You are on page 1of 5

Angka kejadian CAP sebanyak 442 kasus per 100.

000 orang per tahun, yang


sebagian besar dialami lanjut usia. Pasien CAP yang dirawat di rumah sakit secara
umum meningkat, dan pada tahun 2009 di Denmark terjadi peningkatan lebih dari
11.000 orang dengan usia 65 tahun keatas. CAP merupakan penyebab utama
tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada pasien lanjut usia, dan penyebab
primer sebagai penyebab kematian di Negara berkembang. Guideline internasional
disusun
untuk penanganan CAP, yang seharusnya dapat menyeragamkan
penanganan pasien CAP dalam lingkup nasional. Namun, pada penelitian cohort
lingkup nasional yang terbaru, ditemukan perbedaan masa perawatan tiap daerah,
dirawat kembali di RS , dan tingkat mortalitas, yang menandakan bahwa
kedepannya dibutuhkan suatu investigasi mendalam mengenai perbedaan dalam
hal perawatan dan pengobatan pasien CAP yang lanjut usia.Guideline CAP tersebut
focus dalam prosedur diagnostic dan pengobatan, beberapa factor lain seharusnya
mempengaruhi hasil akhir.
Banyak pasien CAP yang merupakan pasien lansia yang lemah, dimana mereka
fungsi tubuh mereka semakin menurun selama perawatan di RS. Kerapkali
malnutrisi juga melanda kelompok pasien tersebut. Malnutrisi dan fungsi tubuh
yang menurun menyebabkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas.
Ditambah lagi, mobilisasi dan nutrisi merupakan hal vital dalam perawatan pasien
lansia. Disebabkan begitu kompleksnya kebutuhan kelompok pasien lansia yang
mengidap CAP tersebut, perlu menambahkan hal-hal tersebut dalam pelayanan
kesehatannya, dan karena itulah perpindahan pasien dari rumah-rumah sakit-rumah
merupakan yang sangat utama.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki penanganan di rumah sakit yang
menggunakan guideline untuk penanganan dan perawatan pasien lansia yang
mengidap CAP.

Material dan Metode


Menggunakan metode retrospektif, studi deskriptif ruang lingkup nasional dengan
mengaudit rekam medis pasien.
Data
Pasien CAP usia >65 tahun yang dirawat di rumah sakit pada tahun 2009 yang
dilansir oleh Danis National Register of Patients (n= 11.322), dan sub-sampel
sebanyak 100 pasien yang dipilih secara acak dari 20 rumah sakit yang
dibandingkan dari berbagai daerah di Denmark.Rekam medis pasien diperoleh dari
rumah sakit dan ditelaah berdasarkan kriteria penanganan dan perawatan sesuai
guideline nasional maupun internasional. Sebuah formulir kumpulan data yang
terstruktur disusun untuk pendataan intisari variable terkait.informasi mengenai
komorbiditas, lama perawatan (length of stay, LoS), mortalitas, dan perawatan

kembali diperoleh dari National Register of Patients and The Danish Civil Registry
System. Indeks The Charlson Comorbidity digunakan untuk menghitung dampak
dari komorbiditas. Statistic deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi rata-rata,
dan menggunakan software SAS 9.2.
Pengukuran Realibilitas
Empat peniliti (TL, HHK, CC, LLS) menelaah rekam medis pasien. Formulir data yang
terkumpul dan variable-variabel ini didiskusikan hingga terjadi kesepakatan yang
menetap.

assure consistency. All four reviewed four records independently and discussed the results until a consensus
was established. The remaining records were split in
two, the researchers working in pairs, and each record
was reviewed by two researchers independently. Interrater divergences in results were discussed until consensus was achieved.
Trial registration: The Danish Data Register approved
the project (J. No. 2010-41-5358).

HASIL
Kriteria pedoman nasional dan internasional dan tingkat kepatuhan tersebut , sebagaimana
ditetapkan dari catatan pasien ditampilkan pada table 1 dan 2.

Komorbiditas, Lama Dirawat Inap, dan Mortalitas


Sebanyak 74 rekam medis dari keseluruhannya yang berjumlah 100, memiliki
informasi yang sesuai dengan penelusuran. Rekam medis lainnya disingkirkan
akibat data yang tidak lengkap. Sampel dibandingkan dengan membagi jumlah lakilaki dan perempuan berusia rata-rata 81,6 tahun (Tabel 3). Lebih dari tiga perempat
penderita berasal dari penderita degan komorbiditas dari satu hingga lebih, dan
lebih dari setengah sampel yang terekam memiliki skor lebih dari sama dengan satu
indeks Charlson. Angka mortalitas saat masuk rumah sakit, 30 dan 90 hari setelah
keluar dari RS mulai dari 12,2% hingga 17,6%. Angka rata-rata lama rawat inap 9,2
hari. Empat persen dirawat kembali dalam semiggu dan 9,5 % dalam satu bulan.
Prosedur Diagnostik
Penilaian tingkat keparahan dilakukan pada dua kasus, dan kurangnya data yang
mencukupi (seperti nilai respirasinya) pada pasien yang terekam medis tidak

