You are on page 1of 5

Upaya Surveillance, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

Chikungunya di Kelurahan Mataran


A. Latar Belakang Permasalahan atau Kasus
Serangan wabah chikungunya dalam bentuk KLB (Kejadian Luar Biasa) sudah
sering terjadi di Indonesia. Namun data penderita tidak terekam dengan baik.
Pengurus

tingkat

RT/RW/Kelurahan

pun

tidak

cepat

tanggap

melakukan

fogging (pengasapan) untuk mencegah meluasnya penyebaran. Memang penyakit ini


tidak mematikan, namun sangat menurunkan produktivitas. Penduduk usia produktif
tidak dapat beraktifitas optimal.
Chikungunya pertama kali diidentifikasi di Afrika Timur tahun 1952.
Chikungunya merupakan salah satu penyakit menular yang sejak tahun 1954 telah
menjadi penyakit endemis di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di Indonesia, KLB
penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan tercatat pada tahun 1973 terjadi di
Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta, Tahun 1982 di Kuala
Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB
Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999),
Aceh (2000), Jawa Barat (Bogor, Bekasi, Depok) pada tahun 2001, yang menyerang
secara bersamaan pada penduduk disatu kesatuan wilayah (RW/Desa).
Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya
seperti Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta, Banten, Jawa Timur
dan lain-lain. Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di
pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi
Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Dari tahun 2000-2007 di Indonesia terjadi KLB
Chikungunya pada hampir semua provinsi dengan 18.169 kasus tanpa kematian.
Demam Chikungunya merupakan suatu sindrom mirip Dengue yang jinak.
Istilah Chikungunya berasal dari bahasa Swahili Afrika Timur yang berarti yang
berubah bentuk atau bungkuk, mengacu pada postur tubuh penderita yang

membungkuk akibat nyeri sendi hebat (athralgia). Nyeri sendi terutama terjadi pada
lutut, tulang belakang, serta persendian tangan dan kaki.
Gejalanya seperti pada infeksi virus umumnya adalah demam mendadak,
kadang menggigil, nyeri sendi terutama sendi siku, lutut, pergelangan, jari-jari kaki
dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-bintik
kemerahan) pada kulit terutama di badan dan lengan. Gejala lain yang dapat dijumpai
adalah sakit perut, mual, muntah, nyeri otot, sakit kepala, kemerahan pada
conjunctiva, pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, dan kadang-kadang
disertai dengan gatal pada ruam.
Saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia potensial untuk terjadinya KLB
chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Penyakit
Chikungunya lebih sering terjadi di daerah sub urban.Waktu dalam penyebaran dan
penularan dapat terjadi kapan saja, terutama pada musim penghujan. Karena
banyaknya benda-benda di luar rumah yang terisi air hujan dan dapat menjadi tempat
berkembang biak nyamuk Aedes aegypti. Tempat-tempat yang memungkinkan
berkembangnya nyamuk penular seperti tempat-tempat penampungan air (TPA)
(misalnya: bak mandi, bak WC, drum, tempayan, ember) dan Non TPA (misalnya:
ban bekas, dan barang-barang bekas lainnya yang dapat menampung air hujan, talang,
vas bunga, tempat minum burung piaraan, kolam serta habitat alamiah (misalnya
potongan/ tonggak bambu, tempurung kelapa dan pelepah daun). Dan semua orang
dapat tertular, mulai dari anak-anak sampai dewasa, laki-laki dan perempuan baik
kaya maupun miskin.

B. Permasalahan di Keluarga, Masyarakat dan Kasus


Pada bulan Maret, Puskesmas Anggereja mendapat laporan dari masyarakat
Kelurahan Mataran tentang adanya suatu penyakit yang menyerang kawasan tersebut.
Penyakit ini ditandai dengan demam yang disertai nyeri kepala dan rasa ngilu pada
persendian. Berdasarkan laporan masyarakat, penyakit ini menular dari rumah ke

