You are on page 1of 31

PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

PROYEKSI JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH BESAR PADA DINDING


DADA:
Pada umumnya jantung diperiksa pada dinding depan dada. Sebagian besar dari
permukaan depan jantung disusun oleh ventrikel kanan. Ventrikel ini bersama dengan
arteria pulmonalis merupakan suatu bentuk baji yang terletak di belakang dan di sebelah
kiri strenum. Batas bawah ventrikel kanan terletak setinggi perbatasan antara sternum
dengan processus xiphoideus. Kemudian ventrikel kanan ini menyempit ke atas dan
bersatu dengan arteria pulmonalis pada daerah cartilago costa ke-3 kiri di dekat sternum
(Gambar 28).

Gambar 28. Proyeksi jantung pada dinding dada


Sumber: Toraks Examination
Ventrikel kiri, yang hanya menyusun sebagian kecil dari permukaan depan
jantung, terletak di sebelah kiri dan di belakang ventrikel kanan. Walaupun demikian
ventrikel kiri ini penting secara klinis, karena merupakan batas kiri jantung dan
menentukan ictus cordis.
Ictus cordis ini adalah suatu denyutan sistolik sekilas yang biasanya ditemukan
pada spatium interkosta ke-5; 7-9 cm dari linea midsternalis Gambar 28).
Batas kanan jantung disusun oleh atrium kanan. Atrium kiri terletak di belakang,
dan tidak dapat diperiksa secara langsung. Walaupun demikian, sebagian kecil dari
atrium ini membentuk sebagian dari batas kiri jantung dengan arteria pulmonalis dan
ventrikel kiri.
Di atas jantung terdapat pembuluh darah besar. Arteria pulmonalis, bercabang
menjadi cabang kanan dan kiri. Aorta, melengkung ke atas dari ventrikel kiri di daerah
angulus sternalis, kemudian melengkung ke belakang dan ke bawah. Di sebelah kanan,
vena cava superior masuk ke atrium kanan. (Gambar 29).

Gambar 29. Proyeksi pembuluh darah besar pada dinding


dada
Sumber: Toraks Examination
Walaupun tidak digambarkan di atas, vena cava inferior juga masuk ke atrium
kanan. Vena cava superior dan inferior membawa darah venous dari bagian tubuh atas
dan bawah.
Empat daerah auskultasi klasik sesuai dengan titik-titik pada prekordium di
mana kejadian-kejadian yang berasal dari tiap katup jantung dapat didengar paling jelas.
Daerah-daerah ini tidak perlu berkaitan dengan posisi anatomis katup tersebut, dan juga
semua bunyi yang terdengar di daerah ini tidak langsung dihasilkan oleh katup yang
menamai daerah itu. Daerah-daerah ini adalah sebagai berikut:
Aorta
Sela iga kedua, tepi sternum kanan (spatium intercostalis 2 linea
parasternalis dextra)
Pulmonal Sela iga kedua, tepi sternum kanan (spatium intercostalis 2 linea
parasternalis sinistra)
Trikuspid Tepi sternum bawah kiri
Mitral
Apeks jantung (spatium intercostalis 5 linea midclavicularis
sinistra)

Gambar 30. Area auskultasi katup jantung


Sumber: Bickley L.S. dan Szilagyi P.G. Bates Guide
to Physical Examination and History Taking. 9th
edition. Lippicott Williams & Wilkins. 2007

INSPEKSI
Inspeksi jantung berarti mencari tanda-tanda yang mengungkapan keadaan
jantung pada permukaan dada dengan cara melihat / mengamati. Tanda-tanda itu adalah
(1) bentuk prekordium (2) Denyut pada apeks jantung (3) Denyut nadi pada dada (4)
Denyut vena.
Bentuk prekordium
Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris. Prekordium yang cekung
dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau atelektasis paru, scoliosis atau
kifoskoliosis dan akibat penekanan oleh benda yang seringkali disandarkan pada dada
dalam melakukan pekerjaan( pemahat tukang kayu dsb). Prekordium yang gembung
dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru,
tumor mediastinum dan scoliosis atau kifoskoliosis.
Penyakit jantung yang menimbulkan penggembungan setempat pada prekordium
adalah penyakit jantung bawaan ( Tetralogi Fallot ), penyakit katup mitral atau
aneurisma aorta yang berangsur menjadi besar serta aneurisma ventrikel sebagai
kelanjutan infark kordis.
Denyut apeks jantung (ictus cordis)
Tempat ictus cordis belum tentu dapat dilihat terutama pada orang gemuk.
Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus terlihat
didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea midclavicularis sinistra.
Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV, pada wanita hamil atau yang
perutnya buncit ictus cordis dapat bergeser ke samping kiri. Tempat ictus cordis sangat
tergantnug pada :
a. Sikap badan
Pada sikap berbaring menghadap ke kiri iktus akan terdapat dekat linea axillaries
anterior. Pada sikap berbaring dengan menghadap ke kanan iktus terdapat dekat

tepi sternum kiri. Pada sikap berdiri, iktus akan lebih rendah dan lebih ke dalam
dari pada posisi berbaring.
b. Letak diafragma.
Pada inspirasi yang dalam, maka letak iktus lebih ke bawah dan pindah ke medial
1 1,5 cm. Pada wanita hamil trimester III, dimana diafragma terdesak ke atas,
maka iktus akan lebih tinggi letaknya, bisa pada ruang interkostal III atau bahkan
II, serta agak di luar linea midklavikularis.Pada ascites juga akan dijumpai keadaan
seperti tersebut di atas,
Kadang-kadang iktus dapat ditentukan dengan melihat papilla mammae, tapi
seringkali hal ini tidak dapat dijadikan patokan karena letak papilla mammae terutama
pada wanita sangat variable. Ictus sangat menentukan batas jantung kiri. Maka jika
didapatkan iktus terdapat pada perpotongan antara spatium interkostale V kiri dengan
linea midklavikularis, berarti besar jantung normal. Jika iktus terdapat di luar linea
midklavikularis, maka menunjukan suatu hal tidak normal, yang dapat disebabkan oleh
pembesaran jantung kiri atau jika besar jantung adalah normal, maka perpindahan itu
disebabkan oleh penimbunan cairan dalam kavum pleura kiri atau adanya schwarte
pleura kanan.
Jika iktus terdapat lebih medial (lebih kanan) dari normal, hal ini juga patologis,
dapat terjadi karena penimbunan cairan pleura kiri atau adanya schwarte pleura kanan.
Sifat iktus :
a. Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya lokal.
Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.
b. Iktus hanya terjadi selama systole.Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita
adakan juga palpasi pada a. carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang
yang asalnya dari systole.
Denyutan nadi pada dada.
Bagian prekordium di samping sternum dapat bergerak naik-turun seirama
dengan diastolic dan sistolik.Tanda ini terdapat pada ventrikel kanan yang
membesar.Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya
kelainan pada aorta.Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang
interkostal II kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri
menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.
Denyutan vena
Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan.Vena
yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna.

