You are on page 1of 18

BAB I.

PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG
Cedera servikal merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan

kelemahan setelah trauma. Tulang servikalis terdiri dari 7 tulang yaitu C1 atau atlas,
C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Benturan keras atau benda tajam yang mengenai
tulang servikal ini tidak hanya akan merusak struktur tulang saja namun dapat
menyebakan cedera pada medulla spinalis apabila benturan yang disebabkan ini
sampai pada bagian posterior tulang servikal. Struktur tulang servikal yang rusak
dapat menyebabkan pergerakan kepala menjadi terganggu. Sedangkan apabila
mengenai serabut saraf spinal dapat menghambat impuls sensorik dan motorik tubuh.
Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit
jantung, kanker dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun,
3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medulla pinalis, 2% karena
multiple trauma. Insidensi trauma pada laki- laki 5 kali lebih besar dari perempuan.
Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu
lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau
fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama
pada usia decade 3.
Trauma pada servikal C1 dan C2 dapat menyebakan dislokasi atlantoservikalis sehingga kepala tidak dapat melalakukan gerakan mengangguk dan apabila
menembus ligamentum posterior dan mencederai medulla spinalis maka pusat
ventilasi otonom akan terganggu. Cedera pada C3-C5 menyebabkan gangguan pada
otot pernapasan dan cedera pada C4-C7 mengakibatkan kelemahan pada ekstremitas
(qudriplegia).
Karena sangat pentingnya peranan tulang servikalis pada fungsional tubuh
manusia maka evaluasi dan pengobatan pada cedera servikal memerlukan pendekatan
yang terintegrasi. Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan
aligment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan manajemen.

BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

ANATOMI
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk

skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa
dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut saraf,
menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada
orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12
thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.

Gambar 1. Vertebrae Atlas dan Axis


Atlas (C1) adalah vertebra servikalis pertama dari tulang belakang. Atlas
bersama dengan Axis (C2) membentuk sendi yang menghubungkan tengkorak dan
tulang belakang dan khusus untuk memungkinkan berbagai gerakan yang lebih besar.
C1 dan C2 bertanggung jawab atas gerakan mengangguk dan rotasi kepala.
Atlas tidak memiliki tubuh. Terdiri dari anterior dan posterior sebuah
lengkungan dan dua massa lateral. Tampak seperti dua cincin. Dua massa lateral pada
kedua sisi lateral menyediakan sebagian besar massa tulang atlas. Foramina melintang
terletak pada aspek lateral. Axis terdiri dari tonjolan tulang besar dan parsaticularis

memisahkan unggulan dari proses artikularis inferior. Prosesus yang mirip gigi
(ondontoid) atau sarang adalah struktur 2 sampai 3 cm corticocancellous panjang
dengan pinggang menyempit dan ujung menebal. Kortikal berasal dari arah rostral
(kearah kepala) dari tubuh vertebra.
Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan
faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Adapun beberapa ligamen yang terdapat
pada tulang servikal antara lain adalah :
1.

Ligamentum Flavum : serangkaian pita dari jaringan elastis kuning melekat dan
memperluas antara bagian ventral lamina dari dua tulang yang berdekatan, dari
sumbu ke sacrum. Namanya Latin untuk "ligamen kuning," dan ini terdiri dari
elastis jaringan ikat membantu mempertahankan postur tubuh ketika seseorang
sedang duduk atau berdiri tegak. Terletak posterior tubuh vertebra, tetapi anterior
proses spinosus dari tulang belakang, yang merupakan tulang Prongs memancing
ke bawah dari belakang setiap tulang belakang, yang flava ligamenta membentuk
dua sejajar, bersatu garis vertikal dalam kanalis vertebralis. Hal ini juga
mencakup dari C2, vertebra servikalis kedua, semua cara untuk S1 dari sacrum ,
tulang ditumpuk pada dasar tulang belakang di panggul. Pada ujung atas, setiap
flavum ligamentum menempel pada bagian bawah lamina dari vertebra di
atasnya. lamina ini adalah proyeksi horizontal pasangan tulang yang membentuk
dua jembatan mencakup ruang antara pedikel di kedua sisi tubuh vertebral dan
proses spinosus belakangnya.

