You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ASFIKSIA


DI RUANGAN NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. JOHANNES KUPANG

OLEH:
INDAH R. I. AMFOTIS
143111023

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA HUSADA MANDIRI
KUPANG
2015

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. PENGERTIAN
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan
hipoksia dan hiperkapnea serta sering berakhir dengan asidosis. (Weni Kristiyanasari,
2010)
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir sehingga bayi tidak dapat memasukan
oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. (Vivian Nanny
Lia Dewi, 2010)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. (Sarwono Prawirohardjo, 2007)
2. EPEDMIOLOGI
Asfiksia merupakan penyebab utama kematian pada neonatus
Di negara maju, asfiksia menyebabkan kematian neonatus 8-35%
Di daerah pedesaan Indonesia 31-56,5%
Insidensi asfiksia pada menit 1= 47/1000 lahir hidup dan pada menit 5=
15,7/1000 lahir hidup
3. ETIOLOGI
Penyebab secara umum disebabkan adanya gangguan pertukaran gas atau
pertukaran O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah
lahir. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan
pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu
dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk,
penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain. Pada
keadaan terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi
serta kekurangan pemberian zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi
plasenta.
Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan bersifat lebih mendadak dan
hampir selalu mengakibatkan anoksia atau hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia
bayi. Keadaan ini perlu dikenal, agar dapat dilakukan persiapan yang sempurna pada
saat bayi lahir. Faktor-faktor yang mendadak ini terdiri atas:
1. Faktor-faktor dari pihak janin seperti:
Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat.

Depresi pernapasan karena obat-obatan anestesia/analgetika yang diberikan


kepada ibu, perdarahan intrakranial, dan kelainan bawaan (hernia diafragmatika,
atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru-paru, dan lain-lain.)
2. Faktor-faktor dari pihak ibu, seperti:
Gangguan his, misalnya karena atenia uteri yang dapat menyebabkan hipertoni,
gangguan kontraksi uterus dan lain-lain.
Penyakit pembuluh darah ibu yang menggangu pertukaran gas janin, misalnya
hipertensi, hipotensi
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
3. Faktor plasenta
Plasenta tipis
Plasenta kecil
Plasenta tak menempel
Solution plasenta
Plasenta previa
Dll
4. Faktor persalinan
Partus lama
(Weni Kristiyanasari, 2010 & Sarwono Prawirohardjo, 2007 )
4. PATOFISIOLOGI
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO 2 dan asidosis. Bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang
cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernapasan akan
berhenti, denyut jantung menurun. Frekuensi jangtung mungkin sedikit meningkat
pada saat bayi bernafas terengah-engah, tetapi bersamaan dengan menurun dan
berhentinya nafas terengah-engah bayi, frekuensi jantung terus berkurang. Keadaan
asam basa semakin memburuk, metabolisme selular gagal, dan jantung pun berhenti.
Keadaan ini akan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Selama periode ini tekanan
darah meningkat bersama dengan pelepasan katekolamin dan zat kimia stres lainnya.
Tonus neuromuskulor berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode
apnea yang dikenal dengan apnea primer. Biasanya pemberian perangsangan dan
oksigen selama periode apnea primer dapat merangsang terjadinya pernafasan
spontan.
Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan megap-megap
yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun
dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai

bayi memasuki periode apnea yang disebut apnea sekunder. Selama apnea sekunder
ini, denyut jantung, tekanan darah, dan kadar oksigen di dalam darah (PaO 2) terus
menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukan upaya pernafasan secara sopntan. Kematian akan terjadi kecuali apabila
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera.
5. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
6. MANIFESTASI KLINIS
Hipoksia
Hipokarbia
Asidosis metabolik atau respiratorik
Pernapasan cuping hidung
Pernafasan cepat/ megap-megap
Perubahan kedalaman pernafasan
Pernafasan menjadi lambat sampai apnea
Nadi cepat sampai lambat
Tonus otot yang menurun
Kelemahan
Bayi tidak memberikan reaksi saat rangsangan diberikan (penurunan kesadaran)