PALPASI

Gambar 31.a. Palpasi ictus


dengan permukaan tangan

cordis Gambar 31.b. Palpasi ictus cordis dengan


ujung jari

Sumber: Bickley L.S. dan Szilagyi P.G. Bates Guide to Physical Examination and History Taking. 9th edition.
Lippicott Williams & Wilkins. 2007

Palpasi dapat menguatkan hasil yang didapat dari inspeksi. Denyutan yang tidak
tampak, dapat ditemukan dengan palpasi. Palpasi pada prekordiun harus dilakukan
dengan telapak tangan dahulu, baru kemudian memakai ujung ujung jari. Palpasi mulamula harus dilakukan dengan menekan secara ringan dan kemudian dengan tekanan
yang keras. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien, sedang pasien dalam sikap
duduk dan kemudian berbaring terlentang. Telapak tangan pemeriksa diletakkan pada
prekordium dengan ujung-ujung jari menuju ke samping kiri toraks. Hal ini dilakukan
untuk memeriksa denyutan apeks. Setelah itu tangan kanan pemeriksa menekan lebih
keras untuk menilai kekuatan denyutan apeks. Jika denyut apeks sudah ditemukan
dengan palpasi menggunakan telapak tangan, kita palpasi denyut apeks dengan memakai
ujung-ujung jari telunjuk dan tengah.
Dengan mempergunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan, tergantung rasa
sensitivitasnya, meraba area-area apex, tricuspidal, pulmonal, dan aorta. Yang diperiksa
adalah:
- Pulsasi dengan menentukan lokasi, diameter, amplitude dan durasi.
- thrill yaitu getaran yang terasa pada tangan pemeriksa tadi. Hal ini dapat
teraba karena adanya bising yang minimal derajat 3. Dibedakan thrill sistolik
atau thrill diastolik tergantung di fase mana berada.
- Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan kita. Hal ini karena
overload ventrikel kiri, misal pada insufisiensi mitral.
- Lift yaitu rasa dorongan terhadap tangan pemeriksa. Hal ini karena adanya
peningkatan tekanan di ventrikel, misal pada stenosis mitral.
- Ictus cordis yaitu pulsasi di apex. Diukur berapa cm diameternya, dimana
normalnya adalah 2 cm dan ditentukan lokasinya yang biasanya terletak pada
2 jari medial dari garis midclavicula kiri.
Denyutan, getaran dan tarikan dapat diteliti dengan jalan palpasi baik ringan maupun
berat. Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan iktus cordis
Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai kuat
angkat atau tidak. Kadang-kadang kita tidak dapat melihat, tetapi dapat meraba iktus.

Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke
medial (2 cm) dari linea midklavikularis.kiri. Apabila denyut iktus tidak dapat
dipalpasi, bisa diakibatkan karena dinding toraks yang tebal misalnya pada orang
gemuk atau adanya emfisema, tergantung pada hasil pemeriksaan inspeksi dan
perkusi.
Denyut iktus cordis sangat kuat kalau pengeluaran darah dari jantung (output)
besar. Dalam keadaan itu denyut apeks memukul pada telapak tangan atau jari yang
melakukan palpasi. Hal ini dapat terjadi pada insufisiensi aorta dan insufisiensi
mitralis. Pada keadaan hipertensi dan stenosis aorta denyutan apeks juga kuat, akan
tetapi tidak begitu kuat, kecuali jika ventrikel kiri sudah melebar (dilatasi) dan mulai
timbul keadaan decomp cordis.
Denyutan yang memukul pada daerah sebelah kiri sternum menandakan keadaan
abnormal yaitu ventrikel kanan yang hipertrofi dan melebar.Hal ini dapat terjadi
pada septum atrium yang berlubang, mungkin juga pada stenosis pulmonalis atau
hipertensi pulmonalis. Denyutan yang memukul akibat kelainan pada ventrikel kiri
atau ventrikel kanan dapat juga teraba di seluruh permukaan prekordium. Hal ini
terjadi apabila penjalaran denyutan menjadi sangat kuat karena jantung berada dekat
sekali pada dada.Namun, harus tetap ditentukan satu tempat dimana denyutan itu
teraba paling keras.
Dalam keadaan normal, pulsasi ictus cordis adalah yang paling mencolok dan
kuat. Pada kondisi patologik dapat ditemukan adanya pulsasi yang lebih mencolok
dibandingkan dengan pulsasi apeks, seperti pembesaran ventrikel kanan, dilatasi
arteri pulmonalis dan aneurisma aorta. Jika saat pemeriksaan dalam posisi supine,
kita tidak dapat mengidentifikasi ictus cordis mintalah pasien untuk miring ke arah
kiri ( lef lateral decubitus ). Jika tetap tidak bisa mintalah pasien untuk ekspirasi
maksimal dan menahan nafas selama beberapa waktu. Saat sudah menemukan ictus
cordis, lakukan penilaian dan pengamatan pada beberapa karakteristik, yaitu lokasi,
diameter, amplitude dan durasi. Penentuan lokasi dilakukan dengan cara pasien
berada dalam posisi terlentang. Pada posisi miring ke samping kiri, ictus cordis
dapat bergeser kea rah kiri. Ictus kordis berada pada SIC 4 atau 5 linea midclavicula
sinistra. Namun penentuan ini kurang akurat karena perbedaan estimasi dari setiap
pemeriksa atau klinisi mengenai titik tengah dari clavicula. Sehingga dapat
digunakan cara lain yaitu dengan menarik garis horizontal beberapa centimeter dari
linea midsternal. Diameter dari ictus kordis tidak lebih dari 2,5 cm. Diameter dapat
ditemukan lebih lebar pada posisi left lateral decubitus. Amplitudo ictus cordis
biasanya kecil dan terasa cepat Pada usia muda terkadang terjadi peningkatan
amplitudo terutama setelah berolahraga dan hal ini adalah suatu kondisi fisiologis.
Meningkatnya amplitudo menggambarkan kondisi patologis seperti hipertiroid,
anemia berat, peningkatan tekanan pada ventrikel kiri seperti stenosis aorta dan
overload volume seperti pada regurgitasi mitral. Dengan bertambahnya pengalaman
klinis kita dapat merasakan pulsasi dari icts cordis pada mayoritas pasien, namun
pada beberapa keadaan seperti obesitas, dinding dada yang tebal, diameter anteroposterior thoraks yang meningkat ictus cordis dapat tidak terdeteksi.