Gambar 2. Spinal Ligament-ligamentum Flavum

Mereka memperpanjang dari pedikel, setiap proses yang kurus menonjol ke


belakang dari kedua sisi dari tubuh vertebra, dan sudut terhadap garis tengah
tulang belakang, menggabungkan di tengah. Dalam melakukannya, mereka
membentuk melebar "V" yang mengelilingi aspek posterior kanal tulang belakang
2.

Ligamentum Nuchae adalah, padat bilaminar septum, segitiga intermuskularis


fibroelastic garis tengah. Ia meluas dari tonjolan oksipital eksternal ke punggung
C7 dan menempel pada bagian median dari puncak occipital eksternal,
tuberkulum posterior C1 dan aspek medial duri terpecah dua belah leher rahim,
ligamen terbentuk terutama dari lampiran aponeurotic dari otot leher rahim yang
berdekatan dan yg terletak di bawah. Dari dangkal sampai dalam, otot-otot ini
adalah trapezius, genjang kecil, capitus splenius, dan serratus posterior superior.
Juga anatomi, dan mungkin penting secara klinis, ligamen telah ditemukan
memiliki lampiran berserat langsung dengan dura tulang belakang antara tengkuk
dan C1,

3.

Zygapophyseal adalah sendi sinovial sendi-sendi paling dasar dalam tubuh


manusia. Gabungan sinovial ditandai dengan memiliki kapsul sendi, cairan-cairan
sinovial sendi kapsul untuk melumasi bagian dalam sendi, dan tulang rawan pada
permukaan sendi di tengah atas dan bawah permukaan yang berdekatan dari
setiap tulang belakang untuk memungkinkan tingkat gerakan meluncur.

4.

Atlantoaxial ligamentum posterior adalah tipis, membran luas melekat, di atas,


untuk batas bawah lengkung posterior atlas , bawah, ke tepi atas dari lamina dari
sumbu .

5.

Atlantoaxial ligamentum anterior adalah membran yang kuat, untuk batas bawah
lengkung anterior dari atlas, bawah, ke depan tubuh sumbu . Hal ini diperkuat di
garis tengah dengan kabel bulat, yang menghubungkan tuberkulum pada
lengkung anterior dari atlas ke tubuh dari sumbu, dan merupakan kelanjutan ke
atas dari ligamentum longitudinal anterior .

6.

Ligamentum longitudinal posterior terletak dalam kanalis vertebralis, dan


membentang sepanjang permukaan posterior tulang belakang tubuh, dari tubuh
sumbu, di mana ia terus-menerus dengan tectoria membrana, untuk sakrum.
ligamentum ini lebih sempit di badan vertebra dan lebih luas pada ruang disk
intervertebralis. Hal ini sangat penting dalam memahami kondisi patologis

tertentu tulang belakang seperti lokasi khas untuk herniasi cakram tulang
belakang.
7.

Ligamentum transversal dari atlas adalah kuat, band tebal, yang lengkungan di
cincin dari atlas , dan mempertahankan proses yg mirip gigi di kontak dengan
lengkung anterior. Ligamentum transversal membagi cincin dari atlas menjadi
dua bagian yang tidak setara: ini, posterior dan lebih besar berfungsi untuk
transmisi dari medula spinalis dan membran dan saraf aksesori.

2.2.

DEFINISI
Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas

tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000)


fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan
lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan
olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).
Cedera tulang belakang servikal adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai
basis oksiput hingga C7.
2.3.

