You are on page 1of 110

ISSN : 2085 - 0204

JURNAL ILMIAH KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN MAJAPAHIT

DIAN IRAWATI
Faktor Karakteristik Ibu Yang Berhubungan Dengan Ketepatan Imunisasi DPT
Combo Dan Campak Di Pasuruan
SULISDIANA
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Ibu Tentang
Regurgitasi Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di BPS Muji Winarnik Mojokerto
ELYANA MAFTICHA
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Tablet Kalsium Pada
Wanita Premenopouse Di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung
Kabupaten Sidoarjo
FARIDA YULIANI
Perilaku Pantang Makan Pada Ibu Nifas Di BPS A Balongtani
Jabon Sidoarjo
DYAH SIWI HETY
Hubungan Usia Dan Paritas Dengan Kejadian Ca Cervix Di RSUD Sidoarjo
Tahun 2009
SARMINI MOEDJIARTO
Karakteristik Ibu Yang Berhubungan Dengan Perdarahan Post Partum
Di RB Medika Utama Wonokupang Balongbendo Sidoarjo
Tahun 2009

HOSPITAL
MAJAPAHIT

VOL 3

NO. 1

Hlm.
1 - 103

Mojokerto
Februari 2011

ISSN
2085 - 0204

HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3. No. 1, Februari 2011

ISSN : 2085 - 0204

Pengantar Redaksi,

Jurnal Hospital Majapahit Vol. 3 No 1 Tahun 2011 banyak didominasi oleh publikasi dosen
kebidanan tentang pengembangan penelitian di bidang kesehatan ibu dan anak. Hasil
penelitian ini selain menunjang perbaikan materi pengajaran ke mahasiswa juga diharapkan
membawa manfaat pada peningkatan status derajat kesehatan ibu dan anak di Indonesia.
Artikel yang pertama ditulis oleh Dian Irawati yang membahas tentang faktor karakteristik ibu
yang berhubungan dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan campak di Pasuruan. Dalam artikel
ini dijelaskan bahwa ada hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan
Campak. Pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT Combo dan Campak mempengaruhi ketepatan
imunisasi DPT Combo dan Campak pada bayi yang disebabkan beberapa faktor antara lain
pengetahuan ibu, sumber informasi yang didapat,pendidikan ibu. Semakin kurang pengetahuan ibu
semakin tidak tepat pula dalam mengimunisasikan bayinya. Oleh karena itu, peran tenaga kesehatan
dan kader harus lebih di tingkatkan untuk memberikan informasi melalui penyuluhan dengan
menyebarkan leaflet tentang jadwal pemberian Imunisasi secara tepat dan pentingnya imunisasi pada
bayi.
Artikel yang kedua ditulis oleh Sulisdiana yaitu tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan di BPS Muji Winarnik
Mojokerto. Hasil penelitian ini membahas bahwa sebagian besar ibu sebenarnya telah mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang regurgitasi. Pengetahuan ini muncul karena responden telah
memperoleh informasi yang cukup baik dari pengalaman sendiri atau lingkungan serta dapat pula dari
tenaga kesehatan. Pengetahuan responden terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
umur, pendidikan, dan pekerjaan.
Artikel yang ketiga ditulis oleh Ellyana Mafticha dengan tema Faktor-faktor yang
berhubungan dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita pre menopouse di desa Tanjek Wagir
Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo. Artikel ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan
pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita premenopouse di Desa
Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo.Tingkat keeratan hubungan dalam penelitian
ini adalah sangat kuat. Sebagian besar responden berpengetahuan cukup tentang osteoporosis akan
tatapi mereka tidak mengkonsumsi tablet kalsium dengan teratur di karenakan masalah biaya dan
malas minum tablet kalsium setiap hari. Konsumsi tablet kalsium ini bermanfaat untuk mencegah
terjadinya gangguan pertumbuhan, kerapuhan tulang, dan kejang otot.
Artikel yang keempat ditulis oleh Farida Yuliani yang membahas tentang Perilaku Pantang
Makan Pada Ibu Nifas di BPS A Balongtani Jabon Sidoarjo. Artikel ini menjelaskan bahwa pantang
makan pada ibu nifas dapat mempengaruh kelancaran produksi ASI. Sehingga perlunya peningkatan
informasi tentang pantang makan pada ibu nifas, supaya ibu nifas mengetahui pentingnya makanan
bergizi untuk kesehatan ibu dan bayi.
Artikel yang kelima ditulis oleh Dyah Siwi Hety tentang hasil penelitiannya yang
dipublikasikan pada tahun 2010 yakni tentang Hubungan Usia dan Paritas Dengan Kejadian Ca Cervix
di RSUD Sidoarjo Tahun 2009. Hasil penelitian ini membahas tentang hubungan antara paritas
dengan kejadian Ca Cerviks. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Ca Cerviks : Human
Papilloma Virus, merokok, hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini, berganti-ganti
pasangan seksual, gangguan system kekebalan tubuh, pemakaian pil KB, infeksi herpes genetalis atau
infeksi klamidia menahun, lanjut usia, kegemukan, menstruasi pertama di usia dini, menopause yang
terlambat dan belum pernah hamil. Simpulan penelitian ini adalah pasien rawat inap dengan paritas
tinggi cenderung terkena kanker serviks lebih besar dibandingkan pasien dengan paritas rendah.
Penyakit kanker serviks adalah jenis penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan. Salah satu upaya
mencegah kanker serviks adalah dengan membatasi jumlah anak dan melakukan pemeriksaan pap
smear sebagai upaya pencegahan kanker serviks.

HOSPITAL MAJAPAHIT
Artikel yang keenam ditulis oleh Sarmini Moedjiarto yang membahas tentang karakteristik ibu
yang berhubungan dengan perdarahan post partum di RB Medika Utama Wonokupang Balongbendo
Sidoarjo tahun 2009. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
variabel independen (jarak persalinan) dan variabel dependen ( perdarahan post partum ). Kesimpulan
dari penelitian ini adalah bahwa jarak persalinan merupakan salah satu penyebab predisposisi
terjadinya perdarahan post partum. Perlu adanya penanganan obstetrik yang efisian dalam pemantauan
kehamilan agar komplikasi persalinan terhadap perdarahan post partum bisa di cegah.

Redaksi,

HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3. No. 1, Februari 2011

ISSN : 2085 - 0204

Kebijakan Editorial dan Pedoman Penulisan Artikel


Kebijakan Editorial
Jurnal Hospital Majapahit diterbitkan oleh Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto secara berkala
(setiap 6 bulan) dengan tujuan untuk menyebarluaskan informasi hasil penelitian, artikel ilmiah
kepada akademisi, mahasiswa, praktisi dan lainnya yang menaruh perhatian terhadap penelitianpenelitian dalam bidang kesehatan. Lingkup hasil penelitian dan artikel yang dimuat di Jurnal Hospital
Majapahit ini berkaitan dengan pendidikan yang dilakukan oleh Politeknik Kesehatan Majapahit
Mojokerto.
Jurnal Hospital Majapahit menerima kiriman artikel yang ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa
Inggris. Penentuan artikel yang dimuat dalam Jurnal Hospital Majapahit dilakukan melalui proses
blind review oleh editor Hospital Majapahit. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam penentuan pemuat
artikel, antara lain : terpenuhinya syarat penulisan dalam jurnal ilmiah, metode penelitian yang
digunakan, kontribusi hasil penelitian dan artikel terhadap perkembangan pendidikan kesehatan.
Penulis harus menyatakan bahwa artikel yang dikirim ke Hospital Majapahit, tidak dikirim atau
dipublikasikan dalam majalah atau jurnal ilmiah lainnya.
Editor bertanggung jawab untuk memberikan telaah konstruktif terhadap artikel yang akan dimuat,
dan apabila dipandang perlu editor menyampaikan hasil evaluasi artikel kepada penulis. Artikel yang
diusulkan untuk dimuat dalam jurnal Hospital Majapahit hendaknya mengikuti pedoman penulisan
artikel yang dibuat oleh editor. Artikel dapat dikirim ke editor Jurnal Hospital Majapahit dengan
alamat :

Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto


Jl. Jabon Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363
Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736,
Email : Hospitalmajapahit@yahoo.com

HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3. No. 1, Februari 2011

ISSN : 2085 - 0204

Pedoman Penulisan Artikel.


Penulisan artikel dalam jurnal kesehatan hospital majapahit yang diharapkan menjadi pertimbangan
penulis.
Format.
1. Artikel diketik dengan spasi ganda pada kertas A4 (210 x 297 mm).
2. Panjang artikel maksimum 7.000 kata dengan Courier atau Times New Roman font 11 12 atau
sebanyak 15 sampai dengan 20 halaman.
3. Margin atas, bawah, samping kanan dan samping kiri sekurang kurangnya 1 inchi.
4. Semua halaman sebaiknya diberi nomor urut.
5. Setiap table dan gambar diberi nomor urut, judul yang sesuai dengan isi tabel atau gambar serta
sumber kutipan.
6. Kutipan dalam teks menyebutkan nama belakang (akhir) penulis, tahun, dan nomor halaman jika
dipandang perlu. Contoh :
a. Satu sumber kutipan dengan satu penulis (Rahman, 2003), jika disertai dengan halaman
(Rahman, 2003:36).
b. Satu sumber kutipan dengan dua penulis (David dan Anderson, 1989).
c. Satu sumber kutipan dengan lebih dari satu penulis (David dkk, 1989).
d. Dua sumber kutipan dengan penulis yang sama (David, 1989, 1992), jika tahun publikasi
sama (David, 1989a, 1989b).
e. Sumber kutipan dari satu institusi sebaiknya menyebutkan singkatan atau akronim yang
bersangkutan (BPS, 2007: DIKNAS, 2006).
Isi Tulisan.
Tulisan yang berupa hasil penelitian disusun sebagai berikut :
Abstrak, bagian ini memuat ringkasan artikel atau ringkasan penelitian yang meliputi masalah
penelitian, tujuan, metode, hasil, dan kontribusi hasil penelitian. Abstrak disajikan diawal teks dan
terdiri antara 200 sampai dengan 400 kata (sebaiknya disajikan dalam bahasa inggris). Abstrak diberi
kata kunci (key word) untuk memudahkan penyusunan indeks artikel.
Pendahuluan, menguraikan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan
untuk menjadi hipotesis dan model penelitian.
Kerangka Teoritis, memaparkan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan
untuk mengembangkan hipotesis dan model penelitian.
Metode Penelitian, memuat pendekatan yang digunakan, pengumpulan data, definisi
Dan pengukuran variable serta metode dan teknik analisis data yang digunakan.
Hasil Penelitian, berisi pemaparan data hasil tentang hasil akhir dari proses kerja teknik analisis data,
bentuk akhir bagian ini adalah berupa angka, gambar dan tabel.
Pembahasan, memuat abstraksi peneliti setelah mengkaji hasil penelitian serta teori teori yang
sudah ada dan dijadikan dasar penelitian.
Daftar Pustaka, memuat sumber-sumber yang dikutip dalam artikel, hanya sumber yang diacu saja
yang perlu dicantumkan dalam daftar pustaka.

HOSPITAL MAJAPAHIT
Jurnal :
Berry, L. 1995. Ralationship Marketing of Service Growing Interest, Emerging Perspective. Journal
of the Academy Marketing Science. 23. (4) : 236 245.
Buku :
Asnawi SK dan Wijaya C. 2006. Metodologi Penelitian Keuangan, Prosedur, Ide dan Kontrol.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Artikel dari Publikasi Elekronik :
Orr. 2002. Leader Should do more than reduce turnover. Canadian HR Reporter. 15, 18,
ABI/INFORM Research. 6 & 14 http://www.proquest.com/pqdauto[06/01/04].
Majalah :
Widiana ME, 2004. Dampak Faktor-Faktor Pemasaran Relasional dalam Membentuk Loyalitas
Nasabah pada Bisnis Asuransi. Majalah Ekonomi. Tahun XIV. (3) : 193-209.
Pedoman :
Joreskog and Sorbom. 1996. Prelis 2 : Users Reference Guide, Chicago, SSI International.
Simposium :
Pandey. LM. 2002. Capital Structur and Market Power Interaction : evidence from Malaysia, in Zamri
Ahmad, Ruhani Ali, Subramaniam Pillay. 2002. Procedings for the fourt annual Malaysian Finance
Assiciation Symposium. 31 May-1. Penang. Malaysia.
Paper :
Martinez and De Chernatony L. 2002. The Effect of Brand Extension Strategies Upon Brand Image.
Working Paper. UK : The University of Birmingham.
Undang-Undang & Peraturan Pemerintah :
Widiana ME, 2004. Dampak Faktor-Faktor Pemasaran Relasional dalam Membentuk Loyalitas
Nasabah pada Bisnis Asuransi. Majalah Ekonomi. Tahun XIV. (3) : 193-209.
Skripsi, Thesis, Disertasi :
Christianto I. 2008. Penentuan Strategi PT Hero Supermarket Tbk, Khususnya pada Kategori
Supermarket di Kotamadya Jakarta Barat berdasarkan Pendekatan Analisis Konsep Three Stage Fred
R. David (Skripsi). Jakarta : Program Studi Manajemen, Institut Bisnis dan Informatika Indonesia.
Surat Kabar :
Gito. 26 Mei 2006. Penderes. Perajin Nira Sebagian Kurang Profesional. Kompas: 36 (Kolom 4-5).
Penyerahan Artikel :
Artikel diserahkan dalam bentuk compact disk (CD) dan dua eksemplar cetakan kepada :

Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto


Jl. Jabon Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363
Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736,
Email : Hospitalmajapahit@yahoo.com

HOSPITAL MAJAPAHIT
Vol. 3. No. 1, Februari 2011

ISSN : 2085 - 0204

DAFTAR ISI
FAKTOR KARAKTERISTIK IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETEPATAN
IMUNISASI DPT COMBO DAN CAMPAK DI PASURUAN .........................................
Dian Irawati
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU


TENTANG REGURGITASI PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI BPS MUJI
WINARNIK MOJOKERTO .................................................................................................
Sulisdiana
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

15

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONSUMSI TABLET


KALSIUM PADA WANITA PREMENOPOUSE DI DESA TANJEK WAGIR
KECAMATAN KREMBUNG KABUPATEN SIDOARJO ...............................................
Elyana Mafticha.
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

34

PERILAKU PANTANG MAKAN PADA IBU NIFAS DI BPS A BALONGTANI


JABON SIDOARJO ..............................................................................................................
Farida Yuliani
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

54

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN CA CERVIX DI RSUD


SIDOARJO TAHUN 2009 ............................................................................................................
Dyah Siwi Hety
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
KARAKTERISTIK IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN POST
PARTUM DI RB MEDIKA UTAMA WONOKUPANG BALONGBENDO SIDOARJO
TAHUN 2009 ........................................................................................................................
Sarmini Moedjiarto
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto

Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto


Jl. Jabon Gayaman KM. 2 Mojokerto 61363
Telepon (0321) 329915 Fax (0321) 331736,
Email : Hospitalmajapahit@yahoo.com

74

87

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

FAKTOR KARAKTERISTIK IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KETEPATAN IMUNISASI DPT COMBO DAN CAMPAK
DI PASURUAN
Dian Irawati
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
ABSTRAK
Setiap tahun ada 10% bayi sekitar (450.000 bayi) yang belum mendapat imunisasi sehingga
dalam 5 tahun menjadi 2 juta anak yang belum mendapat imunisasi yang lengkap. Angka cakupan
DPT Combo dan Campak sangat rendah dan setiap tahun selalu terjadi penurunan angka cakupan.
Banyak faktor yang menyebabkan belum optimalnya pemberian imunisasi DPT Combo dan Campak.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor karakteristik ibu yang berhubungan dengan
ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak di Pasuruan.
Desain yang digunakan adalah analitik jenis Cross Sectional, dengan jumlah populasi dan
sampel 48 ibu yang memiliki bayi usia 12 bulan. Sedangkan teknik sampling yang digunakan adalah
total sampling. Variabel independen adalah umur, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan sedangkan
variabel dependen adalah ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. Instrumen yang digunakan
adalah kuesioner. Data yang didapat kemudian dimasukkan dalam tabulasi silang dihitung dengan uji
Mann Whitney. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 17-19 juni 2010 di Desa Balung Anyar
Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan paling banyak responden berpengetahuan kurang 22
responden (45,83%) dan lebih dari 50% responden tidak mengimunisasikan bayinya dengan tepat
sebanyak 30 responden (62,5%). Analisis data ini menggunakan uji Mann Whitney dengan = 0,05
dan hasil perhitungan 0,008 < 0,05 yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima yaitu ada hubungan
pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak.
Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT Combo dan Campak
mempengaruhi ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak pada bayi yang disebabkan beberapa
faktor antara lain pengetahuan ibu, sumber informasi yang didapat,pendidikan ibu.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin kurang pengetahuan ibu semakin tidak
tepat pula dalam mengimunisasikan bayinya. Oleh karena itu, peran tenaga kesehatan dan kader
harus lebih di tingkatkan untuk memberikan informasi melalui penyuluhan dengan menyebarkan
leaflet tentang jadwal pemberian Imunisasi secara tepat dan pentingnya imunisasi pada bayi.
Kata kunci : Pengetahuan, Imunisasi DPT Combo dan Campak, Ketepatan
A. PENDAHULUAN
Cakupan imunisasi dasar anak meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh
dunia sejak penetapan Expanded Program On Immunisation (EPI) oleh WHO. Bayi-bayi di
Indonesia yang diimunisasi setiap tahun sekitar 90% dari sekitar 4,5 juta bayi yang lahir artinya
setiap tahun ada 10% bayi (sekitar 450.000 bayi) yang belum mendapat imunisasi sehingga
dalam 5 tahun menjadi 2 juta anak yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap (Aprianti,
2008). Hal itu karena masih ada hambatan geografis, jarak, jangkauan layanan, transportasi,
ekonomi dan lain-lain (Depkes, 2003). Walaupun pemerintah telah menargetkan imunisasi
seperti yang telah disebutkan di atas, namun pada kenyataannya kegiatan imunisasi sendiri
masih kurang mendapat perhatian dari masyarakat yang memiliki bayi. Tidak sedikit ibu-ibu
yang tidak bersedia untuk mengimunisasikan anaknya dengan alasan takut akan efek samping
imunisasi yang di sertai pengetahuan masyarakat yang rendah tentang imunisasi (Muhamad,
2005).
DPT (Diphteri, Pertusis dan Tetanus) Combo adalah gabungan imunisasi DPT dengan
Hepatitis B, di berikan kepada balita secara bertahap dalam 3 kali. Imunisasi DPT untuk
mencegah difteri, pertusis, tetanus. Imunisasi ini di berikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Efek

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

sampingnya merah, dan bengkak pada tempat injeksi dan panas badan. Imunisasi Campak
gunanya untuk mencegah penyakit campak, diberikan pada usia 9 bulan,di injeksikan di
paha/lengan atas. Efek sampingnya panas, merah-merah di kulit. Imunusasi Polio diberikan
pada bayi usia 2, 3, 4, 9 bulan.
Pemberian imunisasi akan dilaksanakan apabila ada peran serta dan kesadaran dari
masyarakat khususnya ibu, perilaku ibu dalam ketepatan pemberian imunisasi masih banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) perilaku
dipengaruhi oleh tiga faktor, diantaranya faktor presdiposisi yang mencakup pengetahuan dan
sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan.
Pengetahuan pada masyarakat sangat penting, perubahan sikap yang di dasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak di dasari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 2000). Banyak faktor yang menyebabkan belum optimalnya pemberian imunisasi
DPT Combo dan Campak yaitu tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah terhadap
imunisasi. Oleh karena itu pengetahuan masyarakat perlu di tingkatkan sehingga mengerti
betapa besarnya pemberian imunisasi pada balita. Dalam masalah ini seharusnya petugas
kesehatan dan kader mendatangi rumah ibu yang mempunyai balita dan memberikan sedikit
informasi tentang imunisasi.
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam imunisasi adalah ketepatan jadwal
imunisasi. Apabila ibu tidak tepat dalam mengimunisasikan bayinya akan berpengaruh terhadap
kekebalan dan kerentanan bayi terhadap suatu penyakit. Sehingga bayi harus mendapatkan
imunisasi tepat waktu agar terlindung dari berbagai penyakit berbahaya. Salah satu faktor yang
mempengaruhi ketepatan jadwal imunisasi adalah tingkat pengetahuan ibu.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 22-29 April 2010 di
Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan dengan melihat buku KMS, dari 10
ibu yang mempunyai balita, 3 orang (30%) sudah mengimunisasikan balitanya sesuai jadwal.
Sedangkan 7 orang (70%) belum mengimunisasikan bayinya dengan tepat sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan.
Tabel 1. Hasil Cakupan Pencapaian Imunisasi DPT Combo di Desa Balung Anyar
Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan Tahun 2008-2009
2008
2009
No. Jenis Imunisasi
Target
Pencapaian
Target
Pencapaian
1.
DPT Combo I
100
57(57%)
100
53(53%)
2.
DPT Combo II
95
46(52%)
90
49(54%)
3.
DPT Combo III
90
42(47%)
90
48(53%)
Sumber : Laporan Imunisasi Polindes Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten
Pasuruan
Berdasarkan tabel di atas, khususnya imunisasi DPT Combo dan Campak, angka
cakupan imunisasi DPT Combo dan Campak Tahun 2008-2009 lebih rendah dari target yang
telah di tetapkan. Dari fenomena diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang
faktor karakteristik ibu yang berhubungan dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan
Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan.
B.
1.

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Imunisasi
a. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata Imun, kebal, resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap
suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain (Notoatmodjo, 2003).

HOSPITAL MAJAPAHIT

b.

c.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Bayi yang lahir mempunyai kekebalan alami yang diterima dari ibunya saat masih
dalam kandungan. Kekebalan ini didapat melalui placenta dan akan habis kira-kira setelah
bayi berusia 6 bulan. Pada usia ini seorang anak menjadi sasaran yang mudah dijangkiti
penyakit. Untuk mencegahnya, suntikan imunisasi harus diberikan sedini mungkin.
Pada dasarnya imunisasi ada 2 jenis :
1) Imunisasi Pasif (Passive Immunization)
Imunisasi adalah kekebalan tubuh yang bisa diperoleh seseorang yang zat kekebalan
tubuhnya didapatkan dari luar. Imunisasi pasif dibagi menjadi 2 :
a) Imunisasi pasif alamiah
Adalah antibodi yang didapat seseorang karena diturunkan oleh ibu yang
merupakan orang tua kandung langsung ketika berada dalam kandungan.
b) Imunisasi pasif buatan
Adalah kekebalan tubuh yang diperoleh karena suntikan serum untuk mencegah
penyakit tertentu.
2) Imunisasi Aktif (Passive Immunization)
Imunisasi aktif adalah kekebalan tubuh yang didapat seseorang karena tubuh yang
secara aktif membentuk zat antibodi.
a) Imunisasi aktif alamiah
Adalah kekebalan tubuh yang secara otomatis diperoleh setelah sembuh dari
suatu penyakit.
b) Imunisasi aktif buatan
Adalah kekebalan tubuh yang didapat dari vaksinasi yang diberikan untuk
mendapatkan perlindungan dari suatu penyakit.
Imunisasi Aktif (Active Immunization)
Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :
a) BCG, untuk mencegah penyakit TBC.
b) DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis dan tetanus.
c) Polio, untuk mencegah penyakit poliomyelitis.
d) Campak untuk mencegah penyakit campak (measles) (Notoatmodjo, 2003).
Tujuan Program Imunisasi
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini penyakit-penyakit tersebut
adalah disentri, tetanus, pertusis, campak, polio dan tuberculose (Notoatmodjo, 2003).
Pemberian imunisasi bertujuan untuk mencegah penyakit dan kematian bayi dan
anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia sangat
mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka
kesakitan, kematian pada bayi, balita/anak-anak pra sekolah (Depkes RI, 2001).
DPT Combo
1) Pengertian DPT Combo
Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan
dan pertusis yang in aktivasi serta vaksin hepatiis B yang merupakan sub unit vaksin
virus yang mengandung HbsAg.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit Difetri, Tetanus, Pertusis dan
Hepatitis B.
3) Efek Samping DPT
a) Panas
b) Rasa sakit di daerah suntikan
c) Peradangan
d) Kejang-kejang
4) Kemasan
Warna vaksin putih keruh seperti vaksin DPT.

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

5)

d.

Cara pemberian dan dosis


a) Pemberian dengan cara Intra Muskular, 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
b) Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4
minggu (1 bulan).
c) Di unit pelayanan, Vaksin DPT combo yang telah dibuka hanya boleh digunakan
selama 4 minggu, dengan ketentuan:
(1) Vaksin belum kadaluwarsa
(2) Vaksin disimpan dalam suhu +2C- +8C.
(3) Tidak pernah terendam air
(4) Sterilitasnya terjaga (Depkes RI, 2005)
Vaksin Campak
1) Definisi Vaksin Campak
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
3) Kontraindikasi
Individu yang mengidap penyakit immunodeficiency atau individu yang diduga
menderita gangguan respons imun Karen aleukimia, lymphoma.
4) Efek samping
Hingga 15% pasien dapat megalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang
dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
5) Cara pemberian dan dosis
a) Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan
pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.
b) Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas, pada
usia 9 bulan (Depkes RI, 2005).
Tabel 2. Jadwal Imunisasi
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

2.

Umur
0-7 Hari
1 Bulan
2 Bulan
3 Bulan
4 Bulan
9 Bulan

Jenis Imunisasi
HB Uniject
BCG
DPT Combo 1 dan Polio 1
DPT Combo 2 dan Polio 2
DPT Combo 3 dan Polio 3
Campak dan Polio 4

Konsep Dasar Pengetahuan


a. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, pengindraan terjadi melalui indra manusia
diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui
pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau
akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau
dirasakan sebelumnya (Budi, 2005).
Pengetahuan adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran
seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan
alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah,
dan pikiran-pikiran.

HOSPITAL MAJAPAHIT
b.

c.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif


Pengetahuan memiliki enam tingkat yang bergerak berurutan dari tingkatan rendah
atau sederhana sampai ketingkat yang paling kompleks yaitu :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya,
termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap
suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan, mengetahui dan sebagainya.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang apa yang di ketahui dan dapat mengintreprestasikan materi tersebut dengan
benar. Orang yang telah faham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek
yang dipelajari.
3) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya), Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek kedalam
komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi itu dan masih ada
kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata
kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan
mengelompokkan dan sebagainya.
5) Sintesis
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan
kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun, dapat merencanakan,
dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian
terhadap suatu materi atau obyek penelitian itu berdasarkan suatu kriteria yang di
tentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.
Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
1) Pendidikan
Pendidikan adalah bimbingan yang telah di berikan seseorang kepada orang lain
terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin
tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi, dan pada akhirnya
makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang
pendidikannya, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap
penerimaan, informasi dan nilai yang baru diperkenalkan.
2) Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan
pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
3) Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan
psikologi (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori
perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua perubahan proporsi, ketiga hilangnya
ciri- cirri lama, ke empat timbulnya ciri-ciri baru. Ini akibat pematangan fungsi organ.
Pada aspek psikologi atau mental taraf berfikir seseorang makin matang.

HOSPITAL MAJAPAHIT
a)

b)

c)

d)

e)

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginannya tinggi terhadap sesuatu. Minat
menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya
diperoleh pengetahuan yang menjadi mendalam.
Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman seseorang
kurang baik akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap
obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologi akan timbul kesan yang
sangat mendalam dan membekas dalam emosi jiwanya, dan akhirnya dapat
membentuk sikap positif dalam kehidupannya.
Kebudayaan lingkungan sekitarnya
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita.
Informasi
Kemudahan memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat
seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Notoatmodjo, 2003).
Cara Mengukur Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatan seperti :
(1) Pengetahuan baik jika skor >75%
(2) Pengetahuan cukup jika skor 60% - 75%
(3) Pengetahuan kurang jika < 60% (Arikunto, 2006).

C. METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah observasi analitik dengan desain
penelitian Cross Sectional, karena antara variabel independen (pengetahuan) dan variabel
dependen (ketepatan) diukur pada saat yang sama (Notoatmodjo, 2005).
2. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu pemilihan (Notoatmodjo, 2005).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ha : Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan
Campak.
3. Variabel Dan Definisi Operasional
Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok
yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2005).
Variabel bebas (independen) penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang imunisasi
DPT Combo dan Campak. Variabel (dependen) tergantung pada penelitian ini adalah ketepatan
pemberian imunisasi DPT Combo dan Campak.
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan
karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2008).

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Tabel 3. Definisi Operasional Faktor Karakteristik Ibu Yang Berhubungan Dengan


Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak Di Pasuruan

4.

Variabel
Independen :
Pengetahuan ibu
dengan ketepatan
imunisasi DPT
Combo dan Campak

Definisi Operasional
Kriteria
Kemampuan ibu untuk
Tingkat pengetahuan :
menyebutkan jawaban yang
- Kurang : < 60%
benar pada pertanyaan tentang - Cukup : 60 75%
imunisasi DPT Combo dan
- Baik
: > 75 %
Campak yang meliputi:
- Pengertian imunisasi DPT
Combo dan Campak
Jawaban :
- Efek samping imunisasi DPT - Benar :1
Combo dan Campak
- Salah : 0
- Jadwal pemberian imunisasi
(Arikunto, 2006)
Combo dan Campak

Skala
Ordinal

Dependen :
Ketepatan imunisasi
DPT Combo dan
Campak

Kegiatan imunisasi DPT


Combo dan Campak yang
dilaksanakan sesuai dengan
jadwal pemberian

Nominal

- Tepat (DPT Combo


dan Campak)
diberikan kode 1
- Tidak tepat (DPT
Combo dan Campak)
diberikan kode 2

Populasi, Sampel Dan Instrumen Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi usia 12
bulan sebanyak 48 orang yang ada di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten
Pasuruan pada tanggal 17-19 Juni 2010. Penelitian ini menggunakan teknik non probability
sampling dengan teknik pengambilan sampel jenuh (total sampling) yaitu cara pengambilan
sampel dengan mengambil semua anggota populasi untuk menjadi sampel. Cara ini dilakukan
bila populasinya kecil, maka anggota populasi tersebut diambil seluruhnya untuk dijadikan
sampel penelitian (Hidayat, 2008). Instrumen yang digunakan adalah buku KMS dan

kuesioner. Kuesioner berisi 13 pernyataan tentang pengetahuan yang disusun disusun


sendiri oleh peneliti.
5.

Teknik Analisis Data


a. Univariat
Untuk kode subvariabel tingkat pengetahuan sebagai berikut:
Pemyataan : Salah
:0
Benar : 1
Kemudian jawaban tersebut diubah menjadi persentase dengan rumus:

Keterangan:
P :
Prosentase
f
:
Jumlah jawaban yang benar
N :
Jumlah skor maksimal jika semua pertanyaan dijawab dengan benar
Kemudian hasil prosentase diinterpretasikan menjadi:
Pengetahuan baik
: > 75 %
Pengetahuan cukup
: 60 % - 75 %
Pengetahuan kurang
: < 60 % (Arikunto, 2006)

HOSPITAL MAJAPAHIT
b.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Bivariat
Analisa bivariat dilakukan terhadap 2 variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi.
Dalam analisis ini dapat dilakukan uji Mann Whitney, dengan menggunakan teknik
komputerisasi SPSS 12, dengan kemaknaan = 0,05. Jika nilai probabilitas hasil
perhitungan < 0.05, maka Ha diterima.
Ha : Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan
Campak.
H0 : Tidak Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT
Combo dan Campak.

D. HASIL PENELITIAN
1. Data Umum
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4. Karakteristik Usia Responden di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok
Kabupaten Pasuruan
No.
1.
2.
3.

b.

Karakteristik Usia

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

< 20 tahun
20-30 tahun
>30 tahun

10
20,8
35
72,9
3
6,3
Total
48
100
Dari tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 20-30 tahun
sedangkan responden yang berusia > 30 tahun mempunyai proporsi yang paling kecil.
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 5. Karakteristik Pendidikan Responden di Desa Balung Anyar Kecamatan
Lekok Kabupaten Pasuruan
No.

Karakteristik Pendidikan

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

1.

SD

20

41,6

2.

SMP

14

29,2

3.

SMA

14

29,2

4.

c.

Perguruan Tinggi
0
0
Total
48
100
Dari tabel 5 diketahui bahwa paling banyak responden berpendidikan SD dan tidak
ada responden yang lulusan Perguruan Tinggi.
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 6. Karakteristik Pekerjaan Responden di Desa Balung Anyar Kecamatan
Lekok Kabupaten Pasuruan
No.
1.
2.

Karakteristik Pekerjaan
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
Bekerja
7
14,6
Tidak bekerja
41
85,4
Total
48
100
Dari tabel 6 diketahui bahwa sebagian responden tidak bekerja sedangkan sisanya
bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan karyawan swasta.

HOSPITAL MAJAPAHIT
d.

Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi DPT Combo dan Campak


Tabel 7. Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi DPT Combo dan Campak di Desa
Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan
No.
1.
2.
3.

e.

Pengetahuan

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

Baik
Cukup
Kurang

6
12,5
20
41,7
22
45,8
Total
48
100
Dari tabel 7 menunjukkan hampir setengahnya responden mempunyai pengetahuan
yang kurang tentang imunisasi DPT Combo dan Campak, sedangkan yang mempunyai
pengetahuan pada tingkat baik mempunyai proporsi yang paling kecil.
Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak
Tabel 8. Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak di Desa Balung Anyar
Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan
No.
1.
2.

2.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Ketepatan

Frekuensi (f)
Prosentase (%)
Tepat
18
37,5
Tidak Tepat
30
62,5
Total
48
100
Dari tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden tidak tepat dalam
melakukan imunisasi DPT Combo dan Campak sedangkan sisanya sudah tepat dalam
melakukan imunisasi DPT Combo dan Campak.
Data Khusus
Pada data ini akan disajikan tabulasi silang antara usia, pendidikan, pekerjaan dan
pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak .
a. Analisis Hubungan Usia Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak
Tabel 9. Tabulasi Silang Antara Usia Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo
dan Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan
Ketepatan
Total
No.
Usia
Tepat
Tidak Tepat
f
(%)
f
(%)
f
(%)
0
0
10
20,8
10
20,8
1.
< 20 tahun
16
33,3
19
39,6
35
72,9
2.
20-30 tahun
2
4,2
1
2,1
3
6,3
3.
>30 tahun
18
37,5
30
62,5
48
100
Jumlah
Berdasarkan hasil tabulasi silang diatas dapat diketahui bahwa semua responden
yang berusia < 20 tahun tidak tepat dalam menjalankan imunisasi DPT Combo dan
Campak sedangkan responden yang berusia > 30 tahun lebih dari 50% tepat dalam
menjalankan imunisasi DPT Combo dan Campak.

Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
8,097(a)
2
,017
Likelihood Ratio
11,428
2
,003
Linear-by-Linear Association
7,460
1
,006
N of Valid Cases
48
a 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,13.

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Hasil uji statistic menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai p value sama
dengan 0,017. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 jadi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara usia ibu dengan ketepatan dalam melaksanakan imunisasi DPT Combo dan Campak.
b. Analisis Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak
Tabel 10. Tabulasi Silang Antara Pendidikan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT
Combo dan Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten
Pasuruan
Ketepatan
Total
No.
Pendidikan
Tepat
Tidak Tepat
f
(%)
f
(%)
f
(%)
1.
SD
2
4,2
18
37,4
20
41,6
2.
SMP
5
10,4
9
18,8
14
29,2
3.
SMA
11
22,9
3
6,3
14
29,2
18
37,5
30
62,5
48
100
Jumlah
Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang
berpendidikan SD tidak tepat dalam menjalankan imunisasi DPT Combo dan Campak,
sedangkan responden yang berpendidikan SMA sebagian besar tepat dalam menjalankan
imunisasi DPT Combo dan Campak.
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
16,549(a)
2
,000
Likelihood Ratio
17,709
2
,000
Linear-by-Linear Association
15,902
1
,000
N of Valid Cases
48
a 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,25.
Hasil analisis data menggunakan uji chi square tersebut diatas dapat diketahui
bahwa nilai chi square hitung sama dengan 16,549 dengan nilai tabel pada df sama dengan
2 adalah sebesar 5,991. karena nilai hitung > nilai tabel maka Ho ditolak jadi ada hubungan
antara tingkat pendidikan dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak pada
tingkat signifikansi 5%.
c. Analisis Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak
Tabel 11. Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT
Combo dan Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok Kabupaten
Pasuruan
Ketepatan
Total
No.
Pekerjaan
Tepat
Tidak Tepat
f
(%)
f
(%)
f
(%)
1.
Tidak Bekerja
13
27,1
28
58,2
41
85,4
2.
Bekerja
5
10,4
2
4,2
7
14,6
18
37,5
30
62,5
48
100
Jumlah
Dari hasil tabulasi silang dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang
tidak bekerja tidak tepat dalam melaksanakan imunisasi DPT Combo dan Campak.
Sedangkan responden yang bekerja justru paling banyak tepat dalam menjalankan
imunisasi DPT Combo dan Campak.

10

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

d. Analisis Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo dan Campak
Tabel 12. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi
DPT Combo dan Campak di Desa Balung Anyar Kecamatan Lekok
Kabupaten Pasuruan
Ketepatan
Total
No.
Pengetahuan
Tepat
Tidak Tepat
f
(%)
f
(%)
f
(%)
1
Baik
5
10,4
1
2,1
6
12,5
2
Cukup
13
27,1
7
14,6
20
41,7
3
Kurang
0
0
22
45,8
22
45,8
18
37,5
30
62,5
48
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 12 menunjukkan sebagian besar berpengetahuan kurang dan
tidak tepat mengimunisasikan bayinya sesuai jadwal 22 responden (45,8%).
Data yang diperoleh dari hasil observasi oleh peneliti kemudian dilakukan analisa
dengan menggunakan uji mann whitney untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
pengetahuan ibu tentang ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak antara responden
yang mempunyai tingkat pengetahuan baik, cukup, kurang di Desa Balung Anyar
Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan pada bulan17-19 juni 2010. Dari hasil uji mann
whitney dengan = 0,05 dan hasil perhitungan 0,008 < 0,05 yang artinya Ha diterima yaitu
ada hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak.
E.
1.

