Professional Documents
Culture Documents
RESUSITASI NEONATUS
Disusun Oleh :
Tohari Masidi Amin 2011730165
Pembimbing : dr. Eni Rahmawati, Sp.A
RESUSITASI NEONATUS
PENDAHULUAN
Pada masa transisi dari janin ke neonatus beberapa bayi membutuhkan intervensi dan
resusitasi. Kira-kira 10% bayi baru lahir memerlukan bantuan untuk memulai pernafasan saat
lahir dan kurang lebih 1% memerlukan resusitasi yang ekstensif (lengkap) untuk kelangsungan
hidupnya. Sebaliknya sekitar 90% bayi baru lahir mengalami transisi dari kehidupan intrauterine
ke ekstrauterine tanpa masalah. Sedangkan menurut Wall, dkk., dari sekitar 130-136 juta
kelahiran di dunia, diperkirakan sekitar 5-10% kelahiran memerlukan langkah awal dan bantuan
ventilasi, dan sekita 1%membutuhkan resusitasi lanjut berupa intubasi, kompresi dada dan obatobatan.
Menurut WHO asfiksia perinatal merupakan masalah yang menyebabkan tinggginya
tingkat mordibilitas dan mortalitas pada neonatus, diperkirakan insidensinya sekitar 4-9 juta
kasus dari 130 juta kelahiran. Satu juta diantaranya meningggal, satu juta lainnya mengalami
palsi serebral, epilepsy, retardasi mental dan defek sensoris.
Bayi yang membutuhkan resusitasi saat lahir memiliki resiko untuk mengalami
perburukan kembali wallaupun telah tercapai tanda vital yang normal. Ketika ventilasi dan
sirkulasi yang adekuat telah tercapai, bayi harus dipantau atau ditransfer ke tempat yang dapat
dilakukan monitoring penuh dan dapat dilakukan tindakan antisipasi. Pada refreshing ini akan
dibahas mengenai resusitasi neonatus.
DEFINISI
Resusitasi secara harfiah adalah pengembalian kembali ke kehidupan. Resusitasi adalah
memulihkan seseorang yang tampaknya mati pada kehidupan atau kesadaran, tindakan ini
meliputi pernapasan buatan dan masase jantung (Kamus Kedokteran Dorland). Resusitasi
neonatus adalah usaha untuk mengakhiri asfiksia dengan memberikan oksigenasi yang adekuat.
Sedangkan menurut Lee, dkk., resusitasi neonatus adalah serangkaian intervensi saat kelahiran
untuk mengadakan usaha nafas dan sirkulasi yang adekuat.
PERSIAPAN ALAT
atau 250 mL
Natrium bikarbonat 4,2% (5mEq/10mL) ampul 10mL
Nalokson hidroklorida 0,4 mg/mL ampul 1 mL atau 1,0 mg/mL ampul 2 mL
Dextrose 10%, 250 mL
Pipa orogastrik, 5F (pilihan)
Kateter umbilikal
Sarung tangan steril
Scalpel/gunting
Larutan yodium
Plester umbilikal
perawatan
Paling sedikit satu tenaga siap di kamar bersalin yang terampil dalam melakukan
resusitasi bayi baru lahir dan dua tenaga lainnya untuk membantu dalam keadaan
resusitasi darurat
Ya
Perawatan rutin :
Pastikan bayi tetap hangat
Keringkan bayi
tida
k
Langkah awal (nyalakan
pencatat waktu)
Pastikan bayi
tetap hangat
Atur posisi dan
bersihkan jalan
nafas
Keringkan dan
stimulasi
Posisikan kembali
Tidak
bernapas/megapmegap, dan Atau
LDJ < 100x/menit
Ventilasi
Tekanan Positif
(VTP)
Pemantauan
SpO2
Bernapas spontan
Distres napas
(takipnu, retraksi,
atau merintih)
Sianosis sentral
persisten tanpa
distress napas
Continuous
positive airway
pressure (CPAP)
Pertimbangkan
suplementasi
oksigen
PEEP 5-8
cmH2O
Bila LDJ tetap
< 100x/menit
Pengembangan dada
adekuat?
