Professional Documents
Culture Documents
KEGAWATAN NEFROLOGI :
Overload Cairan, Gangguan Keseimbangan Asam-Basa, Gangguan
Elektrolit, dan Acute Kidney Injury (AKI)
Oleh
Kelompok 6 AJ2 B17
Tri Medyan Prasetyo
131411123072
Lilis Kurniawati
131411123074
131411123078
131411123080
131411123082
131411123084
iii
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan konsep teori overload cairan, gangguan keseimbangan
1.3.2
1.3.3
1.3.4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
iii
pengenceran
elektrolit
dan
zat-zat
terlarut
plasma,
menyebabkan
disfungsi
susunan
saraf
dan
kematian.
di
hipotalamus
dan
pengeluaran
urine
oleh
ginjal
2009).
Distribusi Cairan Tubuh
Cairan tubuh didistribusikan dalam dua kompartemen yang
berbeda, yaitu cairan ekstrasel (CES) dan cairan intrasel (CIS).
Cairan ekstrasel terdiri dari cairan interstisial dan cairan
intravaskular. Cairan interstisial mengisi ruangan yang berada di
antara sebagian besar sel tubuh dan menyusun sejumlah besar
lingkungan cairan tubuh. Sekitar 15% massa tubuh merupakan cairan
interstisial. Cairan intravaskular terdiri dari plasma, bagian cairan
limfe yang mengandung air dan tidak berwarna, dan darah yang
mengandung suspensi leukosit, eritrosit, dan trombosit. Plasma
menyusun 5% massa tubuh.
Cairan intrasel adalah cairan di dalam membran sel yang berisi
substansi terlarut atau solut yang penting untuk keseimbangan cairan
iii
iii
osmotik
diberikan
melalui
membran
semi
iii
bantalan
kapiler,
tempat
perbedaan
tekanan
dari
sel
menuju
kapiler
karena
tekanan
atau
memindahkan
molekul
dari
daerah
iii
2.1.5
2.1.5.2
White, Bernadette. 2009. Medical Surgical Nursing:Client With Fluid Imbalance. Missouri:Elsevier
Hipervolemia
Berlebihan cairan isotonis atau hipotonis
(I.V)
Heart Failure
Renal Failure
Polidipsi
SIADH
Sindrom Caushing
Pemakaian kortikosterois jangka panjang
Bopp, Audrey. 2011. Medical Surgical Nursing : Urinary System. Missouri:Elsevier
iii
2.1.6
Patofisiologi
Biasanya, tubuh dapat menciptakan proses dengan mana ia dapat
mengimbangi dan melepaskan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hal
ini biasanya dilakukan dengan bantuan hormon seperti aldosteron,
peptida natriuretik atrium (ANP) dan hormon antidiuretik (ADH).
Hormon-hormon ini menyebabkan nefron dalam ginjal untuk melepaskan
air dan natrium penting yang dibutuhkan oleh tubuh (Baird, M, et a l,
2010)
Hipervolemia hasil dari gangguan ginjal dimana terjadi
kerusakan penyaringan glomerulus (Natrium dan air). Saat terjadi
peningkatan volume cairan, jantung berkompensasi dengan cara
takikardi dan hipertropi. Ketika kompensasi gagal, terjadi gagl
jantung. Gagal jantung yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
kegagalan organ multiple dan kematian akibat retensi air besar,
juga dikenal sebagai anasarca (White, 2009)
Kondisi tersebut menyebabkan penuruna kadar protein
plasma (albumin), seperti gagal ginjal, hasil penurunan tekanan
onkotik darah. Hilangnya tekanan onkotik dari tingkat albumin
rendah menurunkan reabsorpsi air dari ruang jaringan pada ujung
vena dari kapiler, yang menyebabkan edema perifer atau, jika
dalam rongga peritoneal, ascietes (White, 2009).
Ketika saluran limfatik yang terhalang atau telah dihapus
atau rusak, jaringan meningkatkan tekanan onkotik dan mengarah
ke edema. Edema juga dapat berkembang dari kondisi apapun,
seperti trauma jaringan, yang memicu respon inflamasi dan dengan
demikian menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler (White,
2009).