rumah. Hampir setiap anggota keluarga menderita gejala yang sama. Jumlah
penderita yang terkena dilaporkan lebih dari 50 orang dan beberapa di antaranya
dilarikan di Puskesmas Anggeraja. Setelah dilakukan pemeriksaan medis (anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah rutin) ditemukan bahwa gejala pasien mirip
gejala demam Chikungunya.
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Oleh karena permasalahan yang terjadi di atas, maka kami bermaksud
mengadakan surveillance dan kunjungan rumah pada pasien yang menderita gejala
demam chikungunya. Dari hasil surveillance dan kunjungan rumah tersebut
diharapkan dapat menjadi pedoman penentuan kebijakan dalam rangka pencegahan
dan pemberantasan penyakit chikunguya.
Kegiatan yang dilakukan saat surveillance dan kunjungan rumah berupa:
1) Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan warga yang diduga menderita
demam chikunguya,
2) Observasi pola hidup, higiene, dan sanitasi warga kelurahan Mataran,
3) Penyuluhan kepada warga sekitar
4) Pengamatan lingkungan dan tata ruang, dalam hal ini drainase pada daerah
Kelurahan Mataran
D. Pelaksanaan
Kegiatan surveillance dan kunjungan rumah pada pasien yang diduga menderita
demam chikunguya dilaksanakan pada tanggal 16-18 Maret 2015, bertempat di
Kelurahan Mataran Kabupaten Enrekang.
Kegiatan dimulai dengan mengunjungi kantor kelurahan untuk mengkonfirmasi
kebenaran wabah chikunguya pada daerah tersebut dan memperoleh data jumlah
warga yang sedang menderita gejala chikunguya untuk dilakukan kunjungan ke
rumah warga tersebut.
Dari kegiatan tersebut diperoleh informasi yaitu:

1) Gejala yang diderita warga merupakan gejala demam Chikunguya akan


tetapi

perlu

pemeriksaan

spesifik

untuk

virus

Chikunguya

guna

menegakkan diagnosis dan menjadi acuan pengambilan kebijakan


selanjutnya.
2) Berdasarkan pengamatan, ditemukan bahwa pola hidup, higiene, dan
sanitasi warga Kelurahan Mataran secara keseluruhan sudah cukup baik
walaupun pada beberapa tempat ditemukan bak tempat penampungan air
dipenuhi jentik nyamuk yang merupakan vektor utama dalam penyebaran
penyakit chikunguya.
3) Drainase pada kelurahan Mataran belum berfungsi secara optimal
dikarenakan banyak sampah yang menyumbat saluran air. Hal tersebut
dapat mengakibatkan timbulnya genangan air yang dapat berpotensi
menjadi tempat berkembangbiak nyamuk.
4) Dari pengamatan tata ruang Kelurahan Mataran, didapatkan bahwa jarak
antara rumah ke rumah cukup rapat sehingga dapat diasumsikan bahwa
penyebaran penyakit demam chikunguya berlangsung dengan cepat.
E. Monitoring dan Evaluasi
Kesimpulan
Kegiatan surveillance dan kunjungan rumah yang dilakukan berjalan seperti
yang diharapkan. Dari kegiatan tersebut telah diperoleh informasi bahwa penyakit
demam chikunguya menyerang warga Kelurahan Mataran dan penyebarannya pun
berlangsung dengan cepat. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit chikunguya dari pihak-pihak yang terkait.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, langkah-langkah yang perlu ditindaklanjuti
dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyakit chikunguya di Keluharan
Mataran dapat berupa:

1) Pengobatan penderita Chikunguya


2) Pemeriksaan sampel serum penderita
3) Pemberantasan sarang nyamuk berupa 3M (menguras, menutup, dan
mengubur), larvasiding, dan ikanisasi
4) Masyarakat secara gotong royong membersihkan selokan dan lingkungan
sekitar dari tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk
5) Warga melindungi diri dari gigitan nyamuk terutama pada siang hari,
misalnya dengan menggunakan obat gosok (repellant), pemakaian kelambu
dan pemasangan kawat kasa nyamuk di rumah.
6) Fogging bila diperlukan

Anggeraja, 19 Maret 2015


Peserta Internship

Pendamping

(dr. Arif Budiman K)

( dr. Johan )

You might also like