You are on page 1of 23

Metode Deteksi Asam Nukleat

Yuni Dwi Lestari, Teknik Kimia (1306370575)


ABSTRAK
Asam nukleat merupakan suatu polimer nukleotida yang berperan dalam
penyimpanan serta pemindahan informasi genetik. Asam nukleat terdapat pada semua sel
hidup dan bertugas untuk menyimpan dan mentransfer genetic, kemudian
menerjemahkan informasi ini secara tepat untuk mensintesis protein yang khas bagi
masing-masing sel. Asam nukleat, jika unit-unit pembangunnya deoksiribonukleotida,
disebut asam deoksiribonukleotida (DNA atau deoxyribonucleic acid) dan jika terdiridari unit-unit ribonukleaotida disebut asam ribonukleaotida (RNA atau ribonucleic acid).
Untuk melakukan pengujian terhadap keberadaan dari komponen asam nukleat dilakukan
metode deteksi yaitu secara kualitatif dan kuantitatif.
Kata kunci : amplifikasi, elektroforesis, PCR, RLFP, STR, sequences, hibridisasi,
flourosense, staining, blotting, spektroskopik, annealing, elongasi, polimerase,
denaturisasi.
Pendahuluan
Asam nukleat terdiri atas ikatan-ikatan polimer nukleotida. Nukleotida terdiri atas
gugus fosfat, gula, dan basa nitrogen. Nukleotida tersebut yang akan membentuk DNA
dan RNA dari berbagai mahluk hidup baik eukariotik maupun prokariotik. Pada dasarnya
DNA dan RNA merupakan komponen penyusun kehidupan, dimana pada DNA terdapat
informasi berupa kode dan sifat genetik yang diturunkan dan RNA merupakan organel
penting dalam sintesis protein yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan.
Butuh waktu yang lama sampai akhirnya manusia dapat mengetahui keberadaan dari
dua komponen penting ini dikarenakan sistemnya yang begitu rumit. Dilihat dari
keberadaan kedua komponen asam nukleat tersebut yang vital dan kompleks, maka
dibutuhkan metode analisis atau deteksi yang dapat digunakan untuk mengetahui
keberadaan dari DNA dan RNA.
Analisis DNA manusia bertujuan untuk mengarakterisasi DNA seseorang untuk
mengidentifikasi susunan DNA-nya. Analisa DNA banyak digunakan untuk karakterisasi
sifat genetik pada level molekuler yang secara langsung mencerminkan sifat genotip
(materi genetik) yang dimiliki oleh organisme tertentu. Analisis DNA ini terdiri dari tiga
tahap yaitu ekstraksi DNA, PCR, dan Elektroforesis. Pada dasarnya pengelompokan
metode deteksi DNA dan RNA terbagi atas dua kelompok besar, yaitu : metode analisis
kualitatif dan metode analisis kuantitatif.
Metode Deteksi DNA dan RNA
Metode ini digunakan untuk mengetahui dan menganalisis keberadaan dari
zat/senyawa yang akan dianalisis, metode ini terdiri atas :

Metode Kuantitatif DNA dan RNA


Metode ini bertujuan bukan hanya untuk mengetahui keberadaan/komposisi dari
sample atau bahan uji, tetapi menentukan secara matematis berapa konsentrasi atau kadar
dari bahan tertentu dari suatu sampel. Dimana dalam hal ini berarti dapat diketahui
berapa kadar atau konsentrasi dari DNA/RNA yang di uji.
1. Metode Spektroskopi UV-Vis
Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible.
Sinar UV memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Karena sinar UV tidak dapat
dideteksi oleh mata kita, maka senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang
merupakan senyawa yang tidak memiliki warna. Bening dan transparan.
Oleh karena itu, sample tidak berwarna tidak perlu dibuat berwarna dengan
penambahan reagent tertentu. Bahkan sample dapat langsung dianalisa meskipun tanpa
preparasi. Namun perlu diingat, sampel keruh tetap harus dibuat jernih dengan filtrasi
atau centrifugasi. Prinsip dasar pada spektrofotometri adalah sampel harus jernih dan
larut sempurna. Tidak ada partikel koloid apalagi suspensi. Alat ini menggunakan dua
buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible.
Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sample berwarna juga untuk
sample tak berwarna. DNA yang mengandung basa-basa purin dan pirimidin dapat
menyerap cahaya UV.
2. Metode PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR merupakan salah satu metode dalam menganalisis DNA dimana metode ini
memanfaatkan salah satu sifat DNA yang dapat direplikasi. Biasanya, dalam analisis
DNA, diperlukan jumlah DNA yang tidak sedikit. Oleh karenanya, diperlukan metode
PCR yang fungsi utamanya ialah melakukan penggandaan DNA dengan bantuan enzim
polymerase. Penggandaan ini dilakukan pada bagian atau daerah tertentu dari suatu DNA
template. PCR berlangsung dalam 20 hingga 40 siklus.
PCR terdiri atas beberapa siklus dimana pada setiap siklus terjadi penggandaan
materi genetik dan jika siklus ini dilakukan berulang-ulang, maka materi genetik yang
diperoleh akan menjadi banyak sehingga mempermudah deteksi keberadaannya. Secara
umum, PCR dilakukan sebanyak 25-35 siklus. Dalam prosesnya, PCR melibatkan variasi
suhu yang mendekati suhu didih air, jadi diperlukan enzim polimerase yang tetap stabil
dalam temperatur yang tinggi. Pada proses PCR, enzim polimerase yang digunakan
berasal dari bakteri Thermusaquaticus (Taq) yang hidup di lingkungan bersuhu lebih dari
90 oC.
Komponen dari PCR itu sendiri terdiri atas DNA polimerase. DNA Polimerase
adalah sebuah enzim yang mengkatalisasi reaksi polimerisasi deoksiribonukleotida