PEMBAHASAN
Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi DPT Combo Dan Campak
Berdasarkan tabel 7 menunjukkan paling banyak responden mempunyai pengetahuan
baik 6 responden (12,5%), cukup 20 responden (41,66%), kurang tentang imunisasi DPT
Combo dan Campak 22 responden (45,83%). Dari hasil data banyak ibu yang memiliki
pengetahuan kurang tentang imunisasi DPT Combo dan campak yang meliputi pengertian,
manfaat, jadwal imunisasi. Karena kurangnya ibu yang memiliki pengetahuan tentang imunisasi
DPT Combo dan Campak maka banyak balita yang tidak diberi imunisasi sesuai jadwal.
Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka mereka akan membentuk perilaku yang baik.
Sebaliknya semakin rendah pengetahuan seseorang maka mereka tidak bisa memilih sesuatu
yang bermanfaat bagi dirinya sehingga akan terbentuk perilaku yang tidak baik.
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap obyek (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya
pendidikan, lingkungan pekerjaan, umur, kebudayaan lingkungan, informasi. Dengan
bertambahnya usia maka pengetahuan seseorang akan bertambah baik (Mubarak, 2007).
Disamping usia ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu
pengalaman dan sumber informasi. Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan, hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lalu. Sumber informasi dapat
diperoleh dirumah, sekolah, media cetak,dan tempat pelayanan keehatan, ilmu pengetahuan dan
teknologi membutuhkan informasi sekaligus menghasilkan informasi (Arikunto, 2006).
Ditinjau dari segi usia maka tabulasi silang yang terdapat pada lampiran 8 menunjukkan
bahwa hampir setengahnya responden berusia 20-30 tahun 13 responden (27,08%). Disini bisa
kita lihat bahwa pada usia 20-30 tahun, maka ibu sudah berada pada tahap perkembangan yang
dewasa. Pada fase dewasa tugas perkembangannya adalah untuk saling ketergantungan dan
tanggung jawab terhadap orang lain serta menjadi pribadi yang lebih matang. Namun hal
tersebut bertentangan dengan kenyataan yang ada. Bahwa seharusnya seseorang yang sudah
memasuki fase dewasa memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Hal ini mungkin disebabkan
karena seseorang itu baru belajar untuk mulai saling ketergantungan sehingga kematangan
dalam berfikir belum bisa maksimal.

11

HOSPITAL MAJAPAHIT

2.

3.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan
psikologi (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan
pertama, perubahan ukuran, kedua perubahan proporsi, ketiga hilangnya ciri ciri lama, ke empat
timbulnya ciri ciri baru. Ini akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologi atau mental
taraf berfikir seseorang makin matang (Notoatmodjo, 2003).
Dilihat dari segi pendidikan maka tabulasi silang yang terdapat pada lampiran 8
menunjukkan bahwa hampir setengahnya responden berpendidikan SD 14 responden (29,16%).
Pada hasil penelitian ini ditemukan bahwa masih banyak ibu yang memiliki pendidikan SD
yang berpengetahuan kurang, sehingga diperlukan informasi dan penyuluhan dari tenaga
kesehatan secara bertahap untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang imunisasi DPT
Combo dan Campak. Pendidikan memegang peranan penting dalam mengukur tingkat
pengetahuan seseorang, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka semakin kurang
pengetahuan yang di milikinya.
Pendidikan adalah bimbingan yang di berikan seseorang kepada orang lain terhadap
suatu hal agar mereka memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak
pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikanya rendah,
akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai nilai
yang baru diperkenalkan (Mubarak, 2007).
Dilihat dari segi pekerjaan maka tabulasi silang yang terdapat pada lampiran 8
menunjukkan bahwa hampir setengahnya responden tidak bekerja 22 responden (45,83%). Dari
hasil penelitian ini banyak ibu yang tidak bekerja, ini sangat menghambat ibu untuk
memperoleh informasi. Oleh karena itu pekerjaan sangat mendukung karena ibu yang bekerja
mempunyai pendapatan dan mudah mendapatkan informasi dalam pemberian imunisasi.
Seseorang yang tidak bekerja lebih banyak memiliki waktu untuk saling bertukar pendapat dan
berinteraksi dengan orang lain.
Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupan
keluarga, bekerja pada umumnya menyita waktu, bekerja akan mempengaruhi kehidupan
keluarga (Ari, 2005). Menurut penelitian Ali, Muhammad (2008) didapatkan bahwa tidak
terdapat perbedaan pengetahuan tentang imunisasi DPT Combo dan Campak antara ibu yang
bekerja dengan ibu yang tidak bekerja, dimana tingkat pengetahuan tentang imunisasi DPT
Combo dan Campak ini masih kurang. Begitupun, walaupun tanpa dasar pengetahuan yang
memadai ternyata di kalangan ibu tidak bekerja sikap dan perilaku mereka tentang imunisasi
lebih baik dibanding ibu yang bekerja.
Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak
Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak tepat
mengimunisasikan bayinya 30 responden (62,5%). Imunisasi yang teratur sesuai dengan waktu
dan jadwal yang telah ditetapkan sangat penting karena efek dan dosis imunisasi sudah di atur
sedemikian rupa sehingga bisa optimal. Faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian tidak
tepatnya imunisasi adalah pengetahuan ibu tentang imunisasi, faktor keterlibatan kader dalam
memotivasi ibu dan jarak rumah ketempat pelayanan imunisasi.
Menurut Mubarak (2007) Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai
hasil panca inderanya. Pendapat lain menyatakan pengetahuan adalah informasi atau maklumat
yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, sebab perilaku perilaku ini
terjadi akibat adanya paksaan atau aturan yang mengharuskan untuk berbuat.
Hubungan Antara Usia Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak
Dari hasil analisa data menunjukkan bahwa usia ibu berhubungan dengan ketepatan
imunisasi DPT Combo dan Campak. Semakin dewasa usia seseorang maka semakin baik pula
seseorang tersebut dalam bersikap dan menyikapi sesuatu. Dan sebaliknya semakin muda usia
seseorang maka akan semakin kurang seseorang bersikap dan menyikapi sesuatu. Usia dapat
mempengaruhi atau meningkatkan pengalaman seseorang. Tetapi pada kenyataannya ibu yang

12

HOSPITAL MAJAPAHIT

4.

5.

6.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

berumur 20-30 tahun belum bisa berfikir yang lebih matang dan positif dalam mengambil
keputusan untuk mengimunisasikan bayinya dengan tepat. Menurut(Noor,N.N, 2008), usia
merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama. Pebedaan pengalaan
terhadap masalah kesehatan atau penyakit dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh usia
individu tersebut.
Hubungan Antara Pendidikan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan
Campak
Berdasarkan hasil analisa data antara pendidikan dengan ketepatan imunisasi DPT
Combo dan campak yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu dan
ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. Menurut hasil penelitian banyak ibu yang
berpendidikan SD, disini bisa kita lihat karena rendahnya tingkat pendidikan ibu tidak memiliki
kesadaran yang tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan yang mungkin terjadi nanti.
Semakin rendah tingkat pendidikan atau pengetahuan seseorang maka semakin tidak
memperdulikan pusat-pusat pelayanan kesehatan khususnya dalam mengimunisasikan bayinya
dengan tepat.
Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin
tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat tempat pelayanan kesehatan semakin
diperhitungkan. Suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat
mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat
keputusan dengan lebih tepat. Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting.
Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut.
Pemahaman ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan (Ali, Muhammad, 2008).
Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak
Berdasarkan hasil analisa data dapat diketahui bahwa ada hubungan antara pekerjaan
ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak. Seseorang yang tidak bekerja akan
mempunyai waktu yang lebih banyak untuk saling bertukar fikiran mengenai pengalaman yang
diperoleh. Ibu yang tidak bekerja tidak banyak yang mempunyai pengetahuan yang baik
mungkin disebabkan kurangnya informasi yang yang diterima ibu rumah tangga. Penelitian Ali,
Muhammad (2008) bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan imunisasi antara ibu yang
bekerja dengan ibu yang tidak bekerja. Dimana dalam penelitian ini tingkat pengetahuan ibu
tentang imunisasi DPT Combo dan Campak masih kurang.
Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Ketepatan Imunisasi DPT Combo Dan Campak
Berdasarkan tabel 12 menunjukkan paling banyak responden berpengetahuan kurang
dan mengimunisasikan bayinya tidak tepat sesuai jadwal 22 responden (45,8%). Perhitungan
hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT Combo dan Campak dilakukan uji
Mann whitney. Hasil uji Mann Whitney dengan = 0,05 dan hasil perhitungan 0,008 < 0,05
yang artinya Ha diterima yaitu ada hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan imunisasi DPT
Combo dan Campak.
Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi seseorang dalam menyikapi sesuatu. Jika
seseorang menyadari pentingnya imunisasi maka orang tersebut akan berusaha untuk
mendapatkan pelayanan imunisasi yang terartur dan optimal. Semakin rendah pendidikan atau
pengetahuan seseorang maka semakin kurang membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Dengan pendidikan yang rendah, maka seseorang kurang mempunyai wawasan dan
pengetahuan dan belum menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan sehingga
belum termotivasi untuk melakukan imunisasi.
Pandangan adat daerah setempat yaitu kekhawatiran bayinya akan meninggal karena
mungkin saja imunisasi yang diberikan tidak cocok untuk si bayi. Disamping itu ada
kekhawatiran keluarga tentang reaksi imunisasi yaitu badan bayi jadi panas.
Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan
sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang
kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Masalah pengertian dan keikutsertaan orang tua

13

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan kesehatan
yang memadai telah diberikan. Peran seorang ibu program imunisasi sangatlah penting,
karenanya suatu pemahaman tentang program imunisasi dasar amat diperlukan untuk kalangan
tersebut (Ali, Muhammad, 2008).
F.

PENUTUP
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan usia ibu dengan ketepatan
pelaksanaan imunisasi DPT Combo dan Campak, ada hubungan pendidikan ibu dengan
ketepatan pelaksanaan imunisasi DPT Combo dan Campak, ada hubungan pekerjaan ibu dengan
ketepatan pelaksanaan imunisasi DPT Combo dan Campak dan ada hubungan pengetahuan ibu
dengan ketepatan pelaksanaan imunisasi DPT Combo dan Campak di Desa Balung Anyar

Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan.


Peneliti selanjutnya hendaknya lebih memprioritaskan pada motivasi ibu dalam
melaksanakan imunisasi DPT Combo dan Campak sekaligus membandingkannya
dengan program imunisasi regular. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memotivasi para
ibu untuk meningkatkan pengetahuannya tentang pentingnya imunisasi DPT Combo
dan Campak, sehingga bayi mendapat imunisasi DPT Combo dan Campak.
DAFTAR PUSTAKA
Adi. (2008). Pengertian Imunisasi. (http://cresuft file wordpress.com, diakses 1 Juni 2010).
Alimul, Aziz. (2009). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba
Madika.
Anonim. Arti Definisi Pengertian Imunisasi. (http://www. Organisasi. Org/arti-definisi-pengertianimunisasi, diakses 12 Mei 2010).
Anonim. Cara Pemberian Dan Dosis Imunisasi. (http://www. Geolitis.com. Cara Pemberian dan
Dosis Imunisasi, diakses 12 Mei 2010).
Anonim. Imunisasi. (http://www. Medicastore.com. Imunisasi, diakses 1 Juni 2010).
Arikunto, Suharsini. (2006). Proseder Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Dahlan, Sopiyudin. (2008). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Departemen Kesehatan RI, (2005). Pedoman Teknis Imunisasi dan Penyakit Imun. Jakarta: Widya.
Julia, Madarina, dr. (2007). Sistem Imu, Imunisasi dan Penyakit Imun. Jakarta: Widya Medika.
Mubarak, Iqbal dkk. (2007). Promosi Kesehatan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Naja, Dr. (2003). Hand Out dan Bahan Kuliah Imunisasi. Jakarta: UI Press.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodeliogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Sugiyono. (2007). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.Sugiono. (2009). Metode Penelitian
Pendidikan. Jakarta: Alfabeta.
Tawi, Mirzal. (2008). Imunisasi dan Faktor yang Mempengaruhi. (http://syehaceh.wordpress.com,
diakses 13 Mei 2010).

14

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU


TENTANG REGURGITASI PADA BAYI USIA 0-6 BULAN
DI BPS MUJI WINARNIK MOJOKERTO
Sulisdiana
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
ABSTRAK
Regurgitasi merupakan keadaan normal yang sering terjadi pada bayi usia di bawah 6 bulan.
Seiring bertambahnya usia yaitu sampai diatas 6 bulan maka regurgitasi semakin jarang dialami oleh
anak. Namun hanya 25% orang tua bayi yang peduli dan menganggap gumoh sebagai sebuah
masalah, hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman mereka tentang gumoh.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi gambaran pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada
bayi usia 0-6 bulan di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto.
Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan metode survey. Adapun variabel
penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan. Sampelnya adalah
semua ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan diambil menggunakan teknik non probabilty
sampling jenis concecutive Sampling dari populasi di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan
Gondang Kabupaten Mojokerto tahun 2010 yang berjumlah 41 ibu. Penelitian ini dilaksanakan
tanggal 14 19 Juni. Analisa data pada penelitian ini menggunakan teknik tabulasi kemudian diolah
menggunakan distribusi frekuensi.
Hasil penelitian ini adalah sebagian besar responden mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang pengertian regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%), sedangkan
pengetahuan yang kurang sebanyak 8 responden (19,5%), pengetahuan yang baik sebanyak 10
responden (24,4%). Pengetahuan ini muncul karena responden telah memperoleh informasi yang
cukup baik dari pengalaman sendiri atau lingkungan serta dapat pula dari tenaga kesehatan.
Pengetahuan responden terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur,
pendidikan, dan pekerjaan.
Penelitian ini diidentifikasikan bahwa pengetahuan yang dimiliki ibu di BPS Muji Winarnik
Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto adalah cukup. Tenaga kesehatan harus
selalu memberikan pendidikan dan pengarahan tentang cara menyusui yang baik dan benar, terutama
pada ibu menyusui agar menimbulkan kesadaran ibu akan pengaruh posisi menyusui terhadap
kejadian regurgitasi pada bayi.
Kata kunci : Pengetahuan, Regurgitasi

A. PENDAHULUAN
Regurgitasi (gumoh) adalah keluarnya kembali sebagian susu yang ditelan melalui
mulut dan tanpa paksaan beberapa saat setelah minum susu. Regurgitasi merupakan keadaan
normal yang sering terjadi pada bayi usia dibawah 6 bulan. Seiring bertambahnya usia yaitu
sampai diatas 6 bulan maka regurgitasi semakin jarang dialami oleh anak (Nursalam, 2005).
Ada beberapa penyebab terjadinya regurgitasi yaitu pertama karena belum sempurnanya katup
antara lambung dan kerongkongan, sehingga susu yang diminum mudah keluar kembali. Kedua,
terlalu banyak minum susu padahal kapasitas lambung masih sedikit sehingga tidak mampu
menampung susu yang masuk. Ketiga, aktivitas yang berlebihan, menangis atau menggeliat
pada saat disusui sehingga susu keluar kembali (Anang, 2010).
Sebagai orang tua, seharusnya dapat memahami perbedaan antara bayi muntah dan
gumoh. Keduanya serupa, namun sebenarnya tidak sama. Bayi yang kenyang sering
mengeluarkan ASI yang sudah ditelannya. Jika sedikit, maka disebut bayi gumoh. Volumenya
kurang dari 10 cc. Berupa ASI yang sudah ditelan si kecil. Namun, jika volumenya banyak
maka disebut bayi muntah. Volumenya diatas 10 cc (Choirunnisa, 2009). Namun hanya 25%
orang tua bayi yang peduli dan menganggap gumoh sebagai sebuah masalah, hal ini terjadi

15

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman mereka tentang gumoh (Ariq,2009). Dewasa ini
masih terdapat ibu yang belum mengerti tentang gumoh dan menganggap gumoh atau
regurgitasi sama dengan muntah.
Regurgitasi merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada bayi yang
mengalami refluks gastroesofagus (RGE). Refluks gastroesofagus didefinisikan sebagai
kembalinya isi lambung ke dalam esofagus secara involunter tanpa adanya usaha dari bayi,
sedangkan istilah regurgitasi digunakan apabila isi lambung tersebut dikeluarkan melalui mulut
(Rocky, 2009). Pengetahuan ibu yang kurang tentang posisi menyusui merupakan salah satu
penyebab terjadinya regurgitasi (Nursalam, 2005). Kurangnya pengetahuan ibu ini terjadi
karena beberapa faktor diantaranya pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalama, kebudayaan
dan sumber informasi yang diterima (Mubarak, 2007). Jika pengetahun ibu tentang regurgitasi
masih belum dapat ditingkatkan maka dapat menyebabkan asupan nutrisi pada bayi berkurang
atau juga terjadi gangguan pencernaan (Yunina, 2009).
Menurut Dr. Badriul Hegar Sp. A data di luar negeri melaporkan 40-60% bayi sehat
berumur 4 bulan mengalami regurgitasi sedikitnya satu kali setiap hari dengan volume
regurgitasi lebih 5 ml. Sedangkan di Indonesia kurang lebih 70% bayi berumur kurang dari
empat bulan dipastikan mengalami gumoh minimal sekali sehari (Ariq, 2009).
Hasil penelitian di daerah Jawa Timur saat ini menunjukkan bahwa pemberian ASI
sampai umur enam bulan pada tahun 2009 mencapai 43%. Dari 43% ibu yang mempunyai bayi
usia 0 6 bulan mereka menyatakan bahwa setiap hari anaknya mengalami gumoh minimal satu
kali (Gandhi, 2009).
Berdasarkan studi pendahuluan di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan
Gondang Kabupaten Mojokerto diperoleh data terdapat 47 ibu yang mempunyai bayi usia 0-6
bulan pada bulan April 2010. Dari hasil wawancara dengan 12 orang ibu diperoleh data 8 Ibu
menyatakan masih belum mengerti tentang cara mencegah terjadinya gumoh, dan apa yang
menyebabkannya, sedangkan 4 yang lainnya mengatakan sudah biasa menghadapi bayi yang
sedang gumoh, bisa dikatakan juga ibu mempunyai pengetahuan yang cukup tentang terjadinya
gumoh.
Upaya untuk menghindari regurgitasi pada bayi setelah minum usahakan menyusui
dengan cara yang benar, sendawakan bayi setelah menyusu, dan hindari posisi telentang setelah
bayi disusui (Rizal, 2009). Selain itu diharapkan ibu mengikuti penyuluhan kesehatan tentang
gumoh oleh tenaga kesehatan dan juga dukungan serta perhatian dari keluarga sangat
diperlukan sehingga dapat menumbuhkan semangat ibu untuk lebih meningkatkan wawasannya
dalam merawat bayi terutama tentang gumoh.
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji
lebih dalam dan menuliskannya dalam sebuah karya tulis ilmiah dengan judul pengetahuan ibu
tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan
Gondang Kabupaten Mojokerto

B. TINJAUAN PUSTAKA
1.

Konsep Dasar Pengetahuan


a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman
yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan
kehidupannya (Keraf, 2001).
Pengetahuan (Knowledge) adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
2003).
Pengetahuan atau Kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Apabila suatu pembuatan yang didasari

16

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perbuatan yang tidak didasari oleh
pengetahuan, dan apabila manusia mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang tersebut
akan terjadi proses sebagai berikut :
1) Awarness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tertentu disini sikap subjek
sudah mulai timbul.
3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya terhadap stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Trial dimana subjek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki
oleh stimulus.
5) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Mubarak (2007), Faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah:
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap
sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi
pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada
akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang
tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2) Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan
pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
3) Umur
Bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis
(mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan
pertama, perubahan ukuran, kedua, perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-ciri
lama, keempat, timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ.
Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan
dewasa.
4) Minat
Suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan
seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh
pengetahuan yang lebih mendalam.
5) Pengalaman
Suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan
berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut
menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan
membekas dalam emosi kejiawaannya, dan pada akhirnya dapat pula membentuk
sikap positif dalam kehidupannya.
6) Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk
menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya
mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan
sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
7) Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat
seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

17

HOSPITAL MAJAPAHIT
c.

d.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Sumber Pengetahuan
Menurut Keraf (2001) sumber pengetahuan ada 4 yaitu :
1) Rasionalisme
Rasionalisme adalah bahwa dengan menggunakan prosedur tertentu dari akal saja kita
bisa sampai pada pengetahuan sebenarnya, yaitu pengetahuan yang tidak mungkin
salah. Menurut Kaum rasionalis, sumber pengetahuan, bahkan sumber satu-satunya
adalah akal budi manusia. Akal budilah yang memberi kita pengetahuan yang pasti
benar tentang sesuatu.
2) Empirisme
Semua pengetahuan manusia bersifat empiris. Pengetahuan yang benar dan sejati,
yaitu pengetahuan yang pasti benar adalah pengetahuan indrawi, pengetahuan empiris.
Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman yang terjadi melalui dan berkat panca
indra. Panca indra memainkan peranan terpenting dibandingkan merupakan hasil
laporan dari pengalaman atau yang disimpulkan dari pengalaman. Kedua, kita tidak
mempunyai konsep atau ide apapun tentang sesuatu kecuali yang didasarkan pada apa
yang diperoleh dari pengalaman. Ketiga akal budi hanya bisa berfungsi jika
mempunyai acuan ke realitas atau pengalaman. Akal budi hanya mengkombinasikan
pengalaman indrawi untuk sampai pada pengetahuan. Maka tanpa pengalaman indrawi
tidak ada pengetahuan apa-apa.
3) Sebuah Sintesis
Pengetahuan diperoleh dengan jalan abstraksi yang dilakukan atas bantuan akal budi
terhadap kenyataan yang bisa diamati. Teori ini mensintesa kedua sumber
pengetahuan diatas, supaya pengetahuan bisa tercapai dibutuhkan baik pengamatan
maupun akal budi.
4) Pengetahuan Apriori dan pengetahuan Aposteriori
Istilah apriori secara harfiah berarti dari yang lebih dulu atau sebelum, sedangkan
istilah aposteriori berarti dari apa yang sesudahnya. Menurut Leibniz mengetahui
realitas secara aposteriori berarti mengetahui berdasarkan apa yang ditemukan secara
aktual di dunia ini, yaitu melalui panca indra, dari pengaruh yang ditimbulkan realitas
itu dalam pengalaman kita. Sebaliknya mengetahui secara apriori adalah dengan
memahami apa yang menjadi sebabnya, apa yang menimbulkan dan memungkinkan
hal itu ada atau terjadi.
Tingkat Pengetahuan
Menurut Sunaryo (2004) pengetahuan yang dicakup dalam bidang atau ranah
kognitif mempunyai enam tingkatan bergerak dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks yaitu :
1) Tahu (Know)
Mengetahui berdasarkan mengingat kepada bahan yang sudah dipelajari sebelumnya.
Mengetahui dapat menyangkut bahan yang luas atau sempit seperti fakta (sempit) dan
teori (luas). Namun, apa yang diketahui hanya sekedar informasi yang dapat disingkat
saja. Oleh karena itu pengetahuan merupakan tingkat yang paling rendah.
2) Pemahaman (Comprehension)
Pemahaman adalah kemampuan memahami arti sebuah ilmu seperti menafsirkan,
menjelaskan atau meringkas tentang sesuatu.
3) Penerapan / Aplikasi (Aplication)
Penerapan adalah kemampuan menggunakan atau penafsirkan suatu ilmu yang sudah
dipelajari ke dalam situasi baru seperti menerapkan suatu metode, konsep, prinsip atau
teori.
4) Analisa (Analisis)
Analisa adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi tersebut dan masih

18

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

ada kaitan suatu samalainnya. Seperti menggambarkan (membuat bagan),


membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya
5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, misalnya dapat menyusun,
merencanakan, meringkas, menyelesaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkenaan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat
penelitian terhadap suatu berdasarkan maksud atau kriteria tertentu. Misalnya dapat
membandingkan, menanggapi dan dapat menafsirkan dan sebagainya.
e. Pengukuran Pengetahuan
Pengetahuan menurut Erfandi (2009), tingkat pengetahuan dapat dipersentasikan
berupa prosentase dan ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitatif, yaitu :
1) Baik
(76% - 100%)
2) Cukup
(56% - 75%)
3) Kurang
(40% - 55%)
4) Tidak baik (< 40%)
2.

Konsep Dasar Regurgitasi


a. Pengertian
Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan kembali ke mulut akibat gerakan
antiperistaltik esophagus (Arif Mansjoer dkk, 2000).
Gumoh adalah hal normal yang biasa terjadi pada bayi karena berkaitan dengan
fungsi pencernaannya yang masih belum sempurna (Rizal, 2009).
Regurgitasi atau gumoh adalah keluarnya kembali sebagian susu yang telah ditelan
melalui mulut tanpa paksaan, setelah beberapa saat setelah minum susu. (Nursalam,2005).
Regurgitasi adalah naiknya makanan dari kerongkongan atau lambung tanpa
disertai oleh rasa mual maupun kontraksi otot perut yang sangat kuat (Solo, 2010).
b. Proses Regurgitasi
Gumoh terjadi karena ada udara di dalam lambung yang terdorong keluar kala
makanan masuk ke dalam lambung bayi. Gumoh terjadi secara pasif atau terjadi secara
spontan. Dalam kondisi normal, gumoh bisa dialami bayi antara 1 - 4 kali sehari. Gumoh
dikategorikan normal, jika terjadinya beberapa saat setelah makan dan minum serta tidak
diikuti gejala lain yang mencurigakan. Selama berat badan bayi meningkat sesuai standar
kesehatan, tidak rewel, gumoh tidak bercampur darah dan tidak susah makan atau minum,
maka gumoh tak perlu dipermasalahkan (Parenting, 2009).
Perbedaan antara bayi muntah dan gumoh. Keduanya serupa, namun sebenarnya
tidak sama. Bayi yang kenyang sering mengeluarkan ASI yang sudah ditelannya. Jika
sedikit, maka disebut bayi gumoh, volumenya kurang dari 10 cc. Berupa ASI yang sudah
ditelan si kecil. Namun, jika volumenya banyak maka disebut bayi muntah. Volumenya
diatas 10 cc. Dilihat dari cara keluarnya, maka gumoh akan mengalir biasa dari mulut, dan
tidak disertai kontraksi otot perut. Sedangkan ketika bayi muntah akan menyembur seperti
disemprotkan dari dalam perut dan disertai kontraksi otot perut. Kadang kala juga keluar
dari lubang hidung. Kebanyakan gumoh akan terjadi pada bayi berumur beberapa minggu,
2-4 bulan atau 6 bulan dan akan hilang dengan sendirinya (Choirunnisa, 2009).
Jika bayi mengalami gumoh, tidak perlu khawatir, karena ini proses alami dan
wajar untuk mengeluarkan udara yang tertelan bayi saat minum ASI. Ketika bayi terlalu
banyak minum ASI, maka saat minum atau makan ada udara yang ikut tertelan.
Kemungkinan lain, bayi gagal menelan, karena otot-otot penghubung mulut dan
kerongkongan belum matang. Ini biasanya terjadi pada bayi prematur. Bayi gumoh hanya
perlu disendawakan setelah bayi menyusu. Beda halnya dengan bayi muntah, yang tidak

19

HOSPITAL MAJAPAHIT

c.

d.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

terjadi pada bayi baru lahir, tapi bisa terjadi pada bayi berumur 2 bulan dan dapat
berlangsung sepanjang usia. Ini bisa menjadi tanda adanya gangguan kesehatan atau
gangguan fungsi pada organ pencernaan bayi, misalnya kelainan katup pemisah lambung
dan usus 12 jari (Choirunnisa, 2009).
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan regurgitasi atau gumoh
1) Posisi menyusui
Menurut Purwanti (2004) posisi menyusui yang benar yaitu :
a) Bayi harus dapat memasukkan seluruh puting susu sampai dengan daerah areola
mamae kedalam mulutnya sehingga dapat menggunakan rahang untuk menekan
daerah dibelakang puting susu. Daerah ini merupakan kantong penyimpanan ASI.
b) Ibu dapat mengambil posisi duduk. Punggung ibu bersandar, kaki dapat diangkat
dan diluruskan ke depan sejajar dengan bokong, atau kebawah, tetapi harus diberi
penyangga (jangan menggantung). Bayi tidur dipangkuan ibu dengan dialasi
bantal sehingga posisi perut ibu bersentuhan berhadapan dengan perut bayi. Leher
bayi harus dalam posisi tidak terpelintir. Sebaiknya ibu berhati-hati karena pada
saat menyusui,bayi tidak dalam keadaan terlentang atau digendong.
c) Posisi menyusu lain adalah ibu tidur miring dengan bantal agak tinggi dan lengan
tangan menopang kepala bayi. Posisi perut bayi dan perut ibu sama dengan posisi
duduk. Siku bayi harus lurus sejajar dengan telinga bayi bila ditarik garis lurus.
d) Bila mengambil posisi telungkup diatas meja, bayi ditidurkan dimeja dengan
kepala bayi mengarah ke payudara ibu. Posisi ini akan menguntungkan bagi bayi
kembar karena kedua bayi memperoleh kesempatan yang sama tanpa harus
dibedakan.
e) Segera setelah persalinan posisi menyusui yang terbaik untuk bayi adalah
ditelungkupkan di perut ibu sehingga kulit ibu bersentuhan dengan kulit bayi
sebagai proses penghangat untuk bayi dan sekaligus bayi dapat menghisap puting
susu ibu.
2) Volume lambung masih kecil, sementara susu yang ditelan bayi melebihi kapasitas
lambung. Ini penyebab paling umum. Masalahnya makin menjadi karena bayi senang
menggeliat. Padahal, gerakan ini membuat tekanan dalam perut tinggi, sehingga jadi
gumoh. Sebenarnya, gumoh masih normal sepanjang jumlah cairan yang keluar dan
masuk seimbang (Nova, 2009).
3) Klep penutup lambung belum sempurna. Dari mulut, susu akan masuk ke saluran
pencernaan atas, baru kemudian ke lambung. Nah, di antara kedua organ tersebut
terdapat klep penutup lambung. Pada bayi, klep ini biasanya belum sepenuhnya
berfungsi sempurna. Akibatnya, kalau ia langsung ditidurkan setelah disusui, dan juga
menggeliat, susu akan keluar dari mulut. Untuk mengurangi gumoh, berikan susu
sedikit demi sedikit (Nova, 2009).
4) Menangis berlebihan. Tangis seperti ini membuat udara yang tertelan juga berlebihan,
sebagian isi perut si kecil akan keluar. Memang, bisa jadi bayi Anda menangis karena
tidak bisa menelan susu dengan sempurna. Kalau sudah begini, jangan teruskan
pemberian ASI. Bisa-bisa, susu malah masuk ke dalam saluran napas dan
menyumbatnya (Nova, 2009).
Cara mencegah regurgitasi
Berikut ini cara yang dapat dilakukan untuk mencegah bayi gumoh :
1) Perkecil kemungkinan masuknya udara ketika si bayi sedang menyusu. Seluruh bibir
si bayi hendaknya menutup puting sang ibu beserta daerah berwarna hitam di
sekitarnya (aerola) dengan sempurna (Nurdiyon, 2009).
2) Tengkurapkan bayi manakala ia mengalami gumoh berlebihan. Cara ini akan
membantu mengeluarkan udara yang masuk dan tertahan di dalam lambung serta
untuk mencegah masuknya cairan ke dalam paru-paru si bayi (Nurdiyon, 2009).

20

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

3)

Berikan minum pada bayi sedikit-demi sedikit untuk mencegah masuknya udara ke
lambung (Nurdiyon, 2009).
4) Sendawakan bayi setiap habis menyusui (Alfian, 2009).
5) Buatlah bayi bersendawa sedikitnya setiap tiga atau lima menit selama menyusui
(Alfian, 2009).
6) Hindari pemberian susu sementara si bayi terlentang (Alfian, 2009).
7) Jika bayi diberi susu botol, pastikan lubang pada dot tidak terlalu besar (yang
membuat aliran susu terlalu cepat) dan juga tidak terlalu kecil (yang membuat frustasi
bayi anda dan menyebabkan dia menelan udara). Jika ukuran lubangnya pas, beberapa
tetes susu akan keluar ketika anda mebalikkan botol, dan kemudian berhenti (Alfian,
2009).
e. Penatalaksanaan Regurgitasi
Untuk penatalaksanaan regurgitasi menurut Nursalam (2005), yaitu:
1) Perbaiki teknik menyusui
Cara menyusui yang benar adalah mulut bayi menempel pada sebagian areolla dan
dagu menempel pada payudara ibunya.
2) Apabila menggunakan botol, perbaiki cara minumnya.
Posisi botol susu diatur sedemikian rupa sehingga mulut menutupi seluruh permukaan
botol dan dot harus masuk seluruhnya kedalam mulut bayi.
3) Sendawakan bayi setelah minum
Bayi yang selesai minum jangan langsung ditidurkan tetapi perlu disendawakan
terlebih dahulu. Cara menyendawakan bayi menurut Javaneagle (2009) yaitu :
a) Gendong bayi dengan kuat di pundak anda, wajah bayi menghadap ke belakang,
beri dukungan dengan satu tangan pada bokongnya. Tepuk atau usap
punggungnya dengan tangan lain.
b) Telungkupkan bayi di pangkuan anda, lambungnya berada di salah satu kaki,
kepalanya menyandar di salah satu kaki lainnya. Satu tangan anda memegangi
tubuhnya dengan kuat, satu tangan lain menepuk atau mengusap punggungnya
sampai ia bersendawa.
c) Dudukkan bayi di pangkuan anda, kepalanya menyandar ke depan, dadanya di
tahan dengan satu tangan anda. Pastikan kepalanya tidak mendongak ke belakang.
Tepuk atau gosok punggungnya.
f. Langkah-langkah mengurangi frekuensi gumoh
Menurut Papahtar (2009) terdapat beberapa langkah-langkah untuk mengurangi
frekuensi gumoh atau regurgitasi, yaitu:
1) Beri susu yang lebih kental, cara ini hanya disarankan pada bayi yang
mengonsumsi susu formula. Campurkan tepung beras sebanyak 5 gram untuk setiap
100 cc susu. Lalu minumkan seperti biasanya.
2) Posisi menyusu bersudut 45 derajat. Posisi terlentang membentuk sudut 45 derajat
antara badan, pinggang, dan tempat tidur bayi, terbukti membantu mengurangi aliran
balik susu dari lambung ke kerongkongan.
3) Sendawakan bayi segera setelah selesai makan dan minum. Gendong si kecil dalam
posisi 45 derajat. Atau tidurkan terlentang dan ganjalan berupa bantalan atau
tumpukan kain di punggungnya. Biarkan ia pada posisi tersebut selama mungkin
(minimal 2 jam).
4) Jangan langsung mengangkat bayi saat ia gumoh atau muntah. Seringkali karena
khawatir, dan bermaksud untuk menghentikan gumoh, kita cenderung mengangkat
anak dari posisi tidurnya. Padahal cara ini justru berbahaya, karena muntah atau
gumoh bisa turun lagi, masuk ke paru, dan akhirnya malah mengganggu paru-paru.
5) Biarkan saja jika bayi mengeluarkan gumoh dari hidungnya. Hal ini justru lebih baik
daripada cairan kembali dihirup dan masuk ke dalam paru-paru karena bisa
menyebabkan radang atau infeksi.

21

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

6) Beri bayi minum sedikit demi sedikit, tapi sering. Selalu usahakan cairan yang masuk
g.

lebih banyak ketimbang cairan yang keluar supaya tidak terjadi dehidrasi.
Dampak regurgitasi atau gumoh
Jika terjadi gumoh secara berlebihan, frekuensi sering dan terjadi dalam waktu
lama akan menyebabkan masalah tersendiri, yang bisa mengakibatkan gangguan pada bayi
tersebut. Baik gangguan pertumbuhan karena asupan gizi berkurang karena asupan
makanan tersebut keluar lagi dan dapat merusak dinding kerongkongan akibat asam
lambung yang ikut keluar dan mengiritasi. Apalagi kalau sampai gumoh melalui hidung
dan bahkan disertai muntah. Perlu diwaspadai juga adanya kelainan organ lain yang
mungkin ada. Bahkan bila disertai kondisi tidak ada cairan yang bisa masuk sama sekali,
dapat menyebabkan terjadinya kekurangan cairan tubuh (Yunina, 2009).

C. METODE PENELITIAN
1.

2.

Desain Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode penelitian deskriptif ialah
suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskripsi
tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2005).
Rancang bangun penelitian ini menggunakan penelitian survei. Survei adalah rancangan
yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berhubungan dengan prevalensi, distribusi,
dan hubungan antar variabel dalam suatu populasi (Notoatmodjo, 2008).
Variabel Dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada bayi usia
0-6 bulan.
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan
karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2007).
Tabel 13. Definisi Operasional Pengetahuan Ibu Tentang Regurgitasi Pada Bayi Usia 0-6
Bulan di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten
Mojokerto
Variabel
Definisi Operasional
Pengetahuan ibu
Segala sesuatu yang diketahui
bayi usia 0-6 bulan ibu bayi usia 0-6 bulan tentang
tentang regurgitasi regurgitasi meliputi:
- Pengertian regurgitasi
- Proses Regurgitasi
- Penyebab regurgitasi
- Mencegah regurgitasi
- Penatalaksanaan regurgitasi
- Cara mengurangi frekuensi
regurgitasi
- Dampak regurgitasi
Pengukuran menggunakan
instrument kuisioner

3.

