You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN
Trauma merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami cedera oleh salah satu
sebab. Penyebab utama trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olah raga dan rumah
tangga. Setiap tahun 60 juta penduduk di Amerika Serikat mengalami trauma dan 50%
memerlukan tindakan medis, 3,6 juta (12% dari 30 juta) membutuhkan perawatan di rumah
sakit dan menghabiskan biaya sebesar 100 milyar dollar (40%) dari biaya kesehatan di
Amerika Serikat. Didapatkan 300 ribu orang diantaranya menderita kecacatan yang bersifat
menetap (1%) dan 8,7 juta orang menderita kecacatan sementara (30%). Keadaan ini dapat
menyebabkan kematian sebanyak 145 ribu orang per tahun (0,5%).
Di Indonesia, kematian akibat kecelakaan lalu lintas + 12.000 orang per tahun, sehingga
dapat disimpulkan bahwa trauma dapat menyebabkan:
1.
2.
3.
4.

Dibutuhkan biaya perawatan yang sangat besar


Angka kematian yang tinggi
Hilangnya waktu kerja yang banyak
Kecacatan sementara dan permanen
Oleh karena itu diperlukannya suatu tindakan untuk memperbaiki atau meningkatkan

cara dan sistem penanggulangan trauma di rumah sakit. Pertemuan pertama seorang dokter
dengan penderita merupakan peristiwa yang penting, oleh karena pada saat tersebut tidak
hanya dilakukan penilaian yang teliti dan pemeriksaan yang lengkap tetapi juga merupakan
kesempatan untuk membangun hubungan rasa saling pengertian sehingga tujuan pengobatan
yang maksimal dapat dicapai. Sebagaimana yang telah kita ketahui, hal ini dapat berhasil
dengan baik bila sebelumnya dapat ditegakkan suatu diagnosis yang baik. Suatu diagnosis
ditegakkan melalui beberapa tahapan pemeriksaan dan untuk itu seorang dokter dituntut
untuk memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan disamping pengalaman yang baik.
Pemeriksaan yang dilakukan dalam menegakkan suatu diagnosis meliputi riwayat
penderita, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan khusus. Jika berbicara mengenai trauma, tentu saja bisa sangat erat kaitannya
dengan fraktur. Dan fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma yang berat, kadang-kadang
trauma ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya sendiri terkena penyakit
tertentu. Juga trauma ringan yang terus-menerus dapat menimbulkan fraktur. Seperti yang
telah kita ketahui, definisi dari fraktur itu sendiri adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Trauma bisa

bersifat langsung maupun tidak langsung, dimana jika menyebabkan tekanan langsung pada
tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, biasanya fraktur yang terjadi adalah bersifat
komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Dan trauma tidak langsung terjadi
apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya
jaringan lunak tetap utuh.
Fraktur bisa mengenai berbagai bagian tubuh, salah satunya dapat terjadi fraktur di
daerah lengan bawah seperti fraktur Galeazzi, fraktur distal radius yang terbagi lagi menjadi
fraktur Colles, fraktur Smith, dan fraktur Barton. Khusus untuk fraktur Colles, fraktur jenis
ini termasuk fraktur yang juga cukup sering terjadi terutama mengenai dewasa dengan 8-15%
kasus dari seluruh fraktur. Dan seperti telah apa yang dituturkan sebelumnya, untuk
menegakkan suatu diagnosis diperlukan juga suatu tahap pemeriksaan radiologis. Maka dari
itu, pada refrat ini akan dibahas mengenai pemeriksaan radiologis pada fraktur Colles.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Kinesiologi Antebrakhii Distal
Bagian antebrakhii distal sering disebut pergelangan tangan, batas atasnya kira-kira
1,5-2 inchi distal radius. Pada tempat ini ditemukan bagian distal tulang radius yang
relatif lemah karena tempat persambungan antara tulang kortikal dan tulang spongiosa
dekat sendi. Dorsal radius bentuknya cembung dengan permukaan beralur-alur untuk
tempat lewatnya tendon ekstensor. Bagian volarnya cekung dan ditutupi oleh otot
pronator quadratus. Sisi lateral radius distal memanjang ke bawah membentuk prosesus
styloideus radius dengan posisi yang lebih rendah dari prosesus styloideus ulna. Bagian
ini merupakan tempat insersi otot brakhioradialis.
Pada antebrakhii distal ini ditemui 2 sendi yaitu sendi radioulna distal dan sendi
radiocarpalia. Kapsul sendi radioulna dan radiocarpalia melekat pada batas permukaan
sendi. Kapsul ini tipis dan lemah tapi diperkuat oleh beberapa ligamen antara lain:
1.
2.
3.
4.

