You are on page 1of 13

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM

1.1 Konsep Dasar Masa Nifas


1.1.1 Pengertian
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta
keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti semula
(sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Ari
Sulistyawati, 2009). Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali
mulai dari persalinan selesai sampai alat alat kandungan kembali seperti
pra hamil, lama masa nifas adalah 6 8 minggu (Rustam, 1998).
Masa nifas adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan
plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai
dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan,
yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya
berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009).
Pada masa nifas ibu banyak mengalami kejadian yang penting. Mulai
dari perubahan fisik,

masa laktasi maupun perubahan

psikologis

menghadapi keluarga baru dengan kehadiran buah hati yang sangat


membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Namun kelahiran bayi juga
merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu, kemungkinan timbul
masalah atau penyulit, yang bila tidak ditangani segera dengan efektif akan
dapat membahayakan kesehatan atau mendatangkan kematian bagi ibu,
sehingga masa postpartum ini sangat penting dipantau oleh bidan
(Syafrudin & Fratidhini, 2009).
1.1.2 Periode Masa Nifas
Menurut Mochtar Rustam (1998), nifas dibagi menjadi 3 periode:
a.
Puerperium dini yaitu kepulihan kembali dimana ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan jalan, dalam agama Islam dianggap
telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b.
Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh di genetalia
yang lamanya 6 8 minggu.
c.
Remote Puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih
dan sehat sempurna terutama bila selama masa hamil dan waktu
persalinan mempunyai komplikasi, waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu minggu, bulan bahkan tahunan.

1.1.3 Kebijakan Program Nasional Masa Nifas


Selama ibu berada pada masa nifas, paling sedikit 4 kali bidan harus
melakukan kunjungan, dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru
lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah
yang terjadi. Seorang bidan pada saat memberikan asuhan kepada ibu
dalam masa nifas, ada beberapa hal yang harus dilakukan, akan tetapi
pemberian asuhan kebidanan pada ibu masa nifas tergantung dari kondisi
ibu sesuai dengan tahapan perkembangannya.
Kunjungan ke-1 (6-8 jam setelah persalinan): mencegah perdarahan
masa nifas karena atonia uteri, mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut, memberikan konseling pada
ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana cara mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri, pemberian ASI awal,
melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir, menjaga bayi tetap
sehat dengan cara mencegah hipotermi. Jika petugas kesehatan menolong
persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir 2 jam pertama
setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan sehat.
Kunjungan ke-2 (6 hari setelah persalinan): memastikan involusi
uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus,
tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau, menilai adanya tanda-tanda
demam, infeksi atau perdarahan abnormal, memastikan ibu mendapat
cukup makanan, cairan, dan istirahat, memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit, memberikan konseling
pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap
hangat dan merawat bayi sehari-hari.
Kunjunan ke-3 (2 minggu setelah persalinan), sama seperti
kunjungan hari keenam. Kunjungan ke-4 (6 minggu setelah persalinan):
menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami,
memberikan konseling untuk KB secara dini (Suherni, 2011).
1.1.4 Perubahan Fisiologis Masa Nifas
1.

Uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil disebut
involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Oksitosin yang dibebaskan dari kelenjar

hipofisis posterior menginduksi kontraksi miometrium yang intermitten


dan kuat, dan karena rongga uterus sudah kosong maka keseluruhan
uterus berkontraksi ke arah bawah dan dinding uterus kembali menyatu
berhadapan satu sama lain. Serat spiral miometrium yang menyumbat
pembuluh darah uterus membatasi aliran darah ke tempat perlekatan
plasenta.

Resistensi

vascular

uterus

meningkat

segera

setelah

persalinan (Tekay& Joupilla,1993).