Kriteria
Tingkat pengetahuan :
1. Baik : 76-100 %

Skala
Ordinal

2. Cukup : 56-75 %
3. Kurang : 40% - 55%
4. Tidak baik : < 40%
5.
(Erfandi,2009)

Populasi, Sampel Dan Instrumen Penelitian


Dalam penelitian ini populasinya adalah semua ibu yang mempunyai bayi usia 0-6
bulan dan berkunjung di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten
Mojokerto sebanyak 41 ibu pada bulan April 2010. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik non probability sampling type Concecutive Sampling yaitu pemilihan sampel dengan

22

HOSPITAL MAJAPAHIT

4.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai
kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi (Nursalam, 2008).
Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan dan
berkunjung di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto
pada tanggal 14-19 Juni 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria
inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
1) Responden yang bersedia diteliti
2) Responden yang berada di tempat saat penelitian
b. Kriteria Eksklusi
1)
Responden yang tidak mempunyai bayi usia 0-6 bulan
2)
Responden yang tidak bisa membaca dan menulis
Data diperoleh sebagai data primer yaitu pengisian kuesioner oleh responden secara
langsung dan data sekunder yaitu observasi catatan bidan (kohort). Instrumen penelitian yang
digunakan adalah kuesioner. Kuesioner yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan
dengan mengadakan daftar pertanyaan yang berupa formulir-formulir kepada sejumlah obyek
untuk mendapat jawaban-jawaban, informasi dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005). Kuesioner
dalam penelitian ini berisi pertanyaan seputar pengetahuan ibu tentang regurgitasi dengan
pertanyaan sebanyak 30 soal dan dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
Teknik Pengolahan dan Analisia Data
a. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul kemudian dilakukan manajemen data, menurut Hidayat
(2007) meliputi :
1) Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau
dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data
terkumpul. Misalnya memeriksa kembali kuesioner yang masih belum diisi oleh
responden.
2) Coding
Coding adalah merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori. Memberikan kode tertentu pada hasil penelitian
sesuai dengan variabel yang ada.
3) Entry Data
Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master
tabel atau databese komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau
bisa juga dengan membuat tabel kontingensi.
4) Tabulating
Tabulating adalah pekerjaan menyusun tabel-tabel mulai dari penyusunan tabel utama
yang berisi seluruh data informasi yang berhasil dikumpulkan dengan daftar
pertanyaan sampai tabel khusus yang telah benar-benar ditentukan setelah berbentuk
tabel, maka tabel tersebut siap dianalisa dan dinyatakan dalam bentuk tulisan
b. Analisa Data
Data diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh responden dengan cara
deskriptif dalam bentuk prosentase. Untuk menjawab yang benar diberi skor 1 dan jawaban
yang salah diberi skor 0. hasil jawaban dari pembobotan, kemudian dijumlahkan dan
dibandingkan dengan skor tertinggi lalu dikalikan 100% rumus yang digunakan menurut
Budiarto (2002) :
P=

f
x100%
N

23

HOSPITAL MAJAPAHIT
Keterangan:
P = Prosentase
f
= Frekuensi
N = Jumlah Observasi
Hasil penelitian ini
diberi interpretasi atas data
kualitatif sebagai berikut :
a. Pengetahuan baik
b. Pengetahuan cukup
c. Pengetahuan kurang
d. Pengetahuan tidak baik
(Erfandi, 2009)

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

dijadikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian


tersebut berdasarkan parameter yang dipakai dengan kriteria
= 76% - 100%
= 56% - 75%
= 40% - 55%
= < 40%

D. HASIL PENELITIAN
1.

Data Umum
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel 14. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di BPS Muji Winarnik Desa
Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19
Juni Tahun 2010
No.

Umur

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

< 20 tahun
5
12,2
20 35 tahun
22
53,7
> 35 tahun
14
34,1
Total
41
100
Dari tabel 14 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden berusia
20-35 tahun sebanyak 22 responden (53,7%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 15. Karakteristik Pendidikan Responden di BPS Muji Winarnik Desa Bening
Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni
Tahun 2010
1.
2.
3.

b.

No.
1.
2.
3.
4.
5.

c.

Pendidikan
Frekuensi (f)
Prosentase (%)
Tidak Tamat SD
2
4,9
SD
7
17
SMP
17
41,5
SMA
12
29,3
D3 / Perguruan Tinggi
3
7,3
Total
41
100
Dari tabel 15 diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden dengan latar
belakang pendidikan SLTP yaitu 17 responden (41,5%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 16. Karakteristik Pekerjaan Responden di BPS Muji Winarnik Desa Bening
Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni
Tahun 2010
No.

Pekerjaan

Frekuensi (f)

1.
2.

Prosentase (%)

Bekerja
16
39
Tidak bekerja
25
61
Total
41
100
Dari tabel 16 diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden yang tidak
bekerja sebanyak 25 responden (61%).

24

HOSPITAL MAJAPAHIT
2.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Data Khusus
a. Pengetahuan Tentang Pengertian Regurgitasi
Tabel 17. Pengetahuan Tentang Pengertian Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa
Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19
Juni Tahun 2010
No.
1.
2.
3.
4.

b.

Pengetahuan

Prosentase (%)

Baik
Cukup
Kurang
Tidak Baik

8
19,6
19
46,3
13
31,7
1
2,4
Total
41
100
Dari tabel 17 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan
pengetahuan yang cukup tentang pengertian regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19
responden (46,3%).
Pengetahuan Tentang Proses Regurgitasi
Tabel 18. Pengetahuan Tentang Proses Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa
Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19
Juni Tahun 2010
No.
1.
2.
3.
4.

c.

Frekuensi (f)

Pengetahuan

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

Baik
Cukup
Kurang
Tidak Baik

5
12,2
12
29,3
14
34,1
10
24,4
Total
41
100
Dari tabel 18 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan
pengetahuan yang kurang tentang proses regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 14
responden (34,1%).
Pengetahuan Tentang Penyebab Regurgitasi
Tabel 19. Pengetahuan Tentang Penyebab Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa
Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19
Juni Tahun 2010
No.
1.
2.
3.
4.

Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Tidak Baik
Total

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

6
23
9
3
41

14,6
56,1
22
7,3
100

Dari tabel 19 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden


dengan pengetahuan yang cukup tentang penyebab regurgitasi pada bayi usia 0-6
bulan yaitu 23 responden (56,1%).

25

HOSPITAL MAJAPAHIT
d.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Pengetahuan Tentang Mencegah Regurgitasi


Tabel 20. Pengetahuan Tentang Mencegah Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa
Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19
Juni Tahun 2010
No.
1.
2.
3.
4.

Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Tidak Baik
Total

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

8
15
11
7
41

19,5
36,5
26,9
17,1
100

Dari tabel 20 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden


dengan pengetahuan yang cukup tentang penyebab regurgitasi pada bayi usia 0-6
bulan yaitu 23 responden (56,1%).
e.

Pengetahuan Tentang Penatalaksanaan Regurgitasi


Tabel 21. Pengetahuan Tentang Penatalaksanaan Regurgitasi di BPS Muji Winarnik
Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal
14-19 Juni Tahun 2010
No.
1.
2.
3.
4.

Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Tidak Baik
Total

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

0
10
19
12
41

0
24,4
46,3
29,3
100

Dari tabel 21 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden


dengan pengetahuan yang kurang tentang penatalaksanaan regurgitasi pada bayi
usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%).
f.

Pengetahuan Tentang Cara Mengurangi Frekuensi Regurgitasi


Tabel 22. Pengetahuan Tentang Cara Mengurangi Frekuensi Regurgitasi
di BPS Muji Winarnik Desa Bening Kecamatan Gondang Kabupaten
Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni Tahun 2010
No.
1.
2.
3.
4.

Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Tidak Baik
Total

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

19
7
9
6
41

46,3
17,1
22
14,6
100

Dari tabel 22 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden


dengan pengetahuan yang baik tentang cara mengurangi frekuensi regurgitasi pada
bayi usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%).

26

HOSPITAL MAJAPAHIT
g.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Pengetahuan Tentang Dampak Regurgitasi


Tabel 23. Pengetahuan Tentang Dampak Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa
Bening Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19
Juni Tahun 2010
No.
1.
2.
3.
4.

Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Tidak Baik
Total

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

10
13
8
10
41

24,4
31,7
19,5
24,4
100

Dari tabel 23 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden


dengan pengetahuan yang cukup tentang dampak regurgitasi pada bayi usia 0-6
bulan yaitu 13 responden (31,7%).
h.

Pengetahuan Tentang Regurgitasi


Tabel 24. Pengetahuan Tentang Regurgitasi di BPS Muji Winarnik Desa Bening
Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto pada Tanggal 14-19 Juni
Tahun 2010
No.
1.
2.
3.
4.

Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Tidak Baik
Total

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

10
19
8
4
41

24,4
46,3
19,5
9,8
100

Dari tabel 24 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden


dengan pengetahuan yang cukup tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu
19 responden (46,3%).
E. PEMBAHASAN
1.

Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Regurgitasi


Berdasarkan tabel 17 diperoleh data bahwa persentase terbesar adalah responden dengan
pengetahuan yang cukup tentang pengertian regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan sebanyak 19
responden (46,3%). Hal ini menunjukkan bahwa responden sudah cukup mengerti tentang
pengertian dari regurgitasi. Pengetahuan responden yang tergolong cukup tersebut dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu umur, pendidikan, dan pekerjaan.
Berdasarkan umur, diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden berumur 2035 tahun sebanyak 22 responden (53,7%). Mubarak (2007) menyatakan bahwa bertambahnya
umur seseorang akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis, dimana pada aspek
psikologis taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa. Usia 20-35 tahun
tergolong usia dewasa dimana mereka sudah mempunyai kemampuan memperoleh informasi
yang sebanyak-banyaknya. Motivasi yang tinggi ditambah dengan perkembangan mental yang
lebih matang membuat responden bisa menyerap informasi dengan cukup baik sehingga juga
mempengaruhi pengetahuan mereka.
Berdasarkan pendidikan, menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden
dengan latar belakang pendidikan SLTP sebanyak 17 responden (41,5%). Dalam teori Mubarak
(2007) yang menyatakan tidak dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin
mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan
yang dimilikinya, begitupun juga sebaliknya. Sebagian besar pendidikan responden adalah
SLTP, dimana pada pendidikan tingkat ini masih belum membuat seseorang memiliki
kemampuan menyerap informasi yang didapat dengan baik . Namun meskipun belum bisa

27

HOSPITAL MAJAPAHIT

2.

3.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

mempunyai pengetahuan yang baik, bukan berarti mereka terbatas untuk mendapatkan
informasi. Pengalaman dan informasi dari media massa dan elektronik dapat menambah
pengetahuan responden menjadi cukup baik.
Berdasarkan pekerjaan, persentase terbesar adalah responden yang tidak bekerja
sebanyak 25 responden (61%). Mubarak (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat
menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Dengan sebagian besar responden yang tidak bekerja menyebabkan mereka
tidak bisa mendapatkan informasi dari lingkungan pekerjaan. Namun dengan adanya
pengalaman, interaksi dengan lingkungan, serta informasi dari media massa dan elektronik akan
membantu mereka mendapatkan informasi yang maksimal untuk mempengaruhi pengetahuan
mereka menjadi cukup baik.
Pengetahuan Responden Tentang Proses Regurgitasi
Berdasarkan tabel 18 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan
pengetahuan yang kurang tentang proses regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 14 responden
(34,1%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak responden yang masih belum
mengerti tentang proses regurgitasi.
Bertambahnya umur seseorang akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan
psikologis. Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori yaitu perubahan
ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi
akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berfikir seseorang
semakin matang dan dewasa (Mubarak, 2007). Usia responden termasuk usia reproduktif bagi
seseorang untuk dapat memotivasikan diri untuk memperoleh pengetahuan yang sebanyakbanyaknya. Motivasi yang tinggi ditambah dengan perkembangan mental yang lebih baik,
seharusnya membuat responden memiliki pengetahuan yang baik untuk berpikir dengan matang
dalam menyelesaikan atau menaggapi masalah. Namun mungkin disebabkan pada usia tersebut
responden telah memiliki tanggung jawab selain tanggung jawab pribadi, membuat kemampuan
untuk berpikir juga tidak lagi terfokus. Hal ini mempengaruhi kemampuan menyerap informasi
kurang baik, sehingga pengetahuannya juga menjadi kurang
Faktor pendidikan, diperoleh data bahwa persentase terbesar yaitu 17 responden
(41,5%) dengan latar belakang pendidikan SLTP. Pendidikan ini masih termasuk pendidikan
dasar dimana kesempatan memperoleh informasi tentang proses regurgitasi masih terbatas dan
biasanya pendidikan yang rendah akan sulit memahami informasi yang diberikan sehingga
pengetahuan yang diperoleh juga kurang baik. Sesuai teori Mubarak (2007) bahwa tingkat
pendidikan seseorang yang rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap
penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
Selain faktor umur dan pendidikan, pekerjaan juga mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Dari faktor pekerjaan menunjukkan bahwa persentase terbesar yaitu 25 responden
(61%) tidak bekerja. Sebagian besar responden adalah tidak bekerja dengan kata lain mereka
adalah ibu rumah tangga yang meskipun lebih banyak memiliki waktu luang, namun disebabkan
karena responden lebih banyak mengurus aktifitas rumah tangga menyebabkan kurangnya
sosialisasi atau pergaulan dengan banyak kalangan dibandingkan dengan mereka yang bekerja.
Status tidak bekerjanya responden juga menyebabkan mereka harus berhatai-hati dalam
mengatur keuangan keluarga, sehingga kesediaan dan kemampuan untuk mendapatkan sumber
informasi juga terbatas. Terbatasnya informasi yang didapat ini mempengaruhi pengetahuan
responden menjadi kurang padahal informasi sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan
responden sebagaimana teori Mubarak (2007) yang menyatakan kemudahan untuk memperoleh
suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang
baru.
Pengetahuan Responden Tentang Penyebab Regurgitasi
Berdasarkan tabel 19 diperoleh data bahwa persentase terbesar adalah responden dengan
pengetahuan yang cukup tentang penyebab regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 23

28

HOSPITAL MAJAPAHIT

4.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

responden (56,1%). Responden pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari
mereka sudah cukup memahami dan mengerti tentang penyebab regurgitasi.
Berdasarkan umur, diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden berumur 2035 tahun sebanyak 22 responden (53,7%). Mubarak (2007) menyatakan bahwa bertambahnya
umur seseorang akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis, dimana pada aspek
psikologis taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa. Usia 20-35 tahun
tergolong usia dewasa dimana mereka sudah mempunyai kemampuan memperoleh informasi
yang sebanyak-banyaknya. Motivasi yang tinggi ditambah dengan perkembangan mental yang
lebih matang membuat responden bisa menyerap informasi dengan cukup baik sehingga juga
mempengaruhi pengetahuan mereka.
Berdasakan pendidikan, menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden
dengan latar belakang pendidikan SLTP sebanyak 17 responden (41,5%). Dalam teori Mubarak
(2007) yang menyatakan tidak dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin
mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan
yang dimilikinya, begitupun juga sebaliknya. Sebagian besar pendidikan responden adalah
SLTP, dimana pada pendidikan tingkat ini masih belum membuat seseorang memiliki
kemampuan menyerap informasi yang didapat dengan baik . Namun meskipun belum bisa
mempunyai pengetahuan yang baik, bukan berarti mereka terbatas untuk mendapatkan
informasi. Pengalaman dan informasi dari media massa dan elektronik dapat menambah
pengetahuan responden menjadi cukup baik.
Berdasarkan pekerjaan, persentase terbesar adalah responden yang tidak bekerja
sebanyak 25 responden (61%). Mubarak (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat
menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Dengan sebagian besar responden yang tidak bekerja menyebabkan mereka
tidak bisa mendapatkan informasi dari lingkungan pekerjaan. Namun dengan adanya
pengalaman, interaksi dengan lingkungan, serta informasi dari media massa dan elektronik akan
membantu mereka mendapatkan informasi yang maksimal untuk mempengaruhi pengetahuan
mereka menjadi cukup baik.
Pengetahuan Responden Tentang Cara Mencegah Regurgitasi
Berdasarkan tabel 20 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden dengan
pengetahuan yang cukup tentang mencegah regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 15
responden (36,5%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden dapat melakukan
pencegahan regurgitasi dengan baik karena mereka sudah cukup mengerti tentang cara
mencegah terjadinya regurgitasi.
Pengetahuan responden yang cukup tersebut dipengaruhi oleh bebera faktor, yaitu
pertama faktor umur, diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden berumur 20-35
tahun sebanyak 22 responden (53,7%). Usia ini tergolong usia dewasa dimana sudah
mempunyai kemampuan memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya karena dipengaruhi
adanya pemikiran yang sudah dewasa pula sehingga dengan hal itu akan mempengaruhi
pengetahuan yang mereka punya. Sesuai dengan teori Mubarak (2007) yang menyatakan
bertambahnya umur seseorang akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis,
dimana pada aspek psikologis taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa.
Kedua, faktor pendidikan yang menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah
responden dengan latar belakang pendidikan SLTP sebanyak 17 responden (41,5%). Pendidikan
responden yang tergolong dasar bukan berarti responden terbatas memperoleh informasi.
Interaksi dengan lingkungan serta pengalaman yang responden miliki bisa membantu responden
mendapat informasi yang cukup meskipun tingkat pendidikan mempunyai berpengaruh terhadap
pengetahuan seseorang, sebagaimana teori Mubarak (2007) yang menyatakan tidak dipungkiri
bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi,
dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya, begitupun juga
sebaliknya.

29

HOSPITAL MAJAPAHIT

5.

6.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Ketiga, faktor pekerjaan yang menunjukkan persentase terbesar adalah responden tidak
bekerja sebanyak 25 responden (61%). Mubarak (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat
menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Dengan sebagian besar responden yang tidak bekerja, mereka hanya bisa
mendapat informasi dari pengalaman sendiri atau media massa dan elektronik tanpa bisa
mendapat informasi dari lingkungan pekerjaan sehingga pengetahuan yang mereka peroleh tidak
maksimal.
Pengetahuan Responden Tentang Penatalaksanaan Regurgitasi
Berdasarkan data pada tabel 21 menunjukkan persentase terbesar adalah responden
dengan pengetahuan yang kurang tentang penatalaksanaan regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan
yaitu 19 responden (46,3%). Keadaan ini menunjukkan bahwa responden pada penelitian ini
masih belum dapat melakukan penatalaksanaan regurgitasi dengan baik. . Hal ini disebabkan
karena kurangnya informasi yang mereka terima atau juga karena responden belum dapat
menggunakan pengalamannya dengan baik.
Pengetahuan responden yang kurang tentang proses regurgitasi ini dipengaruhi oleh
umur, pendidikan, dan pekerjaan. Berdasarkan umur, persentase terbesar yaitu 22 responden
(53,7%) berumur 20-35 tahun. Dimana meskipun usia responden tersebut tergolong dewasa dan
mempunyai kesempatan memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tetapi kemungkinan
mereka belum bisa bener-benar memahami informasi yang didapat. Kesulitan memperoleh
informasi juga dapat menjadi alasan sehingga pengetahuan mereka masih kurang. Sesuai
dengan tori Mubarak (2007) kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
Berdasarkan pendidikan, diperoleh data bahwa persentase terbesar yaitu 17 responden
(41,5%) mempunyai pendidikan SLTP. Pendidikan ini masih termasuk pendidikan dasar dimana
pada pendidikan yang rendah akan sulit memahami informasi yang diberikan sehingga
pengetahuan yang mereka juga kurang. Mubarak (2007) menyatakan bahwa tingkat pendidikan
seseorang yang rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan
informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
Berdasarkan pekerjaan, diperoleh data bahwa presentase terbesar yaitu 25 responden
(61%) tidak bekerja. Informasi yang bisa didapat oleh responden ini bisa didapat melalui
bertukar informasi sesama teman ataupun pengalaman pribadi dimana menurut Mubarak (2007)
pengalaman ini merupakan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.
Pengetahuan Responden Tentang Cara Mengurangi Frekuensi Regurgitasi
Berdasarkan data pada tabel 22 diperoleh data bahwa persentase terbesar adalah
responden dengan pengetahuan yang baik tentang cara mengurangi frekuensi regurgitasi pada
bayi usia 0-6 bulan yaitu sebanyak 19 responden (46,3%). Pengetahuan responden tersebut
tentunya tidak lepas dari faktor yang mempengaruhi pengetahuan, diantaranya adalah umur,
pendidikan, dan pekerjaan.
Berdasarkan umur, diperoleh data bahwa persentase terbesar yaitu 22 responden
(53,7%) berumur 20-35 tahun, dimana usia ini termasuk dalam usia dewasa yang sudah
mempunyai cara berfikir yang matang untuk menerima informasi sebaik dan sebanyak mungkin.
Usia dewasa ini juga tentunya mempunyai pengalaman yang lebih banyak dibandingkan dengan
usia-usia sebelumnya. Dari pengalaman tersebut nantinya akan berpengaruh pada tingkat
pengetahuan yang akan diperoleh. Sesuai dengan teori Mubarak (2007) bahwa ada
kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan,
namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan
timbul kesan yang sangat mandalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan pada
akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya.
Berdasarkan pendidikan, diperoleh data bahwa persentase terbesar yaitu 17 responden
(41,4%) berpendidikan SLTP. Pendidikan ini tentunya sangat berpengaruh pada tingkat
pengetahuan responden karena melalui pendidikan, seseorang akan lebih mudah mendapat kan

30

HOSPITAL MAJAPAHIT

7.

8.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

informasi. Seperti halnya teori dari Mubarak (2007) yang menyatakan bahwa kemudahan
memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh
pengetahuan yang baru.
Berdasarkan pekerjaan, diperoleh data bahwa persentase terbesar yaitu 25 responden
(61%) tidak bekerja. Mubarak (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat menjadikan
seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dengan sebagian besar responden yang tidak bekerja menyebabkan mereka tidak bisa
mendapatkan informasi dari lingkungan pekerjaan. Namun dengan adanya pengalaman,
interaksi dengan lingkungan, serta informasi dari media massa dan elektronik akan membantu
mereka mendapatkan informasi yang maksimal untuk mempengaruhi pengetahuan mereka
menjadi cukup baik.
Pengetahuan Responden Tentang Dampak Regurgitasi
Berdasarkan data pada tabel 23 diperoleh data persentase terbesar adalah responden
dengan pengetahuan yang cukup tentang dampak regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 13
responden (31,7%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden masih ada yang belum
mengerti tentang dampak terjadinya regurgitasi, kemungkinan hal ini terjadi karena informasi
yang diterima responden masih kurang atau juga responden masih belum dapat memahami
informasi yang diterima tersebut.
Berdasarkan umur, diketahui bahwa persentase terbesar adalah responden berumur 2035 tahun sebanyak 22 responden (53,7%). Mubarak (2007) menyatakan bahwa bertambahnya
umur seseorang akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis, dimana pada aspek
psikologis taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa. Usia 20-35 tahun
tergolong usia dewasa dimana mereka sudah mempunyai kemampuan memperoleh informasi
yang sebanyak-banyaknya. Motivasi yang tinggi ditambah dengan perkembangan mental yang
lebih matang membuat responden bisa menyerap informasi dengan cukup baik sehingga juga
mempengaruhi pengetahuan mereka.
Berdasakan pendidikan, menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah responden
dengan latar belakang pendidikan SLTP sebanyak 17 responden (41,5%). Dalam teori Mubarak
(2007) yang menyatakan tidak dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin
mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan
yang dimilikinya, begitupun juga sebaliknya. Sebagian besar pendidikan responden adalah
SLTP, dimana pada pendidikan tingkat ini masih belum membuat seseorang memiliki
kemampuan menyerap informasi yang didapat dengan baik . Namun meskipun belum bisa
mempunyai pengetahuan yang baik, bukan berarti mereka terbatas untuk mendapatkan
informasi. Pengalaman dan informasi dari media massa dan elektronik dapat menambah
pengetahuan responden menjadi cukup baik.
Berdasarkan pekerjaan, persentase terbesar adalah responden yang tidak bekerja
sebanyak 25 responden (61%). Mubarak (2007) menyatakan lingkungan pekerjaan dapat
menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Dengan sebagian besar responden yang tidak bekerja menyebabkan mereka
tidak bisa mendapatkan informasi dari lingkungan pekerjaan. Namun dengan adanya
pengalaman, interaksi dengan lingkungan, serta informasi dari media massa dan elektronik akan
membantu mereka mendapatkan informasi yang maksimal untuk mempengaruhi pengetahuan
mereka menjadi cukup baik.
Pembahasan Pengetahuan Responden Tentang Regurgitasi
Hasil penelitian pada tabel 24 yang dilakukan di BPS Muji Winarnik Desa Bening
Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto mengenai pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada
bayi usia 0-6 bulan terhadap 41 responden menunjukkan data bahwa persentase terbesar adalah
responden dengan pengetahuan yang cukup tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19
responden (46,3%).
Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pembahasan
yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

31

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

(Keraf,2001). Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan (Knowledge) adalah


merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni: indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga.
Responden pada penelitian ini menunjukkan bahwa mereka sudah cukup mengerti
tentang regurgitasi yang biasa terjadi pada anak usia 0-6 bulan. Pengetahuan ini muncul karena
responden telah memperoleh informasi yang cukup baik dari pengalaman sendiri atau
lingkungan serta dapat pula dari tenaga kesehatan, misalnya dengan mengikuti kegiatankegiatan penyuluhan khususnya tentang regurgitasi. Pengetahuan responden terjadi karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, pendidikan, dan pekerjaan.
Berdasarkan karakteristik umur rerponden pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa
persentase terbesar adalah responden berusia 20-35 tahun sebanyak 22 responden (53,7%).
Responden pada penelitian ini tergolong pada usia dewasa dimana pada usia ini banyak
pengalaman yang bisa diperoleh baik dari pengalaman pribadi, teman atau juga pengalaman dari
keluarganya sehingga informasi yang diperoleh responden menjadi bertambah untuk dapat
meningkatkan pengetahuan mereka. Selain itu pada usia dewasa ini, responden juga sudah memiliki
cara berfikir yang matang dan mempunyai pengetahuan yang lebih banyak dari usia-usia
sebelumnya sebagaimana teori Mubarak (2007) yang menyatakan bahwa dengan bertambahnya
umur seseorang, akan menjadikan perubahan pada aspek fisik dan psikologis. Dimana dalam
aspek fisik akan terjadi pertumbuhan pada fisik yang secara garis besar terdiri dari perubahan
ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Sedangkan
pada aspek psikologis, taraf berfikir seseorang akan semakin matang dan dewasa. Banyaknya
responden yang mempunyai pengetahuan yang cukup kemungkinan karena responden masih belum
dapat memahami informasi yang diterima atau juga masih belum dapat menggunakan fasilitas
kesehatan dengan baik.
Berdasarkan karakteristik pendidikan responden pada tabel 4.2 diperoleh data bahwa
persentase terbesar adalah responden dengan latar belakang pendidikan SLTP yaitu 17
responden (41,5%). Hasil penelitian ini menunjukkan jika pendidikan responden tergolong
dalam pendidikan dasar, dimana pendidikan seseorang dapat mempengaruhi pemahaman
penerimaan informasi tentang sesuatu khususnya tenang masalah kesehatan dimana pendidikan
yang rendah biasanya akan sulit untuk mengerti dan memahami informasi yang diberikan
demikian pula sebaliknya. Sesuai dengan teori Mubarak (2007) yang menyatakan tidak dapat
dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima
informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika
seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
Berdasarkan karakteristik pekerjaan responden pada tabel 4.3 menunjukkan data bahwa
persentase terbesar adalah responden yang tidak bekerja sebanyak 25 orang (61%). Hal ini
menunjukkan bahwa meskipun tidak bekerja, responden tetap bisa mempunyai banyak
kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan mereka baik itu melalui bertukar informasi
dengan teman, lingkungan atau mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
serta dapat memperoleh informasi dari media cetak maupun elektronik. Sehingga semakin
banyak informasi yang diterima maka akan semakin baik pula pengetahuan yang dimiliki.
Sesuai dengan teori dari Mubarak (2007) yang menyatakan bahwa kemudahan untuk
memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh
pengetahuan yang baru.

F. PENUTUP
Hasil penelitian tentang pengetahuan ibu tentang regurgitasi pada anak (0-6 bulan)
menunjukkan data bahwa persentase terbesar adalah responden dengan pengetahuan yang cukup
tentang regurgitasi pada bayi usia 0-6 bulan yaitu 19 responden (46,3%).

32

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama dalam hal pemberian
pendidikan kesehatan diharapkan tenaga kesehatan lebih memberikan materi yang dapat dengan
mudah dimengerti atau dipahami oleh masyarakat terutama tentang pengarahan tentang cara
menyusui yang baik dan benar sehingga menimbulkan kesadaran ibu akan pengaruh posisi
menyusui terhadap kejadian regurgitasi pada bayi.Sebaiknya responden lebih aktif lagi dalam
mencari informasi, baik melalui media cetak maupun elektronik atau juga mengikuti seminar
atau penyuluhan yang diadakan oleh tenaga kesehatan sehingga pengetahuan responden dapat
lebih ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian. (2009). Regurgitasi Pada Bayi. Tersedia di (http://www.wikipedia/artikel
kesehatan.com.html. Diakses tanggal 20 April 2010).
Anang. (2010). Gumoh Pada Bayi. Tersedia di (http://www.wordpress/maxblog.com.html. Diakses
tanggal 20 April 2010).
Ariq. (2009). Gumoh Bisa Menggangu Pertumbuhan Bayi. Tersedia di (http://www.
Situskugratis.googlepage.com/free. Diakses tanggal 15 April 2010).
Budiarto, 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC.
Choirunnisa. (2009). Panduan Terpenting Merawat Bayi dan Anak Jakarta : Smoncer Publisher
Erfandi. (2009). Pengetahuan dan Faktor-faktor yang mempengaruhi. Tersedia di
(http://www.prohealth.com. Diakses tanggal 20 April 2010).
Gandhi. (2009). Pengaruh Sikap Ibu terhadap pemberian Makanan Pendamping ASI pada bayi usia
0-6 bulan. Tersedia di (http://www.tempointeraktif.com. Diakses tanggal 20 April 2010).
Hidayat. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
Javaneagle. (2009). Gumoh dan Muntah pada bayi. Tersedia di (http//:www.wordpres.com. Diakses
tanggal 20 April 2010).
Keraf. (2001). Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan. Yogyakarta : Kanisius.
Mansjoer. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
Mubarak. (2007). Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Notoatmodjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nova. (2009). Gumoh pada bayi. Tersedia di (http//:www.tabloidnova.com. Diakses tanggal 19 April
2010).
Nurdiyon. (2009). Bayi Gumoh. Tersedia di (http://www.wordpress.com. Diakses tanggal 19 April
2010).
Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : EGC.
Nusalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penerapan Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Papahtar. (2009). Gumoh. Tersedia di (http://www.connectique.com./tips solution/health. Diakses
tanggal 19 April 2010).
Parenting. (2009). Gumoh. Tersedia di (http://www.connectique.com. Diakses tanggal 20 April
2010).
Purwanti. (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta : EGC.
Rizal N. (2009). Bayi Sehat mau?. Yogyakarta : Kujang Press.
Rocky. (2009). Pengaruh Terapi Sentuhan Terhadap Kejadian Regurgitasi Pada Bayi. Tersedia di
(http://www.dr.Rocky.com.html. Diakses tanggal 20 April 2010).
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Solo. (2010). Regurgitasi. Tersedia di (http://www.indonesiaindonesia.com.html. diakses tanggal 19
April 2010).
Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Yunina. (2009). Gumoh dan akibatnya. Tersedia di (http://www.medicastore.com. Diakses tanggal
19 April 2010).

33

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONSUMSI TABLET


KALSIUM PADA WANITA PREMENOPOUSE DI DESA TANJEK
WAGIR KECAMATAN KREMBUNG
KABUPATEN SIDOARJO
Elyana Mafticha
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
ABSTRAK
Menopause merupakan transisi fisik alamiah yang dialami oleh setiap wanita. Di mana pada
fase ini wanita menopose sering kali mengalami osteoporosis.Proses ini disebabkan karena asupan
kalsium berkurang dan penyebaran kalsium tidak merata. Fenomena di lapangan menunjukkan masih
banyak wanita premenopouse yang tidak tahu tentang osteoporosis. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan tambahan asupan kalsium pada
wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo.
Penelitisn ini dilakukan mulai 13 Juni sampai 16 Juni 2010. Jenis penelitian ini adalah
analitik cross sectional dengan populasi sebanyak 156 responden dan sampel sebanyak 112
responden. Sampel diambil dengan cluster random sampling. Instrumen pengumpulan data
menggunakan kuesioner tertutup yang diolah melalui proses editing, coding, dan tabulating. Setelah
itu dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data uji wilcoxon sign rank test pada taraf
signifikansi 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Hasil Z2 hitung = - 5.757
2
dan Z tabel 1.6586, maka H1 diterima, artinya terdapat hubungan pengetahuan tentang osteoporosis
dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan
Krembung Kabupaten Sidoarjo.Tingkat keeratan hubungan dalam penelitian ini adalah sangat kuat.
Sebagian besar responden berpengetahuan cukup tentang osteoporosis akan tatapi mereka
tidak mengkonsumsi tablet kalsium dengan teratur di karenakan masalah biaya dan malas minum
tablet kalsium setiap hari. Konsumsi tablet kalsium ini bermanfaat untuk mencegah terjadinya
gangguan pertumbuhan, kerapuhan tulang, dan kejang otot.
Dengan adanya hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan tambahan asupan
kalsium pada wanita premenopouse disarankan bagi tenaga kesehatan untuk melakukan penyuluhan
tentang pentingnya konsumsi tablet kalsium, jenis-jenis tablet kalsium yang harganya mudah di
jangkau dan penyuluhan tentang macam-macam bahan makanan yang mengandung kalsium.
Kata kunci : Pengetahuan, Osteoporoses, Tablet Kalsium, Wanita Premenopouse
A. PENDAHULUAN
Menopouse adalah berhentinya siklus menstruasi yang berkaitan dengan tingkat lanjut
usia perempuan (Kissansti, 2008). Menurut Ozzy (2010) menopause merupakan transisi fisik
alamiah yang dialami oleh setiap wanita saat dia bertambah umur. Sering diterjemahkan secara
bebas sebagai berhenti menstruasi terakhir dalam hidup seorang wanita. Kejadian penting yang
biasa terjadi pada usia menopouse adalah proses demineralisasi tulang atau yang biasa disebut
dengan osteopororsis. Proses ini disebabkan karena defisiensi kalsium, yaitu karena asupan
kalsium berkurang dan penyebaran kalsium tidak merata (Arisman, 2007). Untuk itu konsumsi
susu yang mengandung banyak kalsium dalam jumlah yang adekuat menurunkan resiko
terjadinya osteoporosis karena tulang sangat responsif terhadap penumpukan mineral (Arisman,
2007).
Menurut penghitungan Biro Sensus Departemen Perdagangan Amerika Serikat (2010)
jumlah menopouse sekitar 340 juta orang dengan peningkatan sekitar 800.000 orang per tahun
dan 24% diantaranya enderita pengeroposan tulang (osteoporosis). Di Indonesia dari setiap 1000
wanita menopouse terdapat sekitar 400 orang (40%) yang mengalami osteoporosis. Rata rata
dari mereka merupakan penduduk miskin.

34

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Data Dinkes Kabupaten Sidoarjo menunjukkan bahwa terdapat sekitar 41% penderita
osteoporosis dari keseluruhan jumlah wanita menopouse sebanyak 45.000 jiwa yang menyebar
di seluruh wilayah Sidoarjo (Dinkes Sidoarjo, 2010).
Studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung
Kabupaten Sidoarjo didapatkan data bahwa dari 10 wanita menopouse, 7 wanita (70%) tidak
tahu tentang osteoporosis mengaku tidak pernah memperhatikan asupan kalsium untuk
mencegah terjadinya osteopororsis, sedangkan 3 wanita (30%) tahu tentang osteoporosis dan
melakukan upaya pencegahan dengan cara mengkonsumsi susu penguat tulang secara teratur.
Akan tetapi fenomena di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten
Sidoarjo menunjukkan bahwa masih banyak wanita usia premenopouse yang tidak tahu tentang
osteoporosis. Kurangnya pengetahuan ini menyebabkan mereka tidak begitu memperhatikan
asupan kalsium untuk mencegah terjadinya osteoporosis.
Kerentanan kedua jenis kelamin pada prinsipnya sama, meskipun osteoporosis lebih
cenderung terjadi pada wanita, dengan rasio sekitar 4:1. Tulang yang paling banyak terkena
adalah tulang belakang, pergelangan tangan (lelaki), dan paha (wanita). Trauma yang ringan
saja berkemungkinan besar mematahkan tulang. Faktor yang melatarbelakangi osteoporosis bisa
dilacak sampai pada usia pertumbuhan. Sharon dkk melalui penelitian terhadap 581 orang
wanita kulit putih pascamenopause yang berusia rata-rata 70,6 tahun yang mengonsumsi susu
secara teratur mulai usia 2050 tahun, berhasil membuktikan manfaat konsumsi susu. Ada
keterkaitan antara konsumsi susu dengan deposit kalsium (dilihat dengan sinar X pada tulang
belakang, paha, dan pergelangan tangan). Sekali osteoporosis terjadi, tidak bisa lagi diobati
sekalipun dengan kalsium dosis tinggi (Arisman, 2007).
Menurut Arisman (2007) dengan konsumsi susu dalam jumlah yang adekuat pada usia
menopouse menurunkan risiko terjadinya osteoporosis karena tulang sangat responsip terhadap
penumpukkan mineral pada usia dini. Diet yang kaya akan kalsium di usia dewasa ternyata
berperan pada tingginya kepadatan tulang dan/atau menekan kehilangan massa tulang sampai
tingkat minimal. Selama hidup, lebih kurang 40% massa tulang wanita berkurang; separuhnya
berlangsung pada 5 tahun pertama pascamenopause, sisanya berlangsung perlahan.
Menurut Tandra (2009) kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di
dalam tubuh manusia. Kira kira 99 persen kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada
tulang dan gigi. Ada 1 persen kalsium terdapat pada darah dan jaringan lunak.. WHO
menganjurkan bagi orang dewasa rata rata memerlukan kalsium di atas 500 mg per hari.
Dengan bertambahnya usia, kalsium yang di butuhkan akan semakin banyak. Sampai usia 50
tahun keatas, di perlukan elemen kalsium 1200 sampai 1500 gr dalam makanan sehari hari.
Penelitian terhadap 36.262 wanita menopouse oleh Womens Health Institute di Amerika
Serikat di temukan bahwa 1000 mg kalsium di tambah 400 iu vitamin D setiap hari terbukti
efektif mengurangi kejadian fraktur tulang panggul. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk
mencegah datangnya penyakit menjadi salah satu faktor timbulnya sebuah penyakit . Hal itu
ditandai dengan rendahnya konsumsi kalsium rata-rata orang Indonesia, yakni hanya 254 mg per
hari (Supari, 2005). Selain faktor diatas, pengetahuan seorang wanita premenopause juga sangat
berpengaruh. Pengetahuan khusus sangat diperlukan, terutama pengetahuan mengenai asupan
kalsium untuk mencegahnya di masa menopause. Wanita premenopause akan lebih mudah
melalui masa menopause tanpa banyak keluhan apabila mereka mendapatkan pengetahuan yang
fuktual dan akurat mengenai osteoporosis dan asupan kalsium.
Bidan sebagai tenaga kesehatan hendaknya secara rutin memberikan penyuluhan
berkenaan dengan upaya pencegahan oseoporosis. Penyuluhan ini bisa dilakukan dengan
memberikan materi tentang pentingnya konsumsi kalsium untuk mencegah terjadinya
osteoporosis. Materi ini bisa disampaikan melalui kunjungan rumah, pembagian leaflet yang
berisikan tentang himbauan untuk selalu melegkapi kosumsi makanan dengan makanan yang
mengandung kalsium.