Sianosis
Nilai apgar kurang dari 6
Untuk menentukan tingkat asfiksia, apakah bayi mengalami asfiksia berat, sedang
atau ringan, normal dapat dipakai penilaian apgar.
Tabel Apgar Skor
Tanda

Frekuensi jantung Tidak ada

Usaha nafas

Tidak ada

Kurang dari

Lebih dari

100/menit

100/menit

Lambat tidak

Menangis kuat

teratur
Tonus otot

Lumpuh

Ekstremitas fleksi

Gerakan aktif

Reflek

Tidak ada

Gerakan sedikit

Gerakan
kuat/melawan

Warna

Biru/pucat

Tubuh

Seluruh tubuh

kemerahan,

kemerahan

ekstremitas biru
Keterangan :
A = Appearance (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P = Pulse (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau
palpasi denyut jantung dengan jari.
G = Grimace (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki
bayi dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya
ketika lender pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari
mulut dan tenggorokannya dihisap.
A = Activity. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan
tangannya atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua
tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.
R = Respiration (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan
pernapasannya.

Apabila nilai apgar:


7-10 : Bayi mengalami asfiksia ringan atau dikatakan bayi dalam keadaan
normal
4-6 : Bayi mengalami asfiksia sedang
0-3 : Bayi mengalami asfiksia berat
(Weni Kristiyanasari, 2010)
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN HASIL
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia
janin. Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya
tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan/menit, selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai di bawah 100 kali permenit di luar his, dan lebihlebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik
elektrokardigraf janin digunakan untuk terus-menerus menghadapi keadaan denyut
jantung dalam persalinan.
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus
diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh (sampel) darah janin.
Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila
pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat
janin mungkin disertai asfiksia. (Prawirohardjo, 2007)
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis
adanya asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
1. Analisa gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah

4. Berat bayi
5. USG ( Kepala )
6. Penilaian APGAR score
7. Pemeriksaan EGC dan CT- Scan

8. PENATALAKSANAAN
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang
mungkin muncul.
Untuk mendapatkan hasil yang sempurna dalam resusitasi, prinsip dasar yang perlu
diingat ialah:
Menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi dan mengusahakan tetap bebasnya

jalan nafas
Memberikan bantuan pernafasan secara aktif kepada bayi dengan usaha pernafasa

buatan
Memperbaiki asidosis yang terjadi
Menjaga agar peredarah darah tetap baik.
Tindakan yang dilakukan pada bayi dapat dibagai dalam dua golongan:
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
Membungkus bayi dengan kain hangat
Badan bayi harus dalam keadaan kering
Jangan memandikan bayi dengan air dingin. Gunakan minyak atau
baby oil untuk membersihkan tubuhnya.
Kepala bayi ditutup dengan baik atau topi kepala terbuat dari plastik.
b. Pembersihan jalan nafas
Membersihkan jalan nafas dengan penghisap lendir dan kasa steril.
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
Rangsangan taktil dengan cara menepuk kaki, mengelus-ngelus dada,

perut atau punggung.


Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi
mouth to mouth.

2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki
ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan, cara terbaik dengan
intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfiksia
berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonat natrium 24 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB.

Kedua obat ini disuntikan kedalam intra vena perlahan melalui vena
umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit
banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul
setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak
didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase
jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini
diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu
ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan
ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan
oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi
b. Asfiksia ringan sampai sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 3060 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera
dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran
1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian
dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai
gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil
diperhatikan

gerakan

dinding

toraks

dan

abdomen.

