You are on page 1of 18

PERCOBAAN I

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP


ABSORBSI OBAT

Disusun oleh :
1.
2.
3.
4.

Retty Diah Hapsari


Shelly Arviani
Shenda Mutiara Dewi
Sri Rejeki

(1041211149)
(1041211166)
(1041211167)
(1041211174)

KELOMPOK L/6

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI
SEMARANG
2014
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT

A. TUJUAN
Mempelajari

pengaruh

beberapa

senyawa

kimia

terhadap

enzim

pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya.


B. DASAR TEORI
Absorbsi obat adalah gerakan suatu obat dari tempat pemberian masuk ke
dalam aliran darah. Untuk obat-obat tertentu harus mengalami tranpor aktif untuk
melewati membran biologik guna mencapai aliran darah.
( Staf pengajar Deport Farmakologi,2008)
Absorbsi sistemik suatu obat dari saluran cerna atau tempat ekstravaskuler
yang lain bergantung pada bentuk sediaan, anatomi dan fisiologi tempat absorbsi.
Faktor faktor seperti luas permukaan dinding usus, kecepatan penggosongan
lambung, pergerakan saluran cerna dan aliran darah ke tempat absorbsi, semuanya
mempengaruhi laju dan jumlah absorbsi obat.
(Shargel 2005, Hal. 137)
Tujuan terapi obat adalah mencegah, menyembuhkan atau mengendalikan
berbagai keadaan penyakit. Untuk mencapai itu, dosis obat yang cukup luas harus di
sampaikan kepada jaringan target sehingga kadar terapeutik (tetap tidak toksik)
didapatkan. Oleh karena itu harus mengetahui kecepatan kerja obat, besarnya efek
obat dengan lamanya kerja obat yang di kontrol oleh tiga proses dasar gerakan dan
modifikasi obat di dalam tubuh.
Pertama, absorbsi obat dari tempat pemberian obat memungkinkan masuknya
obat tersebut (secara langsung/tidak langsung) ke dalam plasma.
Kedua, obat tersebut kemudian bisa secara reversibel meninggalkan aliran
darah dan menyebar ke dalam cairan interkisial dan intersekuker (distribusi).
Ketiga, obat tsb bisa di metabolisme oleh hati,ginjal/jaringan lainnya.
Akhirnya obat dan metabolitnya di eliminasi dari tubuh di dalam urine, empedu, atau
tinja.
Rute pemberian obat ditentukan oleh sifat obat dan oleh tujuan terapi,
keinginan akan suatu cara kerja obat yang cepat atau kebutuhan akan pemberian
jangka panjang terdapat 2 rute pemberian obat yang utama enteral dan parenteral.

A. Enteral
1. Oral
Memberikan suatu obat melalui mulut adalah cara pemberian obat yang
paling sering digunakan tapi juga paling bervariasi dan menentukan jalan
yang paling rumit untuk mencapai jaringan. Kebanyakan obat diabsorpsi
dari saluran cerna dan masuk ke hati sebelum disebarkan ke sirkulasi umum.
2. Sublingual
Penempatan di bawah lidah, memungkinkan obat tersebut berdifusi ke
dalam anyaman kapiler dan karena itu secara langsung masuk ke dalam
sirkulasi sistemik. Pemberian ini tidak diinaktifkan oleh metabolisme.
3. Rectal
Rute sublingual dan rectal mempunyai keuntungan tambahan yaitu
mencegah penghancuran obat oleh enzim usus dengan pH rendah di dalam
lambung. Rute rectal juga berguna jika obat menginduksi muntah ketika
diberikaan secara oral atau jika penderita sedang muntah-muntah.
(Mary J. Mycek, hal 2901)
B. Parenteral
1. Subkutan (s.c)
Dilakukan unuk obat-obat yang tidak menyebabkan rasa sakit hebat,
nekrosis dan pengelupasan kulit.
2. Intravasikuler (i.v)
Cara pemberian parenteral yang paling sering dilakukan untuk obat yang
tidak di absorbsi secara oral. Dengan pemberian i.v obat menghindari
saluran cerna dan oleh karena itu menghindari metabolisme pada hati.
3. Intramuscular (i.m)
Obat-obat yang larut di dalam air akan di absorpsi dengan cepat setelah
penyuntikan i.m, tergantung dari banyaknya aliran darah ke tempat suntikan.
4. Intraanterial
Kadang-kadang obat disuntikkan ke dalam sebuah arteri untuk mendapatkan
efek yang terlokalisir pada jaringan atau alat tubuh tertentu.
5. Intraperitonial (i.p)
Rongga peritorium mempunyai permukaan absorpsi yang sangat luas
sehingga obat dapat masuk ke sirkulasi sistemik secara cepat.
( James Olson, 2004)
Untuk mencapai efek farmakologi sesuai yang di inginkan, obat di berikan
dengan berbagai macam cara. Cara pemberian obat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya bentuk sediaan. Bentuk sediaan akan menentukan bagaimana cara