Setelah sekitar satu jam pascapersalinan, miometrium sedikit
melemas, tetapi perdarahan aktif dihambat oleh mekanisme pembekuan
darah, yang selama kehamilan mengalami perubahan besar untuk
menghasilkan respon pembekuan yang cepat. Hemostasis dicapai
melalui tiga cara :
a. Iskemia
b. Tekanan-aposisi

dinding-dinding

uterus

menghasilkan

rongga

berbentuk huruf T
c. Mekanisne pembekuan (Coad, et al. 2006).
Segera setelah melahirkan ukuran dan konsistensi uterus kira-kira
seperti buah melon kecil dan fundusnya terletak tepat di bawah
umbilikus. Setelah itu tinggi fundus berkurang 1 sampai 2 cm setiap hari
sampai akhir minggu pertama, saat tinggi fundus sejajar dengan tulang
pubis. Sampai minggu ke-enam normalnya uterus kembali kebentuknya
ketika tidak hamil, yaitu organ kecil berbentuk buah pir yang terdapat
dalam pelvik. Tonus otot uterus dipelihara oleh kontrol persarafan dan
dapat dirangsang dengan masase atau rangsangan puting (Hamilton,
1995).
Tabel I. tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi.
Involusi
Bayi lahir
Uri lahir
1 minggu
2 minggu
6 minggu
8 minggu

Tinggi fundus uteri


Setinggi pusat
2 jari di bawah pusat
Pertengahan pusat sympisis
Tidak teraba di atas sympisis
Bertambah kecil
Sebesar normal

Berat uterus
1000 gram
750 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram
(Mochtar, 1999).
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab

untuk pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pertumbuhan uterus


pranatal tergantung pada heperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot,
dan hipertrofi atau pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa

pascapartum penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan


terjadinya autolisis, yaitu perusakan secara langsung jaringan hipertrofi
yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil
menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah
hamil.
Subinvolusi ialah kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan
tidak hamil. Penyebab subinvolusi yang paling sering ialah tertahannya
fragmen plasenta dan infeksi (Coad, et al. 2006).
2. Kerusakan dan Perbaikan Jaringan Lunak
a. Vagina
Segera setelah melahirkan, vagina tampak halus, lunak, dan
edema. Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam
penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Elastisitas jaringan
kembali dalam beberapa hari. Karena vagina memiliki vaskularisasi
ekstensif, episiotomy dan robekan biasanya cepat sembuh. Rugae
vagina kembali terbentuk pada sekitar minggu keempat, tetapi
kurang menonjol dibandingkan sebelum hamil. Pada umumnya
rugae akan memipih secara permanen. Mukosa tetap atrofik pada
wanita yang menyusui sekurang kurangnya sampai menstruasi
dimulai kembali. Penebalan mukosa vagina terjadi seiring dengan
pemulihan fungsi ovarium.Labia mengalami regresi ke kedaan yang
kurang menonjol dibandingkan dengan wanita nulipara.Penurunan
estrogen pada pasca persalinan menyebabkan epitel vagina
menjadi lebih tipis dan banyak wanita mengalami masalah dengan
lubrikasi vagina segera setelah melahirkan (Bobak, 2007).
b. Perineum
Selama persalinan tidak jarang terjadi kerusakan pada
jaringan lunak. Trauma pada saluran genetalia wanita dijelaskan
sebagai berikut:
1) Superficial hal ini biasanya berupa lecet pada kulit tempat
epidermis terpisah akibat tekanan peregangan. Luka ini tidak
memerlukan

pengobatan,

namun

kelainan

ini

sering

menimbulkan rasa tidak nyaman karena terganggunya banyak


ujung syaraf yang terletak di lapisan superficial jaringan.

2) Derajat satu adalah robekan kulit dan jaringan superficial di


bawahnya (tidak termasuk otot). Luka sering sembuh sendiri
karena tepi luka biasanya berhadapan langsung.
3) Derajat dua apabila robekan menyebabkan kerusakan otot
perineum.

