You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam
kegiatan perekonomian. Masing masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal
dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah
(goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP,
inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor sektor tersebut
diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia
internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing masing
dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran. Dalam pelaksanaannya kebijakan fiskal dan
moneter juga dapat mempengaruhi permintaan agregat suatu negara.
Dari pemaparan yang secara singkat di atas mengenai kebijakan fiskal dan moneter, maka
penulis tertarik untuk membuat makalah berjudul Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal
Terhadap Permintaan Agregat. Penulis berusaha menyusun makalah ini semenarik mungkin
agar para pembaca mudah memahaminya.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami temui dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1. Bagaimanakah pengaruh kebijakan moneter terhadap permintaan agregat ?
2. Bagaimanakah pengaruh kebijakan fiskal terhadap permintaan agregat ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah pengantar ekonomi makro.
2. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan moneter terhadap permintaan agregat.
3. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan fiskal terhadap permintaan agregat

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 BAGAIMANA KEBIJAKAN MONETER MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT


Kurva permintaan agregat menunjukan jumlah permintaan dan jasa dalam perekonomian
untuk sembarang tingkat harga. Kemiringan kurva permintaan agregat bergerak menurun karena
tiga alasan sebagai berikut :
a. Pengaruh kekayaan : Tingkat harga yang lebih rendah menaikan nilai riil uang yang
dipegang oleh rumah tangga, sedangkan kesejahteraan lebih tinggi ini mendorong belanja
konsumen.
b. Pengaruh suku bunga : Tingkat harga yang lebih rendah menurunkann suku bunga karena
orang berusaha untuk meminjamkan kelebihan uang yang mereka pegang, sedangkan
suku bunga yang lebih rendah mendorong pengeluaran untuk investasi.
c. Pengaruh nilai tukar : Apabila tingkat harga yang lebih rendah menurunkan tingkat suku
bunga, investor memindahkan sebagaian dari dana mereka keluar negeri dan
menyebabkan mata uang domestik mengalami depresi relatif dengan mata uang asing.
Depresiasi ini akan membuat barang barang dalam negeri menjadi lebih murah
dibandingkan dengan barang barang di luar negeri dan, akibatnya mendorong belanja
ekspor neto.
Ketiga pengaruh ini harusnya tidak dianggap sebagai teori alternatif. Sebaliknya, untuk
menikatkan jumlah permintaan barang dan jasa ketika tingkat harga turun dan untuk
meurunkannya ketika harga naik.
Karena kepemilikan uang (money holdings) umumnya sebagian kecil dari kekayaan rumah
tangga, maka dapat dikatakan bahwa efek kekayaan adalah yang paling tidak penting dari ketiga
pengaruh tersebut.

2.1.1 TEORI PREFERENSI LIKUIDITAS


Dalam buku yang berjudul The General Theory Of Employment, Interest, and Money,
John Maynard Keynes mengajukan teori preferensi likuiditas untuk menjelaskan faktor faktor
yang menentukan suku bunga dalam perkonomian. Menurut Keynes, suku bunga berubah ubah
untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang.
Para ekonom membagi suku bunga menjadi dua, yaitu : Suku Bunga Nominal adalah
suku bunga yang umum dilaporkan dan Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah dikoreksi
dengan pengaruh inflasi. Bila suku bunga nominal naik atau turun, suku bunga riil yang
2

diinginkan oleh orang juga naik atau turun. Teori ini dapat dikembangkan dengan
memperhatikan jumlah uang yang beredar dan permintaan uang, serta bagaimana masing-masing
bergantung pada suku bunga.

