You are on page 1of 20

MAKALAH FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI

TOKSISITAS PELARUT

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
Novy Nofyawati

31112034

Nurfitri Budianti

31112035

Putri Pratiwi

31112038

Rizky Puspasari

31112043

Viana Rianty

31112053

PRODI STUDI PENDIDIKAN


S1 FARMASI
STIKES BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2015

KATA PENGANTAR
1

Bismillaahirrohmaanirrohiim
Assalamu 'alaikum wr. wb
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat, hidayah dan petunjuk yang dilimpahkan-Nya. sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah yang berjudul Toksisitas Pelarut.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu syarat diajukan untuk
memenuhi mata kuliah Farmakologi Toksikologi.

Penulis menyadari bahwa

dalam penyusunan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan baik dalam
kata-kata maupun cara penyajian uraian dan pembahasannya karena keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
penulis.
Selama penulisan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan,
petunjuk serta saran dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Nur Rahayuningsih, M.Si., Apt selaku dosen mata kuliah Farmakologi
Toksikologi yang telah membantu penulis selama menyusun makalah ini;
2. Rekan-rekan kelompok 1 yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan
penyusunan makalah ini;
3. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu per satu.
Semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda.
Akhir kata penulis panjatkan doa ke hadirat Allah Swt, semoga segala
bantuan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal sholeh dan Allah
membalas kebaikan yang telah diberikan. Penulis mohon maaf apabila ada

kesalahan dalam penyusunan makalah ini semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.
Tasikmalaya,

Mei 2015
Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................
1.2 Rumusan Masalah..............................................................
1.3 Tujuan Makalah.................................................................
1.4 Kegunaan Makalah............................................................
BAB II

BAB III

Hal
i
iii
1
1
2
3
3

PEMBAHASAN......................................................................

2.1 Definisi Pelarut..................................................................


2.2 Pelarut Yang Menyebabkan Toksisitas...............................
2.3 Dampak Buruk Pelarut.......................................................
2.4 Penanganan Keracunan Pelarut..........................................
2.5 Manajemen Pengendalian Pelarut......................................

4
4
7
10
16

SIMPULAN DAN SARAN.....................................................

20

3.1 Simpulan............................................................................

20

3.2 Saran...................................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Toksisitas adalah tingkat

merusaknya

suatu

zat

jika

dipaparkan

terhadap organisme. Toksisitas dapat mengacu pada dampak terhadap seluruh


organisme, seperti hewan, bakteri, atau tumbuhan, dan efek terhadap substruktur
organisme,

seperti

sel

(sitotoksisitas)

atau

organ

tubuh

seperti

hati

(hepatotoksisitas). Secara metafora, kata ini bisa dipakai untuk menjelaskan


dampak

beracun

pada

kelompok

yang

lebih

besar

atau

rumit,

seperti keluarga atau masyarakat.


Konsep utama toksikologi adalah bahwa dampaknya bersifat tergantung
pada dosis. Air saja bisa mengakibatkan keracunan air jika dikonsumsi terlalu
banyak, sementara zat yang sangat beracun seperti bisa ular memiliki titik rendah
tertentu yang bersifat tidak beracun. Toksisitas juga tergantung pada spesies,
sehingga analisis lintas spesies agak bermasalah jika dilakukan. Paradigma dan
standar baru sedang berusaha melompati pengujian hewan, tetapi tetap
mempertahankan konsep akhir toksisitas.
Umumnya ada tiga jenis zat beracun, yaitu kimia, biologi, dan fisika:

Zat beracun kimiawi meliputi zat-zat anorganik seperti timah, merkuri,


asbestos, asam hidrofluorat, dan gas klorin, serta zat-zat organik seperti metil
alkohol, sebagian besar obat-obatan, dan racun dari makhluk hidup.

Zat beracun biologis meliputi bakteri dan virus yang dapat menciptakan
penyakit di dalam organisme hidup. Toksisitas biologis sulit diukur karena
batas dosisnya bisa berupa satu organisme tunggal.
Secara teori, satu virus, bakteri, atau cacing dapat bereproduksi dan

mengakibatkan infeksi parah. Akan tetapi, di dalam inang yang memiliki sistem
kekebalan tetap, toksisitas yang tertanam di dalam organisme diseimbangkan oleh
kemampuan inang untuk melawan balik toksisitas yang efektif adalah gabungan
dari kedua belah hubungan tersebut. Keadaan sejenis juga dapat terjadi pada
beberapa jenis agen beracun lainnya.