Ketika overload cairan terjadi, tekanan hidrostatik darah
lebih tinggi dari normal pada ujung arteri kapiler, mendorong
kelebihan cairan ke dalam ruang interstitial. Kelebihan cairan yang
tidak reabsorpsi pada ujung vena kapiler karena tekanan onkotik
terlalu rendah untuk menarik cairan kembali melintasi membran
kapiler. Biasanya cairan adalah cairan sisa yang dikeluarkan oleh
iii
iii
2.1.9
ginjal dan sirosis (Weldy, 1992 dalam Potter and Perry, 2006).
Ketidakseimbangan hipoosmolar
Ketidakseimbangan hipoosmolar (kelebihan cairan) terjadi
ketika asupan cairan berlebihan (polidipsi psikogenetik) atau
sekresi ADH berlebihan. Efek keseluruhannya adalah dilusi
(pengenceran) volume cairan ekstrasel disertai osmosis air ke
dalam sel (Long et al, 1993 dalam Potter and Perry, 2006). Sel-sel
otak sangat sensitif dan proses ini dapat menyebabkan edema
serebral, yang dapat menyebabkan penurunan level kesadaran,
2.2
(Hidayat,
2008).
Berikut
adalah
riwayat
iii
keperawatan
yang
perlu
dikaji
terkait
riwayat
menambah
kehilangan
volume
cairan
iii
iii
ekstrasel
secara
bertahap,
hiponatremia
dan
dan
nasogastrik
iii
data
dasar
yang
akurat.
Perawat
yang berat.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium
terkait
gangguan
Diagnosa Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan intake
cairan, kelebihan intake natrium.
2.2.3
Intervensi Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan intake
cairan, kelebihan intake natrium.
Tujuan: Pasien memiliki keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan
asam basa.
Kriteria hasil:
2.2.3.1 TTV (tekanan darah, nadi, suhu) dalam rentang nilai
normal.
2.2.3.2 Turgor kulit pasien kembali dengan cepat.
Intervensi
Monitor TTV pasien (tekanan darah, nadi,
suhu).
Monitor jumlah asupan dan haluaran cairan
serta status keseimbangan cairan.
Rasional
TTV dapat menjadi indikator stabilitas
hemodinamik tubuh pasien.
Menjaga hemodinamik pasien dan
mengoreksi ketidakseimbangan sedini
mungkin.
Pengurangan asupan garam.
Natrium dalam garam meningkatkan
retensi cairan pada rongga interstisial.
Hilangkan faktor penyebab kelebihan Mempertahankan
keseimbangan
cairan seperti meninggikan kaki yang sirkulasi dalam tubuh.
iii
iii
plasma
yang
menyaring
secara
bebas
dan
homeostatis
(selera
terhadap
garam)
untuk
iii
perpindahan
Kalium
sintesis
dibutuhkan
protein,
dan
untuk
pembentukan
upaya
memperbaiki
iii
sekresi
hormon
paratiroid.
Selanjutnay
peningkatan ini bekerja dalam salah satu dari tiga berikut cara
untuk mengembalikan kalsium serum menjadi normal: (1)
meningkatkan reabsorpsi kalsium di ginjal, (2) merangsang
penguraian tulang untuk melepaskan kalsium tulang; atau (3)
merangsang pengaktifan vitamin D, sehingga meningkatkan
reabsorpsi kalsium di usus. Hormon kedua, kalsitonin yang
disekresi
dari
sel-sel
khusus
kelenjar
tiroid,
juga
iii
respon
kalsium
(dengan
meniru)
atau
iii
oleh
ginjal.
Apabila
tubuh
neuromuskular
normal,
berpartisipasi
dalam
metabolisme karbohidrat, dan membantu pengaturan asambasa. Nilai laboratorium normal fosfat serum adalah 2,5
sampai 4,5 mg/100 ml.