KLASIFIKASI
Tingkat

cedera

didefinisikan

oleh ASIA menurut

Penurunan

Skala

(dimodifikasi dari klasifikasi Frankel), dengan menggunakan kategori berikut :


1. A Lengkap : Tidak ada fungsi motorik dan sensorik yang dipertahankan
dalam segmen sacral S4-S5.
2. B Lengkap : Fungsi sensori dipertahankan di bawah tingkat neurologis dan
meluas melalui segmen sakral S4-S5.
3. C Lengkap : Fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan
sebagian besar otot kunci di bawah tingkat otot neurologis memiliki nilai
kurang dari 3.
4. D Lengkap : fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan
sebagian besar otot kunci di bawah level neurologis telah kelas otot lebih besar
dari atau sama dengan 3.
5. E Normal : Fungsi sensorik dan motorik yang normal.

Cedera servikal dapat digolongkan menjadi :


1. Cedera fleksi
Fraktur kompresi : disebabkan karena fleksi yang tiba-tiba.
Fraktur fleksi teardrop : melibatkan seluruh columna ruang interspinosus
melebar dan dapat menyebabkan cedera medulla spinalis.
Subluksasi anterior : kompleks ligamentum superior mengalami ruptur
sedangkan ligamentum anterior tetap utuh.
Dislokasi faset bilateral : disebabkan fleksi yang berlebihan
Fraktur karena dorongan : terjadi karena fleksi leher yang tiba-tiba selain itu
bisa juga terjadi karena fraktur langsung di prosesus spinosus, trauma
oksipital, tarikan yang sangat kuat di ligamentum supraspinosus.
2. Cedera Fleksi-rotasi
Dislokasi faset unilateral : terjadi saat fleksi bersamaan dengan rotasi
sehingga ligamentum dan kapsul teregang maksimal. Dislokasi kedepan
pada vertebra di atas dengan atau tanpa di sertai kerusakan tulang.
Dislokasi antlantoaxial : terjadi karena hiperekstensi, terjadi pergeseran
sendi antara C1 dan C2 dan biasanya fatal. Cedera ini dapat menyebabkan
rheumatoid arthritis.

Gambar 1. Fraktur fleksi tear-drop (kiri) ; Fraktur Jefferson (kanan)

Gambar 2. Fraktur ekstensi tear-drop


3. Cedera ekstensi
Fraktur menggantung : terjadi pada C2 yang disebabkan karena
hiperekstensi dan kompresi yang tiba-tiba.
Ekstensi tear-drop : hiperekstensi mendadak dan terjadi akibat tarikan oleh
ligamentum longitudinal.
4. Cedera compresi axial
Fraktur jefferson : terjadi pada C1 dan disebabkan karena kompresi yang
sangat hebat. Kerusakan terjadi di arkus anterior dan posterior.
Fraktur remuk vertebra : penekanan corpus vertebra secara langsung dan
tulang menjadi hancur. Fragmen tulang masuk ke kanalis spinalis kemudian
menekan medulla spinalis sehingga terjadi gangguan saraf parsial
Fraktur atlas :
o

Tipe I dan II : fraktur stabil karena terjadi pada arkus anterior dan
posterior.

