You are on page 1of 10

Asuhan keperawatan lanjut usia dengan osteoporosis

July 11th, 2009 by Puja


. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara
berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk,
1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas
umur 75-80 tahun. Masyarakat atau populasi osteoporosis yang rentan terhadap
fraktur adalah populasi lanjut usia yang terdapat pada kelompok di atas usia 85
tahun, terutama terdapat pada kelompok lansia tanpa suatu tindakan
pencegahan terhadap osteoporosis. Proses terjadinya osteoporosis sudah di
mulai sejak usia 40 tahun dan pada wanita proses ini akan semakin cepat pada
masa menopause.
Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk
wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea).
Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena
osteoporosis. Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit keropos tulang
ini ternyata menyerang wanita sejak masih muda. Tidak dapat dipungkiri penyakit
osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena
gejala baru muncul setelah usia 50 tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah
dideteksi secara dini.
Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap
memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita,
penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki
tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat.
Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun
waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000

diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Dapat
dibayangkan betapa besar jumlah penduduk yang dapat terancam penyakit
osteoporosis.
Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan
kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasar Studi di Indonesia:
Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita
sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk
wanita 53,6%, pria 38%.
Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan
terjadi di Asia pada 2050. (Yayasan Osteoporosis Internasional)
Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun. (Yayasan
Osteoporosis Internasional)
Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang
osteoporosis atau keretakan tulang. (Yayasan Osteoporosis Internasional)
Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis.
(depkes, 2006)
Berdasar data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih
besar dan merupakan Negara dengan penderita osteoporosis terbesar ke 2
setelah Negara Cina.
B. Tujuan
Adapun tujuan yang dapat diambil yaitu :
masyarakat Indonesia dapat mengetahui dampak berbahaya dari penyakit
osteoporosis sehingga dapat dilakukan pencegahan sebelum terjadinya
penyakit .
Manfaat yang diharapkan yaitu :
dengan dilakukan pencegahan dan penanganan yang tepat diharapkan angka
kejadian penyakit osteoporosis dapat ditekan.
II. Isi
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
a. Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa
massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan
kualitas jaringan tulang yang dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang
(wikipedia.org).
b. Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan masa tulang total.
(buku ajar medikal bedah vol 3)

2. Klasifikasi
Adapun klasifikasi osteoporosis yaitu :
a. Osteoporosis primer
1) Tipe 1 adalah tipe yang timbul pada wanita pascamenopause
2) Tipe 2 terjadi pada orang lanjut usia baik pria maupun wanita.
b. Osteoporosis sekunder. Di sebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosif
(misalnya mieloma multiple, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme) dan akibat obatobatan yang toksik untuk tulang (misalnya glukokortikoid). Jenis ini ditemukan
pada kurang lebih 2-3 juta klien.
c. Osteoporosis idiopatik adalah osteoporosis yang tidak di ketahui penyebabnya
dan di temukan pada :
1) Usia kanak-kanak (juvenil)
2) Usia remaja (adolesen)
3) Pria usia pertengahan
3. Etiologi
Faktor-faktor risiko penyebab osteoporosis antara lain :
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1) Usia. Lebih sering terjadi pada lansia
2) Jenis kelamin, tiga kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria.
Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh faktor hormonal dan rangka tulang yang
lebih kecil.
3) Ras. Kulit putih mempunyai resiko lebih tinggi.
4) Riwayat keluarga/keturunan.
Sejarah keluarga juga mempengaruhi penyakit ini. Pada keluarga yang
mempunyai riwayat osteoporosis, anak-anak yang dilahirkannya cenderung
mempunyai penyakit yang sama.
5) Bentuk tubuh.
Adanya kerangka tubuh yang lemah dan skoliosis vertebra menyebabkan
penyakit ini. Keadaan ini terutama terjadi pada wanita antara usia 50-60 tahun
dengan densitas tulang yang rendah dan di atas usia 70 tahun dengan
BMI( body mass index) [ BB dibagi kuadrat TB] yang rendah.
6) Tidak pernah melahirkan.
b. Faktor risiko yang dapat diubah
1. Merokok
2. Defisiensi vitamin dan gizi( antara lain protein), kandungan garam pada
makanan, perokok berat, peminum alkohol dan kopi yang berat. Nikotin dalam

