You are on page 1of 13

MAKALAH

ETIKOLEGAL
Peran Dan Fungsi Majelis Pertimbangan Kode
Etik Bidan Lingkungan Rumah Sakit

DISUSUN OLEH :
1. Anis Widiyanti
2. Cuci Afiah
3. Dyah Ayu Puitri Armayanti
4. Gesha Agida Tamara
5. Hindun Apriliani
6. Khuswatun Khasanah
7. Lili Khulaela
8. Nelly Rizqiyani
9. Nicky Febriani Putri Nurzaen
10. Rosa Faradilla
11. Tamara Despia Permatasari
12. Tifany Putri Nabila
13. Vera Rizka Romadhoni
14. Umi Afifatul Jannah

POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA


DIII KEBIDANAN
BAB I
1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat
dalam segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat
berpengaruh pula terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu
pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan. Hal ini merupakan
tantangan bagi profesi kebidanan dalam mengembangkan profesionalisme
selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang
tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik
dan moral yang tinggi.
Sikap etis professional yang kokoh dari setiap perawat atau bidan
akan tercerrmin dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan dari diri
serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul. Oleh
karena itu pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta
penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam
memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan dimana hak-hak pasien
selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.
Jika terjadi suatu kesalah pahaman atau ketidakpuasan pasien
terhadap pelayanan yang diberikan bidan atau tenaga kesehatan, bidan
berhak menerima perlindungan hukum dari Majelis Pertimbangan Etika
Bidan, atau Majelis Pertimbangan Etika Profesi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Peran dan Fungsi Majelis Pertimbangan Kode Etik?
2. Bagaimana Peran dan Fungsi Mejalis Pertimbangan Kode Etik di
Rumah Sakit?

C. Tujuan

a. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas EtikoLegal dalam Praktik
Kebidanan dari Ibu Novi Anding, S.ST
b. Tujuan Khusus :
- Memahami Peran dan Fungsi Majelis Pertimbangan Kode Etik
- Memahami Peran dan Fungsi Majelis Pertimbangan Kode Etik di
Rumah Sakit
D. Manfaat
a. Untuk mengetahui Peran dan Fungsi Majelis Pertimbangan Kode Etik
b. Untuk mengetahui Peran dan Fungsi Majelis Pertimbangan Kode Etik
di Rumah Sakit.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ETIKA DAN KODE ETIK


Etika berasal dari bahasa Yunani. Menurut etimologi berasal dari
kata Ethos yang artinya kebiasaan atau tingkah laku manusia. Dalam
Bahasa Inggris disebut Ethis yang artinya sebagai ukuran tingkah laku atau
prilaku manusia yang baik, yakni tindakan manusia yang tepat yang harus
dilaksanakan oleh manusia itu sesuai dengan etika moral pada umumya.
Etika merupakan suatu cabang ilmu filsafat yang mengatur prinsip-prinsip
tentang moral dan tentang baik buruknya suatu perilaku.
Etika merupakan aplikasi atau penerapam teori tentang filosofi
moral kedalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep
yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya
yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang
menggunakan istilah etik untuk menggambarkan etika suatu profesi dalam
hubungannya dengan kode etik professional.
Sedangkan Kode Etik itu sendiri adalah suatu ciri profesi yang
bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan

merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan


tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
Kode Etik merupakan norma-norma yang harus dilaksanakan oleh
setiap profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan di dalam
kehidupan di masyarakat.
Maka secara sederhana juga dapat dikatakan bahwa etika adalah
disiplin yang mempelajari tentang baik buruknya sikap tindakan atau
perilaku.
Pengertian majelis etika profesi merupakan badan perlindungan
hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien
akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi
penyimpangan hukum. Realisasi Majelis Etika Profesi Bidan (MPEB)
Majelis Pembelaan Anggota (MPA).
Latar belakang dibentuknya Majelis Pertimbangan Etika Bidan atau
MPEB adalah adanya unsur unsur pihak pihak terkait :
1. Pemeriksa pelayanan untuk pasien
2. Sarana pelayanan kesehatan
3. Tenaga pemberi pelayanan yaitu bidan
B. DASAR PENYUSUNAN MAJELIS PERTIMBANGAN ETIKA
PROFESI
Dasar penyusunan Majelis pertimbangan etik profesi adalah
majelis pembinaan dan pengawasan etik pelayanan medis (MP2EPM)
yang meliputi:
1. Kepmenkes RI No. 554/Menkes/Per/XII/1982
Memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan
terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis.
2. Peraturan pemerintah No. 1Tahun 1988 Bab V Pasal 11
Pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi, dan tenaga
kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh Menteri
Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk.
3. Surat keputusan menteri kesehatan No. 640/Menkes/Per/X/1991,
tentang pembentukan MP2EPM
Dasar Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK), adalah sebagai
berikut:
1. Pasal 4 ayat 1 UUD 1945

2. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan


3. Keputusan Presiden Tahun 1995 tentang pembentukan MDTK
Tugas MDTK adalah meneliti dan menentukan ada atau tidaknya
kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

C. FUNGSI MAJELIS PERTIMBANGAN


Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah provinsi menurut peraturan
Menkes RI No. 640/Menkes/Per/X/1991 dalam buku Sholeh Soeaidy, S.H
yang berjudul Himpunan Peraturan Kesehatan.
1. MP2EPM Propinsi bertugas :
a. Menerima dan memberi pertimbangan tentang persoalan dalam
bidang etik profesi tenaga kesehatan di wilayahnya kepada
Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi.
b. Mengawasi pelaksanaan kode etik profesi tenaga kesehatan
dalam wilayahnya.
c. Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hukum dan
instansi lain yang berkaitan pada tingkat provinsi.
d. Memberi nasehat kepada para anggota profesi tenaga kesehatan
.
e. Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif kode
etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekerja sama
dengan Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi
Indonesia, Persatuan Perawat nasional Indonesia, Ikatan Bidan
Indonesia, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia.
f. Memberi pertimbangan dan saran kepada pejabat yang
berwenang di bidang kesehatan dalam wilayah provinsi.
MP2EPM provinsi atas nama Kepala Kantor Wilayah
Departemen Kesehtan Provinsi berwenang memanggil mereka
yang bersangkutan dalam suatu persoalan etik profesi tenaga
kesehatan untuk diminta keterangannya dengan pemberitahuan

pada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi


dan kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
2. Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah Pusat, yaitu :
a. Memberi pertimbangan tentang etik dan standar profesi tenaga
kesehatan kepada menteri.
b. Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif
pelaksanaan kode etik Kedokteran Indonesia, Kode Etik
Kedokteran Gigi Indonesia, Kode Etik Perawat Indonesia,
Kode Etik Bidan Indonesia, Kode Etik sarjana Farmasi
Indonesia dan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.
c. Memberi pertimbangan dan usul kepada pejabat yang
berwenang di bidang kesehatan dan hukum yang menyangkut
kesehatan dan kedokteran.
d. Menyelesaikan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh
MP2EPM Propinsi.
e. Menerima
rujukan

dalam

menangani

permasalahan

pelanggaran etik profesi tenaga kesehatan.


f. Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hukum dan
instansi lain yang berkaitan.
D. MAJELIS ETIKA PROFESI BIDAN
Salah satu keputusan Kongres Nasional IBI ke XII di Propinsi Bali
tanggal 24 September 1998 adalah kesepakatan agar dalam lingkungan
kepengurusan organisasi IBI perlu dibentuk :
1) Majelis petimbangan Etika Bidan (MPEB)
2) Majelis Peradilan profesi ( MPA)
Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma, etika dan agama.
Tetapi apabila ada kesalahan dan menimbulkan konflik etik maka
diperlukan wadah untuk menntukan standar profesi, prosedur yang baku
dan kode etik yang di sepakati. Maka perlu di bentuk Majelis Etika Bidan
yaitu MPEB dan MPA.
Tujuan

dibentuknya

Majelis

Etika

Bidan

adalah

untuk

memberikan perlindungan yang seimbang dan objektif kepada bidan dan


penerima pelayanan. Tugas Majelis Etika Kebidanan adalah meneliti dan

menentukan ada dan tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan


standar profesi yang dilakukan oleh bidan.