Pemantauan
SpO2
Pemantauan
Gagal CPAP
SpO2
PEEP 8cmH2O
Keterangan :
Dengan distress
napas
Dada mengembang
adekuat namun LDJ
< 60x/menit
Pertimbangakn
intubasi
Tanpa alat
lanjutkan ke
perawatan
observasi
Pertimbangkan
intubasi
Bila dada tidak
mengembang
adekuat Evaluasi :
Posisi kepala
bayi
Dengan alat
Lanjutkan ke
perawatan
paska-resusitasi
Obstruksi
jalan napas
Kebocoran
sungkup
Rekomendasi resusitasi bayi baru lahir menurut consensus ILCOR 2010 yaitu:
Tindakan resusitasi selanjutnya setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan
dua tanda vital, yaitu frekuensi denyut jantung dan pernafasan. Oksimetri digunakan untk
Penjepitan tali pusat harus di tunda sedikitnya 1 menit unutk bayi yang tidak
membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup untuk merekomendasikan lama waktu
penjepitan tali pusat pada bayi yang memerlukan resusitasi.
Rekomendasi AHA (2010) menyatakan bahwa kita dapat melakukan penilaian cepat pada bayi
baru lahir, yaitu memutuskan seorang bayi memerlukan resusitasi atau tidak berdasarkan tiga
karakteristik berikut:
1. Cukup bulan?
2. Menangis atau bernafas?
3. Tonus otot baik?
Sedangkan rekomendasi IDAI 2013 menyatakan bahwa kita dapat melakukan penilaian cepat
pada bayi baru lahir, yaitu memutuskan seorang bayi memerlukan resusitasi atau tidak
berdasarkan tiga karakteristik berikut:
1. Menangis atau bernafas?
2. Tonus otot baik?
Jika jawaban untuk semua pertanyaan tersebut adalah ya, maka bayi memerlukan perawatan
rutin, tidak memerlukan resusitasi dan tidak boleh dipisahkan dari ibunya. Bayi diberikan
kehangatan, diposisikan kontak kulit dengan kulit pada ibu, dan diselimuti dengan linen kering
untuk mempertahankan temperature. Selanjutnya tenaga kesehatan tetap melanjutan pemantauan
tanda-tanda bahaya bayi baru lahir.
Jika ada jawaban tidak dari semua pertanyaan itu, maka langkah yang harus dikerjakan brikutnya
secara umum serupa dengan rekomendasi oleh ILCOR, AHA dan AAP, yaitu dilakukan satu atau
lebih tindakan secara berurutan di bawah ini:
A. Langkah awal resusitasi: memberikan kehangatan, membersihkan jalan nafas jika
diperlukan, mengeringkan dan memberikan stimulasi.
B. Ventilasi
C. Kompresi dada
D. Pemberian epinefrin dan atau cairan penambah volume
Waktu 60 detik (the golden minute) diberikan untuk melengkapi langkah awal, menilai kembali,
dan memulai ventilasi.
Keputusan petugas resusitasi untuk melanjutkan dari satu langkah ke langkah lainnya adalah
berdasarkan evaluasi tanda vital, yaitu denyut jantung dan pernafasan. Petugas resusitasi maju
kelangkah berikutnya jika langkah sebelumnya sudah dikerjakan dengan baik. Berikut adalah
penjelasan untuk tiap-tiap langkah tersebut diatas:
A.
Langkah awal
Langkah awal untuk memulai resusitasi meliputi mengurangi pengeluaran panas, memposisikan
kepala pada sniffing position untuk membuka jalan nafas, membersihkan jalan nafas,
mengeringkan dan memberikan rangsangan, dan memposisikan kembali.