Tipe III : terjadi pada lateral C1

Tipe IV : sering disebut sebagai fraktur jefferson

Gambar 3. Fraktur Atlas Tipe II

Gambar 4. Fraktur Atlas Tipe III

Gambar 5. Dislokasi Facet Bilateral


2.3.1. Sindroma Kord Sentral
Paling sering dijumpai setelah suatu cedera hiperekstensi servikal. Karena
sebab tertentu seperti keadaan mekanik dan catu vaskuler dari kord, bagian sentral
dapat mengalami kontusi walau bagian lateral hanya mengalami cedera ringan. Khas
pasien mengeluh disestesi rasa terbakar yang berat pada lengan, mungkin karena
kerusakan serabut spinotalamik, mungkin saat ia menyilang komisura anterior.
Pemeriksaan fisik menunjukkan kelemahan lengan, dengan utuhnya kekuatan
ekstremitas bawah. Sebagai tambahan, sensasi nyeri dan suhu hilang dalam distribusi
seperti tanjung. Semua lesi yang menyebabkan cedera primer terhadap kord spinal
sentral dapat menimbulkan gambaran defisit serupa, seperti siringo- mielia, tomor
kord spinal intrinsik, dan hidromielia. Sindroma ini secara jarang dapat terjadi pada
kord spinal bawah (konus medularis).
2.3.2. Sindroma Arteria Spinal Anterior
Terjadi karena arteria ini mencatu substansi kelabu dan putih bagian
ventrolateral dan posterolateral kord spinal. Kerusakan arteria ini berakibat sindroma
klinis paralisis bi- lateral dan hilangnya sensasi nyeri serta suhu dibawah tingkat
cedera, namun sensasi posisi dan vibrasi (fungsi kolom posterior) utuh. Lesi arteria ini
bisa karena cedera tulang belakang, neoplasma yang terletak anterior (biasanya
metastasis) dan cedera aortik.
2.3.3. Sindroma Brown-Sequard
Pada bentuk yang murni, menunjukkan akibat dari hemiseksi kord spinal.
Defisit neurologis berupa hilangnya fungsi motor ipsilateral, sensasi vibrasi dan
posisi. Sebagai tambahan, sensasi nyeri serta suhu kontralateral hilang. Luka tembus
dan peluru dapat menimbulkan sindroma Brown-Sequard 'lengkap', namun
manifestasi tak lengkap sindroma ini tampak dengan berbagai ragam pada lesi lain,
termasuk trauma dan neoplasma.
2.4.

ETIOLOGI
Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%),

kecelakaan olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.

Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun


mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan.
Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena
dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai
kerusakan jaringan lunak yang luas.
2. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada
tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang
berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
2.5.

MANIFESTASI KLINIS

Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik adalah sebagai berikut :


1. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2. Bengkak/edema
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
3. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
jaringan sekitarnya.
4. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
10

5. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, terkenanya serabut saraf sensorik karena
edema.
6. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
paralysis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
7. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
8. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
9. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
10. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
2.6.

PATOFISIOLOGI
Penyebab tersering terjadinya cedera tulang belakang cervical adalah

kecelakaan mobil, kecelakaan motor, jatuh, cedera olah raga, dan luka akibat
tembakan atau pisau. Menurut mekanisme terjadinya cidera, cidera servikal di bagi
atas fleksi, fleksi rotasi, ekstensi, kompresi aksial. Cidera cervical atas adalah fraktura
atau dislokasi yang mengenai Basis Occiput-C2. Cidera tulang belakang cervical
bawah termasuk fraktura dan dislokasi ruas tulang belakang C3-C7. Ruas tulang
belakang C5 adalah yang tersering mengalami fraktur.
C1 hanya berupa cincin tulang yang terdiri atas arcus anterior yang tebal dan
arcus posterior yang tipis, serta masa lateralis pada masing-masing sisinya. Tulang ini
berartikulasi dengan kondilus occipitalis membentuk articulatio atlanto-occipitalis,
tempat berlangsungnya gerakan mengangguk. Dibawah, tulang ini beratikulasi dengan
C2, membentuk articulasio atlanto-axialis, tempat berlangsungnya gerakan memutar
kepala. Ketika cidera terjadi fraktur tunggal atau multiple pada cincin C1 dan dislokasi
11