Ligamentum carpal volar (yang paling kuat)


Ligamentum carpal dorsal
Ligamentum carpal dorsal dan volar
Ligamentum collateral

Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus yaitu tulang lunatum dan
navikulare ke arah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal ke arah medial. Bagian
distal sendi radiokarpal diperkuat dengan simpai di sebelah volar dan dorsal, dan
ligament radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna selain terdapat
ligament dan simpai yang memperkuat hubungan tersebut, terdapat pula diskus
artikularis, yang melekat dengan semacam meniskus yang berbentuk segitiga, yang
melekat pada ligamen kolateral ulna. Ligamen kolateral ulna bersama dengan meniskus
homolognya dan diskus artikularis bersama ligament radioulnar dorsal dan volar, yang
kesemuanya menghubungkan radius dan ulna, disebut kompleks rawan fibroid
triangularis (TFCC = triangular fibro cartilage complex) (Sjamsuhidayat & de Jong,
1998).
Gerakan sendi radiokarpal adalah fleksi dan ekstensi pergelangan tangan serta
gerakan deviasi radius dan ulna. Gerakan fleksi dan ekstensi dapat mencapai 90 derajat

oleh karena adanya dua sendi yang bergerak yaitu sendi radiolunatum dan sendi lunatumkapitatum dan sendi lain di korpus. Gerakan pada sendi radioulnar distal adalah gerak
rotasi. (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998)

Gambar 1a. Sudut normal sendi radiokarpal di bagian ventral (tampak lateral)

Gambar 1b. Sudut normal yang dibentuk oleh ulna terhadap sendi radiokarpal

Sendi radiokarpal normalnya memiliki sudut 1 - 23 derajat pada bagian palmar


(ventral) seperti diperlihatkan pada gambar 1a. Fraktur yang melibatkan angulasi ventral
umumnya berhasil baik dalam fungsi, tidak seperti fraktur yang melibatkan angulasi
dorsal sendi radiokarpal yang pemulihan fungsinya tidak begitu baik bila reduksinya
tidak sempurna. Gambar 1b memperlihatkan sudut normal yang dibentuk tulang ulna
terhadap sendi radiokarpal, yaitu 15 - 30 derajat. Evaluasi terhadap angulasi penting
dalam perawatan fraktur lengan bawah bagian distal, karena kegagalan atau reduksi
inkomplit yang tidak memperhitungkan angulasi akan menyebabkan hambatan pada
gerakan tangan oleh ulna. (Simon & Koenigsknecht, 1987)

2.2 Definisi
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Bila trauma terjadi pada atau dekat persendian, mungkin terdapat
fraktur pada tulang disertai dislokasi sendi yang disebut fraktur
dislokasi. Dislokasi adalah keadaan tulang yang membentuk sendi
tidak lagi berhubungan secara anatomis. Kebanyakan fraktur terjadi
karena

kegagalan

tulang

menahan

membengkok, memutar dan tarikan.

tekanan

terutama

tekanan

Fraktur Colles adalah fraktur radius bagian distal (sampai 1 inchi


dari ujung distal) dengan angulasi ke posterior, dislokasi ke posterior,
dan deviasi fragmen distal ke radial; dapat bersifat kominutiva dan
dapat disertai fraktur prosesus stiloid ulna . Dislokasi ini menyebabkan
bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai
bentuk garpu( dinner-fork deformity). Abraham Colles adalah orang yang pertama

kali mendeskripsikan fraktur radius distalis pada tahun 1814 dan sekarang dikenal
dengan nama fraktur Colles (Armis, 2000). Cedera yang digambarkan oleh Abraham
Colles pada tahun 1814 adalah fraktur melintang pada radius tepat di atas pergelangan
tangan, dengan pergeseran dorsal fragmen distal. Sejak saat itu fraktur jenis ini
diberi nama sebagai fraktur Colles sesuai dengan nama Abraham
Colles. Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan
dalam posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal
yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari
permukaan persendian pergelangan tangan.