Konsentrasi fosfat serum diatur oleh ginjal, hormon
paratiroid, dan vitamin D teraktivasi (Long et al, 1993 dalam
Potter and Perry, 2006). Fosfat secara normal diabsorpsi
melalui
saluran
gastrointestinal.
Kalsium
dan
fosfat
gangguan
yang
menyebabkan
ketidakseimbangan
iii
insufisiensi
adrenal,
kehilangan
melalui
iii
karena
sekresi
intestinal,
hipoalbuminemia,
iii
2006).
Penatalaksanaan
ditujukan
mengurangi
mendapatkan
tempat
transpor
yang
sama.
mellitus,
hiperaldosteronisme
dan
hipoparatiroidisme.
Akibat klinis hipomagnesemia mencakup perubahan
kepribadian, tetani atau spasme neuromuskulus, hipertensi,
dan disritmia jantung (Corwin, 2009).
2.3.4.8 Hipermagnesemia
Konsentrasi magnesium serum >2,5 mEq/L disebut
hipermagnesemia. Kondisi ini relatif jarang terjadi karena
ginjal dapat meningkatkan ekskresi magnesium dalam jumlah
yang amat besar bila dibutuhkan. Dengan demikian, bila
terjadi hipermagnesemia maka biasanya individu tersebut
mengalami disfungsi ginjal. Ingesti berlebihan magnesium
misalnya laksatif, khususnya mereka yang fungsi ginjalnya
buruk, dapat menyebabkan hipermagnesemia. Magnesium
sulfat diberikan pada wanita yang mengalami toksemia
iii
kehamilan
sehingga
hipermagnesemia
dapat
menjadi
dengan
berbagai
dengan
gizi
buruk
pada
populasi
ini.
disfungsi
iii
ATP. Sel darah merah, sel darah putih, dan fungsi trombosit
2.3.4.10
yang
Kehancuran
biasanya
sel-sel
terjadi
kanker
akibat
pada
trauma
besar.
kemoterapi
dapat
Hiponatremi
Hipernatremi
Manifestasi Klinis
Gangguan neurologis diakibatkan
oleh peningkatan air intraselular.
Tingkat keparahan berhubungan
dengan kecepatan terjadinya
hipoosmolalitas ekstraseluler.
Gejala awal nonspesifik dan
meliputi anoreksia, mual, dan
kelemasan.
Edema otak yang progresif,
bagaimanapun,
mengakibatkan
lateragi, konfusi, kejang, koma,
bahkan kematian.
Dalam keadaan hypervolemic,
ginjal mengekskresikan beberapa
kelebihan air.
Dalam keadaan hipovolemik,
oliguri adalah metode kompensasi
ginjal.
Kulit kering dan memerah,
membran mocous menjadi kering
Penatalaksanaan
Pengobatan
ditujukan
pada
koreksi baik penyakit yang
mendasarinya maupun kadar
natrium plasma. Saline isotonik
umumnya
merupakan
pengobatan
terpilih
untuk
penurunan jumlah total natrium
tubuh.
Terapi spesifik: penggantian
hormon pada pasien dengan
hipofungsi adrenal atau tiroid.
Pengelolaan
hipernatremia
ditujukan untuk mengembalikan
keseimbangan
cairan.
Mengoreksi penyebab.
Memberi obat terapi, termasuk
vasopressin, ddavp.
Mengelola cairan hipotonik (1/2
garam untuk air gratis, D5W)
iii
Hipokalemi
Hiperkalemi
Efek
paling
penting
dari
hiperkalemia ialah pada jantung
dan otot skeletal. Kelemahan otot
skeletal umumnya tidak terlihat
sampai kadar kalium plasma
melebihi 8 mEq/L. Kelemahan ini
disebabkan oleh depolarisasi
spontan dan inaktivasi Na+
channel dari membran otot (mirip
dengan suksinil kolin), yang
akhirnya dapat menghasilkan
paralisis ascending. Manifestasi
iii
Hipokalsemi
Parastesia,
konfusi,
stridor
laringeal (laringospasme), spasme
Hiperkalsemi
karpopedal, spasme masseter, dan
kejang. Iritabilitas jantung dapat
menuju
aritmia.
