You are on page 1of 14

STRUKTUR ASAM NUKLEAT

ANNISA LARASATI
( 1306405761)
ABSTRAK
Asam nukleat merupakan suatu polinukleotida, yaitu polimer linier yang tersusun dari monomermonomer nukleotida yang berikatan melalui ikatan fosfodiester. Terdapat dua jenis asam nukleat
yaitu asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid/DNA) dan asam ribonukleat (ribonucleic
acid/RNA). DNA memiliki gula berupa 2-deoksiribosa, sedangkan RNA memiliki gula ribosa.
Nukleotida pada rantai asam nukleat saling berinteraksi dengan nukleotida lainnya dalam bentuk
gaya van der Waals dan ikatan hidrogen yang mempengaruhi bentuk strukturnya. DNA memiliki
bentuk heliks ganda seperti yang diusulkan oleh Watson-Crick, dan dapat dibagi menjadi 3 tipe,
yaitu DNA tipe B, A, dan Z. RNA memiliki bentuk untai tunggal yang dapat dibagi menjadi 3 jenis
sesuai kegunaannya, yaitu mRNA, tRNA, dan rRNA.
KATA KUNCI nukleotida, nukleosida, gula pentosa, basa nitrogen, posfat, ikatan fosfodiester,
DNA, RNA
1. ASAM NUKLEAT
Asam nukleat merupakan senyawa makromolekul. Makrobiomolekul ini mempunyai susunan
yang sangat unik, yaitu berupa polimer yang tersusun atas monomer yang disebut nukleotida.
Tiap nukleotida terdiri atas nukleosida dan asam fosfat. Nukleosida terdiri atas gula pentose
(ribose atau deoksiribosa) dan basa nitrogen heterosiklik, yaitu turunan purin (adenine dan
guanine) dan turunan pirimidin (sitosin, urasil, dan timin).

asam nukleat
nukleotida
nukleosida

asam posfat

basa nitrogen
gula
Gambar 1. Struktur asam nukleat
( sumber : McMurry, Organic Chemistry: A Biological Approach)
1.1. NUKLEOTIDA DAN NUKLEOSIDA
Nukleotida dibentuk oleh nukleosida yang berikatan dengan gugus fosfat. Nukleosida terdiri
atas gula pentose (ribose atau deoksiribosa) dan basa nitrogen heterosiklik, yaitu turunan purina
(adenine dan guanine) dan turunan pirimidina (sitosin, urasil, dan timin). (Sumardjo,2006)

Gambar 2. Komponen nukleotida dan nukleosida


(sumber : McMurry, Organic Chemistry: A Biological Approach)
1.1.1. GULA PENTOSA
Gula pentosa adalah gula monosakarida dengan lima atom karbon yang berbentuk cincin
segilima. Empat atom C (C1-C4) serta satu atom O membentuk cincin segilima, sementara
satu atom C (C5) berada di luar formasi cincin. Gula pentosa berikatan dengan basa nitrogen
pada atom karbon nomor 1 (C1) dan dengan gugus fosfat pada atom karbon nomor 5 (C5).
Terdapat dua jenis gula pentosa yang dapat membentuk monomer nukleotida asam nukleat,
yaitu ribosa (pada RNA) dan 2-deoxyribosa (pada DNA). Pada ribosa, atom karbon C2
berikatan dengan gugus hidroksil (OH), sementara pada 2-deoxyribosa atom C2 berikatan
dengan H.

Gambar 3. Gula ribosa dan gula deoksiribosa


(sumber: McMurry, Organic Chemistry: A Biological Approach)
1.1.2. BASA NITROGEN
Basa nitrogen adalah salah satu komponen nukleotida yang mempunyai struktur berupa
cincin aromatic heterosiklik yang mengandung atom karbon (C) dan atom Nitrogen (N) dan dapat
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu purin dan pirimidin. Basa purin mempunyai dua buah
cincin (bisiklik), sedangkan basa pirimidin hanya mempunyai satu cincin (monosiklik). Perbedaan
struktur ini akan berpengaruh pada kekuatan ikatan hidrogen pasangan basa.