2.1.2 JUMLAH UANG YANG BEREDAR


Jumlah uang yang beredar dikendalikan oleh bank sentral. Bank sentral biasanya
mengubah jumlah uang yang beredar terutama dengan mengubah cadangan dalam sistem
perbankan melalui pembelian dan penjualan obligasi pemerintah dalam operasi pasar terbuka.
Apabila bank sentral membeli obligasi pemerintah, uang yang dibayarkan untuk obligasi tersebut
biasanya disimpan di bank bank dan ditambahkan ke dalam cadangan bank. Apabila bank
sentral memjual obligasi pemerintah, uang yang diterima dari obligasi tersebut ditarik dari sistem
perbankan dan cadangan bank berkurang. Hal ini menimbulkan perubahan kemampuan bank
untuk memberikan pinjaman dan menciptakan uang. Bak sentral juga dapat mengubah jumlah
uang yang beredar dengan mengubah persyaratan cadangan atau tingkat diskonto.
Karena ditetapkan oleh kebijakan bank sentral, jumlah uang yang beredar tidak
bergantung pada variable variable ekonomi lainnya. Secara khusus jumlah uang yang beredar
tidak bergantung pada suku bunga. Setelah bank sentral memutuskan kebijakannya, jumlah uang
yang beredar tidak berubah, tanpa memandang suku bunga yang berlaku.

2.1.3 PERMINTAAN UANG


Likuiditas segala aset adalah kemudahan aset tersebut diubah menjadi alat pertukaran
dalam perekonomian. Sesuai dengan definisinya uang merupakan aset paling likuid yang
tersedia.
Meskipun ada banyak faktor yang mempengaruhi permintaan uang, faktor yang
digarisbawahi oleh teori preferensi likuiditas adalah suku bunga. Alasannya adalah suku bunga
merupakan biaya kesempatan untuk memiliki uang. Artinya, apabila kita memiliki kekayaan
berupa uang tunai didompet , bukan berupa obligasi berbunga. Kenaikan suku bunga menaikkan
biaya kepemilikan uang sehingga mengurangi jumlah permintaan uang.

2.1.4 KESEIMBANGAN DALAM PASAR UANG


Suku bunga berubah ubah untuk menyeimbangkan jumlah uang yang beredar dan
permintaan uang. Ada jenis suku bunga yang disebut dengan Suku Bunga Keseimbangan yang
menyebabkan jumlah permintaan uang tepat seimbang dengan jumlah uang yang beredar.
3

Sebagai contoh, misalkan bahwa suku bunga berada diatas titik keseimbangan, mereka
yang memiliki surplus uang akan berusaha untuk menghabiskannya dengan membeli obligasi
berbunga atau dengan menyimpannya untuk memperoleh bunga. Karena pihak penerbit surat
berharga dan bank bank lebih suka untuk membayar suku bunga yang rendah, mereka
merespon surplus uang ini dengan menurunkan suku bunga yang mereka tawarkan. Pada saat
suku bunga turun, biasanya masyarakat menjadi lebih bersedia untuk memegang uang sampai
ketika suku bunga keseimbangan, mereka puas karena memiliki jumlah uang tepat yang dibuat
oleh bank sentral.

2.1.5 KEMIRINGAN KE BAWAH KURVA PERMINTAAN AGREGAT


Pada harga lebih tinggi, uang yang dipertukarkan semakin banyak setiap kali barang dan
jasa yang dijual. Akibatnya, orang akan memilih untuk memiliki lebih banyak uang. Artinya,
tingkat harga yang lebih tinggi menaikkan jumlah permintaan pada setiap suku bunga yang
berlaku.
Pergeseran kurva permintaan uang ini mempengaruhi keseimbangan di pasar uang. Agar
jumlah yang beredar tidak berubah, suku bunga harus naik untuk menyeimbangkan jumlah uang
yang beredar dan permintaan uang. Tingkat harga yang lebih tinggi menaikan jumlah uang yang
ingin dimiliki oleh masyarakat dan menggeser kurva permintaan uang ke kanan.
Kenaikan suku bunga ini tidak hanya mempengaruhi pasar uang, tetapi juga jumlah
permintaan barang dan jasa. Pada suku bunga yang lebih tinggi, biaya peminjaman dan
pengembalian tabungan lebih tinggi. Rumah tangga yang memilih untuk meminjam uang guna
membeli rumah baru semakin berkurang, sedangkan mereka yang meminjam membeli rumah
yang lebih kecil, sehingga permintaan investasi tempat tinggal mengalami penurunan. Lebih
lanjut, perusahaan yang meminjam dana untuk membangun pabrik baru dan membeli peralatan
berkurang sehingga investasi bisnis mengalami penurunan.
Dengan demikian, analisis ini dapat dirangkum menjadi tiga langkah. Pertama, tingkat
harga lebih tinggi menaikkan permintaan uang. Kedua, permintaan bunga yang lebih tinggi
menyebabkan suku bunga menjadi lebih tinggi. Ketiga, suku bunga yang lebih tinggi mengurangi
jumlah permintaan barang dan jasa dan sebaliknya. Hasil akhirnya adalah hubungan negatif
antara tingkat harga dan jumlah permintaan barang dan jasa yang diilustrasikan oleh kurva
permintaan agregat yang miring kebawah.