2. Pemeriksaan getaran / thrill


Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub bawaan atau
penyakit jantung congenital. Disini harus diperhatikan :
a. Lokalisasi dari getaran
b. Terjadinya getaran : saat systole atau diastole
c. Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut
melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir
lebih cepat.
d. Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising
jantung.
Contoh pada kelainan jantung bawaan VSD akan teraba getaran sistolik di
parasternal kiri bawah dan pada stenosis pulmonal akan teraba getaran sistolik di
parasternal kiri atas. Pada kelainan jantung didapat seperti stenosis mitral akan
teraba getaran distolik di apeks jantung dan pada stenosis aorta akan teraba getaran
sistolik di bagian basis jantung.
3. Pemeriksaan gerakan trachea.
Pada pemeriksaan jantung, trachea harus juga diperhatikan karena anatomi
trachea berhubungan dengan arkus aorta. Pada aneurisma aorta denyutan aorta
menjalar ke trachea dan denyutan ini dapat teraba. Cara pemeriksaannya adalah
sebagai berikut : Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan kedua jari telunjuknya
diletakkan pada trachea sedikit di bawah krikoid. Kemudian laring dan trachea
diangkat ke atas oleh kedua jari telunjuk itu. Jika ada aneurisma aorta maka tiap kali
jantung berdenyut terasa oleh kedua jari telunjuk itu bahwa trachea dan laring
tertarik ke bawah.

PERKUSI
Dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas jantung, pinggang jantung dan
contour jantung. Berdasarkan patogenesisnya bunyi ketokan yang terdengar dapat
bermacam-macam, dan harus bisa membedakan bunyi-bunyi hasil perkusi sebagai
berikut:
a. Sonor (resonant)
b. Hipersonor (hiperresonant)
c. Redup (dull)
d. Pekak (flat/stony dull)
e. Bunyi timpani

Gambar 32. Batas jantung


Sumber: Toraks Examination
Batas Jantung Kanan
Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavicula kanan. Jari-jari
tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga. Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik
tengah tadi, dari cranial ke arah caudal. Suara normal yang didapat adalah bunyi sonor
yang berasal dari paru. Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada
spatium intercostalis VI kanan. Bunyi redup ini adalah berasal dari batas antara paru dan
puncak hati. Puncak hati ini ditutupi oleh diafragma dan masih ada jaringan paru di atas
jaringan puncak hati itu, sehingga terdapat gabungan antara massa padat dan sedikit
udara dari paru. Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari ke arah cranial.
Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan jari-jarinya diposisikan
dengan arah jari tegak lurus terhadap iga. Kemudian dilakukan perkusi ke arah
medial untuk mencari perubahan suara dari sonor ke redup yang merupakan batas relatif
kanan jantung dan normal adalah pada garis sternal kanan. Dari titik batas ini
selanjutnya dilakukan perkusi sampai mendapat suara pekak yang merupakan batas
absolut jantung kanan, biasanya pada linea midsternalis. Batas bawah kanan jantung
adalah di sekitar ruang intercostal III-IV dextra, di line parasternalis dextra. Sedangkan
batas atasnya di ruang intercostal II dextra linea parasternalis dextra.
Batas Jantung Kiri
Mula-mula ditentukan linea axilla anterior kiri. Bila terdapat pembesaran jantung
ke kiri, perkusi dapat dimulai dari linea axilla medial. Kemudian jari tengah kiri
diletakkan pada titik teratas linea axilla anterior dengan arah jari sejajar dengan iga.
Perkusi dari cranial ke caudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke tympani
yang merupakan batas paru-lambung, biasanya pada spatium intercostalis VIII kiri.
Dari titik ini diukur dua jari kearah cranial. Dari titik yang baru ini dilakukan perkusi
lagi ke arah medial dengan posisi jari kiri tegak lurus terhadap iga, sampai timbul
perubahan suara dari sonor ke redup, yang merupakan batas relatif jantung kiri dan
biasanya terletak pada pada 2 jari medial linea midclavicular kiri. Perkusi diteruskan ke
medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke pekak yang merupakan batas

absolut jantung kiri. Pada keadaan emfisema paru, batas-batas jantung absolut akan
mengecil.
Seandainya pasien sudah makan yang banyak, bunyi timpani yang merupakan
batas paru lambung tidak muncul, maka dilakukan teknik pemeriksaan lain untuk
menentukan batas jantung kiri. Mula-mula dilakukan penentuan batas paru-hati lebih
dahulu seperti di atas, kemudian diukurkan 2 jari (atau kira-kira 4 cm) ke arah cranial.
Dari titik ini ditarik garis lurus sejajar iga, memotong garis axilla anterior kiri. Dari titik
ini dilakukan perkusi tegak lurus iga, ke arah medial untuk menentukan titik perubahan
bunyi sonor ke redup, yang merupakan batas jantung kiri. Batas jantung sebelah kiri
yang terletak di sebelah cranial ictus,pada ruang intercostal II letaknya lebih dekat ke
sternum daripada letak ictus cordis ke sternum, kurang lebih di linea parasternalis
sinistra. Tempat ini sering disebut dengan pinggang jantung. Sedangkan batas kiri atas
dari jantung adalah ruang intercostal II sinsitra di linea parasternalis kiri.
Batas Jantung Atas
Tentukan linea sternal kiri lebih dahulu. Dari titik teratas dilakukan perkusi
dengan arah sejajar iga ke arah caudal, sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke
redup. Normal adalah spatium intercostalis II kiri.
Pinggang Jantung
Ditentukan lebih dahulu linea parasternal kiri. Kemudian dilakukan perkusi ke
arah caudal mulai dari titik teratas linea tersebut, dengan posisi jari tengah sejajar iga.
Yang dicari adalah perubahan bunyi sonor-redup. Batas ini normal terletak pada spatium
intercostalis III kiri.
Bila titik batasnya misal pada spatium intercostalis II, berarti pinggang jantung
menghilang. Hal ini terjadi karena pembesaran atrium kiri, misalnya pada kasus mitral
vitium.
Kontur Jantung
Tujuannya untuk menggambar bentuk jantung, memastikan besarnya jantung dan
apakah masih ada pinggang jantung. Dimulai dari spatium intercostalis I kanan
dilakukan dari lateral ke medial dengan posisi jari tengah sejajar iga sampai terjadi
perubahan suara dari sonor ke redup. Kemudian dilakukan perkusi dari spatium
intercostalis II kanan dengan cara yang sama dan seterusnya sampai ke caudal. Titiktitik batas tadi ditentukan dan kemudian ditarik garis sehingga terdapat garis batas
jantung kanan. Begitu juga dilakukan pada sisi jantung kiri dengan cara yang sama.
Akhirnya didapatkan gambaran garis batas jantung kanan dan kiri dan juga terlihat
gambaran pinggang jantung.
AUSKULTASI
Dengan auskultasi akan didengarkan bunyi-bunyi dari jantung dan juga bising
jantung bila ada kelainan di jantung dengan menggunakan alat stetoskop. Investigator
pertama yang mempelajari bunyi jantung adalah Laennec.
Untuk mendapatkan hasil auskultasi yang baik, perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut: di dalam ruangan yang tenang, perhatian terfokus untuk mendengarkan bunyi
yang lemah, sinkronisasi nadi untuk menentukan bunyi jantung I dan seterusnya
menentukan fase sistolik dan diastolik serta menentukan bunyi-bunyi jantung dan bising
secara teliti.

Lokasi titik pemeriksaan auskultasi dapat dilihat pada gambar 30.