Gambar 4. Jenis basa nitrogen

Basa purin dibagi menjadi dua, yaitu adenin (A) dan guanin (G). Basa pirimidin dibagi menjadi tiga,
yaitu timin (T), urasil (U) dan sitosin (C). Timin berbeda dengan urasil hanya karena adanya
gugus metil pada posisi nomor 5 sehingga timin dapat juga dikatakan sebagai 5-metilurasil.

Gambar 5. Jenis-jenis basa purin dan pirimidin


( sumber : http://www.bio.miami.edu)
Posisi C1 pada gula pentosa akan berikatan dengan posisi 9 (N-9) pada basa purin atau posisi 1
(N-1) pada basa pirimidin melalui ikatan glikosidik atau glikosilik. Kompleks gula-basa ini
dinamakan nukleosida.
Basa purin dapat berpasangan dengan basa pirimidin dikarenakan oleh suatu ikatan
hidrogen. Pada DNA, pasangan basa ini menghubungkan antara rantai polimer nukleotida yang
satu dengan yang lain. Ikatan hidrogen adalah suatu bentuk interaksi lemah antara suatu atom
elektro negatif (atom akseptor) dengan atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada atom yang
lain (atom donor).
Basa purin dan pirimidin berpasangan mengikuti aturan pasangan basa Watson-Crick. Basa
purin adenin akan selalu berpasangan dengan basa pirimidin timin (atau urasil), sementara basa
pirimidin sitosin akan selalu berpasangan dengan basa purin guanin. Hal ini disebabkan oleh
struktur masing-masing basa itu sendiri, dimana adenin dan timin (atau urasil) hanya dapat
mempunyai dua ikatan hidrogen sedangkan sitosin dan guanin dapat membentuk tiga ikatan
hidrogen. Ikatan hidrogen terbentuk karena grup eksosiklik amino di C6 pada adenin berikatan
dengan karbonil di C4 pada timin. Ikatan hidrogen terbentuk antara grup eksosiklik NH2 di C2
pada guanin dan karbonil di C2 pada sitosin. Ikatan hidrogen juga tebentuk di N1 pada guanin dan
N3 pada sitosin, serta karbonil C6 pada guanin dan eksosiklik NH2 sitosin.

Gambar 6. Ikatan Hidrogen pada Basa Nitrogen


( sumber : http://www.nature.com/scitable/content/purine-and-pyrimidine-bases-exist-in-different-97271)

1.1.3. POSFAT
Gugus fosfat berikatan dengan gugus gula melalui ikatan fosfodiester. Ikatan fosfodiester
merupakan ikatan kovalen yang menghubungkan antara gugus fosfat dengan karbon pada posisi
5 gula pentosa pada satu nukleotida dan gugus fosfat dengan gugus hidroksil pada posisi 3 gula
pentosa pada nukleotida yang lain. Ikatan ini dinamakan ikatan fosfodiester karena secara kimia
gugus fosfat berada dalam bentuk diester. Ikatan gugus gula dengan basa nitrogen dinamakan
ikatan glikosidik pada posisi 1 gula pontosa.

Gambar 7. Ikatan fosfodiester dan ikatan glokosidik


( sumber : http://www.nature.com/scitable/content/purine-and-pyrimidine-bases-exist-in-different-97271)
Ujung gugus fosfat yang terikat pada posisi 5 gula pentosa dinamakan ujung P atau ujung
5. Ujung yang lainnya berupa gugus hidroksil yang terikat pada posisi 3 gula pentosa dinamakan
ujung OH atau ujung 3. Adanya ujung-ujung tersebut menjadikan rantai polinukleotida linier
mempunyai arah tertentu.