pemberian obat apakah melalui oral, intra vena, intra muscular maupun intra
peritonial.
Masingmasing cara pemberian obat mempunyai keuntungan dan manfaat
tertentu. Suatu senyawa obat mungkin efektif bila di berikan dengan cara lain.
Perbedaan ini salah satunya di sebabkan dan adanya perbedaan dalam hal kecepatan
absorbsi dari berbagai cara pemberian,yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap
efek dan aktivitas farmakologinya.
( James Olson,2004 )
Waktu yang diperlukan suatu obat mulai dari diberikan sampai menimbulkan
efek meliputi:
a. Onset
Adalah waktu yang diperlukan mulai dari obat diberikan sampai dengan obat
menimbulkan efek.
b. Durasi
Adalah waktu yang diperlukan mulai dari obat menimbulkan efek sampai dengan
obat tersebut tidak berefek lagi.
(Tim Farmakologi-Toksikologi, 2013)

ANALISIS BAHAN
Luminal ( golongan Barbiturat)
- SIFAT KIMIA:
Barbiturat merupakan derivate asam barbiturate (2,4,6 trioksoheksahidropirimidin). Rumus kimianya sebagai berikut:
H

O
N3 C

O=C

C2H5
C

NC
H

C6H6
O

FARMAKODINAMIK
Susunan Saraf Pusat

Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai,
mulai dari sedasi, hypnosis, berbagai tingkat anesthesia, koma, sampai
kematian.Barbiturat tidak dapat mengurangi rasa nyeri tanpa disertai hilangnya
kesadaran, dan dosis kecil barbiturat dapat meningkatkan reaksi terhadap
rangsangan nyeri. Pada beberapa individu, dan dalam keadaan tertentu,
misalnya adanya rasa sakit, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan
malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal ini mungkin
disebabkan adanya depresi pusat penghambatan.
Efek Pada Tingkatan Tidur
Efek hipnotik barbiturat meningkatkan total lama tidur dan mempengaruhi
tingkatan tidur yang bergantung kepada dosis.
Toleransi
Toleransi terhadap barbiturate dapat terjadi secara farmakodinamik maupun
secara farmakokinetik. Toleransi farmakodinamik berperan dalam penurunan
efek, dan berlangsung lebih lama daripada toleransi farmakokinetik. Toleransi
terhadap efek sedasi dan hipnosisterjadi lebih segera dan lebih kuat daripada
efek antikonvulsi.

Pernapasan
Barbiturat menyebabkan depresi napas yang sebanding dengan besarnya dosis.
Pemberian barbiturat dosis sedative hamper tidak berpengaruh terhadap
pernapasan, sedangkan dosis hipnotik oral menyebabkan pengurangan frekuensi
dan amplitudo napas, ventilasi alveoli sedikit berkurang, sesuai dengan keadaan
tidur fisiologis.
-