menjadi rantai DNA, dengan kata lain enzim ini mengkatalisasi reaksi pembentukan
DNA. DNA polimerase membaca rantai pada DNA template untuk dibentuk rantai baru.
Rantai baru yang telah dicetak memiliki molekul primer yang identik dengan rantai yang
lama. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu untuk melakukan penggandaan, maka
dibutuhkan DNA Primer. Yaitu sepasang DNA utas tunggal yang berfungsi sebagai
inisiator pemanjangan rantai DNA ketika polimerisasi DNA sekaligus pembatas
pemanjangan rantai DNA ini. Dalam penggandaannya, PCR hanya mampu
menggandakan daerah tertentu pada DNA sepanjang 10000 bp saja (dengan teknik
tertentu dapat mencapai 40000 bp). Primer dirancang untuk memiliki sekuen yang
komplemen dengan DNA template, jadi dirancang agar menempel mengapit daerah
tertentu yang kita inginkan.Untuk melakukan metode PCR dibutuhkan dNTP yang
berfungsi sebagai penyusun DNA yang baru. Terdapat 4 jenis dari dNTP, dNTP berguna
untuk menjadi bahan dasar untuk pembuatan rantai DNA yang baru.
Pada PCR terdapat tiga tahapan utama, yaitu denaturasi, annealing, dan elongasi.
Diawali dengan tahapan denaturisasi, pada tahap ini dilakukan pada temperatur yang
tinggi sehingga untai ganda DNA dapat dipisahkan. Rentang temperatur yang dianjurkan
ialah 92o C hingga 95o C pada rentang waktu antara 30 - 60 detik. Pemisahan ini akan
mengakibatkan DNA menjadi berbentuk utas tunggal.
Selanjutnya yaitu tahapan annealing, pada tahap ini, temperatur sistem diturunkan
hingga kisaran 40 - 60 o C pada rentang waktu antara 20-40 detik setelah DNA menjadi
utas tunggal. Bersamaan dengan itu, primer dibiarkan menempel pada DNA template
pada tempat yang komplemen dengan sekuen primer.
Tahap terakhir adalah elongasi. Elongasi merupakan tahap dimana untai DNA akan
diperpanjang. Proses pemanjangan ini tentu dibantu oleh enzim polimerase dimana
pemanjangannya akan dilakukan sampai ke ujung. Proses pemanjangan atau pembacaan
informasi DNA yang diinginkan sesuai dengan panjang urutan basa nukleotida yang
ditargetkan. Kisaran temperatur yang digunakan ialah antara 70-72 o C (temperatur
dimana enzim polimerase bekerja secara optimum). Lamanya waktu ekstensi bergantung
pada panjang daerah yang akan diamplifikasi, secara kasarnya adalah 1 menit untuk
setiap 1000 bp.

Gambar 1. Prosedur Metode PCR


Sumber : www.affemetrix.com
Analisis produk dari PCR dapat dilakukan secara ex-vitro (dilakukan di luar tabung
PCR, misalnya : elektroforesis gel, hibridisasi DNA) maupun in-vitro (dalam tabung PCR
dan selama reaksi PCR berlangsung). Kedua teknik tersebut membutuhkan produk PCR
yang telah di visualisasikan sebelum dianalisis.
Visualisasi produk amplifikasi PCR:
1. menandai DNA untai ganda dengan bahan pewarna kimia atau ion perak yang
berinterkalasi di antara untai ganda DNA
2. labelisasi primer PCR atau nukleotida dNTP dengan bahan pewarna fluoresen
(fluorophore) atau hapten sebelum amplifikasi PCR.
Pada PCR konvensional, jumlah salinan fragmen DNA target yang terbentuk pada
akhir siklus PCR yaitu pada fase plateau dengan rumus berikut :
Y = jumlah salinan DNA
n = jumlah siklus
x = jumlah sampel DNA awal
Real Time PCR
qPCR (Quantitative Polymerase Chain Reaction) merupakan salah satu teknik
analisis kuantitatif asam nukleat dengan memanfaatkan metode PCR. Metode qPCR
sering juga dikenal dengan Real-Time PCR. Prinsip kerja dari metode qPCR mirip dengan
metode PCR. Yang membedakan kedua metode ini adalah pada metode qPCR, detektor
langsung diberikan dalam analisis. Detektor dapat berupa pewarna fluorosen. Detektor
bekerja dengan mengeluarkan cahaya fluoresen (warna hijau) yang nantinya akan
dianalisis untuk menghitung konsentrasi asam nukleat dalam sampel. Cahaya fluorosen
yang dilepaskan akan ditangkap oleh sistem komputasi dalam instrument qPCR.

