You are on page 1of 5

Pondok PETA Tulungagung

Sebuah pondok yang di rintis oleh Al Mukarrom romo KH. Mustaqien bin Muhammad Husain,
Qoddasallahu Sirrohu sekitar tahun 1930-an. Perjuangan beliau di turunkan kepada putra beliau
Hadrotus Syech KH. Abdul Jalil, Qoddasallahu Sirrohu. Syech Mustaqiem wafat tahun 1970
dalam usia 69 tahun. Selanjutnya Syech Abdul Jalil meneruskan dan mengembangkan warisan
ajaran-ajaran yang di terima dari ayahandanya dengan menegakkan ajaran-ajaran thoriqoh dan
dzikir sirri. Entah kebetulan atau tidak, umur Syech Abdul Jalil sama persis dengan Syech Abul
Hasan Asy Syadzili bahkan bulan, dan jamnya. Beliau wafat pada hari Jum’at wage, 26 Dzul
Qoidah 1425 / 7 Januari 2005 pukul 02.40. Adalah Syeikhina wa Mursyidina wa Murobbi
ruukhina Hadrotus Syech Charir Sholachuddin, Qoddasallahu Sirrohu, yang lebih akrab di sapa
Gus Saladin, yang selanjutnya meneruskan panji-panji ajaran ahlussunnah wal jama’ah melalui
thoriqoh yang diterima dari ayahandanya.

Berikut silsilah atau sanad thoriqoh Syekhina wa Mur-syidina wa Murobbi ruukhina Hadlrotusy
Syekh K.H. Charir Sholachuddin bin Abdul Djalil Mustaqim menerima baiat thoriqot
Syadziliyah dari ayahanda beliau sampai pada Syech Abil Hasan as Syadzili:
1. Syekh Abdul Djalil bin Mustaqim, dari ayahanda beliau
2. Syekh Mustaqim bin Husain, dari
3. Syekh Abdur Rozaq bin Abdillah at Turmusi, dari
4. Syekh Ahmad, Ngadirejo, Solo, dari
5. Sayyidisy Syekh Ahmad Nahrowi Muhtarom al Jawi Tsummal Makky, dari
6. Sayyidisy Syekh Muhammad Shoiih al Mufti al Hanafi al Makky, dari
7. Sayyidisy Syekh Muhammad ‘Ali bin Thohir al Watri al Hanafi al Madani, dari
8. Sayyidisy Syekh al ‘Allamah asy Syihab Ahmad Minna-tulloh al’Adawi asy Syabasi al
Azhary al Mishry al Mali-ky,dari
9. Sayyidisy Syekh al’ Arif Billah Muhammad al Bahiti, dari
10. Sayyidisy Syekh Yusuf asy Syabasi adh Dhoriri, dari
11. Al Ustadz Sayyid Muhammad ibnul Qosim al Iskandary alMa’ruf Ibnush Shobagh, dari
12. Syekh al ‘Allamah Sayyid Muhammad bin Abdul Baqi’ az Zurqoni al Maliky, dari
13. Sayyidisy Syekh an Nur ‘Ali bin Abdurrahman al Ajhuri al Mishry al Maliky, dari
14. Sayyidisy Syekh al ‘Allamah Nuruddin ‘Ali bin Abi Bakri alQorofi,dari
15. Syekh al Hafidh al Burhan Jamaluddin Ibrahim bin Ali bin Ahmad al Qurosyi asy Syafi’i al
Qolqosyandi, dari
16. Syekh al ‘Allamah asy Syihab Taqiyyuddin Abil Abbas Ahmad bin Muhammad bin Abu
Bakar al Muqdisi asy Syahir bil Wasithi, dari
17. Syekh al ‘Allamah Shodruddin Abil Fatkhi Muhammad bin Muhammad bin Ibrahim al
Maidumi al Bakry al Mishry, dari
18. Syekh al Quthubuz Zaman Sayyid Abul Abbas Ahmad bin ‘Umar al Anshori al Mursi, dari
19.Quthbul Muhaqqiqin Sulthonil Auliya’is Sayyidinasy Syekh Abil Hasan Ali asy Syadzily,
Qoddasallahu Sirrohu waa ‘aada ‘alainaa mim barokaatihim wa anwaarihim wa asroo-rihim wa
‘uluumihim wa akhlaaqihim wa nafakhaatihim fid diini wad dun-ya wal aakhiroh, aamiina yaa
robbal ‘aala-miin.
Minggu, 04 Januari 2009
SYAIKH ABDUL MALIK MURSYID SYADZILIYAH