Lingkup Majelis Etika Kebidanan meliputi :


1. Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standar profesi
pelayanan bidan(kepmenkes No.900/Menkes/SK/VII/Tahun 2002
2. Melakukan supervise lapangan termasuk tentang teknis dan
pelaksanaan praktik, termasuk penyimpangan yang terjadi. Apakah
pelaksanaan praktik bidan sesuai denagan Standart Praktik Bidan,
Standart Profesi dan Standart Pelayanan Kebidanan, juga batasbatas kewenangan bidan.
3. Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik
kebidanan
4. Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang kesehatan khususnya
yang berkaitan atau melandasi praktik biadan.
Pengorganisasian majelis etik kebidanan adalah sebagai berikut:
1) Majelis etik kebidanan merupakan lembaga organisai yang
mandiri, otonom dan non structural.
2) Majelis etik kebidanan dibentuk ditingkat propinsi dan pusat
3) Majelis etik kebidanan pusat berkedudukan di ibukota negara
dan majelis etik kebidanan propinsi berkedudukan di ibu kota
propinsi.
4) Majelis etik kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh
sekretaris
5) Jumlah anggota masing-masing terdiri dari lima orang
6) Masa bakti anggota majelis etik kebidanan selam tiga tahun
dan sesudahnya jika berdasarkan evaluasi masih memenuhi
ketentuan yang berlaku maka anggota tersebut dapat dipilih
kembali
7) Anggota majelis etik kebidanan diangkat dan diberhentikan
oleh menteri kesehatan
8) Susunan organisasi majelis etik kebidanan tediri dari:

Ketua dengan kualifikasi mempunyai kompetensi

tambahan dibidang hukum


Sekretaris merangkap anggota
Anggota majelis etik bidan

Tugas majelis etik kebidanan adalah sebagai berikut:


1) Meneliti dan menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian
dalam menerapkan standart profesi yang dilakukan oleh bidan
2) Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien dan keluarga
yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan
3) Permohonan secara tertulis dan disertai data-data
4) Keputusan tingakt propinsi bersifat final dan bisa konsul ke majelis
etik kebidanan pada tingkat pusat
5) Majelis etik kebidanan paling lambat tujuh hari setelah diterima
pengaduan. pelaksanaan sidang menghadirkan dan meminta
keterangan dari bidan dan saksi-saksi
6) Keputusan paling lambat 60 hari dan kemudian disampaikan secara
tertulis kepada pejabat yang berwewenang
7) Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan
daerah IBI ditingkat propinsi
Dalam pelaksanaanya dilapangan sekarangan ini bahwa organisasi profesi
bidan IBI, telah melantik MPEB (Pertimbangan Etika Bidan) dan MPA (Majelis
Pembelaan Anggota) namun dalam pelaksanaanya belum terealisasi dengan baik.
E. KODE ETIK TENAGA KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
1. Memiliki peraturan mengenai kode etik dalam menjalankan
profesinya.
2. Memiliki etika kebidanan dalam melaksanakan atau mengerjakan
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya secara profesional.
3. Memerlukan pendidikan profesional dalam menjalankan profesi.
4. Mementingkan kepentingan masyarakat banyak, bukan kelompok atau
ras tertentu.
5. Memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya (Kepmenkes No.
900 Tahun 2002).
6. Terdapat pelatihan dan seminar yang diadakan untuk mengembangkan
keilmuan dalam praktik kebidanan kepada masyarakat.

Kelebihan
1. Profesinya berguna di bidang kemanusiaan yaitu menolong orang
banyak, terutama melahirkan seorang anak yang ankan menjadi
penerus bangsa.
2. Dihargai banyak orang karena profesinya.
3. Memiliki jiwa sosial yang tinggi dan keterlampilan konseling yang
bagus.
4. Penghasilan dapat mencukupi kebutuhan hidup
5. Kesempatan untuk mengembangkan karirnya mudah
Kekurangan
1. Pekerjaannya beresiko terhadap nyawa seseorang.
2. Beresiko tinggi.
Menurut KEPMENKES RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 dalam
praktiknya, Bidan diharuskan memenuhi persyaratan dan perizinan untuk
melaksanakan praktek, dalam peraturan ini, terdapat ketentuan-ketentuan
secara birokrasi hal-hal yang harus bidan penuhi sebelum melakukan
praktik dan juga terlampir informasi-informasi petunjuk pelaksanaan
praktik kebidanan. Bidan hal tersebut tertuang pada Bab dan Pasal-pasal
berikut :
PERIZINAN
Pasal 9 (1) Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB. (2)
Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan dan/atau
perorangan.
berkewajiban

Pasal

13

Setiap

meningkatkan

bidan

yang

kemampuan

menjalankan
keilmuan

praktik
dan/atau

keterampilannya melalui pendidikan dan/atau pelatihan.