35

HOSPITAL MAJAPAHIT
B.
1.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra
manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2003).
b. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan yakni :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali suatu spesifik dari
seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan dan sebagainya.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang obyek yang di ketahui. Dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek
yang telah dipelajari.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampua untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya,
dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek
kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam stuktur organisasi tersebut, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau
menghubungkan bagan-bagan di dalam suatu bentuk keseluruhan baru. Dengan kata
lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas,
dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan sustifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilain itu berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya
dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan
gizi, dapat menanggapi terjadinya suatu diare di suatu tempat, dapat menafsirkan
sebab-sebab mengapa ibu tidak ikut KB, dan sebagainya.

36

HOSPITAL MAJAPAHIT
c.

d.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan


Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003)
antara lain :
1) Faktor internal
a) Usia
Faktor usia akan ikut menentukan pengetahuan dan sikap seseorang. Hal mi
disebabkan karena dengan semakin bertambahnya usia seseorang, maka biasanya
ia akan menjadi semakin dewasa dalam kemampuan intelektualitasnya. Pada
umumnya, orang yang lebih muda memiliki sikap yang lebih radikal jika
dibandingkan dengan sikap orang yang lebih tua, sedangkan pada orang dewasa
sikapnya lebih moderat.
b) Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah ia menerirna
informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.
c) Pekerjaan
Seseorang yang tidak bekerja pengetahuannya akan lebih luas dari pada
pengetahuan seseorang yang bekerja, karena dengan tidak bekerja seseorang akan
mempunyai banyak waktu untuk menambah informasi baik melalui media
elektronika, membaca buku atau informasi langsung yang didapat dari
pengalaman.
d) Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan
dan dapat dikatakan sebagai sumber pengetahuan. Cara untuk rnemperoleh
pengalaman tersebut dapat dilakukan dengan mengulang keinbali pengetahuan
yang diperoleh dalam rnernecahkan permasalahan yang pernah dihadapi masa
lalu.
2) Faktor Eksternal
a) Sosial
Status ekonomi berpengaruh terhadap tingkah laku individu. Seorang individu
yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang baik,
dimungkinkan lebih memiliki sikap positif dalam memandang diri dan masa
depannya jika dibandingkan dengan individu yang berasal dan keluarga dengan
status sosial ekonomi rendah. Pengetahuan yang terbatas merupakan faktor
penghambat untuk menerima suatu motivasi dalam bidang kesehatan.
b) Budaya
Dalam hal ini, adat atau sosial budaya membawa pengaruh dalarn penerimaan
informasi. Sosial budaya meliputi pandangan keagamaan. Selain itu, kelompok
etnis dapat mempengaruhi proses berpikir dan bersikap.
c) Informasi.
Informasi dapat diperoleh di rumah, sekolah, media cetak, televisi dan tempat
pelayanan .pengetahuan dan teknologi membutuhkan dan menghasilkan
informasi. Jika pengetahuan berkembang sangat cepat, maka informasi
berkembang sangat cepat pula. Tindakan pengetahuan menimbulkan tindakan
informasi, dimana semakin banyaknya perkembangan dalam bidang ilmu dan
penelitian maka semakin banyak pengetahuan baru bermunculan.
Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005) cara untuk memperoleh pengetahuan dibagi menjadi
2 yakni:
1) Cara tradisional atau non ilmiah
a) Cara coba- salah (trial and error)
Cara ini telah dipakai orang sebelurn adanya kebudayaan, bahkan mungkin
sebelum adanya peradapan. Cara coba-coba ini dilakukan dengan rnenggunakan

37

HOSPITAL MAJAPAHIT

e.

2.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

kernungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila cara tersebut tidak


berhasil, dicoba kemungkinan dengan cara yang lain.
b) Cara otoritas atau kekuasaan.
Para pemegang otoritas, baik pernimpin pemerintahan, tokoh agama, maupun ahli
ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama didalam
penemuan pengetahuan. Prinsip ini adalah orang lain menerirna pendapat yang
dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji
atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun
berdasarkan penalaran sendiri.
c) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
d) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir
manusiapun ikut berkembang. Dan manusia telah mampu menggunakan
penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.
2) Cara modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis, logis dan
ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populernya disebut
metodologi penelitian.
Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi dari subjek penelitian yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden.
1) Baik
: Nilai 75%
2) Cukup
: Nilai = 60 - 75%
3) Kurang baik : Nilai 60%
(Arikunto, 2006)

Konsep Osteoporosis
a. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah penurunan masa tulang yang disebabkan karena peningkatan
resorbsi tulang yang melebihi pembentukan tulang.
Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Bila tidak ada Vitamin D,
PTH tidak akan menyebabkan absorpsi tulang. Penurunan absorpsi kalsium, , membuat
wanita pasca menopause beresiko mengalami masalah yang berhubungan dengan
osteoporosis (Wilson, 2005).
b. Tanda tanda Osteoporosis
Menurut Bobak (2004) adapun tanda tanda dari Osteoporosis adalah penurunan
tinggi badan akibat fraktur serta kolaps tulang belakang. Nyeri punggung dapat timbul
tetapi juga tidak timbul. Tanda tanda selanjutnya meliputi munculnya bongkol di
punggung, yang membuat tulang belakang tidak dapat lagi menopang tubuh bagian atas
serta fraktur pinggul.
Secara umum tanda tanda Osteoporosis adalah sebagai berikut :
1) Adanya keluhan sakit punggung yang tida jelas sampai yang berat
2) Terjadi patah tulang spontan ( tidak sebanding dengan beratnya benturan (kecelakaan
yang terjadi)
3) Berkurangnya tinggi badan secara tiba tiba (hal ini disebabkan terjadi patah tulang
pada ruas tulang belakang hingga melesak satu sama lain
4) Patah tulang pangkal paha atau ruas tulang lain, yang tidak sebanding dengan kerasnya
benturan (Yatim, 2001)

38

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Faktor faktor Osteoporosis


Menurut Bobak (2004) Faktor faktor Osteoporosis adalah
1) Rendahnya asupan kalsium
Hal ini terjadi khususnya pada masa remaja
2) Tingginya asupan protein atau kafein
Tingginya asupan protein atau kafein yang meningkatkan ekskresi kalsium
3) Merokok dan asupan alkohol yang berlebihan
Merokok dan asupan alkohol yang berlebihan serta asupan fospor yang melebihi
kalsium (yang terjadi saat mengkonsumsi minuman ringan)
d. Penyebab Osteoporosis
Menurut Neville (2001) bahwa kulit, tulang dan sendi sendi, semua berisi sel
yang memberi respon terhadap esterogen dengan menghasilkan kolagen yang berkualitas
lebih baik. Terdapat perbaikan dalam ketebalan dan elastisitas kulit, sendi sendi menjadi
tidak begitu kaku dan osteoit diletakkan dalam tulang dibawah pengaruh esterogen.
Esterogen mengendalikan fungsi osteoklas dan osteoblast pada tulang sehingga
mempengaruhi laju absorbsi dan pengendapan kalsium. Pengendapan tulang tulang
berlangsung disepanjang kehidupan, tetapi setelah kehilangan esterogen, aktivitas
osteoklastik jauh melebihi kemampuan osteoblas untuk menaruh kalsium. Dalam keadaan
ini osteophenia dan akhirnya terjadi osteoporosis.
e. Penanganan Osteoporosis
Menurut Bobak (2004) penggunaan teknik radiografi untuk mengidentifikasi
wanita beresiko tidaklah akurat. Bahkan mahal. Osteoporosis tidak dapat dideteksi dengan
pemeriksaan sinar X sampai 30% - 50% massa tulang. Rencana perawatan dapat dilakukan
melalui upaya seperti ERT (esterogen, replacemant, therapy), latihan menahan beban dan
pemberin suplementasi kalsium. Latihan menahan beban seperti berjalan dan menaiki
tangga selama 30-60 menit setiap hari.
Asupan Kalsium
Menurut Tandra (2009) Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di
dalam tubuh manusia. Kira-kira 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada tulang
dan gigi. Ada 1% kalsium terdapat pada darah dan jaringan lunak. Tanpa kalsium yang 1 persen
ini, otot akan mengalami gangguan kontraksi, darah akan sulit membeku, rangsangan saraf akan
terganggu dalam penghantarannya, dan sebagainya.
Untuk memenuhi kebutuhan yang 1% ini, tubuh mengambilnya dan makanan yang
dimakan atau dan tulang, karena kebanyakan mineral dan vitamin memang tidak dapat
diproduksi sendiri oleh tubuh. Bila makanan yang masuk tidak dapat memenuhi kebutuhan,
tubuh akan mengambilnya dan tulang. Sehingga tulang dapat dikatakan sebagai depo atau
gudang cadangan kalsium tubuh. Jika ini terjadi dalam waktu yang lama, akan menimbulkan
pengeroposan tulang.
a. Makanan sumber kalsium antara lain :
1) Susu.
2) Produk susu : keju, yogurt, es krim.
3) Minuman bukan susu : susu kedele, jus jeruk yang diberi tabahan kalsium.
4) Ikan : salmon, sarden, makarel, ikan kering, belut, kakap dan mujair.
5) Sayur berdaun hijau : buncis, brokoli, kubis, kubis, bayam dan sawi.
6) Buah : jeruk, pepaya.
7) Biji bijian : gandum, nasi, beras merah, gaplek dan jagung.
8) Kacang kacangan : almon, kacang merah, kacang kedelai, kacang tanah, tahu dan
tempe.
b. Pentingnya Kalsium
Kalsium dibutuhkan tubuh untuk beberapa hal, antara lain :
1) Untuk membentuk dan mempertahankan tulang dan gigi yang sehat
c.

3.

39

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

2)
3)
4)
5)
6)
7)

c.

d.

e.

Untuk mencegah osteoporosis


Untuk membantu proses pembekuan darah dan penyembuhan luka
Untuk penghantaran rangsangan saraf
Untuk mengatur kontraksi otot
Untuk membantu transpor ion melalui membran sel
Sebagai komponen penting dalam produksi hormon dan enzim yang mengatur proses
pencernaan, energi, dan metabolisme lemak.
Pada tubuh kekurangan kalsium akan terjadi gangguan pertumbuhan, kerapuhan
tulang, dan kejang otot. Sebaliknya bila tubuh kelebihan kalsium, misalnya Anda
mengonsumsi kalsium Sebanyak 2500 mg/hari dapat menyebabkan terjadinya batu ginjal
atau gangguan fungsi ginjal serta konstipasi (susah buang air besar).
Suatu penelitian terhadap orang yang mengonsumsi kalsium rata-rata 2150 mg
kalsium setiap han, ditemukan angka kejadian batu ginjal sampai 17 persen. Oleh sebab itu,
orang yang minum tablet kalsium penlu dibarengi dengan minum segelas besar air.
Bila mengonsumsi kalsium dalam jumlah yang tepat atau adekuat, kemungkinan
timbulnya kanker usus besar (colorectal carcinoma), hipertensi sistolik, batu ginjal, serta
kejadian obesitas akan banyak berkurang.
Kebutuhan Kalsium
WHO menganjurkan bagi orang dewasa rata-rata memerlukan kalsium di atas 500
mg per hari. Di Amerika Serikat, perkumpulan osteoporosis nasional memintanya lebih
tinggi lagi, yaitu minimum 800 mg kalsium per hari.
Dengan bertambahriya usia, kalsium yang dibutuhkan akan semakin banyak.
Sampai usia 50 tahun ke atas, atau wanita yang mencapai masa menopause, dipenlukan
elemen kalsium 1200 sampai 1500 mg dalam makanan sehari-hari.
Penelitian terhadap 36.262 wanita menopause oleh Womens Health Institute di
Amerika Serikat ditemukan bahwa 1000 ng kalsium ditambah 400 iu vitamin D setiap han
terbukti efektif mengurangi kejadian fraktur tulang panggul.
Pengaturan Kalsium dalam Tubuh
Kadar kalsium dalam darah dikendalikan oleh hormon paratiroid, kalsitonin dan
kelenjar tiroid, dan vitamin D. Hormon paratiroid dan vitamin D meningkatkan kalsium
darah dengan cara sebagai berikut :
1) Vitamin D merangsang penyerapan kalsium di usus.
2) Vitamin D dan hormon paratiroid merangsang pelepasan kalsium dan tulang ke dalam
darah.
3) Vitamin D dan hormon paratiroid menunjang penyerapan kembali atau reabsorpsi
kalsium di dalam ginjal.
Tablet Kalsium
Terdapat suplemen atau tablet kalsium yang beredar di pasaran, yaitu kalsium
karbonat, kalsium sitrat, dan kalsium fosfat. Kalsium dalam tablet ini adalah senyawa
kalsium, sedangkan yang Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Kalsium yang generik harganya murah, tapi penyerapannya mungkin kurang baik.
2) Baca labelnya, apakah mengandung kalsium karbonat, kalsium sitrat, atau kalsium
fosfat, kemudian lihat pula kandungan kalsiumnya, 200 mg, 500 mg, 650 mg, atau
1500 mg.
3) Kalsium karbonat bisa menyebabkan konstipasi (sukar buang air besar).
4) Tubuh biasanya tidak bisa menyerap mineral kalsium lebih dan 500 mg dalam satu
kali minum suplemen, sehingga perlu dibagi dalam beberapa kali minum per han.
5) Penyerapan kalsium di usus dan susu hanya 32 persen, sedangkan dari sayuran bisa
sampai 64 persen.
6) Minumlah air atau jus buah yang banyak ketika minum suplemen kalsium.
7) Lebih baik diminum tidak berbarengan dengan mengonsumsi obat lain.

40

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

8)

4.

Jangan minum tablet kalsium bersamaan dengan makanan yang mengandung banyak
serat, karena akan mengganggu penyerapan kalsium. Tetapi ini bukan berarti Anda
tidak boleh makan makanan yang kaya serat. Makanan kaya serat penting untuk
mencegah beberapa penyakit termasuk kanker.
9) Tablet kalsium juga jangan dikonsumsi bersamaan dengan makanan yang kaya lemak,
karena lemak mi dapat menghambat penyerapan kalsium.
10) Jangan bersamaan dengan mengomsumsi suplemen Fe (besi). Kalsium akan berikatan
dengan besi, sehingga penyerapan keduanya akan terganggu.
Untuk kandungan elemen kalsium dalam suplemen kalsium, misalnya kalsium
karbonat (calcium carbonate) yang mengandung .0 persen kalsium, maka tablet 650 mg
kalsium karbonat mengandung kalsium 650 x 0,4 = 260 mg kalsium. Untuk kalsium sitrat
(calcium citrate) yang mengandung kalsium 21 persen, maka tablet 650 mg kalsium sitrat
mengandung kalsium 650 x 0,21 = 137 mg kalsium. Sedangkan kalsium fosfat (calcium
phosphate) yang mengandung 39 persen kalsium, maktablet 650 mg kalsium fosfat
mengandung kalsium sebanyak 650 x 0,39 = 254 mg.
Konsep Dasar Menopouse
Menopause merupakan suatu penghentian permanen menstruasi (haid), berarti pula
akhir dari masa produktif (Purwoastuti, 2008)
Menurut Ozzy (2010) menopause merupakan transisi fisik alamiah yang dialami oleh
setiap wanita saat dia bertambah umur. Sering diterjemahkan secara bebas sebagai berhenti
menstruasi terakhir dalam hidup seorang wanita. Hal ini menekankan transisi yang tiba-tiba dan
komplit, walaupun proses sebenarnya berjalan lumayan perlahan. Walaupun kebanyakan wanita
mengalami perubahan ini antara usia 48 dan 52, beberapa yang lain berhenti haid pada akhir 30an atau awal 40-an, dan yang lain terus mengalami haid hingga pertengahan 50-an.
Menurut Noor (2010), masa menopause ditandai dengan masa transisi kira-kira lima
tahun dari berhentinya fungsi reproduksi, tetapi secara biologis menopause berarti berhentinya
menstruasi. Pada umumnya wanita akan mengalami menopause antara usia 40 55 tahun,
walaupun ada beberapa perkecualian. Periode ini disebut sebagai periode klimakterium yang
menggambarkan hilangnya kemampuan untuk reproduksi (menurunkan). Dengan berhentinya
menstruasi berarti proses ovulasi atau pembuahan sel telur juga berhenti. Periode ini dianggap
sebagai masa transisi atau peralihan ke masa tua, yaitu masa yang ditandai dengan berkurang
dan menurunnya vitalitas manusia. Menopouse
merupakan tahap akhir proses biologi yang dialami wanita berupa penurunan produksi
hormon seks wanita yaitu estrogen dan progesteron pada indung telur. Proses berlangsung tiga
sampai lima tahun yang disebut masa klimakterik atau perimenapouse. Disebut menopause jika
seseorang tidak lagi menstruasi selama satu tahun. Umumnya terjadi pada usia 50-an tahun.
Sebagaimana awal haid, akhir haid juga bervariasi antara perempuan yang satu dengan
perempuan yang lainnya.
a. Tahap Terjadinya Menopouse
Menopouse adalah berhentinya siklus perdarahan uterus yang teratur,merupakan
satu peristiwa dalam klimakterium (Wilson, 2005). Tahap terjadinya menopouse terdiri dari
tiga fase, yaitu :
1) Fase Premenopouse
Premenopouse adalah masa dimana tubuh mulai bertransisi menuju menopouse terjadi
pada usia 48-55 tahun (Manuaba, 2001). Definisi lain menyebutkan bahwa
premenopouse adalah fase transisi fluktasi fungsi ovarium yang terjadi di sekitar
waktu perdarahan menstruasi terakhir dari seorang wanita (Glasier, 2005). Masa ini
terjadi dalam kurun waktu 4-5 tahun sedalam menopouse pada periode ini, tingkat
produksi hormon estrogen dan progesteron naik turun tak beraturan. Siklus menstruasi
bisa tiba-tiba memanjang atau memendek.

41

HOSPITAL MAJAPAHIT

b.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Adalah fase pertama klimakterium saat fertilitas menurun dan menstruasi menjadi
tidak teratur, Gejala-gejala yang mengganggu seperti ketidakstabilan vasomotor,
keletihan nyeri kepala serta gangguan emosi dapat timbul selama fase ini.
2) Fase Menopouse
Adalah periode menstruasi spontan yang terakhir pada seorang wanita dan merupakan
diagnosis yang di tegakkan secara retrospektif setelah amenorhea selama 12 bulan
(Glasier, 2005).
3) Fase Postmenopouse
Adalah fase 3-5 tahun setelah menopouse, pada fase ini dapat terjadi gejala-gejala
yang terkait dengan penurunan hormon ovarium seperti astrofi vagina dan
esteoporosis.
Gambaran Klinis
Sejalan dengan proses ketuaan yang pasti dialami setiap orang, terjadi pula
kemunduran fungsi organ-organ tubuh termasuk salah satu organ reproduksi wanita, yaitu
ovarium. Terganggunya fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya produksi hormon
estrogen, dan ini akan menimbulkan beberapa penurunan atau gangguan pada aspek fisikbiologis seksual (Noor, 2010).
Sebelum haid berhenti, pada seorang wanita telah terjadi berbagai perubahan pada
ovarium seperti skletoris pembuluh darah, berkurangnya jumlah folikel dan menurunnya
sintesis steroid seks. Penurunan fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya kemampuan
ovarium untuk menjawab rangsangan gonodotropin. Keadaan ini akan mengakibatkan
terganggunya interaksi antara hipotalamus hipofisis. Pertama-tama terjadi kegagalan fungsi
korpus luteum kemudian turunnya produksi steroid ovarium menyebabkan berkurangnya
reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan produksi FSH
dan LH terutama FSH (Winkjosastro, 2005).
Tabel 25. Perubahan Endokrindogis Klimakterium
Pramenopouse
Pasca menopouse
Insufisiensi korpus luteum
Kegagalan korpus luteum

Dominasi estrogen
Kekurangan estrogen

Peningkatan ringan
Peningkatan berat
gonodotropin
gonadotropin
Infertilasi gangguan
perdarahan

Distonia vegetatif

Serium
Kegagalan korpus luteum

Estrogen rendah

Normalisasi gonadotropin

Atrofi involusi

Menopause

c.

Proses menuju menopause dimulai dengan perlambatan fungsi indung telur,


biasanya lima tahun sebelum periode menstruasi terakhir, dan perubahan-perubahan fisik
dan emosi tambahan selama beberapa tahun setelah haid terakhir. Selama masa ini, ada
perubahan dalam keseimbangan hormon, dengan pengurangan jumlah estrogen yang
diproduksi indung telur. Akhirnya, ada tingkat produksi estrogen yang begitu rendah
sehingga haid menjadi tidak teratur, dan akhirnya berhenti. Saat daur menstruasi berhenti,
tingkat progesteron juga menurun. Bersama-sama, hormon-hormon ini mempengaruhi dan
mengatur beberapa fungsi fisik dan emosi, dan dengan perubahan kadar keduanya, banyak
wanita mengalami lebih dari penghentian haid (Ozzy, 2010).
Tanda dan Gejala Premonopouse
Selama menopause banyak wanita mengeluhkan gejala yang disebabkan perubahan
hormon, khususnya penurun produksi estrogen, yang dirangsang secara psikologis karena

42

HOSPITAL MAJAPAHIT

d.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

kebutuhan untuk menyesuaikan diri. (Jones, 2005). Gejala jangka pendek walaupun sangat
tidak menyenangkan, biasanya hilang sendiri dan tidak mengancam jiwa (Glasier, 2005).
Menopouse mulai pada umur yang berbeda pada orang yang berbeda beda. Umur yang
umum adalah sekitar 50 tahun (Harjana, 2000).
Menurut Wilson (2003) tanda dan gejala premonopouse adalah :
1) Menstruasi tidak teratur
Intervalnya dapat memanjang atau memendek, sedikit dan berlimpah ovulasi menjadi
tiak teratur, rendahnya kadar progesteron dapat membuat periode menstruasi lebih
panjang.
2) Hot Flushes (Perasaan panas) dan gangguan tidur
Sekitar 75-85% wanita mengalami hot flushes selama premonopouse. Perubahan
kadar estrogen yang menyerang tubuh bagian atas dan muka. Serangan ini ditandai
dengan munculnya kulit yang memerah disekitar muka, leher, dan dada bagian atas,
detak jantung yang kencang. Badan bagian atas berkeringat termasuk gangguan tidur.
Rasa panas dapat dipicu oleh stres, cuaca panas, alkohol, dan makanan berbumbu
tajam walaupun sebagian besar timbul tanpa faktor pemicu apapun.
3) Kesuburan Berkurang
Ovulasi menjadi tidak teratur sehingga bertemunya sel telur dan sperma menjadi lebih
rendah walau mungkin untuk hamil.
4) Perubahan Kadar Kolesterol
Berkurangnya estrogen akan merubah kadar kolesterol dalam darah dan meningkatkan
kadar kolesterol jahat (LDL) yang mengakibatkan resiko terkena penyakit jantung.
Sedangkan HDL adalah kolesterol baik, menurun sesuai pertambahan usia.
5) Osteoporosis
Osteoporosis adalah penurunan massa tulang seiring peningkatan umur yang
dihubungkan dengan peningkatan kerentanan fraktur. Pada wanita, kepadatan
tulang mencapai puncak pada usia pertengahan 30-an dan setelah itu menurun secara
perlahan sampai terjadi akselerasi pesat penurunan massa tulang setelah menopouse.
6) Kemungkinan Komplikasi
Meski tidak ada yang perlu dikhawatirkan, namun perlu berhati-hati bila ada hal-hal
yang mencurigakan sebagai berikut :
a) Menstruasi hebat
b) Menstruasi panjang yang berlangsung hingga lebih dari 8 hari
c) Siklus menstruasi yang terlalu pendek, kurang dari 21 hari.
Perubahan seksualitas pada masa menopouse
1) Sebab-sebab perubahan seksualitas pada usia menopouse
Ozzy (2010) menyebutkan bahwa menopause menyebabkan beberapa perubahan fisik
yang dapat mempengaruhi fungsi seksual seorang wanita. Berkurangnya kadar
estrogen dan progesteron saat dan setelah menopause menyebabkan lapisan dinding
vagina menjadi tipis dan lebih keras. Sebagai tambahan, produksi cairan vagina turun,
menambahkan rasa tidak nyaman saat bersetubuh. Terapi pengganti estrogen dapat
membantu menghadapi perubahan-perubahan ini pada banyak wanita, namun
resikonya dapat melebihi keuntungannya bagi wanita yang menderita penyakit
peredaran darah, kanker payudara, atau kanker rahim. Estrogen buatan atau krim, yang
mengandung dosis estrogen lebih rendah dan digunakan dalam periode lebih pendek,
merupakan pilihan lain untuk menjaga kelangsungan hidup vagina. Bagi para wanita
yang tidak dapat, atau memilih untuk tidak menggunakan pengobatan estrogen,
pelembab vagina dapat mengurangi kekeringan vagina saat berhubungan intim.
2) Perubahan kondisi seksualitas usia menopouse
Ozzy (2010) menjelaskan bahwa menopause bukan berarti tanda berakhirnya rasa
tertarik atau aktifitas seksual seorang wanita, seperti yang sering diduga dimasa lalu.
Bukan hilangnya estrogen, tetapi kepercayaan dan sikap terhadap seks dan menopause,

43

HOSPITAL MAJAPAHIT

e.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

atau pertambahan usia, yang sepertinya penting bagi keinginan dan aktifitas seksual.
Dalam tahun-tahun belakangan ini telah menjadi jelas bahwa bukan hanya ketertarikan
dan kapasitas akan seks meningkat setelah menopause, tapi banyak wanita yang
melaporkan meningkatnya kenikmatan seks karena kekhawatiran akan kehamilan yang
tidak direncanakan tidak lagi menjadi masalah.
3) Menurunnya hasrat seksual menjelang usia menopouse
Menurut Noor (2010) ada sebagian wanita, yang mengeluh setelah menopause gairah
seksual menurun. Salah satu fungsi dari hormon estrogen adalah bertanggung jawab
atas sebagian besar karateristik wanita, sehingga menurunnya hormon estrogen
mengakibatkan hilangnya jaringan di vagina yang berarti terjadi pengerutan. Keadaan
ini menyebabkan hubungan kelamin menjadi sakit. Namun bukan berarti wanita yang
mengalami menopause harus menghindari hubungan seksual. Elastisitas jaringan
genital dapat dikembalikan dengan memberikan hormon pengganti estrogen.
4) Persepsi negatif yang muncul saat menopouse
Menurut Noor (2010) wanita yang mengalami menopause, kehilangan daya tarik
seksualnya dan menurun aktivitas seksualnya. Ada beberapa wanita yang beranggapan
sesudah menopause, tidak bisa memberi kepuasan seksual bagi suaminya. Iapun tidak
dapat menikmati hubungan intim dengan suaminya, karena jaringan genitalnya
berkurang elasitisitasnya. Bahkan ada anggapan wanita yang sudah menopause
seyogyanya tidak melakukan hubungan seksual karena akan mengakibatkan
munculnya penyakit. Keyakinan ini menggiring wanita untuk mengurangi atau
menghindari aktivitas seksual, yang akan berpengaruh pada berkurangnya
keharmonisan hubungan suami istri. Kondisi ini akan memicu munculnya problem
suami-istri yang lebih kompleks.
Upaya dalam menghadapi masa menopouse
Sejumlah solusi ditawarkan untuk mengatasi keluhan yang menyertai menopouse,
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, diantaranya :
1) Terapi Non Hormon
a) Obat antihipertensi Honidin (50 Mg 2x/hari) efektif dalam penatalaksanaan
jangka pendek gejala-gejala Nasomotor tetapi sebagian besar wanita mendapat
baha efek menguntungkan tersebut cepat hilang.
b) Obat penenang da antidepresan sudah luas penggunaannya pada wanita dengan
masalah klimakterik tetapi tanpa penyakit psikiatrik yang nyata, obat-obat ini
sbelaiknya ditunda sampai TSH telah dicoba.
c) Terapi alternatif lainnya ada pada senyawa kimia dalam tumbuhan dan kacangkacangan yang struktur kimianya mirip dengan estrogen serta menghasilkan efek
seperti estrogen yang disebut fitoestrogen. Tanaman yang banyak mengandung
fitoestrogen antara lain kacang kedelai. Yang istimewa ialah bahwa fitoestrogen
tidak menimbulkan resiko kanker bahkan dapat mencegah beberapa penyakit
kanker seperti kanker payudara dan rahim.
2) Terapi Sulih Hormon (TSH)
Karena gejala menopouse disebabkan oleh defisiensi estrogen maka terapi yang logis
adalah dengan sulih estrogen. Telah terbukti bahwa pemberian esterogen mengurangi
kejadian PJK dan stroke sampai 50 70% pada wanita pascamenopouse Terapi
estrogen efektif apabila diberikan melalui beragam rute seperti oral, transdermis : koyo
dan jeli, implan vagina : krim, pesarium, tablet dan cincin, sublingual atau intranasal.
Conjugated equine oesterogens (CEE) diberikan secara luas sebagai pengganti
estrogen. TSH mengandung hormon, yang dapat dikelompokkan menjadi 4 macam
yaitu TSH estrogen TSH estrogen-progesteron, TSH estrogen androgen dan TSH
estrogen-progesteron-androgen.

44

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

3)

f.

Mengkonsumsi Kalsium
Perempuan terutama menjelang usia-usia menopouse, sebaiknya mengkonsumsi
kalsium sebanyak 1000-1500 gr seharinya. Sebagian besar dapat diperoleh dari
makanan seperti susu, yoghurt, beberapa jenis sayuran (antara lain brokoli). Kalau
jumlah kalsium dari makanan kurang mencukupi, dapat juga memakan tablet kalsium
(Irawati, 2002). Dosis yang direkomendasikan ialah 1-1,5 gr setiap hari, biasnya
dikonsumsi sebelum tidur. Namun suplemen kalsium paling baik bila dikonsumsi
bersama makanan karena pada saat makan sekresi asam meningkat dan pada waktu
kalisum berada di dalam lambung meningkat. Sekurang-kurangnya 240 cc air
direkomendasikan untuk meningkatkan daya larut kalsium
4) Vitamin Tambahan
Sebagian besar vitamin yang diperlukan tubuh sudah diperoleh melalui makanan kita
sehari-hari. Tetapi adakalanya terutama mereka yang aktif, memerlukan juga
tambahan vitamin. Vitamin yang diperlukan antara lain B1, B6, B12, asam folat dan
terutama bagi mereka yang menginjak usia menopouse memerlukan vitamin-vitamin
antioksida seperti vitamin A dan vitamin E (400-600 unit/ hari) (Bobak, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi usia memasuki menopouse
Menopouse biasanya terjadi antara usia 40 dan 50, dan dpat berlangsung selama
8 10 tahun. Beberapa faktor yang mempengaruhi usia seseorang wanita memasuki usia
menopouse adalah :
1) Umur saat mendapat haid pertama (menarche)
Makin dini menarche terjadi maka makin lambat menopouse timbul, sebaliknya makin
lambat menarche terjadi, maka makin cepat menopouse timbul.
2) Merokok
Merokok akan mempercepat munculnya menopouse. Jadi wanita perokok
kelihatannya akan lebih mudah memasuki usia menopouse dibandingkan dengan
wanita yang tidak merokok (Corwin, 2001).
Tiap kurun waktu kehidupan mempunyai masalah masing-masing, tetapi tanggapan
dan sorotan pada masalah menopause akhir- makin meningkat. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor berikut ini :
1) Dengan makin meningkatnya kesejahteraan masyarakat, meningkat pula harapan
hidup (life expectancy), makin banyak pula laki-laki dan perempuan yang memasuki
kehidupan lansia. Untuk perempuan berarti pula makin banyak yang melalui masa
pascareproduksi atau menopause. Jadi, secara demografi terjadinya peningkatan
kelompok lansia, akan merupakan masalah kesehatan masyarakat, yang memerlukan
penanganan khusus.
2) Dengan meningkatnya kesetaraan gender, makin banyak perempuan yang berkarya,
berprestasi, dan menjabat kedudukan penting atau berperan di ruang publik, di
samping peran domestiknya. Mereka mi perlu mendapat dukungan pelayanan
kesehatan khusus untuk menjaga QOL-nya, agar kinerja dan prestasinya dapat
dipertahankan selama mungkin.
3) Proses menuju tua itu merupakan peristiwa alamiah, tetapi dapat disertai dengan
keluhan-keluhan klinis yang mengganggu. Apalagi bila disertai dengan adanya
misinformasi
4) Adanya globalisasi masuk pula budaya materialistik dan budaya yang mengagungkan
kecantikan serta kemudaan sehingga terjadi transformasi budaya yang merugikan,
termasuk dalam menanggapi masalah menopause.
5) Karena menopause adalah satu peristiwa biopsikososial, maka betapapun hebatnya
perkembangan ilmu dan bioteknologi, penyelesaian, dan cara pendekatannya tidak
cukup dengan medis saja, melainkan harus disertai dengan pendekatan psikososial.
Cara pendekatan semacam mi harus dilakukan bersama oleh petugas kesehatan,

45

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

organisasi masyarakat, seperti LSM perempuan, dan masyarakat sendiri (Corwin,


2001).
C. METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian cross sectional
untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan asupan kalsium pada
wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo.
2. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu pemilihan (Notoatmodjo, 2005).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H1 : Ada Hubungan Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan Tambahan Tablet Kalsium
Pada Wanita Premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten
Sidoarjo
3. Variabel Dan Definisi Operasional
Variabel bebas (independen) penelitian ini adalah Pengetahuan Tentang Osteoporosis
Pada Wanita Premenopouse. Variabel (dependen) tergantung pada penelitian ini adalah
Tambahan Tablet Kalsium.
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan
karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2008).
Tabel 26. Definisi Operasional Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi
Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse Di Desa Tanjek Wagir Kecamatan
Krembung Kabupaten Sidoarjo

4.

Variabel
Pengetahuan
wanita
premenopouse
tentang
osteoporosis

Definisi Operasional
Semua hal yang diketahui dan
dipahami oleh wanita usia 48-55
tahun tentang osteoporosis yaitu
tentang :
- Definisi Osteoporosis
- Tanda tanda Osteoporosis
- Faktor faktor Osteoporosis
- Penyebab Osteoporosis
- Pencegahan Osteoporosis
- Penanganan Osteoporosis
Instrumen yang digunakan adalah
kuesioner

Kriteria
Baik : Nilai 75%
Cukup : Nilai = 60-75%
Kurang baik :Nilai 60%
( Arikunto, 2006)

Skala
Ordinal

Tambahan
Tablet
kalsium

Suplemen yang mengandung


kalsium yang beredar di pasaran
Instrumen yang digunakan adalah
ceklist

Mengkonsumsi : 1
Tidak mengkonsumsi : 0

Nominal

Populasi, Sampel Dan Instrumen Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten
Sidoarjo pada tanggal 24 Mei 24 Juni 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo
sebanyak 156 responden. Untuk menentukan besar sampel berdasarkan populasi menurut
Nursalam (2008) adalah :

46

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

N
2
1 N d
156
= 1 + 156 (0,05)2 = 112,23 = 112 responden

Keterangan :
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
d : tingkat kesalahan yang dipilih (d : 0,05)
Dengan demikian jumlah seluruh sampel sebanyak 112 responden dengan perincian
sebagai berikut :
Sampel di Dusun Wagir : 26 x 112 = 18,66 = 19 responden
156
Sampel di Dusun Tanjek : 37 x 112 = 26,56 = 27 responden
156
13
Sampel di Dusun Balong ampel :
x 112 = 9,33 = 9 responden
156
Sampel di Dusun Rawan : 17 x 112 = 12,53 = 13 responden
156
Sampel di Dusun Kedungnolo : 19 x 112 = 13,64 = 14 responden
156
Pemilihan sampel tersebut dengan memperhatikan kriteria Kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah
1) Wanita premenopouse yang ada saat dilakukan penelitian.
2) Wanita premenopouse yang bersedia menjadi responden.
3) Wanita premenopouse yang mampu membaca dan menulis.
b. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah
1) Wanita premenopouse yang tidak kooperatif.
2) Wanita premenopouse yang pada saat penelitian sakit.
Penelitian ini menggunakan teknik sampling cluster Random sampling dengan alokasi
proporsional yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara menyeleksai secara acak setelah
semuanya terkumpul. Peneliti mencantumkan tiap nama populasi kemudian diambil sampelnya
dengan cara lottere technique (teknik undian).
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan angket yang
dilakukan dengan mengisi kuesioner sedangkan instrumen pengumpulan data menggunakan
kuesioner. Instrumen ini digunakan dalam pengumpulan data variabel independen dan
dependen.
Teknik Analisis Data
a. Analisis Variabel Independen
1) Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau
dikumpulkan.
2) Coding
Data entry yaitu memasukkan data yang dikumpulkan kedalam master tabel atau data
base computer. Diberikan skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah.
N = f x 100%
n
Keterangan :
N : Persentase nilai yang di dapat
a.

5.

47

HOSPITAL MAJAPAHIT

b.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

f : jumlah jawaban benar


n : jumlah pertanyaan (Budiarto, 2002)
3) Tabulating
Setelah data terkumpul, kemudian ditabulasi dan dikelompokkan sesuai dengan
variabel yang diteliti. Selanjutnya, diklasifikasikan dengan kriteria sebagai berikut :
a) Baik
: Nilai = > 75%
b) Cukup
: Nilai = 60 - 75%
c) Kurang baik : Nilai = < 60%
(Arikunto, 2006)
Analisa Variabel Dependen
1) Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau
dikumpulkan

2) Coding
Coding merupakan kegiatan memberikan kode numeric (angka) terhadap data yang
terdiri atas beberapa kategori yaitu :
a) Mengkonsumsi
:1
b) Tidak mengkonsumsi : 0
3) Tabulating
Setelah data terkumpul, kemudian ditabulasi dan dikelompokkan sesuai dengan
variabel yang diteliti.
c. Uji Analisis Data
Untuk mendapatkan kesimpulan hubungan pengetahuan tentang osteoporosis
dengan tambahan asupan kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir
Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo, maka peneliti menggunakan uji wicoxon sign
rank test.
Dengan rumus: z = T - t
T
Dimana : T = jumlah jenjang / rangking yang kecil (Sugiyono, 2009)
Tingkat signifikansi () untuk menyimpulkan adanya hubungan menggunakan
d.