Zat beracun fisik adalah zat-zat yang karena sifat alamiahnya mampu
mengganggu proses biologis. Misalnya debu, batu bara dan serat asbestos
yang dapat mematikan jika dihirup
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau

gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah
bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik.
Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap,
meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara

pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang
lebih besar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di jelaskan sebelumnya, maka
rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari pelarut ?
2. Apa saja pelarut yang menyebabkan toksisitas ?
3. Bagaimana dampak buruk pelarut ?
4. Bagaimana cara penanganan keracunan pelarut ?
5. Bagaimana manajemen pengendalian pelarut ?
1.3 Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan
tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan :
1. Mengetahui pengertian dari pelarut
2. Mengetahui pelarut yang menyebabkan toksisitas
3. Mengetahui dampak buruk pelarut
4. Mengetahui penanganan keracunan pelarut
5. Mengetahui manajemen pengendalian pelarut
1.4 Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara
teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai
pengetahuan tentang toksisitas pelarut. Secara praktis makalah ini diharapkan
bermanfaat bagi:
1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan tentang toksisitas pelarut;
2. Pembaca/ dosen, sebagai media informasi tentang toksisitas pelarut.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pelarut
Pelarut adalah benda cair atau gas yang dapat melarutkan benda padat,
cair, atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan
dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan

adalah bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut
organik.
Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap,
meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara
pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang
lebih besar.
2.2 Pelarut Yang Menyebabkan Toksisitas
Pelarut biasanya dibagi berdasarkan struktur kimia atau karakteristik
fisikanya. Penggolongan pelarut berdasarkan struktur kimia adalah sebagai
berikut :
1. Hidrokarbon
Sesuai namanya maka pada golongan ini terdiri dari pelarut-pelarut dimana
unsur hidrogen (H) dan carbon (C) menjadi struktur dasarnya. Golongan ini
terbagi lagi menjadi tiga sub golongan, yaitu: aliphatis, aromatis dan halogenated
hidrokarbon. Sedang sub golongan aliphatis dibagi lagi menjadi aliphatis jenuh
(saturated) dan tidak jenuh (unsaturated).
Pelarut-pelarut golongan hidrokarbon hampir seluruhnya berasal dari hasil
distilasi minyak bumi yang merupakan campuran dari beberapa sub-sub golongan
(bukan senyawa murni), sehingga titik didihnya berupa range dari minimum
sampai maksimum, bukan merupakan titik didih tunggal.
2. Oksigenated Solvent
Oksigenated sovent atau pelarut dengan atom oksigen adalah pelarut-pelarut
yang struktur kimianya mengandung atom oksigen. Termasuk dalam kategori ini
adalah golongan ester, ether, ketone dan alkohol.
Secara umum, pelarut dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu:
polar dan non-polar. Umumnya, konstanta dielektrik pelarut menyediakan ukuran
kasar polaritas pelarut. Polaritas yang kuat air ditandai, pada 20 C, dengan

konstanta dielektrik 80,10. Pelarut dengan konstanta dielektrik kurang dari 15


umumnya dianggap nonpolar.
Secara teknis, konstanta dielektrik mengukur kemampuan pelarut untuk
mengurangi kekuatan medan medan listrik di sekeliling partikel bermuatan
tenggelam di dalamnya. Pengurangan ini kemudian dibandingkan dengan
kekuatan medan partikel bermuatan dalam kekosongan. Dalam istilah awam,
konstanta dielektrik pelarut dapat dianggap sebagai kemampuan untuk
mengurangi biaya internal terlarut.
Berikut ini adalah tabel sifat pelarut secara umum dan dikelompokkan
kedalam pelarut non-polar, polar aprotik dan polar protik :
Solvent