Fraktur Colles

2.3 Epidemiologi
Fraktur distal radius terutama fraktur Colles lebih sering ditemukan
pada wanita, dan jarang ditemui sebelum umur 50 tahun (Clancey,
1984; Cooney, 1982). Secara umum insidennya kira-kira 8 15% dari
seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu survey

epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari


seluruh fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius
(Cooney,1980). Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5.
Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang
sama di mana fraktur Colles lebih kurang 60% dari seluruh fraktur
radius (Cooney,1980). Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka
kejadian rata-rata pertahun 0,98%. Usia terbanyak dikenai adalah
antara umur 50 59 tahun (Dias dkk, 1980; Sarmiento dkk, 1980).
2.4 Patofisiologi
Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan
biasanya merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan
tangan sebelah volar atau dorsal. Jatuh pada permukaan tangan
sebelah volar menyebabkan dislokasi fragmen fraktur sebelah distal ke
arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan
tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu, seperti yang
terjadi pada fraktur Colles.

Umumnya fraktur distal radius terutama fraktur Colles dapat timbul


setelah penderita terjatuh dengan tangan posisi terkedang dan
meyangga badan (Appley, 1995 ; Salter, 1981). Pada saat terjatuh
sebahagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan
persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga

dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu


antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa.
Pada saat jatuh terpeleset, posisi tangan berusaha untuk menahan
badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Lalu dengan terjadinya
benturan yang kuat, gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius
distal dan mungkin akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana
garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan
tangan

Sehingga tulang yang kemungkinan mengalami fratur


tersebut adalah radius distal

pada posisi

Dengan posisi tangan pada saat jatuh seperti gambar di atas, maka
gaya yang kuat akan berlawanan arah ke daerah pergelangan tangan.
Dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa yang mungkin
mengalami fraktur adalah distal radius sebab dilihat dari struktur
jaringannya saja tulang daerah tersebut memang rawan patah.

2.5 Diagnosis Klinis


Biasanya penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan dengan adanya
riwayat trauma sebelumnya. Pada penemuan klinis untuk fraktur distal radius terutama
fraktur Colles akan memberikan gambaran klinis yang klasik berupa dinner fork
deformity atau silver fork deformity, yaitu bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah
dorsal dan radial, bagian distal ulna menonjol ke arah volar, sementara tangan biasanya
dalam posisi pronasi, dan gerakan aktif pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan.
Selain itu juga didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan pembengkakan di
daerah yang terkena, nyeri bila pergelangan tangan digerakkan.

A. KLASIFIKASI FRAKTUR COLLES


Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari radius
distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh Frykman.
Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi:

2.6 Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan kesulitan. Secara


klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles. Bila fraktur terjadi
tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat berdasarkan tanda klinis
patah tulang. (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998)
Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat remuknya fraktur
kominutif dan mengetahui letak persis patahannya (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998).
Pada gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil dan instabil. Dikatakan stabil
apabila hanya terjadi satu garis patahan, dan instabil bila patahannya kominutif dan
crushing dari tulang cancellous.
Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang
bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua
proyeksi ini tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka
dibuat 2 proyeksi tegak lurus satu sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi
yang dibuat, ada kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat. Proyeksi tambahan oblik
biasanya juga dibutuhkan untuk menilai trauma pada persendian. Pada fraktur
ekstremitas, daerah yang difoto harus cukup luas dengan mencakup setidaknya satu
persendian. Namun, pemeriksaan radiologis tulang yang berada di antara dua sendi
sebaiknya mencakup keseluruhan panjang tulang mulai dari persendian proksimal hingga
persendian distal tulang tersebut. Untuk melihat fraktur pada tulang radius bagian distal,
khususnya fraktur Colles, dibuat foto proyeksi AP dan lateral.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto Roentgen:
Adakah fraktur, dimana lokasinya?
Tipe (jenis) fraktur dan kedudukan fragmen
Bagaimana struktur tulang: biasa?patologik?
Bila dekat/pada persendian:adakah dislokasi?fraktur epifisis?
Pemeriksaan foto Roentgen pada kasus curiga fraktur digunakan untuk:
a. Mendiagnosis adanya fraktur dengan memperhatikan lokasinya, tipe (jenis
fraktur), dan kedudukan fragmen. Bila dekat atau pada persendian, maka dapat
diperhatikan adanya dislokasi, fraktur epifisis, dan pelebaran sela sendi karena
efusi ke dalam rongga sendi.
b. Menentukan struktur tulang apakah tulang dasarnya normal atau patologis.
c. Memperlihatkan posisi ujung tulang sebelum dan sesudah terapi fraktur. Foto
roentgen dilakukan segera setelah reposisi untuk menilai kedudukan fragmen.
Bila