FARMAKOKINETIK
Hipnotik-sedatif barbiturat yang biasanya diberikan secara oral diarbsorbsi
cepat dan sempurna. Barbiturat bentuk garam natriumnya diabsorbsi lebih cepat
daripada bentuk asam bebasnya, terutama bila diberikan sebagai sediaan cair.
Mula kerja bervariasi antar 10 60 menit, bergantung kepada zat serta bentuk

formulasinya, dan dihambat oleh adanya makanan di lambung. Secara suntikan


IV, barbiturat digunakan untuk mengatasi status epilepsi, dan menginduksi serta
mempertahankan anestesi umum.
Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat lewat plasenta. Barbiturat yang
sangat larut lemak, yang duigunakan sebagai penginduksi anestesi, misalnya
thiopental dan metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di
jaringan lemak dan otot. Hal ini menyebabkan penurunan kadarnya dalam plasma
dan otak secara cepat, menyebabkan pasien sadar dalam waktu 5 15 menit
setelah penyuntik dengan dosis anestetik. Setelah depot lemak jenuh, terjadi
redistribusi ke aliran sistemik, akibatnya pemulihan setelah pemberian barbiturat
sangat larut lemak memerlukan waktu yang lama.
Kecuali barbiturat yang kurang larut lemak, seperti aprobarbital dan
fenobarbital, barbiturat dimetabolisme dan atau dikonjugasi hamper sempurna di
hati sebelum dieksresikan lewat ginjal. Oksidasi gugusan pada atom C-5
merupakan metabolisme yang terutama menghentikan aktivitas biologisnya.
Oksidasi tersebut menyebabkan terbentuknya alcohol, keton, fenol atau asam
karboksilat, yang dieksresikan dalam urine sebagai obat bebas atau konjugatnya
dengan glukoronat.
(Farmakologi dan Terapi ed V, hal148-150)

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Spuit injeksi dan jarum ( ml)
b. Sonde ( ml)
c. Stopwatch
d. Beaker glass
e. Labu takar
f. Timbangan
2. Bahan
a. Luminal
b. Gliserin
c. Air panas
3. Hewan uji
a. Mencit jantan

D. SKEMA KERJA
Setiap kelompok besar dibagi menjadi 6 kelompok kecil
Masing-masing kelompok mendapatkan 5 ekor mencit
Di puasakan selama 12 16 jam

Di timbang berat badan mencit satu per satu, lalu di hitung volume
luminal yang akan diberikan dengan dosis 80 mg/kgBB

Diberikan ke mencit sesuai dengan volume pemberian, secara:

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Kelompok 4

Oral
Subkutan
Intramuskular
Intraperitoneal
dimasukkan
dimasukkan
dimasukkan ke
dimasukkan
melalui mulut
melalui bawah
dalam otot
melalui rongga
menggunakan
kulit pada
gluteus pada
perut mencit
sonde
tengkuk mencit
kaki mencit
menggunakan
Diamati dan dihasilnya
catat waktu
pemberian
obat, waktu
reflek balik
Dibandingkan
dengan
menggunakan
uji analisa
varianbadan
pola
menggunakan
menggunakan
jarum suntik
hilang
dan kembali,
dan righting
searah
dengan
taraf kepercayaan
95%
Di hitung onset dan
durasi
waktu tidur dari
masing
masing kelompok
jarum
suntik
jarum
suntik

E. DATA PENGAMATAN

KELOMPOK

Per oral

Subcutan

Intramuskular

NO.

