Professional Documents
Culture Documents
1.
2.
ETIKA WULANDARI
META NOVRIANI
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Feses berdarah, berlendir, dan bernanah adalah tanda-tanda dari
terganggunya saluran pencernaan. Jika ternyata Anda mengalami diare hebat,
demam tinggi, dan pendarahan pada saat buang air besar (BAB), Anda harus
waspada. Bisa jadi Anda mengalami radang usus besar (kolitis ulserativa).
Kolitis ulserativa adalah peradangan akut atau kronik pada kolon (usus
besar). Karena peradangan itu, terjadi kram perut, demam, dan diare berdarah.
Peradangan itu dimulai di rektum atau kolon sigmoid (ujung bawah dari usus
besar) dan kemudian menyebar ke sebagian atau seluruh bagian usus besar. Pada
bagian yang meradang akan terjadi pembengkakan. Kolitis di derita oleh siapa
pun dan pada umur berapa pun. Tapi biasanya mulai diderita pada umur 15-30
tahun dan bisa juga di atas 50 tahun.
Kolitis banyak ditemukan di Amerika dan Eropa dengan kondisi
penderitaan pasien makin lama makin berat. Insiden kolitis ulseratif di Amerika
utara yaitu 10-12 kasus per 100.000 tiap tahun, onset terjadi pada usia 15-25
tahun, dimana insiden pada wanita lebih besar daripada laki-laki. Di Asia
termasuk Indonesia prevalensi dan insiden kolitis masih rendah namun cenderung
meningkat. Meluasnya penggunaan alat endoskopi membuat pasien kolitis di
Indonesia, lebih banyak ditemukan. Penelitian yang dilakukan salah satu RS di
Jakarta mendapatkan hampir 20% kasus kolitis dari 107 pasien datang dengan
keluhan diare kronik non infeksi. Insiden kolitis ulseratif 6,8% dan penyakit
Cohrn 5,5%.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengurangi angka kesakitan dan meningkatkan derajat kesehatan.
2. Tujuan khusus
Memperoleh gambaran mengenai penyakit Kolitis
Mampu mengidentifikasi kasus gangguan sistem pencernaan khususnya
Kolitis sehingga dapat mengatasi masalah keperawatan yang terjadi
Mampu mengenali pengkajian sampai evaluasi yang sering terjadi pada klien
dengan
C. Manfaat
Dalam penulisan makalah ini, penulis mengharapkan agar hasil makalah ini dapat
dipergunakan sebagai:
1. Kegunaan Ilmiah
Sebagai bahan bacaan
Sebagai salah satu tugas akademik
2. Kegunaan Praktis
Manfaat bagi tenaga perawat dalam penerapan asuhan keperawatan pada klien
dengan Kolitis ulseratif dan Apendisitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep teori
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI KOLON
Usus besar atau colon berbentuk saluran muscular beronga yang
membentang dari secum hingga canalis ani dan dibagi menjadi sekum, colon
(assendens, transversum, desendens, dan sigmoid), dan rectum. Katup ileosekal
mengontrol masuknya kimus ke dalam kolon, sedangkan otot sfingter eksternus
dan internus mengotrol keluarnya feses dari kanalis ani. Diameter kolon kurang
lebih 6,3 cm dengan panjang kurang lebih 1,5 m.
Usus besar memiliki berbagai fungsi, yang terpenting adalah
absorbsi air dan elektrolit. Ciri khas dari gerakan usus besar adalah pengadukan
haustral. Gerakan meremas dan tidak progresif ini menyebabkan isi usus bergerak
bolak balik, sehingga memberikan waktu untuk terjadinya absorbsi. Peristaltik
mendorong feses ke rectum dan menyebabkan peregangan dinding rectum dan
aktivasi refleks defekasi.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam kolon berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di
dalam kolon juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri
ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri di dalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air sehingga
terjadilah diare.
Gerak dan sekresi Kolon Pergerakan kolon terdiri dari kontraksi
segmentasi dan gelombang peristaltik seperti yang terdapat pada usus halus.
Kontraksi segmentasi mencampur isi kolon dan dengan lebih banyak
menyentuhkan isi ke mukosa, mempermudah absorbsi. Gelombang peristaltik
mendorong isi ke rektum, walaupun kadang-kadang terlihat antiperistaltik yang
lemah. Kontraksi tipe ke tiga yang terdapat hanya pada kolon adalah mass action
contraction, di mana terdpat kontraksi otot polos yang serentak meliputi daerah
yang luas.. Kontraksi ini terjadi pada pars desenden dan sigmoid dan berperan
untuk mengosongkan kolon dengan cepat. Kontraksi ini merupakan kekuatan
kontraksi yang jelas waktu defekasi.
Pergerakan kolon dikoordinasi oleh gelombang lambat kolon.
