Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom kompartemen didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan di dalam suatu rongga anatomis tubuh yang
mempengaruhi sirkulasi dan mengancam fungsi dan kelangsungan hidup
jaringan di sekitarnya. Sindrom kompartemen abdominal (ACS) muncul bila
disfungsi organ terjadi sebagai hasil dari hipertensi intra-abdomen. Sindrom
ini didefinisikan dengan menetap atau berulangnya tekanan intra-abdomen
lebih dari 20 mmHg (27,2 cmH2O) atau tekanan perfusi abdomen kurang dari
60 mmHg (81.6 cmH2O) dengan disertai onset satu atau lebih kegagalan
system organ. Tekanan intra-abdomen normal antara 0 dan 5 mmHg (6,8
cmH2O), tapi pada pasien dewasa yang kritis normal IAP dapat mencapai
antara 5 mmHg (6,8 cmH2O) dan 7 mmHg 9,52 cmH2O).
Sindrom kompartemen abdominal adalah manifestasi akhir dari IAH yang
ditandai dengan disfungsi kardiovaskular, paru, ginjal, splaknik dan
intracranial. Sebagian besar kondisi klinis telah menunjukkan dapat terjadinya
IAH dan ACS, termasuk trauma tajam atau tumpul, luka bakar, pancreatitis,
ruptur aneurisma aorta, neoplasma, ascites, transplantasi hati, pendarahan
retroperitoneal dan pasien tanpa cedera intra abdomen yang memerlukan
volume cairan resusitasi yang masif. Sekarang ini penyebab terbanyak adalah
korban multiple trauma yang memerlukan intervensi bedah abdomen segera,
terutama pembedahan untuk damage control.
Sindrom kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek,
toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversible
terjadi bila lebih dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat dapat menyebabkan
trauma syaraf dan hilangnya fungsi otot. Walaupun fasciotomi dilakukan
dengan cepat dan awal, hampir 20% pasien mengalami deficit motorik dan
sensorik yang persisten.
Angka kematian tinggi pada abdominal compartemen sindrom meskipun
dengan pengobatan, hal ini terjadi karena ACS akan mempengaruhi beberapa
sistem organ. Selanjutnya, ACS sering sekuele cedera parah yang independen
kompartemen sindrom
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang asuhan perawatan
pasien dengan abdomen kompartemen sindrom.
1.3.2
Tujuan Khusus
-
sindrom
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang etiologi dari abdomen
kompartemen sindrom
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang klasifikasi dari abdomen
kompartemen sindrom
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang patofisiologi dari abdomen
kompartemen sindrom
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang manifestasi klinis dari
Mahasiswa
mampu
menyebutkan
komplikasi
dari
abdomen
kompartemen sindrom
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan kepada
klien dengan abdomen kompartemen sindrom mulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan dan menentukan intervensi keperawatan.
1.4 Manfaat
Makalah ini dibuat untuk menjelaskan aplikasi konsep perawatan pada klien
dengan abdomen kompartemen sindrom sehingga dapat digunakan sebagai
referensi asuhan keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
ABDOMINAL COMPARTEMENT SYNDROM
2.1 ANATOMI FISIOLOGI
3
di
atas
fleksi
trunk,
mengangkat pelvis.
b. Otot piramidalis
Terletak di bagian
tengah di atas simpisis
pubis, di depan otot
rectus
abdominalis.
tinggi
yang
berasal
dari
bolus), digesti
protein,
produksi
mukus,
produksi faktor intrinsik (glikoprotein, vitamin B12), dan untuk
-
absorpsi nutrien.
Usus halus :
Duodenum : bagian terpendek (25-30 cm).
Jejunum : bagian selanjutnya sepanjang 1-1,5 m.
Ileum : merentang sampai menyatu dengan usus besar,
panjangnya 2-2,5 m. Fungsi usus halus yaitu secara selektif
mengabsorpsi produk digesti.
Usus besar :
Sekum : kantung tertutup yang menggantung di bawah area
katup ileosekal.
Kolon : bagian usus besar dari sekum sampai rectum, terdiri
dari kolon asenden, transversa, desenden.
Rectum : bagian saluran pencernaan dengan panjang 12-13
cm, yang berakhir di saluran anal. Fungsi usus besar :
mengabsorpsi 80-90% air dan elektrolit dari kimus yang
tersisa, sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna
5
bentuk feses.
