifat individual yang didasarkan pada analisis genomik.
2.2

Aplikasi DNA micro-array untuk Kanker Payudara


Salah satu aplikasi DNA micro-array adalah untuk mengamati perubahan tingkat
ekspresi genetik dari berbagai gen secara bersamaan. Jumlah gen yang diamati bisa
puluhan, ratusan, bahkan ribuan. Contoh aplikasinya adalah untuk meneliti kanker
payudara dan respon pasien akan terapi yang diberikan untuk mengobati penyakit
tersebut. Dengan DNA micro-array ini dokter dapat memprediksi respon atau ketahanan
pasien terhadap pengobatan, terutama pada kemoterapi.
DNA micro-array menggunakan bahan solid seperti slide kaca, chip silicon, atau
membran nilon yang di atasnya dimasukkan ribuan bahkan jutaan molekul DNA yang
mewakili gen-gen yang akan diamati yang bertindak sebagai probe. Dalam proses
selanjutnya cDNA yang dibuat dari mRNA yang dihasilkan oleh ekspresi genetik pasien
akan terhibridisasi pada spot DNA probe yang sesuai. Dengan menggunakan DNA microarray, ekspresi dari ribuan gen pada sampel tumor dapat diuji dengan satu penelitian.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalam mengamati ekspresi gen ini adalah
penggunaan cDNA dan oligonukleotida microarray. Secara umum, mRNA yang
diekstraksi dari sampel biologis diubah menjadi cDNA utas tunggal diberi label
fluorescence. Setelah itu diikuti oleh hibridisasi cDNA terlabel ke permukaan DNA microarray. Interaksi antara probe dan target dideteksi menggunakan detektor.

Gambar 7. Aplikasi DNA micro-array untuk Pengobatan Kanker Payudara


Setelah itu analisis data dilakukan dan dapat diketahui bagaimana respon pasien
pada pengobatan tertentu, identifikasi target yang menjadi akar masalah di dalam
penyakit ini, dan pengobatan atau terapi apa yang tepat untuk diberikan pada si pasien.
Setelah data dianalisis, maka dapat dilakukan terapi secara personal pada pasien
sehingga pengobatan tersebut dapat efektif mengobati kanker yang diderita. Pada