0,05.
Pedoman Interprestasi Terhadap Koefisien Korelasi :
Sangat rendah : 0,00 - 0.199
Rendah
: 0,20 - 0,399
Sedang
: 0,40 - 0,599
Kuat
: 0,60 - 0,799
Sangat kuat
: 0,80 1,000 (Sugiyono, 2007)

D. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten
Sidoarjo. Desa Tanjek Wagir terletak di wilayah selatan Kabupaten Sidoarjo. Luas wilayah desa
ini 154,482 Ha. Terdiri dari 5 dusun yaitu Tanjek, Wagir, Rawan, Balongampel dan
Kedungnolo. Jumlah penduduk 2.975 orang, jumlah penduduk laki - laki 1.504 orang, jumlah
penduduk perempuan 1.472 orang.
Adapun fasilitas kesehatan yang di miliki yaitu terdapat 1 Polindes dengan 1 bidan.Jarak
yang harus di tempuh masyarakat untuk ke puskesmas adalah 2,5 km.Dan jarak puskesmas ke
Rumah Sakit terdekat yaitu Rumah Sakit Bhayangkara porong 4 km.
Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara : Desa Mojoruntut dan Desa Gading
b. Sebelah Timur : Desa Kedungrawan

48

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

c.
d.
2.

Sebelah Selatan : Desa Bandarasri


Sebelah Barat : Desa Mojoruntut
Data Umum
a.
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 27. Karakteristik Pendidikan Responden di Desa Tanjek Wagir Kecamatan
Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010
No.

Karakteristik Pendidikan

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

1.
2.
3.
4.

b.

SD / Sederajat
10
8,9
SMP / Sederajat
43
38,4
SMA / Sederajat
53
47,3
Akademi / Perguruan Tinggi
6
5,4
Total
112
100
Dari tabel 27 diketahui bahwa dari 112 orang responden, hampir setengahnya
berpendidikan SMA / Sederajat yaitu sebanyak 53 responden (47,3%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 28. Karakteristik Pekerjaan Responden di Desa Tanjek Wagir Kecamatan
Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010
No.

Karakteristik Pekerjaan

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

1.
2.

c.

Bekerja
59
52,7
Tidak Bekerja
53
47,3
Total
112
100
Dari tabel 28 diketahui bahwa dari 112 orang responden, setengahnya bekerja yaitu
sebanyak 59 responden (52,7 %).
Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi
Tabel 29. Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi di Desa Tanjek Wagir
Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010
No.

Informasi

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

1.
2.

d.

Mendapat Informasi
8
7,1
Tidak Mendapat Informasi
104
92,9
Total
112
100
Dari tabel 29 diketahui bahwa dari 112 orang responden, hampir seluruhnya
mendapat informasi yaitu sebanyak 104 responden (92,9%).
Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi
Tabel 30. Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi di Desa Tanjek Wagir
Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010
No.

Informasi

Frekuensi (f)

1.
2.

Prosentase (%)

Mendapat Informasi
8
7,1
Tidak Mendapat Informasi
104
92,9
Total
112
100
Dari tabel 30 diketahui bahwa dari 112 orang responden, hampir seluruhnya
mendapat informasi yaitu sebanyak 104 responden (92,9%).

49

HOSPITAL MAJAPAHIT
3.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Data Khusus
a. Pengetahuan Tentang Osteoporosis Pada Wanita Premenopouse
Tabel 31. Pengetahuan Tentang Osteoporosis Pada Wanita Premenopouse di Desa
Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010
No.
1.
2.
3.

b.

Pengetahuan

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

11
9,8
66
58,9
35
31,3
Total
112
100
Dari tabel 31 diketahui bahwa dari 112 orang responden, sebagian besar
pengetahuan cukup yaitu 66 responden (58,9%).
Konsumsi Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse
Tabel 32. Konsumsi Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse di Desa Tanjek
Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010
No.

Baik
Cukup
Kurang

Konsumsi Tablet Kalsium

Frekuensi (f)

Prosentase (%)

1.
2.

c.

E.
1.

Tidak Mengkonsumsi
80
71,4
Mengkonsumsi
32
28,6
Total
112
100
Dari tabel 32 diketahui bahwa dari 112 orang responden, sebagian besar tidak
mengkonsumsi tablet kalsium yaitu 80 responden (71,4%).
Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Tablet Tablet
Kalsium Pada Wanita Premenopouse
Tabel 33. Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan
Tablet Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse di Desa Tanjek Wagir
Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010
Konsumsi Tablet Kalsium
Total
Tidak
No.
Pengetahuan
Mengkonsumsi
Mengkonsumsi
f
(%)
f
(%)
f
(%)
9
8
2
1,8
11
9,8
1.
Baik
42
37,5
24
21,4
66
58,9
2.
Cukup
29
25,9
6
5,4
35
31,3
3.
Kurang
80
71,4
32
28,6
112
100
Jumlah
Dari tabel 33 diketahui bahwa dari 112 orang responden, hampir setengahnya
responden berpengetahuan cukup dan tidak mengkonsumsi tablet kalsium yaitu sebanyak
42 responden (37,5%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji wilcoxon sign rank tets
dengan SPSS versi 16 ditemukan tingkat signifikansi sebesar 0,000, dengan n = 112, hasil
Z2 hitung = - 5.757 dan Z2 tabel 1.6586. dengan tingkat signifikansi 0,05, maka H1
diterima, artinya terdapat hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi
tablet kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung
Kabupaten Sidoarjo. Tingkat keeratan hubungan dalam penelitian ini adalah sangat kuat.

PEMBAHASAN
Pengetahuan Tentang Osteoporosis Pada Wanita Premenopouse
Berdasarkan tabel 31 menunjukkan bahwa pengetahuan wanita premenopouse tentang
osteoporosis dalam kriteria cukup hal tersebut dapat di lihat dari sebagian besar responden yaitu
66 orang responden (58,9%) mempunyai pengetahuan cukup.

50

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Pernyataan tersebut di atas juga ditunjang dari data yang telah di kelompokkan
sebelumnya yang menjelaskan bahwa responden di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung
Kabupaten Sidoarjo, mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai osteoporosis, terutama
tentang definisi osteoporosis yaitu dari 112 responden sebagian besar berpendapat bahwa
osteoporosis adalah pengeroposan tulang sehingga lebih cepat rapuh dari pada tulang baru yang
di bentuk.
Menurut Wilson (2005) osteoporosis adalah penurunan masa tulang yang disebabkan
karena peningkatan resorbsi tulang yang melebihi pembentukan tulang. Vitamin D
mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Bila tidak ada Vitamin D, PTH tidak akan
menyebabkan absorpsi tulang. Penurunan absorpsi kalsium, , membuat wanita pasca menopause
beresiko mengalami masalah yang berhubungan dengan osteoporosis.
Responden yang mengetahui definisi tentang osteoporosis akan lebih faham dalam hal
ini,sehingga pemahaman tentang osteoporosis erat hubungannya dengan tambahan tablet
kalsium pada wanita premenopouse.
Hasil pengumpulan data dari 66 responden yang berpengetahuan cukup,yaitu sebanyak
62 responden berpendapat bahwa olahraga teratur merupakan upaya pencegahan osteoporosis
yang penting di lakukan setiap hari.
Menurut Rachman (2010) para wanita perlu lebih waspada akan ancaman penyakit
osteoporosis dibandingkan pria. Karena penyakit ini baru muncul setelah usia lanjut, wanita
muda harus sadar dan segera melakukan tindakan pencegahan di mana salah satunya dengan
olah raga Olahraga teratur merupakan upaya pencegahan osteoporosis yang penting, yang selain
baik untuk kesehatan secara keseluruhan, juga mencegah timbulnya penyakit penyakit kronis
seperti diabetes, jantung, pengendapan pembuluh darah, dan bahkan kanker.
Temuan data di atas menjelaskan bahwa sebagian besar responden yang berpengetahuan
cukup, sebagian besar dari mereka melakukan olahraga secara teratur. Cara ini bermanfaat
untuk mencegah terjadinya tumbuhnya penyakit yang bisa di lakukan sewaktu waktu tanpa
membutuhkan biaya yang banyak karena juga bisa di lakukan di rumah.
Hasil pengumpulan data dipengaruhi oleh pendidikan responden. Hasil tabulasi
menunjukan bahwa hampir setengahnya responden berpendidikan SMU yang berpengetahuan
cukup tentang osteoporosis yaitu sebanyak 29 responden (25,9%).
Nursalam (2001) menjelaskan bahwa makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin
mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.
Pengetahuan tersebut membentuk paradigma pemikiran tersendiri dan menjadikan interaksi
seseorang selalu didasari oleh paradigma pemikiran yang terbentuk. Kepatuhan seseorang untuk
menjalankan suatu kebiasaan disebabkan karena hal ini.
Responden yang berpendidikan tinggi akan mudah dalam menyerap informasi, sehingga
proses penyerapan pengetahuan tentang osteoporosis dalam hubungannya dengan tambahan
tablet kalsium pada wanita premenopouse semakin cepat. Hal ini yang menyebabkan responden
dengan pendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan tentang osteoporosis lebih baik pula.
Hasil pengumpulan data dipengaruhi oleh informasi yang didapat oleh responden. Hasil
tabulasi menunjukkan bahwa setengah responden yang mendapat informasi berpengetahuan
cukup tentang osteoporosis yaitu sebanyak 60 responden (53,6%). Penambahan informasi
merupakan penambahan pengalaman dan pengetahuan yang didapat seseorang
Menurut Notoatmodjo (2002) bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan
dan pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sehingga
semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang informasi yang didapatkan akan semakin
baik. Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa
pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya
untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman
yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Yanti, 2009).

51

HOSPITAL MAJAPAHIT

2.

3.

F.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Semakin banyak informasi yang didapat oleh responden maka pengalaman yang didapat
mengenai osteoporosis akan semakin bertambah pula. Pengalaman ini yang menjadikan
responden lebih semua hal yang berhubungan dengan osteoporosis karena lebih banyak
berinteraksi dengan pengetahuan tentang osteopororsis.
Tambahan Tablet Kalsium Pada Wanita Premenopouse
Berdasarkan tabel 32 dapat diketahui bahwa dari 112 orang responden sebagian besar
tidak mengkonsumsi tablet kalsium yaitu 80 responden (71,4%).
Menurut Tandra (2009) tablet kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat
di dalam tubuh manusia. Kira-kira 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada
tulang dan gigi dan 1% kalsium terdapat pada darah dan jaringan lunak.
Temuan data diatas yang menjelaskan bahwa > 50% responden tidak mengkonsumsi
tablet kalsium di karenakan masalah biaya dan malas untuk minum tablet kalsium setiap hari.Ini
menunjukkan responden berpotensi mengalami gangguan pada otot. Gangguan tersebut adalah
otot akan mengalami gangguan kontraksi, darah akan sulit membeku, rangsangan saraf akan
terganggu dalam penghantarannya, dan sebagainya. Bila makanan yang masuk tidak dapat
memenuhi kebutuhan, tubuh akan mengambilnya dan tulang. Sehingga tulang dapat dikatakan
sebagai depo atau gudang cadangan kalsium tubuh. Jika ini terjadi dalam waktu yang lama, akan
menimbulkan pengeroposan tulang.
Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Tambahan Tablet Kalsium Pada Wanita
Premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo
Hasil uji analisis dengan menggunakan uji wilcoxon sign rank tets dengan SPSS versi
16 ditemukan tingkat signifikansi sebesar 0,000, dengan n = 112. hasil Z2 hitung = - 5.757 dan
Z2 tabel 1.6586. dengan tingkat signifikansi 0,05, maka H1 diterima, artinya terdapat hubungan
pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita premenopouse
di Desa Tanjek Wagir Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo. Tingkat keeratan hubungan
dalam penelitian ini adalah sangat kuat.
Menurut Arisman (2007) dengan konsumsi kalsium seperti dalam tablet kalsium dalam
jumlah yang adekuat pada usia menopouse menurunkan risiko terjadinya osteoporosis karena
tulang sangat responsip terhadap penumpukkan mineral pada usia dini. Diet yang kaya akan
kalsium di usia dewasa juga ternyata berperan pada tingginya kepadatan tulang dan/atau
menekan kehilangan massa tulang sampai tingkat minimal.
Sebagian besar responden berpengetahuan baik tentang osteoporosis menyebabkan
sebagian besar dari mereka mengkonsumsi tablet kalsium dengan teratur. Konsumsi tablet
kalsium ini bermanfaat untuk mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan, kerapuhan tulang,
dan kejang otot. Disamping itu keteraturan mengkonsumsi tablet kalsium berguna untuk
membentuk dan mempertahankan tulang dan gigi yang sehat, untuk mencegah osteoporosis,
untuk membantu proses pembekuan darah dan penyembuhan luka, untuk penghantaran
rangsangan saraf, untuk mengatur kontraksi otot, untuk membantu transpor ion melalui
membran sel dan sebagai komponen penting dalam produksi hormon dan enzim yang mengatur
proses pencernaan, energi, dan metabolisme lemak.
Dengan demikian adanya hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan konsumsi
tablet kalsium menunjukkan bahwa pengetahuan tentang osteoporosis penting bagi wanita
premenopouse karena mampu memberikan stimulus atau rangsangan untuk mengkonsumsi
tablet kalsium secara teratur. Pengetahuan tersebut membentuk kesadaran pada wanita
premenopouse akan pentingnya konsumsi tablet kalsium sehingga memotivasi untuk
mengkonsumsi tablet kalsium secara teratur.
PENUTUP
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan tentang osteoporosis
dengan konsumsi tablet kalsium pada wanita premenopouse di Desa Tanjek Wagir Kecamatan
Krembung Kabupaten Sidoarjo. Tingkat keeratan hubungan dalam penelitian ini adalah sangat
kuat.

52

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Puskesmas sebagai tempat masyarakat melakukan pengobatan juga harus meningkatkan


pelayanan pada pasien penderita osteoporosis dan menyediakan pengobatan yang memadai dan
terjangkau serta berperan aktif tentang hal-hal yang berkaitan dengan upaya pencegahan
osteoporosis yaitu tambahan tablet kalsium.
Institusi pendidikan sudah selayaknya selalu menambah koleksi buku-buku, literatur
yang berhubungan dengan Osteoporosis sehingga dapat memudahkan mahasiswa yang sedang
dalam melakukan penelitian. Bagi peneliti selanjutnya di harapkan untuk melakukan penelitian
pada faktof-faktor lain yang dapat mempengaruhi wanita premenopouse tentang osteoporosis
dengan tambahan tablet kalsium.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arisman. (2004). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.


Budianto, Didik & Prayoga. (2004). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. Surabaya : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan.
Bobak, Lowderkmilk Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi 4. Jakarta:
EGC.
Corwin, Elizabeth. (2000). Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Glasier, Anna. (2005). Keluarga Berencana & Kesehatan reproduksi. Jakarta: EGC.
Hecker, Neville. (2001). Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates.
Hidayat, Azis Alimul. (2009). Metode Penelitian Keperawatan & teknik Analisi Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat.. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodelogi Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Noor. (2010). Menopouse Dan Penangggulangannya. (http://www.Info sehat.com, diakses
tanggal 5 Maret 2010).
Ozzy. (2010). Menopause dan Seksualitas. (http://www.mediastore.com, diakses tanggal 4
Maret 2010).
Purwoastuti, Endang. (2008). Menopouse,Siapa takut?. Yogyakarta: Kanisius.
Sugianto, Mikael. (2010). 36 Jam Belajar Komputer SPSS 16. Jakarta: Gramedia.
Sugiyono. (2007). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: IKAPI.
Tandra, Hans. (2009). Osteoporosis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wiknjosastro. (2005). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wilson, Lorraine. (2003). Patofisiologi Konsep klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Yatim, Faisal Lubis. (2001). Haid Tidak Wajar dan Menopouse. Jakarta: Pustaka Popular
Obor.

53

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

PERILAKU PANTANG MAKAN PADA IBU NIFAS DI BPS A BALONGTANI


JABON SIDOARJO
Farida Yuliani
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
ABSTRAK
Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui
atau menghentikan menyusui lebih dini. Banyak alasan yang dikemukakan oleh ibu yang tidak
menyusui anaknya, diantaranya ibu tidak memproduksi ASI yang cukup. Masih banyak ibu
menyusui yang melakukan tarak atau pantangan makanan tertentu karena masih kuatnya tradisi
tersebut di masyarakat. Hal tersebut yang menyebabkan ASI tidak berkualitas dan memenuhi
kebutuhan bayi terutama dalam 6 bulan pertama. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perilaku
pantang makan pada ibu Nifas di BPS A Balongtani Jabon Sidoarjo Tahun 2010.
Desain penelitian adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini seluruh ibu nifas di
BPS A Balongtani Jabon Sidoarjo pada bulan Januari Juni sebanyak 73 orang. Teknik
pengambilan sampel adalah dengan teknik consecutive sampling sebanyak 32 responden. Variabel
penelitian terdiri dari variabel independen yaitu pantang makan pada ibu Nifas dan variabel
dependen yaitu produksi ASI. Pengambilan data dengan menggunakan kuesioner, setelah ditabulasi
data yang ada dianalisa dengan menggunakan Chi Square (2).
Penelitian ini diperoleh hasil seluruhnya responden sebanyak 32 orang (100%) adalah ibu
nifas, sebagian besar responden sebanyak 19 orang (59%) melakukan pantang makan, sebagian besar
responden sebanyak 17 orang (53%) produksi ASInya tidak lancar dan ada hubungan pantang makan
pada ibu nifas terhadap produksi ASI dengan menggunakan uji statistik Chi Square ( 2) didapatkan
hasil : 2 hitung > 2 tabel = 4,394 > 3,84.
Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pantang makan pada ibu nifas dapat
mempengaruh kelancaran produksi ASI. Sehingga perlunya peningkatan informasi tentang pantang
makan pada ibu nifas, supaya ibu nifas mengetahui pentingnya makanan bergizi untuk kesehatan ibu
dan bayi.
Kata Kunci : pantang makan, produksi ASI
A.

PENDAHULUAN
Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil
menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini. Banyak alasan yang dikemukakan oleh ibu
yang tidak menyusui anaknya, diantaranya ibu tidak memproduksi ASI yang cukup (Depkes RI,
2005 : 1). Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat
dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Ibu menyusui tidaklah terlalu ketat dalam mengatur
nutrisinya, yang terpenting adalah makanan yang menjamin pembentukan air susu yang
berkualitas dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya (Lusa, 2010).
Apabila makanan yang dikonsumsi ibu menyusui memadai, semua vitamin yang diperlukan
bayi selama empat sampai enam bulan pertama kehidupannya dapat terpenuhi dari ASI
(Muchtadi, 2002 : 34). Kenyataanya masih banyak ibu menyusui yang melakukan tarak atau
pantangan makanan tertentu karena masih kuatnya tradisi tersebut di masyarakat. Hal tersebut
yang menyebabkan ASI tidak berkualitas dan memenuhi kebutuhan bayi terutama dalam 6
bulan pertama (Puspayanti, 2010).
WHO menganjurkan pemberian ASI secara eksklusif sampai umur 6 bulan. Dari hasil
penelitian diperoleh data 42,4 % bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif, 52 % bayi usia 0 < 4 bulan mendapat ASI Eksklusif dan 23,9 % bayi usia 4 - < 6 bulan mendapat ASI Eksklusif
(Depkes RI 2005 : 29).
Cakupan menyusui di Indonesia tahun 2002 bayi yang diberi ASI eksklusif sebesar
39,5% lebih rendah dibandingkan data pada tahun 1997 sebesar 42,4%. Sedangkan pemberian

54

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

susu formula semakin meningkat pada tahun 2002 sebesar 32,45% dibandingkan pada taun 1997
sebesar 10,8% (Depkes RI, 2005 : 31)
Data ibu menyusui di BPS A Balongtani Jabon Sidoarjo pada bulan Maret-April 2010
sebanyak 24 orang. Studi pendahuluan yang dilakukan di BPS A Balongtani Jabon Sidoarjo pada 7 ibu menyusui sebanyak 5 orang (71%) melakukan tarak makan sehingga
menyebabkan produksi ASI berkurang. Sedangkan 2 orang (29%) tidak melakukan tarak makan
sehingga produksi ASI berlebih.
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak dapat menyusui bayi. Salah satunya
adalah karena air susu tidak keluar. Penyebab air susu tidak keluar adalah stress mental,
penyakit ibu termasuk kekurangan gizi pada ibu (malnutrisi) (Arisman, 2004 : 33). Makanan
yang ditabukan bagi ibu menyusui menurut tradisi orang Jawa diantaranya adalah keluwih,
nangka, labu kuning, makanan panas, makanan pedas, telur, ikan dan labu. Alasan yang
diberikan oleh responden tidak ada yang logis. Sebagai contoh daun keluwih ditabukan dengan
banyak alasan misalnya menyebabkan cepat punya anak lagi, air susu kurang, perut kembung,
bicara tidak lancar. Telur dan ikan yang dianggap menyebabkan air susu ibu menjadi amis dan
bayi bisa menderita penyakit gatal-gatal (Sukandar, 2006). Padahal ibu menyusui membutuhkan
2700-2900 kalori dalam bentuk asupan makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral. Gizi selama menyusui tidak saja akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu
yang baru melahirkan, tetapi juga pada bayinya. Ibu menyusui perlu mendapatkan gizi untuk
memproduksi ASI. Oleh karena itu bila asupan gizi ibu kurang, maka kebutuhan gizi yang
diperlukan untuk memproduksi ASI akan diambil dari tubuh ibu. Jika keadaan ini dibiarkan
berlarut-larut, maka selain kondisi tubuh ibu akan terganggu, produksi ASI akan berkurang,
kualitasnya menjadi menurun dan jangka waktu menyusui relatif singkat (Kasdu, 2007 : 138).
Dalam kondisi normal ASI diproduksi sebanyak 100 cc pada hari ke 2 kemudian produksi
meningkat sampai 500 cc pada minggu ke 2. Produksi ASI menjadi konstan setelah hari
kesepuluh sampai keempatbelas. Keadaan kurang gizi pada ibu menyusui menyebabkan
produksi ASI menjadi lebih sedikit yaitu 500-700 cc pada 6 bulan pertama, 400-600 cc pada 6
bulan kedua dan 300-500 cc pada tahun kedua usia anak (Depkes RI, 2005 : 8). Kekurangan
asupan nutrisi pada ibu menyusui menimbulkan gangguan kesehatan pada ibu dan bayinya.
Gangguan pada bayi meliputi proses tumbuh kembang anak, bayi mudah sakit, mudah terkena
infeksi. Kekurangan zat-zat esensial menimbulkan gangguan pada mata ataupun tulang (Lusa,
2010). Pengetahuan ibu tentang nutrisi dapat diperoleh melalui penyuluhan-penyuluhan oleh
tenaga kesehatan, media cetak maupun media elektronik. Pengetahuan nutrisi yang baik bagi ibu
menyusui diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI. Menurut Sukarni (2000 :
19) pengetahuan dan pendidikan formal serta keikutsertaan dalam pendidikan non formal dari
orang tua dan anak-anak sangat penting dalam menentukan status kesehatan, fertilitas dan status
gizi keluarga. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti perilaku
pantang makan pada ibu Nifas di BPS A Balongtani Jabon Sidoarjo.
B.
1.

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Nutrisi Ibu Nifas
a. Pengertian
Nutrisi adalah makanan yang mengandung semua unsur yang diperlukan sehingga
dapat memenuhi kebutuhan pokok, untuk mengganti bagian yang rusak, atau untuk
kebutuhan energi dalam aktifitas sehari-hari (Paath, 2005 : 4).
Nutrisi atau Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsinya secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme, pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi (Supariasa,
2002 : 17-18).

55

HOSPITAL MAJAPAHIT
b.

c.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Manfaat
Ibu nifas memerlukan nutrisi untuk menghasilkan air susu ibu (ASI) serta untuk
memelihara kesehatan tubuh ibu (Depkes RI, 2000 : 63).
Pada masa nifas ibu perlu memulihkan kondisi kesehatan untuk memproduksi air
susu ibu (ASI), meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, serta menyempurnakan
pertumbuhan jaringan otak bayi (Depkes RI, 2002 : 5).
Kebutuhan nutrisi ibu nifas
1). Kalori
Kebutuhan kalori setelah melahirkan proporsional dengan jumlah air susu ibu
yang dihasilkan dan lebih tinggi dibanding selama hamil apalagi nutrisi yang
dibutuhkan untuk mengganti memulihkan kesehatan tubuh. Rata - rata kandungan
kalori ASI yang dihasilkan oleh ibu dengan nutrisi baik adalah 70 kal/100 ml. Ratarata ibu menggunakan kira kira 640 kal/hari untuk 6 bulan pertama dan 510 kal/hari
selama kedua untuk menghasilkan jumlah susu normal. Ibu yang bertambah berat
badannya secara tepat selama hamil harus meningkatkan asupan kalorinya 500 kal/hari
baik selama 6 bulan pertama dan kedua saat menyusui. Karena lebih dari 600 kal/hari
selama aktual digunakan untuk menghasilkan susu dan proses pemulihan. Kesehatan
tubuh. Setiap hari asupan minimum 1800 kal dianjurkan untuk mendapatkan jumlah
nutrisi esensial adekuat. Ratarata ibu harus mengkonsumsi 2300 sampai 2700 kal/hari
ketika menyusui (Arisman, 2004 : 37).
Fungsi karbohidrat adalah :
a) Karbohidrat sebagai sumber energi utama
Sel-sel tubuh membutuhkan ketersediaan energi siap pakai yang konstan (selalu
ada), terutama dalam bentuk glukosa serta hasil antaranya. Lemak juga
merupakan sumber energi, tetapi cadangan lemaknya tidak dapat segera
dipergunakan, sebagai sumber energi siap pakai 1 gram karbohidrat menyediakan
4 kalori.
b) Pengatur metabolisme lemak
Karbohidrat mencegah terjadinya oksidasi lemak yang tidak sempurna. Bila
energi tidak cukup tersedia maka akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
katabolisme lemak, akibatnya terjadi penumpukan/akumulasi badan-badan keton,
dan terjadi keasaman pada darah (asidosis). Dalam hal ini karbohidrat berfungsi
sebagai fat sparer
c) Penghemat fungsi protein
Energi merupakan kebutuhan utama bagi tubuh, sehingga bila karbohidrat yang
berasal dari makanan tidk mencukupi, maka protein akan dirombak untuk
menghasilkan panas dan sejumlah energi. Padahal protein mempunyai fungsi
yang lebih utama yaitu sebagai zat pembangun dan memperbaiki jaringan. Agar
dapat dipergunakan sesuai fungsinya maka kebutuhan karbohidrat harus dipenuhi
dalam susunan menu sehari-hari.
d) Karbohidrat sebagai sumber energi utama bagi otak dan susunan syaraf
Otak dan susunan syaraf hanya dapat mempergunakan glukosa sebagai energi,
sehingga ketersediaan glukosa yang konstan harus tetap dijaga bagi kesehatan
jaringan tubuh/organ tersebut.
e) Simpanan karbohidrat sebagai glikogen
Tidak seperti halnya dengan simpanan lemak dalam jaringan adipose, glikogen
menyediakan energi siap pakai.
f) Pengatur peristaltik usus dan pemberi muatan pada sisa makanan
Sellusosa (serat) adalah polisakarida yang tidak dapat dicerna, tetapi mempunyai
fungsi yang penting bagi kesehatan yaitu mengatur peristaltic usus
(memungkinkan terjadinya gerakan usus yang teratir) dan mencegah terjadinya

56

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

konstipasi (sulit buang air besar), karena serat memberi muatan/pemberat pada
sisa-sisa makanan pada bagian usus besar (Suhardjo, 2000 : 24-27).
2). Protein
Ibu memerluka 20 gram protein diatas kebutuhan normal ketika menyusui.
Peningkatan kebutuhan ini ditujukan bukan hanya transformasi menjadi protein susu
tetapi juga untuk sintesis hormon yang memproduksi (prolaktin) serta yang
mengeluarkan ASI (oksitosin) (Arisman, 2004 : 39). Sumber protein hewani adalah
telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sumber protein nabati adalah tempe,
tahu, serta kacang-kacangan (Sunita, 2005 : 100).
Fungsi Protein :
a) Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh
Sebagai pembangun tubuh (body building), protein berfungsi :
(1) Bagian utama dari sel inti (nucleas) dan protoplasma
(2) Bagian padat dari jaringan dalam tubuh misal : otot, glandula, sel-sel/butir
darah
(3) Penunjang dari matriks tulang, gigi, rambut
(4) Bagian dari enzim
(5) Bagian dari hormon
(6) Bagian dari cairan yang disekresikan kelenjar kecuali empedu, keringat dan
urine (tidak mengandung protein)
(7) Bagian dari antibody (zat kekebalan tubuh = globulin), berarti protein
penting peranannya dalam menjaga kekebalan tubuh terhadap infeksi
b) Protein sebagai pengatur
Protein bersama mineral dan vitamin membentuk enzim yang berperanan besar
untuk kelangsungan proses pencernaan dalam tubuh. Protein membantu mengatur
keluar masuknya cairan, nutrisi dan metabolit dari jaringan masuk ke saluran
darah.
c) Protein sebagai bahan bakar
Karena komposisi protein mengandung unsur karbon, maka protein dapat
berfungsi sebagai bahan bakar sumber energi. Bila tubuh tidak menerima
karbohidrat dan lemak dalam jumlah yang cukup memenuhi kebutuhan tubuh,
maka untuk menyediakan energi bagi kelangsungan aktifitas tubuh, protein
dibakar sebagai sumber energi. Dalam keadaan ini, keperluan tubuh akan energi
akan diutamakan sehingga sebagian protein tidak dapat dipergunakan untuk
membentuk jaringan (Suhardjo, 2000 : 33-35).
3). Lemak
Lemak adalah zat makanan penting yang mengandung energi lebih efektif
dibanding karbohidrat dan protein (Winarno, 2002 : 84).
Fungsi fisiologis lemak yang terutama adalah :
a) Menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh
Sebagai sumber energi yang pekat, 1 gram lemak memberikan 9 kalori. Bilamana
cadangan lemak terjadi berlebihan (melebihi 20% dari berat badan normal), maka
orang tersebut mempunyai tendensi mengalami kegemukan (obesitas) yang
cenderung mengalami gangguan kesehatan
b) Mempunyai fungsi pembentuk/struktur tubuh
Cadangan lemak yang normal terdapat di bawah kulit dan sekeliling organ tubuh,
berfungsi sebagai bantalan pelindung dan menunjang letak organ tubuh, selain itu
melindungi kehilangan panas tubuh melalui kulit berarti juga mengatur suhu
tubuh.
c) Protein-Sparer

57

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Bila energi cukup tersedia dari lemak dan karbohidrat, maka protein dapat
dihemat agar dipergunakan tubuh sesuai fungsinya sebagai pembangun dan
memperbaiki jaringan yang sudah rusak (Suhardjo, 2000 : 44).
Defisiensi lemak dalam tubuh akan mengurangi ketersediaan energi dan
mengakibatkan katabolisme/ perombakan protein. Cadangan lemak akan semakin
berkurang dan lambat laun akan terjadi penurunan berat badan.
4). Cairan
Ibu nifas membutuhkan lebih banyak cairan, oleh karena itu dianjurkan untuk
minum 8-12 gelas sehari. Yang bisa didapat dari air putih, susu (untuk tambahan
protein) dan sari buah (untuk tambahan vitamin C) (Poltekkes Malang, 2002 : 4).
5). Vitamin dan mineral
Kebutuhan vitamin dan mineral selama nifas lebih tinggi dari pada selama
hamil. Nutrien yang paling mungkin dikonsumsi dalam jumlah tidak adekuat oleh ibu
menyusui adalah kalsium, magnesium, zink, vitamin B6 dan folat. Multivitamin dan
suplemen mineral tidak dianjurkan untuk penggunaan rutin. Namun suplemen khusus
dapat diindikasikan ketika asupan ibu tidak adekuat, misalnya :
a) Multivitamin seimbang dan suplemen mineral diperlukan ibu yang
mengkonsumsi makanan kurang dari 1800 kal/hari.
b) Suplemen kalsium diindikasikan untuk ibu yang intoleran laktosa atau yang tidak
mengkonsumsi susu cukup dan makanan kaya kalsium lain.
c) Suplemen vitamin D mungkin perlu untuk ibu yang menghindari makanan
diperkaya vitamin D (misal susu dan sereal) dan sedikit terpaan matahari.
d) Suplemen vitamin B12 perlu untuk vegetarian ketat bila mereka tidak
mengkonsumsi produksi tanaman diperkaya vitamin B12 secara teratur.
e) Suplemen zat besi mungkin diperlukan untuk mengganti defisit zat besi selama
hamil dan kehilangan darah selama melahirkan (Paath, 2005 : 40).
Tabel 34. Kebutuhan Makanan Sehari
Jenis Makanan
Kebutuhan
Makanan Pokok, yaitu 2 piring nasi @200beras dan penggantinya 250 gr
80 gr roti
100 gr kentang
Protein Hewani, yaitu
90 gr daging/ikan
Daging/ikan/telur,ayam 60 butir telur
Protein nabati, yaitu
60 gr kacangkacang-kacangan,
kacangan/ 100 gr
tempe dan tahu
tempe/ 100 gr tahu
Sayur-Sayuran
3 mangkok

Zat Gizi & Komponen Makanan


Karbohidrat, protein, vitamin B1
dan serat

Protein, lemak, vitamin (B, B3 dan


B12), zat besi, fosfor, seng
Protein, lemak, vitamin B2, B3, zat
besi, fosfor, seng dan kalsium

Karbohidrat, provitamin A, vitamin


Bvitamin C, asam folat, zat besi,
kalsium, serat dan air
Buah-buahan
2 porsi @ 100-150 gr Karbohidrat, provitamin A, vitamin
C, asam folat, serat dan air
Mentega/margarine/
2 sendok teh
Lemak, vitamin A, D dan E
minyak
mentega/margarine
2 sendok makan
minyak
Cairan (air putih, susu, -12 gelas
Karbohidrat, lemak, protein,
sari buah)
vitamin A, B2, B12, D,
Magnesium, kalsium, fosfor dan air
Sumber : Kasdu, 2007 : 93

58

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Tabel 35. Contoh Pola Menu


Pukul 10.00 dan
Pagi
Pukul 16.00
Nasi atau
Makanan selingan:
penukarnya 1
1 buah pisang atau
piring
1 mangkuk bubur
kacang hijau atau
biskuit susu 1 gelas
Lauk
hewani/nabati 1
porsi
Sayur 1 porsi

Siang

Malam

Nasi atau
penukarnya 2
piring

Nasi atau
penukarnya 2
piring

Lauk hewani/nabati
1 porsi

Lauk
hewani/nabati 1
porsi

Sayur 1 porsi
Buah 1-2 porsi

Sayur 1 porsi
Buah 1-2 porsi

Sumber : Path (2005 : 86)


2.

Konsep Masa Nifas


a. Pengertian
Masa nifas atau puerperium dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alatalat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6
minggu (Winkjosastro, 2005 : 122)
b. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas
1). Perubahan Fisik
a) Oedema
Selama hamil tubuh mengalami peningkatan sejumlah lemak dan juga cairan. Itu
sebabnya mengapa ketika hamil, jari-jari tangan maupun kaki membengkak
(oedema) sampai melahirkan hal ini masih juga belum pulih. Pembengkakan ini
akan berlangsung selama beberapa hari, dan akan menurun secara bertahap
dengan pengeluaran air seni (Kasdu, 2007 : 126)
b) Dinding Perut
Perubahan fisik lainnya yang tampak nyata setelah bayi sudah lahir adalah perut
menjadi tampak kempis kembali. Sekalipun bentuk perut belum kembali seperti
sebelum hamil, terutama dekat pusat masih terlihat menonjol agak besar, hal ini
karena bentuk rahim yang belum seluruhnya pulih ke bentuk semula (Kasdu,
2007 : 126)
c) Perubahan Kulit
Pada waktu hamil terjadi pigmentasi kulit pada beberapa tempat karena proses
hormonal. Setelah persalinan hormonal berkurang dan hiperpigmentasi
menghilang. Pada dinding perut akan menjadi putih mengkilap yaitu strie
albikan.
d) Buang Air Besar dan Berkemih
Pada persalinan normal masalah berkemih dan buang air besar tidak mengalami
hambatan apapun. Buang air besar akan biasa setelah sehari, kecuali ibu takut
pada luka episiotomi. Bila sampai tiga hari belum buang air besar sebaiknya
dilakukan klisma untuk merangsang buang air besar sehingga tidak mengalami
sembelit dan menyebabkan jahitan terbuka. Tentang berkemih, sebagian besar
mengalami pertambahan air seni, karena terjadi pengeluaran air tubuh yang
berlebih, yang disebabkan oleh pengenceran (hemodilusi) darah pada waktu
hamil.