2.1.6 PERUBAHAN JUMLAH UANG YANG BEREDAR


Teori ini juga menjelaskan beberapa peristiwa lain yang mengubah jumlah permintaan
barang dan jasa. Setiap jumlah permintaan barang dan jasa berubah pada tingkat harga tertentu,
kurva permintaan agregat pun bergeser.
Satu variable penting yang menggeser kurva permintaan agregat adalah kebijakan
moneter. Untuk melihat bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi perekonomian jangka
pendek, anggap bahwa bank sentral meningkatkan jumlah uang yang beredar dengan membeli
surat obligasi pemerintah melalui operasi pasar terbuka. Suku bunga harus turun agar orang
memiliki uang tambahan yang dibuat bank sentral. Suku bunga yang lebih rendah menurunkan
biaya pinjaman dan tingkat pengembalian dari tabungan. Suntikan moneter meningkatkan jumlah
permintaan barang dan jasa pada semua tingkat harga.
Artinya apabila bank sentral menaikkan jumlah uang yang beredar, suku bunga turun dan
jumlah permintaan barang dan jasa untuk tingkat harga tertentu naik yang menyebabkan kurva
permintaan agregat bergeser ke kanan. Sebaliknya, apabila bank sentral menurunkan jumlah
uang yang beredar, suku bunga naik dan jumlah permintaan barang dan jasa untuk tingkat harga
tertentu turun, yang menyebabkan kurva permintaan barang dan jasa untuk tingkat harga tertentu
turun, yang menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kiri.

2.1.7 PERANAN TARGET SUKU BUNGA DALAM KEBIJAKAN MONETER


Kebijakan bank sentral sering kali memilih memberlakukan suku bunga dari pada jumlah
uang yang beredar, sebagai perangkat kebijakan bank sentral. Cara lain bagi bank sentral untuk
melakukan kebijakan moneter adalah dengan menargetkan suku bunga pinjaman jangka pendek
bagi bank bank daripada menargetkan jumlah uang yang beredar, sebagiannya karena jumlah
uang yang beredar sulit diukur dengan cukup tepat.
Keputusan bank sentral untuk menargetkan suku bunga pada dasarnya tidak mengubah
analisis terhadap kebijakan moneter. Teori preferensi likuiditas memberi satu prinsip penting
bahwa kebijakan moneter dapat dijelaskan, baik dalam terminologi jumlah uang yang beredar
maupun terminologi suku bunga. Apabila bank sentral menetapkan target suku bunga, bank
sentral berkomitmen untuk menyesuaikan jumlah uang yang beredar untuk membuat
keseimbangan di pasar guna mencapai target tersebut.

2.2 BAGAIMANA KEBIJAKAN FISKAL MEMPENGRUHI PERMINTAAN AGREGAT


Pemerintah dapata mempengaruhi perilaku ekonomi tidak hanya melalui kebijakan
moneter, tetap juga melalui kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal merujuk pada pilihan pilihan
pemerintah mengenai tingkat pembelanjaan atau pajak Negara secara keseluruhan.