Ikatan fosfodiester menghubungkan gugus gula pada suatu nukleotida dengan


gugus gula pada nukleotida berikutnya. Oleh karena itu, ikatan ini menghubungkan
kedua nukleotida yang berurutan tersebut. Dengan demikian, akan terbentuk suatu rantai
polinukleotida yang masing-masing nukleotidanya satu sama lain dihubungkan oleh ikatan
fosfodiester.
Pada pH netral, adanya gugus fosfat akan menyebabkan asam nukleat bermuatan
negatif dan bersifat asam kuat. Inilah alasan pemberian nama asam kepada molekul
polinukleotida meskipun di dalamnya juga terdapat banyak basa N.
Setiap nukleotida pada asam nukleat dapat dilihat sebagai nukleosida monofosfat.
Namun, pengertian nukleotida secara umum sebenarnya adalah nukleosida dengan
sebuah atau lebih gugus fosfat. Nukleosida merupakan kompleks gugus gula pentose dan
basa nitrogennya.Sebagai contoh, molekul ATP (adenosin trifosfat) adalah nukleotida yang
merupakan nukleosida dengan tiga gugus fosfat.
2. DNA
Ada tiga struktur DNA yang dikenal selama ini. Struktur-struktur DNA tersebut adalah sebagai
berikut:
2.1 Struktur primer
DNA tersusun dari monomer-monomer nukleotida. Setiap nukleotida terdiri dari satu basa nitrogen
berupa senyawa purin atau pirimidin dengan pasangan basa nitrogen purin (adenin dan guanin)
dan pirimidin (sitosin dan timin), satu gula pentosa berupa 2-deoksi-D-ribosa dalam bentuk

furanosa, dan satu molekul fosfat. Penulisan urutan basa dimulai dari kiri yaitu ujung 5 bebas
(tidak terikat nukleotida lain) menuju ujung dengan gugus 3 hidroksil bebas atau dengan arah
53

Gambar 8. Struktur primer DNA


(sumber : faculty.quinnipiac.edu)
2.2 Struktur sekunder
Pada tahun 1953, James D. Watson dan Francis H.C. Crick berhasil menguraikan struktur
sekunder DNA yang berbentuk heliks ganda melalui analisis pola difraksi sinar X dan membangun
model strukturnya. Heliks ganda tersebut tersusun dari dua untai polinukleotida secara antiparalel
(arah 53 saling berlawanan), berputar ke kanan dan melingkari suatu sumbu. Unit gula fosfat
berada di luar molekul DNA dengan basa-basa komplementer yang berpasangan di dalam
molekul. Ikatan hidrogen di antara pasangan basa memegangi kedua untai heliks ganda tersebut.
Kedua untai melingkar sedemikian rupa sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan kembali bila
putaran masing-masing untai dibuka.

Gambar 9. Struktur sekunder DNA


( sumber : https://wikispaces.psu.edu )

Jarak di antara kedua untai hanya memungkinkan pemasangan basa purin (lebih besar)
dengan basa pirimidin (lebih kecil). Adenin berpasangan dengan timin membentuk dua ikatan
hidrogen sedangkan guanin berpasangan dengan sitosin membentuk tiga ikatan hidrogen. Dua
ikatan glikosidik yang mengikat pasangan basa pada cincin gula, tidak persis berhadapan.
Akibatnya, jarak antara unit-unit gula fosfat yang berhadapan sepanjang heliks ganda tidak sama
dan membentuk celah antara yang berbeda, yaitu celah mayor dan celah minor.
Putaran heliks pada DNA ada dua jenis, yaitu putar kanan dan putar kiri. Maksud dari putaran
ini adalah arah belokan heliks ganda DNA jika struktur ini dilihat dari bagian ujungnya. Selain itu,
DNA juga memiliki bentuk heliks ganda DNA dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu:
Bentuk B
DNA ini merupakan DNA putar kanan. DNA dengan bentuk B memiliki lekukan mayor yang
lebih besar daripada bentuk-bentuk DNA lainnya dengan kedalaman 0,85 nm dan lebar 1,1-1,2
nm. Lekukan minornya memiliki kedalaman 0,75 nm dan lebar 0,6 nm. Bentuk ini merupakan
bentuk DNA yang paling banyak ditemukan di alam dibandingkan dengan bentuk yang lain. DNA
bentuk B juga tahan pada keadaan kelembaban yang tinggi hingga sekitar 93%.

