You are on page 1of 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Untuk suatu sediaan obat yang dibuat utamanya dalam skala besar, yang melalui
waktu penyimpanan yang panjang, diharapkan suatu ruang waktu daya tahan selama kurang
lebih 5 tahun. Sedian obat sebaiknya berjumlah 3 tahun dalam kasus yang kurang baik. Obat
yang dibuat secara reseptur, sebaiknya menunjukkan suatu stabilitas untuk sekurangkurangnya beberapa bulan. Akan tetapi untuk preparat yang terakhir disusun dengan suatu
pembatasan dari waktu penyimpanan. Sifat khas kualitas yang penting adalah kandungan
bahan aktif, keadaan galeniknya, termasuk sifat yang dapat terlihat secara sensorik, sifat
mikrobiologis dan toksikologisnya dan aktivitasnya secara terapeutik. Skala perubahan yang
diizinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope. Untuk barang jadi obat dan
obat yang tidak terdaftar berlaku keterangan yang telah dibuat dalam peraturan yang baik.
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi
suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu obat atau sediaan farmasi
biasanyadiproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama untuk
sampai ke tangan pasien yang membutuhkan. Penyebab ketidakstabilan sediaan obat ada dua
watak, pertama kali adalah labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu sendiri. Yang
terakhir dihasilkan dari bahan kimia dan kimia fisika, untuk lainnya adalah faktor luar seperti
suhu,kelembapan,udara,dan cahaya, menginduksi atau mempercepat reaksi yang berkurang
nilainya. Faktor-faktor yang telah disebutkan menjadi efektif dalam skala tinggi adalah
bergantung dari jenis galenik dari sediaan dalam obat padat, seperti serbuk, bubuk, dan tablet.
Penjelasan di atas menjelaskan kepada kita bahwa betapa pentingnya kita mengetahui pada
keadaan yang bagaimana suatu obat tersebut aman dan dapat bertahan lama, sehingga obat
tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa menurunkan khasiat obat
tersebut.
1.2

Tujuan Praktikum
1. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat.
2. Menentukan energi aktivitas dari reaksi penguraian suatu zat.
3. Menentukan usia simpan suatu zat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Teori Umum

Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia.
Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan
( Connors,1986). Tidak tergantung dari karakter jalannya proses penguraian (perubahan
kimia, fisika dan mikrobiologis) adalah untuk mengetahui waktu yang mana bahan obat atau
sistem bahan obat dibawah persyaratan lingkungan tertentu. Memenuhi tuntutan yang telah
dilaporkan, untuk mendeteksi perbandingan stabilitas maka dipakai 2 metode yaitu (Voight,
1995) :
1. tes daya tahan waktu panjang yang mengantarkan bahwa obat selama ruang waktu
yang diminati disimpan di bawa persyaratan penyimpanan (suhu, cahaya, udara dan
kelembapan) yang dituntut atau diharapkan di dalam lemari pendingin atau ruang
pendingin dan dalam jarak waktu yang cocok dan pada akhir percobaan dikontrol
kandungan bahan obat atau nilai efektifnya, sifat mikrobiologis, maupun sifat sensoris
dan keadaan galeniknya yang dapat dideteksi dengan metode fisika.
2. tes daya tahan dipercepat dilakukan dibawah pembebanan panas, dengan ini
digunakan membuat peraturan kinetika reaksi, lagi pula penguraian dipelajari pada
suhu yang lebih tinggi daripada suhu ruang dan kemudian diekstrapolasikan pada
suhu penyimpanan.
Degradasi kimia konstituen dalam sebuah produk obat sering menyebabkan kerugian
dalam potensi, misalnya, hidrolisis cincin b-laktam hasil benzilpenisilin dalam aktivitas
antimikroba yang lebih rendah. dalam contoh beberapa produk degradasi dari obat mungkin
degradasi beracun suatu eksipien dapat menimbulkan masalah stabilitas fisik atau
mikrobiologis. Pada umumnya, reaksi kimia berlangsung lebih mudah dalam keadaan cair
daripada dalam keadaan padat sehingga masalah stabilitas serius lebih umum ditemui dalam
obat cair (Walter,1994).
Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwa pasien menerima dosis
obat yang diresepkan dan bukan hasil ditemukan degradasi efek terapi aktif. farmasi
diproduksi bertanggung jawab untuk memastikan ia merupakan produk yang stabil yang
dipasarkan dalam batas-batas tanggal kedaluwarsa. apoteker komunitas memerlukan
pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas bahwa ia benar dapat
menyimpan obat-obatan, pemilihan wadah yang tepat untuk mengeluarkan obat tersebut,
mengantisipasi interaksi ketika pencampuran beberapa bahan obat, persiapan, dan
menginformasikan kepada pasien setiap perubahan yang mungkin terjadi setelah obat telah
diberikan (Parrot, 1978).
Dalam mempertimbangkan stabilitas kimia farmasi yaitu untuk mengetahui urutan
reaksi, yang diperoleh secara eksperimental dengan mengukur laju reaksi sebagai fungsi dari
konsentrasi obat merendahkan. Urutan keseluruhan reaksi adalah jumlah dari eksponen istilah