beberapa pengobatan kemoterapi secara umum, pengobatan dilakukan secara


menyeluruh dan umum sehingga gen tumor dapat diatasi tetapi radiasi menyerang gen
yang lain, seperti rambut yang mudah rapuh dan rontok sehingga tubuh pasien kadang
kala tidak kuat untuk menahan efek samping tersebut. Karena itu terapi secara personal
ini dapat menjadi hal yang berguna bagi pasien karena terapi yang dilakukan sesuai
dengan respon imun dan ketahanan tubuh pasien. (Brennan et al 2005)
3. Pemanfaatan Asam Nukleat dalam Bioinformatika
Bioinformatika adalah gabungan antara ilmu biologi dan ilmu teknik informasi (IT). Pada
umumnya, bioinformatika didefinisikan sebagai aplikasi dari alat komputasi dan analisa untuk
menangkap dan menginterpretasikan data-data biologi. Ilmu ini merupakan ilmu baru yang
merangkap berbagai disiplin ilmu termasuk ilmu komputer, matematika dan fisika, biologi, dan
ilmu kedokteran, di mana kesemuanya saling menunjang dan saling bermanfaat satu sama
lainnya. istilah bioinformatics mulai dikemukakan pada pertengahan era 1980-an untuk
mengacu pada penerapan computer dalam biologi. Namun demikian, penerapan bidangbidang dalam bioinformatika (seperti pembuatan basis data dan pengembangan algoritma
untuk analisis sekuen biologis) sudah dilakukan sejak tahun 1960-an.
Ilmu bioinformatika lahir atas inisiatif para ahli komputer berdasarkan artificial intelligence.
Mereka berpikir bahwa semua gejala yang ada di ala mini bisa dibuat secara artificial melalui
simulasi dari gejala-gejala tersebut untuk mewujudkan hal ini diperlukan data-data dari dunia
biologi dan kedokteran modern. Perangkat utama bioinformatika adalah program software dan
didukung oleh ketersediaan internet.
Perkembangan teknologi DNA rekombinan memainkan peranan penting dalam lahirnya
bioinformatika. Teknologi DNA rekombinan memunculkan suatu pengetahuan baru dalam
rekayasa genetika organisme yang dikenal dengan nama bioteknologi. Perkembangan dari
bioteknologi tradisional ke modern ditandai dengan kemampuan manusia dalam melakukan
analisis DNA organisme, sekuensing DNA, dan manipulasi DNA. Sekuensing DNA satu
organisme, misalnya suatu virus memiliki kurang lebih 5.000 nukleotida atau molekuk DNA
atau sekitar 11 gen, yang telah berhasil dibaca secara menyeluruh pada tahun 1977. Sekuen
semua DNA manusia terdiri dari 3 milyar nukleotida yang menyusun 100.000 gen dapat
dipetakan dalam waktu 3 tahun, walaupun semua ini belum terlalu lengkap. Saat ini terdapat
milyaran data nukleotida yang tersimpan dalam database DNA, GenBank di AS yang didirikan
tahun 1982.
3.1 Kegunaan Bioinformatika
Bioteknologi dalam Bidang Klinis
Bioinformatika dalam bidang klinis sering disebut sebagai informatika klinis (clinical
informatics). Aplikasi dari informatika klinis ini berbentuk manajemen data-dataklinis
dari pasien melalui Electrical Medical Record (EMR) yang dikembangkan oleh
Clement J. McDonald dari Indiana University School of Medicine pada tahun 1972.
McDonald pertama kali mengaplikasikan EMR pada 33 orang pasien penyakit gula
(diabetes). Sekarang EMR ini telah diaplikasikan pada berbagai penyakit. Data yang
disimpan meliputi data analisa diagnosa laboratorium, hasil konsultasi dan saran,
fotorontgen, ukuran detak jantung, dan lain lain.
Identifikasi Agen Penyakit Baru
Bioinformatika juga menyediakan tool yang sangat penting untuk identifikasi agen
penyakit yang belum dikenal penyebabnya. Banyak sekali penyakit baru yang muncul
dalam dekade ini, dan diantaranya yang masih hangat adalah SARS (Severe Acute
Respiratory Syndrome). Pada awalnya, penyakit ini diperkirakan disebabkan oleh
virus influenza karenagejalanya mirip dengan gejala pengidap influenza. Akan tetapi
ternyata dugaan ini salahkarena virus influenza tidak terisolasi dari pasien. Perkiraan
lain penyakit ini disebabkan oleh bakteri Candida karena bakteri ini terisolasi dari
beberapa pasien. Ternyata perkiraan ini salah, akhirnya ditemukan bahwa dari
sebagian besar pasien SARS terisolasi virus Corona jika dilihat dari morfologinya.
Sekuen genom virus ini kemudian dibaca dan dari hasil analisis dikonfirmasikan
bahwa penyebab SARS adalah virus Corona yang telah berubah (mutasi) dari virus
Corona yang ada selama ini.
Mendiagnosa Penyakit Baru