Gambar 10. Bentuk DNA B


( sumber : Metzler, Biochemistry: The Chemical Reaction of The Living Cells )
Bentuk A
DNA ini juga merupakan DNA putar kanan. DNA bentuk A merupakan DNA bentuk B yang
berubah bentuk pada kelembaban 75%. Pada bentuk ini, pasangan basa menjadi miring dengan
sudut 13 dari sumbu heliks. Lekukan mayor bentuk A lebih dalam, yaitu sekitar 1,35 nm, dan
lebih sempit, yaitu sekitar 0,27 nm, daripada bentuk B. Sementara itu, lekukan minor bentuk A
berukuran lebih lebar (sekitar 1,1 nm) dan lebih dangkal (sekitar 0,28 nm) daripada bentuk B.

Gambar 11. Bentuk DNA A


( sumber : Metzler, Biochemistry: The Chemical Reaction of The Living Cells )

Bentuk Z
DNA ini merupakan DNA putar kiri. Bentuk Z ini merupakan perubahan dari DNA bentuk B
yang berada dalam konsentrasi NaCl yang tinggi. Bentuk Z ini memiliki gugus berulang (repeating
unit) yang terdiri dari 2 pasangan basa nitrogen, sebagai anak tangga, dan susunan fosfat-gula,
sebagai tulang punggung, yang berbentuk zigzag.

Gambar 12. Bentuk DNA Z


( sumber : Metzler, Biochemistry: The Chemical Reaction of The Living Cells )

2.3 Struktur tersier


Kebanyakan DNA virus dan DNA mitokondria merupakan molekul lingkar. Konformasi ini
terjadi karena kedua untai polinukleotida membentuk struktur tertutup yang tidak berujung. Molekul
DNA lingkar tertutup yang diisolasi dari bakteri, virus dan mitokondria seringkali berbentuk
superkoil, selain itu DNA dapat berbentuk molekul linier dengan ujung-ujung rantai yang bebas.
Keadaan berpilin (supercoiling state) pada molekul DNA merupakan bagian sangat penting
dalam proses pengemasan DNA, terutama pada prokariotik. Pada eukariotik, DNA melilit pada
suatu protein yang dinamakan histon, sehingga dapat menghemat tempat dan memudahkan
mobilisasi dna. Sementara, DNA prokatiotik pada umumnya tidak mempunyai histon, sehingga
harus ada cara lain untuk membuat DNA menjadi compact. Keadaan berpilin adalah suatu
keadaan dimana molekul DNA, yang pada dasarnya sudah membentuk struktur heliks, mengalami
proses 'pemutaran' (twist) lebih lanjut. Keadaan semacam ini membuat DNA yang berpilin akan
mengalami torsi. Keadaan berpilin dapat berupa pilinan negatif (negative supercoiling) atau pilinan
positif (positive supercoiling). Pilinan negatif terjadi jika DNA diputar ke arah berkebalikan dari arah
pemutaran heliksnya yang berupa heliks ganda putar-kanan (right-handed double helix). DNA
dengan keadaan pilinan negatif semacam inilah yang pada umumnya banyak diketemukan di
alam. Pada jasad eukariotik, pembentukan nukleosom menyebabkan terbentuknya pilinan negatif.
Pada kelompok bakteri dan archaea, terdapat enzim yang disebut DNA girase, yang juga dikenal
sebagai DNA toposiomerase II, yang dapat menyebabkan terbentuknya konformasi pilinan negatif.
Atom-atom sisa yang tidak membentuk ikatan hidrogen dengan pasangan basanya akan
membentuk ikatan hidrogen dengan molekul lain atau bagian DNA lainnya. Bagian molekul ini
dapat mengikat air atau molekul lainnya. Hal ini dapat menyebabkan bentuk DNA yang bermacammacam. Rantai heliks ganda DNA tidak hanya berbentuk lurus, namun dapat membentuk lipatanlipatan dan menjadi bentuk yang kompleks seperti kromosom, nukleosom, dan lain sebagainya.