2.2.1 PERUBAHAN PERUBAHAN DALAM PEMBELANJAAN NEGARA


Ketika mengubah jumlah uang yang beredar atau tingkat pajak, pemerintah mengubah
kurva permintaan agregat dengan mempengaruhi keputusan belanja perusahaan atau rumah
tangga. Sebaliknya, ketika mengubah belanja barang dan jasanya sendiri, pemerintah mengubah
kurva permintaan agregat secara langsung.
Misalnya bahwa Departemen Pertahanan melakukan pemesanan senilai US$20 miliar
kepada Buildit, perusahaan konstruksi lokal, untuk membangun markas tentara baru. Pesana ini
meningkatkan permintaan output yang diproduksi oleh Buildit yang menyebabkan perusahaan
mempekerjakan lebih banyak pegawai dan meningkatkan produksi. Karena Buildit adalah bagian
dari perekonomian, kenaikan permintaaan kontruksi oleh Buildit berarti kenaikkan jumlah total
permintaan barang dan jasa pada setiap tingkat harga. Akibatnya, kurva permintaan agregat
bergeser ke kanan.
Ada dua efek ekonomi makro yang menyebabkan pergeseran kurva permintaan agregat
berbeda dengan perubahan belanja pemerintah, yaitu:
1. Efek Penggandaan
Ketika pemerintah membeli barang dari Buildit senilai $20 miliar, pembelian ini memiliki
konsekuensi. Dampak langsungnya adalah bertambahnya pekerjaann dan keuntungan Buildit.
Kemudian, ketika para pekerja melihat upah lebih tinggi dan pemilik perusahaan melihat
untung lebih tinggi, mereka merespon kenaikan pendapatan ini dengan meningkatkan belanja
konsumen mereka sendiri. Akibatnya, belanja pemerintah dari Buildit meningkatkan
permintaan terhadap produk banyak perusahaan lain dalam perekonomian. Karena setiap
dolar yang dibelanjakan oleh Negara dapat meningkatkan permintaan agregat barang dan jasa
sebesar lebih dari satu dolar, belanja pemerintah dikatakan menimbulkan efek penggandaan
(multiplier effect) terhadap permintaan agregat.
Efek penggandaan ini berlanjut, pendapatan dan keuntungan yang lebih tinggi kembali
mendorong belanja konsumen, demikian seterusnya. Oleh karena itu, ada umpan balik positif
terhadap permintaan yang meningkat yang menimbulkan kenaikan pendapatan dan
menyebabkan permintaan menjadi lebih meningkat. Umpan balik positif dari permintaan
investasi ini terkadang disebut dengan akselerator investasi. Efek totalnya terhadap jumlah
permintaan barang dan jasa dapat lebih besar daripada rangsangan awal dari belanja
pemerintah yang lebih besar.
6

Rumus Penggandaan Belanja


Angka penting dalam rumus ini adalah kecenderungan konsumsi marginal (marginal
propensity to consum - MPC), bagian pendapatan tambahan yang dikonsumsi oleh rumah tangga
alih alih ditabung oleh rumah tangga. Sebagai contoh, anggap bahwa kecendrungan
mengkonsumsi marginal adalah . Dengan MPC sebesar , ketika para pegawai dan pemilik
Buildit memperoleh pendapatan sebesar $20 miliar dari kontrak pemrintah, mereka
meningkatkan belanja konsumen mereka sebesar x $20 miliar atau sama dengan $15 miliar.
Untuk mengetahui dampak total terhadap permintaan barang dan jasa, kita menambahkan
seluruh efek ini:
Perubahan belanja pemerintah
Perubahan pertama pada konsumsi
Perubahan kedua pada konsumsi
Perubahan ketiga pada konsumsi