Luka

ini

biasanya

dijahit

untuk

membantu

penyembuhan
4) Derajat tiga otot sfingter anus terkena. Harus dilakukan
perbaikan obstetric sehingga penyulit inkontinensia feses dapat
dihindari.
5) Derajat empat apabila robekanny sangat luas, sfingter anus
dapat terputus dan robekan mencapai mukosa rectum.
Diperlukan perbaikan bedah spesialis agar fungsi anus kembali
normal.
6) Episiotomi ini adalah insisi bedah untuk memperbesar
introitus vagina agar bayi mudah keluar. Episiotomy termasuk
dalam kategori robekan derajat dua.
Perbaikan perineum dilakukan bertujuan untuk mencapai hal
berikut:
1) Homeostasis hal ini untuk memastikan bahwa setiap titik
perdarahan aktif diikat untuk mengurangi pengeluaran darah
dan penyulit hematom pascanatal yang dapat menimbulkan
nyeri hebat.
2) Alignment hal ini untuk menyatukan jaringan seehingga
proses penyembuhan optimal dan luka dapat mendekati
keadaan sebelum robekan. Apabila luka dibiarkan menganga,
tidak terjadi penyatuan dan karena penyembuhan melalui
pembentukan jaringan granulasi, akan terbentuk jaringan ikat.
Hal ini akan menyebabkan perineum menjadi kaku dan berubah
bentuk sehingga dapat terjadi dispareunia.
3.

Afterpains
Afterpain adalah rasa sakit saat kontraksi yang dialami oleh ibu
multipara selama 3 sampai 4 hari pertama postpartum. Nyeri ini tidak
biasa terjadi pada kehamilan pertama, tetapi dengan kehamilan
berikutnya rasa sakit tersebut menjadi lebih berat. Karena menyusui
merangsang kontraksi uterus, maka afterpain umum terjadi saat ibu

menyusui bayinya. Obat analgesik memberikan sedikit bantuan


penurunan rasa nyeri (Hamilton, 1995).
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada
umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering
dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang
masa awal puerperium. Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata
setelah ibu melahirkan, di tempat uterus terlalu teregang (misalnya pada
bayi besar, kembar). Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya
meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsang kontraksi uterus
dan biasanya berlangsung selama 2-4 hari pasca persalinan (Bobak, et
4.

al. 2007).
Lochea
Lokea adalah keluaran dari uterus setelah melahirkan. Terdiri dari
darah, sel-sel tua, dan bakteri. Lokea pertama kemerahan dan mungkin
mengandung bekuan. Jumlah dan karakternya berubah dari hari ke hari.
Pada awalnya jumlah lokea sangat banyak, kemudian sedang, dan
biasanya berhenti dalam 2 minggu. Warna digambarkan dengan bahasa
Latin rubra untuk merah segar, serosa untuk serum kecoklatan dan alba
untuk kuning keputihan.Keluaran keseluruhan setelah melahirkan
adalah 400 sampai 1200ml. Normalnya lokea memiliki bau apak. Bau
yang amis atau busuk menandakan terjadinya infeksi (Hamilton, 1995).
Lokea yaitu rabas normal uterus yang keluar dari vagina setelah
bayi lahir. Aliran keluar darah pada saat persalinan dan lochea
merupakan hal penting untuk menyingkirkan kemungkinan sumber
infeksi asenden dan untuk melindungi bekas perlekatan plasenta. Sifat
lochea yang basa juga penting untuk melindungi tempat yang rentan
(Coad, et al. 2006).
Macam macam Lochea:
a. Lokhea rubra (cruenta): 1 2 hari berwarna merah dan hitam, terdi
dari sel sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, dan sisa
b.

mekonium, sisa darah.


Lochea sanginolenta : 3 7 hari, berwarna putih merah

c.
d.
e.

kekuningan berisi darah dan lendir.


Lochea serosa: 7- 14 hari, berwarna kekuningan.
Lochea alba: cairan putih setelah 2 minggu.
Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
berbau busuk.

f.

Lochiostatic: lochea tidak lancar keluarnya.