59

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

2). Involusi Dan Pengeluaran Lochea


Yaitu perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan/ uterus dan jalan
kelahiran setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan sebelum hamil.selama
masa ini involusi meliputi: korpus uteri, tempat inplantasi plasenta,servik, ligament.
a) Uterus
Segera setelah bayi lahir TFU tepat pada pusat, setelah pelepasan dan lahirnya
plasenta TFU berada pada 2 jari di bawah pusat.
b) Tempat inplantasi plasenta
Akan mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri, sesudah 2 minggu
menjadi 3-4 cm.Pada minggu ke 6 menjadi 2,4 cm dan akhirnya pulih.Proses
penyembuhan bekas implantasi plasenta akan meninggalkan luka dan pembuluh
darah pecah sehingga keluar cairan pervaginam yang disebut lochea.
c) Serviks/vagina
Bentuk serviks setelah persalinan agak menganga seperti corong berwarna merah
kehitaman, konsistensi lunak, kadang terdapat perlukaan kecil, setelah 2 jam
dapat dilalui 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
d) Ligamen
Ligamen fasia dan diafragma pelvik setelah bayi lahir, berangsur-angsur menjadi
ciut dan pulih kembali.
Ligamen rotundum menjadi kendor. Jika ada luka-luka pada jalan lahir tidak
disertai infeksi maka akan sembuh dalam 6-7 hari. Rasa sakit after pain atau
merian (mules-mules), disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari
pasca persalinan, perlu diberikan pengertian pada Ibu mengenai hal ini dan bila
terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obat anti sakit dan anti mules
3). Laktasi
Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada kelenjar mammae
untuk menghadapi masa laktasi. Perubahan tersebut berupa:
a) Proliferasi jaringan, terutama kelenjar-kelenjar dan alveoulus mammae dan
lemak.
b) Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang-kadang dapat dikeluarkan,
berwarna kuning.
c) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-vena
berdilatasi sehingga nampak jelas..
d) Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang terhadap
hipofise. Timbul pengaruh laktogenik hormon atau (LHI atau prolaktin yang akan
merangsang air susu) disamping itu pengaruh oksitosin menyebabkan myoepitel
kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar, produksi akan banyak
sesudah 2-3 hari post partum. Bila bayi diletakkan, hisapan pada puting susu
merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oksitosin
dikeluarkan oleh Hypofisis. Produksi air susu atau ASI akan lebih banyak,
sehingga efek positif berupa involusi uteri akan lebih sempurna. Keuntungan
lainnya disamping merupakan makanan utama bayi dengan menyusu bayi sendiri
akan terbentuk kasih sayang antara Ibu dan anak (Wiknjosastro, 2005 : 239-240)
4). Perubahan Psikologi pada nifas
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, Ibu akan melalui fase-fase sebagai
berikut :
a) Fase taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari ke 1
sampai dengan hari ke 2 setelah melahirkan. Fokus perhatian Ibu terutama pada
dirinya sendiri. Pengalaman selama proses kelahiran sering berulang
diceritakannya. Kelelahan membuat Ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah
gejala kurang tidur. Seperti mudah tersinggung, hal ini membuat Ibu cenderung

60

HOSPITAL MAJAPAHIT

c.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu perlu dipahami dengan menjaga
komunikasi yang baik. Perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk
proses pemulihan, disamping nafsu makan Ibu memang sedang meningkat.
b) Fase Taking hold
Fase ini berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan ibu merasa kuatir akan ketidak
mampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Perasaannya sangat
sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh
karena itu perlu dukungan karena pada saat ini kesempatan yang baik untuk
menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga mudah
tumbuh rasa percaya diri.
c) Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang
berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya
meningkat (Stright, 2005 : 194-195).
Perawatan Yang Dilakukan Ibu Menghadapi Perubahan Fisik Pada Masa Nifas
1). Kebersihan Diri
Menjaga kebersihan seluruh anggota tubuh terutama daerah kelamin dengan sabun dan
air. Mengganti pembalut setidaknya dua kali sehari.
2). Istirahat
Beristirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. Kurang istirahat akan
mempengaruhi ibu dalam beberapa hal :
a) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
b) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
c) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya
sendiri.
3). Latihan
Dengan latihan akan mengembalikan otot-otot perut dan panggul kembali normal,
seperti :
a) Tidur terlentang dengan lengan di samping, menarik otot perut selagi menarik
nafas, tahan nafas kedalam dan angkat dagu ke dada; tahan satu hitungan sampai
5. Rileks dan ulangi sampai 10 kali.
b) Berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot-otot, paha dan pinggul dan
tahan sampai 5 hitungan. Kendurkan dan ulangi latihan sebanyak 5 kali.
4). Gizi
a) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari
(1) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan
vitamin yang cukup
(2) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap
kali menyusui)
(3) Pil besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari
pasca bersalin
(4) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A
kepada bayinya melalui ASInya.
5). Perawatan payudara
a) Menjaga payudara tetap bersih dan kering
b) Apabila bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan :
(1) Pengompresan payudara menggunakan kain basah dan hangat selama 5
menit
(2) Urut payudara dari arah pangkal menuju puting atau gunakan sisir untuk
mengurut payudara dengan arah Z menuju puting

61

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

(3) Keluarakan ASI sebagian dari bagian depan puting sehingga puting susu
menjadi lunak
(4) Susukan bayi setiap 2-3 jam sekali (Wiknjosastro, 2005 : 127-130)
3.

Konsep ASI
a. Pengertian ASI
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan sempurna untuk bayi, karena
mengandung semua zat gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi
(Depkes RI, 2003 : 1).
ASI Eksklusif adalah memberikan hanya ASI tanpa memberikan makanan dan
minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, kecuali obat dan vitamin
(Depkes RI, 2003 : 1).
b. Kandungan-Kandungan ASI
ASI juga banyak mengandung mineral dan vitamin seperti A,B1,B2,E dan banyak
mengandung antibody yang baik untuk bayi agar terlindung dari berbagai macam penyakit
(Indiarti, 2008 : 28).
Bayi yang diberi ASI lebih terjaga dari penyakit infeksi karena :
1). ASI lebih bersih; walaupun ASI tidak benar-benar steril karena adanya kemungkinan
kontaminasi bakteri dari puting susu, tetapi bakteri ini tidak mempunyai waktu untuk
berkembangbiak karena ASI langsung diminum oleh bayi
2). Imunoglobulin, terutama imunoglobulin A (IgA) terdapat banyak dalam kolostrum
dan lebih sedikit dalam ASI putih. IgA tidak akan diserap oleh usus, tetapi akan
beraksi dalam usus terhadap bakteri-bakteri tertentu (misalnya eschericia coli) dan
virus-virus.
3). Laktoferin, suatu protein yang mengikat zat besi ditemukan terdapat dalam ASI
4). Lisozim, suatu enzim yang terdapat dalam ASI dengan konsentrasi beberapa ribu kali
lebih tinggi daripada dalam susu sapi. Enzim ini dapat menghancurkan bakteri-bakteri
berbahaya dan juga mempunyai sifat melindungi terhadap serangan bermacam-macam
virus
5). Sel-sel darah putih; selama dua minggu pertama ASI mengandung sampai 4000 sel-sel
darah putih per ml. Sel-sel ini ditemukan mengeluarkan IgA, lisoszim dan
interferon. Interferon adalah suatu senyawa yang dapat menghambat aktivitas
beberapa macam virus
6). Faktor bifidus, suatu karbohidrat yang mengandung nitrogen, diperlukan untuk
pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus. Dalam usus bayi yang diberi ASI, bakteri
ini mendominasi flora bateri dan memproduksi asam laktat dari laktosa. Asam laktat
ini akan menghambat pertumbuhan bakteri yang berbahaya dan parasit lainnya serta
membuat feses bayi bersifat asam (Muchtadi, 2002 : 35-36).
c. Manfaat ASI
1). Manfaat memberikan ASI untuk ibu
a) Lebih mudah pemberiannya (Ekonomi dan Praktis).
b) Mempercepat hubungan kasih sayang antara ibu dan anak.
c) Sebagai metode kontrasepsi alamiah jika menyusui selama 6 bulan pertama.
d) Memulihkan rahim paska melahirkan lebih cepat.
e) Menurunkan berat badan setelah persalinan.
f) Mencegah ibu dari kemungkinan kanker payudara.
g) Menyusui merupakan cara gampang menenangkan dan menidurkan bayi rewel.
h) Mengurangi ketegangan pada payudara (Indiarti, 2008 : 34)
2). Manfaat ASI bagi bayi
a) Mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi berguna untuk kecerdasan
pertumbuhan atau perkembangan anak.

62

HOSPITAL MAJAPAHIT
b)
c)
d)
e)

f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)

4.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Kolostrum ASI pertama mengandung vitamin A, protein dan zat kekebalan yang
penting bagi bayi.
Aman dan bersih.
Kolostrum ASI juga mengandung antibody ibu yang melindungi susu bayi dari
penyakit seperti gastroenteritis.
Kolostrum dan ASI adalah makanan alamiah untuk bayi manusia. ASI Mengubah
komposisi selama setiap penyusunan dan selama berminggu-minggu untuk
menguraikan dengan kebutuhan bayi yang selalu berubah.
Suhu ASI cocok untuk bayi.
Mudah dicerna dan tidak pernah basi.
ASI mengandung zat antibody sehingga menghindarkan bayi dari alergi diare dan
penyakit infeksi yang lainnya.
ASI tidak membutuhkan sterilisasi alat untuk persiapan. Bayi mudah diberi
makan terutama selama bepergian dan malam hari.
Bayi yang mendapat ASI jarang kegemukan.
Nilai gizi tinggi dan bebas biaya.
ASI lebih mudah dicerna bayi ketimbang susu formula dan cenderung reaksi
alergi dengan menyelesaikan diet anda sendiri setiap masalah yang timbul mudah
di ringankan (Indiarti, 2008 : 35)

Konsep Laktasi
a. Pengertian laktasi
Laktasi adalah proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI (Alfarisi, 2008)
b. Pengaruh Hormonal
Proses laktasi tidak terlepas dari pengaruh hormonal, adapun hormon-hormon yang
berperan adalah :
1). Progesteron, berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat
progesteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi
produksi secara besar-besaran.
2). Estrogen, berfungsi menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Tingkat
estrogen menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap
menyusui. Sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal berbasis hormon
estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.
3). Follicle stimulating hormone (FSH)
4). Luteinizing hormone (LH)
5). Prolaktin, berperan dalam membesarnya alveoil dalam kehamilan.
6). Oksitosin, berfungsi mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan
setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Selain itu, pasca melahirkan, oksitosin
juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluran
susu. Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu let-down/ milk ejection reflex.
7). Human placental lactogen (HPL): Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta
mengeluarkan banyak HPL, yang berperan dalam pertumbuhan payudara, puting, dan
areola sebelum melahirkan (Alfarisi, 2008)
c. Proses Pembentukan Laktogen
Proses pembentukan laktogen melalui tahapan-tahapan berikut:
1). Laktogenesis I
Merupakan fase penambahan dan pembesaran lobulus-alveolus. Terjadi pada fase
terakhir kehamilan. Pada fase ini, payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa
cairan kental kekuningan dan tingkat progesteron tinggi sehingga mencegah produksi
ASI. Pengeluaran kolustrum pada saat hamil atau sebelum bayi lahir, tidak menjadikan
masalah medis. Hal ini juga bukan merupakan indikasi sedikit atau banyaknya
produksi ASI.

63

HOSPITAL MAJAPAHIT

d.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

2). Laktogenesis II
Pengeluaran plasenta saat melahirkan menyebabkan menurunnya kadar hormon
progesteron, esterogen dan HPL. Akan tetapi kadar hormon prolaktin tetap tinggi. Hal
ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran. Apabila payudara dirangsang, level
prolaktin dalam darah meningkat, memuncak dalam periode 45 menit, dan kemudian
kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin
menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga
keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian mengemukakan bahwa level prolaktin dalam
susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 2 pagi hingga
6 pagi, namun level prolaktin rendah saat payudara terasa penuh.
Hormon lainnya, seperti insulin, tiroksin, dan kortisol, juga terdapat dalam proses ini,
namun peran hormon tersebut belum diketahui. Penanda biokimiawi mengindikasikan
bahwa proses laktogenesis II dimulai sekitar 30-40 jam setelah melahirkan, tetapi
biasanya para ibu baru merasakan payudara penuh sekitar 50-73 jam (2-3 hari) setelah
melahirkan. Artinya, memang produksi ASI sebenarnya tidak langsung keluar setelah
melahirkan.
Kolostrum dikonsumsi bayi sebelum ASI sebenarnya. Kolostrum mengandung sel
darah putih dan antibodi yang tinggi daripada ASI sebenarnya, khususnya tinggi
dalam level immunoglobulin A (IgA), yang membantu melapisi usus bayi yang masih
rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA ini juga mencegah alergi makanan.
Dalam dua minggu pertama setelah melahirkan, kolostrum pelan pelan hilang dan
tergantikan oleh ASI sebenarnya.
3). Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan
beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem
kontrol autokrin dimulai. Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara
akan memproduksi ASI banyak. Penelitian berkesimpulan bahwa apabila payudara
dikosongkan secara menyeluruh juga akan meningkatkan taraf produksi ASI. Dengan
demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan seberapa baik bayi
menghisap, dan juga seberapa sering payudara dikosongkan (Alfarisi, 2008).
Hal-Hal Yang Mempengaruhi Produksi ASI
1). Makanan Ibu
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh asupan makanan ibu, apabila jumlah makanan
ibu cukup mengandung unsur gizi yang diperlukan baik jumlah kalori, protein, lemak
dan vitamin serta mineral maka produksi ASI juga cukup, selain itu ibu dianjurkan
minum lebih banyak kira-kira 8-12 gelas sehari.
2). Ketenangan jiwa dan pikiran
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, bila ibu dalam keadaan
tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional dapat
menurunkan produksi ASI bahkan akan tidak terjadi produksi ASI. Sehingga ibu yang
menyusui sebaiknya jngan terlalu banyak dibebani oleh urusan pekerjaan rumah
tangga, urusan kantor dan lainnya.
3). Penggunaan alat kontrasepsi
Pada ibu yang menyusui bayinya, penggunaan alat kontrasepsi hendaknya
diperhatikan. Pil dengan kombinasi oral (esterogen-progestin)_ dapat mengurangi
produksi ASI
4). Perawatan payudara
Perawatan payudara sebaiknya telah dimulai pada masa kehamilan dan pada saat
menyusui. Untuk ibu yang mempunyai msalah kelainan puting susu misalnya puting
susu masuk kedalam atau datar, perawatannya dilakukan pda kehamilan 3 bulan,
sedangkan apabila tidak ada masalah perawatan dilakukan mulai kehamilan 6 bulan
sampai menyusui (Marimbi, 2010 : 47).

64

HOSPITAL MAJAPAHIT

e.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Menurut Proverawati (2009 : 105), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI


antara lain :
1). Frekuensi penyusuan
Produksi ASI akan optimal jika ASI dipompa lebih dari 5 kali per hari selama bulan
pertama setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan 10 3 kali perhari selama 2 minggu
pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang cukup.
2). Berat lahir
Berat bayi pada hari kedua dan usia 1 bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan
menghisap yang mengakibatkan perbedaan intik yang besr dibanding bayi yang
mendapat formula. Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan
menghisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal.
Kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang
akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi
ASI
3). Umur kehamilan saat melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi intake ASI. Hal ini disebabkan bayi
yang lahir prematus sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga
produksi ASI lebih rendah darpada bayi yang lahir tidak prematur.
4). Umur dan paritas
Umur dan paritas tidak berhubungan atau kecil hubungannya dengan produksi ASI
yang diukur sebagai intik bayi terhadap ASI. Hal ini karena pemenuhan gizi bayi dan
ibu setiap orang berbeda-beda. Apabila seorang ibu dengan pola hidup dan kebiasaan
makan yang bergizi walaupun umurnya bisa dikatakan tua maka akan menghasilkan
ASI yang bagus juga dibanding wanita muda yang menyusui tanpa diimbangi dengan
sistem kebiasaan makan yang baik.
5). Stress dan penyakit akut
Ibu yang cemas dan stress dapat mengganggu laktasi sehingga mempengaruhi
produksi ASI karena menghambat pengeluaran ASI. Pengeluaran ASI akan
berlangsung baik pada ibu yang merasa rileks dan nyaman. Penyakit infeksi baik yang
kronik maupun akut yang mengganggu proses laktasi dapat mempengaruhi produksi
ASI
6). Konsumsi rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon prolaktin
dan oksitosin untu produksi ASI.
7). Konsumsi Alkohol
Meskipun minuman alkohol dosis rendah di satu sisi dapat membuat ibu rileks
sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun di sisi lain etanol dapat
menghambat produksi oksitosin.
8). Pil kontrasepsi
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan
penurunan volume dan durasi ASI, sebalinya bila pil hanya mengandung progestin
maka tidak ada dampak terhapa volume ASI
Cara pengukuran produksi ASI
Menurut Proverawati (2009: 107), Ada dua cara untuk mengukur produksi ASI
1). Penimbangan berat bayi sebelum dan setelah menyusui
2). Pengosongan payudara.
Menurut Nursalam (2008), pengukuran produksi ASI adalah :
1). ASI keluar memancar saat aerola dipencet
2). ASI keluar memancar tanpa memencet payudara
3). ASI keluar memancar dalam 72 jam pertama pasca persalinan
4). Payudara terasa penuh atau tegang sebelum menyusui
5). Payudara terasa kosong setelah menyusui

65

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

6).
7).
8).
9).
10).
11).
12).

f.

g.

5.

ASI keluar segera setelah bayi mulai menyusu


Tidak terjadi rasa nyeri/lecet dan bendungan dalam payudara
24 jam pasca persalinan ASI telah keluar
Masih menetes setelah menyusui
Payudara terasa lunak/lentur setelah menyusui
Setelah menyusu bayi akan tertidur/ tenang selama 3-4 jam
Bayi buang air kencing sekitar 8 kali sehari dan warna air kencing kuning pucat seperti
jerami
13). Berat badan bayi naik antara 140 gram-200 gram dalam seminggu
Upaya Memperbanyak ASI
Menurut Sulistyawati (2009 : 22), upaya memperbanyak ASI yaitu dengan cara :
1). Menyusui bayi setiap 2 jam siang dan malam dengan lama menyusui 10-15 menit di
setiap payudara
2). Bangunkan bayi, lepaskan baju yang menyebabkan rasa gerah dan duduklah selama
menyusui
3). Pastikan bayi menyusui dalam posisi menempel yang baik dan dengarkan suara
menelan yang aktif
4). Susui bayi di tempat yang tenang dan nyaman dan minumlah setiap habis menyusui
5). Tidurlah bersebelahan dengan bayi
6). Ibu harus meningkatkan istirahat dan minum
Tanda Bayi Cukup ASI
Menurut Sulistyawati (2009 : 23), tanda-tanda bayi cukup ASI antara lain :
1). Bayi kencing setidaknya 6 kali dalam sehari dan warnanya jernih sampai kuning muda
2). Bayi sering buang air besar berwarna kekuningan
3). Bayi tampak puas, sewaktu merasa lapar, bangun dan tidur cukup. Bayi setidaknya
menyusu 10-12 kali dalam 24 jam
4). Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap selesai menyusui
5). Ibu dapat merasakan geli karena aliran ASI setiap kali bayi mulai menyusu
6). Bayi bertambah berat badannya.

Konsep Pantang Makan Pada Ibu Nifas


a. Buah
Buah yang harus dijauhi ibu setelah melahirkan adalah pepaya, durian, pisang, dan
terung. Karena ragam makanan tadi bisa dikhawatirkan bisa mengganggu organ vital kaum
Hawa karena dianggap organ vital menjadi basah, sehingga mengganggu hubungan suami
istri . Secara medis, tak benar anggapan untuk pantang pepaya dan pisang yang justru amat
dianjurkan karena tergolong sumber makanan yang banyak mengandung serat untuk
memudahkan BAB. Sedangkan durian memang tak dianjurkan karena kandungan
kolesterolnya tinggi, selain memicu pembentukan gas yang bisa mengganggu pencernaan
(Puspayanti, 2010).
b. Makanan santan dan pedas
Makanan yang bersantan dan pedas pantang untuk ibu menyusui karena
pencernaannya bakal terganggu yang bisa berpengaruh pada bayinya (Puspayanti, 2010).
Sudah jadi kebiasaan sebagian penduduk Indonesia makan tanpa sambal tidak
nikmat rasanya, pada saat sedang hamil atau menyusui tidak boleh merasakannya. Sebab
perutnya berasa panas dan air susunya pedas rasanya sehingga bayinya bisa mencret.
Sebenarnya makanan yang masuk kedalam perut sang ibu pasti mengalami proses dahulu,
yang mengandung sari makanan yang berguna dan yang jadi sampah pasti terpisah. Ketika
makanan tersebut diproses menjadiASI, zat-zat yang terkandung di dalamnya memang
sudah siap pakai untuk diberikan. Jadi sebaiknya memang makanan yang di makan tidak
terlalu banyak mengandung rasa tersebut karena dikhawatirkan bila rasa pedas terlalu

66

HOSPITAL MAJAPAHIT

c.

d.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

banyak akan menyebabkan ibu diare yang berakibat jadi dehidrasi dan mengganggu proses
menyusui pada sang anak (Anaqita, 2010).
Ikan dan Telur
Begitu juga ikan dan telur asin serta makanan lain yang berbau amis karena
dikhawatirkan bisa menyebabkan bau anyir pada ASI yang membuat bayi muntah saat
disusui. Selain juga, proses penyembuhan luka-luka di jalan lahir akan lebih lambat. Ikan
dan telur juga merupakan salah satu sumber protein hewani yang baik dan amat dibutuhkan
tubuh (Puspayanti, 2010).
Banyak mengkonsumsi ikan bisa membuat rasa ASI jadi bau amis atau anyir.
Sebenarnya kandungan zat gizi yang terkandung dalam ikan dan sari laut itu banyak
mengandung asam lemak omega 3 yang bermanfaat bagi tubuh, misalkan untuk
mengontrol kadar kolesterol darah, mencegah jantung koroner, penyempitan dan
pengerasan pembuluh darah. Pastikan ikan atau sari laut yang akan kita konsumsi masih
dalam keadaan segar, sebab bila kurang segar akan memicu reaksi alergi. Bila anda
penggemar ikan mentah masakan jepang sebaiknya tidak mengkonsumsi dalam jumlah
banyak dikhawatirkan daging tersebut masih mengandung bakteri parasit yang akan
membahayakan (Anaqita, 2010).
Minuman dingin/es
Mitos bila minum air es atau minuman dingin lainnya, bisa membuat ASI jadi
dingin dan mengakibatkan bayi jadi pilek. Sebenarnya makanan yang masuk ke dalam
tubuh apalagi ASI mengalami proses yang sempurna. ASI yang tersimpan dalam payudara
sang ibu tetap hangat dengan suhu 37 derajat celcius. Sebaiknya bila ingin mengkonsumsi
es dalam batas yang wajar saja, dikhawatirkan bisa memicu alergi batuk dan pilek. Apalagi
bila menambahkan softdrink dan sirop bisa menyebabkan ibu mengkonsumsi gula yang
berlebihan (Anaqita, 2010).
Ibu menyusui disarankan untuk selalu minum kunyit dan pucuk daun asam setiap
pagi supaya ASI tak berbau amis. Selain tentu saja menjaga kebersihan diri, terutama
daerah payudara dan sekitarnya (Puspayanti, 2010).
Daftar makanan/minuman dibawah ini memang sebaiknya dihindari untuk ibu menyusui :
1). Softdrink
Kadar gula dalam minuman softdrink cukup tinggi, sehingga bisa meningkatkan kadar
gula darah dalam tubuh.
2). Minuman Isotonik
Minuman ini rata-rata mengandung kalsium, natrium, kalium dan zat-zat yang
dibutuhkan dalam tubuh bila sedang melakukan aktivitas berat. Tapi bila dikonsumsi
tidak sedang dalam aktivitas fisik yang berat, kandungan zat-zat dalam minuman
tersebut justru tidak memberikan efek positif.
3). Alkohol
Sudah jelas minuman ini tidak banyak memberikan efek positif pada tubuh.
4). MSG
Toleransi mengkonsumsi makanan yang mengandung MSG hanya 0,3 1 gram/hari.
Masalahnya tidak mudah menghitung makanan yang mengandung MSG yang kita
makan setiap harinya. Mengkonsumsi MSG yang berlebihan dapat memicu gangguan
alergi seperti asma, gatal, infeksi kulit, gangguan irama jantung, kelainan saraf tepi
dan gangguan pencernaan.
5). Makanan yang mengandung pengawet/berwarna
Zat-zat berbahaya yang sering digunakan pada makanan antara lain zat pewarna tekstil
seperti rhodamin B, methanyl yellow yang bisa mengakibatkan gangguan fungsi hati
sampai kanker. Pemanis buatan bila dikonsumsi berlebihan dalam jangka panjang bisa
mengakibatkan kenker kandung kemih. Zat pengawet seperti formalin, boraks yang
banyak digunakan untuk bahan pengawet tahu, mie, bakso, zat kloramfenikol untuk
mengawetkan udang bisa menyebabkan kanker (Anaqita, 2010).

67

HOSPITAL MAJAPAHIT
6.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Hubungan Pantang Makan Pada Ibu Nifas Terhadap Produksi ASI


Salah satu kepercayaan yang telah menjadi tradisi secara turun temurun adalah ibu nifas
tidak boleh makan yang amis-amis karena akan menyebabkan ASI menjadi amis (Sulistyawati,
2009 : 128). Padahal makanan yang tinggi protein sangat baik untuk membantu ibu dalam
proses penyembuhan dan produksi ASI. Sehingga dalam memberikan pendidikan kesehatan
khususnya tentang gizi, ibu tidak boleh pantang terhadap daging, telur dan ikan (Sulistyawati,
2009 : 136).
Makanan yang ditabukan bagi ibu menyusui menurut tradisi orang Jawa diantaranya
adalah keluwih, nangka, labu kuning, makanan panas, makanan pedas, telur, ikan dan labu.
Alasan yang diberikan oleh responden tidak ada yang logis. Sebagai contoh daun keluwih
ditabukan dengan banyak alasan misalnya menyebabkan cepat punya anak lagi, air susu kurang,
perut kembung, bicara tidak lancar. Telur dan ikan yang dianggap menyebabkan air susu ibu
menjadi amis dan bayi bisa menderita penyakit gatal-gatal (Sukandar, 2006).
Golongan makanan yang harus dijauhi ibu setelah melahirkan adalah pepaya, durian,
pisang, dan terung. Yang juga mesti dipantang adalah makanan yang bersantan dan pedas
karena pencernaannya bakal terganggu yang bisa berpengaruh pada bayinya. Begitu juga ikan
dan telur asin serta makanan lain yang berbau amis karena dikhawatirkan bisa menyebabkan bau
anyir pada ASI yang membuat bayi muntah saat disusui. Selain juga, proses penyembuhan lukaluka di jalan lahir akan lebih lambat. Secara medis, tak benar anggapan untuk pantang pepaya
dan pisang yang justru amat dianjurkan karena tergolong sumber makanan yang banyak
mengandung serat untuk memudahkan BAB. Ikan dan telur juga merupakan salah satu sumber
protein hewani yang baik dan amat dibutuhkan tubuh. Sedangkan durian memang tak dianjurkan
karena kandungan kolesterolnya tinggi, selain memicu pembentukan gas yang bisa mengganggu
pencernaan. Sebaliknya, amat disarankan untuk selalu minum kunyit dan pucuk daun asam
setiap pagi supaya ASI tak berbau amis. Selain tentu saja menjaga kebersihan diri, terutama
daerah payudara dan sekitarnya (Puspayanti, 2010).
Sudah jadi kebiasaan sebagian penduduk Indonesia makan tanpa sambal tidak nikmat
rasanya, pada saat sedang hamil atau menyusui tidak boleh merasakannya. Sebab perutnya
berasa panas dan air susunya pedas rasanya sehingga bayinya bisa mencret. Sebenarnya
makanan yang masuk kedalam perut sang ibu pasti mengalami proses dahulu, yang mengandung
sari makanan yang berguna dan yang jadi sampah pasti terpisah. Ketika makanan tersebut
diproses menjadiASI, zat-zat yang terkandung di dalamnya memang sudah siap pakai untuk
diberikan. Jadi sebaiknya memang makanan yang di makan tidak terlalu banyak mengandung
rasa tersebut karena dikhawatirkan bila rasa pedas terlalu banyak akan menyebabkan ibu diare
yang berakibat jadi dehidrasi dan mengganggu proses menyusui pada sang anak (Anaqita,
2010).
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh asupan makanan ibu, apabila jumlah makanan ibu
cukup mengandung unsur gizi yang diperlukan baik jumlah kalori, protein, lemak dan vitamin
serta mineral maka produksi ASI juga cukup, selain itu ibu dianjurkan minum lebih banyak kirakira 8-12 gelas sehari (Marimbi, 2010 : 47)
Apabila seorang ibu dengan pola hidup dan kebiasaan makan yang bergizi walaupun
umurnya bisa dikatakan tua maka akan menghasilkan ASI yang bagus juga dibanding wanita
muda yang menyusui tanpa diimbangi dengan sistem kebiasaan makan yang baik (Proverawati,
2009 : 105)

68

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

C. METODE PENELITIAN
1.

2.

Desain Penelitian
Dalam penelitian ini adalah analitik retrospektif dengan menggunakan rancang bangun
observasional dan desain yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan cross sectional
yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor efek dengan
cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat/point time
approach (Notoatmojo, 2005 : 146).
Populasi, Sampel, Variabel Dan Definisi Operasional
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas di BPS A Balongtani Jabon
Sidoarjo pada bulan januari juni sebanyak 73 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu
nifas di BPS A Balongtani Jabon Sidoarjo pada tahun 2010 yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. Jumlah sampel pada penelitian ini pada tanggal 21 Juni 31 Juni 2010 sebanyak
32 responden. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah :
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau yang layak diteliti,
yaitu :
1) . Ibu nifas
2) . Ibu bisa membaca dan menulis
3) . Ibu yang bersedia menjadi responden
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah klien yang tidak layak diteliti menjadi sampel, yaitu:
1) . Ibu memberikan susu formula atau makanan pendamping ASI pada bayinya
2) . Terdapat hambatan etis (menolak mengikuti penelitian)
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan non probability sampling
tipe consecutive sampling yaitu pengambilan sampel dengan menetapkan subjek yang
memenuhi kriteria penelitian di masukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu.
Sehingga jumlah klien yang di perlukan terpenuhi (Nursalam, 2008 : 94). Variabel dalam
penelitian ini adalah pantang makan pada ibu nifas. Definisi operasional dari penelitian ini akan
diuraikan dalam tabel berikut
Tabel 36. Definisi Operasional Perilaku Pantang Makan Pada Ibu Nifas Terhadap
Produksi ASI
Variabel
Definisi Operasional
Kriteria
Skala
Perilaku
Ibu setelah melahirkan sampai 40 hari
1. Pantang makan:
Nominal
pantang makan yang tidak mengkonsumsi makanan
kode 1
pada ibu nifas yang mengandung sumber protein yang
2. Tidak pantang
diperoleh melalui Kuesioner
makan: kode 2
Puspayanti, 2010

3.

Teknik Analisis Data


Setelah data terkumpul dan diolah kemudian dilakukan tabulasi. Selanjutnya diolah
dengan uji statistik Chi Square karena variabel dependen dan independen dengan skala data
nominal dengan rumus :
Rumus = 2 =

( fo fe) 2
fe

Keterangan :
f0 : frekuensi yang diperoleh berdasarkan data
fe : frekuensi yang diharapkan
Dengan nilai kemaknaan = 0,05, artinya bila uji statistik menunjukkan nilai X 2 hitung
> X2 tabel maka ada hubungan pantang makan pada ibu nifas terhadap produksi ASI. Jika nilai

69

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

X2 hitung < X2 tabel maka tidak ada hubungan pantang makan pada ibu nifas terhadap produksi
ASI Teknik pengolahan data menggunakan rumus X2.
D. HASIL PENELITIAN
1. Data Khusus
a. Ibu Nifas
Diagram 1. Ibu Nifas di BPS A Balongtani Jabon Sidoarjo Pada Tanggal 21 Juni
30 Juni 2010.

32 orang (100%)

ibu nifas

b.

Berdasarkan Diagram 1 dapat diketahui bahwa seluruhnya responden dalam masa


nifas sebanyak 32 orang (100%).
Pantang Makan
Diagram 2. Pantang Makan Pada Ibu Nifas di BPS A Balongtani Jabon Sidoarjo
Pada Tanggal 21 Juni 30 Juni 2010.

c.

Berdasarkan Diagram 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden


melakukan pantang makan sebanyak 19 orang (59%).
Produksi ASI
Diagram 3. Produksi ASI Pada Ibu Nifas di BPS A Balongtani Jabon Sidoarjo
Pada Tanggal 21 Juni 30 Juni 2010.

70

HOSPITAL MAJAPAHIT

d.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Berdasarkan Diagram 3 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden produksi


ASInya tidak lancar sebanyak 17 orang (53%)
Hubungan Pantang Makan Pada Ibu Nifas Terhadap Produksi ASI
Tabel 37. Hubungan Pantang Makan Pada Ibu Nifas Terhadap Produksi ASI di BPS
A Balongtani Jabon Sidoarjo Pada Tanggal 21 Juni 30 Juni 2010.
Produksi ASI
Pantang Makan
Lancar
Tidak Lancar
Jumlah
%
N
%
N
%
6
18,6
13
40,4
19
59
Ya
9
12,4
4
12,6
13
41
Tidak
Jumlah
15
47
17
53
32
100
Berdasarkan tabel 37 diketahui sebagian besar responden yang produksi ASInya
lancar dengan tidak melakukan pantang makan sebanyak 9 orang (69%) dan sebagian besar
responden yang produksi ASInya tidak lancar dengan melakukan pantang makan sebanyak
13 orang (68%). Dari hasil uji chi square diperoleh 2 hitung > 2 tabel = 4,394 > 3,84,
sehingga H1 diterima, ada hubungan pantang makan pada ibu nifas terhadap produksi ASI.

E.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN


Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden melakukan pantang
makan sebanyak 19 orang (59%). Salah satu kepercayaan yang telah menjadi tradisi secara
turun temurun adalah ibu nifas tidak boleh makan yang amis-amis karena akan menyebabkan
ASI menjadi amis (Sulistyawati, 2009 : 128). Padahal makanan yang tinggi protein sangat baik
untuk membantu ibu dalam proses penyembuhan dan produksi ASI. Sehingga dalam
memberikan pendidikan kesehatan khususnya tentang gizi, ibu tidak boleh pantang terhadap
daging, telur dan ikan (Sulistyawati, 2009 : 136). Sebagian besar responden melakukan pantang
makan. Makanan yang menjadi pantang oleh ibu nifas sangat membantu penyembuhan luka
perineum, karena mengandung protein yang tinggi. Makanan tersebut diantaranya daging, telur
dan ikan. Akibatnya penyembuhan luka ibu nifas menjadi lambat dan ASI yang dihasilkan juga
tidak sesuai dengan kebutuhan bayi. Tradisi pantang makan sudah menjadi tradisi di masyarakat
dan sulit untuk dapat menghapus tradisi tersebut. Bila ibu menentang tradisi pantang makan,
akan menyebabkan orang tua menjadi tersinggung, dan ini akan menyebabkan konflik dalam
keluarga. Walaupun tenaga kesehatan sudah melakukan penyuluhan ataupun konseling kepada
keluaraga dan masyarakat, tradisi pantang makan sulit untuk dirubah atau dihilangkan, tetapi
secara perlahan-lahan mulai ada sebagian masyarakat yang mulai merubah kebiasaan pantang
makan, dengan dibantu informasi dari media massa/media elektronik yang semakin maju.
Berdasarkan Diagram 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden produksi
ASInya tidak lancar sebanyak 17 orang (53%). Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh asupan
makanan ibu, apabila jumlah makanan ibu cukup mengandung unsur gizi yang diperlukan baik
jumlah kalori, protein, lemak dan vitamin serta mineral maka produksi ASI juga cukup, selain
itu ibu dianjurkan minum lebih banyak kira-kira 8-12 gelas sehari (Marimbi, 2010 : 47).
Berdasarkan penelitian ini diperoleh data sebagian besar responden produksi ASInya
tidak lancar. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden melakukan pantang makan. Padahal
untuk pembentukan ASI juga dibutuhkan makanan yang mengandung gizi lengkap yaitu kalori,
protein, lemak dan vitamin serta mineral. Selain itu ibu juga harus banyak minum minimal 8-12
gelas sehari. Sesuai dengan pendapat Marimbi (2010), bahwa makanan yang bergizi
mempengaruhi produksi ASI ibu, bila makanan tidak bergizi maka produksi ASI ibu akan
berkurang, yang mengakibatkan kebutuhan bayi akan ASI juga berkurang, sehingga akan
menimbulkan kejadian bayi dengan status gizi kurang/buruk.
Berdasarkan tabel 37 diketahui sebagian besar responden yang produksi ASInya lancar
sebanyak 9 orang (69%) tidak melakukan pantang makan dan sebagian besar responden yang
produksi ASInya tidak lancar sebanyak 13 orang (68%) melakukan pantang makan.

71

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Dari hasil penghitungan data dengan menggunakan uji statistik Chi Square (2)
didapatkan hasil 2 hitung > 2 tabel = 4,394 > 3,84, sehingga H1 diterima, ada hubungan
pantang makan pada ibu nifas terhadap produksi ASI.
Apabila seorang ibu dengan pola hidup dan kebiasaan makan yang bergizi walaupun
umurnya bisa dikatakan tua maka akan menghasilkan ASI yang bagus juga dibanding wanita
muda yang menyusui tanpa diimbangi dengan sistem kebiasaan makan yang baik (Proverawati,
2009 : 105). Berdasarkan penelitian diperoleh hasil ibu nifas yang melakukan pantang makan
maka produksi ASInya akan berkurang. Hal ini bisa disebabkan karena kuatnya tradisi pada
masyarakat yang telah berakar kuat secara turun temurun. Kenyataannya ibu nifas di BPS A
Balongtani Jabon Sidoarjo hanya makan nasi dengan lauk pauk hanya tahu, tempe dan kerupuk.
Sedangkan sayur tidak di perbolehkan karena dianggap dapat membuat vagina ibu menjadi tidak
keset dan mengganggu hubungan suami istri. Selain itu luka akibat melahirkan tidak dapat
sembuh dengan cepat karena keadaan vagina yang basah akibat makan sayur. Telur dan ikan
yang dianggap menyebabkan air susu ibu menjadi amis dan bayi bisa menderita penyakit gatalgatal. Padahal ibu menyusui membutuhkan 2700-2900 kalori dalam bentuk asupan makanan
yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Gizi selama menyusui tidak
saja akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu yang baru melahirkan, tetapi juga pada bayinya.
Ibu menyusui perlu mendapatkan gizi untuk memproduksi ASI. Oleh karena itu bila asupan gizi
ibu kurang, maka kebutuhan gizi yang diperlukan untuk memproduksi ASI akan diambil dari
tubuh ibu. Jika keadaan ini dibiarkan berlarut-larut, maka selain kondisi tubuh ibu akan
terganggu, produksi ASI akan berkurang, kualitasnya menjadi menurun dan jangka waktu
menyusui relatif singkat.

F. PENUTUP
Hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden di BPS A
Balongtani jabon Sidoarjo sebanyak 19 orang (59%) melakukan pantang makan. Pantang makan
pada ibu nifas dapat mempengaruh kelancaran produksi ASI hal ini terjadi karena kekurangan
nutrisi mengakibatkan berkurangnya produksi ASI sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi.