Bila

bayi

memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti


gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2
menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak
langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker.
Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu
dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan
perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan
dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi
penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi
endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonat natrium dan glukosa
dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan
pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
Adapun tindakan lain yang dapat dilakukan yaitu:
a. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptik.

b. Apabila nilai apgar pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan perawatan
selanjutnya:
Membersihkan badan bayi
Perawatan tali pusat
Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat
Melaksanan antropemetri dan pengkajian kesehatan
Memasang pakaina bayi
Memasang peneng (tanda pengenal bayi)
c. Apabila nilai apgar pada menit kelima belum mencapai normal, persiapkan
bayi untuk dirujuk ke rumah sakit. Beri penjelasan kepada keluarga alasan
dirujuk ke rumah sakit.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Anamnesa
1. Identitas
Identitas anak
Nama
:
Tempat tgl lahir/usia
:
Jenis kelamin
:
Aga ma
:
Alamat
:

Identitas orang tua (ayah dan ibu)

Nama lengkap

Umur

Jenis kelamin

Alamat

Pekerjaan

Agama

Status

2. Riwayat sakit dan kesehatan

Keluhan utama
Bayi mengalami pernafasan megap-megap.

Riwayat kesehatan sekarang


Klien mengalami hipoksia, hipokarbia, asidosis metabolik atau respiratorik,
pernapasan cuping hidung, pernafasan cepat/ megap-megap, perubahan
kedalaman pernafasan, pernafasan menjadi lambat sampai apnea, nadi cepat
sampai lambat, tonus otot yang menurun, kelemahan, bayi tidak memberikan
reaksi saat rangsangan diberikan (penurunan kesadaran), sianosis, dan nilai
apgar kurang dari 6.

Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kehamilan
Klien mengalami Gangguan his, misalnya karena atenia uteri yang dapat
menyebabkan hipertoni, gangguan kontraksi uterus dan lain-lain. Penyakit
pembuluh darah ibu yang menggangu pertukaran gas janin, misalnya
hipertensi, hipotensi. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun. Pada janin adanya Gangguan pada aliran darah dalam tali pusat
karena tekanan tali pusat. Depresi pernapasan karena obat-obatan
anestesia/analgetika yang diberikan kepada ibu, perdarahan intrakranial,
dan kelainan bawaan (hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan,
hipoplasia paru-paru, dan lain-lain). pada riwayat kehamilan juga terdapat
gangguan pada plasenta, seperti, Plasenta tipis, Plasenta kecil, Plasenta tak
menempel, Solution plasenta, Plasenta previa. Hal lain yang dapat dikaji
mencakup :

Tempat periksa

Frekuensi periksa kehamilan

Riwayat persalinan
Riwayat persalinan, meliputi awitannya, lamanya dan komplikasi. Pada
bayi dengan asfiksia pada riwayat persalinannya pernah mengalami
persalinan atau partus lama.

b. Pemeriksaan fisik
1. Penampilan umum
a. Postur
b. Kondisi kulit
Bayi mengalami sianosis, pucat.
c. Usaha bernapas
Pada awal asfiksia bayi mengalami nafas cepat atau megap-megap, dan pada
keadaan lanjut upaya nafas mulai tidak ada, diikuti oleh perubahan kedalaman
pernafasan sampai apnea.

2. Tanda tanda vital dan pengkajian antropometrik


a. Frekuensi pernapasan.
Pada awal bayi mengalami takipnea sampai akhirnya bradipnea
b. Denyut jantung.
Denyut jantung pada awal asfiksia yaitu takikardi, namun seiring dengan
menurun dan berhentinya nafas cepat, frekuensi jantung juga menurun
(bradikardi)
c. Suhu.
Tidak ditemukan masalah
d. Ukuran.

Berat badan.

Panjang badan.

Lingkar kepala.

Lingkar dada.

e. Tekanan darah.
Pada apnea primer tekanan darah mengalami peningkatan, sedangkan saat
memasuki apnea sekunder tekanan darah menurun seiring dengna menurunnya
frekuensi jantung.
3. Pemeriksaan fisik (head to toe)
a. Kepala dan muka
Tidak ditemukan masalah
b. Ubun ubun
Tidak ditemukan masalah
c. Mata
Bisa ditemukan pada bayi yang memilki kelainan kongenital yang
menyebabkan adanya asfiksia neonatorum.
d. Hidung dan mulut

Terjadi pernafasan cuping hidung

e. Telinga dan leher


Tidak ditemukan masalah

f. Dada
Bentuk dada
: Tidak simetris
Gerakan dada : Dada dan abdomen tidak bergerak secara bersamaan,
Ekspansi dada berkurang
Suara napas melemah

Bunyi napas dapat menunjukkan ronki basah dan ronki kering.

g. Abdomen
Tidak ditemukan masalah
h. Genitalia (perempuan)
Tidak ditemukan masalah
i. Genitalia (laki laki )
Tidak ditemukan masalah
j. Punggung dan bokong
Tidak ditemukan masalah
k. Ekstremitas bagian atas

Tonus otot lemah bahkan tidak ada.