Heksana

Rumus kimia

Titik

Konstanta

didih
Pelarut Non-Polar
CH3-CH269 C

Dielektrik

Massa jenis

2.0

0.655 g/ml

CH2-CH2Benzena
Toluena
Dietil eter

CH2-CH3
C6H6
C6H5-CH3
CH3CH2-O-

80 C
111 C
35 C

2.3
2.4
4.3

0.879 g/ml
0.867 g/ml
0.713 g/ml

Kloroform
Etil asetat

CH2-CH3
CHCl3
CH3-C(=O)-

61 C
77 C

4.8
6.0

1.498 g/ml
0.894 g/ml

O-CH2-CH3
Pelarut Polar Aprotic
/-CH2-CH2101 C

2.3

1.033 g/ml

1,4-Dioksana

O-CH2-CH2Tetrahidrofuran(THF)

O-\
/-CH2-CH2-

66 C

7.5

0.886 g/ml

Diklorometana(DCM)

O-CH2-CH2-\
CH2Cl2

40 C

9.1

1.326 g/ml

Asetona

CH3-C(=O)-

56 C

21

0.786 g/ml

Asetonitril (MeCN)
Dimetilformamida(DMF)

CH3
CH3-CN
H-

82 C
153C

37
38

0.786 g/ml
0.944 g/ml

189 C

47

1.092 g/ml

CH3
Pelarut Polar Protic
CH3118 C

6.2

1.049 g/ml

n-Butanol

C(=O)OH
CH3-CH2-

118 C

18

0.810 g/ml

Isopropanol (IPA)

CH2-CH2-OH
CH3-CH(-

82 C

18

0.785 g/ml

n-Propanol

OH)-CH3
CH3-CH2-

97 C

20

0.803 g/ml

Etanol
Metanol
Asam format
Air

CH2-OH
CH3-CH2-OH
CH3-OH
H-C(=O)OH
H-O-H

79 C
65 C
100 C
100 C

30
33
58
80

0.789 g/ml
0.791 g/ml
1.21 g/ml
1.000 g/ml

C(=O)N(CH3
Dimetil
sulfoksida(DMSO)
Asam asetat

)2
CH3-S(=O)-

2.3 Dampak Buruk Pelarut


1. Pencemaran Udara
Menurut Soedomo (2001), hidrokarbon merupakan teknologi umum yang
digunakan untuk beberapa senyawa organic yang diemisikan bila bahan bakar
minyak dibakar. Sumber langsung dapat berasal dari berbagai aktivitas
perminyakan yang ada, seperti ladang minyak, gas bumi geothermal. Umumnya
hidrokarbon terdiri atas methana, ethan dan turunan-turunan senyawa alifatik dan
aromatic. Hidrokarbon dinyatakan dengan hidrokarbon total (THC). Senyawa
hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa benzena, toluena,

10

ethylbenzena, dan isomer xylena, dikenal sebagai BTEX, merupakan komponen


utama dalam minyak bumi, bersifat mutagenik dan karsinogenik pada manusia.
Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang artinya sulit mengalami perombakan di
alam, baik di air maupun di darat.
2. Pencemaran Air
Jauh sebelumnya tercatat telah beberapa kali terjadi kasus tumpahan
minyak di perairan Indonesia yang menyebabkan pencemaran pada air laut.
Akibat hal ini dapat mengganggu kehidupan biota laut, terutama pada ikan. Bukan
hanya itu, ikan yang telah terkontaminasi minyak bumi jika dikonsumsi akan
berakibat fatal pada kesehatan, seperti timbulnya gejala pusing dan mual.
Senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa benzena,
toluena, ethyl benzena, dan isomer xylena, dikenal sebagai BTEX, merupakan
komponen utama dalam minyak bumi, bersifat mutagenik dan karsinogenik pada
manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang artinya sulit mengalami
perombakan di alam, baik di air maupun di darat, sehingga hal ini dapat
mengalami proses biomagnition pada ikan ataupun pada biota laut yang lain.
Bila senyawa aromatik tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap oleh
jaringan lemak dan mengalami oksidasi dalam hati membentuk phenol, kemudian
pada proses berikutnya terjadi reaksi konjugasi membentuk senyawa glucuride
yang larut dalam air, kemudian masuk ke ginjal.
Senyawa antara yang terbentuk adalah epoksida benzena yang beracun dan
dapat menyebabkan gangguan serta kerusakan pada tulang sumsum. Keracunan
yang kronis menimbulkan kelainan pada darah, termasuk menurunnya sel darah
putih, zat beku darah, dan sel darah merah yang menyebabkan anemia. Kejadian