dilakukan

reposisi

terbuka

perlu

diperhatikan

kedudukan

pen

intramedular(kadang-kadang pen menembus tulang) ataupun plate and


screw(kadang-kadang screw lepas).
d. Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur
- Pembentukan callus
- Konsolidasi
- Remodeling: terutama pada anak-anak
- Adanya komplikasi
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto rontgen:
1. Foto tulang apa
2. Jenis tulang (anak/ dewasa)
3. Alignment: Simetris/tidak
4. Bone : Ada fraktur/ tidak
Jika ada:
o Jenisnya
o lokasi fraktur
o kedudukan fraktur
o ada callus atau tidak
o ada komplikasi atau tidak
o ada reaksi periosteal atau tidak
o keadaan struktur tulang(korteks dan medulla)
5. cartilago:
o Apakah ada dislokasi/tidak
o Destruksi
o Bagaimana celah sendinya
6. Soft Tissue: apakah ada swelling atau tidak

Pemeriksaan Radiologis Konvensional pergelangan tangan


proyeksi PA dan lateral

Colles Fracture-PA Radiograph

Colles Fracture-Lateral Radiograph

Dinner Fork Deformity

PemeriksaanCT-Scan
Ct-scan bersifat lebih sensitif daripada radiografi konvensional untuk mendeteksi
kerusakan tulang karena dapat menampilkan potongan aksial, koronal dan sagital dari
objek. Selain itu ct scan digunakan jika ingin memperlihatkan gambaran yang cukup
pada sendi radiokarpal dan jaringan lunak, yang tidak dapat dilihat jelas pada radiografi
konvensional

Ct Scan penampang axial menunjukkan fraktur kominutif distal os.Radius

Ct Scan penampang coronal menunjukkan adanya fraktur kominutif distal os.Radius

Ct Scan penampang sagital menunjukkan adanya fraktur kominutif os.Radius


MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI digunakan jika ingin melihat lebih jelas jaringan lunak khusunya adanya cedera
ligamen dan triangular fibrocartilage complex ( TFCC) atau dapat juga digunakan jika
curiga terdapat fraktur yang tidak dapat diperlihatkan pada radiografi konvensional.
MRI tidak rutin digunakan pada evaluasi awal fraktur radius distal akut pada trauma
tangan. Namun bagaimanapun, pencitraan ini berguna untuk melilai kelainan tulang,
ligamen, dan jaringan lunak yang berkaitan dengan fraktur radius distal. MRI rutin

digunakan untuk menilai integritas ligamentum intercarpal, kompleks rawan fibroid


triangularis, dan nervus medianus pada carpal tunnel.
2.7 Diagnosis Banding
1) Fraktur Smith
Fraktur Smith adalah fraktur radius bagian distal dengan
angulasi atau dislokasi fragmen distal ke voler. Fraktur Smith
dikenal sebagai kebalikan dari fraktur Colles. Jika fraktur Colles
terjadi karena jatuh pada permukaan tangan pada bagian volar,
maka fraktur Smith terjadi karena seseorang jatuh pada
permukaan tangan bagian dorsal, sehingga terjadi dislokasi
fragmen distal ke arah volar. Gambaran klinisnya dikenal sebagai
garden spade deformity.

2) Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi adalah fraktur sepertiga distal radius dengan dislokasi


ulna bagian distal. Terjadinya fraktur ini biasanya akibat trauma
langsung sisi lateral ketika jatuh.