Kelenjar pankreas : kelenjar terelongasi berukuran besar di balik
eritrosit,
menghasilkan
limfosit
&
antibody,
konsentrasi
ion-ion penting,
2.2 PENGERTIAN
Abdominal Compartement Syndrom (ACS) adalah peningkatan
mendadak tekanan intraabdomen yang mengakibatkan perubahan dalam
mekanisme pernafasan, parameter hemodinamik dan ginjal serta perfusi
serebral. ACS memiliki relevansi yang luar biasa dalam praktek operasi dan
perawatan pasien sakit kritis, karena dampaknya pada beberapa sistem organ.
(Indian Journal of Critical Care Medicine, 2009)
Sindrom kompartemen didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan di dalam suatu rongga anatomis tubuh yang
mempengaruhi sirkulasi dan mengancam fungsi dan kelangsungan hidup
keadaan dimana
intra-abdomen
didefinisikan
dengan
menetap
atau
Berbeda
dengan
hipertensi
intra-abdomen
(IAH),
sindrom
Sumber : Normaastria.blogpot.com
2.3 ETIOLOGI
Peningkatan tekanan intra abdomen terjadi pada 4% - 15% pasien
dengan penanganan intensive bedah pada berbagai kondisi klinis termasuk
pembedahan abdomen yang lama, akumulasi ascites, trauma tumpul
abdomen, ruptur aneurisma aorta abdomen, pancreatitis hemoragik, fraktur
pelvis, ileus dan obstruksi usus, pneumoperitoneum dan syok septic.
Faktor risiko dari abdominal compartement syndrom
1. Berkurangnya komplians dinding abdomen
a. Gagal nafas akut, terutama dengan peningkatan tekanan intrathorak
b. Pembedahan abdomen dengan jahitan primer fasia yang tertutup
ketat.
c. Trauma mayor/ luka bakar
d. Posisi telungkup, tinggi kepala bed lebih dari 30
e. Indeks masa tubuh yang tinggi, obesitas
2. Peningkatan isi intraluminal
a. Gastroparesis
b. Ileus
c. Obstruksi kolon
3. Peningkatan isi abdomen
a. Hemoperitonium/pneumoperitonium
b. Asites/disfungsi hati
c. Infeksi abdomen
d. Laparascopi
e. Dialisis peritonium
f. Trauma mayor
4. Kebocoran kapiler / resusitasi cairan
a. Asidosis (pH <7,2)
b. Hipotensi
c. Hipotermi (>33C )
d. Politranfusi (>10 unit/24 jam)
1.5)
Resusitasi cairan (>5 liter/24 jam)
Pankreatitis
Oliguria
Sepsis
Trauma mayor/luka bakar
Laparatomi
2.4 KLASIFIKASI
Klasifikasi kompartemen sindrom abdomen (ACS) menurut Indian Journal
of Critical Care Medicine adalah :
1. Primer
Dasarnya disfungsi organ dan IAH dengan adanya cedera langsung pada
isi perut bagian proksimal. Contoh trauma adalah peritonitis, ileus, dan
perdarahan.
2. Sekunder
Terdiri dari tekanan tinggi dan disfungsi organ yang disebabkan oleh
edema dan resusitasi. Contoh resusitasi pasien syok hemaragik, luka bakar.
3. Rekuren
Dimana pasien telah pulih dari ACS sekali tetapi karena siklus sekunder
dimulai lagi. Tingkat kematian sangat tinggi.
2.5 PATOFISIOLOGI
Setiap kelainan yang meningkatkan tekanan dalam rongga perut dapat
menimbulkan hipertensi intra-abdomen. Dalam beberapa situasi, seperti
pankreatitis akut atau pecahnya aneurisma aorta abdominal. Obstruksi
mekanis usus halus dan pembesaran abdomen bisa menimbulkan hipertensi
intra abdomen. Namun, trauma tumpul abdomen dengan perdarahan intraabdomen dari lienalis, hati, dan cedera mesenterika adalah penyebab paling
umum dari hipertensi intra-abdomen.pembedahan perut dengan tujuan untuk
positif
yang
mencirikan
pathogenesis
hipertensi
intra-
10
11
3. Karena dinding vena yang tipis, vena akan kolaps bila tekanan jaringan
melebihi tekanan vena. Bila darah mengalir secara kontinyu dari kapiler,
tekanan vena secara kontinyu akan meningkat pula sampai melebihi
tekanan jaringan dan drainase vena dibentuk kembali. Sedangkan respon
otot terhadap iskemia yaitu dilepaskannya histamine like substans
mengakibatkan dilatasi kapiler dan peningkatan permeabilitas endotel.