Gambar 2. Hasil analisis metode qPCR


(Sumber : http://www.matriks.no/produkter/pcr-real-time-pcr/assays-primere)
Kelebihan dari metode PCR adalah memiliki sensivitas yang tinggi, spesifik dalam
mengidentifikasi, cepat dan sederhana. Oleh sebab itu pemanfaatan PCR saat ini
dilakukan dalam skala yang sangat luas dan dengan variasi mesin yang terus berkembang.
Metode DNA Microarray
DNA Microarray adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisa ekspresi
gen dalam jumlah besar secara simultan dan dalam satu kali eksperimen saja karena
metode ini dapat menyaring ribuan gen dalam satu eksperimen saja. DNA Microarray
(DNA array) dikenal juga sebagai Chip-DNA. DNA Microarray terdiri dari satu set yang
terdiri dari ribuan titik-titik mikroskopis DNA oligonucleotides, disebut fitur, masingmasing berisi picomoles (10-12 mol) dari sekuens DNA tertentu, yang dikenal sebagai
probe (atau reporter). Ini bisa menjadi bagian pendek dari sebuah gen atau unsur DNA
lain yang digunakan untuk berhibridisasi cDNA atau cRNA sampel (disebut sasaran) di
bawah kondisi keketatan tinggi.
Array itu sendiri merupakan suatu susunan teratur sampel di mana pencocokan
sampel DNA diketahui dan tidak diketahui didasarkan pada aturan-aturan dasar
korespondensi. Eksperimen array memanfaatkan sistem assay umum seperti microplates

atau immunoblotting standar membran. Ukuran sampel spot umumnya kurang dari 200
mikron diameter biasanya berisi ribuan bintik-bintik.
Prinsip di balik inti microarray adalah hibridisasi antara dua untai DNA, milik
komplementer sekuens asam nukleat pasangan secara khusus satu sama lain dengan
membentuk ikatan hidrogen yang saling melengkapi antara pasangan basa nukleotida.
a)

b)

Gambar 3 a) proses hibridisasi target ke probe, b) langkah pembuatan microarray.


Sumber : http://www.transcriptome.ens.fr/sgdb/presentation/principle.php
1. Proses produksi microarray
Fragmen DNA yang diperkuat dengan teknik PCR diletakkan pada glass slide
mikroskop dilapisi dengan polylysine sebelum proses spotting. Pelapisan polylysine ini
bertujuan untuk memastikan fiksasi DNA melalui interaksi elektrostatik. Persiapan slide
dicapai dengan memblok polylysine tidak terfiksasi pada DNA untuk menghindari
binding target. Sebelum hibridisasi, DNA didenaturasi untuk memperoleh untai tunggal
DNA pada microarray, ini akan memungkinkan probe untuk mengikat untai
komplementer dari target.
2. Persiapan target
RNA diekstraksi dari 2 kultur berbeda dimana untuk dibandingkan tingkat ekspresi.
mRNA ditansformasi menjadi cDNA dengan reverse transcription. Pada tahap ini, DNA
dari kutur 1 pertama dengan pewarnaan hijau, sedangkan DNA dari kultur 2 diberi label
dengan pewarna merah.
3. Hibridisasi
cDNA berlabel hijau dan merah dicampur bersama-sama (hal ini disebut target)
kemudian diletakkan pada matriks untai tunggal DNA (hal ini disebut probe). Chip ini
kemudian diinkubasi satu malam pada suhu 600. Pada suhu ini, strand DNA bertemu
dengan untai komplementer dan cocok bersama untuk menciptakan untai ganda DNA.
DNA fluorescent akan terhibridisasi.

Gambar 4. Hibridisasi pada microarray


Sumber : http://www.imgarcade.com
4. Scanning slide
Laser tertarik pada setiap titik dan emisi fluorescent akan bergabung melalui photo-

multiplicator (PMT) untuk bersatu dengan mikroskop konfocal. Disini terlihat 2 image
dimana skala abu-abu memperlihatkan intensitas fluorescent. Jika kita mengganti warna
abu-abu dengan warna hijau untuk image yang pertama dan warna merah untuk image
yang kedua. Dengan menempatkan kedua image ini, ada satu image pada titik hijau
(dimana hanya DNA dari kondisi pertama terfiksasi) berubah menjadi merah (dimana
DNA dari kondisi kedua yang terfiksasi) melewati warna kuning (dimana merupakan
DNA dari 2 kondisi terfiksasi dnegan jumlah yang sama).
5. Analisis data
Terdapat 2 image microarray dimana harus dihiitung jumlah molekul DNA pada
setiap kondisi. Untuk mengukur jumlah sinyal pada panjang gelombang emisi warna
hijau dan jumlah sinyal pada emisi panjang gelombang warna merah . Kemudian jumlah
ini dinormalkan sesuai dengan parameter ( jumlah ragi pada percobaan ini dalam setiap
kondisi kultur). Dengan menganggap bahwa jumlah DNA fluorescent yang terfiksasi
sebanding dengan jumlah mRNA yang hadir di setiap sel kemudian dihitung rasio merah /
hijau fluoresensi. Jika rasio ini lebih besar dari image 1 (telihat merah pada gambar),
ekspresi gen lebih besar dalam kondisi percobaan kedua, jika rasio ini lebih kecil dari 1
( terlihat hijau pada gambar), ekspresi gen yang lebih besar pada kondisi pertama.
Gambar 5:
Analisis data
pada metode
microarray
Sumber :

http://www.slideshare.net
7. Ekspresi pengelompokan profil
Kemudian untuk mengumpulkan gen yang memiliki profil ekspresi yang sama pada
beberapa eksperimen. Pengelompokan ini dapat dilakukan secara bertahap sebagai
analisis filogenetik, yang terdiri dari penghitungan kesamaan kriteria antara ekspresi
profil dan pengumpulan yang paling mirip. Kita juga dapat menggunakan teknik yang
lebih kompleks seperti analisis komponen utama atau neuronal networks. Pada akhir

pengelompokan biasanya ditampilkan sebuah matriks dimana setiap kolom mewakili satu
ekpresimen dan setiap baris gen. Rasio ditampilkan berkat skala warna dari hijau
(repressed gen) menjadi merah (induced gen).