SYAIKH ABDUL MALIK MURSYID


SYADZILIYAH

Beliau adalah sosok ulama yang cukup di segani di kebumen propinsi jawa
tengah,Syaikh Abdul Malik semasa hidupnya memegang dua thariqah besar
(sebagai mursyid) yaitu: Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan
Thariqah Asy-Syadziliyah. Sanad thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah
telah ia peroleh secara langsung dari ayah beliau yakni Syaikh Muhammad
Ilyas, sedangkan sanad Thariqah Asy-Sadziliyah diperolehnya dari As-Sayyid
Ahmad An-Nahrawi Al-Makki (Mekkah).Dalam hidupnya, Syaikh Abdul Malik
memiliki dua amalan wirid utama dan sangat besar, yaitu membaca Al-
Qur’an dan Shalawat. Beliau tak kurang membaca shalwat sebanyak 16.000
kali dalam setiap harinya dan sekali menghatamkan Al-Qur’an. Adapun
shalawat yang diamalkan adalah shalawat Nabi Khidir AS atau lebih sering
disebut shalawat rahmat, yakni “Shallallah ‘ala Muhammad.” Dan itu adalah
shalawat yang sering beliau ijazahkan kepada para tamu dan murid beliau.
Adapun shalawat-shalawat yang lain, seperti shalawat Al-Fatih, Al-Anwar
dan lain-lain.Beliau juga dikenal sebagai ulama yang mempunyai
kepribadian yang sabar, zuhud, tawadhu dan sifat-sifat kemuliaan yang
menunjukan ketinggian dari akhlaq yang melekat pada diri beliau. Sehingga
amat wajarlah bila masyarakat Banyumas dan sekitarnya sangat mencintai
dan menghormatinya.Beliau disamping dikenal memiliki hubungan yang baik
dengan para ulama besar umumnya, Syaikh Abdul Malik mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan ulama dan habaib yang dianggap oleh
banyak orang telah mencapai derajat waliyullah, seperti Habib Soleh bin
Muhsin Al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib Ahmad Bilfaqih (Yogyakarta),
Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Probolinggo), KH Hasan Mangli
(Magelang), Habib Hamid bin Yahya (Sokaraja, Banyumas) dan lain-
lain.Diceritakan, saat Habib Soleh Tanggul pergi ke Pekalongan untuk
menghadiri sebuah haul. Selesai acara haul, Habib Soleh berkata kepada
para jamaah,”Apakah kalian tahu, siapakah gerangan orang yang akan
datang kemari? Dia adalah salah seorang pembesar kaum ‘arifin di tanah
Jawa.” Tidak lama kemudian datanglah Syaik Abdul Malik dan jamaah pun
terkejut melihatnya.Hal yang sama juga dikatakan oleh Habib Husein bin
Hadi Al-Hamid (Brani, Kraksaan, Probolinggo) bahwa ketika Syaikh Abdul
Malik berkunjung ke rumahnya bersama rombongan, Habib Husein berkata,
”Aku harus di pintu karena aku mau menyambut salah satu pembesar Wali
Allah.”Asy-Syaikh Abdul Malik lahir di Kedung Paruk, Purwokerto, pada hari
Jum’at 3 Rajab 1294 H (1881). Nama kecilnya adalah Muhammad Ash’ad
sedang nama Abdul Malik diperoleh dari ayahnya, KH Muhammad Ilyas
ketika ia menunaikan ibadah haji bersamanya. Sejak kecil Asy-Syaikh Abdul
Malik telah memperoleh pengasuhan dan pendidikan secara langsung dari
kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya yang ada di Sokaraja,
Banyumas terutama dengan KH Muhammad Affandi.Setelah belajar Al-