Bayi tampak lemas.

l. Ekstremitas bagian bawah

Tonus otot lemah bahkan tidak ada.

Bayi tampak lemas.

4. Pengkajian pemeriksaan neurologis (refleks pada bayi baru lahir)


Bayi dengan asfiksia neonatorum, pada tahap apnea sekunder dapat ditemukan

bayi tidak lagi bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.


c. ADL
Nutrisi
Aktivitas/isitrahat

:: Tonus otot bayi yang melemah dan penurunan kesadaran yang

terjadi membuat bayi tidak berefleks terhadap rangsangan yang diberikan.


Eliminasi
:Hygine
:-

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi, yang ditandai dengan Nafas lambat,
perubahan kedalaman pernafasan, bradikardi, pernafasan cuping hidung, apnea,
ekspansi dada berkurang
b. Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi-perfusi, yang ditandai dengan Perubahan
kedalaman pernafasan, sianosis, penurunan oksigen dan peningkatan karbondioksida,
pernafasan cuping hidung, bradipnea,

c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi mukus, yang ditandai
dengan adanya suara nafas tambahan, sianosis, bradipnea
d. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d gangguan aliran darah sekunder akibat:

adanya aliran invasif, yang ditandai dengan Sianosis, bradipnea, CRT > 3 dtk.
e. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan suplai O 2 ke jaringan otak, yang
ditandai dengan penurunan kesadaran, bradipnea, bradikardi.
f. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung, yang ditandai dengan

bradiakrdi, tekanan darah menurun, sianosis, nafas lambat


g. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,

yang ditandai dengan Bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan, lemah, Tonus otot
lemah bahkan hampir tidak ada
h. Ansietas (orang tua) b.d ancaman kematian, yang ditandai dengan perasaan takut
dan gelisah.

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
a. Pola nafas tidak efektif b.d sindrom hipoventilasi
Goal
: Klien akan terbebas dari ketidakefektifan pola nafas selama dalam
perawatan
Objective : Klien akan terbebas dari sindrom hipventilasi
Outcomes : Dalam waktu 1 x 30 menit:
Nafas meningkat (Normal:30 60 x/menit),
Kedalaman pernafasan klien normal,
Frekuensi nadi meningkat (Normal: 120-160x/menit)
Tidak melakukan pernafasan cuping hidung,
Tidak mengalami apnea
Ekspansi dada meningkat

intervensi
Kaji frekwensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
R/: Kecepatan biasanya meningkat apabila terjadi peningkatan kerja nafas
Catat upaya pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu pernafasan
R/: Penggunaan otot bantu pernafasan sebagai akibat dari penigkatan kerja nafas
Auskulatasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti mengi, krekels,dll
R/: Bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan nafas obstruksi dan adanya bunyi

nafas ronki dan mengi menandakan adanya kegagalan pernafasan


Tinggikan kepala bayi dan bantu mengubah posisi
R/: Untuk memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
Berikan oksigen tambahan
R/: Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas

b. Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi-perfusi


Goal
: Klien akan terbebas dari gangguan pertukaran gas
Objective
: Ventilasi-perfusi klien kembali normal
Outcomes : Dalam waktu 1 x 30 menit:
Kedalaman pernafasan normal,
Sianosis berkurang,
Kadar oksigen sedikit meningkat dan karbon dioksida sedikit menurun,
Tidak melakukan pernafasan cuping hidung,
Frekuensi pernafasan meningkat (Normal: 30 60 x/menit)
Intervensi
Kaji tanda vital pernafasan, nadi, tekanan darah.
R/: Sebagai indicator adanya gangguan dlm system pernafasan
Kaji frekwensi, kedalaman pernafasan dan tanda-tanda sianosis setiap 2 jam.
R/ Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan adan/atau kronisnya
proses penyakit. Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral
(terlihat sekitar bibir dan atau telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Dorong pengeluaran sputum, pengisapan (suction) bila diindikasikan.
R/: Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan nafas kecil, pengisapan dibutuhkan bila batuk tidak
efektif.
Lakukan palpasi fokal fremitus.
R/:Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak.
Observasi tingkat kesadaran, selidiki adanya perubahan
R/: Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia, GDA
memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang
berhubungan dengan hipoksemia.
Kolaborasi dengan tim medis pemberian O2 sesuai dengan indikasi.
R/: Dapat memperbaiki /mencegah memburuknya hipoksia.

c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi mukus


Goal
: Klien akan terbebas dari ketidakfektifan bersihan jalan nafas selama

dalam perawatan
Objective
: Klien akan mengalami penuruna produksi mukus
Outcomes : Dalam waktu 1 x 30 menit:
Suara nafas tambahan berkurang,
Sianosis berkurang,
Frekuensi nafas meningkat (Normal 30 60 x/menit)
Intervensi
Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
R/: oral suction membantu membersihkan lendir
Bersihkan jalan nafas dengan suction delee.
R/: Membersihakna lendir yang menghalangi jalan nafas
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction.
R/: suara nafas mengindikasikan masih ada atau tidaknya lendir pada jalan
nafas. Suara nafas tambahan mengindikasikan masih adanya sekret di jalan
nafas.
Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan
sesudah suction.
R/: saat suction dilakukan, pengeluaran oksigen juga terjadi, sehingga kadar
oksigen tetap harus dipantau agar bayi tidak megalami kekurangan oksigen yang
lebih parah.

d.

Gangguan perfusi jaringan perifer b.d gangguan aliran darah sekunder akibat:
adanya aliran invasif
Goal
: Klien akan terbebas dari gangguan perfusi jaringan perifer selama
dalam perawatan
Objective
: Klien akan mengaami perbaikan gangguan aliran darah sekunder
akibat adanya aliran invasif
Outcomes : Selama 1 x 60 menit perawatan:

Sianosis berkurang
Frekuensi pernafasan meningkat (Normal: 30 60 x/menit)
CRT normal (< 3 detik)

Intervensi
Kaji status mental klien secara teratur.
R/:Mengetahui derajat hipoksia
Catat adanya penurunan kesadaran
R/:Penurunan kesadaran merupakan manifestasi penurunan suplai darah dan

oksigen kejaringan perifer yang parah


Selidiki takipnea, sianosis, pucat, kulit lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
R/:Suplai darah perifer diakibatkan oleh penurunan curah jantung yang

dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit, penurunan nadi


Berikan oksigen
R/:Dapat memperbaiki /mencegah memburuknya hipoksia pada otak

e. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan suplai O2 ke jaringan otak


Goal
: Klien akan terbebas dari gangguan perfusi serebral selama dalam perawatan
Objective
: Klien akan mengalami peningkatan supali O2 ke jaringan otak
Outcomes
: Selama 1 x 30 menit perawatan
Klien tidak mengalami penurunan kesadaran
Frekuensi nafas meningkat (Normal: 30 60 x/menit)
Frekuensi nadi meningkat (Normal: 120-160x/menit)

Intervensi
Kaji status mental klien secara teratur
R/:Mengetahui derajat hipoksia
Catat adanya penurunan kesadaran
R/: Penurunan keadaran merupakan manifestasi penurunan suplai darah dan
oksigen kejaringan otak yang parah
Pantau tanda-tanda vital
R/: Sebagai dasar untuk mengetahui adanya penurunan oksigen kejaringan otak
Berikan oksigen sesuai indikasi
R/: Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi cerebral dan
tekanan meningkat / terbentuknya edema.

f. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung


Goal
: Curah jantung klien akan normal selama dalam perawatan
Objective : Frekuensi jantung klien kembali normal
Outcomes : Dalam waktu 1 x 60 menit perawatan,
Frekuensi pernafasan meningkat (Normal: 30-60 x/menit)
Tekanan darah meningkat ( Normal: 50/25 mmHg- 52/30 mmHg)
Frekuensi nadi meningkat (Normal: 120-160x/menit)
Sianosis berkurang
Intervensi
Pantau frekwensi/ irama jantung
R/: Takikardi dapat terjadi saat jantung berupaya untuk meningkatkan
curahnya berespon pada demam, hipoksia

Auskultasi bunyi jantung


R/: Memberikan deteksi dini dan terjadinya komplikasi mis, Gagal jantung
Dorong tirah baring dalam posisi semi fowler
R/: Menurunkan beban kerja jantung, memaksimalkan curah jantung
Berikan oksigen suplemen
R/: Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk fungsi miokard

g. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,


Goal
Objective

: Klien terbebas dari intoleransi aktivitas selama dalam perawatan


: Klien akan mengalami keseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen
Outcomes : Dalam waktu 1 x 24 jam perawatan,
Bayi mulai menunjukan respon terhadap rangsangan,
Kelemahan berkurang,
Tonus otot meningkat
Intervensi:
Kaji tanda-tanda vital, misalnya: TD, nadi, pernafasan.
R/: Dapat digunakan sebagai dasar/ petunjuk terjadinya intoleransi
Kaji presipitator/ penyebab terjadinya kelemahan
R/: Biasanya kelemahan terjadi akibat ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan
Berikan posisi yang nyaman bagi bayi
R/: Untuk meningkatkan sirkulasi pada bayi
Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi
R/: Untuk meningkatkan suplai oksigen dan menurunkan kerja nafas.
h. Ansietas (orang tua) b.d ancaman kematian, yang ditandai dengan perasaan takut
dan gelisah.
Goal
: Orang tua klien akan terbebas dari ansietas selama dalam perawatan
Obejctive : Klien akan terbebas dari ancaman kematian
Outcomes : Dalam waktu 1 x 30 menit, orang tua klien:
Mengalami pengurangan rasa takut
Mengalami pengurangan rasa gelisah
intervensi
Beri kesempatan orang tua klien untuk mengungkapkan perasaannya.
R/: Ungkapan perasaan dapat membantu mengurangi beban pikiran, juga agar
perawat dapat mengidentifikasi kecemasan orang tua klien sehingga dapat
melakukan intervensi selanjutnya.
Jelaskan pada orang tua tentang keadaan anak-nya saat ini.
R/: Agar orang tua dapat mengetahui dan memahami keadaan anaknya.
Health education pada orang tua klien tentang penyakit asfiksia

R/: Agar orang tua klien mengerti tentang penyakit asfiksia dan dapat
melakukan tindakan antisipasi/ pencegahan terhadap penyakit asfiksia
khususnya pada saat kehamilan berikutnya.
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tindakan

keperawatan

dilakukan

dengan

mengacu

pada

rencana

tindakan/intervensi keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat.


5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan
telah teratasi, tidak teratasi, atau teratasi sebagian dengan mengacu pada criteria hasil.
6. PENDIDIKAN PASIEN
a. Mengajarkan orang tua/ibu cara:
Membersihkan jalan nafas
Pemberian ASI (meneteki) yang baik
Perawatan tali pusat
Memandikan bayi
Mengobservasi keadaan pernapasan bayi
b. Menjelaskan pentingnya:
Pemberian ASI sedini mungkin sampai usia 2 tahun
Makanan bergizi bagi ibu
Makanan tambahan buat bayi diatas usia 4 bulan
Mengikuti progran KB segera mungkin

DAFTAR PUSTAKA

Nanny,vivian, 2010, Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita, Jakarta : Salemba Madika

Stright, barbara, 2005, Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir, Jakarta: EGC


Prawirohardjo, sarwono, 2007, Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawtan, Edisi.3, Jakarta: EGC

You might also like