Gambar 6. Metode pengelompokan data


Sumber : http://www.slideshare.net
2. Metode Kualitatif DNA dan RNA
Metode ini merupakan metode yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan suatu
zat yang akan dideteksi dari suatu sampel. Metode kualitatif berfokus pada penampakan
dari zat yang tertentu tanpa disertai penambahan metode matematis yang dapat digunakan
untuk pengukuran kadar zat tersebut. Untuk metode kuantitatif deteksi DNA maka
metode ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dari suatu DNA yang dapat berupa
beberapa kelompok nukleotida tertentu yang harus ditemukan/dipisahkan untuk berbagai
aplikasinya.

1. Metode Spektroskopi NMR


Spektroskopi NMR didasarkan pada penyerapan gelombang radio oleh inti-inti tertentu dalam
molekul organik, apabila molekul tersebut berada dalam medan magnet yang kuat. Pada asam nukleat
terdapat purin dan pirimidin yang keberadaannya dapat dideteksi dengan NMR. Deteksi dengan NMR ini
menunjukkan ada tidaknya DNA/RNA dalam sampel yang kita uji melalui ada tidaknya purin dan pirimidin
dalam sampel. Pada DNA, purin terdiri dari adenin dan guanin sedangkan pirimidin terdiri dari sitosin dan
timin. Sedangkan pirimidin pada RNA berubah terdiri dari urasil dan timin. Berikut adalah tabel yang
menunjukkan keberadaan basa-basa tersebut dengan metode spektroskopi NMR.

Gambar 7. Rentang unsur kimia pada asam nukleat


Sumber : http://bioc.aecom.yu.edu/
2. Elektroforesis Gel.
Metode ini mulai dilakukan awal tahun 1970. Metode ini pada dasarnya adalah untuk
mengukur panjang DNA dan tingkat kemurnian dari molekul-molekul penyusun suatu
DNA atau RNA. Metode ini merupakan pengembangan lebih lanjut setelah terbukti dapat
memisahkan rantai-rantai pada protein. Metode dari tahapan pemisahan menggunakan
elektroforesis gel untuk asam nukleat jauh lebih sederhana daripada metode untuk
memisahkan protein, karena pada dasarnya setiap nukleotida yang menjadi penyusun
asam nukleat sudah memiliki muatan yang bersifat negatif. Pemisahan eletroforesis baik

untuk RNA ataupun DNA pada dasarnya menggunakan gel poliakrilamida.


Dengan menggunakan gel poliakrilamida ini dapat memisahkan nukleotida pada
DNA dan RNA berdasarkan panjang dari masing-masing nukleotidanya. Gel
poliakrilamida diketahui memiliki pori-pori yang sangat kecil, sehingga sangat sulit untuk
dilalui oleh DNA dengan ukuran yang cukup besar, oleh sebab itu dalam penggunaanya
gel agarose lebih sering digunakan karena memiliki pori-pori yang jauh lebih besar.
Sehingga sesuai untuk dilalui oleh molekul DNA dan RNA. Gel Agarose adalah sejenis
polisakarida yang diisolasi dari ganggang laut.
Dalam proses elektroforesis, sampel molekul ditempatkan ke dalam sumur (well)
pada gel yang ditempatkan di dalam larutan penyangga, dan listrik dialirkan kepadanya.
Molekul-molekul sampel tersebut akan bergerak di dalam matriks gel ke arah salah satu
kutub listrik sesuai dengan muatannya. Dalam hal ini asam nukleat, arah pergerakan
adalah menuju elektrode positif, disebabkan oleh muatan negatif alami pada rangka gulafosfat yang dimilikinya. Untuk menjaga agar laju perpindahan asam nukleat benar-benar
hanya berdasarkan ukuran (yaitu panjangnya), zat seperti natrium hidroksida atau
formamida digunakan untuk menjaga agar asam nukleat berbentuk lurus.
Metode elektroforesis gel berpulsa mampu mengadakan perubahan teratur terhadap
arah dari medan maget tersebut. Sehingga molekul-molekul tersebut dipaksa untuk
mengubah orientasi geraknya, perubahan tersebut menyebabkan laju dari molekul yang
berukuran besar menjadi lebih lambat, dibandingkan dengan molekul yang lebih kecil.
Sehingga terjadi perbedaan kecepatan dalam mencapai kutub positif dari gel tersebut dan
menyebabkan molekul DNA dan RNA terpisah menjadi bentuk pita-pita. Selanjutnya
setelah masing-masing pita terpisah, dilakukan hibridisasi dengan menggunakan DNA
probe yang telah di tandai. DNA probe adalah suatu fragmen DNA atau RNA atau protein
pelacak target gen. DNA probe yang telah dilabel (flourosense, ehidium bromida,
radiosiotop) akan berkomplementasi dengan target melalui hibridisasi sehingga dapat
mendeteksi keberadaan gen dilacak.