rokok menyebabkan melemahnya daya serat sel terhadap kalsium dari darah ke
tulang. Oleh karena itu, proses pembentukan tulang oleh osteoblas menjadi
melemah. Dampak konsumsi alkohol pada osteoporosis berhubungan dengan
jumlah alkohol yang dikonsumsi. Konsumsi alkohol yang berlebihan akan
menyebabkan melemahnya daya serat sel terhadap kalsium dari darah ke tulang.
Mengkonsumsi atau minum kopi lebih dari tiga cangkir per hari menyebabkan
tubuh ingin berkemih. Keadaan tersebut menyebabkan kalsium banyak terbuang
bersama air kencing. Kekurangan protein dan kalsium pada masa kanak-kanak
dan remaja menyebabkan tidak tercapainya massa tulang yang maksimal pada
waktu dewasa.
3. Gaya hidup. Aktifitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan
penyangga berat badan merupakan stimulus penting bagi resorpsi tulang. Beban
fisik yang terintegrasi merupakan penentu dari puncak massa tulang.
4. Gangguan makan ( anoreksia nervosa)
5. Menopause dini ( menopause yang terjadi pada usia 46 tahun) dan hormonal,
yaitu kadar esterogen plasma yang kurang/menurun. Dengan menurunnya kadar
esterogen, resorpsi tulang menjadi lebih cepat sehingga akan terjadi penurunan
massa tulang yang banyak. Bila tidak segera diintervensi, akan cepat terjadi
osteoporosis.
Penggunaan obat-obatan tertentu seperti diuretik, glukokortikoid, anti konvulsan,
hormon tiroid berlebihan, kortikosteroid).
4. Epidemiologi
Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk
wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea).
Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit keropos tulang ini ternyata
menyerang wanita sejak masih muda. Tidak dapat dipungkiri penyakit
osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena
gejala baru muncul setelah usia 50 tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah
dideteksi secara dini.
Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap
memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita,
penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki
tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat.
5. Manifestasi Klinis
Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses
kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita

osteoporosis senilis) dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun


tanpa kita sadari dan tanpa disertai adanya gejala. Gejala-gejala baru timbul
pada tahap osteoporosis lanjut, seperti: patah tulang, punggung yang semakin
membungkuk, hilangnya tinggi badan dan nyeri punggung.
6. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari dalam semua kasus osteoporosis adalah
ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Dalam
tulang normal, terdapat matrik konstan remodeling tulang; hingga 10% dari
seluruh massa tulang mungkin mengalami remodeling pada saat titik waktu
tertentu. Tulang diresorpsi oleh sel osteoklas (yang diturunkan dari sumsum
tulang), setelah tulang baru disetorkan oleh sel osteoblas.
7. Pathway
Terlampir
8. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita,
terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan
vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Wanita pasca menopause yang
menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya bersama
dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau
menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati
osteoporosis.
Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan
vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak
menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi. Jika kadar testosteronnya
rendah, bisa diberikan testosteron.
Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul biasanya
diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips
atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri
punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back
brace dan dilakukan terapi fisik.
Penanganan yang dapat di lakukan pada klien osteoporosis meliputi :
a. Diet
b. Pemberian kalsium dosis tinggi
c. Pemberian vitamin D dosis tinggi
d. Pemasangan penyangga tulang belakang (spina brace) untuk mengurangi
nyeri punggung.

e. Pencegahan dengan menghindari faktor resiko osteoporosis (mis. Rokok,


mengurangi konsumsi alkohol, berhati-hati dalam aktifitas fisik).
f. Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang terjadi.
9. Pencegahan
Pencegahan osteoporosi meliputi:
a. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan
mengkonsumsi kalsium yang cukup
Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama
sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum
2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan
tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup
kalsium. Sebaiknya semua wanita minum tablet kalsium setiap hari, dosis harian
yang dianjurkan adalah 1,5 gram kalsium.
b. Melakukan olah raga dengan beban
Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan
kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang.
c. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu)
Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering
diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif
dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6
tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan
mengurangi resiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat menyerupai
estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam
mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau
rahim. Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa
digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.
10. Pemeriksaan Diagnostik
Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis
ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang.
Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan
lainnya yang bisa diatasi, yang bisa menyebabkan osteoporosis.
Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan
pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Pemeriksaan yang paling akurat
adalah DXA (dual-energy x-ray absorptiometry). Pemeriksaan ini aman dan tidak
menimbulkan nyeri, bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit. DXA sangat berguna
untuk: wanita yang memiliki resiko tinggi menderita osteoporosis, penderita yang