Penurunan
kontraktilitas
jantung
dapat
mengakibatkan gagal jantung,
hipotensi,
dan
keduanya.
Penurunan
respon
terhadap
digoxin dan -adrenergik agonis
juga dilaporkan (Morgan et al,
2006).
Anoreksia,
mual,
muntah,
kelemahan, dan poliuria. Ataksia,
iritabilitas, letargi, atau konfusi
dapat dengan cepat berkembang
menjadi koma. Hiperkalsemia
meningkatakan
sensitivitas
jantung
terhadap
digitalis.
Pankreatitis, ulkus peptik, dan
gagal ginjal dapat berkomplikasi
menjadi hiperkalsemia (Morgan et
al, 2006).
Hipomagnesi
um
iii
Kebanyakan
pasien
dengan
Hipermagnes hipomagnesemia
tidak
emia
menunjukkan
gejala,
tetapi
anoreksia, kelemahan, fasikulasi,
parestesia, konfusi, ataksia, dan
kejang
dapat
menonjol.
Manifestasi jantung meliputi
iritabilitas listrik dan potensiasi
intoksikasi digoxin; kedua faktor
ini diperburuk oleh hipokalemia.
Hipomagnesemia
juga
berhubungan dengan peningkatan
insiden
fibrilasi
atrium.
Pemanjangan interval PR dan
Hipokloremi QT dapat nampak seiring dengan
hipokalsemia (Morgan et al,
2006).
Hipermagnesemia
simptomatik
biasanya meliputi manifestasi
neurologis, neuromuskular, dan
jantung. Hiporefleksia, sedasi dan
kelemahan
otot
skeletal.
Vasodilatasi, bradikardi, dan
depresi
miokardium
dapat
berakhir dengan hipotensi pada
level > 10 mmol/dL (>24 mg/dL).
Tanda EKG tidak konsisten tetapi
termasuk pemanjangan interval
PR dan pelebaran kompleks
QRS. Hipermagnesemia dapat
menyebabkan
henti
napas
(Morgan et al, 2006).
Tanda
dan
gejala
dari
hiponatremia, hipokalemia, dan
Hiperkloremi alkalosis metabolik dapat terjadi.
iii
Tanda
dan
gejala
dari
hiperkloremia hampir menyerupai
asidosis metabolik; hipervolemia
dan hipernatremia. Takipneu;
kelemahan; letargi; napas yang
dalam dan cepat; kemampuan
kognitif yang menurun; dan
hipertensi dapat terjadi. Jika tidak
diterapi, hiperkloremia dapat
menuju pada penurunan cardiac
output, disaritmia, dan koma.
Kadar klorida yang tinggi diikuti
dengan kadar natrium yang tinggi
serta retensi cairan (Morgan et al,
2006).
iii
Komplikasi
Karena ketidakseimbangan elektrolit dapat disebabkan
oleh penyakit serius, kegagalan untuk mencari pengobatan dapat
mengakibatkan komplikasi serius dan kerusakan permanen.
Setelah penyebab yang mendasari didiagnosis, penting bagi Anda
untuk mengikuti rencana pengobatan yang Anda dan desain ahli
kesehatan khusus bagi Anda untuk mengurangi risiko komplikasi
potensial termasuk (Haines, 2013):
iii
5) Pengobatan
tertentu
yang
sedang
dijalani
dapat
iii
Diagnosa Keperawatan
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi asam-basa dan elektrolit.
2.4.3
Intervensi Keperawatan
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi asam-basa dan elektrolit.
Tujuan: Pasien memiliki keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan
asam basa.
Kriteria hasil:
2.4.3.1 TTV (tekanan darah, nadi, suhu) dalam rentang nilai normal.
2.4.3.2 Turgor kulit pasien kembali dengan cepat.
2.4.3.3 Kulit lembab, tidak kering, mukosa lembab.
iii
Intervensi
Monitor TTV pasien (tekanan darah, nadi,
suhu).
Monitor jumlah asupan dan haluaran cairan
serta status keseimbangan cairan.