Pengeluaran lochea yang menunjukkan keadaan abnormal,

seperti:
a. Perdarahan berkepanjangan.
b. Pengeluaran lochea bertahan (lochea statika).
c. Rasa nyeri berlebihan.
d. Terdapat infeksi intrauterine.
e. Terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber perdarahan. (Bobak,
et al. 2007).
5. Serviks
Delapan belas (18) jam pascapartum, serviks memendek dan
konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula.
Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edemtosa, tipis, dan rapuh
selama beberapa hari setelah ibu melahirkan. Ektoserviks (bagian
serviks yang menonjol ke vagina) terlihat memar dan ada sedikit laserasi
kecil kondisi yang optimal untuk perkembangan infeksi. Muara serviks
yang berdiameter 10cm sewaktu melahirkan, menutup secara bertahap.
Dua jari mungkin masih dapat dimasukkan kedalam muara serviks pada
hari ke-4 sampai hari ke-6 pascapartum, tetapi hanya tangkai kuret
terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke-2. Muara serviks
eksterna tidak akan berbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan,
tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah (Bobak, 2007).
Servik mencapai ukuran semula dalam seminggu

setelah

melahirkan dan sampai minggu ke-enam setelah sembuh dan terlihat


6.

seperti crosswise slit pada multipara (Hamilton, 1995).


Abdomen
Dinding abdomen mungkin akan tetap lunak dan kendor selama
beberapa minggu. Sebagian besar wanita, dalam dua minggu setelah
melahirkan dinding abdomen wanita itu akan rileks. Diperlukan sekitar
enam minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum
hamil. Kulit memperoleh kembali elastisitasnya, tetapi sejumlah kecil
striae menetap. Pengembalian tonus otot bergantung kepada kondisi
tonus otot sebelum hamil, latihan fisik yang tepat, dan jumlah jaringan
lemak.. Pada keadaan tertentu, dengan atau tanpa ketegangan yang
berlebihan, seperti pada bayi besar atau hamil kembar, otot otot
dinding abdomen memisah, suatu keadaan yang dinamai diastasis rekti
abdominalis. Apabila menetap, defek ini dapat dirasa mengganggu pada

wanita, tetapi penanganan melalui upaya bedah jarang dibutuhkan.


Seiring dengan perjalanan waktu, defek itu menjadi kurang terlihat
7.

(Bobak, 2007).
Sistem Endokrin
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui
dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada
wanita yang menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi.
Karena kadar follicle-stimulating hormon (FSH) terbukti sama pada
wanita menyusui dan tidak menyusui, disimpulkan bahwa ovarium tidak
berespon terhadam stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat
(Bowes, 1991).
Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil.
Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu
ke enam setelah melahirkan (Bowes, 1991). Kadar prolaktin serum
dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusu, dan
banyak makanan tambahan yang diberikan. Perbadaan individual dalam
kekuatan mengisap kemungkinan juga mempengaruhi kadar prolaktin.
Hal ini memperjelas bukti bahwa menyusui bukanlah bentuk KB yang
baik. Setelah melahirkan, wanita yang tidak menyusui mengalami
penurunan kadar prlaktin dan mencapai rentang sebelum hamil dalam
dua minggu.
Pada wanita tidak menyusui, ovulasi terjadi dini, yakni dalam 27
hari setelah melahirkan, dengan waktu rata rata 70 sampai 75 hari.
Pada wanita menyusui, waktu rata rata terjadinya ovulasi sekitar 190
hari (Bowes, 1991).

8.

Sistem Urinarius
Kebanyakan pasien dapat berkemih secara spontan dalam 8 jam
setelah melahirkan. Selama kehamilan terjadi peningkatan cairan
ekstraselular 50%. Setelah melahirkan cairan ini dieliminasi sebagai
urin. Mungkin terdapat aseton dalam urin pada pasien yang mengalami
persalinan lama atau mereka yang mengalami dehidrasi. Ketika laktasi
dimulai, mungkin terdapat laktose dalam urin (Hamilton, 1995).
Uretra dan kandung kemih
Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas
kandung kemih setelah bayi lahir, dan efek konduksi anestesi
menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu, rasa nyeri

yang timbul pada panggul akibat dorongan pada saat melahirkan,


laserasi vagina, atau episiotomy menurunkan atau mengubah reflex
berkemih. Penurunan berkemih, seiring diuresis pascapartum, bisa
menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih yang
muncul