Untuk menangani penyakit baru diperlukan diagnosa yang akurat sehingga dapat
dibedakan dengan penyakit lain. Diagnosa yang akurat ini sangat diperlukan untuk
pemberian obat dan perawatan yang tepat bagi pasien. Ada beberapa cara untuk
mendiagnosa suatu penyakit, antara lain: isolasi agent penyebab penyakit tersebut
dan analisa morfologinya, deteksi antibodi yang dihasilkan dari infeksi dengan
teknik enzyme-linked
immunosorbent
assay (ELISA),
dan
deteksi
gendari agent pembawa
penyakit
tersebut
dengan Polymerase
Chain
Reaction (PCR).
Penemuan Obat-obatan
Cara untuk menemukan obat biasanya dilakukan dengan menemukan zat/senyawa
yang dapat menekan perkembangbiakan suatu agent penyebab penyakit. Karena
perkembangbiakan agent tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, maka faktor-faktor
inilah yang dijadikan target. Diantaranya adalah enzim-enzim yang diperlukan untuk
perkembangbiakan suatu agent. Mula-mula yang harus dilakukan adalah analisa
struktur dan fungsi enzim-enzim tersebut. Kemudian mencari atau mensintesa
zat/senyawa yangdapat menekan fungsi dari enzim-enzim tersebut.
Analisa struktur dan fungsi enzim ini dilakukan dengan cara mengganti asam amino
tertentu dan menguji efeknya. Analisa penggantian asam amino ini dahulu dilakukan
secara random sehingga memerlukan waktu yang lama. Setelah Bioinformatika
berkembang, data-data protein yang sudah dianalisa bebas diakses oleh siapapun,
baik data sekuen asam aminonya seperti yang ada di SWISS-PROT maupun struktur
3D-nya yang tersedia di Protein DataBank (PDB). Dengan database yang tersedia ini,
enzim yangbaru ditemukan dapat dibandingkan sekuen asam amino-nya, sehingga
bisa diperkirakanasam amino yang berperan untuk aktivitas (active site) dan
kestabilan enzim tersebut.
Setelah asam amino yang berperan sebagai active site dan kestabilan enzim tersebut
ditemukan, kemudian dicari atau disintesa senyawa yang dapat berinteraksi dengan
asam amino tersebut. Dengan data yang ada di PDB, maka dapat dilihat struktur3D
suatu enzim termasuk active site-nya, sehingga bisa diperkirakan bentuk
senyawayang akan berinteraksi dengan active site tersebut. Dengan demikian, kita
cukup mensintesa senyawa yang diperkirakan akan berinteraksi, sehingga obat
terhadap suatu penyakit akan jauh lebih cepat ditemukan. Cara ini dinamakan
docking dan telah banyak digunakan oleh perusahaan farmasi untuk penemuan
obat baru.

Meskipun dengan Bioinformatika ini dapat diperkirakan senyawa yang berinteraksi


dan menekan fungsi suatu enzim, namun hasilnya harus dikonfirmasi dahulu melalui
eksperimen di laboratorium. Akan tetapi dengan Bioinformatika, semua proses ini bisa
dilakukan lebih cepat sehingga lebih efisien baik dari segi waktu maupun finansial.
Tahun 1997, Ian Wilmut dari Roslin Institute dan PPL Therapeutics Ltd,Edinburgh,
Skotlandia, berhasil mengklon gen manusia yang menghasilkan faktor IX (faktor
pembekuan darah), dan memasukkan ke kromosom biri-biri. Diharapkan biri-biri yang
selnya mengandung gen manusia faktor IX akan menghasilkan susu yang
mengandung faktor pembekuan darah. Jika berhasil diproduksi dalam jumlah
banyakmaka faktor IX yang diisolasi dari susu harganya bisa lebih murah untuk
membantu parapenderita hemofilia.
Bidang Pertanian
Pupuk Hayati (biofertiliser) yaitu suatu bahan yang berasal dari jasad hidup,
khususnya mikrobia yang digunakan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
produksi tanaman.
Kultur in vitro, yaitu pembiakan tanaman dengan menggunakan bagian tanaman
yang ditumbuhkan pada media bernutrisi dalam kondisi aseptik. Kultur in vitro
memungkinkan perbanyakan tanaman secara massal dalam waktu yang singkat.