Gambar 8. Metode elektroforesis gel


Sumber : http://www.slideshare.net
3. Metode DNA Sekuensing
Metode pengurutan DNA ini merupakan tahap lanjutan setelah dilakukan pemurnian.
Metode ini bertujuan untuk mengurutkan urutan DNA yang lengakap untuk ratusan gen
pada mahluk hidup. Jumlah informasi yang terkandung dari urutan DNA ini mencapai
jutaan nukleotida sehingga untuk melakukan analisis dan penyimpanan data dibutuhkan
komputer. Contohnya jika DNA dari virus Epstein Barr di rentangkan maka akan
mengandung lebih dari 10^5 pasangan nukleotida.
Sekuensing DNA atau pengurutan DNA adalah proses atau teknik penentuan
urutanbasa nukleotida pada suatu molekul DNA. Urutan tersebut dikenal sebagai sekuens
DNA, yang merupakan informasi paling mendasar suatu gen atau genom karena
mengandung instruksi yang dibutuhkan untuk pembentukan tubuh makhluk hidup.
Sekuensing DNA dapat dimanfaatkan untuk menentukan identitas maupun fungsi gen
atau fragmen DNA lainnya dengan cara membandingkan sekuens-nya dengan sekuens
DNA lain yang sudah diketahui.

Sampai saat ini terdapat dua metode pengurutan DNA yang penerapannya sudah
sangat luas. Yaitu metode kimiawi dan metode enzimatik. Pada dasarnya baik metode
enzimatik ataupun kimia adalah untuk menentukan urutan nukleotida yang dikenali oleh
protein pengikat DNA. Pada dasarnya protein-protein tersebut memiliki peran penting
dalam menentukan gen-gen mana yang aktif dalam suatu sel tertentu dengan cara
mengikatkan diri ke rangkaian-rangkaian DNA pengatur. DNA pengatur biasanya berada
di bagian luar daerah penyandi dalam sebuah gen.
Metode Sekuensing Secara Kimia.
Biasa dikenal dengan Metode Maxam-Gilbert. Pada metode ini fragmen-fragmen
DNA yang akan disekuens harus dilabeli pada salah satu ujungnya, biasanya
menggunakan fosfat radioaktif atau suatu nukleotida pada ujung 3. Metode maxamGilbert dapat diterapkan baik untuk DNA untai ganda maupun DNA untai tunggal
dan melibatkan pemotongan basa spesifik yang dilakukan dalam dua tahap. Molekul
DNA terlebih dahulu dipotong-potong secara parsial menggunakan piperidin. Pengaturan
masa inkubasi atau konsentrasi piperidin akan menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang
bermacam-macam ukurannya. Selanjutnya, basa dimodifikasi menggunakan bahan-bahan
kimia tertentu. Dimetilsulfat (DMS) akan memetilasi basa G, asam format menyerang A
dan G, hidrazin akan menghidrolisis C dan T, tetapi garam yang tinggi akan menghalangi
reaksi T sehingga hanya bekerja pada C. Dengan demikian, akan dihasilkan empat
macam fragmen, masing-masing dengan ujung G, ujung A atau G, ujung C atau T, dan
ujung C. Dari hasil dapat diketahui sekuens fragmen DNA yang dipelajari atas dasar laju
migrasi masing-masing pita. Seperti halnya pada elektroforesis gel agarosa, laju migrasi
pita menggambarkan ukuran fragmen. Makin kecil ukuran fragmen, makin cepat
migrasinya. Dengan demikian, ukuran fragmen pada contoh tersebut di atas dapat
diurutkan atas dasar laju/posisi migrasinya. Jadi, kalau diurutkan dari yang terkecil
hingga yang terbesar, hasilnya adalah fragmen-fragmen dengan ujung
TTGCCCCGCGTGGCGCAAAGG. Inilah sekuens fragmen DNA yang dipelajari.
Metode Secara Enzimatik.
Gel sekuensing metode Sanger yang telah dilabel radioaktif. Metode Sanger pada
dasarnya memanfaatkan dua sifat sub unit enzim DNA polimerase yang disebut fragmen
klenow. Kedua sifat tersebut adalah kemampuannya untuk menyintesis DNA dengan
adanya dNTP dan ketidakmampuannya untuk membedakan dNTP dengan ddNTP. Jika
molekul dNTP hanya kehilangan gugus hidroksil (OH) pada atom C nomor 2 gula
pentosa, molekul ddNTP atau dideoksi nukleotida juga mengalami kehilangan gugus OH
pada atom C nomor 3 sehingga tidak dapat membentuk ikatan fosfodiester. Artinya, jika
ddNTP disambungkan oleh fragmen klenow dengan suatu molekul DNA, maka
polimerisasi lebih lanjut tidak akan terjadi atau terhenti. Basa yang terdapat pada ujung
molekul DNA ini dengan sendirinya adalah basa yang dibawa oleh molekul ddNTP.
Berdasarkan prinsip tersebut sekuensing DNA menggunakan metode dideoksi
dilakukan pada empat reaksi yang terpisah. Keempat reaksi ini berisi dNTP sehingga