Frekuensi gelombang ini, tidak seperti gelombang pada usus halus, meningkat
sepanjang kolon, dari kira-kira 2 x / menit pada katup ileocaecal sampai 6 x /
menit pada signoid. Sekresi kukus oleh kelenjar kolon dirangsang oleh kontak
antara sel-sel kelenjar dan isi kolon. Tidak ada hubungan hormonal atau saraf
berperan dalam respon dasar sekresi, walaupun beberapa sekresi tambahan dapat
dihasilkan oleh respon reflek lokal melalui nervus pelvicuc dan splanknikus.
Tidak ada enzem pencernaan disekresi dalam kolon.
Absorpsi dalam kolon
Kemampuan absorpsi mukos usus besar sangat besar. Na secara
aktif ditransport keluar kolon, dan air mengikuti osmotik gradier yang
ditimbulkan. Terdapat sekresi K , dan HCO kedalam kolon. Kapasitas absorpsi
kolon membuat instalasi rektum merupakan suatu jalan yang praktis untuk
pemberian obat, khususnya anak-anak. Banyak senyawaan, termasuk obat
anestesi, sedatif, transquilizer, dan steroid, diabsorpsi dengan cepat oleh tempat
ini. Sebagian air dalam enema diabsorpsi, dan bila volime enema besar, absorpsi
dapat cukup cepat menyebabkan intoksikasi air. Koma dan kematian yang
disebabkan karena intoksikasi air telah dilaporkan setelah enema dengan air kran
pada anak-anak dengan megakolon
2. PENGERTIAN
Kolitis adalah radang pada kolon. Radang ini disebabkan
akumulasi cytokine yang mengganggu ikatan antar sel epitel sehingga
menstimulasi sekresi kolon, stimulasi sel goblet untuk mensekresi mucus dan
mengganggu motilitas kolon. Mekanisme ini menurunkan kemampuan kolon
untuk mengabsorbsi air dan menahan feses ( Tilley et al, 1997).
Kolitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain infeksi
akut atau kronik oleh virus, bakteri, dan amoeba, termasuk keracunan makanan.
Kolitis dapat juga disebabkan gangguan aliran darah ke daerah kolon yang dikenal
dengan kolitis iskemik. Adanya penyakit autoimun dapat menyebabkan kolitis,
yaitu kolitis ulseratif dan penyakit Cohrn. Kolitis limfositik dan kolitis kolagenus
disebabkan beberapa lapisan dinding kolon yang ditutupi oleh sel-sel limfosit dan
kolagen. Selain itu, kolitis dapat disebabkan zat kimia akibat radiasi dengan
barium enema yang merusak lapisan mukosa kolon, dikenal dengan kolitis
kemikal.
Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kolitis ditinjau dari
teori Blum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu: faktor biologi, faktor
lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor prilaku.
Faktor Biologi: Jenis kelamin: Wanita beresiko lebih besar dibanding laki-laki.
Usia: 15-25 tahun, dan lebih dari 50 tahun. Genetik/ familial: Riwayat keluarga
dengan kolitis
Faktor Lingkungan: Lingkungan dengan sanitasi dan higienitas yang kurang baik.
Nutrisi yang buruk
Faktor Perilaku: Kegemukan (obesitas). Merokok. Stress / emosi. Pemakaian
laksatif yang berlebihan. Kebiasaan makan makanan tinggi serat, tinggi gula,
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripadaorang kulit
hitam dan orang Cina, dan insidensinya meningkat (3sampai 6 kali lipat) pada or
ang
Yahudi dibandingkan dengan orangnon Yahudi. Hal ini menunjukkan bahwa da
pat
ada predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini
Trauma : benda asing, material yang bersifat abrasif.
Alergi : protein dari pakan atau bisa juga protein bakteri.
Polyps rektokolon
Intususepsi ileokolon
Inflamasi : Lymphoplasmacytic, eoshinophilic, granulopmatous, histiocytic
Neoplasia : Lymphosarcoma, Adenocarcinoma
Sindrom iritasi usus besar (Irritable Bowel Syndrome)
4. KLASIFIKASI
berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kolitis infeksi, misalnya : shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitisamebik,
kolitis pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit.
b. Kolitis non-infeksi, misalnya : kolitis ulseratif, penyakit Crohns kolitis radiasi,
kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simple colitis).
Pembahasan ini difokuskan pada kolitis infeksi yang sering
ditemukan di Indonesia sebagai daerah tropik, yaitu kolitisamebik, shigellosis, dan
kolitis tuberkulosa serta infeksi E.colipatogen yang dilaporkan sebagai salah satu
penyebab utama diare kronik di Indonesia.
5. PATOFISIOLOGI
Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare
hebat, demam tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama
serangan, penderita tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah
serangannya dimulai bertahap, dimana penderita memiliki keinginan untuk buang
air besar yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan
berlendir.
Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja
mungkin normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang
air besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel darah merah dan
sel darah putih. Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak
muncul.
Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air
besar sebanyak 10-20 kali/hari.
Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada
rektum yang terasa nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar yang sangat.
Pada malam haripun gejala ini tidak berkurang. Tinja tampak encer dan
mengandung nanah, darah dan lendir. Yang paling sering ditemukan adalah tinja
yang hampir seluruhnya berisi darah dan nanah.
Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat
badannya berkurang.Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi
berulang dari lapisan mukosa kolon dan rectum. Penyakit ini umumnya mengenai
orang kaukasia, termasuk keturunan Yahudi. Puncak insidens adalah pada usia 3050 tahun. Kolitis ulseratif adalah penyakit serius, disertai dengan komplikasi
sistemik dan angka mortalitas yang tinggi. Akhirnya 10%-15% pasien mengalami
karsinoma kolon.
Kolitis ulseratif mempengaruhi mukosa superfisisal kolon dan dikarakteristikkan
dengan adanya ulserasi multiple, inflamasi menyebar, dan deskuamasi atau
pengelupasan epitelium kolonik. Perdarahan terjadi sebagai akibat dari ulserasi.
Lesi berlanjut, yang terjadi satu secara bergiliran, satu lesi diikuti lesi yang
lainnya. Proses penyakit mulai pada rectum dan akhirnya dapat mengenai seluruh
kolon. Akhirnya usus menyempit, memendek dan menebal akibat hipertrofi
muskuler dan deposit lemak.
6. Manifestasi Klinik
Kebanyakan gejala Colitis ulserativa pada awalnya adalah berupa
buang air besar yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif
adalah sakit perut dan diare berdarah. Pasien juga dapat mengalami:
a. Anemia
b. Fatigue/ Kelelahan
c. Berat badan menurun
d. Hilangnya nafsu makan
e. Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi
f. Lesi kulit (eritoma nodosum)
g. Lesi mata (uveitis)
h. Nyeri sendi
i. Kegagalan pertumbuhan (khususnya pada anak-anak)
j. Buang air besar beberapa kali dalam sehari (10-20 kali sehari)
k. Terdapat darah dan nanah dalam kotoran.
l. Perdarahan rektum (anus).
m. Rasa tidak enak di bagian perut.
n. Mendadak perut terasa mulas.
o. Kram perut.
p. Sakit pada persendian.
q. Rasa sakit yang hilang timbul pada rectum
r. Anoreksia
s. Dorongan untuk defekasi
t. Hipokalsemia
Sekitar setengah dari orang-orang didiagnosis dengan kolitis
ulserativa memiliki gejala-gejala ringan. Lain sering menderita demam, diare,
mual, dan kram perut yang parah. Kolitis ulserativa juga dapat menyebabkan
masalah seperti radang sendi, radang mata, penyakit hati, dan osteoporosis. Tidak
diketahui mengapa masalah ini terjadi di luar usus. Para ilmuwan berpikir
komplikasi ini mungkin akibat dari peradangan yang dipicu oleh sistem kekebalan
tubuh. Beberapa masalah ini hilang ketika kolitis diperlakukan.
Presentasi klinis dari kolitis ulserativa tergantung pada sejauh
mana proses penyakit. Pasien biasanya hadir dengan diarebercampur darah
dan lendir, dari onset gradual. Penyakit ini biasanya disertai dengan berbagai
derajat nyeri perut, dari ketidaknyamanan ringan untuk sangat menyakitkan kram.
Kolitis ulseratif berhubungan dengan proses peradangan umum
yang mempengaruhi banyak bagian tubuh. Kadang-kadang terkait ekstra-gejala
usus adalah tanda-tanda awal penyakit, seperti sakit, rematik lutut pada seorang
remaja. Kehadiran penyakit ini tidak dapat dikonfirmasi, namun, sampai awal
manifestasi usus.
7. Pemeriksaan Penunjang
A. GAMBARAN RADIOLOGI
Foto polos abdomen
Barium enema
. Ultrasonografi (USG)
. CT-scan dan MRI
B. Pemeriksaan Endoskopi
8. Pemeriksaan Diagnostik
Contoh feses (pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama penyakit):
terutama mengandung mukosa, darah, pus dan organisme usus khususnya
entomoeba histolytica.
Protosigmoi doskopi: memperlihatkan ulkus, edema, hiperermia, dan inflamasi
(akibat infeksi sekunder mukosa dan submukosa). Area yang menurun fungsinya
dan perdarahan karena nekrosis dan ulkus terjadi pada 35 % bagian ini.
Sitologi dan biopsy rectal membedakan antara pasien infeksi dan karsinoma.