=
=
=
=

Jumlah perubahan permintaan

MPC x
MPC x
MPC x

$20 miliar
$20 miliar
$20 miliar
$20 miliar

(1 + MPC + MPC + MPC +) x $20 miliar


Disini, melambanngkan angka tidak terhingga yang sejenis. Dengan demikian rumus
penggandaan dapat ditulis sebagai berikut.
Pengganda = 1 + MPC + MPC + MPC +
Untuk menyederhanakan persamaan pengganda ini, ingat kembali bahwa ungkapan ini
merupakan deret geometris tak hingga. Untuk x antara -1 dan +1,
1 + x + x + x +=1/(1 - x)
Dalam kasus ini, x = MPC sehingga
Pengganda = 1 (1 - MPC)
Rumus penggandaan ini memberikan kesimpulan penting bahwa besar penggandaan bergantung
pada kecenderungan mengkonsumsi marginal. Oleh karena itu, MPC lebih besar berarti
pengganda lebih besar. Semakin besar MPC, semakin besar pula pengaruh yang ditimbulkan
terhadap konsummsi,dan semakin besar pula penggandaannya.

Penerapan Lain dari Efek Penggandaan


Akibat efek penggandaan, satu dolar belanja pemerintah dapat menghasilkan lebih dari satu dolar
permintaan agregat. Namun, dasar pemikiran dari efek penggandaan ini tidak terbatas pada
7

perubahan belanja pemerintah. Sebaliknya, logika tersebut berlaku terhadap segala peristiwa
yang mengubah sebuah komponen PDB konsumsi, investasi,belanja pemerintah, atau ekspor
neto.
Sebagai contoh, annggap bahwa resesi diluar negeri menurunkan permintaan ekspor neto Negara
sebesar $10 miliar. Penurunan belanja ini menekan pendapatan nasional yang menurunkan
belanja konsumen domestik. Apabila kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah dan
pengganda 4 maka penurunan ekspor neto sebesar $10 miliar tersebut berarti penurunan
permintaan agregat sebesar $40 miliar.
Penggandaan merupakan konsep penting dalam ekonomi makro karena memperlihatkan
bagaimana perekonomian dapat menggandakan dampak perubahan belanja. Perubahan awal
yang kecil dalam konsumsi, investasi, belanja pemerintah, atau ekspor neto dapat berdampak
besar terhadap permintaan agregat. Begitu pula dengan produksi barang dan jasa dalam
perekonomian.
2. Efek Pembatasan Paksa
Efek penggandaan menunjukkan bahwa jika pemerintah melakukan belanja kontrak
kontruksi dengan Buildit sebesar $20 miliar, ekspansi permintaan agregat yang ditimbulkan
pasti lebih besar dari $20 miliar. Namun, ada efek lain yang muncul dari arah berlawanan.
Meskipun mendorong permintaan agregat barang dan jasa, kenaikan belanja pemerintah juga
menyebabkan suku bunga naik, sedangkan suku bunga lebih tinggi menurunkan belanja
investasi dan menghambat permintaan agregat. Penurunan permintaan agregat yang terjadi
apabila ekspansi fiskal menaikkan suku bunga disebut dengan efek pembatasan paksa
(crowding-out effect).
Untuk melihat mengapa efek pembatasan paksa terjadi, amati apa yang terjadi di pasar uang
ketika pemerintah membayar kerja kontruksi oleh Buildit. Dengan meningkatnya
pendapatan, rumah tangga berencana untuk membeli lebih banyak barang sehingga memilih
untuk memiliki kekayaan mereka yang lebih banyak dalam bentuk likuid. Artinya, kenaikan
pendapatan yang disebabkan oleh ekspansi fiskal meningkatkan permintaan uang.
Jadi, apabila Negara menaikkan belanjanya sebesar $20 miliar, permintaan agregat barang
dan jasa dapat naik sebesar lebih atau kurang dari $20 miliar, tergantung apakah efek
penggandaan atau efek pembatasan paksa lebih besar.
Perubahan perubahan dalam Perpajakan
Kebijakan fiskal penting lainnya selain tingkat belanja pemerintah adalah tingkat perpajakan.
Apabila pemerintah menurunkan pajak pendapatan perseorangan, misalnya, pendapatan bersih
rumah tangga pun menjadi meningkat. Rumah tangga akan menabung sebagian dari pendapatan
tambahan ini, namun mereka juga akan membelajakan sebagian untuk barang barang
konsumsi. Karena meningkatkan belanja konsumen, penurunan pajak menggeser kurva
permintaan agregat ke kanan. Serupa dengan hal itu, kenaikan pajak menekan belanja konsumen
dan menggeser kurva permintaan agregat ke kiri.
8