Ini berperan penting pada transudasi plasma dengan endapan sel darah
merah ke intramuscular dan menurunkan mikrosirkulasi. Otot bertambah
berat (peningkatan lebih dari 50%).
McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan
diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai
korelasi klinis dengan sindrom kompartemen (Irga, 2008).
Patogenesis dari sindrom kompartemen) kronik telah digambarkan oleh
Reneman. Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan
menambah peningkatan sementara dalam tekanan intra kompartemen.
Kontraksi otot berulang dapat meningkatkan tekanan intamuskular pada batas
dimana dapat terjadi iskemia berulang. Sindrom kompartemen kronik terjadi
ketika tekanan antara kontraksi yang terus - menerus tetap tinggi dan
mengganggu aliran darah. Sebagaimana terjadinya kenaikan tekanan, aliran
arteri selama relaksasi otot semakin menurun, dan pasien akan mengalami
kram otot. Kompartemen anterior dan lateral dari tungkai bagian bawah
biasanya yang kena (Irga, 2008).
Patofisiologi dampak ACS pada berbagai sistem organ :
a. Disfungsi ginjal
Disfungsi ginjal merupakan dampak yang paling sering terjadi. Efek
klasik IAH/ACS pada system ginjal yaitu oliguria hingga menjadi anuria
dengan IAP yang meningkat. IAP 1520 mmHg dapat terjadi oliguria,
sementara IAP lebih dari 30 mmHg dapat terjadi anuria. Mekanisme
terjadinya disfungsi ginjal terdapat banyak faktor. ACS membuat
gangguan pada kardiovaskular dengan menurunkan curah jantung
sehingga menurunkan aliran arteri ginjal, meningkatkan resistensi vaskular
ginjal, menurunkan filtrasi glomerulus dan kompresi vena ginjal.
b. Disfungsi paru
12
laparoskopik
elektif
mempertahankan
15
mmHg
14
meningkatkan tekanan vena jugular dan ICP. Pasien dengan ACS secara
klinis dan ICP yang meningkat telah terkoreksi ICP dengan laparotomi
dekompresi. Dengan demikian pemantauan IAP disarankan pada pasien
dengan neurotrauma dan cedera abdomen atau curiga IAH dengan
pemikiran untuk dekompresi pada peningkatan ICP (Paula, 2013).
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis ACS antara lain :
1. Distensi abdomen yang berat
2. Gagal napas yang ditandai dengan PCO2 yang meningkat, volume tidal
3.
4.
5.
6.
7.
Gejala klinis yang terjadi pada kompartemen sindrom dikenal dengan 5P yang
secara umum terjadi pada ekstremitas, yaitu :
1. Pain (nyeri), nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang
terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang
paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan
keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau
memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang
2.
3.
4.
5.
mengalami
peningkatan
menunjukkan
adanya
sel
miokardium
f. Urinalisis : Adanya keton, darah,dalam urine menunjukkan adanya
gangguan pada ginjal
g. Pengukuran level serum laktat : Peningkatan asam laktat dalam darah
menunjukkan shock dan dehidrasi berat.
h. Arterial blood gas (ABG) : PH mengalami penurunann : < 7,02
(Asidosis) dan peningkatan PCO2
2. Radiografi :
a. Abdomen serial untuk melihat udara bebas atau obstruksi usus.
b. Radiografi polos abdomen sering tidak berguna dalam mengidentifikasi
sindrom kompartemen abdominal.
16
17
diperlukan pemantauan ketat IAP (intra abdomen Pressure) dan langkahlangkah preventif. Sebagai contoh, keputusan dapat ditunda untuk closure of
the abdomen atau menggunakan alternatif lain seperti abdominal content
coverage. Pada pasien non pembedahan, resusitasi yang optimal mungkin
penting dalam mencegah IAH (intra abdomen hypertension), tetapi over
resusitasi perlu dihindari.(Marshal, 2009)
Tekanan Intra Abdomen dibagi atas:
1) Grade I
: IAP 12 15 mmHg
18
gauge kemudian dimasukkan sterily ke port aspirasi kateter Foley dan jarum
angiocath dibuang. Angiocath ini kemudian melekat pada transduser tekanan
(memusatkan perhatian pada tingkat simfisis) melalui tabung yang berisi tiga
arah kran. Lima puluh sampai 100 ml cairan Nacl steril kemudian disuntikkan
ke dalam kandung kemih melalui tiga cara kran dengan tas drainase Foley
dijepit .Penjepit tersebut kemudian sebagian dilepaskan dan reclamped untuk
memastikan kolom cairan penuh dalam tabung proksimal untuk klem.