Teknologi DNA Rekombinan, pengembangan tanaman transgenik, misalnya galur


tanaman transgenik yang membawa gen cry dari Bacillus thuringiensis untuk
pengendalian hama.
4. Pemanfaatan Asam Nukeat dalam Kesehatan
4.1 Terapi Gen
Pengobatan dengan terapi gen telah berkembang dengan pesat sejak clinical trial.
Terapi ini pertaa kali diperkenalkan pada tahun 1990 (Roberts, 2004). Terapi gen adalah
teknik untuk mengoreksi gen-gen yang cacat yang bertanggung jawab terhadap suatu
penyakit. Selama ini pendekatan terapi gen yang berkembang adalah menambahkan
gen-gen normal ke dalam sel yang mengalami ketidaknormalan. Pendekatan lain adalah
melenyaokan gen abnormal dengan gen normal dengan melakukan rekombinasi
homolog. Pendekatan ketiga adalah mereparasi gen abnormal dengan cara mutase balik
selektif, sedemikian rupa sehingga akan mengembalikan fungsi normal gen tersebut.
Selain pendekatan-pendekatan tersebut, ada pendekatan lain untuk terapi gen, yaitu
mengendalikan regulasi ekspresi gen abnormal tersebut (Holmes, 2003).
Perkembangan terapi gen yang terkini untuk penyakit-penyakit adalah lebih ke arah
gagasan mencegah diekspresikannya gen-gen yang jelek atau abnormal, atau dikenal
dengan gene silencing. Untuk tujuan gene silencing atau membungkam ekspresi gen
tersebut, maka penggunaan RNA jika dibandingkan dengan DNA lebih memungkinkan,
sehingga dikenal istilah RNA therapeutic (Adams, 2005).
Gen terdapat dalam kromosom, merupakan dasar fungsional dan fisik dari keturunan.
Perintahnya berupa sandi untuk membuat protein pada struktur seluler. Bila terjadi
perubahan dari gen, maka protein yang terbentuk tidak lagi dapat melakukan fungsi yang
normal, sehingga akan menimbulkan kelainan genetik. Para ilmuwan sekarang sudah
dapat enentukan gen yang dapat menimbulkan penyakit/kelainan. Dan sedang dipelajari
pula bagaimana cara memperbaiki atau mengganti gen tersebut, dengan enggunakan
bakteri, virus yang sudah dimodifikasi secara genetik, dan dipakai sebagai obat bahkan
dapat menggantikan organ tubuh.
4.1.1 Terapi Gen untuk Pencegahan Kanker
Akhir-akhir ini, penyakit-penyakit target untuk terapi gen telah meluas dari kelainan
metabolik kongenital menjadi tumor-tumor malignan yang tidak dapat disembuhkan oleh
pengobatan yang ada dan bahkan penyakit-penyakit tumor jinak kronis yang
menyebabkan penurunan kualitas hidup. (Yoshida, J. et al.,2004) Para peneliti melihat
potensi terapi gen untuk penanganan kanker, suatu penyakit akibat abnormalitas regulasi
dan ekspresi gen. Walaupun kemoterapi dan radioterapi memperpanjang kemampuan
bertahan hidup dan dapat mengobati kanker pada beberapa kasus, namun kekurangankekurangannya pun banyak. Sel-sel target kemoterapi adalah sel-sel yang berproliferasi,
bukan sel-sel kanker secara spesifik. Kemoterapi juga mempunyai efek samping
sehingga dosis yang diperbolehkan terbatas, dan pada sebagian besar tumor-tumor solid
terjadi kekambuhan yang cepat setelah terapi. Berbeda dari terapi konvensional, terapi
gen untuk kanker menjanjikan pengobatan yang spesifik terhadap kanker, efek toksik
yang lebih sedikit dan potensi yang lebih besar untuk sembuh. (Ming, Y. 1996)
Pendekatan Terapi Gen untuk Pengobatan Kanker
Secara umum, terapi gen dilakukan dengan cara mengganti atau menginaktifkan
gen yang tidak berfungsi, menambahkan gen fungsional, atau menyisipkan gen ke dalam
sel untuk membuat sel berfungsi normal. Sel-sel kanker mempunyai tiga karakteristik
yang dikontrol secara genetis untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
pertumbuhan: - sel-sel kanker mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tidak normal sel-sel kanker tidak mati ketika tubuh mengisyaratkan hal itu - sel-sel kanker melawan
kerja sistem imun tubuh. Oleh karena itu terapi gen untuk mengobati kanker didasarkan
pada koreksi kecepatan pertumbuhan, kontrol kematian sel dan membuat sistem imun
membunuh sel-sel kanker.
Tantangan terberat dalam terapi gen pada penyakit kanker adalah memasukkan
gen-gen yang diinginkan ke dalam setiap sel yang memerlukannya. Metode dengan
keberhasilan yang paling baik adalah dengan menyuntikkan virus pembawa gen secara