Tabel 5. Suara Jantung
Suara Jantung Panduan dalam Auskultasi
S1
Perhatikan intensitasnya dan ada-tidaknya splitting. Splitting normal
dapat dideteksi sepanjang batasi kiri bawah sternum.
S2
Perhatikan intensitasnya.
S2 Split
Dengarkan splitting suara ini di interkosta ke-2 dan ke-3 kiri.
Mintalah pasien untuk bernafas biasa, dan kemudian sedikit lebih
dalam dari normal. Apakah S2 terpisah menjadi dua komponen,
apakah split ini normal terjadi? Bila tidak, mintalah pasien untuk (1)
mengambil nafas sedikit lebih dalam, atau (2) duduk. Dengarkan lagi.
Dinding dada yang tebal dapat membuat komponen pulmonik S1
tidak terdengar.
Lebar split. Berapa lebar split yang terjadi? Split secara normal
cukup sempit.
Waktu split. Ketika siklus respirasi apakah Anda mendengar split?
Split normalnya terdengar pada akhir inspirasi.
Apakah split menghilang sebagaimana seharusnya, selama ekshalasi?
Bila tidak, dengarkan lagi dengan pasien duduk.
Intensitas A2 dan P2. Bandingkan intensitas kedua komponen, A2
dan P2. A2 biasanya lebih keras.

Gambar 33. S2 split saat ekspirasi


Sumber: Bickley L.S. dan Szilagyi P.G. Bates Guide to Physical Examination and History Taking. 9th edition.
Lippicott Williams & Wilkins. 2007

Untuk menafsirkan bunyi-bunyi jantung dengan cepat, pemeriksa harus dapat


menentukan waktu peristiwa-peristiwa dalam siklus jantung. Cara yang paling dapat
diandalkan untuk mengenali S1 dan S2 adalah menentukan waktu terjadinya bunyi itu
dengan mempalpasi arteri karotis (Gambar 34: Auskultasi jantung dan palpasi a.
Karotis). Sementara tangan kanan pemeriksa mengubah-ubah posisi stetoskop, tangan
kiri diletakkan pada arteri karotis pasien. Bunyi yang mendahului denyut karotis adalah
S1. S2 terdengar setelah denyut tersebut. Yang terpenting adalah Anda harus memakai
denyut karotis, bukan radial. Keterlambatan waktu dari S1 sampai denyut radial adalah
bermakna, sehingga akan terjadi kesalahan dalam penentuan waktu ini.
Empat daerah auskultasi klasik sesuai dengan titik-titik pada prekordium di
mana kejadian-kejadian yang berasal dari tiap katup jantung dapat didengar paling jelas.
Daerah-daerah ini tidak perlu berkaitan dengan posisi anatomis katup tersebut, dan juga
semua bunyi yang terdengar di daerah ini tidak langsung dihasilkan oleh katup yang
menamai daerah itu. Daerah-daerah ini adalah sebagai berikut:

Aorta

Sela iga kedua, tepi sternum kanan (spatium intercostalis 2 linea


parasternalis dextra)
Pulmonal Sela iga kedua, tepi sternum kanan (spatium intercostalis 2 linea
parasternalis sinistra)
Trikuspid Tepi sternum bawah kiri
Mitral
Apeks jantung (spatium intercostalis 5 linea midclavicularis
sinistra)

Gambar 34. Auskultasi jantung dan palpasi arteri


karotis
Sumber: Bickley L.S. dan Szilagyi P.G. Bates Guide to Physical
Examination and History Taking. 9th edition. Lippicott Williams &
Wilkins. 2007

Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II


Bunyi Jantung I
Terjadi karena getaran menutupnya katub atrioventrikularis, yang terjadi pada saat
kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole. Getaran yang terjadi tersebut akan
diproyeksikan pada dinding toraks yang kita dengar sebagai bunyi jantung I. Intensitas
dari BJ I tergantung dari :
- Kekuatan kontraksi bilik dimana ini tergantung dari kekuatan otot bilik.
- Kecepatan naiknya desakan bilik
- Letak katub A V pada waktu systole ventrikel
- Kondisi anatomis dari katub A V
Daerah auskultasi untuk BJ I :
1. Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.
2. Pada ruang interkostal IV V kiri. Pada tepi sternum : katub trikuspidalis terdengar
disini
3. Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum, merupakan tempat yang baik pula
untuk mendengar katub trikuspid.
Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:
- stenosis mitral
- interval PR (pada EKG) yang begitu pendek
- pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya [ada kerja
fisik, emosi, anemi, demam dll.

Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :


- shock hebat
- interval PR yang memanjang
- decompensasi hebat.

Gambar 1. Lokasi auskultasi


Bunyi jantung II
Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katub aorta dan a. pulmonalis pada
dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole. BJ II normal selalu lebih
lemah daripada BJ I. Pada anak-anak dan dewasa muda akan didengarkan BJ II
pulmonal lebih keras daripada BJ II aortal. Pada orang dewasa didapatkan BJ II aortal
lebih keras daripada BJ II pulmonal.
Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :
- hipertensi
- arterisklerosis aorta yang sangat.
Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :
- kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik kiri, stenosis
mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital.
BJ II menjadi kembar pada penutupan yang tidak bersama-sama dari katub aorta dan
pulmonal. terdengar jelas pada basis jantung.
BJ I dan II akan melemah pada :
- orang yang gemuk
- emfisema paru-paru
- perikarditis eksudatif
- penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung.
a. Bising jantung / cardiac murmur
Bising jantung lebih lama daripada bunyi jantung. Hal-hal yang harus diperhatikan
pada auskultasi bising adalah :
1. Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising systole), ataukah bising
terdapat antara BJ II dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah untuk
menentukan bising systole atau diastole ialah dengan membandingkan
terdengarnya bising dengan saat terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka
bising itu adalah bising systole.
2. Tentukan lokasi bising yang terkeras.
3. Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu dijalarkan ke
semua arah tetapi tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan bising yang
keras akan dijalarkan lebih dulu.
4. Perhatikan derajat intensitas bising tersebut.
Ada 6 derajat bising :

(1) Bising yang paling lemah yang dapat didengar.Bising ini hanya dapat
didengar dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-benar
merupakan suara bising.
(2) Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera.
(3) dan (4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai intensitas
diantara (2) dan (5).
(5)Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila stetoskop tidak
diletakkan pada dinding dada.
(6)Bising yang dapat didengar walaupun tak menggunakan stetoskop.
5. Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, bising yang
meniup, bising yang melagu.