atlanto-occipitalis sehingga menyebabkan ketidakmampuan menggerakkan kepala


dan kerusakan pada batang otak. Cedera pada C1 dan C2 menyebabkan ventilasi
spontan tidak efektif.
Pada C3-C5 dapat terjadi kerusakan nervus frenikus sehingga dapat terjadi
hilangnya inervasi otot pernafasan aksesori dan otot interkostal yang dapat
menyebabkan komplience paru menurun.
Pada C4-C7 dapat terjadi kerusakan tulang sehingga terjadi penjepitan medula
spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteosif/material diskus
dari anterior yang bisa menyebabkan nekrosis dan menstimulasi pelepasan mediator
kimia yang menyebabkan kerusakan myelin dan akson, sehingga terjadi gangguan
sensorik motorik. Lesi pada C5-C7 dapat mempengaruhi intercostal, parasternal,
scalenus, otot2 abdominal. Intak pada diafragma, otot trapezius, dan sebagian
pectoralis mayor.
Cedera pada tulang servikal dapat menimbulkan lesi atau cedera pada medulla
spinalis yang dapat terjadi beberapa menit setelah adanya benturang keras mengenai
medulla spinalis. Saat ini, secara histologis medulla spinalis masih normal. Dalam
waktu 24 - 48 jam kemudian terjadi nekrosis fokal dan inflamasi. Pada waktu cedera
terjadi disrupsi mekanik akson dan neuron. Ini disebut cedera neural primer.
Disamping itu juga terjadi perubahan fisiologis dan patologis progresif akibat cedera
neural sekunder.
Beberapa saat setelah terjadi kecelakaan atau trauma pada servikal maka akan
terjadi kerusakan secara struktural yang mengakibatkan gangguan pada saraf spinal
dan pembuluh darah disekitarnya yang akan menghambat suplai O2 ke medulla
spinalis atau akan terjadi ischemik pada jaringan tersebut. Karena terjadi ischemik
pada jaringan tersebut, dalam beberapa menit atau jam kemudian akan ada pelepasan
vasoactive agent dan cellular enzym yang menyebabkan konstriksi kapiler pada pusat
substansi abu-abu medula spinalis. Ini merupakan permulaan dari cedera neural
sekunder pada cedera medula spinalis. Selanjutnya adalah peningkatan level Ca pada
intraselular yang mengakibatkan kerusakan pada endotel pembuluh darah yang dalam
beberapa jam kemudian dapat menimbulakan aneurisma dan ruptur pada pembuluh
darah di medula spinal. Peningkatan potasium pada ekstraseluler yang mengakibatkan
terjadinya depolarisasi pada sel (Conduction Block). Hipoxia akan merangsang
pelepasan katekolamin sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis pada sel.

12

Di tingkat selular, adnya kerusakan mitokondria akibat defisit suplai O2 dapat


merangsang

pelepasan

superoksid

(radikal

bebas),

disertai

terjadinya

ketidakseimbangan elektrolit, dan pelepasan mediator inflamasi dapat mengakibatkan


terjadinya kematian sel (apoptosis) dengan manifestasi sel mengkerut dan kromatin
nuclear yang padat.
2.7.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.7.1. CT - Scan
Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang
servikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut. Akurasi Pemeriksaan CT berkisar
antara 72 -91 % dalam mendeteksi adanya herniasi diskus. Akurasi dapat mencapai 96
% bila mengkombinasikan CT dengan myelografi.
2.7.2. MRI
Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imaging pilihan untuk daerah servikal .
MRI dapat mendeteksi kelainan ligamen maupun diskus. Seluruh daerah medula
spinalis, radiks saraf dan tulang vertebra dapat divisualisasikan. Namun pada salah
satu penelitian didapatkan adanya abnormalitas berupa herniasi diskus pada sekitar
10% subjek tanpa keluhan, sehingga hasil pemeriksaan ini tetap harus dihubungkan
dengan riwayat perjalanan penyakit, keluhan maupun pemeriksaan klinis.
2.7.3. Elektromiografi (EMG)
Pemeriksaan EMG membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat
neurogenik atau tidak, karena pasien dengan spasme otot, artritis juga mempunyai
gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/kompresi radiks,
membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau
kompresi.
Metode untuk foto daerah cervical
1. Pada foto anteroposterior garis lateral harus utuh, dan prosesus spinosus dan
bayangan trakea harus berada pada garis tengah. Diperlukan foto dengan mulut
terbuka untuk memperlihatkan C1 dan C2 (untuk fraktur massa lateral dan
odontoid).