Besarnya pergeseran permintaan agegat yang ditimbulkan oleh perubahan pajak juga dipengaruhi
oleh efek penggandaan dan pembatasan paksa. Tergantung besar efek penggandaan dan efek
pembatasan paksa, pergeseran permintaan agegat dapat lebih besar atau lebih kecil daripada
pajak perubahan yang menyebabkannya.
Selain itu, ada penentu besar pergeseran permintaan agregat penting lainnya yang ditimbulkan
oleh perubahan pajak, yakni persepsi rumah tangga tentang apakah perubahan pajak bersifat
sementara atau permanen. Jika rumah tangga memperkirakan bahwa penurunan pajak itu bersifat
permanen maka mereka akan menganggapnya sebagai tambahan besar bagi sumber keuangan
mereka sehingga meningkatkan belanja mereka sebesar jumlah itu. Dalam kasus ini, penurunan
pajak tersebut akan berdampak besar terhadap permintaan agregat. Sebaliknya, jika rumah
tangga memperkirakan bahwa perubahan pajak tersebut bersifat sementara, mereka akan
memandangnya sebagai tambahan kecil bagi sumber keuangan mereka sehingga akan
meningkatkan belanja mereka sedikit saja. Dalam kasus ini, penurunan pajak tesebut akan
berdampak kecil terhadap permintaan agregat.
2.3 MENGGUNAKAN KEBIJAKAN UNTUK MENSTABILKAN PEREKONOMIAN
2.3.1 Pendukung Kebijakan Stabilisasi Aktif
Seperti telah kita ketahui, belanja pemerintah merupakan penentu posisi kurva
permintaan agregat. Apabila pemerintah memangkas belanja pemerintah, permintaan agregat
akan turun yang akan menekan produksi dan lapangan kerja dalam jangka pendek. Jika ingin
mencegah dampak merugikan dari kebijakan fiskal ini, bank sentral dapat bertindak guna
memperluas permintaan agregat dengan miningkatkan jumlah uang yang beredar. Ekspansi
moneter dapat menurunkan suku bunga, mendorong belanja investasi, dan memperluas
permintaan agregat. Jika respon kebijakan moneter tepat, gabungan perubahan kebijakan
moneter dan fiskal tidak akan membuat permintaan agregat barang dan jasa terpengaruh.
Analisis inilah yang sebenarnya digunakan oleh banyak bank sentral. Bank bank sentral
ini mengetahui bahwa kebijakan moneter merupakan penentu penting permintaan agregat.
Mereka juga mengetahui bahwa ada juga penentu penting lainnya, termasuk kebijakan fiskal
yang ditetapkan oleh pemerintah. Oleh kaerna itu, bank sentral menyimak perdebatan tentang
kebijakan fiskal dengan cermat.
Hal ini memiliki dua implikasi bagi kebijakan ekonomi makro. Implikasi pertama yang
tidak begitu serius adalah pemerintah seharusnya tidak boleh menjadi penyebab fluktuasi
ekonomi. Dengan demikian, mayoritas ekonom memperingatkan perubahan kebijakan moneter
dan fiskal secara besar besaran dan mendadak karena perubahan semacan itu besar
kemungkinan menyebabkan fluktuasi permintaan agregat.
Implikasi kedua dan yang lebih ambisius adalah pemerintah harus merespon perubahan
ekonomi swasta untuk menstabilkan permintaan agregat. Pandangan ini berakar pada tulisan
Keynes, The General Theory of Employment, Interest, and Money, yang terbit pada 1936. Dalam
bukunya, Keynes menggarisbawahi peran utama permintaan agregat dalam menjelaskan
fluktuasi ekonomi jangka pendek. Keynes menyatakan bahwa pemerintah harus aktif mendorong
9