Secara klinis, bising dapat dibagi menjadi :


1. Bising fisiologis.
Biasanya bising yang sistolik berupa bising yang fisiologis, dan jarang patologis.
Tetapi bising diastolic selalu merupakan hal yang patologis.
Sifat-sifat bising fisiologis adalah sbb :
a.
Biasanya bersifat meniup
b.
Tak pernah disertai getaran
c.
Biasanya tidak begitu kerasa tetapi lebih dari derajat II
d.
Pada auskultasi terdengar baik pada sikap terlentang dan pada
waktu ekspirasi
e.
Dapat diauskultasi paling baik di ruang interkostal II III kiri pada
tempat konus pulmonalis.
2. Bising patologis
Seperti sudah dijelaskan bahwa bising diastolik pasti patologis, sedang bising
sistolik bias fisiologis, bisa patologis.Bising sistolik yang terdapat pada apeks
biasanya patologis. Sifatnya meniup, intensitasnya tak tentu, lamanya juga tak
tentu.Keadaan-keadaan ini sering dijumpai bising sistolik pada apeks :
a. Insufisiensi mitralis organic missal pada cacat katub karena reuma.
b. Pembesaran hebat dari bilik kiri, sehingga annulus fibrosis relatif lebih besar
daripada valvula mitralis. Jadi disini ada insufisiensi mitral relatif. Hal ini
terdapat pada miodegenerasi dan hipertensi hebat.
c.Anemia dan hipertiroid atau demam.Bising disini terjadi karena darah megalir
lebih cepat.

d. Stenosis aorta.Disini akan dijumpai adanya bising sistolik pada aorta, yang
kemudian dihantarkan ke apeks jantung. Sehingga pada apeks akan
terdengar bunyi yang lebih lemah daripada aort

PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK


(Jantung )
N a m a :
No. Mhs.
:
PETUNJUK : Cara kerja dan semua hasil pemeriksaan dilaporkan dengan naratif

No

Aspek yang dinilai

Nilai
0

1.
2.
3.
4.
5.

Sebelum memeriksa pasien, cuci tangan dahulu dengan alkohol


sesuai prosedur.
Membina sambung rasa yang optimal dengan mengucapkan salam
pembuka (selamat pagi/siang/sore), memperkenalkan
diri dan menanyakan Identitas.
Meminta ijin memeriksa, menjelaskan apa yang akan dilakukan
pada pasien.dan mempersilahkan pasien untuk ke tempat
pemeriksaan
Meminta pasien untuk membuka baju, berusaha membuat pasien
siap diperiksa (santai) dengan mengajak berkomunikasi.
(Ucapkan: Maaf, sebut Nama, terima kasih)
*Pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien(critical point)
INSPEKSI DADA:

6.

Meminta pasien untuk berbaring terlentang dan membuka baju


daerah dada sd pusar untuk pasien pria.(Pasien Wanita
dengan perlakuan khusus/ payudara tetap tertutup bra)
Melakukan inspeksi dada pasien dari sisi kanan pasien.
(bentuk dada, mencari ictus cordis)
PALPASI DADA:

7.

Letakkan ke 2 telapak tangan pada sisi kanan dan kiri dinding dada
pasien untuk membandingkan pergerakan dinding dada. Meminta
pasien untuk menarik nafas panjang. Laporkan:
Meraba ictus cordis dengan ke-4 jari tangan kanan pada SIC 4 dan
5, linea midclavicula sinistra. Setelah teraba, letakkan jari telunjuk
di ictus cordis. Laporkan teraba tidaknya, lokasi, kuat angkat,
diameter, Thrill penjalaran, amplitudo.
PERKUSI JANTUNG:.Melakukan perkusi untuk mencari batasbatas jantung (atas-kanan-kiri).

8.

Menentukan batas kiri jantung dengan melakukan perkusi dari sisi


lateral sinistra ke medial

10.

Menentukan batas kanan jantung dengan melakukan perkusi dari


sisi dextra ke medial

11.

Menentukan batas atas jantung dengan melakukan perkusi dari


atas (fossa supraclavicula) ke bawah

1 2

12.
13.

Selama perkusi dapat menghasilkan perubahan suara dari sonor ke


redup (jantung)
Dapat menyebutkan batas-batas jantung sesuai dengan
pemeriksaan diatas.
AUSKULTASI JANTUNG:

14
15.
16.
17.

Meminta pasien untuk bernafas biasa dalam suasana rileks


Melakukan auskultasi jantung pada SIC II parasternal dextra
Melakukan auskultasi jantung pada SIC II parasternal sinistra
Melakukan auskultasi jantung pada SIC III-IV sepanjang garis

18.

parasternal dextra
Melakukan auskultasi apex jantung pada SIC IV-V liniea

19.

midclavicula sinistra
Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar jantung, baru
perhatian pada suara tambahan jantung
Perhatikan irama dan frekuensi jantung
Tentukan ada/tidaknya suara tambahan jantung
Memberitahu pasien bahwa pemeriksaan sudah selesai;
dokumentasikan, memberikan informasi resume hasil pemeriksaan
dan mengucapkan terima kasih.

20.
21.
22.

Keterangan :
Purwokerto,
....
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi tidak benar/ lengkap/sempurna
2 = dilakukan dengan benar, lengkap dan sempurna
Evaluator,

Nilai =

Jumlahscore
x 100 =
44

\
\

ELEKTROCARDIOGRAFI
Oleh : dr. Mustofa dan dr Zairullah Mighfaza

LEARNING OUTCOME
Mahasiswa
mampu
melakukan pemeriksaan EKG dan menganalisis hasil rekaman EKG:
1. Mahasiswa mampu memahami elektrofisiologi jantung yang dihubungkan
dengan EKG
2. Mahasiswa mampu memahami karakteristik normal EKG
3. Mahasiswa mampu mempraktikkan pemasangan EKG.
4. Mahasiswa mampu menganalisis, menginterpretasikan dan mengkomunikasikan
gambaran dari EKG.

TINJAUAN TEORI
1. Elektofisiologi Jantung
Otot jantung tidak sama seperti otot skeletal, dimana otot jantung memiliki
kemampuan untuk berkontraksi dengan sendirinya, kemampuan ini dinamakan
automatisitas atau autoritmisitas. Kemampuan jantung untuk berkontraksi diatur
oleh sistem konduksi jantung. Sistem konduksi jantung terdiri dari sinoatrial node
yang berada pada dinding posterior dari atrium kanan, atrioventricular node yang
terdapat diantara atrium dan ventrikel. Selain itu juga terdapat Bundle Branches dan
serabut purkinje.
Setiap jantung berkontraksi, gelombang depolarisasi akan menyebar melalui
permukaan atrial menuju AV node yang akan mengalami penundaan dan saat itu
pula terjadi kontraksi atrium, kemudian berjalan melalui septum interventrikular
sampai AV bundle dan bundle branches serta serabut purkinje dan kemudian akan
terjadi kontraksi dari miokardium ventrikel setelah atrium berhenti berkontraksi.
Aktivitas tersebut dapat terdeteksi dengan pemasangan elektroda pada permukaan
tubuh dengan alat yang disebut dengan elektrokardiogram (EKG).
2. Elektrokardiogram (EKG)
Aktivitas listrik jantung menghasilkan arus yang memancar melalui jaringan ke
kulit. Ketika elektroda terpasang pada permukaan kulit, elektroda tersebut dapat
menangkap gelombang listrik dan meneruskanya ke monitor atau gambar. Arus
tersebut bertransformasi menjadi bentuk gelombang yang menggambarkan siklus
depolarisasi-repolarisasi jantung. EKG merekam informasi gelombang melalui
beberapa sudut atau perspektif yang disebut lead.

