Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Abses paru adalah lesi paru berupa supurasi dan nekrosis jaringan. Pada
daerah abses, terdapat suatu daerah lokal nekrosis supurativa di dalam parenkim
paru, yang menyebabkan terbentuknya satu atau lebih kavitas yang besar.
Kemajuan ilmu kedokteran saat ini menyebabkan kejadian abses paru menurun
karena adanya perbaikan risiko terjadinya abses paru seperti teknik operasi dan
anastesi yang lebih baik dan penggunaan antibiotik lebih dini, kecuali pada
kondisi-kondisi yang memudahkan untuk terjadinya aspirasi dan pada populasi
dengan daya tahan tubuh yang menurun (immunocompromised).
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya abses
paru. Beberapa faktor resiko yang menyebabkan abses paru antara lain, pasienpasien dengan muntah yang berlarut-larut, kelainan neurologik seperti epilepsi,
overdosis obat, alkoholisme, dan lain-lain. Kejadian abses paru sering juga
berkaitan kejadiannya dengan infeksi periodontal dan hygiene gigi dan mulut
yang buruk.(1)
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi. 46% abses
paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri
anaerob dan aerob. Kemudian pada anak-anak ditemukan faktor predisposisi dari
abses paru dapat disebabkan oleh infeksi berat hingga imunodefisiensi.
Abses paru merupakan kasus jarang dan beberapa dokter meningkatkan
pengetahuannya dalam penatalaksanaannya. juga dapat menentukan diagnosis
meskipun jarang digunakan. Antibiotik tunggal tidak menghasilkan hasil yang
memuaskan kecuali pus bisa di drainase dari kavitas abses. Pada kebanyakan
pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus, dengan produksi sputum
purulen. Hal ini mungkin terbantu melalui drainase postural. (2)
Abses paru masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang
signifikan. Angka kematian abses paru berkisar antara 15-20% merupakan
penurunan bila dibandingkan dengan era pre antibiotika yang berkisar antara 3040%.(3)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abses paru adalah infeksi dekstruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Kavitas ini berisi material purulen sel
radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila diameter
kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan
necrotizing pneumonia.(4)
2.2 Epidemiologi
Mortalitas/Morbiditas
Kebanyakan pasien dengan abses paru primer dapat sembuh dengan
Seks
Laki-laki mempunyai prevalensi yang dominan dalam kejadian abses paru
Umur
Abses paru pada umumnya terjadi pada pasien usia lanjut dikarenakan
meningkatnya penyakit periodontal dan peningkatkan prevalensi disfagi dan
aspirasi pada usia ini. Namun, serangkaian kasus dari warga yang tinggal di pusat
perkotaan dengan prevalensi alkoholisme tinggi melaporkan usia rata-rata yang
mengalami abses paru adalah 41 tahun.(5)
2.3 Etiologi
Penyebab abses paru diantaranya adalah:
Pneumonia nekrotikans, aspirasi benda asing, emboulus septik atau infeksi
pada infark paru, obstruksi bronkial oleh tumor, infeksi kista atau bula, perluasan
bronkiektasis
ke parenkim,
luka tembus
- Klebsiella pneumoniae
- Haemophilus influenzae
- spesies Actinomyces dan Nocardia
- Basil gram negatif.
Penyebab non-bakteri juga bisa menyebabkan abses paru, diantaranya:
- Parasit (Paragonimus, Entamoeba)
- Jamur (Aspergillus, Cryptococcus, Histoplasma, Blastomyces, Coccidioides)
2.4 Patofisiologi
Patologi Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi
kemudian menimbulkan proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang
pertama dimulai dari supurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang
menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi
mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik.(7)
Seiring dengan membesarnya fokus supurasi, abses akhirnya akan pecah
ke saluran nafas. Oleh karena itu, eksudat yang terkandung di dalamnya mungkin
keluar sebagian, menghasilkan batas udara-air (air-fluid level) pada pemeriksaan
radiografik Abses yang pecah akan keluar bersama batuk sehingga terjadi aspirasi
pada bagian lain dan akhirnya membentuk abses paru yang baru.. Kadang-kadang
abses pecah ke dalam rongga pleura dan menghasilkan fistula bronkopleura, yang
menyebabkan pneumotoraks atau empiema.(7)
Patofisiologi Proses terjadinya abses paru dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita
dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak
parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan Universitas Sumatera
Utara dengan bronkus, maka terbentuklah air-fluid level bakteria masuk kedalam
parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik
emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain
(nesisitatum) misalnya abses hepar.