RNA

RNA merupakan polinukleotida dengan untai tunggal yang dapat memiliki bentuk yang
kompleks yang terdiri atas banyak tonjolan (bulges) dan lipatan (loops). Lipatan-lipatan dalam RNA
ditutup dengan batang untai ganda yang memiliki konformasi A. RNA tidak dapat memiliki
konformasi B karena adanya gugus OH pada karbon nomor 2 gula ribosa (C2).
Gugus hidroksil pada C2 ini dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air yang akan
membentuk jaringan di lekukan minor. Jaringan molekul air ini akan membentuk ikatan hidrogen
dengan protein atau dengan simpul kompleks lain dalam RNA itu. Gugus OH ini dapat juga
berfungsi sebagai ligan untuk ion logam divalent pada beberapa tRNA.
RNA memiliki bentuk yang kompleks dengan banyak tonjolan dan simpul. Ujung lipatan
jepit (hairpin loop) yang biasa terjadi pada RNA dapat terdiri atas 3 atau lebih nukelotida. Salah
satu susunan nukleotida yang membentuk lipatan jepit yang stabil adalah 5-GGACUUCGGUCC.
Susunan lainnya yang sering muncul adalah UGAA, CCCG, GCAA, dan GAAA.
Selain lipatan jepit, ada juga yang disebut pseudoknot yang lebih kompleks. Pseudoknot ini
dapat terbentuk ketika susunan nukleotida memilih untuk membentuk formasi yang terdiri atas dua
batang RNA pendek yang saling tumpang tindih.

Gambar 13. Pembentukan pseudoknot pada RNA.


(sumber: Metzler, Biochemistry: The Chemical Reaction of The Living Cells)
3.1 Pra-mRNA
Pre-mRNA merupakan RNA yang baru saja di transkripsi dari DNA dan merupakan RNA yang
belum matang. RNA ini mengandung intron dan ekson seperti ditunjukkan Gambar 14 di bawah ini.
Bagian intron tidak mengandung kode untuk asam amino, sehingga akan dibuang pada saat
pematangan RNA ini untuk menjadi mRNA. Sementara itu bagian ekson merupakan bagian yang
mengandung kode untuk asam amino. Bagian-bagian ekson yang terputus karena penghilangan
intron akan menyatu kembali dan menjadi kesatuan mRNA yang utuh.

Gambar 14. Pre-mRNA.


(sumber: www.mun.ca)
3.2 mRNA (messenger RNA)
mRNA ini berbentuk rantai untai tunggal yang lurus dan panjang. Pada RNA jenis ini tidak
terdapat tonjolan atau pun lipatan. mRNA merupakan salinan dari salah satu untaian rantai DNA
dengan intron yang telah dipotong. RNA ini berfungsi sebagai pembawa pesan genetik dari DNA
ke ribosom.

Gambar 15. mRNA.


(sumber: www.biologie.redio.de)
Rantai mRNA memiliki beberapa bagian seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas, yaitu:
5 cap (topi 5). Bagian ini merupakan gugus guanosin trifosfat termetilasi yang berikatan
dengan gula ribose di atom karbon nomor 5.

Gambar 16. Struktur 5 Cap pada mRNA.


(sumber: www.biologie.redio.de)
5 UTR dan 3 UTR. 5 UTR ( 5 Untranslated Region) merupakan bagian rantai
polinukleotida yang terletak pada ujung mRNA (setelah topi 5) yang tidak ditranslasi oleh
ribosom menjadi protein karena bagian ini terletak sebelum start codon yang merupakan
tanda dimulainya translasi mRNA. Sementara itu, 3 UTR terletak setelah stop codon
sehingga juga tidak ditranslasi oleh ribosom. Namun, bagian ini penting karena berfungsi
untuk menstabilkan mRNA, lokalisasi mRNA, dan efisiensi translasi. Setiap mRNA memiliki
5 UTR dan 3 UTR yang berbeda-beda.
Start codon. Bagian ini merupakan triplet basa nitrogen yang biasanya memiliki kode AUG.