Setiap lead standar representasi orientasi ruang, sebagai mana ditunjukkan di bawah ini:
Bipolar limb leads (frontal plane):
o Lead I: RA (-) to LA (+) (Right Left, or lateral)
o Lead II: RA (-) to LF (+) (Superior Inferior)
o Lead III: LA (-) to LF (+) (Superior Inferior)
Augmented unipolar limb leads (frontal plane):
o Lead aVR: RA (+) to [LA & LF] (-) (Rightward)
o Lead aVL: LA (+) to [RA & LF] (-) (Leftward)
o Lead aVF: LF (+) to [RA & LA] (-) (Inferior)
Unipolar (+) chest leads (horizontal plane):
o Leads V1, V2, V3: (Posterior Anterior)
o Leads V4, V5, V6:(Right Left, or lateral)
Hasil perekaman EKG menunjukkan sebuah gambaran dalam bentuk gelombang. Setiap
gelombang EKG memiliki interpretasi khusus yang menggambarkan aktifitas listrik
jantung. Gambaran EKG adalah sebagai berikut,
a. Gelombang P
Merupakan gelombang yang menggambarkan depolarisasi dari atrium
kanan dan kiri.
b. Kompleks QRS
Gelombang ini menggambarkan depolarisasi dari ventrikel kanan dan
kiri. Gelombang ini menggambarkan aktivitas listrik yang relatif kuat
karena otot ventrikel berkontraksi lebih kuat dibandingkan dengan
atrium. Ventrikel akan mulai berkontraksi sesaat setelah munculnya
puncak gelombang R
c. Gelombang T
Gelombang T menggambarkan repolarisasi dari ventrikel. Repolarisasi
dari atrium tidak dapat tergambarkan pada hasil EKG karena relaksasi
atrium terjadi saat ventrikel mengalami depolarisasi, sehingga
gelombang repolarisasi atrium akan tertutup oleh kompleks QRS yang
lebih besar.
d. Gelombang U
Asal gelombang ini tidak jelas, tetapi mungkin representasi dari
afterdepolarizations di ventrikel.
Waktu antara masing-masing gelombang pada EKG disebut sebagai segmen dan
interval. Segmen secara umum menggambarkan jarak dari suatu akhir gelombang ke
awal dari gelombang lainya, sedangkan untuk interval memiliki pemaknaan yang lebih
bervariasi, tetapi selalu menggambarkan minimal 1 gelombang.
a. Interval P-R
Merupakan waktu dari depolarisasi atrium sampai dengan waktu sesaat
ventrikel berkontraksi, yang digambarkan dengan jarak antara awal gelombang
P sampai awal kompleks QRS

b. QT interval
Merupakan waktu yang dibutuhkan ventrikel untuk menjalani satu siklus
depolarisasi dan repolarisasi dengan cara mengukur jarak dari akhir interval PR
sampai akhir dari gelombang T.
c. RR interval/ interval RR
Menggambarkan interval atau durasi dari siklus ventrikel jantung( indicator
kecepatan ventrikel)
d. PP interval
:
Menggambarkan interval atau durasi dari siklus atrial.
.

PROSEDUR PEMERIKSAAN
1. Persiapan alat
Siapkan alat-alat di dekat tempat tidur penderita. Alat-alat tersebut adalah,
Mesin EKG
Jelly
Tissu
Elektroda
Hubungkan arder / ground ke lantai atau tempat arder. Nyalakan EKG, cek
kaliberasi.
2. Persiapan penderita
Berikan penjelasan kepada penderita tentang prosedur pemeriksaan.
Baringkan penderita pada alas yang rata, tidak berhubungan langsung dengan
tanah/ lantai tidak menyentuh logam, orang lain. Pastikan tidak terdapat
penghalang pada thoraks, lengan dan kaki. Saat pemeriksaan, privasi pasien
harus tetap terjaga dikarenakan ketidaknyamanan saat pemeriksaan.
Hasil dari pemeriksaan EKG bisa berubah-ubah tergantung kepada posisi
tubuh saat diperiksa. Posisi terlentang direkomendasikan pada saat
pemeriksaan, dan penting untuk memastikan bahwa tempat tidur cukup luas
untuk pasien berbaring. Untuk mendapatkan hasil perekaman yang akurat
pasien perlu diberitahu agar saat pemeriksaan tetap relaks dan memposisikan
diri dengan nyaman. Persiapan lain yaitu, mencukur rambut pada dada pasien
untuk memastikan kontak yang adekuat dengan kulit. Sebelum perekaman
sebaiknya kulit dibersihkan, beberapa variasi cara dapat dilakukan mulai dari
penggunaan sabun sampai dengan penggunaan alkohol.
3. Pasang elektrode pada kulit penderita yang sebelumnya telah diberi jelly.
Limb Leads

Kabel merah
Kabel kuning
Kabel hijau
Kabel hitam

/R
/L
/F
/N

: lengan kanan bawah, proksimal dari wrist


: lengan kiri bawah, proksimal dari wrist
: kaki kiri, proksimal dari pergelangan kaki
: kaki kanan, proksimal dari pergelangan kaki

Precordial ( Chest ) Leads


Kabel merah
Kabel kuning
Kabel hijau
Kabel coklat
Kabel hitam
Kabel violet

/C1
/C2
/C3
/C4
/C5
/C6

: SIC IV linea parasternalis dextra


: SIC IV linea parasternalis sinistra
: Pertengahan C2 dan C4
: SIC V linea midclavikula sinistra
: setinggi C4, linea axillaris anterior sinistra
: setinggi C4 dan V5, linea midaxillaris sinistra

4. Perekaman EKG
Untuk mendapatkan hasil dengan kualitas baik, pasien harus relaks dan
nyaman. Pastikan tidak terdapat kekauan pada lengan dan tungkai pasien atau
pergerakan pada jari-jari, jika hal ini tidak dapat terpenuhi, selain merekam
aktivitas jantung, EKG juga akan dapat merekam potensial dari otot somatik
sehingga akan lebih sulit menginterpretasi hasil perekaman.
Masing-masing lead minimal 3 gelombang, beri/ buat tanda pemisah masingmasing lead. Tuliskan identitas lengkap, tanggal, dan waktu pemeriksaan.
Apabila diperlukan, lead II diperpanjang sampai 10 gelombang.
5. Hasil perekaman EKG
Gelombang yang dihasilkan dari arus atau aktifitas listrik jantung terekam
pada kertas EKG. Kertas EKG terdiri dari garis horizontal dan vertikal yang
membentuk sebuah kotak ketik dan besar (grid). Satu kotak besar terdiri dari 5
kotak kecil. Garis horizontal menggambarkan waktu, dimana satu kotak
kecil sama dengan 0,04 detik. Garis horizontal menggambarkan amplituod
dalam mm atau tegangan listirk dalam milivolt. Satu kotak kecil sama dengan
1 mm atau 0,1 mV.