Rasional
TTV dapat menjadi indikator stabilitas
hemodinamik tubuh pasien.
Menjaga hemodinamik pasien dan
mengoreksi ketidakseimbangan sedini
mungkin.
Rehidrasi oral atau parenteral sesuai Memenuhi kebutuhan asupan cairan
kebutuhan.
pasien.
Monitor kadar eektrolit darah seperti BUN, Mengetahui kadar keseimbangan
urine, serum, osmolaritas, kreatinin, elektrolit dan asam-basa dalam tubuh.
hematokrit dan Hb.
Hilangkan faktor penyebab kekurangan Rehidrasi oral untuk memenuhi
volume cairan, misalnya muntah, dengan kebutuhan cairan.
cara memberikan minum sedikit-sedikit
atau teh.
pemahaman
pasien
Ajarkan dan edukasi pasien untuk Memberikan
tentang
pentingnya
menjaga
mempertahankan keseimbangan cairan.
keseimbangan cairan.
iii
2.5.1.2 Asam
Asam adalah zat yang mampu membebaskan sebuah
ion hidrogen. Contoh asam antara lain zat-zat yang dicetak
tebal dalam rumus dibawah ini, yang semuanya diperlihatkan
dapat memberikan sebuah ion hidrogen:
HCl H+ + ClH2CO3 H+ + HCO3Asam laktat H+ + laktat
NH4+ H+ + NH3
Suatu asam dapat kuat atau lemah, bergantung pada
derajat penguraiannya untuk membebaskan ion hidrogen.
Misalnya, hidrogen klorida (HCl) secara cepat dan total terurai
menjadi ion hidrogen ion klorida sehingga dianggap asam kuat.
Sebaliknya, hanya beberapa molekul asam laktat yang terurai
menjadi ion hidrogen dan laktat sehingga asam laktat dianggap
sebagai asam lemah. Tanda panah rangkap yang diperlihatkan
pada setiap persamaan menandakan bahwa reaksi bersifat
reversibel.
2.5.1.3 Basa
Pada setiap reaksi di atas yang memperlihatkan
disosiasi (penguraian) suatu asam, zat yang dihasilkan bersama
ion hidrogen dianggap sebagai suatu basa. Basa adalah setiap
zat yang dapat menerima sebuah ion hidrogen, sehingga zat
tersebut dapat mengeluarkan ion hidrogen dari larutan. Karena
masing-masing reaksi di atas bersifat reversibel, maka setiap
zat yang dihasilkan bersama dengan ion hidrogen dapat
menyatu kembali dengannya, dan memindahkan reaksi ke arah
yang sebaliknya. Dengan demikian, zat tersebut dianggap
sebagai basa. Reaksi-reaksi ini ditulis ulang di rumus berikut,
dengan basa dalam huruf tebal:
Cl- + H+ HCl
HCO3- + H+ H2CO3
Laktat + H+ Asam laktat
NH3 + H+ NH4+
Suatu basa dapat lemah atau kuat, bergantung pada
derajat penerimaan ion hidrogen. Sebagian besar asam dan basa
yang terdapat di dalam tubuh bersifat lemah.
iii
iii
oleh
protein-protein
plasma,
terutama
ketidakseimbangan
asam-basa.
Pada
stimulus
untuk
dioksida
biasanya
pernapasan.
Apabila
ketidakseimbangan
tersebut
dengan
asam
karbonat,
yang
membantu
iii
untuk
membawa
ion
hidrogen
dengan
yang
ditandai
dengan
rendahnya
yang
kadar
iii
metabolik
tergantung
pada
dialisa
untuk
mengobati
overdosis
atau
keracunan berat.
Tujuan koreksi mengganti defisit basa : Dipakai Na
bikarbonat/ natrium laktat.
2.5.3.2 Alkalosis metabolik
1) Definisi
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana
darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar
bikarbonat.
iii
2) Etiologi
Alkalosis metabolik ditandai dengan banyaknya
kehilangan asam dari tubuh atau dengan meningkatnya
kadar bikarbonat. Muntah adalah penyebab yang paling
umum. Alkalosis metabolik juga dapat terjadi jika seorang
pasien yang mengalami gangguan asam lambung menelan
natrium
bikarbonat
dalam
jumlah
besar.