3) Fraktur Barton
Fraktur

Barton

adalah

fraktur

oblik

dari

tulang

radius

distal

intraartikuler, dengan patahan distal radius terdislokasi ke arah volar


(fraktur Barton volar) atau ke arah dorsal (fraktur Barton dorsal).
Fraktur Barton merupakan dislokasi sendi radiocarpal.

DD

Definisi
Deformitas pada fraktur ini
berbentuk

seperti

sendok

makan

(dinner

fork

Manifestasi Klinis

radius dengan jarak _+


2,5 cm dari permukaan

deformity). Pasien terjatuh


dalam
Fraktur Colles

keadaan

tangan

terbuka dan pronasi, tubuh

sendi distal radius

terbuka yang terfiksasi di


tanah

berputar

keluar

(eksorotasi/supinasi).

Dislokasi
distalnya

beserta lengan berputar ke ke


dalam (endorotasi). Tangan

Fraktur metafisis distal

fragmen
ke

arah

posterior/dorsal

Subluksasi

sendi

radioulnar distal

Avulsi prosesus stiloideus


ulna.

Fraktur

Smith

merupakan Penonjolan dorsal fragmen

fraktur dislokasi

ke arah proksimal, fragmen distal di

anterior (volar), karena itu sisi volar pergelangan, dan


sering disebut reverse Colles deviasi ke radial (garden
fracture. Fraktur ini biasa spade deformity).
terjadi pada orang muda.
Fraktur Smith

Pasien jatuh dengan tangan


menahan badan sedang posisi
tangan dalam keadaan volar
fleksi

pada

pergelangan

tangan dan pronasi. Garis


patahan biasanya transversal,
Fraktur Galeazzi

kadang-kadang intraartikular.
Fraktur Galeazzi merupakan Tampak tangan bagian distal
fraktur radius distal disertai dalam posisi angulasi ke
dislokasi sendi radius ulna dorsal.
distal.

Saat

pasien

Pada

jatuh tangan dapat diraba tonjolan

dengan tangan terbuka yang ujung distal ulna.


menahan badan, terjadi pula
rotasi lengan bawah dalam
posisi

pronasi

pergelangan

waktu

menahan berat badan yang


memberi gaya supinasi.
Fraktur oblik dari tulang Tangan ini akibat terjatuh

Fraktur Barton

radius distal intraartikuler, dengan tangan terentang


dengan

patahan

distal

terdislokasi ke arah volar


atau

ke

arah

dorsal.

Fraktur Barton merupakan


dislokasi sendi radiocarpal

2.8 Penatalaksanaan

Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur


dibebat dalam slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan
bawah

dan

pergelangan

tangan

dan

dibalut

kuat

dalam

posisinya.
Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan
dipegang dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang
itu (kadang-kadang dengan ekstensi pergelangan tangan untuk
melepaskan fragmen; fragmen distal kemudian didorong ke
tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada dorsum sambil
memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar
dan pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau
posisi memuaskan, dipasang slab gips dorsal, membentang dari
tepat di bawah siku sampai leher metakarpal dan 2/3 keliling
dari pergelangan tangan itu. Slab ini dipertahankan pada
posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi deviasi ulnar yang
ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah.
Lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi; latihan
bahu dan jari segera dimulai setelah pasien sadar. Kalau jari-jari
membengkak, mengalami sianosis atau nyeri, harus tidak ada
keragu-raguan untuk membuka pembalut.

Reduksi : (a) pelepasan impaksi, (b) pronasi dan pergeseran ke depan, (c) deviasi
ulnar. Pembebatan : (d) penggunaan sarung tangan, (b) slab gips yang basah, (f)
slab yang dibalutkan dan reduksi dipertahankan hingga gips mengeras

Setelah 7-10 hari dilakukan pengambilan sinar X yang baru;


pergeseran ulang sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi
ulang; sayangnya, sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang
sering terjadi lagi.
Fraktur menyatu dalam 6 minggu dan, sekalipun tak ada bukti
penyatuan secara radiologi, slab dapat dilepas dengan aman dan
diganti dengan pembalut kain krepsementara.