11

ini akan merangsang timbulnya preleukemia, kemudian leukemia, yang pada


akhirnya menyebabkan kanker. Dampak lain adalah menyebabkan iritasi pada
kulit.
Komponen minyak tidak larut di dalam air akan mengapung pada
permukaan air laut yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa
komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit
hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Hal ini mempunyai pengaruh yang
luas terhadap hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di perairan.
Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh terhadap reproduksi,
perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama pada plankton,
bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan produksi
ikan yang berakibat menurunnya devisa negara. Proses emulsifikasi merupakan
sumber mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan
embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar. Proses ini
merupakan penyebab terkontaminasinya sejumlah flora dan fauna di wilayah
tercemar.

2.4 Penanganan Keracunan Pelarut


Banyak pelarut yang digunakan dalam industri untuk berbagai tujuan,
antara lain proses ekstraksi: minyak makan, minyak wangi, bahan farmasi,
pigmen dan produk-produk lainnya dari sumber alam. Menghilangkan lemak
merupakan satu contoh penggunaan solven untuk menghilangkan bahan-bahan
yang tidak diinginkan. Solven ditambahkan untuk memudahkan pemakaian
penyalut(coating) pada adhesive, tinta, cat, vernis, dan penyegel (sealer). Solven-

12

solven ini mudah menguap, oleh karena itu, mereka dengan sengaja dilepaskan ke
atmosfer setelah penggunaan.
Kebanyakan solven adalah depresan Susunan Syaraf Pusat. Mereka
terakumulasi di dalam material lemak pada dinding syaraf dan menghambat
transmisi impuls. Pada permulaan seseorang terpapar, maka pikiran dan tubuhnya
akan melemah. Pada konsentrasi yang sudah cukup tinggi, akan menyebabkan
orang tidak sadarkan diri. Senyawa-senyawa yang kurang polar dan senyawasenyawa yang mengandung klorin, alkohol, dan ikatan rangkap memiliki sifat
depresan yang lebih besar. Solven adalah iritan.
Di dalam paru-paru, irritasi menyebabkan cairan terkumpul. lritasi kulit
digambarkan sebagai hasil primer dari larutnya lemak kulit dari kulit. Sel-sel
keratin dari epidermis terlepas. Diikuti hilangnya air dari lapisan lebih bawah.
Kerusakan dinding sel juga merupakan suatu faktor. Memerahnya kulit dan timbul
tanda-tanda lain seperti inflammasi. Kulit pada akhirnya sangat mudah terinfeksi
oleh bakteri, menghasilkan roam dan bisul bernanah. Pemaparan kronik
menyebabkan retak-retak dan mengelupasnya kulit dan juga dapat menyebabkan
terbentuknya calluses dan kanker. Solven-solven bervariasi tingkatannya untuk
dapat menyebabkan iritasi. Semakin nonpolar suatu solven maka semakin efektif
ia melarutkan lemak kulit.
Tingkat keparahan (severity) dati penggunaan pelarut organik tergantung
dari berbagai faktor sebagai berikut:
a. Bagaimana cara solven tersebut digunakan
b. Jenis pekerjaan dan bagaimana pekerja terpapar
c. Pola kerja
d. Lama pemaparan
e. Suhu lingkungan kerja
f. Tingkat ventilasi
g. Tingkat penguapan dati solven
h. Pola aliran udara