Tekanan kandung kemih kemudian transduced memberikan tekanan kandung
kemih mmHg. Pernapasan harus ada dalam transduced gelombang untuk
memastikan bahwa kandung kemih tidak yang terlalu besar. Overdistension
kandung kemih memberikan penilaian
19
terganggu awal pada pasien dengan ACS. Meskipun teknik ini dapat
menjadi kompleks ketika digunakan dalam pengaturan klinis akut, data
klinis menunjukkan bahwa pemantauan pH lambung intramucosal (pHi)
dapat memberikan peringatan dini untuk komplikasi sistemik, terutama
pada pasien dengan resiko ACS. Karena efek merugikan dari ACS visceral
aliran darah telah diakui untuk beberapa waktu, tonometry lambung bisa
dibandingkan dengan sensitif sensor strategis di lingkungan yang paling
menguntungkan untuk memberikan informasi dokter yang relevan dari
pasien
sedini
mungkin,
sehingga
memberikan
sarana
untuk
20
ekspirasi dan tidak adanya otot perut yang berkontraksi. Pengukuran dapat
dilakukan secara teratur 4-6 jam.
Penanganan harus berdasarkan pada pemeriksaan klinis dengan
peningkatan IAP. IAP kritis yang menimbulkan berbagai disfungsi organ
bergantung pada keadaan premorbid pasien. Pasien gemuk setiap saat
meningkat IAP tetapi telah terkompensasi dengan hal tersebut. Grade I
IAH secara umum hanya memerlukan resusitasi volume dengan
pemantauan tekanan berkelanjutan. Beberapa pasien tidak membaik
keadaannya. Pasien dengan grade II harus ditangani berdasarkan
gejalanya. Bila oliguria ringan dengan kompresi jantung dan paru minimal,
dapat diresusitasi lebih lanjut dan dilanjutkan dengan memantau tekanan.
Bila pasien mengalami cedera intra-kranial atau kompresi berat yang lebih,
operasi dekompresi harus dipikirkan. Grades III dan IV ditangani dengan
operasi dekompresi. Saat ini sebagian besar penulis menyetujui bahwa
tekanan kritis untuk ACS adalah antara 20 hingga 25 mmHg.
Sistem grade kompartemen abdominal
Tekanan buli-buli Grade (mmHg) Rekomendasi
I.
21
II.
III.
IV.
22
acid
(Vicryl),
polypropylene
(Marlex),
atau
23
24
25
penanganan
sindrom
kompartemen
sehingga
timbul
26
kompartemen sindrom
27
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
3.1 PENGKAJIAN
1.
Identitas/data umum
Meliputi nama, umur, agama,pendidikan, pekerjaan, alamat, suku bangsa :
morbiditas kompartemen sindrom abdomen tidak tergantung pada perbedaan
ras, seksual, dan usia
2.
Keluhan utama
Perut membesar (distensi abdomen)
3.
4.
5.
6.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
: Lemah
b.
B3 (Brain/Sistem Persyarafan)
Gelisah, penurunan kesadaran, nyeri kepala.kejang
28
c.
B4 (Bladder/Sistem perkemihan)
Oliguria, anuria.
d.
B5 (Bowel/Sistem pencernaan)
Hematemesis, melena, mual, muntah, distensi abdomen.
Masalah Keperawatan :
- PK : Syok Hipovolemi
- PK : Resiko hipoperfusi mukosa GI
e.
B6 (Bone/Sistem musculoskeletal)
Kelemahan.
3. Pemeriksaan diagnostik
1) Laboratorium :
a. Comprehensive metabolic panel (CMP) :Profil metabolic lengkap
antara lain elektrolit, BGA, Kimia Klinik, renal fungsi tes,
urinalisis, renal fungsi test.
b. Complete blood cell count (CBC) / Darah Lengkap : Trombosit
mengalami penurunan (, 55.000/mm3)
c. Pemeriksaan enzim amylase and lipase : terjadi peningkatan
(pancreatitis)
d. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time
(aPTT) bila pasien diberi heparin : untuk memeriksa faktor
pembekuan mengalami perpanjangan (PT . 15 detik, PTT : . 2 kali
normal)
e. Test untuk marker jantung : CPKMB/:creatine phosphokinase
Myoglobin mengalami peningkatan menunjukkan adanya sel
miokardium
f. Urinalisis : Adanya keton, darah,dalam urine menunjukkan adanya
gangguan pada ginjal
g. Pengukuran level serum laktat : Peningkatan asam laktat dalam
darah menunjukkan shock dan dehidrasi berat.