REFLEK HILANG
KEMBALI
HEWAN PEMBERIAN HILANG
1
08.01
09.02
13.00
2
07.55
09.22
13.00

ONSET

DURASI

61

238

87

218

07.57

09.25

13.00

98

215

08.17

09.55

13.00

98

185

08.11

12.06

13.00

235

54

07.48

09.38

14.00

110

262

07.56

09.50

14.00

114

250

08.04

09.28

14.00

84

272

08.07

09.41

14.00

94

259

08.12

08.55

14.00

43

305

07.44

09.33

13.00

109

207

07.55

08.28

13.00

33

272

Intraperitoneal

07.52

08.44

13.00

52

256

07.57

08.22

13.00

26

277

07.58

08.27

13.00

29

273

07.57

09.52

13.00

115

188

08.01

08.22

13.00

21

278

08.07

08.55

13.00

48

245

08.12

08.36

13.00

24

264

08.16

09.00

13.00

44

240

F. PERHITUNGAN

PERHITUNGAN ANAVA
Perhitungan Anava Percobaan I Kelompok L
o

ONSET

P.O
61

S.C
110

I.M
109

I.P
115

87

114

33

21

98

84

52

48

98

94

26

24

43
= 5

29

44
= 5

235
n

=5

=5

x = 579

x = 445

x = 249

x = 252

x2 = 85723

x2 = 42837

x2 = 17191

x2 = 18482

x = 115,8
x T

x = 89
x = 49,8
= x1 + x2 + x3 + x4

= 1525
2

x2 T = x12 + x22 + x3 + x42


= 164233
N

= n1 + n2 + n3 + n4
= 5+5+5+5

x = 50,4

= 20
a.) Jumlah Kuadrat Keseluruhan
x2t= x2 T

( x 2 t) 2
N

= 164233
= 47951,75
b.) Jumlah Kuadrat Antar Kelompok
x2 b =

( x1) 2 ( x2) 2 ( x3) 2 ( x4) 2 ( x T) 2

n1
n2
n3
n4
N

=`
= 15472,95
c.) Jumlah Kuadrat Dalam Kelompok
x2 W = x2 t - x2 b
= 47951,75 - 15472,95
= 32478,8
d.) RJK Antar Kelompok
x2b = 15472,95
(K-1)

(4-1)
= 5157,65

e.) RJK Dalam Kelompok


x2W = 32478,8
(N-K)

= 2029,925

(20-4)

f.) F Hitung
RJK Antar Kelompok
RJK Dalam Kelompok

= 5157,65 = 2,54
2029,925
K-1
41=3

F Tabel Daftar I

N-K (20-4)=16

3,63

F Hitung (2,54) < F Tabel (3,63)


Tidak ada perbedaan antar kelompok
DURASI

o
P.O
238

S.C
262

I.M
207

188

218

250

272

278

215

272

256

245

185

259

277

264

305
= 5

273

240
n = 5

54
n

=5

=5

I.P

x = 910

x = 1348

x = 1285

x = 1215

x2 = 187534

x2 = 365234

x2 = 333627

x2 = 299,949

x = 257

x = 243

x = 182
x T

x = 269,6
= x1 + x2 + x3 + x4

= 4758
2

x2 T = x12 + x22 + x3 + x42


= 886694,949
N

= n1 + n2 + n3 + n4
= 5+5+5+5
= 20

a.) Jumlah Kuadrat Keseluruhan


x2t= x2 T

( x 2 t) 2
N

= 886694,949
= - 245233,251
b.) Jumlah Kuadrat Antar Kelompok
x2 b

( x1) 2 ( x2) 2 ( x3) 2 ( x4) 2 ( x T) 2

n1
n2
n3
n4
N

= 22602,6
c.) Jumlah Kuadrat Dalam Kelompok
x2 W = x2 t - x2 b
= - 245233,251 22602,6
= - 267835,851
d.) RJK Antar Kelompok
x2b

= 22602,6 = 7534,2

(K-1)

(4-1)

e.) RJK Dalam Kelompok


x2W = -267835,851
(N-K)

= - 16739,74

(20-4)

f.) F Hitung
RJK Antar Kelompok
RJK Dalam Kelompok

= 7534,2

= -0,45

-16739,74

K-1
41=3

F Tabel Daftar I

N-K (20-4)=16

3,63

F Hitung (-0,45) < F Tabel (3,63)


Tidak ada perbedaan antar kelompok
G. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini mempalajari tentang pengaruh cara pemberian obat terhadap
absorpsi obat dalam tubuh (dalam hal ini pada tubuh hewan uji). Obat yang
digunakan adalah luminal karena mempunyai efek sedatif sehingga lebih mudah
untuk diamati. Mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses metabolisme dalam
tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek
pengamatan. Sebelum mencit tersebut diberikan obat, mencit itu dipuasakan selama
12-16 jam dengan catatan boleh diberi minum sepuasnya. Mencit tersebut