konsentrasi tingkat ekspresi. Urutan sehubungan dengan tiap reaktan itu eksponen dari istilah
konsentrasi individu dalam tingkat ekspresi (Parrot,1978).
Solusi tingkat reaksi biasanya dinyatakan dalam satuan perubahan konsentrasi per
periode waktu. Misalnya, mol per liter per jam, dan laju reaksi kimia yang terjadi dalam
larutan biasanya sebanding dengan konsentrasi spesies reaksi (Martin, 1971).
Reaksi orde nol di mana tingkat adalah independen dari konsentrasi reaktan. Laju
reaksi ditentukan oleh faktor lain, seperti penyerapan cahaya dalam reaksi fotokimia atau
tingkat difusi dalam reaksi permukaan tertentu (Parrot, 1978). Dimana K adalah konstanta
laju orde nol, yang memiliki dimensi konsentrasi dibagi oleh misalnya waktu mol per liter per
jam. Persamaan diferensial di atas pada hasil integrasi C = -Kot + Co Dimana C adalah
konsentrasi awal Orde Reaksi satu. Reaksi orde pertama adalah satu di mana laju reaksi
berbanding lurus dengan konsentrasi zat bereaksi. matematis, hal ini dapat dinyatakan
sebagai (Parrot, 1978). Log C = Pada umumnya penentuan kestabilan suatu zat obat dapat
dilakukan dengan cara kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga
praktis digunakan dalam bidang farmasi. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam penentuan
kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah (Anonim, 2010) :a. Kecepatan reaksi
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi
c. Tingkat reaksi dan cara penentuannya.
Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan dimaksudkan dalam rantai peristiwa
ini :
1. Kestabilan dan tak tercakup proses laju umumnya adalah suatu yang menyebabkan
ketidak aktifan obat melalui penguraian obat, atau melalui hilangnya khasiat obat karena
perubahan bentuk fisik dan kimia yang kurang diinginkan dari obat tersebut.
2. Disolusi, disini yang diperhatikan terutama kecepatan berubahnya obat dalam
bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular.
3. Proses absorbsi, distribusi, dan eliminasi beberapa proses berkaitan dengan laju
absorbsi obat ke dalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh dan laju pengeluaran obat
setelah proses distribusi dengan berbagai faktor, seperti metabolisme, penyimpanan dalam
organ tubuh lemak, dan melalui jalur-jalur penglepasan.
4. Kerja obat pada tingkat molekular obat dapat dibuat dalam bentuk yang tepat
dengan menganggap timbulnya respon dari obat merupakan suatu proses laju. Konstanta K
yang ada dalam hukum laju yang digabung dengan reaksi elementer, disebut konstanta laju
spesifik untuk reaksi itu. Setiap perubahan dalam kondisi reaksi seperti temperatur, pelarut
atau sedikit perubahan dari suatu komponen yang terlibat dalam reaksi akan menyebabkan
hukum laju reaksi mempunyai harga yang berbeda untuk konstanta laju spesifik. Secara
eksperimen, suatu perubahan konstanta laju spesifik berhubungan terhadap perubahan dalam
kemiringan garis yang diberikan oleh persamaan laju. Variasi dalam konstanta spesifik
merupakan kebermaknaan yang fisik yang penting, karena perubahan dalam konstanta ini