h. Arterial blood gas (ABG): PH mengalami penurunann : < 7,02
(Asidosis) dan peningkatan PCO2
29
2) Radiografi :
a. Abdomen serial untuk melihat udara bebas atau obstruksi usus.
b. Radiografi polos abdomen sering tidak berguna dalam
mengidentifikasi sindrom kompartemen abdominal.
c. CT scan abdomen dapat memberikan banyak temuan. Pada tahun
1999 Pickhardt dkk menemukan gambaran dibawah ini pada pasien
dengan sindrom kompartemen abdominal :
a) Round-belly sign distensi abdomen dengan rasio peningkatan
diameter abdomen anteroposterior ke transversal meningkat.
(ratio >0.80; P <0.001)
b) Kolaps vena kava
c) Penebalan dinding usus dengan enhancement
d) Hernia inguinal bilateral
3) USG Abdomen
a.
curah
jantung
berhubungan
dengan
perubahan
kontraktilitas jantung
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
yang mengakibatkan penekanan diafragma (penghambatan relaksasi
diafragma)
5. Syok hipovelemik berhubungan dengan defisit volume cairan
6. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan suplai O2 ke otak
30
Intervensi
Rasional
hasil
-Tujuan : Nyeri
1.Berikan kesempatan
berhubunga
yang dirasakan
merelaksasi semua
n dengan
berkurang atau
jaringan sehingga
peningkatan
dapat diadaptasi
akan meningkatkan
tekanan
oleh klien
nyaman.
kenyamanan.
Nyeri
intra
abdomen
-Kriteria Hasil
a. Klien
mengungkapkan
nyeri yang
dirasakan
2.Mengajarkan tehnik
1. Istirahat akan
2. Akan melancarkan
peredaran darah,
distraksi
dan dapat
mengalihkan
perhatian nyerinya
berkurang atau
menghindari
dapat diadaptasi
mengejan, meregang,
dan menunjukan
batuk, dan
skala nyeri
mengangkat benda
menjadi 4 dari 7
adanya tekanan
intra abdomen
b. Klien tidak
merasa
ke hal-hal yang
menyenangkan
3. Menghindari
4. Analgesik
kesakitan.
memblok lintasan
khususnya penting
nyeri, sehingga
mengidentifikasi
selama periode
nyeri berkurang
aktifitas yang
meningkatkan
selama 6 minggu
atau menurunkan
setelah pembedahan.
c. Dapat
5. Pengkajian yang
optimal akan
memberikan
4.Kolaborasi analgesic
5.Observasi tingkat
d. Tanda vital
mencegah
dalam batas
kemungkinan
motorik klien, 30
normal
komplikasi dan
menit setelah
melakukan
pemberian analgesik
intervensi yang
untuk mengkaji
tepat.
efektivitasnya dan
setiap 1-2 jam setelah
tindakan perawatan
Gangguan
Tujuan
pertukaran
mampu
mencapai
gas
yang status
berhubunga
n
respirasi
pertukaran
gas
dan kedalaman
2. Observasi takikardi,
napas
pendek,
penggunaan muskulus
akan
beradaptasi
terhadap perubahan
gas.
Pernapasan
yang
cepat
dan
danagkal mungkin
akibat
dari
hipoksia
atau
asidosis
dengan
status
syok.
Hipoventilasi
mengindikasikan
dibutuhkannya
ventilasi tambahan
Signifikan dalam
atau lebih
- Tidak
penurunan
monitor ABGs.
ada Intervensi Terapeutik
1. Posisikan pasien pada
tingkat kesadaran
yang lebih lanjut
- Pernapasan dan
HR normal
peningkatan usaha
bernapas
dengan
HR.
Penggunaan
muskulus
assesorius
lakukan
meningkatkan
fisioterapi
dada.
3. Lakukan suction jika
diperlukan.
4. Berikan ketenangan
dan
hilangkan
kecemasan
dengan
samping
selama
pasien
berada
di
pasien
episode
distress pernapasan.
5. Berikan
oksigen
sesuai terapi.
6. Antisipasi kebutuhan
ekskursi
dada
untuk
memfasilitasi
pernapasan
yang
efektif.
3. Perubahan
suara
napas menunjukan
penyebab
gangguan
pertukaran
gas.
Hemoptisis
merupakan indikasi
adanya perdarahan
mekanik.
pada
saluran
pernapasan.
4. Tanda
hipoksia
awal
cerebral
tanda
selanjutnya adalah
agitasi, letargi dan
konfusi.