PRAKTIK BIDAN
Pasal 14 Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi : a. pelayanan kebidanan. b.
pelayanan keluarga berencana. c. pelayanan kesehatan masyarakat. Pasal
10

15 (1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf


a ditujukan kepada ibu dan anak. (2) Pelayanan kepada ibu diberikan pada
masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas,
menyusui dan masa antara (periode interval). (3) Pelayanan kebidanan
kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak
balita dan masa pra sekolah. Dibawah ini adalah peraturan perundangundanga yang melandasi tugas dan praktik Kebidanan :
a. No. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga
kesehatan
b. KEPMENKES RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 TENTANG
REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN
c. KEPMENKES
REPUBLIK
INDONESIA

NOMOR

369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan


d. PERMENKES
REPUBLIK
INDONESIA

NOMOR

HK.02.02/MENKES/149/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan


Praktik Bidan
e. Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 Tentang Izin Dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan. Dengan adanya Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin
dan Penyelenggaran Praktik Bidan, seorang bidan dapat melakukan
praktiknya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan,sehingga tidak
terjadi kesalahan dalam kewenangan setiap tenaga kesehatan.
RUU KEBIDANAN
Saat ini profesi kebidanan belum memiliki payung hukum yang
kuat, oleh karena itu profesi kebidanan tengah meminta bantuan
komisi IX DPR untuk merealisasikan RUU Kebidanan untuk segera
disahkan. (Kompas.com, 2014) Dia daerah pedesaan di Indonesia,
50% pesalinan masih ditangani dukun yang mayoritas masih banyak
menimbulkan berbagai masalah, hal ini merupakan penyebab utama
tingginya angka kematian dan kesakitan ibu. Karena itu, persebaran
bidan yang merata dianggap salah satu solusi menurunkan angka
kematian ibu dan bayi, sedangkan agar setiap desa punya bidan, perlu
sebuah undang-undang (UU) yang mangaturnya. Wakil Ketua Komite

11

III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Fahira Idris mengatakan,


keberadaan bidan saat ini masih belum merata karena kebanyakan
terkonsentrasi di kota. Sementara di daerah terpencil, terluar, dan di
daerah perbatasan terutama di kawasan Indonesia Timur, masih
sangat minim bahkan tidak ada sama sekali. Akibatnya, Indonesia
masih menjadi negara dengan tingkat kematian ibu dan bayi yang
masih tinggi. Mengingat peran bidan yang begitu vital di masyarakat,
namun sekarang masih ada 20 persen desa di Indonesia yang tidak
punya bidan. Oleh karena itu Dewan Perwakilan Daerah meminta
pemerintah segera menyusun RUU Kebidanan. (Dakwatuna.com,
2014)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Majelis etika profesi merupakan badan perlindungan hokum
terhadap para bidan. Oleh sebab itu, segala aspek yang menyangkut
tindakan atau pelayanan yang dilakukan bidan telah diatur dalam undangundang dan hokum terkait. Bidan merupakan profesi yang mempunyai
tanggung jawab yang besar dimana keselamatan ibu dan bayinya
tergantung dari kesiapan dan profesionalisme kerja seorang bidan.
Diharapkan dengan adanya kode etik profesi, bidan mampu mengetahui
batas-batas dari wewenang sebagai tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Ada pun pelanggaran etik yang mungkin

12

dilakukan oleh bidan, maka tugas majelis etika profesi yang


menyelesaikannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
B. Saran
Setiap bidan harus menjunjung tinggi norma dan etika profesi
yang diembannya agar hal-hal yang menyimpang dari tugas dan
wewenang bidan tidak terjadi serta bidan berupaya memberikan
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat sehingga dapat mewujudkan
masyarakat yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

http://Firdha Setia_ makalah peran dan fungsi pertimbangan kode etik.html


http://Chaca Xiu Hui_ Peran Fungsi Majelis Pertimbangan Kode Etik.html

13

You might also like