INTERPRETASI EKG
Interpretasi ini disarankan ketika membaca semua Lead EKG dari 12 lead standar.
Seperti pemeriksaan fisik, sangat dianjurkan mengikuti urutan langkah-langkah untuk
menghindari kelainan jantung yang terlewat ketika membaca EKG, yang mungkin
mempunyai arti klinis penting. Enam bagian utama yang harus dipertimbangkan adalah:
1.
2.
3.
4.

Pengukuran
Analisis irama
Analisis konduksi jantung
Deskripsi bentuk gelombang

5. Interpretasi ekg
6. Pembandingan dengan hasil perekaman EKG terdahulu

1.

Pengukuran
Biasanya dibuat pada Lead frontal

o Heart Rate (HR) : (nyatakan atrium dan ventrikel bila keduanya mempunyai
frekuensi yang berbeda)
o Interval PR
: dari awal gelombang P hingga awal kompleks QRS
o Durasi QRS kompleks
: (width of most representative QRS)
o Interval QT
: dari awal kompleks QRS hingga akhir gelombang T
o Aksis QRS kompleks pada Lead Frontal
First find the isoelectric lead if there is one; i.e., the lead with equal forces in the
positive and negative direction. Often this is the lead with the smallest QRS.

The QRS axis is perpendicular to that lead's orientation (see above diagram).
Since there are two perpendiculars to each isoelectric lead, chose the
perpendicular that best fits the direction of the other ECG leads.
If there is no isoelectric lead, there are usually two leads that are nearly
isoelectric, and these are always 30o apart. Find the perpendiculars for each lead
and chose an approximate QRS axis within the 30o range.
Occasionally each of the 6 frontal plane leads is small and/or isoelectric. The
axis cannot be determined and is called indeterminate. This is a normal variant
Contoh axis normal:

Lead aVF is the isoelectric lead.


The two perpendiculars to aVF are 0 o and 180 o.
Lead I is positive (i.e., oriented to the left).
Therefore, the axis has to be 0 o.
Kelainan axis:
1. LAD ( Left Axis Deviation)

Lead aVR is the smallest and isoelectric lead.


The two perpendiculars are -60 o and +120 o.
Leads II and III are mostly negative (i.e.,
moving away from the + left leg)
The axis, therefore, is -60 o.
2. RAD ( Right Axis Deviation)

Lead aVR is closest to being isoelectric


(slightly more positive than negative)
The two perpendiculars are -60 o and +120 o.
Lead I is mostly negative; lead III is mostly
positive.
Therefore the axis is close to +120 o. Because
aVR is slightly more positive, the axis is
slightly beyond +120 o (i.e., closer to the
positive right arm for aVR).
2. Analisis irama
o Irama dasar (seperti: "normal sinus rhythm", "atrial fibrillation", dan lain-lain)
o Identifikasi irama tambahan bila ada (seperti: "PVC's", "PAC's", dan lain-lain)
o Pertimbangkan asal irama, dari atrium, AV junction, ventrikel.
3. Analisis konduksi
Konduksi normal berarti konduksi SA node, AV node, interventrikular.
o Identifikasi abnormalitas konduksi berikut ini:
SA block: 2nd degree (type I vs. type II)
AV block: 1st, 2nd (type I vs. type II), and 3rd degree
IV block: bundle branch, fascicular, and nonspecific blocks
Exit blocks: blocks just distal to ectopic pacemaker site
4. Diskripsi bentuk gelombang
Analisis secara hati-hati kelainan bentuk gelombang EKG yang mungkin pada
semua lead standar: gelombang P (P-wave), QRS complex, ST segment, T wave, U
wave.
o P wave : apakah terlalu lebar, terlalu tinggi, bentuk yang aneh, ektopik, dan lainlain.
o QRS complex : carilah gelombang Q patologis
o ST segment
: carilah elevasi, depresi segmen ST abnormal
o T wave : carilah Inverted T wave abnormal
o U wave : carilah prominent atau inverted U waves
5. Interpretasi EKG
Ini merupakan kesimpulan dari analisis di atas. Interpretasikanlah sebagai "Normal",
or "Abnormal". Biasanya istilah "borderline" digunakan bila ditemukan kelainan
yang tidak signifikan. Cantumkan semua abnormalitas yang ditemukan, seperti:

o
o
o
o
o
o

Miocard Infark (MI) inferior, kemungkinan akut


Old anteroseptal MI
Left anterior fascicular block (LAFB)
Left ventricular hypertrophy (LVH)
Nonspecific ST-T wave abnormalities
Abnormalitas irama yang lain, seperti:

6.

Left Anterior Fascicular Block (LAFB)-KH


Frank G.Yanowitz, M.D.
HR=72bpm; PR=0.16s; QRS=0.09s; QT=0.36s; QRS axis = -70o
(left axis deviation). Normal sinus rhythm; normal SA and AV
conduction; rS in leads II, III, aVF.
Interpretation: Abnormal ECG: 1)Left anterior fascicular block
Pembandingan dengan hasil perekaman EKG terdahulu
Bila ada hasil rekaman EKG terdahulu penderita, EKG sekarang sebaiknya
dibandingkan untuk melihat apakah ada perubahan yang signifikan. Perubahan ini
mungkin mempunyai dampak penting dalam pengambilah keputusan klinis.

KARAKTERISTIK EKG NORMAL

Penting diingat bahwa ada variasi normal yang luas pada lead standar. Perlu
pengalaman . Berikut karakteristik EKG normal, (meskipun tidak absolute):
Topiks :
1. Pengukuran
2. Irama
3. Konduksi jantung
4. Deskripsi bentuk gelombang
1. Pengukuran
Heart Rate: 60 - 100 x per menit
Because ECG paper moves at a standardized
25mm/sec, the vertical lines can be used to measure
time. There is a 0.20 sec between 2 of the large lines.
Therefore, if you count the number of heart beats
(QRS complexes) in between 30 large boxes (6

seconds) and multiply by 10, you have beats per


minute. Conveniently, ECG paper usually has special
markings every 3 seconds so you don't have to count
30 large boxes.
There is, however, an easier and quicker way to
estimate the heart rate. As seen in the diagram below,
when QRS complexes are 1 box apart the rate is 300
bpm. 2 boxes apart...150 bpm, etc. So if you
memorize these simple numbers you can estimate the
heart rate at a glance!