permintaan agregat apabila permintaan agregat terlihat tidak cukup untuk mempertahankan
produksi pada tingkat pekerjaan penuhnya.
Keynes (dan banyak pengikutnya) berpendapat bahwa permintaan agregat berfluktuasi
akibat gelombang pesimisme dan optimisme yang irasional. Ia memakai istilah naluri
kebinatangan (animal spirit). Apabila pesimisme melanda, rumah tangga mengurangi belanja
konsumsi, sedangkan perusahaan perusahaan mengurangi belanja investasi. Hasilnya adalah
permintaan agregat menurun, produksi berkurang, dan pengangguran meningkat. Sebaliknya,
apabila optimisme melanda, rumah tangga dan perusahaan perusahaan meningkatkan belanja.
Hasilnya adalah permintaan agregat meningkat, produksi bertambah, dan muncul tekanan inflasi.
Pada prinsipnya, pemerintah dapat mengubah kebijakan moneter dan fiskalnya untuk
merespon gelombang optimisme dan pesimisme ini sehinga menstabilkan perkonomian. Sebagai
contoh, ketika orang bersikap pesimis secara berlebihan, bank sentral dapat meningkatkan
jumlah uang yang beredar untuk menurunkan suku bunga dan meningkatkan permintaan agregat.
Ketika mereka bersikap optimis secara berlebihan, bank sentral dapat mengurangi jumlah uang
yang beredar untuk meningkatkan suku bunga dan menurunkan permintaan agregat.
2.3.2 Penentang Kebijakan Stabilisasi Aktif
Sebagian ekonom berpendapat bahwa pemerintah seharusnya tidak menggunakan
kebijakan meneter dan fiskal aktif untuk menstabilkan perekonomian. Mereka menyatakan
bahwa kedua perangkat kebijakan itu seharusnya dibuat untuk mencapai tujuan tujuan jangka
panjang, misalnya pertumbuhan ekonomi yang pesat dan inflasi yang rendah, dan bahwa
perekonomian harus dibiarkan menghadapi fluktuasi jangka pendek. Meskipun para ekonom ini
mengakui bahwa kebijakan meneter dan fiskal secara teoritis dapat menstabilkan perekonomian,
mereka meragukan apakah pada praktiknya kedua kebijakan itu dapat melakukannya.
Argument utama adalah kedua kebijakan ini mempengaruhi perekonomian dalam jangka
panjang. Seperti kita ketahui, kebijakan moneter dilakukan dengan mengubah suku bunga, yang
kemudian mempengaruhi belanja investasi. Namun demikian, banyak perusahaan telah membuat
program investasi. Oleh karena itu, mayoritas ekonom percaya bahwa kebijakan moneter
memerlukan setidaknya enam bulan untuk benar benar mempengaruhi output dan tingkat
penyerapan tenaga kerja. Selain itu, setelah muncul, dampak tersebut dapat berlangsung selam
beberapa tahun.
Kebijakan fiskal juga dapat menghadapi kelambanan, namun tidak seperti kelambanan
kebijakan moneter, kelambanan kebijakan fiskal sebagian besar disebabkan oleh proses politik.
Sebagian besar perubahan belanja pemerintah dan pajak harus melewati proses legislasi. Proses
ini dapat memakan waktu berbulan bulan dan, dalam banyak kasus, bertahun tahun. Ketika
perubahan kebijakan fiskal disahkan dan siap diterapkan, kondisi perekonomian mungkin telah
berubah.
Kelambanan kebijakan meneter dan fiskal ini menjadi masalah karena sebagian prakiraan
ekonomi sangat tidak tepat. Apabila para peramal dapat memprediksi perekonomian setahun
sebelumnya maka pembuat kebijakan moneter dan fiskal dapat memandang ke depan saat
membuat kebijakan tersebut. Dalam kasus ini, pemerintah dapat menstabilkan perekonomian
10