Coding region (daerah pengodean). Daerah ini merupakan daerah yang mengandung
kode-kode yang disebut kodon untuk ditranslasi menjadi protein. Daerah ini dimulai dari
start codon hingga stop codon.
Stop codon. Bagian ini merupakan triplet basa nitrogen sebagai penanda selesainya
translasi. Kode basa yang biasanya dimiliki stop codon adalah UAA, UAG, dan UGA.
Poly(A) tail. Bagian ini merupakan rantai polinukleotida yang hanya memiliki basa nitrogen
berupa adenin. Bagian ini berfungsi untuk mencegah mRNA terdegradasi dan membuat
mRNA dapat keluar dari nukleus dan ribosom.
3.3 tRNA (transfer RNA)
RNA jenis ini berfungsi untuk membaca kode genetik dan meletakkan asam amino di
urutannya yang tepat pada protein. Seluruh tRNA dapat berbentuk seperti semanggi (clover leaf)
dengan tiga atau empat lipatan jepit. Pada tRNA, terdapat antikodon yang merupakan pasangan
triplet basa dari triplet kodon yang terdapat pada mRNA.

Gambar 17. tRNA untuk asam amino phenylalanine.


(sumber: Metzler, Biochemistry: The Chemical Reaction of The Living Cells)
Secara lebih detail, tRNA memiliki bagian-bagian sebagai berikut:
Gugus ujung 5 fosfat.
Acceptor stem (batang akseptor). Bagian ini terdiri atas 7 pasang basa nitrogen antara
ujung 5 dan ujung 3 sebuah untai RNA.
Amino acid acceptor end (ujung akseptor asam amino). Bagian ini merupakan triplet basa
nitrogen yang akan berikatan dengan asam amino yang sesuai.
Lengan D (dihydrouridine loop). Bagian ini terdiri atas batang yang tersusun atas 4 pasang
basa nitrogen dengan ujung lengan berupa lipatan jepit yang mengandung basa nitrogen
berupa dihidrouridin. Dihidrouridin ini merupakan basa urasil yang ditambahkan 2 atom
hidrogen sehingga cincin pirimidin tidak mengandung lagi ikatan rangkap dua.

Gambar 16. Nukleotida dengan basa dihidrouridin.


(sumber: www.biologie.redio.de)
Lengan antikodon. Lengan ini terdiri atas batang yang tersusun dari 5 pasang basa
nitrogen dan ujung lengan yang merupakan lipatan jepit yang mengandung triplet basa
nitrogen yang disebut antikodon. Triplet basa ini memiliki kode yang komplementer dengan
triplet pada mRNA yang ditranslasi.

Lengan T. Bagian ini mengandung lengan dengan 5 pasang basa nitrogen dan ujung
lipatan jepit yang mengandung susunan TC. adalah nukleotida yang mengandung
basa berupa pseudouridin. Basa ini merupakan hasil biosintesis dari nukleotida yang
mengandung urasil dengan -synthase.

uridin

pseudouridin

Gambar 17. Pseudouridin.

(sumber: www.biologie.redio.de)
Selain bagian-bagian di atas, pada tRNA juga terdapat nukleotida dengan basa-basa nitrogen
yang termodifikasi. Biasanya, modifikasi ini berupa penambahan gugus metil pada nukleotida
tersebut atau pun berubahan basa nitrogen seperti pada pseudouridin dan dihidrouridin.
3.4 rRNA (ribosomal RNA)
RNA ini disebut ribosomal RNA karena merupakan materi yang menyusun ribosom bersama
dengan protein-protein penyusun lainnya. RNA ini terdiri atas untai tunggal yang berbentuk cukup
kompleks dan menyediakan material struktural dan pusat katalitik untuk membentuk ikatan peptida
dalam pembentukan protein.

Gambar 18. Struktur rRNA.


(sumber: www.mun.ca)

4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR ASAM NUKLEAT


Struktur asam nukleat bergantung pada kondisi lingkungan sekitarnya. Keberadaan zat tertentu
ataupun suhu dan pH yang ekstrim dapat membuat asam nukleat mengalami deformasi dan atau
denaturasi.