PR Interval
: 0.12 - 0.20 sec
QRS Duration
: 0.06 - 0.10 sec
QT Interval
(QTc < 0.40 sec)
o Bazett's Formula : QTc = (QT)/SqRoot RR (in seconds)
o Poor Man's Guide to upper limits of QT: For HR = 70 bpm, QT<0.40 sec;
for every 10 bpm increase above 70 subtract 0.02 sec, and for every 10 bpm
decrease below 70 add 0.02 sec. For
example:
QT < 0.38 @ 80 bpm
QT < 0.42 @ 60 bpm
Frontal Plane QRS Axis: +90 o to -30 o (in the adult)
2. Rhythm/ Irama:
Normal sinus rhythm, Gelombang P di lead I dan II harus upright (positive), jika
irama berasal dari sinus node.
3. Konduksi:
Normal Sino-atrial (SA), Atrio-ventricular (AV), and Intraventricular (IV.
Conduction, bila kedua PR interval dan QRS duration berada dalam range di atas.
4. Diskripsi bentuk gelombang:
EKG normal ditunjukkan di bawah ini, bandingkan dengan diskripsi selanjutnya.

o P Wave
Gelombang P merupakan gelombang pertama pada gambran EKG. Beberapa
karakteristik yaitu penting untuk dinilai yaitu lokasi, amplitudo, durasi dan
konfigurasi. Lokasi gelombang P selalu mendahului kompleks QRS dengan
amplitude <2,5 mm dan durasi 0,06-0,12 detik. Gelombang P positif pada lead
I, II, aVF dan V2-V6, biasanya positif namun bervariasi pada lead III dan aVL,
negative atau inverted di aVR dan biphasic atau bervariasi di V1. Penting diingat
bahwa P wave merupakan representasi aktifitas atrium dekstra dan sinistra, dan
sering terlihat notch atau biphasic P waves . Frontal plane P wave axis: 0o to
+75o
o QRS Complex
Kompleks QRS mengikuti gelombang P dan menggambarkan depolarisasi
ventrikel. Gelombang Q merupakan defleksi negative
pertama setelah
gelombang P, gelombang R merupakan defleksi positif pertama setelah
gelombang P atau gelombang Q dan gelombang R adalah defleksi negative
pertama setelah gelombang R. Kompleks QRS normal jika durasinya 0,06-0,10
atau setengah dari PR interval, diukur dari awal gelombang Q sampai akhir
gelombang S, atau dari awal gelombang R jika gelombang Q absent. QRS
amplitude berbeda pada tiap lead, pada tiap individu. Dua determinan dari
tegangan QRSadalah:
- Ukuran ventrikel, semakin besar ventrikel, semakin besar tegangan.
- Jarak electrode dari ventrikel, semakin dekat, semakin besar tegangan.
o T Wave
Gelombang T muncul setelah gelombang S dengan amplitudo 0,5 mm di lead I,
II dan III dan lebih dari 10 mm pada lead prekordial.
o Frontal plane leads:
Range QRS axis normal (+90 o to -30 o ); ini berarti QRS komplex positive
(upright) di leadsII dan I.
Normal q-waves reflect normal septal activation (beginning on the LV
septum); they are narrow (<0.04s duration) and small (<25% the amplitude
of the R wave). They are often seen in leads I and aVL when the QRS axis is to

the left of +60o, and in leads II, III, aVF when the QRS axis is to the right of
+60o. Septal q waves should not be confused with the pathologic Q waves of
myocardial infarction.
Precordial leads: (see Normal ECG)

Normal ECG
Frank G. Yanowitz, M.D., copyright 1997
- Small r-waves begin in V1 or V2 and progress in size to V5. The R-V6 is usually
smaller than R-V5.
- In reverse, the s-waves begin in V6 or V5 and progress in size to V2. S-V1 is usually
smaller than S-V2.
- The usual transition from S>R in the right precordial leads to R>S in the left
precordial leads is V3 or V4.
- Small "septal" q-waves may be seen in leads V5 and V6.
o ST Segment dan T wave
In a sense, the term "ST segment" is a misnomer, because a discrete ST segment
distinct from the T wave is usually absent. More often the ST-T wave is a smooth,
continuous waveform beginning with the J-point (end of QRS), slowly rising to
the peak of the T and followed by a rapid descent to the isoelectric baseline or
the onset of the U wave. This gives rise to an asymmetrical T wave. In some
normal individuals, particularly women, the T wave is symmetrical and a
distinct, horizontal ST segment is present.
The normal T wave is usually in the same direction as the QRS except in the
right precordial leads. In the normal ECG the T wave is always upright in leads
I, II, V3-6, and always inverted in lead aVR.
Normal ST segment elevation: this occurs in leads with large S waves (e.g., V13), and the normal configuration is concave upward. ST segment elevation with
concave upward appearance may also be seen in other leads; this is often called
early repolarization, although it's a term with little physiologic meaning (see
example of "early repolarization" in leads V4-6):

Convex or
straight
upward ST
segment
elevation
(e.g., leads II, III, aVF) is abnormal and suggests transmural injury or infarction:

ST segment depression is always an abnormal finding, although often nonspecific


(see ECG below):

ST segment depression is often characterized as "upsloping", "horizontal", or


"downsloping".

o The normal U Wave: (the most neglected of the ECG waveforms)

U wave amplitude is usually < 1/3 T wave amplitude in same lead


U wave direction is the same as T wave direction in that lead
U waves are more prominent at slow heart rates and usually best seen in
the right precordial leads.
Origin of the U wave is thought to be related to afterdepolarizations which
interrupt or follow repolarization.

Laporan Hasil Rekaman


pengukuran
Heart Rate (HR) 60 - 90 x per
menit
Interval PR 0.12 - 0.20 sec
Durasi QRS kompleks 0.06 0.10 sec
Interval QT (QTc < 0.40 sec)
Aksis QRS kompleks
P wave
P duration < 0.12 sec
P amplitude < 2.5 mm
Frontal plane P wave
axis: 0o to +75o
May see notched P
waves in frontal plane
ST segment

: Kali per menit


: Detik
: Detik
: Detik
:
: Detik
: Detik
:
:

Isoelektrik
Elevasi
Depresi
"upsloping",
"horizontal",
"downslopin
g

"
T wave
U wave
Irama:
o Irama dasar
o Irama tambahan bila
o Asal irama
Abnormalitas konduksi
Interpretasi

:
:
:
:
:

PENILAIAN MONITORING EKG


Nama
Nim
N
O
1
2
3
4

:
:
KETERANGAN

SCORE
0 1 2

Persiapan alat
Cek kaliberasi
Persiapan penderita
Oleskan jelly pada tempat pemasangan
elektrda
5 Pasang elektrode pada kulit extremitas
6 Pasang elektrode precordial*
7 Lakukan perekaman di semua lead
8 Menulis
identitas
penderita,
waktu
perekaman pada elektrokardiogram
9 Memberikan tanda pemisah pada tiap
lead
10 Lepaskan eletroda, bersihkan sisa jelly
dan rapikan peralatan.
11 Baca dan analisis hasil perekaman EKG
TOTAL
KETERANGAN
Score 0
: bila tidak dikerjakan
Score1
: bila dikerjakan, tetapi tidak sempurna
Score 2
: bila dikerjakan dengan sempurna
Nilai = skor total /22 X 100%
Purwokerto,
Penguji,
(................................................)

You might also like