13

i. Konsentrasi uap di udara lingkungan kerja


j. Pemeliharaan dan kebersihan ruang kerja (housekeeping)
Untuk mencegah terjadinya keracunan pelarut berikut adalah beberapa hal
yang harus diperhatikan pengguna :
1. Mempunyai pengetahuan akan bahaya dari setiap bahan kimia/zat pelarut
sebelum melakukan analisis, bisa melihat pada MSDS.
2. Simpanlah semua bahan kimia/zat pelarut pada wadahnya dalam keadaan
tertutup dengan label yang sesuai dan peringatan bahayanya.
3. Jangan menyimpan bahan kimia/zat pelarut berbahaya dalam wadah bekas
makanan/minuman, gunakanlah botol reagen.
4. Jangan makan/minum atau merokok didekat zat pelarut terutama di
laboratorium.
5. Gunakan lemari asam untuk bahan-bahan yang mudah menguap dan beracun.
6. Gunakan alat pelindung diri ketika berhubungan dengan pelarut, terutama
masker, sarung tangan dan jas laboratorium.
7. Mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan bila terjadi keracunan pelarut.
Penanggulangan keracunan perlu dilakukan untuk kasus akut maupun
kronis. Kasus akut lebih mudah dikenal sedangkan kasus kronis lebih sulit
dikenal. Pada kasus keracunan akut, diagnosis klinis perlu segera dibuat. Ini
berarti mengelompokkan gejala-gejala yang diobservasi dan menghubungkan
dengan golongan xenobiotik yang memberi tanda-tanda keracunan tersebut. Hal
ini tentu membutuhkan pengetahuan luas tentang suatu toksis semua zat kimia.
Tindakan dini dapat dilakukan sebelum penyebab pasti dari kasus diketahui,
karena sebagian besar keracunan dapat diobati secara simtomatis menurut
kelompok kimianya.
Beberapa contoh tindakan yang perlu dilakukan pada kasus keracunan akut
adalah sebagai berikut:

14

a. Koma
Penderita hilang kesadarannya. Periksalah apakah penderita masih bernafas
teratur sekitar 20 kali per menit. Bila tidak bernafas maka perlu dilakukan
pernafasan buatan. Dalam keadaan koma penderita harus segera dibawa ke rumah
sakit yang besar yang biasa merawat kasus keracunan. Jangan diberi minum apaapa dan hanya boleh dirangsang secara fisik untuk membangunkan seperti
mencubit ringan atau menggosok kepalan tangan di atas tulang dada (sternum).
Obat perangsang seperti kafein tidak boleh diberikan persuntikan. Bila muntah,
tidurkanlah telungkup supaya muntahan tidak terhirup dalam paru-paru.
b. Kejang
Bila terdapat kejang maka penderita perlu diletakkan dalam sikap yang enak
dan semua pakaian dilepas.Menahan otot lengan dan tungkai tidak boleh terlalu
keras, dan di antara gigi perlu diletakkan benda yang tidak keras supaya lidah
tidak tergigit.Penderita keracunan dengan kejang harus diberi diazepam intravena
dengan

segera,

namun

perlu

dititrasi,

karena

bila

berlebihan

dapat

membahayakan.Penderita juga harus segera dirawat di rumah sakit.


Gejala-gejala keracunan perlu dikelompokkan. Misalnya bila terdapat
koma dengan gejala banyak keringat dan mulut penuh dengan air liur berbusa,
muntah, denyut nadi cepat, maka dapat dipastikan bahwa hal ini merupakan
keracunan insektisida organofosfat atau karbamat. Pemeriksaan laboratorium
mungkin tidak diperlukan.Antidotumnya sangat ampuh.yaitu atropin dosis besar
yang diulangulang pemberiannya.
Bila terdapat kelompok gejala: kulit kering (tidak lembab), mulut kering,
pupil membesar dan tidak bereaksi terhadap cahaya lampu, serta denyut jantung
cepat, maka dapat dipastikan bahwa racun penyebabnya sejenis atropin. Bila hal
ini disertai dengan denyut jantung yang tidak teratur, maka kemungkinan besar zat