Interaksi penempatan pasangan basa


Ketika kita melihat struktur tangga berpilin molekul DNA atau pun struktur sekunder RNA,
sepintas akan nampak bahwa struktur tersebut menjadi stabil akibat adanya ikatan hidrogen di
antara basa-basa yang berpasangan. Padahal, sebenarnya tidaklah demikian. Ikatan hidrogen di
antara pasangan-pasangan basa hanya akan sama kuatnya dengan ikatan hidrogen antara basa
dan molekul air apabila DNA berada dalam bentuk rantai tunggal. Jadi, ikatan hidrogen jelas tidak
berpengaruh terhadap stabilitas struktur asam nukleat, tetapi sekedar menentukan spesifitas
perpasangan basa.
Penentu stabilitas struktur asam nukleat terletak pada interaksi penempatan (stacking
interactions) antara pasangan-pasangan basa. Permukaan basa yang bersifat hidrofobik
menyebabkan molekul-molekul air dikeluarkan dari sela-sela perpasangan basa sehingga
perpasangan tersebut menjadi kuat.
Asam
Di dalam asam pekat dan suhu tinggi, misalnya HClO4 dengan suhu lebih dari 100C, asam
nukleat akan mengalami hidrolisis sempurna menjadi komponen-komponennya. Namun, di dalam
asam mineral yang lebih encer, hanya ikatan glikosidik antara gula dan basa purin saja yang putus
sehingga asam nukleat dikatakan bersifat apurinik.
Alkali
Pengaruh alkali terhadap asam nukleat mengakibatkan terjadinya perubahan status tautomerik
basa. Sebagai contoh, peningkatan pH akan menyebabkan perubahan struktur guanin dari bentuk
keto menjadi bentuk enolat karena molekul tersebut kehilangan sebuah proton. Selanjutnya,
perubahan ini akan menyebabkan terputusnya sejumlah ikatan hidrogen sehingga pada akhirnya
rantai ganda DNA mengalami denaturasi. Hal yang sama terjadi pula pada RNA. Bahkan pada pH
netral sekalipun, RNA jauh lebih rentan terhadap hidrolisis bila dibadingkan dengan DNA karena
adanya gugus OH pada atom C nomor 2 di dalam gula ribosanya.
Bahan kimia
Sejumlah bahan kimia diketahui dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat pada pH netral.
Contoh yang paling dikenal adalah urea (CO(NH2)2) dan formamid (COHNH2). Pada konsentrasi
yang relatif tinggi, senyawa-senyawa tersebut dapat merusak ikatan hidrogen. Artinya, stabilitas
struktur sekunder asam nukleat menjadi berkurang dan rantai ganda mengalami denaturasi.
Viskositas

DNA kromosom dikatakan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi karena diameternya
hanya sekitar 2 nm, tetapi panjangnya dapat mencapai beberapa sentimeter. Dengan demikian,
DNA tersebut berbentuk tipis memanjang. Selain itu, DNA merupakan molekul yang relatif kaku
sehingga larutan DNA akan mempunyai viskositas yang tinggi. Karena sifatnya itulah molekul DNA
menjadi sangat rentan terhadap fragmentasi fisik. Hal ini menimbulkan masalah tersendiri ketika
kita hendak melakukan isolasi DNA yang utuh.
Panas
Panas dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat. Proses denaturasi ini dapat diikuti melalui
pengamatan nilai absorbansi yang meningkat karena molekul rantai ganda (pada dsDNA dan
sebagian daerah pada RNA) akan berubah menjadi molekul rantai tunggal.
Denaturasi termal pada DNA dan RNA ternyata sangat berbeda. Pada RNA denaturasi
berlangsung perlahan dan bersifat acak karena bagian rantai ganda yang pendek akan
terdenaturasi lebih dahulu daripada bagian rantai ganda yang panjang. Tidaklah demikian halnya
pada DNA. Denaturasi terjadi sangat cepat dan bersifat koperatif karena denaturasi pada kedua
ujung molekul dan pada daerah kaya AT akan mendestabilisasi daerah-daerah di sekitarnya.
Suhu ketika molekul asam nukleat mulai mengalami denaturasi dinamakan titik leleh atau melting
temperature (Tm). Nilai Tm merupakan fungsi kandungan GC sampel DNA, dan berkisar dari 80
C hingga 100C untuk molekul-molekul DNA yang panjang.
DNA yang mengalami denaturasi termal dapat dipulihkan (direnaturasi) dengan cara didinginkan.
Laju pendinginan berpengaruh terhadap hasil renaturasi yang diperoleh. Pendinginan yang
berlangsung cepat hanya memungkinkan renaturasi pada beberapa bagian/daerah tertentu.
Sebaliknya, pendinginan yang dilakukan perlahan-lahan dapat mengembalikan seluruh molekul
DNA ke bentuk rantai ganda seperti semula. Renaturasi yang terjadi antara daerah komplementer
dari dua rantai asam nukleat yang berbeda dinamakan hibridisasi.
Interkalator
Geometri suatu molekul yang mengalami superkoiling dapat berubah akibat beberapa faktor
yang mempengaruhi pilinan internalnya. Sebagai contoh, peningkatan suhu dapat menurunkan
jumlah pilinan, atau sebaliknya, peningkatan kekuatan ionik dapat menambah jumlah pilinan.
Salah satu faktor yang penting adalah keberadaan interkalator seperti etidium bromid (EtBr).
Molekul ini merupakan senyawa aromatik polisiklik bermuatan positif yang menyisip di antara
pasangan-pasangan basa. Dengan adanya EtBr molekul DNA dapat divisualisasikan
menggunakan paparan sinar UV. (Susanto, 2012)

