You are on page 1of 9

BAB II

ISI

Berdasarkan indeks pembangunan manusia (IPM) dimana pendidikan, ekonomi, dan


kesehatan digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas
sumber daya manusianya dan seperti yang telah dipaparkan dalam latar belakang, gizi
sebagai salah satu hal yang dapat mempengaruhi kesehatan dan derajat sehat indonesia baik
secara langsung maupun tidak langsung memang merupakan hal yang sangat penting. Akan
tetapi dibalik itu ada beberapa faktor yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi status gizi balita, hal itu antar lain tingkat pendidikan dan ekonomi.
Pendidikan yang kami maksud disini adalah pendidikan yang berhubungan dengan upaya
peningkatan status gizi balita.
Pendidikan ini tidak hanya terfokus pada pendidikan formal saja, tetapi juga dapat
berupa pendidikan informal. Pendidikian informal disini misalnya dapat berupa penyuluhan,
penerangan, atau pencerdasan yang diberikan oleh pihak-pihak yang berwenang atasnya baik
bagi masyarakat secara luas ataupun bagi sekelompok orang yang bertugas menjadi kader
pelayanan kesehatan di daerahnya. Sedangkan tingkat ekonomi yang kami maksud disini
adalah kemampuan masyarakat dalam usaha pemenuhan asupan gizi dan daya beli
masyarakat yang juga terkait dengan masih rendahnya pendapatan per kapita masyarakat.
Permasalahan gizi di Indonesia merupakan salah satu hal yang krusial karena gizi
makanan sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan aktifitas

tubuh kita. Tanpa asupan gizi yang cukup dan tepat maka kemungkinan besar kita mudah
terkena penyakit. Inilah yang dialami oleh anak Indonesia saat ini.
Data tahun 2007 memperlihatkan 4 juta balita Indonesia kekurangan gizi, 700 ribu
diantaranya mengalami gizi buruk. Dalam 20 tahun mendatang Indonesia dapat menjadi
bangsa yang tidak cerdas karena mengabaikan gizi usia dini, kata pakar gizi dari IPB,
Prof.Dr.Ir.Ali Khomsan, MS di jakarta.

Senada dengan prof.Ali, Dr.dr.H.Tb.Rachmat

Sentika, SpA, MARS dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengungkapkan, gizi buruk
dapat mengakibatkan otak anak tidak berkembang optimal. Hal ini bersifat permanen dan
tidak dapat dipulihkan. Hasilnya mutu SDM yang rendah sehingga menjadi beban masyarakat
dan

menjadi

penghambat

bagi

kemajuan

suatu

bangsa.

(http://medicastore.com/seminar/72/Pentingnya_Gizi_Untuk_Pertumbuhan_Anak.html)
Selain itu mungkin kita semua sering mendengar slogan "Dalam tubuh yang sehat,
terdapat jiwa yang kuat". Slogan ini tidak akan pernah benar-benar menjadi kenyataan bila
pribadi-pribadi yang sehat tidak tercipta dan pribadi yang sehat tidak akan tercipta dengan
sendirinya tanpa dukungan asupan gizi yang baik sejak dini. Hal ini akan berimbas pada
hilangnya sumber daya manusia yang produktif dan kuat sebagai amunisi sebuah bangsa yang
ingin maju. Oleh karena itulah, peningkatan status gizi balita menjadi hal penting yang perlu
mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Posyandu sebagai salah satu program
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pemerintah mencanangkan
program posyandu ini sejak tahun 1986.
Posyandu sebagai perpanjangan tangan Puskesmas yang memberikan pelayanan dan
pemantauan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu. Kegiatan posyandu dilakukan oleh
dan untuk masyarakat. Posyandu sebagai wadah peran serta masyarakat, yang
menyelenggarakan sistem pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan kualitas