5. Oksimeter
nadi
digunakan sebagai
alat
33
untuk
mendeteksi
perubahan saturasi
oksigen
secara
cepat.
Saturasi
oksigen sebaiknya
berkisar
pada
angka 90 % atau
lebih.
1. Posisi
duduk
memungkinkan
untuk
ekskursi
dan
drainage sekresi.
3. Jika pasien tidak
mampu
mengeluarkan
sekresi
secara
mandiri,
suction
mungkin
diperlukan
untuk
meningkatkan
kepatenan
napas
mengurangi
napas.
4. Kecemasan
34
jalan
dan
kerja
meningkatkan
dispnea,
usaha
oksigen
pemasokan
secara
berlanjut
supaya
pasien
mampu
mempertahankan
saturasi oksigen 90
% atau lebih.
6. Intubasi yang cepat
dan
ventilasi
mekanik
direkomendasikan
untuk
mencegah
dekompensasi
Penurunan
Tujuan
pasien 4. Observasi
curah
mampu
mencapai
jantung
pompa
jantung
yang
berhubunga
memenuhi perfusi
output
adekuat,
ditunjukkan
dengan
pulsasi
kulit,
pasien.
warna 1. Dingin,
temperatur,
kelembapan
dan
adanya sianosis.
5. Observasi HR, TD,
dan tekanan nadi.
kompensasi
peningkatan
stimulasi
sistem
monitoring
sesuai
order.
6. Monitor
merupakan
rendahnya cardiac
Gunakan
intraarterial
pucat
peningkatan
tekanan
darah
pulsasi
termasuk
mempertahankan
35
capilari
perifer kuat
(1)HR
60-100
x/menit
refil.
cardiac
Penurunan tekanan
dengan
darah
irama regular
- Urin output Urin
output
output.
merupakan
kondisi
yang
memburuk.
3. Pulsasi
lemah
30
ml/jam
- Kulit hangat
- Tingkat
dengan penurunan
stroke volume dan
kesadaran normal
cardiac
output.
Capilari
refil
lambat
dan
Tujuan :
1. Kaji frekuensi,
pola Kebutuhan
irama, kedalaman
irama, dan
stelah
pernafasan
kedalaman napas
terpenuhi
berhubunga
dilakukan tindakan
dengan keperawatan
distensi
abdomen
Kriteria hasil :
- pasien
/meningkatkan
badan
bunyi nafas.
4. Pastikan kepatenan
O2 binasal
- Bebas edema
- Turgor kulit baik
- Membran
mukosa lembab
Mendengarkan
suara napas klien
normal atau tidak.
3.
diindikasikan,
- Albuin DBN
menunjukkan pola
nafas.
Mempertahankan
seperti
yang normal
2. Auskultasi bunyi
3. Pantau penurunan
akan
berat
Frekuensi,
nutrisi
napas
n
1.
Penurunan
bunyi napas klien
nyaman : semi
menunjukkan
fowler
adanya gangguan
pada jalan napas.
6. Berikan instruksi
untuk latihan nafas
4.
dalam
Memenuhi
kebutuhan
oksigenasin klien.
7. Catat kemajuan
yang ada pada klien 5.
36
Posisi semi
fowler
tentang pernafasan
mempermudah
udara masuk
sehingga klien dapat
bernapas dengan
optimal.
6.
Dengan latihan
napas yang rutin,
klien dapat terbiasa
untuk napas dalam
yang efektif.
7.
Sebagai
indikator efektif atau
tidakkah intervensi
yang dilakukan
Syok
Tujuan:
hipovelemik
Mempertahankan
keadekuatan volume
berhubunga
tingkat kesadaran
,perhatikan adanya /
sirkulasi. Hipotensi
n dengan
yang baik
derajat perubahan
ortostatikdapat
defisit
Kriteria hasil:
tekanan darah
volume
- Menunjukkan
postural .Observasi
tingkat
terhadap peningkatan
segera setelah
kesadaran yang
suhu / demam .
perubahan posisi.
baik
cairan
1.
Pantau tanda-tanda
- fungsi kognitif
Perhatikan pengisian
dan motorik
- mendemonstrasik
an tanda-tanda
vital stabil dan
tidak adanya
mental
2.
37
2. Pasien tidak
mengkonsumsi
cairan. Oliguria bisa
terjadi dan toksin
dalam sirkulasi
mempengaruhi
tanda-tanda
peningkatan TIK.
akurat .
antibiotik.
3. Memberikan
3.
Risiko
Tujuan:
tinggi
mengembalikan
informasi tentang
keadekuatan
bandingkan dengan
masukan
keseimbangan cairan
diet/penentuan
24 jam.
