You are on page 1of 17

RENCANA TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

A. Topik

: TAK STIMULASI PERSEPSI: HALUSINASI


SESI 1: MENGENAL HALUSINASI

B. Tujuan :
1. Tujuan Umum: Klien mempunyai kemampuan untuk mengontrol halusinasi
yang dialaminya.
2. Tujuan Khusus:
a. Klien dapat mengenal halusinasi.
b. Klien mengenal waktu halusinasi.
c. Klien mengenal situasi terjadinya halusinasi.
d. Klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi.
C. Landasan Teoritis
Konsep Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
1. Definisi terapi aktivitas kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu
dengan yang lain, saling bergantung dan memiliki norma yang sama (Stuart &
Laraia, 2001). Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang
yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut,
kebencian, kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik
(Yalom, 1995 dalam Stuart & Laria, 2001). Semua kondisi ini akan
mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan
menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam
kelompok (Kelliat & Akemat, 2005).
2. Tujuan dan fungsi kelompok
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan
orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Kekuatan
kelompok ada pada kontribusi setiap anggotanya. Kelompok berfungsi sebagai
tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain, untuk
menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok merupakan laboratorium
tempat mencoba dan menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta
mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa dimiliki,
diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
3. Komponen dalam aktivitas kelompok

Menurut Keliat dan Akemat (2005) dalam pelaksanaan tarapi aktivitas kelompok
ada delapan komponen yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Struktur kelompok
Sruktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan
keputusan, dan otoritas dalam kelompok. Stuktur kelompok menjaga
stabilitas dan membantu pengaturan pada perilaku dan interaksi. Stuktur
dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah
komunikasi dipadu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara
bersama.
b. Besar kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang
anggotanya berkisar antara 512 orang. Jumlah anggota kelompok kecil
menurut Struart dan Laria (2001) adalah 710 orang. Menurut Lancester
(1980) adalah 1012 orang, sedangkan menurut Rawlins, Williams, dan
Beck (1993) adalah 510 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar
akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan
perasan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi
informasi dan interaksi yang terjadi dikutip dari Kelliat dan Akemat, 2005.
4. Lamanya sesi
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 15-25 menit bagi fungsi kelompok
yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi Stuart &
Laraia, 2001. Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian
tahap kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi tergantung pada
tujuan kelompok, dapat satu kali / dua kali per minggu; atau dapat direncanakan
sesui dengan kebutuhan.
5. Komunikasi
Salah satu tugas pemimpin kelompok yang penting adalah mengoservasi
dan menganaliss pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan
umpan balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap
dinamika yang terjadi.
Pemimpin kelompok dapat memgkaji hambatan dalam kelompok, konflik
interpersonal, tingkat kompetisi, dan seberapa jauh anggota kelompok mngerti
serta melaksanakan kegiatan yamg di laksanakan.

6. Peran kelompok
Pemimpin perlu megobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada
tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dala kerja,
yaitu (Beme & Sheat,1948 dalam Stuart & Laraia, 2001), maintenance roles,
task roes, dan individual role. Maintenance roles, yaitu peran serta aktif dalam
proses kelompok dan fungsi kelompok. Task roles, yaitu fokus pada
penyelesaian tugas. Individual roles adalah selftcentered dan distraksi pada
kelompok.
7. Kekuatan kelompok
Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam
memengaruhi berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan
anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak
mendengar, dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.
8. Norma kelompok
Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan
terhadap prilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan
pengalaman masa lalu dan saat ini. Kesesuaian perilaku anggota kelompok
dengan norma kelompok, penting dalam menerima anggota kelompok. Anggota
kelompok yang tidak mengikuti norma dianggap pemberontakan dan ditolak
anggota kelompok lain.
9. Kekohesifan
Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam
mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah
dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas
terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat
dipertahankan.
10. Tahap-tahap dalam terapi kelompok
Menurut Yosep (2007), ada tiga tahap yaitu:
a. Tahap 1
Tahap ini dimana terapis membentuk hubungan kerja dengan para anggota
kelompok. Tujuannya adalah agar para anggota saling mengenal, mengetahui
tujuan serta membiasakan diri untuk melakukan diskusi kelompok.
b. Tahap 2

Terutama tercapainya tranference dan perkembangan identitas kelompok.