Alkalosis
lambung
yang
lama,
hipokalemia,
metabolic
diatasi
dengan
iii
dan
sel-sel
otaknya
perubahan
kadar
menjadi
neurologis.
oksigen)
terjadi
asam,
Hipoksemia
karena
depresi
dan
penurunan
konsentrasi
(peningkatan pH >7,45).
2) Etiologi
Alkalosis
respiratorik
ion
diakibatkan
hidrogen
oleh
iii
(obat-obat
intravena),
makanan
yang
iii
: hemokonsentrasi.
: perdarahan hebat, reaksi hemolitik.
iii
Interpretasi
Asidosis
CO2 naik
: CO2 + H2O
H2CO3
HCO3 turun : HCO3 bersifat basa.
Alkalosis
CO2 turun
HCO3Pada
ketidakseimbangan
asam-basa
karena
proses
Diagnosa Keperawatan
Potensial Komplikasi Asidosis Metabolik dan Alkalosis Metabolik
berhubungan dengan ketidakseimbangan absorpsi dan eliminasi ion
hidrogen dan bikarbonat.
2.6.3
Intervensi Keperawatan
Potensial Komplikasi Asidosis Metabolik dan Alkalosis Metabolik
berhubungan dengan ketidakseimbangan absorpsi dan eliminasi ion
Rasional
RR, kedalaman napas dan irama napas
menunjukkan status pernapasan pasien
yang
merupakan
mekanisme
kompensasi
asidosis/alkalosis
metabolik. Penggunaan otot bantu dan
retraksi
dada
menunjukkan
kompensasi atau usaha dari tubuh
untuk
memenuhi
kebutuhan
oksigenasi tubuh.
Mengetahui atau menilai status asambasa dalam tubuh pasien.
iii
iii
iii
kotoran
(terutama
urea)
dari
darah
dan
sistem
endokrin
.Berbagai
hormon
endokrin
iii
reabsorbsi,
sekresi,
dan
eksresi
air-elektrolit,
dan
iii
mempertahankan
volume
darah,
memastikan
mengosongkan
isinya
kedalam
iii
menyerap
kembali
sebagian
glomerular
sebelum
mencapai
akhir
dari
dari
filtrat
duktus
iii
iii
ingin
cairan
tubular.
Konstituen
penting
Komponen
Glomerulus
Tubulus Proksimal
Lengkung Henle
Tubulus Distal
Duktus Pengumpul
2.7.3
Definisi AKI
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
minggu)
laju
berlangsung
filtrasi
glomerulus
(LFG)
reversibel,
diikuti
kegagalan
yang
umumnya
ginjal
untuk
iii
Loss
ESRD
2.7.4
Kriteria kreatinin
serum
Peningkatan
serum
kreatinin > 1,5x nilai
dasar
Kenaikan
kreatinin
serum > 2,0x 5x nilai
dasar
Kenaikan
kreatinin
serum > 3,0x 5x nilai
dasar
Nilai absolut keratin
serum > 4 mg dengan
peningkatan mendadak
minimal 0,5 mg
Gagal
ginjal
akut
peresisten, kerusakan
fungsi ginjal selama
lebih dari 4 minggu
Gagal ginjal terminal
lebih dari 3 bulan
Etiologi
Etiologi
berdasarkan
AKI
dibagi
patogenesis
Penurunan
LFG/GFR
penurunan
GFR > 25%
penurunan
GFR > 50 %
<0,5 ml/kg/jam
atau >12/jam/jam
penurunan
GFR > 75 %
<0,3 ml/kg/jam
atau >24/jam/jam
Anuria > 12 jam
menjadi
AKI,
yakni
3
(1)
kelompok
penyakit
utama
yang
iii
toksik,
khususnya
kodein
dan
kafein,
dapat
iii
oliguria
(peningkatan
(penurunan
haluaran
urine)
haluaran
urine).
merupakan
awal
Diuresis
proses
Postrenal
I.
