You are on page 1of 3

Dana Aspirasi, Perlukah?

Accipere quam facere praestat iniuriam ~ Cicero


Lebih baik menderita karena ketidakadilan daripada melakukan ketidakadilan.
Kata-kata latin diatas mengingatkan kita terhadap tindakan perwakilan rakyat yang
katanya mewakili rakyat. Akhir-akhir ini, masyarakat dikejutkan oleh kebijakan dana aspirasi
yang diusulkan oleh anggota DPR-RI dengan kisaran yang diajukan 20M peranggota. Lalu
sebenarnya apa itu dana aspirasi? Dana aspirasi merupakan kisaran dana yang diusulkan oleh
anggota DPR-RI untuk pembangunan infrastruktur daerah berbasis daerah pemilihan. Dapat
dikatakan pula dana ini adalah sebuah kebijakan yang dilakukan para wakil rakyat untuk
menjawab tuntutan dan harapan para konstituennya dalam program pembangunan daerah
tertinggal yang tidak terakomodir oleh program pembangunan yang dibuat oleh Pemerintah
yang telah diputuskan melalui mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang). Tujuan dari dana aspirasi ini sebenarnya untuk mengakomodir tuntutan dan
harapan para konstituen daerah pemilihan.
Bagaimana mekanisme anggaran dana aspirasi ini? Sebenarnya bukan mekanisme
anggaran dana aspirasi ini akan tetapi usulan program pembangunan daerah pemilihan yakni
komisi mengajukan usulan program pembangunan daerah pemilihan yang berasal dari usulan
anggota DPR kepada Badan Anggaran DPR kemudian akan disinkronisasi oleh Badan
Anggaran DPR. (vide Pasal 100 ayat (1) huruf e juncto Pasal 80 huruf j UU No. 17 Tahun
2014). Dan uang dana aspirasi tidak dipegang oleh anggota DPR, hanya mengajukkan
permohonan dana/usulan program pembangunan. Anggota DPR-RI pun jika ingin
mengajukan dana aspirasi untuk tingkat desa maupun daerah, masalah/rencana pembangunan
infrastruktur harus tercantum dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah)
dengan masalah kekurangan biaya sehingga pembangunan infrastruktur dapat terlaksana,
tidak serta merta atau mendadak membangun infrastruktur yang tidak tercantum dalam
RPJMD/Des.
Kelebihan dana aspirasi ini untuk mengakomodir aspirasi-aspirasi konstituen yang
tidak terkomodir untuk pembangunan daerah pemilihan. Namun kebijakan ini pun memiliki
kekurangan dan permasalahan, seperti:

Setiap dapil memiliki jumlah anggota berbeda. Daerah tertinggal memiliki perwakilan
lebih sedikit dari daerah yang sudah terbangun/kota sehingga besaran dana akan tetap
besar di daerah perkotaan dan tidak merata nya pembangunan karena dana ini

diusulkan oleh DPR-RI yang berasal dari dapil.


Potensi timbulnya kesenjangan pembangunan yang semakin besar.
Sistem pembangunan yang sudah desentralisasi membuat dana aspirasi berpotensi jadi

dana korupsi.
Potensi timbulnya KKN/penunjukkan kontraktor tertentu jika diatasnamakan

perseorangan dari dapil tertentu.


Ketersediaan dana itu sendiri.
Sebenarnya, dana aspirasi ini tidak perlu, karena DPR dapat memanfaatkan fungsi

pengawasannya terhadap pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan program


pembangunan daerah sehingga program pembangunan daerah pemilihan yang digadanggadang oleh anggota DPR dapat tepat sasaran.
Legislatif memandang perlu adanya suatu program pembangunan daerah pemilihan
untuk mewujudkan aspirasi-aspirasi masyarakat yang berada di daerah pemilihan. Namun,
yang dimaksud dalam UU No. 17 Tahun 2014 bukanlah dana aspirasi tetapi program
pembangunan daerah pemilihan. Sikap Presiden sendiri terhadap polemik dana aspirasi ini,
yakni menolak dana aspirasi ini dan mengakomodir aspirasi masyarakat di daerah yang telah
diterima dan disampaikan oleh anggota DPR sehingga dapat diakomodir dalam Program
Pembangunan Daerah yang dibuat oleh Pemerintah dengan terencana.
Efek positif yang timbul jika dterimanya dana aspirasi ini yakni aspirasi dari
masyarakat mengenai program pembangunan daerah pemilihan dapat terkomodir. Namun,
efek negatif yang timbul yakni banyaknya korupsi, penghamburan uang negara karena tidak
efektif dan efisien sehingga melanggar good governance, tidak terencana dan sinkronisasi
dengan program pembangunan daerah yang dilakukan oleh pemerintah sehingga akan terjadi
ketimpangan dalam pembangunan daerah serta cenderung akan disalahgunakan. Selain itu,
dana aspirasi juga menyuburkan calo anggaran, membesar jurang kemiskinan antar daerah,
mengacaukan sistem perencanaan penganggaran dan perimbangan keuangan, tidak sesuai
dengan Pendekatan Anggaran Berbasis Kinerja, dan akan melanggengkan status quo
(seknasfitra.org).
Langkah lanjutan yang harus dilakukan terhadap dana aspirasi ini adalah dengan
menolak dana aspirasi, karena sebenearnya dana ini tidak diperlukan. DPR sendiri dapat

memanfaatkan fungsi pengawasan terhadap pemerintah dalam merencanakan dan


melaksanakan program pembangunan daerah sehingga program pembangunan daerah
pemilihan yang digadang-gadang oleh anggota DPR dapat tepat sasaran. Kemudian
memanfaatkan aspirasi-aspirasi konstituen yang berada di daerah untuk diakomodir dalam
usulan program pembangunan daerah yang dibuat oleh Pemerintah yang direncanakan secara
sistematis, terarah, dan terencana sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang,
Jangka Menengah, dan Jangka Pendek Pemerintah. Dan jika ingin tetap ada dana aspirasi,
maka dana aspirasi ini seharusnya diajukan oleh DPD-RI karena DPD-RI jelas-jelas
merupakan perwakilan daerah yang selayaknya mengerti mengenai kondisi pembangunan di
daerahnya serta anggota perwakilan dari setiap daerah nya yang lebih sama rata sehingga
pembangunan di daerah akan lebih merata. Terlebih jika dapat dilakukan sinkronisasi
terhadap Program Pembangunan Daerah Tertinggal yang selayaknya perlu diutamakan dalam
program pembangunan daerah agar tujuan negara yakni kesejahteraan umum dapat mencapai
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pancasila Sila Kelima). Jangan sampai
keadilan sosial ternodai dengan kepentingan yang bukan berasal dari daerah yang memang
membutuhkan pembangunan. Justice or Not Justice!! Who Knows??
Kritik dan harapan untuk legislatif Indonesia, yakni jangan sampai DPR atau anggota
DPR menodai darah rakyatnya sendiri dengan parle (berbicara) dan tinta legitimasi
kekuasaan DPR.
Setiap kekuasaan sekecil apapun cenderung untuk disalahgunakan ~ Lord Acton
Jangan membiarkan kesalahan, karena membiarkan kesalahan adalah kejahatan Soe Hok Gie

Bandung, 4 Juli 2015


Kementerian Kajian Strategis
BEM KEMA Unpad Kabinet Inspirasi

You might also like