Tranference adalah suatu perilaku atau keinginan seorang pasien (misalnya si
A) yang seharusnya ditujukan kepada seseorang lain (misalnya si B) tetapi
dialihkan kepada orang lain lagi (si C, misalnya terapis). Contoh: perilaku
seorang paien seharusnya ditujukan kepada orang tuanya tetapi didalam
kenyataanya dialihkan kepada terapis. Perkembangan identitas kelompok
adalah tercapainya suatu sense of belonging atau rasa menyatu dan
berdasarkan kesatuan itu mereka merasa mempunyai kesamaan dalam
problem atau kesamaan dalam konflik ini makin memberikan ikatan di
antara kelompok.
c. Tahap 3
Disebut tahap mutualisis (saling menganalisa), yaitu setiap orang akan
mendapatkan informasi atau reaksi atas apa yang sudah dikemukakan.
Dengan mendapat reaksi yang macam-macam, maka kelompok juga dapat
mengambil kesimpulan reaksi mana yang benar. Dengan demikian setiap
orang akan mendapat koreksi atau kesan kelompok secara umum atau
tingkah lakunya.
11. Idikasi dan kontra indikasi
Menurut Yosep (2007), semua pasien rehabilitasi perlu mendapatkan terapi
kelompok kecuali mereka yang mengalami:
a. Psikopat dan sosiopat
b. Selalu diam dan/atau austitik
c. Delusi yang tidak terkontrol
d. Pasien yang mudah bosan
e. Pasien rehabilitasi ambulatori yang tidak termasuk psikosis, tidak
menunjukkan gejala regresi dan halusinasi dan ilusi yang berat dan orangf.

orang dengan kepribadian sciozoid serta neurotik


Pasien dengan ego psiko patologi berat yang menyebabkan psikotik kronik
sehingga menyebabkan toleransi terhadap kecemasan rendah dan adaptasi
yang kurang

12. Jenis terapi kelompok


Beberapa ahli membedakan kegiatan kegiatan kelompok sebagai tindakan
keperawatan pada kelompok dan terapi kelompok.
a. Stuart dan Laraia (2001) menguraikan kelompok yang dapat dipimpin dan
digunakan perawat sebagai tindakan keperawatan bagi pasien, misalnya:

task groups,

supportive

groups,

intensive

problom-solving groups,

medication groups, activity therapy, dan peer support groups.


b. Terapi aktivitas kelompok Rawlins, Williams, dan Beck (1993) membagi
kelompok menjadi tiga, yaitu:
1) Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika pasien ditemui dalam
rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan
tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat sadar diri (selfawereness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan,
atau ketiganya (Keliat & Akemat, 2005).
2) Kelompok terapeutik
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stres emosi, penyakit fisik
krisis, tumbuh-kembang, atau penyesuaian sosial, misalnya: kelompok
wanita hamil yang akan menjadi ibu, individu yang kehilangan, penyakit
terminal. Banyak kelompok terapeutik yang dikembangkan menjadi selfhelp-group, tujuan kelompok ini adalah sebagai berikut:
- Mencegah masalah kesehatan
- Mendidik dan mengembangkan potensi anggota keelompok
- Meningkatkan kualitas kelompok. Antara anggota kelompok saling
membantu dalam menyelesaikan masalah.
3) Terapi aktivitas kelompok (TAK)
Kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu, stimulasi persepsi,
stimulasi sensoris, orientasi realitas, dan sosialisasi. Terapi aktifitas
kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan. Sejalan dengan hal
tersebut, maka Lancester mengemukakan beberapa aktifitas yang
digunakan pada TAK diantaranya yaitu menggambar, membaca puisi,
mendengarkan musik, mempersiapkan meja makan, dan kegiatan seharihari yang lain. Wilson dan Kneisl (1992) menyatakan bahwa TAK adalah
manual, rekreasi, dan teknik kreatif untuk memfasilitasi pengalaman
seseorang serta meningkatkan respon sosial dan harga diri dikutip dari
Kelliat dan Akemat (2005). Aktifitas yang digunakan sebagai terapi di
dalam kelompok, yaitu membaca puisi, seni, musik, menari dan literatur.
c. Menurut Keliat dan Akemat (2005), terapi aktivitas kelompok (TAK) adalah
merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat pada
sekelompok pasien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi empat, yaitu terapi aktivitas

kelompok stimulasi kognitif/ persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi


sensori, terapi aktivitas kelompokstimulasi realita, terapi aktivitas kelompok
sosialisasi.
d. Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/ persepsi
Pasien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang
pernah dialami. Kemampuan pasien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap
sesi. Dengan proses ini diharapkan respon pasien terhadap berbagai stimulus
dalam kehidupan menjadi adaptif.
Aktifitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan: baca
artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV; stimulus dari pengalaman
masa lalu yang menghasilkan proses persepsi pasien yang maladaptif atau
destruktif, misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan
negatif pada orang lain, dan halusinasi. Kemudian persepsi pasien terhadap
stimulus.
e. Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori pasien. Kemudian
diobservasi reaksi sensori paien terhadap stimulus yang disediakan, berupa
ekspresi perasaan secara nonvebal (ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya
pasien

yang

tidak

mau

mengungkapkan

komunikasi

verbal

akan

tersetimulusi emosi dan perasaannya, serta menampilkan respon. Aktivitas


yang digunakan sebagai stimulus adalah: musik, seni, menyanyi dan menari.
Jika hobi paien diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus,
misalnya lagu kesukaan paien, dapat digunakan sebagai stimulus. Ada empat
macam, yaitu:
- TAK stimulasi persepsi umum
- TAK stimulasi persepsi: Perilaku kekerasan
- TAK stimulasi persepsi: Halusinasi
- TAK stimulasi persepsi: Harga diri rendah
f. Terapi aktivitas kelompokstimulasi realita
Paien diorentasikan pada kenyataan yang ada disekitar paien, yaitu diri
sendiri, orang lain yang ada disekeliling paien atau orang yang dekat dengan
paien, dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan paien.
Demikian juga dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu, dan rencana
kedepan. Aktivitas dapat berupa orientasi orang, tempat, benda yang ada
disekitar, dan semua kondisi nyata.
g. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi

Paien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada


disekitar paien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari
interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan masa. Aktifitas dapat berupa
latihan sosialisasi dalam kelompok.
13. Keuntungan dan kerugian terapi kelompok
a. Keuntungan terapi kelompok
1) Dapat mengobati paien dalam jumlah banyak.
2) Anggota kelompok dapat mendiskusikan masalah-masalah yang mereka,
sehingga menurunkan perasaan terisolasi, perbedaan-perbedaan dan
meningkatkan paien untuk berpartisipasidan bertukar pikiran, masalah
dengan orang lain.
3) Memberi kesempatan pada paien untuk menggali gaya-gaya komunikasi
dari paien dalam lingkungan yang aman dan mampu menerima umpan
balik dari orang lain.
4) Anggota kelompok dapat belajar bermacam cara dalam memecahkan
masalah, serta dapat membantu memecahkan masalah orang lain.
5) Anggota kelompok dapat belajar peranannya dalam kelompok sebagai
(sebagai anggota, pembantu therapis).
6) Kelompok dapat menimbulkan pemahaman/ pengertian, konfrontasi,
identifikasi, kelompok rujukan.
b. Kerugian terapi kelompok
1) Kehidupan pribadi paien tidak terlindungi.
2) Paien mengalami kesulitan dalam mengungkapkan masalahnya karena
berbeda keyakinan / sulit dalam berkomunikasi, tidak mau berubah.
3) Jika therapis menyelenggarakan secara individual.
14. Peran perawat
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) peran perawat dalam terapi aktivitas
kelompok adalak sebagai berikut:
a. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok
Sebelum mempersiapkan terapi aktifitas kelompok, perawat harus terlebih
dahulu membuat proposal. Proposal tersebut akan dijadikan panduan dalam
melaksanakan terapi aktifitas kelompok. Komponen proposal dalam terapi
aktifitas kelompok adalah:
1) Menentukan tujuan umum dan khusus

2) Menentukan siapa yang menjadi leader


3) Kriteria keanggotaan
4) Menentukan proses skrining
5) Persiapan pelaksanaan meliputi: menentukan waktu pelaksanaan, tempat
kegiatan, lamanya session, besar kelompok, kondisi ruangan, alat bantu
yang digunakan, harapan perilaku anggota dan leader
6) Uraian tugas leader, co leader, fasilitator dan observer
7) Biaya yang dibutuhkan
b. Sebagai co leader
1) Menganalisa dan mengobserfasi pola-pola komunikasi dalam kelompok
2) Membantu anggota kelompok untuk menyadari dinamis kelompok
3) Membantu motifator
4) Membantu kelompok menetapkan tujuan dan membuat peraturan
5) Mengarahkan dan memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok bersama
leader
c. Sebagai fasilitator
Sebagai fasilitator perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai
anggota kelompok dengan tujuan memeberi stimulus pada anggota
kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.
d. Sebagai observer
1) Mencatat serta mengamati respon paien
2) Mengamati jalannya aktitivitas terapi
3) Mencegah peserta yang drop out
Hal-hal yang perlu diobservasi dalam proses terapi aktivitas kelompok
adalah:
1) Keanggotaan, meliputi: petugas, anggota yang lambat, anggota yang
absen
2) Issue atyau perilaku yang didiskusikan kelompok
3) Tema kelompok
4) Peran, norma perkembangan kelompok
5) Strategi kepemimpinan yang digunakan
6) Meprediksi anggota dan respon kelompok setiap session

7) Mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan


D. Klien
1. Karakteristik/ kriteria
Pasien dengan gangguan stimulasi persepsi: Halusinasi
2. Proses seleksi
Pasien yang telah mampu berinteraksi dengan orang lain dan perawat. Pasien
tidak dalan fase conqueting.
E. Pengorganisasian
1. Hari, tanggal
: Kamis, 1 Oktober 2015
Jam
: 11.0012.00 WITA
Pembagian waktu
:
a. Orientasi : 15 menit
b. Kerja
: 30 menit
c. Terminasi : 15 menit
2. Tim terapis
a. Leader
: Komang Tatis Yunny Wulandari
b. Co. Leader
: Putu Sri Wiratini
c. Fasilitator
: I Wayan Swantiyasa
A A Ari Novia Sulistiawati
Putu Citta Wicakyani
Ni Made Setia Dewi
Ni Putu Widya Sulasmi
d. Observer
: Ni Made Setia Dewi
3. Metode dan media
a. Metode
Diskusi dan Tanya jawab.
Bermain peran atau simulasi.
b. Media
Spidol
Kertas
4.

Setting

Keterangan:
: Klien
: Fasilitator
: Leader
: Co Leader
: Observer
5. Rencana Kegiatan
No.
1.

2.

Kegiatan
Perkenalan

Kerja

Waktu
Terapis
15 menit - Salam pembuka
- Menyampaikan tujuan
- Memperkenalkan diri
dan dan anggota
- Apersepsi
- Menyepakati aturan
TAK

30 menit - Menanyakan pada klien apa yang dilakukan jika


terjadi halusinasinya
- Diskusikan dengan
klien manfaat cara yang digunakan klien (Jika
adaptif berikan pujian
dan jika maladaptive
diskusikan
kerugiaannya).
- Menyepakati dengan
klien cara baru yang
baik dalam mengontrol
halusinasinya
1. Menghardik
halusinasi : katakana
pada diri sendiri
bahwa ini tidak
nyata ( saya tidak
mau dengar saya
tidak mau lihat)
2. Menemui orang lain
untuk bercakapcakap jika halusinasi
datang
3. Membuat dan

Kegiatan Peserta
Membalas salam
Memperkenalkan diri
(nama, alamat,
panggilan yang di
sukai)
Menyepakati aturan
TAK
Klien dapat
menyebutkan tindakan
untuk mengendalikan
halusinasinya
Klien dapat
menyebutkan cara baru

10

3.

Penutup

5 menit

melaksanakan
jadwal kegiatan
sehari-hari yang
telah disusun
4. Meminta
keluarga/teman/
perawat menyapa
jika tampak
berbicara sendiri
Menanyakan pada klien
cara yang akan dipilih
dalam mengontrol
halusinasinya secara
bertahap
Menanyakan pada klien
apakah klien bisa
mempraktekan cara
yang dipilih
Menganjurkan kepada
kien untuk mengikuti
terapi aktivitas
kelompok di RSJ dan
tetap menggunakan
cara yang disepakati
masing-masing klien
dalam mengontrol
evaluasinya
Menyimpulkan
- Mendengarkan
Salam penutup
- Menjawab salam
Memberikan snack
- Menerima snack

F. Proses Pelaksanaan
1) Orientasi
a. Salam terapeutik
- Salam dari terapis pada peserta.
- Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).
- Menanyakan nama dan panggilan semua peserta (beri papan nama).
b. Evaluasi/ validasi
- Menanyakan perasaan peserta saat ini.
c. Kontrak
- Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu bercakap-cakap tentang hal
-

positif diri sendiri.


Terapis menjelaskan aturan main berikut.

11

1) Jika ada peserta yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta


izin kepada terapis.
2) Lama kegiatan 60 menit.
3) Setiap peserta mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
Dialog:
a.
Salam perkenalan (salam dari terapis): Selamat pagi ibuibu semuanya
b.