langsung ke dalam tumor yang relatif mudah dicapai seperti pada tumor kepala dan leher.
Tantangan lain adalah mencegah gen baru memasuki DNA sel-sel pada tempat yang
salah yang berpotensi menyebabkan penyakit seperti leukemia seperti yang terjadi barubaru ini pada uji klinis untuk mengobati penyakit lain (bukan kanker). Selain itu virus yang
membawa gen-gen dapat menyebabkan inflamasi atau diserang oleh sistem imun.
Terapi gen mungkin menjadi sangat efektif bila dikombinasikan dengan terapi tipe
lain seperti kemoterapi dan radioterapi. (Moon, C., et.al, 2003) Banyak studi
menunjukkan bahwa terdapat potensi yang besar untuk mengkombinasikan terapi gen
dengan pendekatan farmasi, imunologis dan radioterapi untuk membunuh sel-sel kanker
secara lebih efektif dan dalam jumlah yang besar. Pengembangan teknik untuk
pengiriman gen-gen supresor tumor secara sistemik adalah penting dalam aplikasi terapi
gen. Masih panjang jalan ke depan sebelum hasil dari studi preklinik dan klinik dari
strategi terapi gen mencapai potensi yang penuh, namun demikian strategi ini telah
menunjukkan betapa pentingnya terapi gen sebagai langkah ke depan pada penanganan
kanker. (Moon, C., et.al, 2003) Terapi gen merupakan integrasi dari berbagai sub bidang
ilmu kedokteran, oleh karena itu kemajuan di bidang genetik/genomik, vektorologi, biologi
sel-sel tunas dan imunologi akan mempercepat studi tentang prinsipprinsip dan
keamanan terapi gen menuju tercapainya standar penggunaan klinis. (Yoshida, T., 2004.)
5. Rekayasa Genetik
5.1 Makanan Transgenik
Makanan transgenik adalah bahan pangan yang telah diubah, baik fenotipe maupun
genotipe-nya dengan jalan rekayasa genetika. Para ahli rekayasa genetika telah
menerapkan pengetahuan yang mereka pelajari pada pangan dengan tujuan untuk
meningkatkan dan menyempurnakan kualitas dan kuatitas pangan. Rekayasa genetika
adalah penggunaan teknik biologi yang cermat untuk menata ulang gen dengan
menyingkirkan, menambahkan atau menukar gen dari satu organisme ke organisme lain
untuk mendapatkan jenis baru yang lebih baik dari sifat aslinya. Bagian tubuh makhluk
hidup yang dapat disingkirkan, ditambah atau ditukar adalah bahan inti sel yang
disebut deoxiribo nucleic acid (DNA).
Makanan transgenik dapat membantu usaha manusia dalam meningkatkan
produksi pangan. Bahan makanan transgenik dapat memiliki sifat tahan hama dan
penyakit, biji lebih besar, cepattumbuh dan hasilnya lebih banyak. Seperti yang diketahui
bahwa pertambahan jumlah populasi penduduk dunia tidak sebanding dengan
pertambahan produksi pangan. Dalam hal ini, ThomasRobert Malthus, seorang ahli
ekonomi abad 18
mengatakan,
penduduk
cenderung
tumbuh
secara deret
ukur (misalnya, dalam lambang 1, 2, 4, 8, 16 dst.) sedangkan persediaan makanan
cenderung tumbuh secara deret hitung (misalnya, dalam deret 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dst.). Hal
ini menyebabkan timbulnya kelaparan di berbagai belahan dunia. Karena terbatasnya
lahan pertanian sedangkan kebutuhan pangan terus melonjak, maka makanan transgenik
bisa digunakan sebagai pilihan penyediaan sumber pangan di masa yang akan datang.
Beberapa makanan transgenik yang telah berhasil direkayasa adalah tomat yang
peka terhadap dingin. Para ahli rekayasa genetika mengidentifikasi sebuah gen di dalam
ikanflounder yang memungkinkan ikan tersebut bertahan hidup di dalam perairan yang
dingin dan menggunting gen itu dari ikan tersebut dan merekatkan gen antibeku tersebut
ke dalam untaian DNA tomat. Keturunan baru dari buahnya mampu bertahan terhadap
kondisi beku. Hal ini berarti tomat ini memiliki musim tumbuh yang lebih lama karena bisa
ditanam pada musim dingin sekalipun.
Di Indonesia, penelitian tentang makanan transgenik juga dilakukan oleh para ahli
rekayasa genetika. Contoh makanan transgenik yang telah dihasilkan adalah kentang
transgenik atau kentang Bt ( bacillius thuringiensis) yang tahan terhadap cendawan dan
nematoda. Kentang Bt mampu menekan pemakaian pestisida sehingga dapat
menghemat pengeluaran. Sampai saat ini nilai perdagangan produk bioteknologi modern
di pasar global mencapai 44,3 miliar dollar AS. Pasar terbesar atau 60 persen
di Amerika Serikat, disusul Jepang 6,9 persen, Jerman 6,4 persen, Prancis 5,4 persen,
dan Italia, Spanyol, serta Inggris yang masing-masing di bawah 4 persen. Saat ini
tanaman transgenik sudah diadopsi di 12 negara berkembang dan 11 negara
industri maju.