meskipun menghadapi kelambanan. Namun kenyataannya, resesi besar dan depresi terjadi tanpa
peringatan awal. Hal terbaik yang dapat dilakukan oleh pemerintah setiap saat adalah merespon
perubahan ekonomi ketika terjadi.
2.3.3 Stabilisator Otomatis
Stabilisator Otomatis (automatic stabilizers) adalah perubahan perubahan kebijakan
fiskal yang mendorong permintaan agregat ketika perekonomian mengalami resesi yang tidak
mengharuskan pemerintah melakukan tindakan yang disengaja.
Stabilisator otomatis terpenting adalah sistem pajak. Apabila ekonomi mengalami depresi
jumlah pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah menurun secara otomatis karena hamper semua
pajak terkait erat dengan kegiatan perekonomian. Pajak pendapatan pribadi bergantung pada
pendapatan rumah tangga, pajak penghasilan bergantung pada pendapatan pekerja, dan pajak
pendapatan perusahaan bergantung pada keuntunngan perusahaan. Karena pendapatan,
penghasilan, dan keuntungan seluruhnya mengalami penurunan selama resesi, penghasilan pajak
pemerintah juga menurun. Penurunan pajak secara otomatis ini mendorong permintaan agregat
sehingga meringankan fluktuasi ekonomi.
Belanja pemerintah juga bertindak sebagai stabilisator otomatis. Secara khusus, apabila
ekonomi mengalami resesi dann para pekerja diberhentikan, banyak orang mengajukan
tunjangan pengangguran dan bentuk jaminan pendapatan lain. Kenaikan belanja pemerintah
secara otomatis ini mendorong permintaan agregat tepat ketika permintaan agregat tidak
memadai untuk memberikan pekerjaan penuh.
Stabilisator otomatis tidak cukup tangguh untuk resesi sepenuhnya. Meskipun demikian,
tanpa stabilisator otomatis, output dan lapangan kerja akan jauh lebih rawan. Oleh karena itu,
banyak ekonom menentang legislasi yang mengharuskan pemerintah menetapkan anggaran
seimbang, seperti yang diusulkan oleh sebagian politisi. Ketika perekonomian mengalami resesi,
pajak menurun, belanja pemerintah meningkat, dan anggaran pemerintah besar kemungkinan
mengalami defisit. Jika pemerintah menghadapi aturan anggaran berimbang yang ketat maka
pemerintah dapat terpaksa mencari cara untuk menaikkan pajak atau mengurangi belanja selama
resesi. Dengan kata lain, aturan anggaran berimbang dapat menghapuskan stabilisator otomatis.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebelum membuat perubahan kebijakan, pemerintah perlu mempertimbangkan segala dampak
keputusan mereka. Sebelumnya kita telah melihat bagaimana kebijakan fiskal mempengaruhi
11

tabungan, investasi, dan pertumbuhan jangka panjang, serta bagaimana kebijakan moneter
mempengaruhi tingkat harga dan inflasi.
Pengaruh jangka pendek kebijakan moneter dan fiskal dapat mengubah permintaan agregat
barang dan jasa sehingga mengubah produksi dan lapangan pekerjaan dalam perekonomian
jangka pendek. Apabila pemerintah mengurangi belanjanya untuk menyeimbangkan anggaran,
pemerintah perlu memperhitungkan, baik dampak jangka panjang terhadap tabungan dan
pertumbuhan maupun dampak jangka pendek terhadap permintaan agregat dan lapangan kerja.
Apabila pemerintah menurunkan tingkat pertumbuhan jumlah uang yang beredar, pemerintah
perlu memperhitungkan dampak jangka panjang terhadap inflasi dan juga dampak jangka pendek
terhadap produksi.

DAFTAR PUSTAKA
MANKIW GREGORY N, QUAH EUSTON, WILSON PETER, 2013, PENGANTAR EONOMI
MAKRO Edisi Asia. Jakarta : Salemba Empat.

12

You might also like