polimerisasi DNA dapat berlangsung. Namun, pada masing-masing reaksi juga


ditambahkan sedikit ddNTP sehingga kadang-kadang polimerisasi akan terhenti di tempat
-tempat tertentu sesuai dengan ddNTP yang ditambahkan.
Untuk melihat ukuran fragmen-fragmen hasil sekuensing tersebut dilakukan
elektroforesis menggunakan gel poliakrilamid sehingga akan terjadi perbedaan migrasi
sesuai dengan ukurannya masing-masing. Setelah ukurannya diketahui, dilakukan
pengurutan fragmen mulai dari yang paling pendek hingga yang paling panjang, yaitu
fragmen dengan ujung C (satu basa) hingga fragmen dengan ujung G (sembilan basa).
Dengan demikian, misalnya hasil sekuensing yang diperoleh adalah CCACGTATG.
Urutan basa DNA yang dicari adalah urutan yang komplementer dengan hasil sekuensing
ini, yaitu GGTGCATAC.
Metode Dye Terminator
Pada metode yang Sanger asli urutan nukleotida DNA tertentu dapat disimpulkan
dengan membuat secara paralel empat reaksi perpanjangan rantai menggunakan salah
satu dari empat jenis basa pemutus rantai pada masing-masing reaksi. Fragmen-fragmen
DNA yang kemudian terbentuk dideteksi dengan menandai (labelling) primer yang
digunakan dengan fosfor radioaktif sebelum reaksi sekuensing dilangsungkan. Keempat
hasil reaksi tersebut kemudian dielektroforesis pada empat lajur yang saling bersebelahan
pada gel poliakrilamida.
Hasil pengembangan metode ini menggunakan empat macam primer yang ditandai
dengan pewarna berpendar (fluorescent dye). Hal ini memiliki kelebihan karena tidak
menggunakan bahan radioaktif; selain menambah keamanan dan kecepatan, keempat
hasil reaksi dapat dicampur dan dielektroforesis pada satu lajur pada gel. Metode ini
dikenal sebagai metode dye primer sequencing.
Cara lain pelabelan primer adalah dengan melabel pemutus rantainya, lazim disebut
metode sekuensing dye terminator. Keunggulan cara ini adalah bahwa seluruh proses
sekuensing dapat dilakukan dalam satu reaksi, dibandingkan dengan empat reaksi
terpisah yang diperlukan pada penggunaan primer berlabel. Pada cara tersebut, masingmasing dideoksinukleotida pemutus rantai ditandai dengan pewarna fluoresens, yang
berpendar pada panjang gelombang yang berbeda-beda.
Metode ini kini digunakan pada sebagian besar usaha reaksi sekuensing karena lebih
sederhana dan lebih murah. Primer-primer yang digunakan tidak perlu dilabel secara
terpisah (yang bisa jadi cukup mahal untuk primer yang dibuat untuk sekali pakai),
walaupun hal tersebut tidak terlalu bermasalah dalam penggunaan universal primer.

Gambar 9 .a) Proses DNA sequensing b) Interpretasi urutan nukleotida pada komputer.
4. Metode Hibridisasi
Hibridisasi bisa terjadi antara :
1. DNA target dengan pelacak cDNA/mRNA (disebut Southern Blot Technique)
2. RNA target dengan pelacak RNA/DNA (disebut Northern Blot Technique)
Southern Blot
DNA utas ganda dipisahkan menjadi utas tunggal kemudian dicampur sebelumya
didinginkan dan ditempelkan kembali. Jika terdapat molekul DNA yang original yang
mempunyai sekuen yang mirip. Utas tunggal dari berbagai banyak bagian dengan utas
lawannya dari berbagai DNA molekul. Lawan itu diketahui sebagai proses hibridisasi dan
dapat digunakan utuk menentukan berbagai sekuen, dipisahkan sampel yang
berhubungan dari DNA dan RNA.
Percobaan hibridisasi, yang diartikan digunakan untuk mengetahui sekuen DNA atau
gen yang digunakan untuk memilih sampel atau memilih DNA yang mirip. Molekul
probe Southern blot digunakan untuk menentukan hubungan DNA dengan DNA yang
lainnya dari berbagai sumber. Metode ini diawali dengan persiapan sampel yaitu sampel

DNA yang dicampur dengan enzim restriksi sehingga menghasilkan fragmen DNA
restriksi. Karena kekuatan selektif dari hibridasi asam nukleat, materi awal untuk analisi
dapat berupa seluruh genom organismenya. Gel hasil dari elektroforesis gel ditempatkan
diatas spons yang dicelupkan dalam larutan alkali. Diatas gel diletakkan membran filter
dan material absorban secara berturut-turut seperti tumpukan kertas.
Bila diperjelas susunan tumpukkan dari bawah ke atas yaitu spons yang direndam
dalam larutan alkali- gel - membran filter nitroseluler material adsorban. Larutan alkali
menyebabkan DNA mengalami denaturasi menjadi rantai tunggal. Larutan alkali ini juga
mengalami suatu perpindahan menuju ke material absorban melalui proses kapilarisasi.
Saat larutan alkali melewati gel, fragmen rantai tunggal DNA yang dibawa berikatan
dengan membran nitroselulosa nitroselulosa sehingga membran filter memiliki cetakan
fragmen-fragmen DNA yang sama persis posisinya dengan yang ada di gel tetapi lebih
mudah untuk dianalisis lebih jauh.
Selanjutnya adalah proses hibridisasi dengan probe radioaktif. Suatu larutan yang
berisi molekul probe radioaktif diinkubasi dengan filter yang mengandung rantai tunggal
DNA. DNA probe berhibridasi (berpasangan basa) dengan DNA komplementer pada
filternya, DNA sisanya dibilas. Proses pemasangan probe dengan DNA komplementer
rantai tunggal menjadi DNA rantai ganda ini adalah hibridisasi. Selanjutnya filter ini
diletakkan pada film fotografik. Radioaktivitas pada probe yang terikat memapar film
untuk membenuk bayangan yang sesuai dengan pita DNA spesifik-pita yang mengandung
DNA yang berpasangan basa dengan probe itu.