Akan tetapi, kita juga harus berhati-hati terhadap makanan transgenik karena kita
belum mengetahui dampak negatif yang dapat timbul dari pengonsumsian jenis makanan
baru ini. Bahan pangan transgenik dikhawatirkan mengandung senyawa yang
membahayakan kesehatan, misalnya senyawa allergens yang dapat menimbulkan alergi.
Selain itu, bila tanaman transgenik ini mengandung gen yang dapat meracuni serangga
yaitu senyawa Bt-endotoxin, dikhawatirkan juga dapat meracuni manusia yang
mengonsumsinya. Selain itu, berdasarkan laporan jurnal ilmiah tahun 2005-2006, pangan
transgenik diketahui menyebabkan kerusakan fungsi hati, sel darah dan serta
menurunkan kekebalan tubuh pada tikus percobaan. Hal ini tentunya sangat
membahayakan bila dikonsumsi oleh manusia.
Untuk meminimalisasi dampak negatif yang timbul, makanan transgenik harus
memenuhi syarat yang tercantum dalam Protokol Cartagena sebelum dilepas dan
disebarkan ke masyarakat. Protokol Cartagena yaitu suatu kesepakatan bersama yang
mengatur tata cara pelepasan produk transgenik. Hal lain yang tidak kalah penting
adalah pelabelan makanan transgenik. Selain hal tersebut merupakan hak konsumen,
pelabelan juga dimaksudkan agar para konsumen dapat memilih makanannya, bukan
hanya untuk rasa dan selera, tetapi juga untuk keamanan dan kesehatan kita semua.
5.2