1. Pantau pengeluaran
kebutuhan nutrisi.
1. Pengeluaran urine
pekat karena
gangguan
normal.
dimana diuresis
penurunan perfusi
konduksi
Kriteria hasil:
terjadi.
ginjal. Posisi
elektrikal
- Klien
efek
menunjukkan
sekunder
pola pengeluaran
dari
hiperkalemi
- klien
menunjukkan
2. Pantau/hitung
keseimbangan
pemaukan dan
pengeluaran selama
24 jam
terlentang
membantu diuresis
sehingga
pengeluaran urine
dapat ditingkatkan
selama tirah baring.
pengetahuan
3. Pertahakan duduk
yang adekuat
disebabkan oleh
tentang eliminasi
dengan posisi
kehilangan cairan
urin.
semifowler selama
tiba-tiba/berlebihan
fase akut.
(hipovolemia)
meskipun
edema/asites masih
ada.
3. Posisi tersebut
Catat keluhan
meningkatkan
anoreksia, mual,
menurunkan
konstipasi.
produksi ADH
sehingga
38
meningkatkan
dieresis
4. Hipertensi dan
peningkatan CVP
menunjukkan
kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan
terjadinya
peningkatan
kongesti paru, gagal
jantung.
5. Kongesti visceral
(terjadi pada GJK
lanjut) dapat
mengganggu fungsi
gaster/intestinal.
Post Operatif
Diagnose
Intervensi
Rasional
hasil
-Tujuan : Nyeri
6.Berikan kesempatan
b.d
yang dirasakan
merelaksasi semua
terputusnya
berkurang atau
jaringan sehingga
kontinuitas
dapat diadaptasi
akan meningkatkan
jaringan
oleh klien
nyaman.
kenyamanan.
Nyeri Akut
sekunder
pembedaha
n abdomen
-Kriteria Hasil
e. Klien
mengungkapkan
nyeri yang
7.Mengajarkan tehnik
7. Akan melancarkan
peredaran darah,
distraksi
dan dapat
mengalihkan
dirasakan
perhatian nyerinya
berkurang atau
ke hal-hal yang
dapat diadaptasi
dan menunjukan
6. Istirahat akan
menyenangkan
8.Beritahu pasien untuk
39
skala nyeri
8. Menghindari
menjadi 4 dari 7
menghindari
adanya tekanan
mengejan, meregang,
f. Klien tidak
intra abdomen
batuk, dan
merasa
mengangkat benda
kesakitan.
g. Dapat
mengidentifikasi
aktifitas yang
meningkatkan
atau menurunkan
nyeri, klien tidak
gelisah
selama 6 minggu
dalam batas
setelah pembedahan.
normal
9.Kolaborasi analgesic
9. Analgesik
memblok lintasan
nyeri, sehingga
nyeri berkurang
10.
Observasi
Tujuan
integritas
Kerusakan
luka
jaringan
integritas jaringan
40
dan
observasi
10.
Pengkajian
kerusakan
berhubunga
n
dapat
diatasi
dengan setelah
efek
perawatan.
Kriteria
tekanan
Hasil
trauma dan
untuk
pasien
keadaan
Penyembuhan
2)
perbaikan/in
post
operasi
memonitor
dan
perubahan
bedah
derajat keparahan.
8. tanda-tanda vital
:Outcomes
akibat
sisi
tindakan
atau drainage.
8. Monitor tanda-tanda
Tidak
ada
laserasi, integritas
9. Lakukan
pada
perawatan
luka
operasi
status
kesehatan klien
9. mencegah
keparahan
dan
memperbaiki
jaringan kulit yang
kulit baik
10.
Lakukan
alih
rusak
10.
menghindari
dekubitus
pertahankan
kesejajaran tubuh
11.
Pertahankan
sprei
tempat
tidut
12.
11.
menghindari
adanya
decubitus
pada klien
12.
menghindari
adanya
decubitus
pada klien
Risiko
tinggi
dilakukan tindakan
kemerahan, oedem,
infeksi
keperawatan
peradangan meliputi
berhubunga
diharapkan infeksi
adanya
pada
trauma
Kriteria
jaringan
Outcomes :
sekunder
Hasil/
- Tidak terdapat
akibat
tanda-tanda infeksi
tindakan
seprti
operatif
operasi
pada
kemerahan
luka
merupakan adanya
operasi
luka steril tiap hari 5. Mensterilkan luka
jika diindikasikan.
luka
tetap
steril/tidak infeksi
terdapat
41
pus
dan
kemerahan, oedem.