dipuasakan terlebih dahulu dengan tujuan agar tidak ada pengaruh makanan pada
saat pemberian obat.
Pemberian obat pada hewan uji yaitu pertama melalui cara oral, subkutan,
intramuscular, dan intraperitoneal. Dengan cara oral (pemberian obat melalui mulut
masuk ke saluran intestinal) digunakan jarum injeksi yang berujung tumpul ( sonde )
agar tidak membahayakan bagi hewan uji. Kedua, pemberian obat dilakukan dengan
cara subkutan (cara injeksi obat melalui tengkuk hewan uji tepatnya injeksi
dilakukan dibawah kulit). Ketiga dengan cara intramuscular yaitu dengan
menyuntikkan obat pada daerah yang berotot seperti paha bagian dalam. Yang
keempat atau yang terakhir adalah dengan cara intraperitoneal (injeksi yang
dilakukan pada rongga perut. Cara ini jarang digunakan karena rentan menyebabkan
infeksi).
Dosis obat yang diberikan yaitu 80 mg/kgBB hewan uji. Untuk stock larutan d
Untuk injeksi intramuscular menggunakan larutan i gunakan injeksi luminal dengan
konsentrasi 50 mg/ ml. Karena hasil perhitungan volume pemberian pada masingmasing mencit terlalu kecil, maka dilakukan pengenceran pada sampel sebanyak 10
kalinya menjadi konsentrasi 5 mg/ ml.
Dari hasil pengamatan kelompok-kelompok, diperoleh onset dan durasi yang
berbeda. Onset merupakan waktu mulai timbulnya efek setelah pemberian obat.
Durasi adalah waktu lamanya efek sampai efek obat tersebut hilang.
Dari pengamatan semua kelompok, berdasarkan onsetnya, cara pemberian dari
waktu yang tercepat sampai yang paling lambat adalah injeksi dengan pemberian
intramuscular, intraperitoneal, subcutan, dan peroral. Akan tetapi secara teorinya
pemberian obat secara intraperitoneal itu memiliki onset yang tercepat karena di
dalam rongga perut memiliki banyak pembuluh darah sehingga obat langsung masuk
ke dalam sirkulasi sistemik,sedangkan bila cara per oral membutuhkan waktu yang
lama karena ada obat-obat yang tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian
akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di
dinding usus dan atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut
(metabolisme atau eliminasi lintas pertama) sehingga membutuhkan waktu yang
lama untuk mencapai efeknya. Praktikum yang kami lakukan, urutan kecepatan
onset tidak sesuai dengan teorinya. Hal ini disebabkan karena cara pemberian obat

dengan intraperitoneal itu tidak tepat masuk pada bagian rongga perut atau saluran
sistemik melainkan hanya sampai ke jaringan bawah kulit,
Kemudian dari pengamatan semua kelompok, berdasarkan durasinya, cara
pemberian yang memiliki waktu dari paling cepat ke lambat adalah peroral,
intraperitonial, intramuskular dan subkutan. Dalam praktikum ini, urutan waktu
durasinya sesuai dengan teorinya. Cara peroral durasinya paling cepat karena
prosesnya melewati saluran pencernaan untuk mencapai sirkulasi sitemik waktunya
lebih lama dan jumlah obat yang di absorpsi sedikit sehingga waktu durasinya cepat.
Selain itu juga dikarenakan pada pemberian per oral mengalami proses metabolisme.
Dalam proses metabolisme terjadi proses pengubahan zat aktif menjadi inaktif
sehingga zat aktifnya berkurang dan efek yang dihasilkan semakin sedikit. Cara
intaperitonial dan intramuscular faktor penghalangnya sedikit karena obat langsung
memasuki saluran sistemik sehingga waktu durasinya lebih lama dari peroral. Durasi
yang paling lama dari cara pemberian tersebut adalah subkutan. Ini disebabkan
karena di bawah kulit terdapat banyak lemak,ini juga berhubungan dengan sifat
luminal yang lipofil sehingga luminal akan mudah berikatan dengan lemak yang
mengakibatkan obat tersimpan lebih lama dalam jaringan. Dalam praktikum ini,cara
pemberian intra intraperitonial dan subcutan durasinya sesuai teori.
Pada praktikum ini ada mencit yang mengalami redistribusi yaitu perpindahan
obat antara kompartemen sentral dengan kompartemen perifer secara relatif lebih
cepat dari pada kecepatan eliminasi obat dimana terjadi perpindahan yang cepat dari
plasma ke jaringan jaringan sehingga dengan cepat menurunkan konsentrasi obat
dalam plasma.mencit bangun karena perpindahan obat ke jaringan terjadi lebih cepat
yang berakibat konsentrasi obat menurun. Setelah itu mencit tidur lagi, kemungkinan
karena masih ada obat yang bisa menimbulkan efek lagi.
Mekanisme kerja obat luminal yaitu menghambat kejang kemungkinan
melibatkan potensiasi penghambatan sinaps melalui suatu kerja pada reseptor
GABA, rekaman intra sel neuron korteks atau spinalis kordata mencit menunjukkan
bahwa luminal meningkatkan respon terhadap GABA. Efek ini telah teramati pada
konsentrasi luminal yang sesuai secara terapetik. Analisis saluran tunggal pada
outpatch bagian luar yang di isolasi dari neuron spinalis kordata mencit
menunjukkan bahwa luminal meningkatkan arus yang di perantarai reseptor GABA