diagnosisnya belum pasti, penderita yang hasil pengobatannya harus dinilai


secara akurat.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1). Riwayat kesehatan. Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi
klien osteoporosis. Kadang- kadang keluhan utama mengarahkan ke diagnosa
( mis., fraktur colum femoris pada osteoporosis). Faktor lain yang diperhatikan
adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal,
imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan
sinar matahari, asupan kalsium, fosfat dan vitamin D, latihan yang teratur dan
bersifat weight bearing.
Obat-obatan yang diminum pada jangka panjang harus diperhatikan seperti
kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, antasid yang mengandung
aluminium, natrium flourida dan etidronat bifosfonat, alkohol dan merokok
merupakan faktor risiko terjadinya osteoporosis.
Penyakit lain yang harus dipertanyakan dan berhubungan dengan osteoporosis
adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin, dan insufiensi pankreas.
Riwayat haid, usia menarke dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi juga
diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan
karena ada beberapa penyakit tulang metabolik yang bersifat herediter.
2). Pengkajian psikososial. Gambaran klinis pasien dengan osteoporosis adalah
wanita pascamenopause dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan
faktor predisposisi adanya fraktur multiple karena trauma. Perawat perlu
mengkaji konsep diri klien terutama citra diri, khususnya klien dengan kifosis
berat. Klien mungkin membatasi interaksi sosial karena perubahan yang tampak
atau keterbatasan fisik, tidak mampu duduk di kursi, dan lain-lain. Perubahan
seksual dapat terjadi karena harga diri atau tidak nyaman selama posisi
interkoitus. Osteoporosis dapat menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat
perlu mengkaji perasaan cemas dan takut pada klien.
3). Pola aktifitas sehari-hari. Pola aktifitas dan latihan biasanya berhubungan
dengan olah raga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan,
mandi, dan toilet. Olah raga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu
akan merasa lebih baik. Selain itu, olah raga dapat mempertahankan tonus otot
dan gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk
mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang
kompleks antara saraf dan muskulosekeletal. Beberapa perubahan yang terjadi

sehubungan dengan menurunnya gerak persendian adalah agility (kemampuan


gerak cepat dan lancar) menurun, stamina menurun, koordinasi menurun dan
dexterity (kemampuan memanipulasi ketrampilan motorik halus) menurun.
2. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing).
Inspeksi: ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang.
Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi: cuaca resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi: pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki.
b. B2 ( Blood). Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin
dan pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh
darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
c. B3 ( Brain). Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih
parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
a. Kepala dan wajah: ada sianosis
b. Mata: Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis.
c. Leher: Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan
halus merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi
vertebra
d. B4 (Bladder). Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada
keluhan pada sistem perkemihan.
e. B5 ( Bowel). Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun
perlu di kaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
f. B6 ( Bone). Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien
osteoporosis sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowagers hump) dan
penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan,
deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang
sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
Adapun data yang mungkin muncul pada pasien osteoporosis yaitu :
Data subjektif :
- os mengeluh nyeri punggung
- os mengatakan sulit BAB
- os mengatakan mudah lelah
- Adanya riwayat jatuh
Data objektif

- kekuatan otot menurun


- kekakuan sendi
- deformitas
- kifosis
- fraktur baru
- ketidakseimbangan tubuh
- keletihan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronis berhubungan dengan dampak sekunder dan fraktur vertebra
b. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
c. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan
skeletal dan ketidakseimbangn tubuh
d. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan
fisik(ketidakseimbangan mobilisasi) serta psikologis yang disebabkan oleh
penyakit atau terapi.
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan postural dan kurang pengetahuan

You might also like