KESIMPULAN
Nukleotida merupakan monomer yang terdiri dari gugus fosfat, gula pentose dan basa
nitrogen, sedangkan nukleosida merupakan kompleks yang terdiri dari gula pentose dan basa
nitrogen. Pada gugus fosfat terdapat ikatan fosfodiester yang mengikat antara gugus fosfor
dengan gula pentose pada nukleotidanya dan nukleotida tetangganya. Selain itu, ikatan gugus
gula dengan basa nitrogen dinamakan ikatan glikosidik. Asam nukleat terdiri dari dua jenis yaitu
DNA dan RNA. Perbedaan antara DNA dan RNA terdapat pada gula pentosa berupa molekul
penyusunnya dan struktur serta basa nitrogennya dimana pada DNA terdapat sitosin dan timin
pada basa pirimidin dan pada RNA terdapat sitosin dan urasil pada basa pirimidinnya. DNA
memiliki bentuk struktur molekul tangga berpilin dengan dua rantai polinukleotida yang saling
memilin membentuk spiral, sedangkan RNA memiliki bentuk struktur molekul untai tunggal. Pada
RNA terdapat perbedaan struktur pada jenis-jenis RNA berdasarkan fungsi dari setiap jenis RNA
masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Cruzan, Jeff, 2012. DNA & RNA: The foundation of life on Earth. [online]
http://www.drcruzan.com/NucleicAcids.html [diakses pada 25 Februari 2015].
Cyr, Richard, 2009. Properties of Macromolecules II-Nucleic Acids, Polysaccharides and Lipids.
[online] (10 Agustus 2009)https://wikispaces.psu.edu/pag es/viewpage.action?
pageId=1125272 11&navigatingVersions=true [diakses pada 25 Februari 2015].
Department of Biology, University of Miami, 2013. Chargaff's Rule of Base Pairing. [online] (01
Agustus 2013) http://www.bio.miami.edu/~cmallery/150/gene/chargaff.htm [diakses pada 26
Februari 2015].
McMurry, John. 2007. Organic Chemistry: A Biological Approach. USA: Thomson Brooks/Cole.
Metzler, David E. 2003. Biochemistry: The Chemical Reaction of The Living Cells. Edisi Kedua.
USA: Elsevier Academic Press.
National Science Foundation, 2001. DNA Structure. [online] (05 Oktober 2001)
http://www.uic.edu/classes/phys/phys461/phys450/ANJUM04/ [diakses pada 25 Februari
2015].
Yuwono, Triwibowo, 2007. Biologi Molekuler. Jakarta: Erlangga.

You might also like