dengan meningkatkan durasi ledakan arus yang di perantarai reseptor GABA tanpa
merubah frekuensi ledakan. Pada kadar yang melebihi konsentrasi terapeutik,
luminal juga membatasi perangsangan berulang terus menerus, ini mendasari
beberapa efek kejang luminal pada konsentrasi yang lebih tinggi yang tercapai
selama terapi status epileptikus.
Efek samping dari penggunaan obat luminal yaitu efek sedasi (sedatif hipnotika
yang menekan SSP) yakni pusing, mengantuk, ataksia (berkurangnya koordinasi otot
saat bergerak), alergi kulit. Untuk mengurangi efek samping dapat dikombinasi
dengan obat lain. Jika digunakan dengan dosis yang lebih besar akan terjadi koma,
depresi pernafasan dan kematian. Apabila diberikan secara berulang untuk waktu
yang lama akan menimbulkan ketergantungan dan ketagihan.
Dari data yang diperoleh, setelah dilakukan perhitungan onset dan durasi,
dilakukan analisa data dengan uji anava 1 jalan. Menghasilkan F hitung < F tabel
pada uji terhadap onset, ini berarti menunjukkan tidak ada perbedaan rata-rata antar
kelompok dari masing-masing pemberian. Sedangkan untuk perhitungan terhadap
durasi F hitung < F tabel hal ini berarti menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
rata-rata antara cara pemberian obat secara intra peritonial, intra muskular, subcutan,
dan peroral.
H. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum diatas dapat disimpulkan bahwa cara pemberian dapat
mempengaruhi absorbsi suatu obat.
Onset paling cepat ,yaitu :
1.
2.
3.
4.

Intramuskular
Intraperitoneal
Subcutan
Peroral

Durasi paling cepat yaitu :


1.
Peroral
2.
Intraperitoneal
3.
Intramuskular
4.
Subkutan
Dari praktikum tersebut tidak terdapat perbedaan signifikan mengenai onset dan
durasi suatu obat dengan berbagai macam cara pemberian.Hal tersebut dibuktikan
I.

dengan anava satu jalan diman F hitung F tabel.


PERTANYAAN

1.

Karakteristik lingkungan fisiologi, anatomi, dan biokimiawi.


Contoh :
Perbedaan luas permukaan tubuh
Orang yang memiliki luas permukaan tubuh yang luas 9gemuk), untuk
obat yang memiliki sifatlisofil lebih cepat diabsorpsi oleh orang yang
memiliki luas permukaan tubuh yang luas karena memiliki jumlah lemak

yang lebih banyak dibandingkan orang yang kurus.


Luas permukaan organ absorpsi
Obat yang diabsorpsi pada dua tempat yaitu lambung dan usus-usus
memiliki permukaan yang kaya akan mikrovili dan luasnya 1000x luas

permukaan lambung, jadi absorpsi di usus lebih efisien.


Enzim
Enzim bersifat menguraikan suatu senyawa agar dapat diabsorpsi oleh tubuh.
2.

Uraikan secara terperinci kondisi-kondisi penerimaan obat yang menentukan


rute pemberian obat yang dipilih!
Bila diinginkan kerja yang cepat maka dipilih cara pemberian yang pada cara
ini periode laten antara waktu pemberian dan munculnya kerja singkat yaitu
dengan meniadakan absorbs obat missal dengan penyuntikan intravena dan
inhalasi. Selain itu pada pasien yang tidak sadar atau pasien dengan gangguan
lambung/usus, rute pemberian oral kurang cocok sehingga dipilih parenteral
missal iv, im, ip. Tetapi pada pasien yang ketakutan akan penyuntikan atau pada
anak-anak pemberian secara parenteral harus dihindari. Sedangkan bila
diinginkan kerja yang tertunda umumnya yang mungkin ialah bentuk pemberian
yang melalui absorbs yaitu suatu pemakaian terarah, missal dengan peroral. Tapi
perlu diperhatikan pemakaian terarah, missal per oral tidak boleh diberikan pada
pasien dalam kondisi pingsan karena terdapat banyak pernapasan akibat tidak

3.

adanya reflex menelan.