1. Menghangatkan
Termoregulasi merupakan aspek penting dari langkah awal resusitasi. Hal ini dapat dilakukan
dengan meletakkan neonatus di bawah radiant warmer. Sebaiknya bayi yang diletakkan di
bawah radiant warmer dibiarkan tidak berpakaian agar dapat diobservasi dengan baik serta
mencegah terjadinya hipertermi. Bayi yang dengan berat kurang dari 1500 gram, mempunyai
risiko tinggi terjadinya hipotermi. Untuk itu, sebaiknya bayi tersebut dibungkus dengan plastik,
selain diletakkan di bawah radiant warmer. Tujuan dari resusitasi neonatus yaitu untuk mencapai
normotermi dengan cara memantau suhu, sehingga tidak terjadi hipertermi iatrogenik.2,7,10
dibersihkan. Jika tidak ada mekonium, jalan nafas dapat dibersihkan dengan hanya menyeka
hidung dan mulut dengan handuk, atau dapat dilakukan suction dengan menggunakan bulb
syringe atau suction catheter jika diperlukan. Sebaiknya dilakukan suction terhadap mulut lebih
dahulu sebelum suction pada hidung, untuk memastikan tidak terdapat sesuatu di dalam rongga
mulut yang dapat menyebabkan aspirasi. Selain itu, perlu dihindari tindakan suction yang terlalu
kuat dan dalam karena dapat menyebabkan terjadinya refleks vagal yang menyebabkan
bradikardi dan apneu. 2,7
sniffing position
source : http://www.cgmh.org.tw/intr/intr5/c6700/N%20teaching/Neonatal%20Resuscitation
%20Supplies%20and%20Equipment.html//
Jika terdapat mekonium tetapi bayinya bugar, yang ditandai dengan laju nadi lebih dari
100 kali per menit, usaha nafas dan tonus otot yang baik, lakukan suction pada mulut dan
hidung dengan bulb syringe ( balon penghisap ) atau kateter penghisap besar jika diperlukan. 5,7
Pneumonia aspirasi yang berat merupakan hasil dari aspirasi mekonium saat proses
persalinan atau saat dilakukan resusitasi. Oleh karena itu, jika bayi menunjukan usaha nafas
yang buruk, tonus otot yang melemah, dan laju nadi kurang dari 100 kali per menit, perlu
dilakukan suction langsung pada trachea dan harus dilakukan secepatnya setelah lahir. Hal ini
dapat dilakukan dengan laringoskopi langsung dan memasukan kateter penghisap ukuran 12
French (F) atau 14 F untuk membersihkan mulut dan faring posterior, dilanjutkan dengan
memasukkan endotracheal tube, kemudian dilakukan suction. Langkah ini diulangi hingga
keberadaan mekonium sangat minimal. 5,6,7
Source : http://www.firstaidmonster.com/popup_image.php/pID/7122
sumber:
http://healthprofessions.missouri.edu/cpd/RT/CRCE/nrpinfo.php
Sumber : http://journal.medscape.com/content/1999/00/43/71/437101/437101_fig.html
masalah akibat kekurangan oksigen. Frekuensi jantung akan mulai menurun pada saat bayi
mengalami apnu primer , tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder.7
sumber : http://www.fac.org.ar/scvc/llave/epi/niermeye/nierf3.gif
sumber : http://healthprofessions.missouri.edu/cpd/RT/CRCE/nrpinfo.php
Penilaian warna kulit dapat dilakukan dengan memperhatikan bibir dan batang tubuh bayi untuk
menilai ada tidaknya sianosis sentral. Sianosis sentral menandakan terjadinya hipoksemia,
sehingga perlu diberikan oksigen tambahan. Jika masih terjadi sianosis setelah diberikan oksigen
tambahan, ventilasi tekanan positif perlu dilakukan, bahkan dengan laju nadi lebih dari 100 kali
per menit. Jika sianosis sentral masih terjadi dengan ventilasi tekanan positif yang adekuat, perlu
dipikirkan adanya penyakit jantung bawaan atau adanya hipertensi pulmoner yang persisten.
asfiksi secara potensial dapat mengurangi luka akibat akumulasi dari oksigen
radikal.
3.