Obstruksi ureter
- Batu, gumpalan darah,
papila ginjal, keganasan,
kompresi eksternal
II.
Obstruksi leher
kandung kemih
- Kandung kemih
neurogenik, hipertrofi
prostat, batu,
keganasan, darah
III.
Obstruksi uretra
- Striktur, katup
kongenital, fimosis
iii
iii
aferen (sepsis,
hiperkalsemia, sindrom
hepatorenal, siklosporin,
takrolimus,
radiokontras)
- Kegagalan peningkatan
resistensi arteriol eferen
- Penggunaan penyekat
ACE, ARB
- Stenosis a. renalis
V. Sindrom hiperviskositas
- Mieloma multipel,
makroglobulinemia,
polisitemia
(Sinto & Nainggolan, 2010).
2.7.5
Patofisiologi
Ada beberapa kondisi yang menjadi faktor predisposisi
yang dapat menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan
gangguan fungsi ginjal yaitu obstruksi tubulus, kebocoran cairan
tubulus, penurunan pemeabilitas glomerulus, disfungsi vasomotor,
glomerulus feedback.
Teori obstruksi glomerulus menyatakan bahwa NTA
(necrosis tubular acute) mengakibatkan deskumulasi sel-sel
tubulus yang nekrotik dan materi protein lainnya, yang kemudian
membentuk silinder-silinder dan menyumbat lumen tubulus.
Pembengkakan selular akibat iskemia awal, juga ikut menyokong
terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia. Tekanan tubulus
meningkat sehingga tekanan filtrasi glomerulus menurun.
Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi
glomerulus terus berlangsung normal, tetapi cairan tubulus bocor
keluar melalui sel-sel tubulus yang rusak dan masuk dalam
sirkulasi peritubular. Kerusakan membran basalis dapat terlihat
pada NTA yang berat.
Pada ginjal normal, 90% aliran darah didistribusikan ke
korteks (tempat di mana terdapat glomerulus) dan 10% pada
medula. Dengan demikian, ginjal dapat memekatkan urine dan
menjalankan fungsinya. Sebaliknya pada AKI, perbandingan antara
iii
vasomotor,
prostaglandin
dianggap
aliran
darah
ginjal
direduksi
ke
korteks
yang
Penghambatan
prostaglandin
seperti
aspirin
rnin
dari
sel
jukstaglomerulus.
Terjadi
aktivasi
iii
Gejala
Sistem Kardiovaskular
Disritmia
Gagal jantung
Penyebab
Hiperkalemia, hipokalsemia
Hipertensi, retensi cairan, penurunan sekresi H+
iii
Asidosis metabolik
Hipertensi
Sistem Pernapasan
Edema pulmonal
Pernapasan Kussmaul
Sistem Hematopoietik
Anemia
Gangguan koagulasi
Imunosupresi
Sistem gastrointestinal
Anoreksia
Mual dan muntah
Gastritis/perdarahan saluran
cerna
Sistem neuromuskular
Penurunan tingkat kesadaran
Tremor, hiperrefleksia
Sistem Integumen
Pucat
Kulit kuning
Pruritus
Purpura
Deposit bekuan ureum
(urohidrosis kristalina)
Sistem Rangka
Hipefosfatemia
Hipokalsemia
2.7.7
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk diagnosa AKI antara lain
iii
intravena
(IVP)
sesaat
sebelum
laparatomi,
iii
2.7.9
ion
pengganti
resin
(natrium
polistiren
iii
sulfonat/kayeksalate)
oral
atau
melalui
retensi
enema.
iii
iii
iii
iii
yang
menyertai
acute
kidney
injury
ketidakmampuan
berkonsentrasi,
kehilangan
iii
fisik
berhubungan
dengan
edema
hematokrit
dan
protein
serum
iii
Rasional
Mengetahui balance cairan pasien.
iii
Rasional
Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
lanjut.