manusia, secara empirik telah dapat memeratakan pelayanan bidang kesehatan. Kegiatan
tersebut meliputi pelayanan imunisasi, pendidikan gizi masyarakat serta pelayanan kesehatan
ibu dan anak. Peran posyandu sangat penting karena posyandu sebagai wahana pelayanan
berbagai program.
Posyandu di Indonesia sudah sangat banyak jumlahnya, begitupun dengan kader
posyandu nya. Posyandu memiliki berbagai program di dalamnya. Selain program-program
yang dimiliki posyandu, keaktifan kader posyandu, serta sarana dan prasarana posyandu turut
menjadi faktor yang menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan masyarakat di bidang
gizi. Ketersampaian informasi dan usaha pencerdasan di bidang gizi kepada masyarakat dapat
menjadi suatu parameter berhasil atau tidaknya pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
posyandu.
Hal-hal yang disampaikan posyandu pada masyarakat semestinya meliputi
pencerdasan kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga asupan gizi tidak hanya mulai
dari seorang anak terlahir, tetapi mulai dari seorang ibu mengandung. Sejak dalam
kandungan, asupan gizi pun penting untuk diperhatikan agar tumbuh kembang janin baik.
Selain itu, perlu pula ditekankan kepada masyarakat bahwa asupan gizi yang diperlukan
untuk tiap jenjang usia berbeda-beda. Fenomena inilah yang sering terjadi di masyarakat
sehingga perlu diubah paradigmanya dan dilakukan pencerdasan kepada masyarakat tentang
asupan gizi.
Faktor penting lainnya yang dapat mempermudah tercapainya tujuan dari posyandu
adalah sarana dan prasarana yang mendukung. Faktor inilah yang memang terkadang menjadi
faktor yang menghambat ketercapaian program posyandu.
Ruang Lingkup

Untuk mengerjakan karya tulis ini, kami melakukan studi lapangan agar dapat melihat
dan mengetahui langsung realita pelayanan kesehatan masyarakat di bidang gizi mulai dari
perihal kader posyandu, keaktifan kader posyandu, dan tingkat keberterimaan masyarakat
terhadap semua informasi dan usaha pencerdasan dalam bidang gizi. Tingkat keberterimaan
masyarakat erat korelasinya dengan kompetensi dan keaktifan kader posyandu di daerahnnya.
Kami mewawancarai petugas pelayanan kesehatan di puskesmas setempat yang
berada di wilayah jatinangor untuk mengetahui mengenai kader posyandu, keaktifan kader
posyandu, dan tingkat keberterimaan masyarakatnya dari posyandu yang berada di wilayah
jatinangor untuk melakukan pengkajian dan pembahasan pada karya tulis ini. Kami
menjadikan posyandu yang berada di wilayah jatinangor sebagai sampel dengan
pertimbangan dekat dengan domisili kami dan sebagai bukti nyata kepedulian kami terhadap
pelayanan kesehatan masyarakat di bidang gizi terutama di lingkungan sekitar kami terlebih
dahulu. Data yang kami peroleh dari sampel posyandu di daerah kami, lalu kami bandingkan
dengan teori-teori dan standardisasi yang ada mengenai standar pelayanan kesehatan suatu
posyandu.
Data hasil studi lapangan
Adapun data yang kami peroleh perihal kader posyandu, keaktifan kader posyandu, dan
tingkat keberterimaan masyarakat mengenai pelayanan kesehatan di bidang gizi yang
diberikan oleh para kader posyandu di posyandu yang berada di wilayah jatinangor adalah
sebagai berikut :
Daftar pertanyaan wawancara yang diberikan kepada petugas pelayanan kesehatan di
puskesmas :
1. Bagaimana cara perekrutan kader posyandu ?