Selain itu hiperoksia memperlambat aliran darah pada bayi aterm maupun preterm
dan pemberian oksigen 100% saat persalinan dapat menyebabkan penurunan
aliran darah jangka panjang pada bayi preterm. Pada penelitian tersebut
didapatkan bahwa mortalitas neonatus lebih rendah pada penggunaan oksigen
21% daripada oksigen 100% ( 5,8 % dan 9,5% ) dan pada neonatus preterm juga
berlaku hal yang sama yaitu mortalitas pada penggunaan oksigen 21% lebih
rendah daripada oksigen 100% ( 21 % dan 35 % ). Hal ini menunjukkan resusitasi
menggunakan oksigen 21% ( udara ruangan) tampaknya potensial sebagai strategi
untuk menurunkan mortalitas neonatus bahkan pada neonatus preterm. Ini dapat
berimplikasi terhadap aturan di negara berkembang yang masih mencari cara
lebih murah namun dapat menurunkan angka kematian pada neonatus maupun
bayi. 11, 12
Penggunaan oksigen memiliki efek samping seperti dapat merusak paru-paru dan jaringan,
terutama pada bayi prematur. Hal ini menyebabkan direkomendasikannya penggunaan oksigen
dengan konsentrasi kurang dari 100%, yang dapat diperoleh dengan menggunakan oxygen
blender yang dapat mencampur oksigen dan udara untuk menghasilkan konsentrasi udara yang
diinginkan. Pada bayi yang menderita penyakit jantung bawaan, penggunaan oksigen 100%
dapat mengganggu perfusi jaringan. Secara umum, saturasi oksigen harus dijaga antara 85-95%,
dimana 70-80% didapatkan pada menit awal kehidupan. 7,10
Pemberian oksigen tambahan juga diberikan pada bayi yang memerlukan ventilasi tekanan
positif. Indikasi dari ventilasi tekanan positif dengan oksigen tambahan antara lain:
1. Bayi yang apnea
2. Laju nadi kurang dari 100 kali per menit setelah 30 detik
3. Terjadi sianosis sentral setelah diberikan oksigen tambahan
sumber :
http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u04/u
04b_p01.html//
B.
sumber :
www.emergent.in/images/Neopuff.gif
Airway Pressure (CPAP) sekitar 4-6 cm H2O. Sama seperti bayi aterm, jika masih gagal,
perlu dilakukan intubasi.
1.
2.
3.
4.
5.
Alat-alat Ventilasi 7
Ventilasi pada neonatus dapat menggunakan beberapa macam alat seperti:
Self-inflating bags
Flow-inflating bag
T-piece resuscitator
Laryngeal mask airways
Endotracheal tube
Self-inflating bags merupakan alat yang paling banyak dipakai dalam ventilasi manual.
Alat ini memiliki katup pengaman yang menjaga tekanan inflasi sebesar 35 cm H2O.
Namun katup pengaman ini kurang efektif bila digunakan terlalu kuat. Positive EndExpiratory Pressure (PEEP) dapat diberikan apabila katup PEEP disambungkan. Tetapi
self-inflating bags tidak dapat menggunakan CPAP. Selain itu, self-inflating bags tidak
dapat digunakan untuk mengalirkan oksigen aliran bebas (free-flow oxygen).
Sumber : http://www.nzdl.org/gsdl/collect/who/archives/HASH0176.dir/p05.gif
Flow-inflating bags atau balon tidak mengembang sendiri dapat mengembang apabila ada
sumber gas. Alat ini tidak memiliki katup pengaman, namun dengan alat ini dapat
dilakukan PEEP atau CPAP karena adanya katup yang dapat mengatur aliran udara.
Selain itu, dengan alat ini dapat dialirkan oksigen aliran bebas dan lebih baik dalam
resusitasi neonatus.
T-piece resuscitator merupakan alat yang dapat mengatur aliran udara serta juga dapat
membatasi tekanan yang diberikan. Tekanan inflasi yang diinginkan dan waktu inspirasi
lebih stabil dengan alat ini dibandingkan dengan self-inflating bags dan flow-inflating
bags. Selain itu, dengan alat ini dapat dilakukan PEEP dan dapat mengalirkan oksigen
aliran bebas.
Laryngeal mask airway (LMA) merupakan alat yang dapat digunakan apabila
penggunaan sungkup sudah tidak efektif. Ukuran yang biasa digunakan yaitu 1.
Sumber
http://www.hospitalmanagement.net/contractor_images/intersurgical_2/5_solus.jpg
1.
2.
3.
4.
5.
Berat
(gram)
Usia gestasi
(minggu)
2,5
<1000
<28
3,0
1000-2000
28-34
3,5
2000-3000
34-38
3,5-4,0
>3000
> 38
C.