Pada keadaan normal, autoregulasi
mempertahankan keadaan tekanan darah
sistemik yang dapat berubah secara
vfluktuasi. Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan
kerusakan
vaskular
serebral yang dapat dimanifestasikan
dengan peningkatan sistolik dan diikuti
oleh penurunan tekanan diastolik,
sedangkan peningkatan suhu dapat
menggambarkan perjalanan infeksi.
Bantu klien untuk membatasi muntah dan Aktivitas ini dapat meningkatkan
batuk.
Anjurkan
klien
untuk tekanan intrakranial dan intraabdomen.
mengeluarkan napas apabila bergerak Mengeluarkan napas sewaktu bergerak
atau berbalik di tempat tidur.
atau mengubah posisi dapat melindungi
diri dari efek valsava.
Anjurkan klien untuk menghindari batuk
dan mengejan berlebihan.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan
batasi pengunjung.
iii
iii
mobiltas
fisik
berhubungan
dengan
edema
melakukan
tampak
letih
mobilisasi
dan
sesuai
mampu
batas
memenuhi
Rasional
Kekuatan
otot
menunjukkan
kemampuan pasien dalam beraktivitas.
Kaji
kemampuan
pasien
dalam Mengetahui tingkat toleransi aktivitas
beraktivitas
untuk
memenuhi pasien.
kebutuhannya.
Bantu pasien dalam beraktivitas.
Memenuhi kebutuhan pasien selama
terjadi kelemahan mobilitas fisik.
Ajarkan pasien dan keluarga untuk Memandirikan pasien dan keluarga
memenuhi kebutuhan pasien selama dalam memenuhi kebutuhan pribadi
terjadi kelemahan.
sesuai kemampuan pasien.
iii
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terdapat dua manifestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan,
yaitu hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan
pada interstisial). Ada dua macam kelebihan cairan yaitu ketidakseimbangan
isotonik dan hipoosmolar. Ketidakseimbangan isotonik terjadi ketika
kelebihan volume cairan terjadi saat air dan natrium dipertahankan dalam
proporsi isotonik sehingga menyebabkan hipervolemia tanpa disertai
perubahan
kadar
elektrolit
serum.
Ketidakseimbangan
hipoosmolar
keseimbangan
asam-basa
dan
elektrolit
adalah
yang
iii
3.2 Saran
Keselamatan
pasien
tergantung
pada
kecepatan,
ketepatan
Kompensasi Pengaturan
Perpindahan & Sekresi
Cairan
Penurunan produksi
Albumin
Kegagalan reabsorpsi
Albumin
Penurunan
tekanan onkotik
darah
Perpindahan
cairan dari
Rongga
Asites
Plasma ke rongga
Konsumsi
makanan, cairan
& natrium
berlebih
Peningkatan
ADH,
Aldosteron &
Peningkatan volume
cairan dan konsentrasi
natrium
Peningkatan
reabsorpsi natrium
dan air
iii
Peningkatan
Hipertrofi
Gagal
MK:Kompensasi
Kelebihan
Overload
tahanan Volume
MK:
Sesak
Kapiler
alveoli
Gangguan
Edema
Lengkung
Henle
Gangguan
reabsorpsi (NaCl,
K)
Tubulus
Distal
Gangguan
Reabsorpsi (Mg,
Na, Cl, K, Ca)
Gangguan
reabsorpsi (Na,
Cl, Ca)
Reabsorpsi
inadekuat
Reabsorpsi
berlebih
Hiponatremia
Hipernatremia
Hipokalemia
Hiperkalemia
Hipomagnesemia
Hipermagnesemi
a
Hipokalsemia
Hiperkalsemia
Gangguan
keseimbangan
elektrolit
MK: Gangguan
keseimbangan
elektrolit
iii
Ekskresi ion
Hidrogen
Reabsorpsi
bikarbonat
Produk ion
bikarbonat
Kuran
g
Lebih
Asidosis
metabolik
Alkalosis
metabolik
pH arteri
abnormal
MK: Potensial Komplikasi Asidosis metabolik dan
alkalosis metabolik
iii