Evaluasi/validasi (menanyakan perasaan klien saat ini):

c.

Bagaimana kabarnya siang ini, Bu?


Penjelasan tujuan dan aturan main: (ijin bila mau
meninggalkan, lama kegiatan, harus mengikuti sampai selesai).
- Sebelum kita berkenalan, saya akan menjelaskan terlebih dahulu
mengenai tujuan kami berkumpul bersama ibu-ibu disini, yaitu untuk
mengenal suara-suara yang didengar, hal-hal yang dilihat, dan hal-hal
yang ibu rasakan.
- Namun, ada beberapa peraturan yang harus diikuti selama kegiatan
ini.
- Yang pertama, jika salah satu diantara ibu-ibu ada yang ingin
meninggalkan kelompok, maka harus meminta ijin terlebih dahulu
kepada saya ataupun teman-teman saya yang ada disini. Tidak boleh
-

lebih dari 5 menit dan akan tetap dalam pengawasan perawat.


Kita akan melakukan kegiatan ini selama satu jam kedepan.
Ibu-ibu harus mengikuti kegiatan ini dari awal sampai selesai.
Bagaimana ibu-ibu, apa ada yang kurang jelas?
Bagus sekali kalau memang sudah jelas semuanya.

2) Kerja
- Terapis memperkenalkan diri: nama lengkap dan nama panggilan serta
memakai papan nama.
- Terapis membagikan kertas dan spidol kepada peserta.
- Terapis meminta tiap peserta menulis di kertas.
- Terapis memberi pujian pada peserta.
Dialog:
a. Terapis memperkenalkan diri: nama lengkap dan nama panggilan serta
memakai papan nama:
- Sebelum saya menyebutkan nama saya, apakah ibu-ibu sudah ada yang
tahu nama saya?
- Nama saya Komang Tatis, tapi ibu-ibu disini cukup memanggil saya
Komang.

12

- Perkenalkan juga teman-teman saya yang cantik-cantik dan ganteng ini


yang akan ikut membantu dalam permainan yang akan kita lakukan.
Pertama ada Sri, Pak Wayan, Gung Gek, Putu Citta, Putu Widya, dan
Thya (sambil melambaikan tangan).
- Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Betul tidak, Bu?
- Sekarang giliran ibu-ibu untuk memperkenalkan diri masing-masing.
Sebutkan nama lengkap dan nama panggilannya.
- Kita mulai dari ibu disebelah kanan saya sampai ibu yang ada diujung
kiri saya.
- Bagus sekali ya Bu, semuanya sudah mau memperkenalkan diri masingmasing dan saya minta kondisi ini bisa dipertahankan sampai akhir
b.

c.

kegiatan nanti.
Terapis membagikan spidol dan kertas pada klien
- bisa kita mulai kegiatannya sekarang, ibu-ibu?
- Jadi, sekarang teman-teman saya ini akan membagikan kertas dan spidol
untuk ibu-ibu disini, masing-masing akan dapat satu ya.
Terapis meminta tiap klien menulis suara-suara yang didengar, sesuatu yang
dilihat, dan sesuatu yang dirasakan (halusinasi) tentang isinya, waktu
terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan klien pada saat terjadi
- Apakah sudah semuanya mendapat kertas dan spidol?
- Kalau begitu, sekarang saya minta ibu-ibu disini untuk menuliskan isi
halusinasi yang didengar, waktu terjadinya, situasi yang membuat
halusinasi terjadi, dan perasaan ibu-ibu saat mengalami halusinasi.
- Ibu-ibu boleh menulis sebanyak-banyaknya selama 5 menit dan tuliskan

d.

di kertas yang sudah dibagikan


- Kita bisa mulai, ibu-ibu bisa mulai menuliskannya sekarang ya.
Terapis memberi pujian atas peran serta klien
- Ayo ibu-ibu, waktunya sudah habis, semuanya selesai menulis ya.
- Apakah ibu-ibu mengalami masalah selama kegiatan berlangsung?
- Jika tidak, ibu-ibu bisa mengumpulkan kertasnya sekarang ke temanteman saya.
- Wah.. Saya lihat sudah baik sekali ya tulisannya. Berarti Ibu sudah mau
mengungkapkan perasaannya dalam tulisan ini.