Jawab :
Biasanya perekrutan kader posyandu dilakukan oleh kepala desa, RT atau RW
2. Seberapa antusiaskah masyarakat untuk berbartisipasi aktif menjadi kader posyandu ?
Jawab :
Masyarakat cukup antusias untuk berpartisipasi aktif menjadi kader posyandu karena
kebanyakan dari mereka telah menyadari pentingnya pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh posyandu dan mereka membutuhkan pelayanan tersebut. Hal ini pun
dapat dilihat dari jumlah dan antusiasme para kader posyandu tersebut saat mengikuti
pelatihan.
3. Berapa bulan sekali pelatihan untuk kader posyandu diadakan dan materi seperti apa
yang disampaikan dalam pelatihan kader posyandu ini ?
Jawab :
Pelatihan kader posyandu biasanya diadakan setiap tiga bulan sekali. Materi yang
disampaikan beragam, bergantung dari kebutuhan masyarakat dan posyandu di
masing-masing daerah.
4. Siapakah yang memberikan materi untuk pelatihan kader posyandu ini ?
Jawab :
Materi untuk pelatihan kader posyandu ini dapat disampaikan oleh siapapun
bergantung pada materi yang akan disampaikan. Materi dapat disampaikan oleh
petugas puskesmas misalnya untuk materi-materi seperti kesehatan lingkungan,
administrasi, dll. Akan tetapi, ada kalanya materi disampaikan oleh seorang dokter,

dokter gigi, atau pun perawat untuk materi-materi yang memang memerlukan
masukan dari tenaga medis.

Analisis data
Dari data yang diperoleh di atas, kami dapat menyimpulkan bahwa pelayanan
kesehatan di bidang gizi yang dilakukan oleh posyandu sudah cukup baik, akan tetapi masih
ada beberapa hal yang masih belum optimal. Menurut kami, program-program yang ada di
posyandu sudah baik. Hal ini dapat terlihat dari antusiasme warga untuk menjadi kader
posyandu dan berperan aktif di dalamnya dalam setiap pelatihan kader posyandu yang
diadakan oleh pihak puskesmas setempat. Antusiasme masyarakat di wilayah jatinangor
untuk menjadi kader posyandu sangat tinggi, hal ini didukung pula oleh kesadaaran
masyarakat akan tingginya tingkat kebutuhan mereka atas pelayanan kesehatan. Keaktifan
kader posyandu juga dinilai sudah cukup baik. Hal ini dapat dinilai dari banyaknya jumlah
kader posyandu yang datang pada setiap pelatihan kader dan saat pelaksanaan posyandu itu
sendiri.
Namun disini ada beberapa hal yang masih belum optimal, diantaranya adalah
keberterimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di bidang gizi yang disampaikan
oleh para kader posyandu dan kerjasama lintas sektor dalam pelayanan kesehatan di bidang
gizi. Keberterimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di bidang gizi yang
disampaikan oleh para kader posyandu dapat terlihat dari masih banyak masyarakat yang
beranggapan bahwa makanan bergizi itu harus selalu seperti yang ada pada standar makanan
empat sehat lima sempurna itu hanya terpatok pada nasi sebagai asupan karbohidrat, daging
sebagai asupan protein, dan susu sapi sebagai pelengkap.

Maksudnya disini adalah mengenai paradigma masyarakat yang masih terpatok pada
bahwa karbohidrat itu harus selalu berupa nasi, protein itu harus berupa daging, dan susu itu
harus selaluberupa susu sapi. Padahal makanan bergizi itu tidak hanya terpatok pada
makanan-makanan yang disebutkan di atas. Makanan bergizi dapat diperoleh dari berbagai
sumber di sekitar kita, disesuaikan dengan keadaan ekonomi dan alam.Iinilah yang mungkin
masih belum optimal dalam usaha penyampaian informasi dan pencerdasan perihal gizi dan
asupan gizi itu sendiri.
Selain itu, menurut kami kerjasama lintas sektor dalam pelayanan kesehatan di bidang
gizi pun masih belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya atau jarangnya tenaga
medis atau tenaga kesehatan kompeten yang mendampingi para kader posyandu saat
pelayanan kesehatan dilakukan sehingga banyak masyarakat yang tidak mendapatkan
informasi perihal gizi secara utuh dan valid. Hal ini pun berhubungan dengan ketidaktahuan
masyarakat akan penggunaan berbagai bahan makanan yang ada di lingkungan sekitarnya
sebagai pengganti makanan empat sehat lima sempurna yang merupakan standar makanan
bergizi.