Kloning Hewan
Suatu cara reproduksi yang menggunakan teknik tingkat tinggi di bidang rekayasa
genetika untuk menciptakan makhluk hidup tanpa melalui perkawinan melalui metode fusi
sel. Teknik reproduksi ini menjadi terkenal sejak tahun 1996 karena keberhasilan Dr. Ian
Welmut, seorang ilmuwan Scotlandia yang sukses melakukan kloning pada domba yang
kemudian dikenal dengan Dolly. Sekarang teknik dan tingkat keberhasilan kloning telah
begitu pesat. Salah satu negara yang sukses menguasai teknologi ini sekaligus
menjadikannya sebagai lahan bisnis modern adalah Korea Selatan.
Kloning berasal dari kata clone, artinya mencangkok. Secara sederhana bisa
dipahami, teknik ini adalah cara reproduksi vegetatif buatan yang dilakukan pada hewan
dan atau manusia. Seperti yang kita ketahui bahwa mayoritas hewan (termasuk manusia)
hanya bisa melakukan reproduksi generatif (kawin) yang dicirikan adanya rekombinasi
gen hasil proses fertilisasi ovum oleh sperma. Sedangkan pada reproduksi vegetatif tidak
ada proses tersebut, karena individu baru (baca: anak) berasal dari bagian tubuh tertentu
dari induknya. Dengan teknik kloning, hewan dan manusia bisa diperbanyak secara
vegetatif (tanpa kawin).

5.2.1

Kloning Domba Dolly dan Prosesnya


Teknik ini melibatkan dua pihak, yaitu donor sel somatis (sel tubuh) dan donor ovum
(sel gamet). Meskipun pada proses ini kehadiran induk betina adalah hal yang mutlak
dan tidak mungkin dihindari, tetapi pada proses tersebut tidak ada fertilisasi dan
rekombinasi (perpaduan) gen dari induk jantan dan induk betina. Ini mengakibatkan
anak yang dihasilkan memiliki sifat yang (boleh dikatakan) sama persis dengan induk
donor sel somatis.
Untuk lebih jelas, berikut ini uraian dasar proses kloning pada domba Dolly
beberapa tahun lalu. Perhatikan gambar berikut. Langkah kloning dimulai dengan
pengambilan sel puting susu seekor domba. Sel ini disebut sel somatis (sel tubuh). Dari
domba betina lain diambil sebuah ovum (sel telur) yang kemudian dihilangkan inti
selnya. Proses berikutnya adalah fusi (penyatuan) dua sel tersebut dengan
memberikan kejutan listrik yang mengakibatkan terbukanya membran sel telur

sehingga kedua sel bisa menyatu. Dari langkah ini telah diperoleh sebuah sel telur
yang berisi inti sel somatis. Ternyata hasil fusi sel tersebut memperlihatkan sifat yang
mirip dengan zigot, dan akan mulai melakukan proses pembelahan.
Sebagai langkah terakhir, zigot tersebut akan ditanamkan pada rahim induk domba
betina, sehingga sang domba tersebut hamil. Anak domba yang lahir itulah yang
dinamakan Dolly, dan memiliki sifat yang sangat sangat mirip dengan domba donor sel
puting susu tersebut di atas.

Gambar 8. Proses Kloning Domba Dolly

Dolly lahir dengan selamat dan sehat sentausa. Sayangnya selama perjalanan
hidupnya dia gampang sakit dan akhirnya mati pada umur 6 tahun, hanya mencapai
umur separoh dari rata-rata masa hidup domba normal. Padahal kloning yang
dilakukan pada hewan spesies lain tidak mengalami masalah.
Dari hasil penyelidikan kromosomal, ternyata ditemui bahwa Dolly mengalami
pemendekan telomere. Telomere adalah suatu pengulangan sekuen DNA yang biasa
didapati diujung akhir sebuah kromosom. Uniknya, setiap kali sel membelah dan
kromosom melakukan replikasi, sebagian kecil dari ujung kromosom ini selalu hilang
entah kemana. Penyebab dan mekanismenya juga belum diketahui sampai sekarang.