Kompresi Dada10
Indikasi kompresi dada adalah jika frekuensi denyut jantung <60 denyut permenit setelah
ventilasi dilakukan efektif selama 30 detik. Dengan rasio kompresi : ventilasi = 3:1. Pernafasan,
frekuensi denyut jantung dan oksigenasi harus dinilai secara periodic. Kompresi dan ventilasi
tetap dilakukan sampai frekuensi denyut jantung 60 denyut per menit.
Kompresi dada harus dilakukan apabila laju nadi kurang dari 60 kali per menit walaupun
sudah dilakukan ventilasi secara adekuat dengan pemberian oksigen tambahan selama 30 detik.
Kompresi dada harus dilukan dengan kecepatan
kompresi dengan ventilasi 3:1 (90:30). Kompresi dilakukan di bawah sela iga ketiga dengan
kedalaman sepertiga dari diameter anterior dan posterior. Ada 2 cara yang dapat digunakan, yaitu
dengan metode 2 jari (2 finger method) dan metode ibu jari ( thumb method).
Metode ibu jari lebih direkomendasikan karena tidak cepat lelah dan dapat mengatur
kedalaman tekanan dengan baik. Selain itu, menurut beberapa penelitian, metode tangan
melingkari dada menghasilkan tekanan sistolik, diastolik, mean arterial pressure, dan perfusi
jaringan yang lebih baik daripada metode 2 jari. Metode 2 jari digunakan apabila dibutuhkan
akses ke umbilikus untuk memasang umbilical catheter.
Setelah dilakukan kompresi dada selama 30 detik, lakukan penilaian kembali terhadap
laju nadi, laju pernafasan, dan warna kulit. Kompresi dada harus dilakukan sampai laju nadi
lebih dari atau sama dengan 60 kali per menit secara spontan.
D.
Medikamentosa
Obat-obatan jarang digunakan pada resusitasi bayi baru lahir. Namun jika frekuensi
denyut jantung <60 denyut permenit walaupun telah diberikan ventilasi yang adekuat
dengan oksigen dan kompresi dada, pemberian epinefrin, cairan penambah volume darah
atau keduanya dapat dilakukan. Epinefrin 1:10.000 direkomendasikan untuk diberikan
secara IV dengan dosis 0,1-0,3 mL/kg. Dosis endotrakeal 0,5-1 mL/kg dapat
dipertimbangkan sambil menunggu akses vena diperoleh, tetapi efektifitas cara ini belum
dievaluasi. Pemberian cairan penambah volume darah dipertimbangkan jika diketahui
atau diduga terjadi kehilangan darah dan frekuensi denyut jantung bayi tidak menunjukan
respons adekuat terhadap upaya resusitasi lain. Kristaloid isotonic atau darah dapat
diberikan di ruang bersalin dengan dosis 10 mL/kg selama 5-10 menit dan dapat diulang.
Penghentian Resusitasi 10
Di dalam persalinan, ada kondisi dimana tidak dilakukan resusitasi, antara lain bayi
dengan masa gestasi kurang dari 23 minggu, bayi dengan berat lahir kurang dari 400 gram,
anencephaly, dan bayi yang dipastikan menderita trisomi 13 dan 18. Sedangkan penghentian
resusitasi dapat dilakukan apabila tidak terjadi sirkulasi spontan dalam waktu 15 menit.
Pada bayi dengan kehamilan 25-28 minggu (berisiko Respiratory Distress Syndrome), sustained
lung inflation (SLI) dengan tekanan 25 cm H2O selama 15 detik diikuti nCPAP yang dilakukan di
ruang bersalin menurunkan kebutuhan ventilasi mekanik dalam 72 jam pertma kehidupan bayi
baru lahir dibandingkan dengan nCPAP saja tetapi tidak menurunkan kebutuhan dan mendukung
pernafasan dan kejadian dysplasia Bronkopulmonal.