2)
9. Pertahankan
Laboratorium
leukosit,
dan
hemoglobin
dalam
normal.
3)
Luka
dan
kering
menunjukan
penyembuhan
perawatan
penyembuhan dan
menghindari
infeksi pada luka
operasi.
keperawatan
lainnya.
10. Jaga
personal 7. Meningkatkan
hygiene pasien.
personal
hygiene
klien
untuk menghindari
11. Manajemen
inos.
8. Agar ruangan tetap
kebersihan
lingkungan pasien.
bersih
dan
flora
normal
12. Kolaborasi dengan
tim
medis
pemberian
dalam
therapy
antibiotik
tidak
meningkat
kemudian bersifat
patogen
9. Mempercepat
penyembuhan luka
agar tidak terjadi
infeksi
dengan
meningkatkan
imunitas klien.
BAB 4
PENUTUP
1.1
KESIMPULAN
Sindrom
kompartemen
abdomen
adalah
keadaan
dimana
terjadi
42
perawat
harus
mempunyai
pengetahuan
mengenai
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Ade. 2010. Anatomi dan Fisisologi. Diakses tanggal 23 Mei 2014 pukul
08.$5 WIB dari http://www.docstoc.com/docs/57185145/BAB-II
Marshall (2009), AACN Advanced Critical Care Nursing. Canada : Saunder
Elsevier
43
dari http://web.up.ac.za/sitefiles/file/45/1335/4101/
Tuesday%20Academic%20Meetings/T%20Mohammed%20Abdominal
%20Wound%20Dehiscence%20in%20Adults.pdf
Papavramedis et. All (2011). Abdominal compartment syndrome Intraabdominal hypertension: Defining, diagnosing, and managing. J Emerg
Trauma Shock. 2014 Apr-Jun;4:PMC
Irga.
2008.
Sindrom
Kompartemen.
Diakses
20
Maret
2014.
http://www.passangereng.blogspot.com
Paulo et. all (2013), Abdominal Compartemen Syndrom. diakses dari
www.emedicine.com/ 829008 tanggal 20 Maret 2014 jam : 17.38
Parmar et all. 2008. Burst Abdomen a Grave Postoperative Complication. The
Internet Journal of Surgery Volume 20 Number 1. diakses tanggal 7 Mei
2014 pukul 20.00 WIB dari http://ispub.com/IJS/20/1/3123
Saha, Kumar S. 2011. Clinical Practice and Surgery of the Colon, Rectum and
Anus. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher (P). LTD
Sugrue (2005). Abdominal Compartemen Syndrom Current Opinion Surgery in
Critical Care. Australia : Lipincot Williams and Wilkins
Taylor, C.2010. Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC.
Zinner, M et all. 2007. MaingotS Abdominal operation 11ed . USA: McGraw-Hill
Companies
44
45
WO
C
Obstruksi kolon
Infeksi abdomen
Laparascopi
Dialisis peritonium
Trauma mayor
Gangguan disfungsi
organ
KOMPARTEMEN SYNDROME
ABDOMEN
Oliguria
Sepsis
melibatkan hemostasis
jaringan lokal
Tekanan jaringan
Obstruksi
vena
Gangguan
kardiovaskuler
Perubahan kontraktilitas
jantung
Syok
Hipovolem
ik
Darah yg masuk
kapiler
Suplay
Oksige
n ke
otak
Hipoksi
a
jaringa
n
iskemia
Gangguan
perfusi
jaringan
serebral
Nekros
is
jaringa
n lokal
Kebocoran
ke dalam
kompartem
en
Tekanan dalam
kompartemen
Penekanan saraf
perifer
disekitarnya
Penurunan curah
jantung
Filtrasi
glomerulus
dan kompresi
vena ginjal
Ganggu
an ginjal
Distensi
abdomen
darah
ke
ginjal
Resisten
si
vaskuler
Disfungsi
ginjal
Tekanan
oksigen
alveolus
dan tekanan
intra thorak
Disfungsi
organ paru
Hipoksia,
hiperkapn
ia
Oliguria,
anuria
Gangguan 46
pola
eliminasi
urine
Gangguan pada
paru
Gangguan
rasa nyaman
: nyeri
Gangguan
pertukaran
gas
Perasaan
tidak enak
di perut
Penekan
an
diafragm
a
Mual,
muntah
Relaksasi
diafragm
a
terhamb
at
Nafsu
makan
turun
Gangguan
pemenuhan
nutrisi kurang
dari
kebutuhan