Gambar 10. Metode Southern Blotting


Sumber : Garland Science 2010
Northern Blot.
Teknik ini pada dasarnya hibridisasi asam nukleat, perbedaannya pada RNA sebagai
target. Probe sama dengan southern blot dengan target adalah mRNA. Didalam eukariot
pemilihan mRNA lebih efisien karena genomic DNA tidak mempunyai intron yang
mungkin interference yang mengikat probe untuk mengoreksi sekuen. Dasarnya, teknik
ini menggunakan mRNA sehingga pada agarose gel tidak menggunakan perlakuan
denaturasi dengan asam kuat. Tahapan yang digunakan dalam metode ini yaitu:
pemisahan mRNA dengan elektroforesis, dipindahkan kedalam membrane nylon dan

diinkubasi dengan probe yang utas tunggal. Probe yang sebelumnya dilabel dengan biotin
atau digoxigenin atau radioaktif. Membran kemudian diperlihatkan difilem atau substrad
kromegenic. Variasi dari hibridisasi nortnblot adalah dengan teknik blot titik dimana
sampel tidak diseparasi berdasarkan ukuran. Melalui teknik ini mudah dilakukan hanya
dengan membrane ditetesi dengn mRNA dan probe. Sepertihalnya sourthern blot DNA
harus dibuat utas tuggal sebelum dblot. Sebelum ditetesi dengan DNA sampel maka
probe terlebih dahulu untuk menghibridisasi probe. Kemudian membrane difisualisasikan
di filem. Jika probe dan DNA atau RNA target mirip maka filem akan berwarna hitam.
Dot blot sangat mudah dan cepat untuk menentukan sampel target yang berhubungan
dengan sekuen sebelum dilakukan percobaan sesungguhnya.

Gambar 11.
Metode
Northren
Blotting
(Sumber :

www.textmed.com)
Sourthen dari perkawinan molekul DNA untuk menentukan jika sebuah sempel
mempunyai kehomologian dengan probe. Northen menentukan jika sampel mempuyai
kesamaan dengan DNA probe didalam jumlah genom banyak, menggunakan mRNA lebih
efisien karena intron sudah hilang
5. Spektroskopi IR ( Infra Red)
Spektroskopi IR merupakan suatu teknik analisis spektroskopi molekuler yang
memanfaatkan sinar infra merah. Teknik ini berguna untuk mengetahui gugus fungsi pada
senyawa organik. Prinsip kerja dari spektroskopi IR adalah menembakan sinar infra
merah (panjang gelombang diantara 0,75 1000 m) pada sampel. Senyawa yang
diradiasikan akan menyerap sebagian energi. Energi yang diserap akan membuat gerakan
vibrasi molekuler apabila energi pada ikatan gugus fungsi sama dengan energi yang
diserap.
Proses-proses yang dilakukan untuk melakukan analisis spektroskopi IR adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan preparasi sampel dan meletakan sampel pada ruang sampel pada alat
dan meletakan standar/referensi (bila ada) pada ruang referensi.
2. Menembakan sinar infra merah pada senyawa (dan referensi). Sinar akan
diteruskan ke monokromator dan detektor. Detektor akan memberikan spektra IR
dari sampel (dan referensi). Hasil spektra kemudiaan akan dianalisis dan
dibandingkan.

Gambar berikut merupakan contoh spektra IR untuk DNA dan beberapa senyawa lainnya:

Gambar 12. Spektra IR untuk DNA dan Beberapa Senyawa Lain


(sumber: sitemaker.umich.edu)
Keuntungan dari teknik spektroskopi IR adalah hasil analisis teliti karena
menggunakan referensi. Keuntungan lainnya adalah analisis dapat berjalan baik untuk
DNA, RNA, maupun protein. Namun, teknik ini memiliki kerugian yang salah satunya
adalah peralatan yang mahal.
6. Metode STR (Short Tandem Repeats ) Analisis.
STR merupakan polimorfisme DNA yang terjadi karena adanya 2 atau lebih
nukleotida yang berulang. Pola pengulangannya adalah terdiri dari 2-10 bp dan terjadi
pada daerah intron dari DNA. Short Tandem Repeats (STR), potongan pendek DNA yang
terjadi dalam pola berulang yang sangat berbeda antar individu. Dengan menganalisa loci
dari STR dan menghitung berapa banyak perulangan dari sekuen STR yang terjadi di
setiap locus, maka dapat terbaca profil genetik yang unik dari setiap individu. Analisa
dengan STR memerlukan teknik PCR dan elektroforesis gel agarosa. Dengan PCR daerah
polimorfik dari DNA diamplifikasi dan kemudian fragmen STR dipisahkan dengan
elektroforesis agarosa sehingga jumlah perulangan yang terjadi dapat dihitung dengan
membandingkan perbedaan ukuran dengan alelic ladder. Analisa dengan STR ini tidak
dapat dilakukan apabila 2 individu merupakan kembar monozigot.