2.5 Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis pasti dari abses paru haruslah menyingkirkan
kavitas yang ditimbulkan oleh karsinoma ataupun tuberculosis.
Diagnosis abses paru dapat ditegakkan berdasarkan:
1. Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, penurunan berat badan,
panas badan yang ringan, dan batuk yang produktif.
2. Riwayat penyakit sebelumnya. Adanya riwayat penurunan kesadaran
berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan epilepsi.
3. Gambaran radiologis abses paru menunjukkan adanya kavitas berdinding
dengan air fluid level di dalam kavitas
4. Bronkoskopi. Untuk mengetahui adanya obstruksi pada bronkus.
Obstruksi bronkial skunder biasanya disebabkan oleh karsinoma.
5.
2. 7 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai kelainan seperti nyeri tekan lokal,
tanda-tanda konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara bronchial dengan
ronki basah atau krepitasi di tempat abses, mungkin ditambah dengan tandatanda efusi pleura. Apabila abses luas dan letaknya dekat dengan dinding
dadakadang-kadang terdengar suara amforik, usara nafas bronchial atau
amforik terjadi bila kavitasnya besar dank arena bronkus masih tetap dalam
keadaan terbuka disertai oleh adanya konsolidasi sekitar abses dan drainase
abses yang baik. Apabila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan
terjadi piotoraks (empiema toraks) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan
pergerakan dinding dada tertinggal di tempat lesi, fremitus vocal menghilang,
perkusi redup/pekak, bunyi nafas menghilang, dan terdapat tanda-tanda
pendorongan mediastinum terutama pendorongan jantung kearah kontralateral
tempat lesi.(4)
inflamasi di sekitar bahan nekrotik dengan edema lokal dan pendarahan. Dinding
kavitas dibentuk oleh infiltrat inflamasi di sekitar lesi, edema, perdarahan, dan
jaringan paru normal yang tertekan. (10)
Istilah abses paru biasanya digunakan untuk kavitas yang terjadi akibat
infeksi piogenik. Abses biasanya adalah komplikasi yng ditunjukkan dengan
adanya proses yang destruktif yang mengakibatkan vaskulitis dengan trombosis
pada pembuluh darah yang menyuplai parenkim paru, dan dengan demikian
mengakibatkan nekrosis dari jaringan paru tersebut. Abses yang terbentuk dari
bahan nekrotik akan tampak sebagai jaringan lunak sampai terhubung dengan
bronkus. Hubungan ini memungkinkan pengaliran keluar debris nekrotik. Bahan
nekrotik ini akan dibatukkan keluar dan akan menimbulkan gambaran radiologik
berupa defek lusen atau kavitas. Seiring dengan membesarnya fokus supurasi,
abses akhirnya akan pecah ke saluran napas. Oleh karena itu, eksudat yang
terkandung di dalamnya mungkin keluar sebagian, dan menghasilkan batas udara
air (air-fluid level) di dalam cavitas pada pemeriksaan radiografik.(11)
Terkadang abses pecah ke dalam rongga pleura dan menghasilkan fistula
bronkopleuura, yang menyebabkan pneumothorak atau empiema.(12)
Nekrosis awal dengan pencairan lesi paru tidak dapat dideteksi dengan foto polos
maupun tomografi konvensional sebelum isinya yang cair dikeluarkan. Tetapi, ctscan cukup peka untuk membedakan densitas yang disebabkan oleh pencairan ini,
dan mungkin berguna untuk mendeteksi adanya nekrosis awal pada infeksi paru
atau neoplasma.(11)
Gambar 2. Gambaran kavitas disertai air fluid level pada abses paru (Foto Right
Lateral Decubitus)
Gambar 3. Gambaran kavitas disertai air fluid level pada abses paru. Foto diambil
dalam posisi lateral(kiri) dan PA(kanan)
Foto thoraks yang baik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis
maupun untuk menentukan lokalisasi. Foto thorak sebaiknya dibuat dengan
proyeksi PA dan lateral. Foto thoraks yang pertama harus dibuat secepat mungkin
setelah diagnosa diperkirakan, karena selain untuk perencanaan pengobatan, juga
10
digunakan sebagai suatu kontrol untuk dibandingkan dengan lesi pada foto
berikutnya.(13)
2. CT- Scan
CT-scan dapat membantu visualisasi anatomi yang lebih baik daripada foto
thorax, dan sangat berguna untuk membedakan abses paru dengan empyema atau
infark paru, ataupun kelainan paru lain dengan lesi berupa kavitas.(4)
Gambar 4. CT-Scan pada abses paru. Terlihat gambaran kavitas dengan air
fluid level di dalamnya
Gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan
kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang
rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada
dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru
dan bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisasisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru
umumnya 75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.(14)
11
12
Gambar 5. Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan kavitas.