DAFTAR PUSTAKA
Alfarisi. 2008. Gizi Seimbang Bagi Ibu Menyusui. http://www.lusa.com, 20 April 2010.
Anaqita. 2010. Mitos-Mitos Makanan Yang Dipantang Ibu Menyusui. http://blogger.com, 11 Apil
2010.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Kedua. Jakarta :
Rineka Cipta.
Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.
Depkes RI. 2000. Ibu Sehat Bayi Sehat. Jakarta.
Depkes RI. 2002. Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI Sampai Tahun 2005. Jakarta.
Depkes RI. 2003. Ibu Bekerja Tetap Memberikan Air Susu Ibu (ASI). Jakarta.
Depkes RI. 2005. Manajemen Laktasi, Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta :
Salemba Medika.
Indriarti, Widian Nur. 2008. Buku Pintar Kehamilan. Yogyakarta : Mumtaz Press.
Kasdu, D. 2007. Info Lengkap Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : Puspa Swara.
Marimbi, 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar Pada Anak. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Muchtadi, Dedy. 2002. Gizi Untuk Bayi. Jakarta.
Nursalam. Pariani, S. 2001. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.

72

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.


Paath Francin Erna. 2005. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC.
Proverawati. 2009. Gizi Untuk Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Poltekkes Malang. 2005. Buku Praktis Ahli Gizi. Poltekkes Malang.
Puspayanti. 2010. Pantangan Buat Ibu 40 Hari Pasca Persalinan. http://www.khasanah.com.id, 11
April 2010.
Sulistyawati. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta : Andi Offset.
Sukarni Mariyati. 2000. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta : Kanisius.
Supariasa, Nyoman Dewa I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.
Sunita, 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Suhardjo. 2000. Prinsip-Prinsip Imu Gizi. Jakarta : Kanisius.
Winarno, F. G (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

73

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

HUBUNGAN USIA DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN CA CERVIX DI RSUD


SIDOARJO TAHUN 2009
Dyah Siwi Hety
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis paritas ibu dengan kejadian kanker serviks di
RSUD Sidoarjo pada tahun 2009. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan desain
penelitian case control dengan variabel independen paritas dan variabel dependen kejadian kanker
serviks, dengan jumlah populasi 40 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 26 Juni 2010. Pengumpulan data menggunakan metode
checklist dan isntrumen pengumpulan data berupa penulusuran data sekunder. Pengolahan data
menggunakan uji mann whitney dengan derajat kemaknaan = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 orang pasien VK kandungan RSUD Sidoarjo
pada tahun 2009 didapat hasil 60% pasien terjadi kanker serviks dengan paritas tinggi. 40% pasien
terjadi kanker serviks dengan paritas rendah. 42,5% pasien terjadi kanker serviks pada stadium 0.
45% pasien terjadi kanker serviks pada stadium I. 12,5% pasien terjadi kanker serviks pada stadium
II. Hasil uji mann whitney menunjukkan antara paritas dengan kejadian kanker serviks diperoleh
hasil perhitungan 0,236 > 0,05, sehingga Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara paritas dengan
kejadian Ca Cerviks.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Ca Cerviks : Human Papilloma Virus,
merokok, hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini, berganti-ganti pasangan seksual,
gangguan system kekebalan tubuh, pemakaian pil KB, infeksi herpes genetalis atau infeksi klamidia
menahun, lanjut usia, kegemukan, menstruasi pertama di usia dini, menopause yang terlambat dan
belum pernah hamil.
Simpulan penelitian ini adalah pasien rawat inap dengan paritas tinggi cenderung terkena
kanker serviks lebih besar dibandingkan pasien dengan paritas rendah. Penyakit kanker serviks
adalah jenis penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan. Salah satu upaya mencegah kanker
serviks adalah dengan membatasi jumlah anak dan melakukan pemeriksaan pap smear sebagai upaya
pencegahan kanker serviks.
Kata kunci : Paritas, Kanker serviks
A. PENDAHULUAN
Kanker leher rahim (Ca Cervix) merupakan penyakit kanker kedua terbanyak yang
dialami oleh wanita di seluruh dunia. Sesuai namanya, kanker leher rahim adalah kanker yang
terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu
masuk ke arah rahim, yang terletak diantara uterus dengan vagina. (Elitha, 2008).
Penyakit kanker merupakan penyakit yang sulit di deteksi mulai dari penemuannya,
biasanya tidak memberikan keluhan yang mencemaskan penderita, sehingga kebanyakan
penderita datang pada stadium lanjut. Penentu diagnosa yang tidak dapat dilakukan seketika
memerlukan proses yang cukup memakan waktu, pengobatannya tidak sederhana karena
tindakan operasi bukanlah akhir dari segalanya, dibutuhkan serangkaian pengobatan lain yang
tidak semua individu memberi hasil yang serupa. (Mustokoweni, 2002).
Penyebab langsung dari kanker serviks belum diketahui faktor resiko yang dapat
meningkatkan terjadinya kanker serviks sebagai berikut hubungan seks pada usia muda,
pasangan seksual yang berganti-ganti, jumlah kelahiran (paritas) dan jarak terlalu pendek dan
terlalu banyak, infeksi virus, rokok sigaret, defisiensi gizi (Setiawan Dalimartha, 2003 : 11).
Kanker leher rahim atau lebih dikenal dengan nama kenker serviks merupakan penyakit
nomor 1 yang membunuh kaum hawa di Indonesia. Setiap tahun, terdapat 15.000 kasus baru dan
8.000 diantaranya meninggal dunia, bahkan 1 perempuan meninggal tiap jamnya karena ini.

74

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Salah satu penyebab hilangnya nyawa manusia dengan mudah itu karena informasi yang
berkaitan dengan kanker serviks belum dapat menjangkau seluruh masyarakat, terutama wanita.
Padahal, semua wanita beresiko terkena kanker yang menyerang organ utama mereka (Elitha,
2008).
Menurut International Agency for Researchon Cancer (IARC), 85% dari kasus kanker
di dunia, yang berjumlah sekitar 493.000 dengan 273.000 kematian, terjadi di negara-negara
berkembang. Di indonesia pengidap Ca Cervix adalah terbanyak diantara pengidap kanker
lainnya, bahkan di seluruh dunia adalah nomer kedua setelah Cina. Salah satu alasan semakin
berkembangnya Ca Cervix tersebut disebabkan oleh rendahnya cakupan deteksi dini kanker
servikx, seperti Pap Smear di Indonesia. Berdasarkan estimasi data WHO tahun 2008, terdapat
hanya 5% wanita di negara berkembang, termasuk Indonesia yang mendapatkan pelayanan Pap
Smear, sedangkan di negara maju hampir 70% wanita melaksanakan pemeriksaan Pap Smear.
Menurut perkiraan departemen kesehatan di Indonesia ada sekitar 100.000 penduduk atau
200.000 kasus setiap tahunnya, selain itu lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah sakit
ditemukan stadium lanjut. (Elitha, 2008). Data menurut YKWK (Yayasan Kanker Wisnu
Wardhana Kayon) Surabaya di Propinsai Jawa Timur pada tahun 2005 diperkirakan tercatat +
75.000 kasus baru setiap tahunnya.
Kanker leher rahim merupakan jenis penyakit yang paling banyak ke dua di dunia yang
diderita oleh wanita di atas 15 tahun. Sekitar 500.000 wanita di seluruh dunia di diagnosis
menderita kanker leher rahim dan rata-rata 270.000 meninggal tiap tahunnya. Untuk Indonesia,
kanker leher rahim atau yang juga disebut kanker serviks merupakan jenis kanker paling banyak
yang di derita perempuan. Tanpa memandang usia dan latar belakang, setiap perempuan
beresiko terkena penyakit yang disebabkan oleh virus human papilloma (HPV) ini. Bahkan
kanker ini sering menjangkiti dan membunuh wanita usia produktif (30-50 tahun). (Elitha,
2008).
Pemeriksaan pap smear adalah pengamatan sel sel yang di exploitasi dari genetalia
wanita. Tes pap smear telah terbukti dapat menurunkan kejadian kangker serviks dengan dengan
ditemukan stadium pra kanker, Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) dan segera ditangani
sebagaimana diketahui biasanya stadium pra kanker ini belum menimbulkan keluhan keluhan
dan pap smear telah terbukti dapat menurunkan kejadian kanket serviks 70%. (Soepardiman,
2002).
Upaya mengurangi morbiditas dan mortalitas kanker serviks diperlukan pencegahan
yang terdiri dari berbagai tahap yaitu pencegahan primer dengan cara peningkatan pengetahuan
ibu, merupakan usaha mengurangi / menghilangkan kontak dengan karsinogen untuk mencegah
insisi dan promosi pada proses karsiogenesis. Pencegahan sekunder yaitu skrening dan deteksi
dini, salah satunya dengan menggunakan pap smear yang merupakan usaha untuk menentukan
kasus ini sehingga penyembuhan dapat ditingkatkan dan pencegahan tersier merupakan
pengobatan untuk mencegah komplikasi klinis dan kematian awal. (Farid Aziz 2002)
Berdasarkan data yang dari studi pendahuluan tanggal 30 April 2010 di RSUD Sidoarjo
di poli kandungan sepanjang tahun 2008 diperoleh secara keseluruhan jumlah ibu yang
menderita ca cervix tahun 2008 adalah 68 orang. Bulan Januari Maret 10 (14,7%), April Juni
15 (22,1%), Juli September 20 (29,4%), dan Oktober Desember 23 (33,8). Berdasarkan data
di atas setiap triwulannya mengalami peningkatan. Berdasarkan data tersebut diatas, penulis
tertarik untuk mengangkat masalah usia dan paritas yang mempengaruhi kejadian ca cervix
tahun 2009.
B.
1.

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Paritas
a. Pengertian Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup di
luar rahim (28 mingu) (Syarifudin, 2003).
Paritas adalah status melahirkan anak pada seorang wanita (Farrer, 2001)

75

HOSPITAL MAJAPAHIT
b.

2.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Klasifikasi Paritas
1). Nullipara adalah wanita yang tidak pernah melahirkan seorang anak (Nuswantari,
2005).
2). Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak yang cukup besar untuk
hidup di dunia luar (Matur/ Preamtur (Rustam, 2002).
3). Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari 1 kali
(Sarwono,2007 : 23).
4). Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan bisa
mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan
Paritas dibagi menjadi :
1). Paritas tinggi : bila jumlah anak leih dari 3 orang
2). Paritas rendah : bila jumlah anak kurang dari 3 orang atau sama dengan 3 (Sarwono,
2000 : 23).

Konsep Dasar Kanker Serviks


a. Pengertian Kanker Serviks
Kanker dapat didefinisikan sebagai perkembangan sel secara abnormal dan
terkendali yang akan terus mengalami pertumbuhan kecuali jika ada yang bisa
menghentikannya (Gregg Miller, 2008).
Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah jenis penyakit kanker yang terjadi
pada daerah leher rahim, yaitu bagian rahim yang terletak di bawah, yang membuka ke
arah liang vagina. Berawal dari leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut kanker ini
bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh (Farrasbiyan, 2009).
Kanker serviks (kanker mulut rahim) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam
leher rahim/ serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina).
Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun (Ika Siresa, 2007).
Kanker di uterus atau rahim sebenarnya adalah kanker pada badan rahim yang
sebenarnya mempunyai perbedaan jaringan dengan leher rahim. Penaykit ini lebih sering
mnyerang wanita usia lanjut, terutama wanita yang telah mengalami menopause. Wanita
yang menderita kanker wahim biasanya disarankan untuk mau dilakukan hysterektomy
(dilakukan operasi perngangkatan rahim) (Abdul Ghofar, 2009).
b. Penyebab Kanker Leher Rahim
Penyebab dari terjadinya kelainan pada sel leher rahim tersebut tidak diketahui
secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang dapat berpengaruh terhadap
terjadinya kanker serviks tersebut :
1). HPV (Human Papilloma Virus)
HPV (Human Papilloma Virus) adalah suatu virus yang dapat menyebabkan terjadinya
kutil pada daerah genital (Kondiloma Akuminata), yang ditularkan melalui hubungan
seksual. HPV sering diduga sebagai penyebab terjadinya perubahan yang abnormal
dari sel-sel leher rahim.
2). Merokok
Tembakau dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan mempenagruhi kemampuan
tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks.
3). Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini
4). Berganti-ganti pasangan seksual
5). Gangguan sistem kekebalan tubuh
6). Pemakaian pil KB
7). Infeksi herpes genetalis atau infeksi klamidia menahun
(Admin, 2008)
c. Faktor resiko kanker serviks menurut dr. Khoo Kei Siong :
1). Lanjut usia
2). Kegemukan (termasuk contohnya pada penderita diabetes)

76

HOSPITAL MAJAPAHIT

d.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

3). Menstruasi pertama di usia dini, menopause yang terlambat


4). Belum pernah hamil
Selain faktor-faktor di atas menurut Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba (2005) juga
masih terdapat faktor minor yang dapat meningkatkan kejadian karsinoma serviks
uteri adalah sosial ekonomi yang rendah, penghisap rokok, serta faktor ras dan
herediter.
Gejala Kanker Serviks
Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel serviks
merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa
tahun kemudian bisa menyebabkan kanker.
Perubahan pada sel-sel ini bisa dibagi ke dalam 2 kelompok :
1). Lesi tingkat rendah
Merupakan perubahan dini pada ukuran, bentuk dan jumlah sel yang membentuk
permukaan serviks. Beberapa lesi tingkat rendah menghilang dengan sendirinya, tetapi
yang tumbuh menjadi lebih besar dan lebih abnormal membentuk lesi tingkat rendah.
Paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 25-35 tahun, tetapi juga bisa terjadi
pada semua kelompok umur. Lesi ini biasa juga disebut displapsia ringan atau
neoplasia intraepitel servikal 1 (NIS 1).
2). Lesi Tingkat Tinggi
Ditemukan sejumlah besar sel pre kanker yang tampak sangat berbeda dari sel yang
normal. Perubahan prekanker ini hanya terjadi pada sel di permukaan serviks. Selama
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, sel-sel tersebut tidak akan menjadi ganas dan
tidak akan menyusup ke lapisan serviks ke lapisan lebih dalam. Lesi tingkat tinggi
paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 30-40 tahun. Lesi tingkat tinggi ini
juga biasa disebut displasia menengah atau displasia berat, NIS 2 atau 3, atau
karsinoma in situ.
Jika sel-sel abnormal menyebar lebih dalam ke dalam serviks atau ke jaringan maupun
organ lainnya, maka keadaannya disebut kanker serviks atau kanker serviks (rahim).
Kanker serviks paling sering ditemukan pada usia di atas 40 tahun. Ketika sel serviks
yang abnormal berubah menajdi keganasan dan menyusup ke jaringan di sekitarnya
akan muncul gejala sebagai berikut :
a). Perdarahan vagina yang abnormal, setelah melakukan hubungan seks dan
menopause
b). Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak)
c). Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink, coklat,
mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.
d). Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan
e). Nyeri panggul, punggung atau tungkai
f). Dari vagina keluar air kemih atau tinja
g). Patah tulang (fraktur)
(Vivi, 2008)
Menurut Dr. Ida Bagus Gde Manuaba gejala kanker serviks dikelompokkan
menjadi 3 tahap diantaranya :
1). Gejala dini
Keluhan leukore yang sulit disembuhkan, terdapat kontak berdarah, dan kadangkadang terjadi perdarahan mendadak (spotting).
2). Gejala stadium medium
Leukore terus-menerus bahkan berbau, nyeri di aerah sakral karena metastasenya.
Pada akhir stadium pertengahan terdapat infiltrasi ke daerah sekitarnya, mengenai
ureter, kelenjar getah limfe, serat saraf sehingga menimbulkan trias karsinoma serviks
uteri, yaitu :

77

HOSPITAL MAJAPAHIT

e.

f.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

a). Nyeri daerah sakral


b). Bendungan aliran limfe menimbulkan edemi tungkai
c). Obstruksi ureter terjadi hidroneprosis pada ginjal
3). Gejala stadium lanjut
Lokal :
a). Bendungan fungsi ginjal menimbulkan uremia
b). Gangguan aliran limfe menimbulkan odema tungkai
c). Timbul fistula rektovaginal atau vesiko vaginal
d). Perdarahan terus menerus dan disertai bau
e). Kadang-kadang terjadi perdarahan mendadak yang banyak
f). Kencing berdarah
g). Berak berdarah
Lokal dan metastase jauh :
a). Gejala klinik lokal
b). Gejala klinik yang ditimbulkan oleh organ yang terkena metastase
Diagnosis Kanker Rahim
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut :
1). Pemeriksaan Panggul
Pemeriksaan pada vagina/ kemaluan, rahim, indung telur, kandung kencing dan
saluran buang air besar terhadap adanya pembengkakan yang tidak normal atau
adanya perubahan bentuk yang tidak normal (Abdul Ghofar, 2009).
2). Pap Smear
Pemeriksaan Pap Smear untuk mengambil sebagian jaringan untuk memastikan
adanya kanker serviks. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks
secara kurat dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian
akibat kanker serviks pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah
aktif secara seksual atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani Pap
Smear secara teratur yaitu 1 kali/ tahun. Jika selama 3 kali berturut-turut menunjukkan
hasil yang normal, pap semar bisa dilakukan 1 kali/ 2-3 tahun.
Hasil pemeriksaan Pap Smear menunjukkan staidum dari kanker serviks (rahim) :
a). Normal
b). Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
c). Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
d). Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar)
e). Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau
ke organ tubuh lainnya)
3). Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka
pada serviks, atau jika pap semar menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker.
4). Kolposkopi (Pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Pemeriksaan ini menggunakan teropong untuk melihat dengan lebih teliti pada leher
rahim/ serviks. Akan tetapi, cara ini jarang digunakan (Abdul Ghofar, 2009).
5). Tes Schiller
Serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi
coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menadi putih atau kuning (Vivi, 2009).
Stadium Kanker Serviks
Stadium kanker merupakan faktor kunci yang menentukan pengobatan apa yang
akan diambil. Biasanya pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa gambaran radiologi,
pemeriksaan seperti X-Ray.
1). Stadium 0
Kanker hanya ditemukan pada lapisan atas dari sel-sel pada jaringan yang melapisi
leher rahim. Tingkat ini disebut juga carcinoma in situ.

78

HOSPITAL MAJAPAHIT

g.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

2). Stadium I
Kanker hanya terbatas pada serviks
3). Stadium II
Kanker pada stadium ini termasuk serviks dan uterus, namun belum menyebar ke
dinding pelvis atau bagian bawah vagina.
4). Stadium III
Kanker pada stadium ini telah menyebar dari serviks dan uterus ke dinding pelvis atau
bagian bawah vagina.
5). Stadium IV
Pada stadium ini kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung kemih atau
rektum, atau telah menyebar ke daerah lain di dalam tubuh, seperti paru-paru, hati atau
tulang.
(Sarwono, 2005)
Pengobatan Ca Cervix
1). Stadium Ia
Pengobatan yang utama lewat operasi sederhana dilakukan pada tingkat stadium awal,
yang disebut dengan konisasi (pemotongan rahim seperti kerucut), karena dalam
stadium awal (pra kanker) dari 0-1A. Kanker masih berada di sel-sel selaput lendir.
Operasi dilakukan apabila pasien masih ingin hamil. Bila tak ingin hamil lagi akan
dilakukan histerektomi simple (rahim diangkat semua). Tujuannya agar kanker tak
kambuh lagi.
2). Stadum Ib
Pada stadium ini dapat diterapi dengan histerektomi radikal dan terapi radiasi.
Histerektomi itu sendiri adalah suatu pembedahan untuk membuang rahim bersama
dengan bagian yang bersebelahan dengan vagina, ligamen kardinale, ligamen utero
sakral dan penopang kandung kemih. Keuntungan dari pembedahan adalah bahwa
ovarium dapat terhindar pada wanita-wanita pra menopause. Mungkin juga terdapat
lebih sedikit interverensi pada fungsi coitus. Komplikasi yang melibatkan rektum,
ureter, atau kandung kemih lebih jarang terjadi setelah histerektomi radikal
dibandingkan setelah terapi radiasi, dan perbaikan akan berhasil kalau cedera
sungguh-sungguh terjadi.
Pada pasien dengan penyakit stadium Ib, radiasi dapat merupakan satu-satunya cara
terapi, dan dalam hal ini terapi di dalam atau di luar rahim dibutuhkan. Radiasi dapat
diberikan sebelum pembedahan sebagai upaya untuk menyusutkan lesi serviks yang
sangat besar dan menjadikannya dapat diatasi dengan prosedur pembedahan yang
lebih terbatas. Terapi radiasi ditoleransi dengan baik oleh sebagian besar pasien yang
berkontra indikasi terhadap pembedahan.
3). Stadium IIa
Pada pasien dengan keterlibatan forniks vagina yang minimal, pembedahan radikal
atau terapi radiasi dapat digunakan sama seperti pada pasien dengan lesi stadium Ib.
Bila vagina bagian atas terlibat luas terapi pilihannya adalah terapi radiasi saja.
4). Stadium IIb
Sebagian besar pasien dengan lesi stadium Iib diterapi dengan kombinasi dari sinar
luar dan terapi radiasi dalam rongga. Sebagian pasien dengan lesi yang lebih menonjol
besar dapat dipilihkan suatu histerektomi ekstrafasial tambahan setelah terapi radiasi
sebagai upaya untuk mengurangi resiko penyakit sentral yang terus berlanjut.
5). Stadium IIIa dan IIIb
Pasien ini diterapi hampir semata-mata dengan terapi radiasi, biasanya terapi luar
diikuti dengan radium atau sesium dalam rongga. Terdapat protokol penelitian yang
menggunakan kombinasi dari kemoterapi dan radiasi sebagai upaya untuk
memperbaiki laju penyembuhan, karena banyak pasien ini mempunyai metastasis jauh
yang samar.

79

HOSPITAL MAJAPAHIT

h.

i.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Pada pasien dengan penyakit yang secara lokal parah, distorti serviks dan vagina dapat
menyulitkan penerapan terapi radiasi dalam radiasi interstitial dapat diberikan untuk
mendapat distribusi dosis yang lebih baik daripada yang mungkin diapai oleh terapi
dalam rongga.
6). Stadium IVa
Terapi radiasi pelvis digunakan pada sebagian besar pasien ini. Kalau terapi radiasi
mengakibatkan regresi tumor yang hanya sebagian, suatu eksentrasi pelvis
penyelamatan dapat dilakukan. Eksentrasi pelvis primer jarang dilakukan, biasanya
bila pasien mengalami rektovagina atau vesikovagina.
7). Stadium IVb
Pasien ini dapat diebri beberapa terapi radiasi pelvis untuk meredakan perdarahan dari
vagina, kandung kemih, atau rektum. Karena terdapat metastasis yang jauh aka
kemoterapis ering digunakan etrapi hanya bersifat paliatif.
(Hacker, 2001).
Apabila kanker serviks sudah bearda dalam stadium 2B ke atas, operasi tak lagi
bisa dilakukan melainkan dengan radiasi atau penyinaran. Sayangnya, penyinaran memiliki
komplikasi indung telur ikut mati terkena radiasi. Akibatnya hormon pun mati. Padahal
hormon diperlukan untuk gairah seksual, haid, mencegah osteoporosis, dan jantung.
Komplikasi lainnya dalam penyinaran bukan enggak mungkin terkena organ lain semisal
dubur, dan saluran kencing. Terkadang terjadi luka bakar pada dubur dan terjadi diare atau
perdarahan terus menerus. Kalau terjadi demikian maka dubur atau salruan kencing harus
diangkat, sebagai gantinya akan dibuatkan dubur atau saluran kencing baru lewat perut.
Bahkan akibat penyinaran vagina pun menjadi kaku sehingga penderita tidak dapat
berhubungan seks. Lain dengan operasi, kendati vagina diangkat tapi masih tetp bsia
berhubungan (Greg Miller, 2003).
Vaksin pencegah kanker serviks
Vaksin pertama Gardasilr untuk mencegah infeksi 2 tipe HPV yang menyebabkan
kanker, yaitu tipe 16 dan 18. Sekitar 70% kanker serviks berkaitan dengan kedua tipe HPV
ini. Vaksin ini juga bekerja mencegah 2 tipe HPV lain yang tidak menyebabkan kanker,
yaitu 6 dan 11, namun kedua tipe ini menyebabkan 90%genital warts (kulit). Vaksin ini
diberikan melalui injeksi intramuskular (IM) 0,5 ml sebanyak 3x selama 6 bulan dan dosis
kedua diberikan 2 bulan setelah vaksin pertama dan dosis ketiga diberikan 2 bulan setelah
dosis pertama.
Vaksin kedua adalah cervarix yang memberikan perlindungan terhadap infeksi
HPV tip 16 dan 18 diberikan dalam bentuk 0,5 ml injeksi yang terbagi dalam 3 dosis. Pada
vaksin ini dosis kedua diberikan sebulan setelah dosis pertama dan dosis ketiga diberikan 6
bulan setelah dosis pertama. Uji klinis menunjukkan bahwa efektifitas kedua vaksin ini
dalam mencegah infeksi persisten HPV tipe 16 dan 18 mencapai 95%. Vaksin ini juga
memiliki efektifitas hingga 10% dalam mencegah infeksi HPV spesifik yang
membahayakan lesi servikal, jika diberikan pada wanita yang seksual aktif atau pada
wanita tanpa riwayat infeksi dengan HPV tipe ini sebelumnya. Pengguna vaksin secara luas
berpotensi menurunkan kematian akibat kanker serviks sebanyak 50% dalam beberapa
dekade, bahkan ada yang memperkirakan hingga 71 %, dimana hal ini dipengaruhi oleh
durasi dan kekuatan perlindungan yang diberikan oleh vaksin.
Pola Makan Yang Sehat
Pola makan memegang peranan yang sangat penting di dalam mencegah kanker.
Ada bukti ilmiah yang sangat kuat bahwa mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, gandum,
kacang-kacangan, polong-polongan dan serat dapat memberikan manfaat yang sangat
besar.
Dalam sebagian besar kasus melakukan penyesuain pada pola makan sudah
memadai untuk menghasilkan efek yang menguntungkan bagi kesehatan. Sebenamya
sangat sulit untuk menentukan senyawa apa yang persisnya dapat membuat kita terlindung

80

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

dan kanker, dan tampaknya banyak senyawa-senyawa untuk menghasilkan manfaat yang
positif.
Beberapa zat dalam makanan sehat yang diyakini bisa mencegah kanker adalah :
1) . Vitamin A (retinol)
Vitamin A atau retinol ini memegang peranan penting di dalam mempertahankan
kelenturan dan lapisan dalam kulit serta membran-membran lendir dan selain itu juga
sangat penting bagi pertumbuhan, fungsi hormon dan daya penglihatan. Vitamin
terkandung di dalam makanan yang berasal dari sumber hewani, terutama minyak
ikan, keju, telur, mentega, dan susu berlemak.
2) . Karotin atau karotinoid
Karotinoid atau karotin adalah bahan dasar dari vitamin A, dimana jika zat ini masuk
ke dalam tubuh maka akan dikonversi menjadi vitamin A. Zat ini terkandung di dalam
jeruk dan sayuran dan buah lain yang berwarna kuning, terutama wortel, pir, alpukat,
labu, blewah, dan juga terdapat pada sayuran hijau.
3) . Betakarotin
Betakarotin diketahui memiliki sifat antioksidan yang sangat kuat dan bisa membantu
dalam melindungi sel-sel dan kerusakan serta dapat melindungi sel dari kemungkinan
terjadinya kanker ketika dikonsumsi bersama dengan selenium dan vitamin E dalam
jumlah yang cukup. Makan banyak sayuran dan buah yang mengandung zat
pravitamin ini adalah salah satu cara mudah untuk membantu dalam melindungi diri
kita dari kanker
4) . Vitamin C
Vitamin ini memegang peranan penting di dalam menjaga kekuatan dinding sel dan
jaringan pengikat sehingga sangat penting bagi kesehatan pembuluh darah, kulit,
kartilage, tendon, ligamen, gusi dan membran-membran pelapis organ. Sumber terbaik
dan Vitamin C adalah blackberry, red berry, buah-buahan lain, sayuran, kentang,
mangga, pepaya, paprika merah, tomat dan jus buah.
5) . Asam folat
Asam folat adalah salah satu dari vitamin-vitamin B dan zat ini sangat penting bagi
kelancaran fungsi kerja vitamin B12 di dalam memproduksi sel darah merah dan di
dalam melakukan metabolisme terhadap lemak, karbohidrat, dan protein. Sumber dan
asam folat adalah sayuran hijau, ragi, kacang, bulir gandum, polong-polongan, ginjal
dan hati.
6) . Flavonoid
Flavonoid adalah beberapa jenis pigmen alami dalam tanaman yang ada di dalam buah
dan sayuran hijau. Zat ini banyak memiliki sifat anti kanker, anti alergi, anti
peradangan, dan beberapa diantaranya memiliki efek seperti hormon. Flavonoid dapat
ditemukan didalam bahan pangan seperti jeruk sitrun, apel, mangga, tomat, bawang
merah, bawang putih dan teh hijau.
7) . Selenium
Selenium adalah sejenis mineral yang telah banyak dikenal belakangan ini kerena
memiliki kemampuan anti oksidan yang tinggi. Selenium terdapat pada beberapa jenis
bahan makanan seperti ikan, terutama ikan yang dagingnya memiliki banyak minyak
(halibut dan tuna), kerang, kuning telur, ginjal, hati, daging, kacang brazol, mentega,
produk-produk susu, bulir gandum, dan apokat (Greg Miller, 2008)
C. METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah analitik kolerasional yaitu merupakan penelitian yang
mengkaji hubungan antara variabel. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan hubungan kolerasi
antara variabel (Nursalam, 2008; 82). Dengan menggunakan metode pendekatan Case Control
yaitu suatu penelitian (survey) analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari

81

HOSPITAL MAJAPAHIT

2.

3.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

dengan menggunakan pendekatan dan selanjutnya ditelusuri cara retrospektif yaitu untuk
melihat atau mengukur factor resiko dengan melihat ke belakang dari suatu kejadian (Hidayat,
2008 : 51).
Hipotesis
Dalam penelitian ini hipotesis yang akan dibuktikan adalah hipotesis penelitian ini
menyatakan hubungan antara usia dan paritas dengan kejadian Ca Cervix.
Populasi, sampel, variabel dan definisi operasional
Populasi dalam penelitian ini sebanyak 70 orang adalah ibu yang menderita Ca Cervix
di RSUD Sidoarjo Periode Januari Desember 2009. Dalam penelitan ini sampel yang
digunakan adalah semua ibu yang menderita Ca Cervix di RSUD Sidoarjo tahun 2009.
Penelitian ini menggunakan teknik Non Probability sampling dengan memakai total sampling.
Dalam penelitian ini variabel independennya adalah usia dan paritas. Sedangkan variabel
dependennya adalah kejadian Ca Cervix.
Tabel 38. Definisi Operasional Hubungan antara paritas dengan kejadian Ca Cervix.
No.
Variabel
Definisi Operasional
Kriteria
Skala
1. Variabel
Keadaan wanta berkaitan Paritas ibu meliputi :
Nominal
independent
dengan jumlah anak 1. Paritas rendah bila
Paritas
yang dilahirkan
jumlah anak yang
dimiliki < 3 orang (1-3)
2. Paritas tinggi bila
jumlah anak yang
dimiliki > 3 orang
2. Variabel
Kanker yang terjadi
1. Stadium 0
Ordinal
dependent
dalam serviks uterus
Terbatas pada
Kanker cervix
suatu daerah pada organ
permukaan servix
reproduksi wanita yang 2. Stadium 1
merupakan pintu masuk
Terbatas pada servix
ke arah rahim yang
3. Stadium 2
terletak diantara rahim
Belum menyebar ke
dengan liang senggama
dinding pelvis
4. Stadium 3
Telah menyebar dari
servix
5. Stadium 4
Sudah menyebar
keseluruh tubuh
(Sarwono, 2005:378)

4.

Teknik Analisis Data


Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis
univariat yaitu untuk melihat proporsi paritas ibu dan kejadian kanker serviks dalam bentuk
prosentase dari masing-masing kejadian kanker serviks dalam bentuk prosentase dari masingmasing variabel yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Rumus yang digunakan adalah :

f
x 100%
N

Keterangan :
P : prosentase
f
: frekuensi
N : jumlah seluruh observasi

82

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau
berkorelasi. Dalam analisis ini dapat dilakukan uji Mann Whitney :

Keterangan :
n1 : Jumlah sampel 1
n2 : Jumlah sampel 2
U1 : Jumlah peringkat 1
U2 : Jumlah peringkat 2
R1 : Jumlah ranking pada sampel n1
R1 : Jumlah ranking pada sampel n2
D. HASIL PENELITIAN
1. Data Umum
a. Karakteristik Umur Responden.
Tabel 38. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di RSUD Sidoarjo
Tahun 2009
No
Umur
Jumlah (N)
Prosentase (%)
1.
< 20 tahun
8
22,5
2.
20 35 tahun
14
35
3.
> 35 tahun
17
42,5
Jumlah
40
100
Sumber : rekam medik VK kandungan RSUD Sidoarjo tahun 2009

b.

2.

Berdasarkan tabel 38 menunjukkan bahwa prosentase terbesar umur lebih dari 35


tahun 17 responden (42,5%).
Karakteristik Pendidikan Responden.
Tabel 39. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di RSUD
Sidoarjo Tahun 2009
No
Pendidikan
Jumlah (N)
Prosentase (%)
1.
SD
15
37,5
2.
SMP
16
40
3.
SMA
9
22,5
Jumlah
40
100
Sumber : rekam medik VK kandungan RSUD Sidoarjo tahun 2009

Berdasarkan tabel 39 menunjukkan bahwa prosentase terbesar pendidikan SD 15


responden (37,5%).
Data Khusus
a. Paritas.
Tabel 40. Distribusi Data Berdasarkan Paritas Pasien Rawat Inap di VK Kandungan
di RSUD Sidoarjo Tahun 2009
Paritas
Jumlah (N)
Prosentase (%)
Paritas Rendah ( 3 orang)
16
40
Paritas Tinggi (> 3 orang)
24
60
Jumlah
40
100
Sumber : Data rekam medik di VK Kandungan di RSUD Sidoarjo

83

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Berdasarkan tabel 40 menunjukkan bahwa prosentase terbesar paritas tinggi 24


responden (60%).
b.

Stadium Kanker.
Tabel 41. Distribusi data berdasarkan Stadium Kanker Serviks di VK Kandungan di
RSUD Sidoarjo Tahun 2009
Stadium Kanker Serviks
Jumlah (N)
Prosentase (%)
Stadium 0
17
42,5
Stadium I
18
45
Stadium II
5
12,5
Stadium III
0
0
Stadium IV
0
0
Jumlah
40
100
Sumber : Data rekam medik di VK Kandungan di RSUD Sidoarjo
Berdasarkan tabel 41 menunjukkan bahwa prosentase terbesar stadium I 17
responden (42,5%).