Qur’an dengan ayahnya, Asy-Syaikh kemudian mendalami kembali Al-Qur’an
kepada KH Abu Bakar bin H Yahya Ngasinan (Kebasen, Banyumas). Pada
tahun 1312 H, ketika Syaikh Abdul Malik sudah menginjak usia dewasa, oleh
sang ayah, ia dikirim ke Mekkah untuk menimba ilmu agama. Di sana ia
mempelajari berbagai disiplin ilmu agama diantaranya ilmu Al-Qur’an, tafsir,
Ulumul Qur’an, Hadits, Fiqh, Tasawuf dan lain-lain. Asy-Syaikh belajar di
Tanah suci dalam waktu yang cukup lama, kurang lebih selama limabelas
tahun.Dalam ilmu Al-Qur’an, khususnya ilmu Tafsir dan Ulumul Qur’an, ia
berguru kepada Sayid Umar Asy-Syatha’ dan Sayid Muhammad Syatha’
(putra penulis kitab I’anatuth Thalibin hasyiyah Fathul Mu’in). Dalam ilmu
hadits, ia berguru Sayid Tha bin Yahya Al-Magribi (ulama Hadramaut yang
tinggal di Mekkah), Sayid Alwi bin Shalih bin Aqil bin Yahya, Sayid Muhsin
Al-Musawwa, Asy-Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdullah At-Tirmisi.
Dalam bidang ilmu syariah dan thariqah alawiyah ia berguru pada Habib
Ahmad Fad’aq, Habib Aththas Abu Bakar Al-Attas, Habib Muhammad bin
Idrus Al-Habsyi (Surabaya), Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Bogor),
Kyai Soleh Darat (Semarang).Sementara itu, guru-gurunya di Madinah
adalah Sayid Ahmad bin Muhammad Amin Ridwan, Sayid Abbas bin
Muhammad Amin Raidwan, Sayid Abbas Al Maliki Al-Hasani (kakek Sayid
Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani), Sayid Ahmad An-Nahrawi Al Makki,
Sayid Ali Ridha.Setelah sekian tahun menimba ilmu di Tanah Suci, sekitar
tahun 1327 H, Asy-Syaikh Abdul Malik pulang ke kampung halaman untuk
berkhidmat kepada keduaorang tuanya yang saat itu sudah sepuh (berusia
lanjut). Kemudian pada tahun 1333 H, sang ayah, Asy Syaikh Muhammad
Ilyas berpulang ke Rahmatullah.Sesudah sang ayah wafat, Asy-Syaikh Abdul
Malik kemudian mengembara ke berbagai daerah di Pulau Jawa guna
menambah wawasan dan pengetahuan dengan berjalan kaki. Ia pulang ke
rumah tepat pada hari ke- 100 dari hari wafat sang ayah, dan saat itu umur
Asy Syaikh berusia tiga puluh tahun.Sepulang dari pengembaraan, Asy-
Syaikh tidak tinggal lagi di Sokaraja, tetapi menetap di Kedung Paruk
bersama ibundanya, Nyai Zainab. Perlu diketahui, Asy-Syaikh Abdul Malik
sering sekali membawa jemaah haji Indonesia asal Banyumas dengan
menjadi pembimbing dan syaikh. Mereka bekerjasama dengan Asy-Syaikh
Mathar Mekkah, dan aktivitas itu dilakukan dalam rentang waktu yang cukup
lama.Sehingga wajarlah kalau selama menetap di Mekkah, ia memperdalam
lagi ilmu-ilmu agama dengan para ulama dan syaikh yang ada di sana.
Berkat keluasan dan kedalaman ilmunya, Syaikh Abdul Malik pernah
memperoleh dua anugrah yakni pernah diangkat menjadi Wakil Mufti
Madzab Syafi’i di Mekkah dan juga diberi kesempatan untuk mengajar.
Pemerintah Saudi sendiri sempat memberikan hadiah berupa sebuah rumah
tinggal yang terletak di sekitar Masjidil Haram atau tepatnya di dekat Jabal