Sifat dinding kavitas berguna untuk diagnosis banding lesi-lesi ini. Kavitas
yang disebabkan oleh penyakit maligna cenderung mempunyai dinding dalam
yang tidak teratur dan noduler, walaupun dinding luarnya bisa berbatas tegas atau
tidak. Kavitas pada inflamasi biasanya mempunyai dinding dalam yang halus.
Sebagai tambahan, semakin tebal dinding suatu kavitas, semakin besar
kemungkinan maligna, kecuali pada kasus dimana kavitas terbentuk amat
cepat(dalam beberapa hari), pada kasus dimana kavitas berasal dari trauma atau
infeksi. (16)
Tuberculosis
Gambaran radiologis pada Tuberkulosis aktif diantaranya terdapat kavitas,
bisa tunggal atau multipel. Selain itu terdapat bayangan berawan atau bercak
dengan batas yang tidak tegas. Pada tuberkulosis lama baik aktif maupun tenang
terdapat kalsifikasi dan serat-serat fibrosis. Lesi pada tuberkulosis terutama
terdapat pada lapangan paru atas. Gejala klinisnya hampir sama atau lebih
menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis didapatkan BTA.
13
15
16
merasa lebih baik dan berat badan yang bertambah merupakan tanda pembaikan
semua stage penanganan abses paru. Infiltrasi radiologis mungkin menetap selama
3 bulan atau lebih dan tidak memberikan peningkatan untuk memperhatian
perkembangan pasien. Komplikasi dan sequelae jangka panjang kini tampak
kurang sering terjadi dibandingkan era sebelum antibiotik tetapi abses paru masih
berhubungan dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Komplikasi
yang paling sering terjadi adalah empiema
Pasien mungkin tidak akan datang pada dokter hingga hal ini terjadi.
Seiring membesarnya abses, ia mungkin akan merapuhkan pembuluh darah dan
memunculkan hemoptisis.(19)
Khusus pada pasien dengan penurunan daya tahan tubuh, nekrosis
mungkin menyebar sangat cepat melalui paru. Abses yang telah didrainase dan
disterilisasi dengan menggunakan antibiotik mungkin membentuk kavitas yang
persisten. Lini awal melalui granulasi jaringan, hal ini digantikan oleh jaringan
fibrosa dan diikuti epitel skuamos atau siliata. Beberapa kavitas bisa direinfeksi
kembali atau dikolonisasi ketika abses asli yang dibentuk berhubungan dengan
bronkus, lebih sering daripada saluran napas kecil, destruksi dinding bronkus
diikuti epitelialisasi memunculkan bronkiektasis sakuler lokal. Penyebaran infeksi
ke dalam vena paru bisa menyebabkan abses serembral emboli, tetapi komplikasi
ini sangat jarang terjadi.(19)
2.12 Prognosis
Bila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik. Lebih dari 90% dari
abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan oleh
obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang disebabkan
oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 40 % pada era preantibiotika dan
sampai 15 20 % pada era sekarang.(20)
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis
yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi.
Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai
berikut :(21)
1. Anemia dan Hipoalbuminemia
17
kematian
untuk
pasien
dengan
status
yang
mendasari
18
BAB III
KESIMPULAN
Abses paru adalah infeksi dekstruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Kuman atau bakteri penyebab
terjadinya abses paru bervariasi. 46% abses paru disebabkan hanya oleh bakteri
anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri anaerob dan aerob.