segera

setelah

wanita

melahirkan

dapat

menyebabkan

perdarahan berlebih karena keadaan ini dapat menghambat uterus


berkontraksi dengan baik, sedangkan pada masa pascapartum lanjut
distensi yang berlebihan dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka
terhadap infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal
(Cunningham, dkk; 1993 dalam Bobak,2007).
9. Sistem Pencernaan
Motilitas
Selama persalinan, motilitas lambung berkurang, terutama akibat
nyeri, rasa takut, dan obat narkotik. Penurunan tonus otot sfingter
esophagus bawah, penurunan motilitas lambung dan peningkatan
keasaman lambung menyebabkan perlambatan pengosongan lambung.
Tonus dan tekanan sfingter esophagus bawah kembali normal dalam 6
minggu setelah persalinan. Namun, pada masa nifas dini, penurunan
tonus otot dan motilitas saluran cerna dapat menyebabkan relaksasi
abdomen, peningkatan distensi gas, dan konstipasi segera setelah
melahirkan (Coad et.al, 2006).
Defekasi
Buang air besar secara spontan dapat tertunda selama dua atau
tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan seperti ini dapat disebabkan
karena tonus otot menurun selama proses persalinan dan pada awal
masa pascapartum, diare sebelum

persalinan,

enema sebelum

persalinan, kurang makan, atau dehidrasi. Nyeri pada saat defekasi juga
seringkali dirasakan akibat adanya luka bekas episiotomy, laserasi, atau
hemoroid (Bobak, 2007).
Buang air besar (BAB) biasanya tertunda selama 2 sampai 3 hari
setelah melahirkan karena enema prepersalinan, diit cairan, obat-obatan
analgesik selama persalinan, dan perineum yang sangat sakit.
Melakukan kembali kegiatan makan dan ambulasi secara teratur
biasanya cukup membantu untuk mencapai regulasi BAB. Asupan
cairan yang adekuat dan diet tinggi serat sanagt dianjurkan. Bagi ibu
menyusui, pelunak feses seperti dokusat atau laktasif bulk yang beraksi

lokal pada usus lebih disukai daripada makanan laktasif (Hamilton,


1995). Pada hari ke-10, fungsi usus harus sudah kembali normal.
Inkontensia feses mungkin mengisyaratkan kerusakan sfingter anus
atau perbaikan yang tidak adekuat (Coad et.al,2006).
10. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara
selama wanita hamil (estrogen, progesterone, human chorionic
gonadotropin, prolaktin, kortisol, dan insulin) menurun dengan cepat
setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormon hormon untuk
kembali ke keadaan sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu
menyusui atau tidak. Apabila wanita memilih untuk tidak menyusui dan
tidak menggunakan obat antilaktogenik, kadar prolaktin akan menurun
dengan cepat (Bobak, dkk; 2007).
11. Sistem Kardiovaskuler
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor,
misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta
pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisiologis). Hipervolemia
yang diakibatkan kehamilan (peningkatan sekurang-kurangnya 40%
lebih dari volume tidak hamil) menyebabkan kebanyakan ibu bisa
menoleransi kehilangan darah saat melahirkan. Penyesuaian pembuluh
darah maternal setelah melahirkan berlangsung dramatais dan cepat.
Respons wanita dalam menghadapi kehilangan darah selama masa
pascapartum berbeda dari respons wanita tidak hamil. Tiga perubahan
fisiologis pascapartum yang melindungi wanita: (1) hilangnya sirkulasi
uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah maternal
hingga 10% sampai 15%, (2) hilangnya fungsi endokrin plasenta yang
menghilangkan stimulus vasodilatasi, dan (3) terjadinya mobilisasi air
ekstravaskular yang disimpan selama wanita hamil. Oleh karena itu,
oleh karena itu, syok hipovolemik biasanya tidak terjadi pada kehilangan
darah normal (Bobak, 2007).
12. Tanda tanda Vital
a. Suhu tubuh
Dalam 24 jam pertama setelah melahirkan, suhu tubuh mungkin
meningkat sedikit (38 C) sebagai respons terhadap stress
persalinan,