3) Terminasi
a.
Evaluasi
- Terapis menanyakan perasaan peserta setelah mengikuti TAK.
- Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b.
Tindak lanjut
- Menyampaikan rencana kegiatan berikutnya.
c.
Kontrak yang akan datang

13

- Menyepakati TAK yang akan datang


- Menyepakati waktu dan tempat.
Dialog:
a. Evaluasi respon subjektif/klien: Bagaimana perasaan ibu-ibu setelah kita
melakukan permainan tadi?
b. Evaluasi respon objektif klien (observasi perilaku klien selama kegiatan
dikaitkan dengan tujuan): Semua klien kooperatif, tidak ada yang melamun
atau saling mengganggu antar anggota kelompok, dan tidak ada yang
meninggalkan tempat sampai kegiatan berakhir.
c. Tindak lanjut (apa yang dapat klien laksanakan setelah TAK):
- Tidak terasa ya ibu-ibu satu jam telah kita lewati, sesuai dengan janji
kita tadi. Berarti, berakhir sudah kegiatan kita hari ini.
- Saya sangat senang melihat ibu-ibu lebih bersemangat dan tampak lebih
ceria setelah melakukan permainan tadi dan saya berharap ibu-ibu bisa
menuliskan dan melaporkan isi halusinasi, waktu terjadinya, situasi yang
bisa menyebabkan halusinasi, dan perasaan Ibu jika terjadi halusinasi.
d. Kontrak yang akan datang
- Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi ibu-ibu?
- Besok rencananya kita akan berbincang-bincang lebih banyak lagi
tentang bagaimana caranya untuk mengontrol halusinasi.
- Untuk besok, ibu-ibu ingin berkumpul bersama lagi pukul berapa?
Bagaimana jika besok kita berkumpul kembali ditempat ini pukul 09.00
pagi. Apakah ibu-ibu bersedia?
G. FORMAT EVALUASI
1. Evaluasi Input
a. Persiapan media
- Jumlah spidol dan kertas sudah sesuai dengan jumlah peserta.
b. Persiapan materi
- Materi halusinasi sudah disiapkan.
c. Sasaran/Peserta Penyuluhan
- Peserta TAK adalah pasien yang mengalami halusinasi di Ruang Kunti
RSJ Provinsi Bali.
2. Evaluasi Output
a.

Peserta yang hadir sebanyak enam orang sudah sesuai dengan jumlah yang
ditentukan.

b.

Proses TAK dapat berlangsung dengan lancar.

14

c.

Peserta bersikap kooperatif sehingga pasien mampu menceritakan isi


halusinasinya.

3. Evaluasi hasil
a.
b.
c.
d.
e.

80% pasien dapat memperkenalkan diri.


75% pasien dapat meyebutkan isi halusinasinya.
75% pasien dapat meyebutkan waktu halusinasinya.
75% pasien dapat meyebutkan situasi saat terjadinya halusinasinya.
75% pasien dapat meyebutkan perasaaan saat terjadi halusinasinya.
SESI I: TAK
STIMULASI PERSEPSI: HALUSINASI
KEMAMPUAN MENGENAL HALUSINASI

a.

Respon Verbal

No.

Nama
Klien

Menyebutka

Menyebutkan

n isi

waktu terjadi

halusinasi

halusinasi

Menyebutkan

Menyebutkan

situasi saat

perasaan saat

terjadi

terjadi

halusinasi

halusinasi

1
2
3
4
5
6

b. Kemampuan nonverbal
No

Aspek yang dinilai

1.
2.
3.

Kontak mata
Duduk Tegak
Menggunakan bahasa

4.

tubuh yang sesuai


Mengikuti kegiatan dari

Nama Klien

awal sampai akhir


Jumlah
Petunjuk:

15

1.
2.

Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
Untuk tiap klien beri penilaian kemampuan mengenal halusinasi: isi, waktu, situasi,
dan perasaan. Beri tanda jika klien mampu dan tanda X jika klien tidak mampu.

DAFTAR PUSTAKA
Hawari, D. (2001). Pendekatan Holistic pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
EGC.
Stuart & Laraia. (2001). Principles and practice of psychiatric nursing. USA: Mosby
Company.
Keliat dan Akemat. (2005). Keperawatan jiwa. Terapi aktivitas kelompok. Jakarta: EGC
Keliat, B.A. dkk (2005). Modul basic course community health nursing. Jakarta: FIK
UI.
Yosep.I. (2007). Keperawatan jiwa. Bandung: Refika Aditama
Stuart, G.W., dan Sundeen, S.J. (1998). Buku saku keperawatan jiwa (Edisi 3), Jakarta:
EGC.

16

17

You might also like