dilakukan penilaian menggunakan penghitungan skor CURB. Tes terhadap


parameter infeksi dilakukan sesegera mungkin setelah pasien masuk rumah sakit
dan dipantau selama perawatan. Radiografi thoraks dilakukan dalam 24 jam
pertama. Diagnosis ditegakkan dalam 24 jam sebanyak 82,5% dan penanganan
awal dilakukan dalam 24 jam sebesar 88%. Namun demikian, waktu tepatnya
diberikan antibiotic tidak diketahui. Waktu rata-rata pemberian antibiotic intravena
adalah 5,5 hari. Pengaturan pemberian antibiotic yang dilakukanberdasarkan respon
klinis pasien atau kerentanan terhadap antibiotic tersebut terjadi pada 59,5% kasus.
Pemantauan tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi tercatat dalam semua kasus,
namun hanya sekitar setengah nya dilakukan secara sistematis. Observasi frekuensi
pernapasan hamper tidak dilakukan. (Tabel 1).
Nutrisi, mobilisasi dan Rencana Pemulangan
Skrining nutrisi dilakukan pada 21,9% kasus, dan meskipun peneliti memperkirakan
terdapat 47% pasien beresiko defisiensi nutrisi (berdasakan informasi yang
diperoleh dari rekam medis, seperti usia, infeksi, dema, berat badan, catatan pada
penilaian klinis, hasil tes darah), intervensi dilakukan hanya pada 16,9%. Tidak ada
pencatatan sistematis mengenai intake pasien dalam rekam medis tersebut. (Tabel
2).
Tingkatan fungsi tubuh terdapat pada 22,1% rekam medis dan catatan tidak
sistematis dalam mobilisasi ke kursi terdapat 39,3%. Hanya sedikit pasien yang
mendapat terapi dari fisioterapis, dan kebanyakan melakukan olahraga pernapasan.
Rencana rehabilitasi dilakukan pada 4,8%. Rata-rata lama pasien di mobilisasi sejak
awal masuk selama 3,4 hari.
Rencana pengobatan dan pemulangan pasien, meskipun belum dalam lembar yang
sermpurna, secara berurutan terdapat pada 40,1% dan 45,3% rekam medis.
Rencana pemulangan pasien rata-rata dilakukan tiga hari sebelumnya. Perawatan
komunitas dihubungi 6,3 hari setelah masuk rumah sakit.
Diskusi
Secara keseluruhan, prose diagnostic dan penatatalaksanaan dilakukan mengacu
pada guideline nasional dan internasional. Disebabkan proses pencatatan dilakukan
secara digital, informasi pasti mengenai awal pemberian antibiotic dan pemeriksaan
diagnostik tidak ditemukan pada rekam medis pasien. Akan tetapi, catatan
mengenai diagnosis dan terapi awal intravena dengan antibiotic terdapat pada
hamper seluruh rekam medis pasien. Guideline merekomendasikan penanganan
dalam empat jam pertama, akan tetapi dalam penelitian ini tampaknya hal tersebut
tidak dilakukan.
Rekomendasi yang disarankan tidak dilakukan, penilaian secara sistematis terhadap
tingkat keparahan tidak tercatat dalam rekam medis, sehingga evaluasi terhadap
relevansi dan kesesuaian pengobatan adalah cacat. Hal ini terjadi juga pada
penelitian lainnya. Beberapa penelitian bahkan terdapat perbedaan yang signifikan
terhadap jumlah pasien yang dirawat dan banyaknya pasien CAP yang beresiko
rendah. Penelitian lain menunjukkan terlalu banyaknya,atau terlalu lambatnya
pasien yang dirawat di ICU. Suatu cara yang digunakan demi mendukung tingkat
objektivitas baik menggunakan skor ataupun tidak. Penilaian secara sistematis juga
meperkuat penegakan keputusan yang valid di lokasi pelayanan, pemberian terapi
oral atau intravena, dll. Hal ini pula yang kemungkinan menyebabkan perbaikan
pada kesehatan pasien, yang pada akhinya berpengaruh terhadap biaya pelayanan
kesehatan.