terutama dehidrasi. Fluktuasi suhu ini biasanya

transient; peningkatan suhu yang menetap mungkin menandakan


infeksi (Coad et.al, 2006).
b. Denyut Nadi
Denyut nadi dan volume sekuncup serta curah jantung tetap tinggi
selama jam pertama setelah bayi lahir. Kemudian mulai menurun
dengan frekuensi yang tidak diketahui. Pada minggu ke-8 sampai
ke-10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi
sebelum hamil (Bobak, 2007).
c. Pernapasan
Pernapasan harus berada dalam

rentang

normal

sebelum

melahirkan.
d. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau menetap. Hipotensi ortostatik
yang diindikasikan oleh rasa pusing atau ingin pingsan segera
setelah berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama. Hal ini
merupakan akibat pembengkakan limpa yang terjadi setelah wanita
melahirkan (Bobak, 2007).
1.1.5 Adaptasi Psikologi Masa Nifas
Setelah persalinan yang merupakan pengalaman unik yang dialami
ibu, masa nifas juga merupakan salah satu fase yang memerlukan adaptasi
psikologis. Ikatan antara ibu dan bayi yang sudah lama terbentuk sebelum
kelahiran akan semakin mendorong wanita untuk menjadi ibu yang
sebenarnya. Inilah pentingnya rawat gabung atau rooming in pada ibu nifas
agar ibu dapat leluasa menumbuhkan rasa kasih sayang kepada bayinya
tidak hanya dari segi fisik seperti menyusui, mengganti popok saja tapi juga
dari segi psikologis seperti menatap, mencium, menimang sehingga kasih
sayang ibu dapat terus terjaga.
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami
fase-fase sebagai berikut :(1). Fase taking in yaitu periode ketergantungan.
Periode ini berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah
melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada dirinya
sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang
dialaminya dari awal sampai akhir. (2). Fase taking hold yaitu periode yang
berlangsung antara3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul
rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnyadalam
merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah

tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga


komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk
menumbuhkan kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini
merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai penyuluhan
dan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas.(3). Fase letting go
yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase ini
berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh disusui
sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya. Keinginan
untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat bpada fase ini. Ibu akan
percaya diri dalam menjalani peran barunya.
1.1.6 Tanda-Tanda Bahaya dan Komplikasi pada Masa Nifas
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi
setelah persalinan. Oleh karena itu, penting bagi bidan/perawat untuk
memberikan informasi dan bimbingan pada ibu untuk dapat mengenali
tanda-tanda bahaya pada masa nifas yang harus diperhatikan. Tandatanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas ini adalah : (1).
Demam tinggi hingga melebihi 38C. (2). Perdarahan vagina yang luar
biasa atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari perdarahan haid biasa
atau bila memerlukan penggantian pembalut 2 kali dalam setengah jam),
disertai gumpalan darah yang besar-besar dan berbau busuk.(3). Nyeri
perut hebat/rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung, serta
nyeri ulu hati. (4). Payudara membengkak, kemerahan, lunak disertai
demam dan lain-lainya.
Komplikasi Yang Mungkin Terjadi Pada Masa Postpartum, Infeksi
postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman kedalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas.Sementara
itu yang dimaksud dengan Febris Puerperalis adalah demam sampai 38C
atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca pesalinan, kecuali
pada hari pertama. Tempat-tempat umum terjadinya infeksi yaitu rongga
pelvik: daerah asal yang paling umum terjadi infeksi, payudara, saluran
kemih, sistem vena.
Perdarahan

postpartum

adalah

perdarahan

pervaginam

yang

melebihi 500 ml setelah bersalin. Perdarahan nifas dibagi menjadi dua

yaitu :(1).Perdarahan dini, yaitu perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir
dan dalam 24 jam pertama persalinan. Disebabkan oleh : atonia uteri,
traumdan

laserasi,

hematoma.(2).

Perdarahan

lambat/lanjut,

yaitu

perdarahan yang terjadi setelah 24 jam. Faktor resiko : sisa plasenta,


infeksi, sub-involusi.

You might also like