13

2. Foto lateral harus mencakup ketujuh vertebra cervical dan T1, jika tidak cedera
yang rendah akar terlewatkan. Hitunglah vertebra kalau perlu, periksa ulang
dengan sinar-X sementara menerapkan traksi ke bawah pada lengan. Kurva
lordotik harus diikuti dan menelusuri empat garis sejajar yang dibentuk oleh
bagian depan korpus vertebra, bagian belakang badan vertebra. massa lateral
dan dasar-dasar prosesus spinosus setiap ketidakteraturan menunjukkan suatu
fraktur atau pergeseran. Ruang interspinosa yang terlalu lebar menunjukkan
luksasi anterior. Trakea dapat tergeser oleh hematoma jaringan lunak.
3. Jarak tiang odontoid dan bagian belakang arkus anterior pada atlas tidak boleh
melebihi 4,5 mm ( anak-anak ) dan 3 mm pada dewasa
4. Untuk menghindari terlewatnya adanya dislokasi tanpa fraktur diperlukan film
lateral pada posisi ekstensi dan fleksi.
5. Pergeseran korpus vertebra ke arah depan terhadap korpus vertebra
dibawahnya dapat berarti klinis yaitu dislokasi permukaan unilateral jika
pergeseran yang kurang dari setengah lebar korpus vertebra. Untuk hal ini
diperlukan foto oblik untuk memperlihatkan sisi yang terkena. Pergeseran yang
lebih dari setengah lebar korpus vertebra tersbut menunjukkan dislokasi
bilateral.
2.8.

PENATALAKSANAAN
Semua penderita koban kecelakaan yang memperlihatkan gejala adanya

kerusakan pada tulang belakang, seperti nyeri leher, nyeri punggung, kelemahan
anggota gerak atau perubahan sensitivitas harus dirawat seperti merawat pasien
kerusakan tulang belakang akibat cedera sampai dibuktikan bahwa tidak ada
kerusakan tersebut.
Setelah diagnosis ditegakkan, di samping kemungkinan pemeriksaan cedera
lain yang menyertai, misalnya trauma kepala atau trauma toraks, maka pengelolaan
patah tulang belakang tanpa gangguan neurologik bergantung pada stabilitasnya. Pada
tipe yang stabil atau tidak stabil temporer, dilakukan imobilisasi dengan gips atau alat
penguat. Pada patah tulang belakang dengan gangguan neurologik komplit, tindakan
pembedahan terutama ditujukan untuk stabilisasi patah tulangnya untuk memudahkan
perawatan atau untuk dapat dilakukan mobilisasi dini. Mobilisasi dini merupakan
syarat penting sehingga penyulit yang timbul pada kelumpuhan akibat cedera tulang
belakang seperti infeksi saluran nafas, infeksi saluran kencing atau dekubitus dapat
14

dicegah. Pembedahan juga dilakukan dengan tujuan dekompresi yaitu melakukan


reposisi untuk menghilangkan penyebab yang menekan medula spinalis, dengan
harapan dapat mengembalikan fungsi medula spinalis yang terganggu akibat
penekanan tersebut. Dekompresi paling baik dilaksanakan dalam waktu enam jam
pascatrauma untuk mencegah kerusakan medula spinalis yang permanen. Tidak boleh
dilakukan dekompresi dengan cara laminektomi, karena akan menambah instabilitas
tulang belakang.
Perhatian utama pada penderita cedera tulang belakang ditujukan pada usaha
mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah atau cedera sekunder, yaitu dengan
dilakukannya imobilisasi di tempat kejadian dengan memanfaatkan alas yang keras.
Pengangkutan penderita tidak dibenarkan tanpa menggunakan tandu atau
sarana apapun yang beralas keras. Hal ini dilakukan pada semua penderita yang patut
dicurigai berdasarkan jenis kecelakaan, penderita yang merasa nyeri di daerah tulang
belakang, lebih-lebih lagi bila terdapat kelemahan pada ekstremitas yang disertai mati
rasa. Selain itu harus selalu diperhatikan jalan napas dan sirkulasi.
Bila dicurigai cedera di daerah servikal, harus diusahakan agar kepala tidak
menunduk dan tetap di tengah dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan kain
untuk menyangga leher pada saat pengangkutan.
Setelah semua langkah tersebut di atas dipenuhi, barulah dilakukan
pemeriksaan fisik dan neurologik yang lebih cermat. Pemeriksaan penunjang seperti
radiologik dapat dilakukan. Pada umumnya terjadi paralisis usus selama dua sampai
enam hari akibat hematom retroperitoneal sehingga memerlukan pemasangan pipa
lambung. Pemasangan kateter tetap pada fase awal bertujuan mencegah terjadi
pengembangan kandung kemih yang berlebihan, yang lumpuh akibat syok spinal.
Selain itu pemasangan kateter juga berguna untuk memantau produksi urin, serta
mencegah terjadinya dekubitus karena menjamin kulit tetap kering.
Terapi pada cidera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan
dan memperhatikan dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan
cedera medula spinalis komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal.
Lesi medula spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam
pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medula spinalis tidak
komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila funsi sensoris
dibawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah lebih dari
50%.
15

Metilpredinsolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera


medula spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of Health di
Amerika Serikat. Namun demikian penggunaannya sebagai terapi utama cidera
medula spinalis traumatik masih dikritisi banyak pihak dan belum digunakan sebagai
standart terapi.
Dalam chochrane library menunjukkan bahwa metilpredinsolon dosis tinggi
merupakan satu satunya terapi farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinis tahap
3 sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera medula spinalis
traumatika. Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan
pasien cidera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupulasi dan blader training pada
pasien

ini

dikerjakan

seawal

mungkin.

Tujuan

utama

fisioterapi

adalah

mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan


memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan central cord syndrome/CSS
biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik sehingga
dapat berjalan dengan bantuan apapun ataupun tidak.
Terapi Okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki
fungsi ektermitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sdehari hari/
activiting of dayli living (ADL). Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal
mungkin.
2.9.

KOMPLIKASI

2.9.1. Syok Neurogenik


Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang
desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus
vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi
penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi.
2.9.2. Syok Spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah
terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi
komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.
2.9.3. Hipoventilasi

16

Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari
cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal
atas.
2.9.4. Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti
nasal, bradikardi dan hipertensi.

17

DAFTAR PUSTAKA
Adhim.

2010.

Diagnosis

dan

Penanganan

Fraktur

Servikal.

http://www.fikunipdu.web.id Diakses pada : 31 Agustus 2013.


Dawodu, Segun.2008. Spinal Cord Injury. http://www.medscape.com
Diakses pada : 31 Agustus 2013.
Devenport, Moira. 2010. Cervical Spine Fracture in Emergency

Medicine.

http://www.medscape.com Diakses pada : 31 Agustus 2013.


Eidelson, MD, Stewart G. 2010. Lumbar Spine
http://www.spineuniverse.com/anatomy/lumbar-spine
Diakses pada : 31 Agustus 2013.
Khosama, Herlyani. Diagnosis dan Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis.
http://neurology.multiply.com/journal/item/27 Diakses pada : 31 Agustus 2013.
Malanga,

A.Gerrad.2008.

Cervical

Spine

Sprain/Strain

Injuries.

http://www.medscape.com Diakses pada : 31 Agustus 2013.


O. Bertora,Guillermo, and M. Bergmann, Julia.2008. Whiplash Injury: Frequent
Brain Lesions studied through Brain Electric Tomography-LORETA.
http://www.vertigo-dizziness.com/english/whiplash-in
Diakses pada : 31 Agustus 2013.
Pal

Singh,

Arun.

2009.

Basic

Anatomy

of

Upper

Cervical

Spine.

http://boneandspine.com/musculoskeletal-anatomy/basic-anatomy-of-uppercervical-spine Diakses pada : 31 Agustus 2013.


Yip, Kevin .2010. Cervical Spine Trauma: Dislocation and Subluxation.
http://indonesian.orthopaedicclinic.com.sg Diakses pada : 31 Agustus 2013.

18

You might also like