(a) Film pasca reduksi, (b) gerakan-gerakan yang perlu dipraktekkan


oleh pasien secara teratur

Fraktur

kominutif

berat

dan

tak

stabil

tidak

mungkin

dipertahankan dengan gips; untuk keadaan ini sebaiknya


dilakukan fiksasi luar, dengan pen proksimal yang mentransfiksi
radius dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar
metakarpal kedua dan sepertiga. (Apley & Solomon, 1995)

Fraktur Colles, meskipun telah dirawat dengan baik, seringnya tetap


menyebabkan komplikasi jangka panjang. Karena itulah hanya fraktur
Colles tipe IA atau IB dan tipe IIA yang boleh ditangani oleh dokter
IGD. Selebihnya harus dirujuk sebagai kasus darurat dan diserahkan
pada ahli orthopedik. Dalam perawatannya, ada 3 hal prinsip yang
perlu diketahui, sebagai berikut :

Tangan bagian ekstensor memiliki tendensi untuk menyebabkan


tarikan dorsal sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran
fragmen

Angulasi normal sendi radiokarpal bervariasi mulai dari 1 sampai


23 derajat di sebelah palmar, sedangkan angulasi dorsal tidak

Angulasi normal sendi radioulnar adalah 15 sampai 30 derajat.


Sudut ini dapat dengan mudah dicapai, tapi sulit dipertahankan
untuk waktu yang lama sampai terjadi proses penyembuhan
kecuali difiksasi.
Bila kondisi ini tidak dapat segera dihadapkan pada ahli

orthopedik, maka beberapa hal berikut dapat dilakukan :


1. Lakukan tindakan di bawah anestesi regional
2. Reduksi dengan traksi manipulasi. Jari-jari ditempatkan pada
Chinese finger traps dan siku dielevasi sebanyak 90 derajat dalam
keadaan fleksi. Beban seberat 8-10 pon digantungkan pada siku
selama 5-10 menit atau sampai fragmen disimpaksi.
3. Kemudian lakukan penekanan fragmen distal pada sisi volar
dengan menggunakan ibu jari, dan sisi dorsal tekanan pada
segmen proksimal menggunakan jari-jari lainnya. Bila posisi yang
benar telah didapatkan, maka beban dapat diturunkan.
4. Lengan bawah sebaiknya diimobilisasi dalam posisi supinasi atau
midposisi terhadap pergelangan tangan sebanyak 15 derajat fleksi
dan 20 derajat deviasi ulna.

5. Lengan bawah sebaiknya dibalut dengan selapis Webril diikuti


dengan pemasangan anteroposterior long arms splint
6. Lakukan pemeriksaan radiologik pasca reduksi untuk memastikan
bahwa telah tercapai posisi yang benar, dan juga pemeriksaan
pada saraf medianusnya
7. Setelah reduksi, tangan harus tetap dalam keadaan terangkat
selama 72 jam untuk mengurangi bengkak. Latihan gerak pada
jari-jari

dan

bahu

sebaiknya

dilakukan

sedini

mungkin

dan

pemeriksaan radiologik pada hari ketiga dan dua minggu pasca


trauma. Immobilisasi fraktur yang tak bergeser selama 4-6 minggu,
sedangkan untuk fraktur yang bergeser membutuhkan waktu 6-12
minggu.

Reduksi pada fraktur Colles

DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah:Sistem Muskuloskeletal. Edisi 2.
Jakarta:EGC.2004.Hal 840-70
Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta:Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal
31-43
Patel, Pradip R. Lecture Notes Radiologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007. Hal
222-30
Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 2. Makassar:Bintang
Lamumpatue. 2003. Hal 355-419
Grainger, R.G. Diagnostic Radiology. 2th Edition. Elsevier.1999. Page 1474-9
Hartanto,

Huriawati,dkk.

Kamus

kedokteran

dorlan.

Jakarta:EGC.2002.Hal:876-77
http://radiology.rsna.org/content/219/1/11/F10.expansion.html
http://emedicine.medscape.com/article/398406.html

Edisi

29.

REFERAT
FRAKTUR COLLES

Dosen Pembimbing:

dr.Josef Siregar, Sp.Rad


Disusun Oleh:

Geraldi Ayub Fujiwan Tombe


0861050066

KEPANITERAAN RADIOLOGI

PERIODE 3 DESEMBER 2012 - 5 JANUARI 2013


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

You might also like