Professional Documents
Culture Documents
a. Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis, faringitis, otitis
media, gastroentritis, bronkitis, bronchopneumonia, morbili, varisela,demam
b.
c.
d.
e.
tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus
serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38C dan terjadi saat suhu
tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama. (Dona
L.Wong, 2008).
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak kogenital,
faktor genetik, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan
metabolisme, trauma, neuplasma toksin, sirkulasi, dan penyakit degeneratif sususnan
syaraf. Kejang disebut ideopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.(Cecily L.
Betz dan A.sowden, 2002)
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis. (Riyadi
dan sujono, 2009).
3. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl). Akibatnya konsentrasi
ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di
luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran
dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
Dapat
mencangkup
otomatisme
atau
gerakan
otomatik;
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang demam
adalah meliputi:
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal
tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang
demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi
dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium
rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama
pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali
gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang
berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18
bulan.
3. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit
:
K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal
b. Turunkan panas
- Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
- Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun
demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang
dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang
demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
- Bebaskan jalan napas
- Beri zat asam
- Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
- Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam
dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai d emam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
Fero barbital
Fenitorri
Klonazepam
(indikasi khusus)
data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang
lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
A. Data Subjektif
a) Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang tua perlu
dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
b) Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan
kejang si anak
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui
apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang.
Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.
Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung
lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon
terhadap prognosa dan pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan
apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi
mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran
seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan
naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi
untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin
kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan
kejang sering timbul.
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang
dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lainlain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu
ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada
paralise, menangis dan sebagainya ?
ditanyakan
apakah
sukar,
spontan
atau
dengan
tindakan
h.
disukai ?
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam
berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
B. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah,
nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi
sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang
tanpa kelainan neurologi.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala?
Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.
2. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien.
3. Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda
rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
4. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
5. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.
6. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ?
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
7. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah?
Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
8. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan
eksudat ?
9. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah
pembesaran vena jugulans ?
10. Thorax
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menumpuknya sekret pada jalan nafas.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem termoregulasi).
3. Risiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan adanya peningkatan suhu
tubuh.
4. Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan dengan
kurangnya informasi.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan
Jalan nafas tidak
efektif
berhubungan
dengan
menumpuknya
sekret pada jalan
Tujuan?/ Kriteria
hasil
Jalan nafas bersih
dalam waktu 1
X 24menit.
- Jalan nafas bersih
- Penderita tidak
sesak
Intervensi
-
Rasional
-
Dengan posisi
ekstensi diharapkan
dapat mencegah
terjadinya lidah
jatuh kebelakang
dan jalan nafas
nafas.
Hipertermi
berhubungan
dengan proses
penyakit
(terganggunya
sistem
termoregulasi).
Rasa nyaman
terpenuhi.
- Cairan tubuh tetap seimbang antara
intake dan
output.
- Membran mukosa
penderita kejang.
Berikan penjelasan
pada klien dan
keluarganya.
Berikan cairan
elektrolit sesuai
dengan kebutuhan.
Beri minum yang
banyak.
Kolaborasi dengan
tim medis (dokter)
dalam pemberian
cairan infus
basah.
- Turgor kulit baik.
- Klien tidak merasa
longgar.
Dengan observasi
diharapkan dapat
mengetahui keadaan
sedini mungkin.
- Menambah
wawasankeluarga
- Diharapkan cairan
tubuh terpenuhi
- Dapat menambah
cairan yang hilang
akibat suhu badan
yang tinggi.
- Diharapkan dapat
memenuhi
kebutuhan cairan
dan
haus.
- Tanda-tanda vital
Risiko terjadinya
kejang berulang
berhubungan
dengan adanya
peningkatan suhu
tubuh.
normal.
- Tidak terjadi
kejang berulang
- Tidak kejang
- Suhu tubuh normal
- Tanda-tanda vital
kembali normal -
Berikan kompres
keluarga
Kolaborasi dengan
tim medis (dokter)
dalam pemberian
obat antipiretik
Dengan kompres
basah pada daerah
axilla dan lipatan
paha dapat
menurunkan suhu
tubuh, karena
daerah tersebut
terdapat pembuluh
darah besar
sehingga
mempercepat
penguapan.
Dengan Baju tipis
diharapkan akan
mengetahui
perubahan dan
perkembangan
sedini mungkin.
Dengan diberikan
penjelasan
diharapkan akan
menambah
Risiko cedera
berhubungan
dengan adanya
kejang
Kurang
Risiko cedera
dapat terkontrol
Pasien
terbebas dari
cedera
Keluarga
pasien mampu
menjelaskan
cara/metode
untuk mencegah
cedera
Sediakan
lingkungan yang
aman
- Identifikasi
kebutuhan
keamanan pasien
sesuai
kondisi
fisik
- Menghindarkan
lingkungan yang
berbahaya
- Memasang side
rail tempat tidur
- Membatasi
pengunjung
Informasi keluarga
tentang kejadian
kejang dan dampak
masalah, serta
beritahukan cara
perawatan dan
pengobatan yang
benar.
Informasikan juga
tentang bahaya yang
dapat terjadi akibat
pertolongan yang
salah.
Ajarkan kepada
keluarga untuk
memantau
perkembangan yang
terjadi akibat kejang.
Kaji kemampuan
keluarga terhadap
penanganan kejang.
pengetahuan klien
tentang penyakit.
Dengan obat anti
piretik diharapkan
dapat menurunkan
panas
- Mencegah cedera
pasien
- Kebutuhan keamanan
pasien bergunan
untuk mencegah
cedera pasien
- Mengurangi risiko
cedera
- Perlindungan kepada
pasien supaya tidak
jatuh dari tempat
tidur
- Mengurangi
kegelisahan pasien
karena
- Diharapkan keluarga
mengetahui
cara
perawatan
dan
pengobatan
yang
benar.
- Diharapkan keluarga
mengerti akibat dari
pertolongan
yang
salah.
- Diharapkan keluarga
mengerti
bahaya
dari kejang.
- Dengan mengkaji pada
keluarga diharapkan
mampu menangani
gejala-gejala yang
menyebabkan
kejang.
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien
F. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Fishman, Marvin A. 2007. Buku Ajar Pediatri, volume 3 edisi 20. Jakarta:EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Difinisi Dan Klasifikasi 20122014/Editor,T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Suwarwati Dan Nike Budhi
Subekti. Jakarta: EGC
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action.
Lumbantobing SM, .1995. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak. Jakarta: Gaya
Baru
Lynda Juall C, 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Penerjemah Monica
Ester. Jakarta: EGC
Marilyn E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerjemah Kariasa I Made.
Jakarta: EGC
Matondang, Corry S. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke 2. Jakarta: PT. Sagung Seto
Rendle John. 1999. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi ke 6. Jakarta: Binapura Aksara
Riyadi dan Sujono, 2009. Buku Saku Pediatri. Jakarta: EGC
Santosa NI. 1989. Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan). Jakarta: Depkes RI
Santosa NI, 1993. Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga. Jakarta: Depkes RI
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
Suharso Darto. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: F.K. Universitas Airlangga
Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi
Pada Anak. Surabaya: PERKANI
Wahidiyat Iskandar. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta: PERKANI
Wong, D.L,dkk. 2008. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta. Buku Kedokteran
I Putu Juniartha Semara Putra