Masalah pemendekan telomere ini diketahui menyebabkan munculnya sinyal agar


sel berhenti membelah. Hal inilah yang diduga berhubungan erat dengan percepatan
penuaan dan kematian. Pemendekan telomere ini ternyata disebabkan oleh
aktivitas enzim yang dikenal dengan telomerase.
Sejalan dengan perkembangan teknik kloning, para ilmuwan telah mampu
membuka harapan besar untuk menghidupkan kembali satwa-satwa yang telah punah.
Seorang profesor Biologi asal Jepang, Teruhiko Wakayama, berhasil membuat kloning
dari seekor mencit yang telah beku selama dua dekade. Keberhasilan ini memicu
kemungkinan terobosan yang lebih spektakuler lagi, yakni membangkitkan kembali
makhluk hidup yang telah punah! Misalnya burung Dodo (Raphus cucullatus), serigala
Tasmania (Thylacinus cynocephalus), Quagga (Equus quagga), sampai beberapa
subspesies dari harimau yang telah punah (Panthera tigris balica, Panthera tigris
sondaicus). Ini bukan isapan jempol belaka! Para ilmuwan di San Diego telah
mengambil sedikit jaringan dari spesimen awetan banteng Jawa yang telah mati
selama beberapa tahun, kemudian mengisolasi DNA banteng Jawa tersebut dan
memasukkan inti sel sintesis ke sel telur sapi biasa. Hasilnya, dua ekor banteng Jawa
berhasil dilahirkan dari rahim sapi biasa. Jadi impian menghidupkan spesies yang telah
punah, seperti Jurassic Park, tidak lagi dianggap science-fiction belaka.

5.2.2

Kelebihan dan Kekurangan Kloning Hewan


Kelebihan:
Membantu pasangan yang infertil untuk dapat memiliki keturunan dengan cara ART
(Assisted Reproductive Technology).
Dapat digunakan untuk upaya konservasi hewan atau tumbuhan yang langka
Studi model perjalanan suatu penyakit
Steam cell dapat digunakan untuk memperbaiki kerusakan jaringan atau organ.
Kekurangan:
Tingkat kegagalan tinggi di mana kemungkinan untuk berhasil hanya 0,1-3%. Hal ini
dikarenakan oleh sel telur yang telah di-enuklease dan nucleus yang akan ditransfer
tidak cocok, sel telur yang telah ditransfer nucleus tidak membelah atau tidak
berkembang, embrio yang diimplan ke inang mengalami kegagalan, dan kehamilan
yang mengalami keguguran.
Hewan yang berhasil di cloning kebanyakan terlahir dengan organ yang besar yang
berujung pada permasalahan sirkulasi darah dan pernapasan.
Pola eskpresi gen yang abnormal.
Diferensiasi Telometrik.

Referensi
Putra, Sinly Evan. (2007). DNA Fingerprint, Metode Analisis Kejahatan pada Forensik. [Online]
http://www.chem-istry.org/artikel_kimia/berita/dna_fingerprint_metode_analisis_kejahatan_pada_forensik/
diakses pada 25 Februari 2015
Editors of Encyclopedia Britannica. (2014). DNA Fingerprinting. [Online]
http://global.britannica.com/EBchecked/topic/167155/DNA-fingerprinting diakses pada 25
Februari 2015
Sridianti. (2012). Manfaat Fungsi DNA Forensik. [Online] http://www.sridianti.com/manfaat-fungsidna-forensik.html diakses pada 24 Februari 2015

Fatchiyah. (2014). Whats Bioinformatics? [Online] http://fatchiyah.lecture.ub.ac.id/teachingresponsibility/bioinformatics/whats-bioinformatics/ diakses pada 26 Februari 2015
Malik, Amarila. (2005). RNA Thrapeutic, Pendekatan Baru dalam Terapi Gen, Majalah Ilmu
Kefarmasian, vol. 2, no. 2, August, pp. 51-61.
Wargasetia, Teresa Liliana. (2005). Terapi Gen pada Penyakit Kanker, JKM, vol. 4, no. 2,
February.

You might also like