Perubahan neoplastik dapat dideteksi, juga karakter infiltrat inflamasi yang
disebut abses lapisan bawah.
Enema bartum, dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi dilakukan,
meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena dapat membuat
kondisi eksasorbasi.
Kolonoskopi: mengidentigikasi adosi, perubahan lumen dinding, menunjukkan
obstruksi usus.
Kadar besi serum: rendah karena kehilangan darah. Masa protromlain:
memanjang pada kasus berat karena gangguan faktor VII dan X disebabkan oleh
kekurangan vitamin K.
ESR: meningkat karena beratnya penyakit Trombosis: dapat terjadi karena proses
penyakit inflamasi.
Elektrolit: penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat.
9. Komplikasi
Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkan anemiakarena
kekurangan zat besi. Pada 10% penderita, serangan pertama sering menjadi berat,
dengan perdarahan yang hebat, perforasi atau penyebaran infeksi.
Kolitis Toksik, terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus.
Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan dinding usus
terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya. Perut tampak
menggelembung. Usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya
mengalami pelebaran.
Kanker Kolon (Kanker Usus Besar). Resiko kanker usus besar meningkat pada
orang yang menderita kolitis ulserativa yang lama dan berat.
Bersifat lokal atau sistemik
Fistula dan fisura abses rectal
Dilatasi toksik atau megakolon
Perforasi usus
Karsinoma kolon
B. KONSEP ASKEP
1. PENGKAJIAN/PENGUMPULAN DATA
a. Data Biografi: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
b. Data Dasar Pengkajian Klien
1) Aktivitas/istirahat
Gejala:
Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah
Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare
Merasa gelisah dan ansietas
Pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan efek proses penyakit.
2) Sirkulasi
Tanda:
Takikardia Crospons terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan nyeri.
Kemerahan area akimonsis (kekurangan vitamin K)
TD: hipotensi, termasuk postural
Kulit/membran mukosa, turgor buruk, kering, lidah pecah (dehidrasi/malnutrisi)
3) Integritas ego
Gejala:
Ansietas, ketakutan, emosi, kesal, misalnya perasaan tak berdaya/tak ada harapan
Faktor stress akut/kronis, misalnya hubungan dengan keluarga/pekerjaan,
pengobatan yang mahal
Faktor budaya peningkatan prevalensi dari populasi Yahudi
Tanda:
Menolak, perhatian menyempit, depresi.
4) Eliminasi
Gejala:
Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai batu atau berair
Episode diare berdarah tak dapat diperkirakan, hingga timbul, sering tak dapat
dikontrol (sebanyak 20 30 kali defekasi/hari)
Perasaan dorongan/kram (temosmus), defekasi berdarah/pus/ mukosa dengan atau
tanpa keluar feses.
INTERVENSI
Tingkat intake makanan melalui
Mengurangi gangguan dari lingkungan
Jaga privacy klien
Jaga kebersihan ruangan
RASIONAL
Cara khusus untuk meningkatkan nafsu
makan klien
RASIONAL
Mengurangi
rasa
mulas
dengan
vasodilatasi
pembuluh
darah/melancarkan peredaran darah
3. Kurangi aktivitas
4. Anjarkan tirah
Menurunkan peristaltik
RASIONAL
Menurunkan peristaltik usus
2. Batasi aktivitas
RASIONAL
klien Meningkatkan pengetahuan
penyakitnya
tentang
3. Konsul dengan dokter ahli gizi untuk Membantu menentukan jenis diet yang
menentukan dietnya
sesuai untuk mempercepat kesembuhan
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Usus besar atau colon berbentuk saluran muscular beronga yang
membentang dari secum hingga canalis ani dan dibagi menjadi sekum, colon
(assendens, transversum, desendens, dan sigmoid), dan rectum. Katup ileosekal
mengontrol masuknya kimus ke dalam kolon, sedangkan otot sfingter eksternus
dan internus mengotrol keluarnya feses dari kanalis ani. Diameter kolon kurang
lebih 6,3 cm dengan panjang kurang lebih 1,5 m.
Kolitis adalah radang pada kolon. Radang ini disebabkan akumulasi
cytokine yang mengganggu ikatan antar sel epitel sehingga menstimulasi sekresi
kolon, stimulasi sel goblet untuk mensekresi mucus dan mengganggu motilitas
kolon. Mekanisme ini menurunkan kemampuan kolon untuk mengabsorbsi air dan
menahan feses ( Tilley et al, 1997).
Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat,
demam tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan,
penderita tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya
dimulai bertahap, dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar
yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol
2.Jakarta:EGC
Marliynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta.
EGC.
www.semangateli.blogspot.com/2008_03_01
www.medicastore.com/nutracare/isi-enzym.php
www.medic-fighting.blogspot.com/2008/02
www.indonesiaindonesia.com/f/10717-kolitis-ulserativa/