Sebutkan 3contoh dimana sifat obat menentukan cara pemberiannya!
a. Kelarutan
Suatu obat memiliki sifat / karaktristik kelarutan yang berbeda-beda :
Untuk obat yang mudah larut daam air maka dapat dibuat sediaan peroral
dan parenteral, contoh : larutan dan injeksi.
Untuk obat yang digunakan dengan injeksi biasanya digunakan dalam
bentuk garamnya, tetapi bila tidak ditemukan dalam bentuk garamnya maka
obat tersebut hanya dapat digunakan secara peroral.
Untuk obat yang tidak larut dalam air maka hanya dapat dibuat dalam
sediaan peroral, contoh : suspensi, emulsi
b. Stabilitas Obat

Contoh : Amoksisilin dry syrup


Amoksisilin lebih stabil dalam keadaan kering, tetapi untuk beberapa
kasus misalnya amoksisilin yang akan diberikan kepada pasien anak-anak
biasanya berupa syrup. Maka untuk kasus ini, beberapa sediaan amoksisilin
dibuat dalam bentuk syrup dengan cara sirup dibuat dalam keadaan kering
(dry syrup) untuk menjaga agar kestabilan obat tetap terjaga pada proses
penyimpanan dan dibuat dalam bentuk syrup pada saat obat diberikan kepada
pasien dengan menambahkan air sampai batas kalibrasi.
c. Pengaruh lintas pertama(first pass effect)
Senyawa-senyawa atau obat yang pengaruh lintas pertamanya relative
besar misalnya propanolol,kemoterapeutika,nitrofurantoin dan khususnya obat
penyakit koroner akan diberikan perlingual karena tidak hanya timbulnya kerja
yang lebih cepat melainkan juga karena pengaruh litas pertamanya.
d. Sifat dasar fisik obat
Obat dapat berbentuk padat dalam suhu ruang ( misal: aspirin, atropine)
atau dalam bentuk gas (missal: nitrous oxide ). Faktor ini sering menentukan
rute pemberian terbaik,sebagai contoh ada beberapa obat cair yang mudah
menguap sehingga rute pemberian yang paling cocok adalah cara inhalasi
(contoh: halotan).
Sebutkan implikasi- implikasi praktis dari rute pemberian obat (umpamanya

4.

persyaratan sediaan farmasi yang diberikan rute tertentu, dosis obat jika dipilih
rute pemberian tertentu dsb )!
i.

Per oral : obat diberikan melalui mulut, masuk ke lambung(obat secara peroral
harus tahan asam lambung). Dari lambung, obat harus mampu menembus
dinding usus menuju peredaran darah dan akhirnya mencapai tempat reseptor

ii.

Intramuscular : obat disuntikkan ke dalam otot gluteus maximus menuju limfe,


lalu aliran darah sampai akhirnya menuju tempat reseptor.

iii.

Intra peritoneal : obat disuntikkan ke rongga perut masuk ke dalam lambung,


diabsorbsi oleh darah menuju tempat reseptor.

iv.

Subcutan : obat disuntikkan masuk ke dalam kulit, menuju sirkulasi darah.

biotransforma
si
Ikata
n
prote
in

resorp
si
limf
e

i.m

Ikata
n
orga
n
lema
k

c.
ekst
rase
l

disribu
si
c.
intra
selk

cc
s
Injeksi
i.v

ob
at

Sirkul
asi
darah

oral
La
mbu
ng

ekskre
si

us
us
TINJA

me
taboli
t
siklus
enterohepatik
melalui empedu

DAFTAR PUSTAKA

tem
pat
kerj
a

resopsi
tubuli

ha
ti

ginj
al

AIR SENI

You might also like