15

ini merupakan obat antidepresan (yang menyerupai atropin).Pengenalan penyebab


keracunan harus didasarkan pada pengetahuan sifat-sifat obat dan zat kimia dalam
kelompok-kelompok gejala seperti di atas.
Walaupun secara pasti belum dapat ditentukan zat kimianya, namun
pengenalan

kelompoknya

sudah

cukup

untuk

dapat

melakukan

upaya

pengobatannya. Bila diinginkan identifikasi zat yang lebih pasti maka diperlukan
bantuan laboratorium toksikologi. Namun perlu disadari bahwa tanpa pedoman
diagnosis kelompok penyebab, laboratorium sulit sekali melakukan testing. Selain
itu perlu juga diwaspadai bahwa setiap keracunan dapat mirip dengan gejala
penyakit.
Tindakan pada kasus keracunan bila tidak ada tenaga dokter di tempat
adalah sebagai berikut:
1. Tentukan secara global apakah kasus merupakan keracunan.
2. Bawa penderita segera ke rumah sakit, terutama bila tidak sadar.
Sebelum penderita dibawa kerumah sakit, mungkin ada beberapa hal yang
perlu dilakukan bila terjadi keadaan sebagai berikut:
1. Bila zat kimia terkena kulit, cucilah segera (sebelum dibawa kerumah sakit)
dengan sabun dan air yang banyak. Begitu pula bila kena mata (air saja).
Jangan menggunakan zat pembersih lain selain air.
2. Bila penderita tidak benafas dan badan masih hangat, lakukan pernafasan
buatan sampai dapat bernafas sendiri, sambil dibawa ke rumah sakit terdekat.
Bila tanda-tanda bahwa insektisida merupakan penyebab, tidak dibenarkan
meniup ke dalam mulut penderita.
3. Bila racun tertelan dalam batas 4 jam, cobalah memuntahkan penderita bila
sadar. Memuntahkan dapat dengan merogoh tenggorokan (jangan sampai
melukai).

16

4. Bila sadar, penderita dapat diberi norit yang digerus sebanyak 40 tablet,
diaduk dengan air secukupnya.
5. Semua keracunan harus dianggap berbahaya sampai terbukti bahwa kasusnya
tidak berbahaya.
6. Simpanlah muntahan dan urin (bila dapat ditampung) untuk diserahkan
kepada rumah sakit yang merawatnya.
7. Bila kejang, diperlakukan seperti dibahas di atas.
c. Bila tertelan
Segera hubungi dokter terdekat dan jangan dirangsang untuk muntah, jika
tidak sadar jangan diberi minuman, jika pasien muntah letakkan posisi kepala
lebih rendah dari pinggul untuk mencegah muntahan tidak masuk ke saluran
pernapasan, jika korban tidak sadar miringkan kepala korban kesatu sisi, sebelah
kiri atau kanan dan segera bawa ke dokter.
d. Bila terhirup
Pindahkan korban di tempat udara segar, diistirahatkan jika perlu pasang
masker berkatup atau peralatan sejenis untuk melakukan pernapasan buatan dan
segera hubungi dokter terdekat.
e. Bila terkena mata
Cuci mata dengan air mengalir yang banyak sambil mata dikedip-kedipkan
sampai dipastikan terbebas dari metanol (zat pelarut) dan segera periksakan
kedokter.
f. Bila terkena kulit
Segera lepaskan pakaian, perhiasan dan sepatu korban kemudian cuci kulit
dengan sabun dan air mengalir yang banyak selama lebih kurang 15 20 menit
sampai bersih dari metanol (zat pelarut), bila perlu periksakan ke dokter.