Alternatif solusi
Melihat dari beberapa hal yang masih belum optimal dalam usaha penyampaian
informasi dan pencerdasan masyarakat perihal gizi dan asupan gizi melalui pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh para kader posyandu seperti . Kami memiliki beberapa ide
yang mungkin dapat menjadi suatu alternatif solusi untuk memecahkan kekurang optimalan
tersebut. Beberapa ide yang kami miliki adalah dengan mengadakan program yang bertajuk
pemberdayaan sumber makanan bergizi setempat

Adapun deskripsi lebih lanjut dari rancangan program yang kami miliki, kami
paparkan disini. Pemberdayaan sumber daya makanan setempat dalam pemenuhan gizi balita
dimaksudkan agar masyarakat dapat memahami bahwa tidak hanya nasi, daging, dan susu
sapi yang merupakan makanan berstandar empat sehat lima sempurna dan merupakan
makanan bergizi. Memberikan penerangan dan pencerdasan bahwa masih banyak sumber
makanan bergizi lain yang memiliki kandungan asupan gizi yang hampir sama dengan
standar makanan bergizi, yaitu makanan empat sehat lima sempurna.
Sumber makanan bergizi disesuaikan dengan bahan-bahan makanan khas yang
terdapat di daerahnya dan disesuaikan dengan kemampuan masyarakat dalam pemenuhan
asupan gizi. Pemberian asupan gizi sesuai jenjang usia pun menjadi salah satu hal penting
yang perlu masyarakat ketahui dengan seksama. Hal ini ditujukan agar pemenuhan asupan
gizi dapat menjadi optimal dan tidak terjadi malnutrisi ataupun kelebihan nutrisi. Selain itu,
cara pengolahan sumber makanan bergizi yang baik dan tepat menjadi salah satu faktor yang
penting yang dapat mempengaruhi optimal atau tidaknya asupan gizi yang diterima oleh
masyarakat.
Selain perihal sumber makanan bergizi setempat, asupan gizi sesuai dengan jenjang
usia, dan cara pengolahan bahan makanan yang baik dan tepat untuk menjaga substansi gizi
yang dikandungnya, terdapat satu hal lagi yang dirasa masih belum optimal dalam
pelaksanaannya, yaitu mengenai pengoptimalan sumber daya manusia yang melakukan
pelayanan kesehatan di posyandu itu sendiri.
Posyandu dipandang sangat bermanfaat bagi masyarakat namun keberadaannya di
masyarakat masih terdapat hal-hal yang belum optimal, oleh karena itu pemerintah
mengadakan revitalisasi posyandu. Posyandu dipandang sudah sangat bermanfaat bagi
masyarakat dan dirasakan sudah cukup dekat dengan masyarakat karena keberadaannya yang

sudah menjangkau bahkan sampai ke pelosok-pelosok desa. Selain itu, dalam


pemberdayaannya, posyandu telah melibatkan banyak pihak mulai dari petugas pelayanan
kesehatan sampai pada masyarakat setempat yang direkrut sebagai kader posyandu. Akan
tetapi, saat ini elemen yang lebih berperan aktif barulah ibu-ibu kader posyandu yang dibantu
oleh bidan setempat dan petugas puskesmas.
Pada kenyataannya, bila diperhatikan lebih mendalam, masih ada beberapa hal yang
belum optimal, yaitu pada kurangnya kerja sama lintas sektor yang berhubungan dengan
pencapaian pelayanan kesehatan lainnya seperti kesehatan lingkungan. Selain itu dalam
pengoptimalan program gizi balita, peran serta ahli gizi pun diperlukan disini
Adapun mekanisme pelaksanaan program ini dapat dilakukan atau ditambahkan pada
materi yang diberikan saat pelatihan kepada kader posyandu. Sedangkan untuk kerjasama
lintas sektor, elemen-elemen kesehatan tambahan seperti petugas kesehatan dari kesehatan
lingkungan dan ahli gizi turut berada di posyandu saat pelayanan kesehatan diberikan kepada
masyarakat agar pencerdasan yang diberikan kepada masyarakat berjalan optimal.

You might also like