Untuk memastikan diagnosa dari abses paru maka dilakukan serangkaian
pemeriksaan dari anamnesa, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan radiologi. Dari pemeriksaan Foto dada PA dan lateral pada
pasien akan dijumpai kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda
konsolidasi disekelilingnya, lebih sering dijumpai pada paru kanan dibandingkan
paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat
Air Fluid Level. Pasien dengan beberapa faktor predisposisi abses paru memiliki
prognosis yang jelek dibandingkan yang memiliki satu faktor predisposisi.
Sedangkan pasien yang mendapatkan pengobatan antibiotik secara adekuat
memilik prognosis yang lebih baik.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Alsagaff, Hodd. Mukty, H. Abdul(ed). Dasar-dasar ilmu penyakit paru.
Surabaya: Airlangga University Press. 2005. Hal 136-140
2. 17. Bartelett, 2011, Treatment of anaerobic pulmonary infections, Division
of Infectious Disease. The Johns Hopkins Hospital, USA. Available from
http://jac.oxfordjournals.org/content/24/6/836.full.pdf
3. Wali, S.O., dkk. 2002. Percutaneous drainage of pyogenic lung abscess.
Scand Jurnal Infection Disease 34 (9): 673-676. Available from :
http://www.kau.edu.sa/Files/140/Researches/50029_20495.pdf
4. Rasyid, A., 2006. Abses Paru. Dalam : Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen IPD FK-UI, Jakarta.
Halaman 1052-1055.
5. Schrock, Theodore R. Sistem pulmoner in:Handbook of surgery. Jakarta:
EGC. Hal 200-201
6. Kumar, Vinay. Cotran, Ramzi S. Robbins, Stanley L. Paru dan saluran
napas atas in:Buku ajar patologi. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran. 2007. Hal 556
7. Maitra,A., Kumar, V., 2007. Abses Paru. Dalam : Robbins, Buku Ajar
Patologi Edisi 7. EGC, Jakarta. Halaman 556.
8. Garry,dkk. 1993. Lung Abscess in a Lange Clinical Manual : Internal
Medicina : Diagnosis and Therapy 3rd ; Oklahoma. 119 120.
9. Asher, MI, 1990. Lung Abscess in Infections of Respicatory Tract;
Canada. 429 434 dalam Asuhan Keperawatan Abses Paru. Available
from http://wwwdagul88.blogspot.com/2011/02/askep-abses-paru.html
10. Budjang, Nurlela. Radang paru yang tidak spesifik. Abses paru. Dalam:
Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005.
Hal 100-101
11. Reed. James C. radiologi Thoraks. Foto polos dan Diagnosis Banding.
Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. 1995. Hal 320-321
12. Kumar, Vinay. Cotran, Ramzi S. Robbins, Stanley L. Paru dan saluran
napas atas in:Buku ajar patologi. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran. 2007. Hal 556
13. Klein, J.S. Schultz, Scoot. Heffner, John E. Interventional radiology of the
chest. Available at:www.`ajronline.org.
20
14. Budjang, Nurlela. Radang paru yang tidak spesifik. Abses paru. Dalam:
Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005.
Hal 100-101
15. Hisberg, Boaz, dkk. Factor predicting mortality of patient with lung
abscess.available at: www.chestjournal.chestpubs.org
16. Feigin, David S. Forrest, John V. Lubang pada paru in: Yang penting pada
radiologi toraks. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika. 1992. Hal 41-43
17. Ashari, Irwan. Tuberkulosis paru dengan kavitas. available
at:www.irwanashari.com
18. Bartelett, 2011, Treatment of anaerobic pulmonary infections, Division of
Infectious Disease. The Johns Hopkins Hospital, USA. Available from
http://jac.oxfordjournals.org/content/24/6/836.full.pdf Maitra,A., Kumar,
V., 2007. Abses Paru. Dalam : Robbins, Buku Ajar Patologi Edisi 7. EGC,
Jakarta. Halaman 556.
19. Wali, S.O., dkk. 2002. Percutaneous drainage of pyogenic lung abscess.
Scand Jurnal Infection Disease 34 (9): 673-676. Available from :
http://www.kau.edu.sa/Files/140/Researches/50029_20495.pdf
20. Hishberg, B.,dkk 1999 Factors Predicting Mortality of Patients with Lung
Abscess.
Chest.
Halaman
746-752.
Available
from
http://chestjournal.chestpubs.org/content/115/3/746.abstract
21