Meskipun secara keseluruhan tindakan atau intervensi yang dilakukan telah sesuai
dengan guideline, namun tidak dilakukan secara sistematis. Guidline digunaan utuk
membuat perencanaan yang sistematik dan cepat, naun tidak terdapat rencana
yang sistematis pada pengobatan yang ditemukan, sehingga
memungkinkan menghambat kualitas pelayanan dan waktu pemulangan pasien.
Sedangkan dokter umumnya menjabarkan pengobatan dan klinis serta parameter
paraklinis juga, catatan para perawat umumnya disusun secara tidak sistematis dan
tidak mencukupi. Hal ini pula yang menjadi masalah bukan hanya dalam hal
pengauditan, namun menghambat kualitas pelayanan dan keamanan pasien dari
bahaya.
Nutrisi dan mobilisasi merupakan focus area perawatan terhadap lama tidaknya
perawatan di rumah sakit, pemulihan dari pneumoni, mengembalikan kualitas
kesehatan seperti sebelumnya. Catatan keperawatan pada masalah ini masih belum
lengkap dan bersifat retrospektif, dengan tidak cukupnya penilaian terhadap resiko
kekurangan gizi atau penurunan fungsi. Ketidak fokusan dan sistematis intervensi
mengenai nutrisi dan mobilisasi ini sangat berpengaruh terhadap ekonomi pasien.
Berat badan rendah, turunnya berat badan, dan buruknya status fungsional tubuh
merupakan factor resiko berkembangnya CAP. Banyak pasien-pasien CAP ini dating
dengan keadaan malnutrisi dan dengan penurunan kualitas hidup, dan semakin
diperparah dengan tidak adequate nya intake oral. Respon stress akibat infeksi
yang bersama dengan tirah baringnya dan tidak aktif bergeraknya pasien tersebut,
semakin memperberat keadaan pasien tersebut.Mundy dkk menunjukkan bahwa
mobilisasi dini yang sistematis terhadap pasien CAP, dapat mengurangi lamanya
pasien dirawat. Oleh karena itu, intervensi yang sistematis dengan meningkatkan
intake pasien dan mobilitas pasien lansia yang mengidap CAP dapat membantu
perbaikan kesehatan dan ekonomi pasien.
Penelitian ini menggunakan cohort study yang melibatkan pasien berusia lebih dari
65 tahun. Sampel yang kami gunakan berusia sedikit lebih tua dari sampel
penelitian cohort (usia rata-rata 79,4), dan didapatkan proporsi yang lebih besar
penderita berkategori parah, berdasarkan Charlson Index Score (CIS). Pada
penelitian kami, tingkat mortalitas lebih tinggi. Mortalitas semakin meningkat
seiring meningkatnya usia. Usia rata-rata yang lebih tinggi pada sampel kami,
menjelaskan lebih tingginya mortalitas pasien yang dirawat.
LoS penelitin kami lebih panjang dua hari dibanding penelitian cohort dan penelitian
Kaplan dkk. Sampel yang kami gunakan berusia lebih tua dan pasien-pasien
tersebut memiliki komorbiditas yang lebih banyak; dan lebih tua usia serta CID
pasien, dihubungkan dengan meningkatnya LoS. Variasi yang substansial pada LoS
ditemukan pada penelitian cohort dan dalam literature. Fine dkk menemukan
perbedaan LoS meskipun telah menyesuaikan ko-morbiditas dan faktor-faktor
lainnya, sehingga hal yang memungkinkan menjadi factor penentunya adalah
perbedaan pemberian terapi praktisnya. Oleh karena itu, pada penelitian kami akan
lebih memberikan gambaran mengenai kultur rumah sakit mengenai pengobatan
dan rencana pemulangan pasien.
Rencana pemulangan dini mengurangi LoS, namun rencana pemulungan umunya
dilakukan sesaat sebelum dipulangkan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
perbaikan . Penggantian segera terapi IV ke oral dapat mengurangi LoS; akan
tetapi belum ada landasan bukti kapan tepatnya waktu terbaik perubahan cara
pemberian terapi tersebut. Waktu penggantian pada penelitian kami serupa dengan
penelitian lainnya. Usia dan indeks ko-morbiditas yang tinggi dapat memperberat
keadaan, dan membutuhkan terapi IV yang lebih panjang

Early discharge planning may reduce LoS, but discharge


planning generally started shortly before discharge,
which indicates that there is room for improvement.
Early switch from IV to oral treatment may reduce
LoS; however, there is no evidence to guide the time at
which such a switch should be made [6]. The time to
switch-over in our study was in concurrence with other
studies [14]. The age and co-morbidity index was high
and may lead to more severe conditions and a prolonged need for IV treatment. However, the routine for
IV treatment is disputed, and several studies have demonstrated that patients at low as well as increased risk
may well receive oral treatment from time of admission,
provided they do not suffer from vital abnormalities or
impaired gastrointestinal absorption.
No examples of a clinical pathway for treatment and
care of CAP were found. Literature shows that evidencebased clinical pathways may reduce admission rates
for low-risk patients, duration of IV therapy and LoS.
Further, multidisciplinary approaches aimed at treating
co-morbidities, functional problems and a well-planned
discharge may decrease readmission rates A national,
multidisciplinary clinical pathway seems called for.
methodological considerations
Conclusions made upon audits of patient records are
subject to several limitations. The results do not necessarily reflect the performed care, and interventions
missing in the records may have taken place. Hospital
registration systems prevented access to precise time of
initiation of antibiotics, diagnostic tests, etc., and sparse
and unstructured recordings of nursing care constituted
a problem when assessing interventions aimed at
mobili sation, nutrition and discharge planning.
Inter-rater reliability may be a limitation when reviewing patient records. The procedure in which all four
researchers reviewed a number of records in conjunction and worked in pairs on the rest was a measure taken to enhance reliability.

You might also like