Qubes. Anugrah yang sangat agung ini diberikan oleh Pemerintah Saudi
hanya kepada para ulama yang telah memperoleh gelar Al-‘Allamah.Syaikh
Ma’shum (Lasem, Rembang) setiap berkunjung ke Purwokerto, seringkali
menyempatkan diri singgah di rumah Asy-Syaikh Abdul Malik dan mengaji
kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah Ibnu Malik secara tabarrukan (meminta
barakah) kepada Asy-Syaikh Abdul Malik. Demikian pula dengan Mbah
Dimyathi (Comal, Pemalang), KH Khalil (Sirampog, Brebes), KH Anshori
(Linggapura, Brebes), KH Nuh (Pageraji, Banyumas) yang merupakan kiai-
kiai yang hafal Al-Qur’an, mereka kerap sekali belajar ilmu Al-Qur’an kepada
Syaikh Abdul Malik.Kehidupan Syaikh Abdul Malik sangat sederhana, di
samping itu ia juga sangat santun dan ramah kepada siapa saja. Beliau juga
gemar sekali melakukan silaturrahiem kepada murid-muridnya yang miskin.
Baik mereka yang tinggal di Kedung Paruk maupun di desa-desa sekitarnya
seperti Ledug, Pliken, Sokaraja, dukuhwaluh, Bojong dan lain-lain.Hampir
setiap hari Selasa pagi, dengan kendaraan sepeda, naik becak atau dokar,
Syaikh Abdul Malik mengunjungi murid-muridnya untuk membagi-bagikan
beras, uang dan terkadang pakaian sambil mengingatkan kepada mereka
untuk datang pada acara pengajian Selasanan (Forum silaturrahiem para
pengikut Thariqah An-Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah Kedung paruk yang
diadakan setiap hari Selasa dan diisi dengan pengajian dan
tawajjuhan).Murid-murid dari Syaikh Abdul Malik diantaranya KH Abdul
Qadir, Kiai Sa’id, KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid Thariqah An-
Naqsabandiyah Al-Khalidiyah sekarang), KH Sahlan (Pekalongan), Drs Ali
Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH Hisyam Zaini (Jakarta), Habib
Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), KH Ma’shum (Purwokerto)
dan lain-lain.Sebagaimana diungkapkan oleh murid beliau, yakni Habib
Luthfi bin Yahya, Syaikh Abdul Malik tidak pernah menulis satu karya pun.
“Karya-karya Al-Alamah Syaikh Abdul Malik adalah karya-karya yang dapat
berjalan, yakni murid-murid beliau, baik dari kalangan kyai, ulama maupun
shalihin.”Diantara warisan beliau yang sampai sekarang masih menjadi
amalan yang dibaca bagi para pengikut thariqah adalah buku kumpulan
shalawat yang beliau himpun sendiri, yaitu Al-Miftah al-Maqashid li-ahli at-
Tauhid fi ash-Shalah ‘ala babillah al-Hamid al-majid Sayyidina Muhammad
al-Fatih li-jami’i asy-Syada’id.”Shalawat ini diperolehnya di Madinah dari
Sayyid Ahmad bin Muhammad Ridhwani Al-Madani. Konon, shalawat ini
memiliki manfaat yang sangat banyak, diantaranya bila dibaca, maka
pahalanya sama seperti membaca kitab Dala’ilu al-Khairat sebanyak seratus
sepuluh kali, dapat digunakan untuk menolak bencana dan dijauhkan dari
siksa neraka.Syaikh Abdul Malik wafat pada hari Kamis, 2 Jumadil Akhir
1400 H (17 April 1980) dan dimakamkan keesokan harinya lepas shalat
Ashar di belakang masjid Baha’ul Haq wa Dhiya’uddin, Kedung Paruk
Purwokerto.

You might also like