Gambar 13.
Metode STR
Sumber :

http://www.slideshare.net
7. Metode RFLP(Retriction fragmen length polymerishme)
RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), Southern blotting juga dapat
digunakan untuk menganalisis susunan genom yang menghasilkan pola pemotongan
restriksi yang berbeda. RFLP adalah perbedaan pada sekuens DNA homolog yang dapat
dideteksi dari keberadaan fragmen DNA yang berbeda panjang setelah pemotongan
dengan enzim restriksi tertentu. Pemotongan DNA dari individu berbeda dengan satu
enzim restriksi tidak selalu menghasilkan fragmen-fragmen yang sama karena beberapa
area restriksi polimorfik, yakni dapat hadir pada satu individu tetapi tidak hadir pada
individu lain akibat satu perubahan saja pada sekuens nukleotida menyebabkan enzim
restriksi tidak mengenali area restriksi tersebut. Ada atau tidaknya area polimorfik
ditentukan dari ukuran-ukuran fragmen yang dideteksi dengan Southern blotting.
Probe RFLP adalah sekuens DNA yang berhibridisasi dengan satu atau lebih fragmen
sampel DNA yang telah dipotong, yang kemudian menghasilkan pola blotting unik untuk
genotip tertentu pada lokus tertentu. Probe RFLP biasa digunakan untuk pemetaan genom
dan analisis kelainan pada hereditas.


Gambar 14. Metode RFLP
(Sumber: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/genome/probe/doc/TechRFLP.shtml)
8. Metode AmpFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism).
DNA profilling dengan menggunakan teknik AmpFLP memiliki beberapa
keunggulan, yaitu lebih cepat daripada analisa dengan RFLP dan biaya yang dibutuhkan
lebih murah. Teknik ini berdasarkan pada polimorfisme VNTR untukmembedakan alel
yang berbeda. Teknik ini menggunakan PCR untuk mengamplifikasi daerah VNTR dan
kemudian hasil amplifikasi dipisahkan dengan gel poliakrilamid dandiwarnai dengan

teknik silver stained . Salah satu locus yang sering digunakan dlamteknik ini adalah locus
D1S80.
Summary
Jadi pada dasarnya metode yang digunakan untuk mendeteksi asam nukleat
(DNA/RNA) terbagi atas metode kuantitatif dan kualitatif. Dimana dari setiap metode
tersebut memiliki prinsip kerja, prosedur dan hasil analasis yang berbeda beda. Pemilihan
metode yang tepat haruslah disesuaikan dengan kebutuhan dalam hasil output yang ingin
didapatkan. Metode kualitatif menghasilkan data berupa pendeteksian keberadaan
DNA/RNA dalam sampel, pengelompokkan berdasarkan ukuran dari fragmen DNA itu
sendiri. Metode pada deteksi kualitatif adalah spektrometer UV VIS, spektrometer NMR,
elektroforesis gel, southern dan northern blotting, STR, RLSFP. Elektroforesis gel
merupakan salah satu metode dasar yang digunakan sebagai pengembangan dari metode
lain seperti southern blotting dan lain-lain. Sedangkan metode kuantitatif merupakan
suatu metode yang menghasilkan data kuantitatif berupa jumlah dari DNA yang
diperbanyak. Metode pada deteksi kuantitatif yaitu microarray, PCR. PCR merupakan
metode dasar dari setiap metode kuantitatif, dimana PCR terdiri atas berbagai jenis dalam
pengolahan datanya. Dari semua metode yang dapat digunakan, tahap penting dalam
menganalisis DNA/RNA ini adalah melakukan pemurnian dan pemotongan DNA dan
RNA menjadi fragmen-fragmennya.
Reference
Anonim. (2008) Deteksi dan Identifikasi DNA. [Online] Tersedia di:
<http://jurnal.unpad.ac.id/akuatika/article/download/507/593 >>[diakses pada
18 Februari 2014]
Alberts B. (1994). Biologi Molekuler Sel. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Campbell. (2002). Biologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Cox, Michael M., David L. Nelson. 2008. Principles Of Biochemistry. Fifth edition.
London:
Lehninger.
Fatchiyah. (2012) Buku PraktikumTeknik Analisa Biologi Molekuler. [Online] Tersedia di:

<http://sciencebiotech.net/mengenal-pcr-polymerase-chain-reaction/>[diakses
pada 17 Februari 2014].
Koolman, Jan, Klaus-Heinrich Rochm. 2005. Color Atlas of Biochemistry. Second
Edition. German: Thieme.

Lister Hill National Center for Biomedical Communications. (2014). Genetics Home
Refernece. U.S National Library of Medicine
Lodish, H., Berk, A., Zipursky, S L., Matsudaira, P., Baltimore, D., & Darnell, J. (2000).
Molecular cell biology (4th ed.). New York: W. H. Freeman .
National Human Genome Research Institute. 2011. DNA Microarray Technology.
[online] Tersedia di : <http://www.genome.gov/10000533>[Accessed 22 February
2015]
Nelson, David L. Lehninger Principles of Biochemistry. New York : W.H Freeman and
Company.
Nicholas M, Nelson K.2013. North, South, or East? Blotting Techniques. Journal of
Investigative Dermatology , [online]. Tersedia di: <http://www.nature.com
/jid/journal/v133/n7/full/jid2013216a.html> [ accesed 26
February 2015]
Oseana. (2005) Mengenal Metode Elektroforesis. [Online] Tersedia di:
<http://biomol.edublogs.org/kompetensi/bahan-ajar-20092010/bab-xperpustakaan-gen/>>[diakses pada 18 Februari 2014]
Schmid F. 2001. Biological Macromolecules: UV-visible Spectrophotometry.
Encyclopedia of Life Sciences, [pdf]. Available at: <www.els.net> [Accessed 24 February
2015]
University of California School of Medicine, 2006. Blotting. Molecular Methods Web
Module, [online]. Tersedia di<http://missinglink.ucsf.edu/lm/molecularmethods/
default.htm> [accessed 26 February 2015]
Yuwono, Triwibowo. 2005. Biologi Molekuler. Jakarta: Erlangga.

You might also like