2.5 Manajemen Pengendalian Pelarut

17

Sebuah control pembuangan/rencana pengelolaan pelarut menyediakan


metode untuk pengurangan toxics/racun dalam limbah dan fasilitas industri
membantu agar sesuai dengan Peraturan. Garis besar manajemen pengendalian/
rencana pengelolaan pelarut yang diperlukan adalah disajikan di bawah ini.
Rencana memiliki tiga langkah dasar :
a. Langkah 1 (Proses analisis enggenaring) harus terdiri dari :
1. Sebuah diagram aliran air untuk mengidentifikasi semua kemungkinan
sumber-sumber air limbah.
2. Daftar bahan baku yang digunakan dalam proses industri, termasuk kimia
aditif, pengolahan air bahan kimia dan agen pembersih, dan air
limbah sungai bahwa setiap bahan berpotensi masuk.
3. Perbandingan antara toxics ditemukan dalam limbah dengan daftar
bahan baku dan pilihan yang paling mungkin sumber air limbah.
4. Evaluasi toxics ditemukan dalam limbah, tetapi tidak pada daftar
bahan baku dan Penentuan reaksi yang dibentuk sebagai produk atau olehproduk.
5. Pemeriksaan sumber seperti peralatan korosi atau bahan baku kotoran
kontribusi anorganik polutan.
b. Langkah 2 (Polutan Control Evaluasi)
Evaluasi harus dibuat dari kontrol pilihan yang dapat diterapkan untuk
menghilangkan senyawa beracun (s) atau sumber atau potensi sumber organik
beracun senyawa pengenalan kepada sistem perawatan.Ini mungkin termasuk
dalam tanaman modifikasi, pelarut atau bahan kimia substitusi, sebagian atau
keseluruhan daur ulang, penggunaan kembali, netralisasi, dan perubahan
operasional. Analisis harus dilakukan pada kasus oleh kasus dasar dan biasanya
akan menghasilkan satu atau lebih pilihan layak untuk mengontrol setiap
sumber atau sumber potensial dari polutan beracun discharge.
c. Langkah 3 (Persiapan Spill Control / Solvent Rencana Pengelolaan)

18

Sebuah control pembuangan / rencana pengelolaan pelarut harus menyertakan


item berikut pada:
1.
Inventarisasi lengkap semua bahan kimia organik beracun termasuk
proses

menghabiskan

solusi

digunakan,

diidentifikasi

melalui

pengambilan sampel dan analisis air limbah dari proses diatur operasi
(konstituen organik merek dagang produk harus diperoleh dari pemasok
2.

yang tepat diperlukan) atau disimpan di lokasi.


Deskripsi tentang metode pembuangan selain digunakan untuk
pembuangan

3.

diinventarisasi

senyawa

seperti

reklamasi,

kontrak

menyeret, atau insinerasi.


Prosedur untuk memastikan bahwa zat diinventarisasi tidak tumpah
atau bocor ke dalam proses rutin wastewaters, lantai saluran, nonkontak pendingin air, air tanah, air permukaan (yakni, Spill Prevention,
Control, dan Penanggulangan (SPCC) Rencana) atau lokasi lain yang

4.

memungkinkan pelepasan senyawa.


Penentuan atau perkiraan yang baik dari identitas dan perkiraan
jumlah polutan organik beracun yang digunakan serta diberhentikan dari
aturan proses manufaktur. Hadir dalam wastestreams senyawa yang
dibuang ke saluran pembuangan sanitary mungkin hasil dari proses yang
diatur atau pembuangan, tumpahan, kebocoran, air bilasan carryover,

5.
6.
7.

pengendalian polusi udara, dan sumber.


Metode yang digunakan untuk menumpahkan harus berisi satu terjadi.
Daftar orang (s) untuk memberitahukan yang harus tumpah terjadi.
Daftar terpengaruh Agencies (BSA, NYDEC, dll) untuk

8.

memberitahukan tumpahan yang terjadi.


Sertifikasi oleh lingkungan yang ditunjuk resmi bahwa rencana telah
dilaksanakan.

19

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas,
yang menghasilkan sebuah larutan, Pelarut (Solvent) yang dibahas dalam makalah
ini adalah kelompok senyawa hydrokarbon.
3.2 Saran
Megunakan alat pelindung diri ketika berinteraksi dengan bahan-bahan kimia
khususnya pelarut. Penggunaan bahan pengganti pelarut yang lebih aman untuk
meminimalisir dampak bagi kesehatan dan lingkungan.

20

DAFTAR PUSTAKA
Kusnoputranto,H. 1996. Toksikologi Lingkungan. Jakarta : Universitas Indonesia
Lu, Frank C, 2006. Toksikologi Dasar. UI-Press: Jakarta.
Sartono, 2001. Racun dan Keracunan. Jakarta : Media Medika.
Slamet, J.S. 1994. Kesehatan Lingkungan. Bandung : UGM-Press
Sumamur P.K.,M.Sc. 1967. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta :
PT Toko Gunung Agung.
Philip, L. eat al, 1985. Industrial Toxicologi Safety and Health Application in the
Work Place. Van Nonstrand Reinhorld Company : New York

You might also like