menggambarkan suatu perubahan pada tingkat molekul sebagai akibat variasi dalam kondisi
reaksi (Martin,1983) .
Konstanta laju yang didapat dari reaksi-reaksi yang mengandung sejumlah langkah
molekularita yang berbeda merupakan fungsi konstanta laju spesifik untuk berbagai bentuk
langkah. Setiap perubahan dalam sifat-sifat dari suatu langkah yang disebabkan modifikasi
pada kondisi reaksi itu atau pada sifat-sifat dari molekul yang terlibat dalam langkah-langkah
ini, akan menyebabkan perubahan harga konstanta laju keseluruhan. Pada saat variasi dalam
konstanta laju keseluruhan dapat digunakan untuk memberikan informasi yang berguna
mengenai suatu reaksi, segala sesuatu yang mempengaruhi konstanta laju spesifik akan
mempengaruhi laju yang lainnya, maka sulit untuk memberikan arti variasi dalam konstanta
laju keseluruhan untuk reaksi ini (Martin, 1983).
Stabilitas obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obat yang
berkhasiat. Batas kadar obat yang masih tersisa 90 % tidak dapat lagi atau disebut sebagai sub
standar waktu diperlukan hingga tinggal 90 % disebut umur obat. Orde reaksi dapat
ditentukan dengan beberapa metode, diantaranya (Martin, 1983) :
1) Metode substitusi
Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi disubstitusikan ke
dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi. jika persamaan itu menghasilkan
harga K yang tetap konstan dalam batas-batas variasi percobaan, maka reaksi dianggap
berjalan sesuai dengan orde tersebut.
2) Metode grafik Plot
Data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde reaksi tersebut.
Jika konsentrasi di plot terhadap t dan didapat garis lurus, reaksi adalah orde nol. Reaksi
dikatakan orde pertama bila log (a-x) terhadap t menghasilkan garis lurus. Suatu reaksi orde
kedua akan memberikan garis lurus bila 1/ (a-x) diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula
sama). Jika plot 1 /(a-x) terhadap t menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan sama
konsentrasi mula-mulanya,reaksi adalah orde ketiga. 3) Metode waktu paruh Dalam reaksi
orde nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi awal, a. Waktu paruh reaksi orde
pertama tidak bergantung pada a; waktu paruh untuk reaksi orde kedua, dimana a = b
sebanding dengan 1/a dari dalam reaksi orde ketiga, dimana a = b = c, sebanding dengan 1/a.
Umumnya berhubungan antar hasil di atas memperlihatkan waktu paruh suatu reaksi dengan
konsentrasi seluruh reaktan sama. suhu kamar dapat juga dihitung dari grafik antara log 1
dengan 1/T. Dengan demikian batas kadaluarsa suatu sediaan Farmasi dapat diketahui dengan
tepat (Ansel, 1989).
Pada masa lalu juga banyak perusahaan Farmasi mengadakan evaluasi mengenai
kestabilan sediaan Farmasi dengan pengamatan selama 1 tahun atau lebih sesuai dengan
waktu normal yang diperlukan dalam penyimpanan dan dalam penggunaan. Metode seperti
itu memakan waktu dan tidak ekonomis. Penelitian yang dipercepat pada temperature tinggi
juga banyak dilakukan oleh banyak perusahaan, tetapi kriterianya sering merupakan criteria

buatan yang tidak didasarkan pada prinsip-prinsip dasar kinetic. Contohnya, beberapa
perusahaan menggunakan aturan bahwa penyimpanan cairan pada 37o mempercepat
penguraian 2 kali lajunya poada temperature normal, sementara perusahaan lain
mengandaikan bahwa kondisi tersebut mepercepat penguraian dengan 20 kali laju normal,
Telah dibuktikan bahwa koefisien temperatur buatan dan kestabilan tidak dapat diterapkan
pada sediaan-sediaan cair dan sediaan Farmasi yang lain. Perkiraan waktu penyimpanan
harus diikuti dengan analisis yang dirancang secara hati-hati untuk bermacam-macam bahan
dalam tiap produk jika hasilnya cukup berarti (Martin, 1993).
Integritas kimia dijaga sampai senyawa tersebut disampaikan ke tempat absorpsi
atau pemakaian yang dimaksudkan. Jelaslah bahwa ketidakstabilan kimia dalam bentuk
sediaan atau ketidakstabilan sebelum terbawa melewati pembatas biologis awal, tanpa kecuali
mempengaruhi bioavaibilitas (Martin, 1993). Apabila bentuk sediaan dari suatu obat diubah,
misalnya dengan dilarutkan dalam suatu cairan, diserbuk ataupun ditambahkan bahan-bahan
penolong lain, atau juga dilakukan modifikasi terhadap kondisi lingkungan dari obat itu
sendiri, yaitu misalnya dengan mengubah-ubah kondisi penyimpanan dan lain sebagainya,
maka dengan demikian stabilitas obat yang bersangkutan mungkin juga akan terpengaruh
(Connors, 1992). Laju atau kecepatan suatu reaksi diartikan sebagai dc / dt. Artinya terjadi
penambahan(+) atau pengurangan konsentrasi ( C ) dalam selang waktu (dt). Menurut hukum
aksi massa,laju suatu reaksi kimia sebanding dengan hasil kali dari konsentrasi molar reaktan
yangmasing-masing dipangkatkan dengan angka yang menunjukkan jumlah molekul dari zatzatyang ikut serta dalam reaksi. Reaksi yang dimaksud adalah (Martin, 1990) :
aA + bB + ..= Produk
Kecepatan dekomposisi obat ditunjukkan oleh kecepatan perubahan mula-mula
satu ataulebih reaktan dan ini dinyatakan dengan tetapan kecepatan reaksi k, yang untuk orde
ke satu dinyatakan sebagai harga resiprok dari detik, menit, dan jam (Martin, 1990).
Kecepatan terurainya suatu zat padat mengikuti reaksi orde nol, orde satu, ataupun orde
dua,yang persamaan tetapan kecepatan reaksinya seperti tercantum dibawah ini (Martin,
1990)

Data Hasil Pengamatan

You might also like