Bayi yang membutuhkan resusitasi saat lahir memiliki risiko unutk mengalami perburukan
kembali walaupun telah teracapai tanda vital yang normal. Ketika ventilasi dan sirkulasi yang
adekuat telah tercapai, bayi harus dipantau atau ditransfer ke tempat yang dapat dilakukan
monitoring penuh dan dapat dilakukan tindakan antisipasi, untuk mendapatkan pencegahan
hipotermia, monitoring yang ketat, serta pemeliharaan fungsi sistemik dan serebral. Selama
transportasi, bayi yang baru lahir yang sakit kritis tersebut sangat rentan terkna rangsang yang
berbahaya, seperti suara, goncangan, dan ketidak stabilan neonates yang sedang berusaha
mempertahankan homeostatis tubuhnya.
Stabilisasi adalah mengidentifikasi faktor-faktor neonates pascaresusitasi yang apabila tidak
dikoreksi akan memperburuk keadaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilisasi tersebut
diantaranya:
Pemeriksaan dan koreksi yang tepat faktor-faktor yang mempengaruhi stabilisasi tersebut akan
mengurangi masalah yang lebih serius selama proses transportasi.
Penanganan pasca resusitasi bayi baru lahir diantaranya adalah menggunakan STABEL program.
Menjamin suhu neonatus dalam keadaan normal. Suhu normal bayi baru lahir adalah
rentang 36,5-37,5o C yang diukur diaksila selama 3-5 menit atau samapi thermometer
tata laksana bayi baru lahir yang sakit, mulai dari pasca-resusitasi/pra-transportasi.
Program ini berisi standar tahapan stabilisasi pasca-resusitasi untuk memerbaiki
kestabilan, keamanan, dan luaran bayi. STABLE tersebut merupakan singkatan dari
S: Sugar and safe care (kadar gula darah dan keselamatan bayi), T: Temperature (suhu),
A: Airway (jalan napas), B: Blood pressure (tekanan darah), L: Lab work (pemeriksaan
laboratorium),
E: Emotional
support (dukungan
emosional).
Program
STABLE
mengupayakan kondisi bayi menjadi warm, pink, and sweet secepatnya dalam kurun
waktu 1 jam.
Pada kondisi lingkungan (cuaca dingin, angin kencang, dataran tinggi, jarak jauh) dan
fasilitas kurang memadai, upaya mengendalikan suhu neonatus selama proses transportasi
dapat dilakukan dengan perawatan metode kanguru.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anne CC Lee, at al : Neonatal Resuscitation and Immediate New Born Assessment and
Stimulation for The New Prevention of Neonatal Death. BMC Public Health 2011. Available
at : http://www.biomedcentral.com/1471-2458/11/S3/S12
2. Wiswell MD,Thomas: Neonatal resuscitation. Respiratory Care. Vol 48 No 3;2003.
Zareen Nusrat et al: An Early Diagnostic of Fetal Distress by Estimating the Maternal Blood
Gas Levels during Intrapartum Period. Pak J Physiol. Vol 4 No 3 ; 2008.
7.
8.
9.
2006
117
1444.
Available
at
http://pediatrics.aapublications.org/content/117/4/1444.full.html
11. Weinstein M. Neonatal Resusitation and Care of the Newborn at Risk. In: DeCherney A H,
Nathan L, eds. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and Treatment. 9 th ed.
International Edition: McGraw-Hill; 2003
12. Kattwinkle John, et al : Part 15 : Neonatal Resuscitation : 2010 American Heart Association
Guidline for Cardiopulmonary Resuscitation and emergency Cardiovascular Care. AHA
Journal; 2010. Available at : http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S909
13. Lawn JE, Wilczynska-Katende K, Cousens SN : Estimating the cause of 4 million neonatal
death in year 200. Int J Epidemol 35:706-718, 2006
14. Zeb A, Darmstardr GL : Sclerema neonatorum : a review of nomenclature, clinical
presentation, histological features, difrential diagnoses and management. J Perinatol 28:453460, 2008.
15. Ramesh Argawal et al : post resuscitation management of asphyxiated neonates. All India
Institute of Medical Sciences. New Delhi. 2007. Available at : www.newbornwhocc.org
16. Hack M et al : Outcome in young adulthood for very low-weight infants. New Eng J Med,
2002. Jan : 346(3): 149-57.
17. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 16 Mei 2014. No:005/Rek/PP IDAI/V/2014