E.
1.

2.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN


Paritas Pasien
Pada penelitian ini didapatkan data paritas pasien rawat inap di VK kandungan RSUD
Sidoarjo tahun 2009 dengan paritas rendah atau yang memiliki jumlah anak 3 orang (1 3
orang) sebesar 16 orang (40%) dan dengan paritas tinggi atau yang memiliki jumlah anak > 3
orang sebesar 24 orang (60%).
Paritas merupakan keadaan dimana seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang
dapat hidup (Bertiani, 2009 : 46). Paritas yang berbahaya adalah dengan memiliki jumlah anak
yang lebih dari 2 orang atau jarak persalinan terlampau dekat, sebab dapat menyebabkan
timbulnya perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut rahim dan dapat berkembang jadi
keganasan.
Orang yang terkena kanker serviks dengan paritas tinggi 1-2x lebih besar resiko
dibandingkan dengan orang dengan paritas rendah Paritas merupakan faktor risiko terhadap
kejadian kanker servik dengan besar risiko 4,556 kali untuk terkena kanker servik pada
perempuan dengan paritas > 3 dibandingkan perempuan dengan paritas 3 dengan hubungan
yang ditimbulkan bermakna sehingga HO ditolak.
Kejadian Kanker Serviks
Pada penelitian ini didapatkan data pasien rawat inap yang mengalami stadium 0, 17
orang (42,5%), stadium I, 18 orang (45%), stadium II, 5 orang (12,5%). Menunjukkan bahwa
kejadian kanker serviks pada tahun 2009 di di RSUD Sidoarjo mengalami penurunan.
Kanker serviks adalah sebuah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau
serviks, yaitu bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina (Bertiani, 2009 :
25). Deteksi kanker serviks ini dilakukan melalui pemeriksaan PAP SMEAR, dikatakan
menderita kanker serviks jika hasil papsmear positif terdapat sel-sel ganas pada pemeriksaan
mikroskopi, berdasarkan hasil papsmear diketahui bahwa kanker serviks yang ditemukan
kebanyakan berada pada stadium lanjut sehingga pengobatan yang dilakukan kurang optimal,
pengobatan yang dilakukan adalah melakukan biopsi.
Menurut penelitian di Australia dilaporkan setidaknya ada 85 penderita kanker serviks
dan 40 pasiennya meninggal dunia. Salah satu sumber penularan utama (70%) adalah hubungan
seksual. Sebab kanker ini ditularkan melalui HPV atau (Human Pappiloma Virus). HPV ini
menyerang mulai adanya kematangan seksual. Mulai anak umur 9 tahun hingga lansia umur 70
tahun. Dengan begitu maka ada kontak seksual, sangat mungkin selama hidup seorang wanita
masih berada dalam ancaman HPV. Kanker leher rahim memang dapat dicegah. Meskipun
begitu penderita terbanyak adalah penduduk Indonesia bila dibandingkan negara-negara

84

HOSPITAL MAJAPAHIT

3.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

berkembang lainnya. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 400 ribu kasus baru kanker leher
rahim (cercival cancer), sebanyak 80% terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang
(bertiani, 2009 : 25).
Menurut margatan Arcole faktor hormon merupakan penyebab lain, setiap kehamilan
memiliki resiko untuk mengalami perubahan hormonal dalam arti menjadi peka terhadap virus
rangsangan hormon esterogen yang kontinue bisa menimbulkan perubahan sesl-sel dalam rahim
yang berpengaruh pada tumbuhnya sel-sel kanker, selain itu infeksi disetiap bagian tubuh yang
tidak segera diatasi akan memicu terjadinya perubahan sel normal. Wanita yang sering
melahirkan bibir rahimnya semakin melemah dan gampang terinfeksi berbagai kuman penyakit,
seringnya seorang ibu mengalami persalinan menyebabkan terjadi perobekan bagian leher rahim
yang tipis sehingga ada kemungkinan peradangan yang selanjutnya berubah menjadi kanker
(Margatan Arcole, 1996 : 13).
Beberapa penelitian menyimpulkan pada wanita hamil sering mengalami defisiensi zat
gizi termasuk defisiensi asam folat, defisiensi asam folat dapat meningkatkan resiko terjadinya
displasi ringan dan sedang, serta kemungkinan meningkatkan resiko terkena kanker serviks pada
wanita hamil yang makannya rendah beta karotin dan retinon (Vitamin A) (Setiawan
Dalimartha, 2003 : 12).
Di RSUD Sidoarjo penyakit kanker serviks diketahui melalui pemeriksaan papsmear
menyatakan negatif kanker serviks terjadi kanker serviks jika hasil papsmear menyatakan positif
kanker serviks, pengambilan lesi dilakukan oleh dokter spesialis obgyn di poli kandungan,
begitu juga penilaian stadium kanker serviks.
Penanganan atau pengobatan kanker serviks di RSUD Sidoarjo hanya pada pasien
dengan kanker serviks stadium 0, I, dan II. Pada stadium III, IV penderita kanker serviks dirujuk
di RSU dr. Soetomo.
Penatalaksanaan pada pasien positif kanker serviks stadium 0 dan I, II di RSUD
Sidoarjo adalah dengan dilakukan biopsi kerucut, biopsi dilakukan tidak hanya sekali. Tapi
beberapa kali tergantung stadium kanker serviks (biopsi ulangan dilakukan untuk melihat
apakah kanker serviks sudah sembuh atau belum) biopsi dilakukan di VK kandungan. Setelah
dilakukan biopsi pasien dilakukan perawatan di ruang kandungan dan kebidannan (mawar
hijau).
Dari tabel juga dapat dilihat bahwa pasien rawat inap yang mengalami kanker serviks
juga terjadi pada paritas rendah sebesar 15 orang (38%) hal ini disebabkan karena menikah di
usia muda (< 20 tahun) dan status perkawinan yang menikah lebih dari satu, seperti yang
dikemukakan Manuaba bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker serviks adalah
menikah di usia muda multi patner, kurangnya personal hygine , infeksi menahun sekitar serviks
(Manuaba, 2004 : 632) .
Kanker serviks merupakan salah satu jenis kanker yang dapat dicegah dan dapat
disembuhkan dari semua jenis kanker, kanker serviks tidak hanyaterjadi pada wanita dengan
paritas tinggi, wanita dengan paritas rendah juga berisiko terkena kanker serviks. Pencegahan
penyakit kanker serviks dapat diselenggarakan melalui penyuluhan kepada masyarakat tentang
penyebab dan faktor terjadinya kanker serviks serta pentingnya deteksi dini melalui
pemeriksaan papsmear.
Paritas dengan kejadian kanker servik
Berdasarkan hasil penelitian paritas tinggi dengan stadium 0 adalah 17 responden
(42,5%) setelah dilakukan uji Mann-Whitney didapatkan Dari hasil uji mann whitney dengan
= 0,05 dan hasil perhitungan 0,236 > 0,05 yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima yaitu
menunjukkan adanya hubungan antara paritas dengan kejadian kanker serviks.
Wanita yang berpotensi besar menderita kanker servik ini adalah para wanita yang
melakukan hubungan seksual di usia muda dan wanita sering berganti-ganti pasangan. Dari hasil
penelitian penderita kanker serviks ini juga banyak yang berasal dari sosial ekonomi lemah.
Perokok pasif atau pasif juga memiliki potensi menderita kanker serviks ini.

85

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Pada stadium awal tidak terdapat adanya gejala yang ditimbulkan dan sel-sel kanker
tidak dapat diamati dengan mata telanjang, sehingga banyak penderita yang diketahui setelah
stadium lanjut (stadium II ke atas) pada saat terjadinya gejala yang berupa keluarnya yang
berbau busuk, pendarahan setelah berhungan seksual dan pegal di perut bagian bawah. Jika
dilihat mata telanjang, kanker tumbuh seperti bunga kol. Seperti sifat bungan kol yang rapuh,
bila digosok dengan tangan maka bunga kol akan jatuh berhamburan. Begitu juga dengan
kanker ini sangat rapuh. Bila terkena sentuhan disaat hubungan seksual misalnya, maka kanker
akan rontok dan berdarah, bahkan bisa terjadi perdarahan yang memerlukan perawatan.
Penderita kanker serviks harus melakukan terapi, terapi kanker serviks termasuk terapi yang
sangat maju perkembangannya, dan penerapannya tergantung dari stadium yang di derita, usia
penderita, usia paritas, jumlah anak karena ada yang masih ingin punya anak, sosial ekonomi di
daerah tersebut (Kharisma, 2009).
Terapi yang mempertahankan rahim pada penderita yang masih ingin punya anak
disebut konisasi yaitu pemotongan bentuk kerucut pada mulut rahim dan terbatas pada daerah
yang terinfeksi saja sehingga fertilisasi masih dapat dipertahankan. Tujuan terapi untuk
membantu penderita mengurangi rasa sakit dan menghentikan pendarahan. Sifat lain dari kanker
serviks ini adalah dapat di deteksi dini dan bila diketahui pada stadium awal maka kanker ini
90% bisa diobati. Oleh sebab itu pakar kesehatan pada wanita indonesia dimanapun berada
untuk melakukan pencegahan dengan melakukan deteksi dini. Deteksi ini dapat dilakukan
dengan cara papsmear yang dilakukan rutin setahun sekali.
E.

PENUTUP
Hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa Paritas di RSUD Sidoarjo pada tahun 2009
adalah sebesar 40%, ibu dengan paritas rendah dan 60% ibu dengan paritas tinggi. Kejadian kanker
serviks di RSUD Sidoarjo pada tahun 2009 pada stadium 0 42,5%, stadium I 45%, stadium II
12,5%. Oleh sebab itu para wanita perlu melakukan pencegahan dengan melakukan deteksi dini
pada kanker serviks. Deteksi ini dapat dilakukan dengan cara papsmear yang dilakukan rutin setahun
sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2008. Kiat mencegah kanker rahim (http.//www/indoforum.org/archive/index.php/t53696.html), diakses 29 April 2010
Elita 2008. Pengertian Ca Cervix.http://kanker. Muslim.com), diakses 29 April 2010
Farid aziz. 2002. Jenis jenis kanker rahim para wanita waspadalah (http://kanker . muslim.com),
diakses 26 April 2010
Gregg miller. 2008. Pengertian Kanker (http ://kanker.com), diakses 28 April 2010
Hacker, Nevile f.(2001). Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates
Hidayat, Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta :
Salemba Medika
Nursalam.2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Prawirohardjo, Sarwono. 2000. Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Soepardiman. 2000. Macam-Macam Kanker. (http://gym7887.com), diakses 28 April 2010
Soepardiman. 2002. Penderita kanker terus meningkat (http ://www.mediaindo.co.id), diakses 28
April 2010
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta : Alfabeta
Vivi. 2008. Kiat Mencegah Kanker (http://indoforum.org/arvhive/index.php/t-53696.html, diakses 22
April 2010

86

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

KARAKTERISTIK IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN


POST PARTUM DI RB MEDIKA UTAMA WONOKUPANG
BALONGBENDO SIDOARJO TAHUN 2009
Sarmini Moedjiarto
Dosen Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto
ABSTRAK
Perdarahan post partum merupakan salah satu komplikasi persalinan yang dapat di pengaruhi
oleh berbagai penyebab. Salah satu penyebab terjadinya perdarahan post partum yaitu jarak
persalinan. Jarak persalinan yang terlalu dekat maupun terlalu jauh dapat beresiko terjadi perdarahan
post partum. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah adakah hubungan jarak persalinan
dengan perdarahan post partum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan jarak
persalinan dengan perdarahan post partum.
Jenis penelitian yang di gunakan adalah analitik dengan rancang bangun cross sectional.
Variabel independenya jarak persalinan dan varibel dependenya adalah perdarahan post partum.
Populasinya adalah semua ibu bersalin di RB Medika Utama Wonokupang kecamatan Balongbendo
Kabupaten Sidoarjo pada 1 Januari31 Desember 2009 sebanyak 386 ibu bersalin. Jumlah sampel
sebanyak 386 ibu bersalin dengan pengambilan sampel non probability sampling dengan teknik total
sampling di mulai tanggal 22 Mei 22 Juni 2010. Jenis pengumpulan data berupa data sekunder
melalui observasi dengan instrumen ckeck list. Uji statistik yang di gunakan adalah exact fisher.
Hasil penelitian di peroleh bahwa dari semua ibu bersalin yang memiliki jarak persalinan
kurang dari 2 tahun adalah sebanyak 42 responden (10,8%) dan yang memiliki jarak persalinan 2
tahun sebanyak 344 responden ( 89,2%). Dan ibu bersalin yang mengalami perdarahan post partum
sebanyak 33 responden (8,6%) dan yang tidak perdarahan post partum sebanyak 353 responden (
91,4%).42 responden yang memiliki jarak persalinan kurang dari 2 tahun yang mengalami
perdarahan post partum sebanyak 12 responden ( 3,1%) dan yang tidak mengalami perdarahan post
partum sebanyak 30 responden ( 7,7%)
Uji statistik yang di lakukan adalah uji statistik exact fisher dengan hasil p= 0,000. Hasil
nilai uji Fisher exact 0,000<p<0,05 maka Ho ditolak, H1 diterima artinya ada hubungan yang
bermakna antara variabel independen (jarak persalinan) dan variabel dependen ( perdarahan post
partum).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa jarak persalinan merupakan salah satu
penyebab predisposisi terjadinya perdarahan post partum. Perlu adanya penanganan obstetrik yang
efisian dalam pemantauan kehamilan agar komplikasi persalinan terhadap perdarahan post partum
bisa di cegah.
Kata Kunci : Jarak Persalinan, Perdarahan Post Partum
A. PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan salah satu hal yang harus mendapatkan perawatan cukup dalam
perkembangan janin, perawatan antenatal mempunyai tujuan untuk mengusahakan agar ibu
dan sampai pada akhir kehamilan sama sehatnya atau lebih sehat dari pada sebelum hamil.
(Jones, 2002 : 35).
Kehamilan dan persalinan merupakan proses alami, tetapi bukannya tanpa resiko dan
merupakan beban bagi seorang wanita. Ibu dapat mengalami keluhan fisik dan mental, sebagian
kecil mengalami kesukaran selama kehamilan dan persalinan. Salah satu resiko yang dapat
menyebabkan komplikasi pasca persalinan yaitu jarak persalinan (Poedji Rochjati, 2003 :56).
Ibu hamil dengan jarak kelahiran dengan anak terkecil (kurang dari 2 tahun) untuk
kesehatan fisik dan rahim masih butuh istirahat. Ada kemungkinan ibu masih menyusui, selain
itu anak tersebut masih butuh asuhan dan perhatian orang tuanya. Bahaya yang dapat terjadi

87

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

antara lain persalinan yang belum cukup bulan, bayi dengan berat badan rendah kurang dari
2500 gram (Poedji Rochjati, 2003 :56).
Jarak persalinan yang sehat adalah 2-5 tahun yang aman diharapkan dapat
mengembalikan fungsifungsi alatalat kandungan (involusio). Jika jarak persalinan kurang dari
2 tahun atau lebih dari 5 tahun maka dapat mengakibatkan kematian maternal lebih besar yang
diawali dengan berbagai penyulit diantaranya perdarahan post partum salah satunya (Poedji
Rochjati, 2003 : 57).
Perdarahan post partum adalah salah satu resiko terbesar yang menyebabkan terjadinya
kematian maternal. Frekuensi perdarahan post partum di Amerika Serikat sekitar 5-10%. Dan
dari laporan laporan baik di negara maju dan negara berkembang angka kejadian berkisar
antara 5%-15%. dan di Indonesia komplikasi perdarahan post partum 5,1% dari seluruh
persalinan (Admin, 2009 : 1).
Berdasarkan pembangunan kesehatan Indonesia yang telah dicapai sampai tahun 2008,
terdapat AKI (Angka Kematian Ibu) sebesar 248/100.000 KH/Kelahiran Hidup. Jumlah
kematian ini masih tinggi dan jauh dibawah standart yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia
untuk tahun 2010 yaitu menurunkan AKI sebesar 125/100.000 Kelahiran Hidup. Selain faktor
kemiskinan dan masalah aksesibilitas penanganan kelahiran 75% hingga 85% kematian
maternal disebabkan karena obstetrik langsung terutama akibat perdarahan. Padahal dari 90%
dari kematian itu bisa dihindari (Depkes, 2009:1).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Propinsi Jawa Timur pada tahun 2008 terdapat 690.282
jumlah ibu hamil, dari jumlah kelahiran terdapat 357 kasus kematian ibu maternal, yang terjadi
pada saat kehamilan 65 orang, kematian ibu saat bersalin 221 orang, dan kematian ibu nifas 68
orang (Dinkes JATIM, 2008 :1).
Jumlah kematian ibu di Sidoarjo saat melahirkan meningkat dari 91,3/100.000 kelahiran
hidup, pada tahun 2007 menjadi 112,6/100.000 kelahiran hidup. Peningkatan Angka Kematian
Ibu (AKI) terjadi lantaran keterlambatan rujukan ke rumah sakit yang dilakukan petugas
pembantu persalinan ibu, rendahnya asupan gizi yang dipengarui ekonomi rendah (Dinkes
Sidoarjo, 2008 : 1).
Perdarahan pasca persalinan adalah sebab penting kematian ibu, 25% kematian ibu
disebabkan karena perdarahan. Dari penyebab perdarahan tersebut, perdarahan post partum
yang paling sering. Bahkan 4 kali lebih tinggi dibandingkan perdarahan antepartum. Perdarahan
post partum (HPP) disebabkan karena halhal berikut antara lain : (1). Atonia Uteri (50%-60%)
yang disebabkan karena proses persalinan yang lama, pembesaran uterus berlebih pada waktu
hamil/overdistensi uterus (pada hamil kembar/janin besar), persalinan yang sering atau
multiparitas, anastesi yang dalam. (2). Retensio plasenta (16%-17%) yang disebabkan karena
implantasi plasenta yang terlalu dalam pada dinding uterus. (3). Sisa plasenta (23%-24%)
karena ada selaput plasenta/lobus yang tertinggal dalam uterus. (4). Laserai jalan lahir(4%-5%)
dapat terjadi jika robekan lebar dan dalam, lebih-lebih jika mengenai pembuluh darah dapat
menimbulkan perdarahan yang hebat. (5). Kelainan darah (0,5%-0,8%) karena kelainan proses
pembekuan darah akibat hipofibrinogenemia (Solusio plasenta, Retensio janin mati dalam
uterus, Emboli air ketuban) (Admin, 2009 :1).
Perdarahan post partum dapat terjadi tiba tiba dan bahkan sangat lambat, perdarahan
sedang tetapi menetap dapat berlanjut dalam beberapa hari/minggu. Perdarahan dapat terjadi
dini selama 24 jam setelah melahirkan atau lambat 24 jam setelah melahirkan, sampai hari ke 28
post partum (Bobak dkk, 2004;664).
Upaya bidan untuk menangani perdarahan yaitu dengan meningkatkan upaya preventif
seperti meningkatkan penerimaan keluarga berencana (KB) sehingga memperkecil jumlah
grandemultipara dan memperpanjang jarak kehamilan. Melakukan konsultasi terhadap
kehamilan ganda/dugaan janin besar (makrosomia) dan mengurangi peranan pertolongan
persalinan oleh dukun tidak terlatih.
Berdasarkan data rekam medis yang diperoleh dari Rumah Bersalin Medika Utama
Wonokupang, Kecamatan Balong Bendo, Kabupaten Sidoarjo didapatkan data tahun 2008

88

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

yaitu jumlah persalinan didapat 572 persalinan dengan 366 persalinan normal (63,98%) dan
206 perabdominal (36,01%), 29 persalinan (5,06%) mengalami perdarahan post partum.
Berdasarkan fenomena diatas yaitu kejadian perdarahan post partum sebanyak 5.06%
merupakan angka yang tergolong tinggi pada kejadian patologi persalinan. Oleh sebab itu
peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang hubungan jarak persalinan dengan perdarahan post
partum di Rumah Bersalin Medika Utama Wonokupang, Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo
tahun 2009.
B.
1.

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Jarak Persalinan
a. Pengertian
1) Jarak persalinan adalah waktu antara persalinan terakhir dengan kehamilan sekarang
(Mufdlilah, 2009 : 71).
2) Jarak persalinan adalah jarak kehamilan tak kurang dari 9 bulan hingga 24 bulan sejak
kelahiran pertama (Agus Supriyadi, 2005 : 1).
b. Faktor Penyebab Jarak Persalinan
b. Jarak Persalinan Aman
Jarak ideal untuk kehamilan yaitu tidak kurang dari 2 tahun dan lebih dari 5 tahun.
Namun untuk jarak 2 tahun masih terdapat prasyarat, asalkan nutrisi ibu baik. "Bila gizi ibu
tidak bagus, berarti tubuhnya belum cukup prima untuk kehamilan berikutnya.
Perhitungan tidak kurang dari 9 bulan ini atas dasar pertimbangan kembalinya
organ-organ reproduksi pada keadaan semula. Makanya ada istilah masa nifas, yaitu masa
organ-organ reproduksi kembali ke masa sebelum hamil. Namun masa nifas berlangsung
hanya empat puluh hari, sementara organ-organ reproduksi baru kembali pada keadaan
semula minimal 3 bulan.
1) Faktor-faktor yang mempengarui jarak persalinan yaitu :
a) Keadaan uterus
Uterus sewaktu tidak hamil beratnya hanya 30 g. Setelah hamil, beratnya hampir
1 kg atau 1000 g. Kenaikannya hampir 30 kali lipat. Setelah persalinan, beratnya
berkurang mencapai 60 g, untuk mencapai 30 g kembali butuh waktu kira-kira 3
bulan.
b) Sistem aliran darah
Selama hamil, ada sistem aliran darah dari ibu ke janin. Setelah lahir, tentunya
aliran darah ini terputus. Untuk kembali ke kondisi aliran darah yang normal, ibu
butuh waktu sekitar 15 hari setelah melahirkan.
c) Gizi ibu selama hamil
Untuk memulihkan energi, ibu harus meningkatkan gizinya. Energi baru benarbenar prima seperti keadaan sebelum melahirkan setelah 9 bulan. Kalau belum 9
bulan, belum begitu prima energi ibu walaupun kelihatan tubuhnya sehat-sehat
saja.
2) Jarak Terlalu Dekat (< 2 tahun)
Jarak kehamilan terlalu pendek atau kurang dari 9 bulan akan sangat berbahaya,
karena organ-organ reproduksi seperti : uterus, serviks, vulva, perineum, dan sistem
perkemihan
belum kembali kekondisi semula. Ibu harus menjaga kondisi
kehamilannya dengan lebih intensif, artinya, kehamilan tersebut harus terus dipantau
lebih ketat. Seperti pada trimester I dan II dilakukan sebulan sekali, saat menginjak
usia kehamilan 28 minggu 3 minggu sekali, di usia kehamilan 32 minggu dilakukan
pemeriksaan 2 minggu sekali, dan setelah usia kehamilan 38 minggu seminggu sekali.
Resiko jarak perrsalinan apabila terlalu dekat antara lain :
a) Keadaan Gizi Ibu

89

HOSPITAL MAJAPAHIT

3)

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Keadaan gizi ibu yang belum prima ini membuat gizi janinnya juga sedikit,
hingga pertumbuhan janinnya tak memadai yang dikenal dengan istilah PJT atau
pertumbuhan janin terhambat.
b) Kelahiran Premature
Kemungkinan kelahiran prematur juga bisa terjadi pada kehamilan jarak dekat,
terutama bila kondisi ibu juga belum begitu bagus. Padahal, kelahiran prematur
erat kaitannya dengan kematian, khususnya jika paru-paru bayi belum terbentuk
sempurna.
c) Plasenta Previa
Plasenta previa sangat erat kaitannya dengan gizi yang rendah, karena plasenta
punya kecenderungan mencari tempat yang banyak nutrisinya. Kalau yang
banyak nutrisinya itu terletak di bagian bawah uterus atau rahim, maka di situlah
ia akan menempel. Akibatnya bisa menutup jalan lahir yang memungkinkan
untuk terjadi perdarahan.
d) Kekurangan Gizi
Pada kehamilan jarak dekat, kemungkinan kekurangan gizi ini amat besar sebab
ibu masih menyusui bayinya. Dengan demikian nutrisi ibu jadi berkurang, hingga
janinnya juga bisa semakin kekurangan gizi. Oeh karena itu, jika ketahuan hamil,
pemberian ASI sebaiknya segera dihentikan. Karena dapat mengakibatkan
keguguran. Selama menyusui, ada pengaruh oksitosin pada isapan mulut bayi.
Oksitosin ini membuat perut ibu jadi tegang atau kontraksi. Pada kehamilan
muda, bisa terjadi perdarahan atau ancaman keguguran.
e) Partus Lama
Jika ibu bisa mempertahankan kehamilannya hingga waktu persalinan tiba, tidak
berarti aman-aman saja. Soalnya, bukan tak mungkin kendala justru menghadang
saat persalinan. Bahayanya, ibu mengalami kelelahan saat proses persalinan.
Untuk mengejan dan hisnya juga susah. Hingga bisa menimbulkan partus atau
persalinan lebih lama (Agus Supriyadi, 2005 : 5).
f) Perdarahan Post Partum
Jarak persalinan kurang dari 2 tahum beresiko terjadinya perdarahan post partum,
Hal ini disebabkan karena organ-organ reproduksi yang belum kembali ke kondisi
semula, sehingga dapat menyebabkan terganggunya kontraksi uterus yang
memicu terjadinya atonia uteri sehingga menyebabkan perdarahan post partum.
Jarak Terlalu Jauh
Jarak kehamilan tidak boleh lebih dari 5 tahun. Seorang ibu juga harus memikirkan
usia saat kehamilan berikutnya, berarti ibu masuk dalam kategori resiko tinggi.
Sementara usia reproduksi yang paling bagus adalah 20-30 tahun.
Resiko yang dapat terjadi bila jarak persalinan terlalu jauh:
a) Perdarahan Post Partum
Ibu hamil usia di atas 35 tahun punya resiko 4 kali lipat dibanding sebelum usia
35 tahun. Tidak hanya itu, saat persalinan juga berisiko terjadi perdarahan post
partum. Hal ini disebabkan otot-otot rahim tak selentur dulu, sehingga saat
mengkerut kembali bisa terjadi gangguan yang berisiko terjadi Hemorargi Post
Partum (HPP).
b) Preeklamsi dan eklamasi
Risiko terjadi preeklamsi dan eklamsi juga sangat besar, karena terjadi kerusakan
sel-sel endotel dan sirkulasi darah ibu ke janin dan plasenta terganggu, hingga
suplai makanan dari ibu ke janin terganggu pula.
c) Masalah Psikis
Bahaya lain juga dapat terjadi seperti masalah psikis. Bila saja ibu sudah lupa
dengan cara menghadapi kehamilan dan persalinan. Misalnya bagaimana cara
mengejan sehingga dapat menimbulkan stress baru lagi (Agus Supriyadi, 2005:7).

90

HOSPITAL MAJAPAHIT
2.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Konsep Dasar Perdarahan Post Partum


a. Definisi :
1) Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah
persalinan berlangsung (Hanifa, 2005 : 188).
2) Perdarahan post partum adalah kehilangan 500 ml darah atau lebih setelah kelahiran
pervaginam (Bobak dkk, 2004 : 663).
3) Perdarahan post partum adalah kehilangan darah sebanyak 500 ml atau lebih dari
traktus genetalis setelah melahirkan (WHO, 2002 : 44).
4) HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran
(Dongoes, 2001 : 54).
b. Pembagian Perdarahan Post Partum
Perdarahan post partum di bagi menjadi 2 yaitu :
1) Perdarahan post partum dini/primer terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan
(early post partum hemorrhage). Hampir selalu disebabkan karena atonia uteri,
laserasi jalan lahir, retensio plasenta, dan sisa plasenta (Bobak dkk, 2004 : 664).
Penyebab :
a) Uterus atonik terjadi karena plasenta, selaput ketuban tertahan dan overdistensi
uterus
b) Trauma genital (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat
penetalaksanaan/gangguan). Misalnya kelahiran yang menggunakan peralatan
termasuk SC dan episiotomi.
c) Kolagulasi intravaskuler desiminata (jarang terjadi)
d) Invertio Uteri (jarang terjadi)
2) Perdarahan post partum lanjut/sekunder terjadi 24 jam setelah melahirkan sampai hari
ke 28 post partum (late post partum hemorrhage). Paling umum merupakan akibat sub
involusio tempat plasenta, jaringan plasenta tertahan atau infeksi (Bobak dkk, 2004 :
664).
Penyebab :
a) Fragmen plasenta/selaput ketuban tertahan
b) Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat terjadi di servik, vagina,
kandung kamih, dan rektum)
3) Terbukanya luka pada uterus (setelah SC atau rupture uteri)
c. Etiologi
Kehilangan darah terjadi akibat arterial spiral miometrium dan vena desi dua
sebelumnya di drainase ruang intervilus palsenta karena kontraksi dalam rahim yang
sebagian kosong menyebabkan perusakan plasenta, terjadilah perdarahan dan berlanjut
hingga otot rahim berkontaksi disekitar pembuluh darah dan bekerja sebagai pengikat
fisiologik anatomi. Kegagalan kontraksi rahim setelah pemisahan plasenta (atonia uteri)
mengakibatkan perdarahan yang berlalu banyak di tempat plasenta (Hacker, 2001: 319).
Perdarahan pada suatu tempat didalam tubuh baru terjadi jika keutuhan pembuluh
darah terganggu atau terbuka dan mekanisme pembekuan darah tidak mampu
membendungnya. Frekuensi perdarahan post partum 4/5%-15% dari seluruh persalinan
berdasarkan penyebabnya :
1) Atonia Uteri (50%-60%)
Akibat kurangnya kuatnya otot-otot uterus untuk berkontraksi sehingga menyebabkan
pembuluh darah dan bekas perlekatan plasenta terbuka sehingga perdarahan terus
menerus. Faktor predisposisinya adalah :
a) Umur yang terlalu tua atau muda
b) Paritas, sering dijumpai pada multipara dan grandemulti
c) Partus lama dan partus terlantar
d) Uterus yang terlalu tegang : gemeli, hidramnion dan janin besar
e) Obstetrik operatif dan narkosa

91

HOSPITAL MAJAPAHIT

d.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

f) Keluhan pada uterus seperti mioma uteri


g) Faktor sosial, ekonomi dan nutrisi
h) Keadaan anemia
2) Retensio Plasenta (16%-17 %)
Retensio plasenta adalah tertahannya sisa plasenta melebihi 30 menit setelah bayi lahir
(Prawiroharjo, 2005 : 656).
Akibat-akibat dari retensio plasenta adalah :
a) Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tambah melekat lebih dalam.
b) Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uterus atau akan
menyebabkan perdarahan banyak karena adanya lingkaran konstriksi dan pada
bagian segmen bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III yang akan
mengahalangi plasenta keluar. Retensio plasenta bsa terjadi seluruh atau sebagian
plasenta masuk terdapat di dalam rahim sehingga akan mengganggu kontraksi
dan retraksi menyebabkan sinus-sinus darah tetap terbuka menimbulkan
terjadinya perdarahan post partum, begitu bagian plasenta terlepas dari dinding
rahim, maka perdarahan terjadi di bagian tersebut bagian plasenta yang masih
melekat, mengimbangi retraksi miometrium dan perdarahan berlangsung sampai
sisa plasenta tersebut terlepas seluruhnya.
3) Sisa plasenta dan selaput ketuban (23%-24%)
Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus sehingga masih ada
perdarahan yang tetap terbuka dan akan menyebabkan terjadinya perdarahan
(Sarwono, 2005 : 189).
Perdarahan post partum dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau
selaput janin. Bila hal tersebut terjadi harus segera di keluarkan secara manual atau
dikiret dan disusul dengan pemberian obat-obatan oksitosin intravena (Sarwono,
2005:197).
4) Robekan jalan lahir (5%-6%)
Perlukaan jalan lahir karena persalinan dapat mengenai perineum, vulva, vagina dan
uterus. Jenis perlukaan ringan berupa luka lecet, yang berat berupa suatu robekan yang
disertai perdarahan hebat. Pada primigravida yang melahirkan bayi cukup bulan,
perlukan jalan lahir tidak dapat dihindarkan (Sarwono, 2005 : 409).
Pada umumnya luka yang kecil dan supervisial tidak terjadi perdarahan yang banyak,
akan tetapi jika robekan jalan lahir lebar dan dalam, lebih-lebih jika mengenai
pembuluh darah menimbulkan perdarahan yang hebat (Sarwono, 2005 : 180).
Adapun perlukaan jalan lahir dapat terjadi pada :
a) Dasar panggul berupa episiotomi atau robekan perineum spontan
b) Vulva dan vagina
c) Serviks uteri
d) Uterus
5) Kelainan darah (0,4%-0,6%)
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia.
Tanda-tanda yang sering dijumpai :
a) Perdarahan yang banyak
b) Solusio plasenta
c) Kematian janin yang lama dalam kandungan
d) Pre eklamsi dan eklamsi
e) Infeksi, hepatitis dan syok septik
Penyakit darah seperti anemia berat yang tidak di obati selama kehamilan tua dapat
menyebabkan partus lama, perdarahan dan infeksi. Perdarahan dapat disebabkan oleh
gangguan pembekuan darah karena meningkatnya aktifitas fibrinilitik dan turunnya
kadar fibrinogen serum (Sarwono, 2002 : 458).
Faktor predisposisi yang menyebabkan perdarahan post partum adalah sebagai berikut :

92

HOSPITAL MAJAPAHIT
1)

2)

3)

4)

5)

6)

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Anemia
Seseorang baik pria maupun wanita, dinyatakan menderita anemia apabila kadar
hemoglobin dalam darahnya kurang dari 12 gr/100 ml. Anemia lebih sering dijumpai
dalam kehamilan. Keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula
perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang untuk wanita hamil yang
memiliki Hb kurang dari 10 gr/100 ml barulah dikatakan menderita anemia dalam
kehamilan (Hanifa, 2005 : 448).
Anemia akan membuat maternal merasa lelah dan kurang mampu merawat dirinya
sendiri, meyusui dan memberi makan bayinya serta keluarganya. Hal tersebut akan
mempengaruhi kesehatan dan keamanan seluruh keluarga (WHO, 2002 : 46).
Berbagai penyulit dapat timbul karena anemia seperti :
a) Abortus
b) Partus premature
c) Partus lama karena inertia uteri
d) Perdarahan post partum karena atonia
e) Syok
f) Infeksi
(Hanifa, 2005 : 45).
Overdistensi uterus
a) Gemeli
Kehamilan kembar adalah salah satu kehamilan dengan 2 janin atau lebih. Bahaya
bagi ibu pada kehamilan kembar lebih besar dari pada kehamilan tunggal, kerena
sering terjadi anemia, pre eklamsi dan eklamsi, operasi obstetric dan perdarahan
post partum (Hanifa, 2005 : 396).
b) Hidramnion
Hidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban lebih banyak dari
normal, biasanya lebih dari 2 liter. Hidramnion berpotensi terjadi atonia uteri
yang berakibat pada perdarahan post partum karena peregangan uterus yang
berlebihan (Hanifa, 2005 : 252).
c) Janin besar (janin > 4000 gr)
Multi paritas
Uterus yang melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua
kala dalam persalinan.
Karena ibu sering melahirkan, maka, kemungkinan akan di temui keadaan kesehatan
terganggu anemia, kurang gizi, kekendoran dinding perut, tampak ibu dengan perut
menggantung, kekendoran dinding rahim, sedangkan bahaya yang dapat terjadi antara
lain adalah kelainan letak, robekan rahim pada kelainan lintang persalinan lama,
perdarahan pasca persalinan (Rochjati, 2003 : 60).
Jarak persalinan
Jarak persalinan yang sehat adalah 2-5 tahun. Yang mana dapat mengembalikan
fungsifungsi organ kandungan (involusio). Jika jarak persalinan kurang dari 2 tahun
atau lebih dari 5 tahun, maka dapat mengakibatkan berbagai macam penyulit terutama
untuk kesehatan fisik dan rahim yang masih belum cukup istirahat dan pemulihan
kesehatan secara keseluruhan. Apabila berlanjut dapat mengakibatkan kematian
maternal 2 1/5 kali lebih besar (Rochjati, 2003 : 56).
Persalinan lama
Persalinan lama dapat menyebabkan kelelahan. Bukan hanya rahim yang lelah
cenderung berkonsentrsi lemah setelah melahirkan. Tetapi juga ibu yang keletihan
kurang mampu bertahan terhadap kehilangan darah (Oxorn, 2003 : 414).
Persalinan dengan tindakan narkosa
Melahirkan dengan tindakan ini mencakup prosedur terhadap prosedur operatif seperti
forcep tengah dan versi ekstraksi yang mempunyai komplikasi perdarahan.

93

HOSPITAL MAJAPAHIT

f.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Anastesi inhalasi yang dalam dan lama merupakan faktor yang sering menjadi
penyebab terjadinya relaksasi miometrium yang menjadi penyebab terjadinya
kontraksi serta retraksi atonia uteri dan perdarahan post partum (Oxorn, 2003 : 419).
Manifestasi klinis
Perdarahan post partum perlu diperhatikan ada perdarahan yang membuat hipotensi
dan anemia. Apabila dibiarkan terus pasien akan jatuh dalan keadaan syok. Perdarahan
yang terjadi dapat deras dan merembes saja, perdarahan yeng deras biasanya akan segera
menarik perhatian, sehingga cepat ditangani. Sedangkan perdarahan yang merembes karena
kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian yang seharusnya. Perdarahan yang
bersifat merembes ini bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang
banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir
harus dicatat dan ditampung. Kadang-kadang perdarahan tidak terjadi keluar dari vagina,
tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena
adanya kenaikan dari tingginya fundus uteri setelah uri lahir (Hanifa, 2005 : 189).
Gejala klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah banyak
(>500 ml), nadi lemah, pucat, lokhe berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat
terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
1) Gejala klinis perdarahan post partum
a) Perdarahan pervaginam
b) Konsistensi rahim lunak
c) Fundus uteri naik (kalau pengaliran darah terhalang oleh bekuan darah atau
selaput janin)
2) Tanda-tanda syok
Diagnosis
Tabel 42. Diagnosis perdarahan post partum
Gejala dan tanda yang
Diagosis
Gejala dan tanda yang selalu ada
kadang ada
kemungkinan
a. Uterus tidak berkontraksi dan
a. Syok
Atonia Uteri
lembek
b. Perdarahan segera setelah anak
lahir (perdarahan pasca
perdarahan primer )
a. Perdarahan segera
a. Pucat
Robekan Jalan
b. Darah segar yang mengalir b. Lemah
Lahir
segera setelah anak lahir
c. Menggigil
c. Uterus berkontraksi baik
d. plasenta lengkap
a. Plasenta belum lahir setelah 30 a. tali pusat putus akibat
Retensio
menit
traksi berlebih
plasenta
b. Perdarahan segera
b. invertia uteri akibat
tarikan
c. perdarahan berlanjut
a. Plasenta/sebagian selaput
a. Uterus berkontraksi
Tertinggalnya
(pembuluh darah tidak lengkap)
tetapi tinggi fundus uteri sebagian
b. Perdarahan segera
tidak berkurang
plasenta
a. Uterus tidak teraba
b. Lumen vagina teraba masa
c. Tampak tali pusat (jika plasenta
lahir)
d. Nyeri sedikit atau berat

a. Syok neurogenik
b. Pucat dan limbung

94

Invertio Uteri

HOSPITAL MAJAPAHIT

g.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

a. Sub involusio uterus


a. Anemia
Perdarahan
b. Nyeri tekan perut bagian bawah
b. Demam
terlambat
c. Perdarahan > 24 jam setelah
endometritis/sisa
persalinan, perdarahan sekunder,
plasenta
perdarahan bervariasi
(terinfeksi atau
(ringan/berat, terus/tidak teratur
tidak)
dan berbau/infeksi)
(Syaifuddin, 2005 : 175)
Penanganan dan pencegahan perdarahan post partum
1) Pencegahan perdarahan post partum
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersikap siaga pada kasus-kasus yang di sangka
terjadi peradarahan adalah penting. Tindakan peradarahan tidak hanya dilakukan
sewaktu bersalin, namun dimulai sejak hamil dengan melaksanakan antenatal care
dengan baik. Ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan post partum
sangan di anjurkan untuk bersalin di rumah sakit.
2) Penanganan umum
a) Meminta bantuan segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada sampai UGD
b) Melakukan pemeriksaan secara tepat keadaan ibu termasuk tanda-tanda vital
c) Tanda-tanda syok terlihat, evaluasi cepat, kemudian tangai syok
d) Pastikan kontraksi uterus baik
e) Pasang infuse cairan intravena
f) Kateter atau pantau cairan keluar dan cairan masuk
g) Periksa kelengkapan plasenta
h) Periksa robekan serviks, vagina dan perineum
i) Uji darah
Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan melakukan tindakan
dengan urutan :
a) Pasang infuse
b) Pemberian uterotonuka intravena 3-5 unit oksitosin/ergometrin 0,5 1 cc
c) Kosongkan kandung kemih dan masase uterus (fundus )
d) Menekan uterus ( perasat crede )
e) Periksa apa masih ada plasenta yang tertinggal
f) Bila masih berdarah dalam keadaan darurat dapat melakukan penekanan pada
fundus uteri/kompresi bimanual.

C. METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Analitik. Rancang bangun penelitian yang digunakan adalah
Studi Cross Sectional yang merupakan rancangan penelitian pada saat bersamaan (sekali waktu)
antara faktor resiko/paparan dengan penyakit (Hidayat, 2007 : 56). Dalam penelitian ini yang
dimaksud dengan faktor resiko adalah jarak persalinan dan perdarahan post partum sebagai
efeknya
2. Hipotesis
Menurut Notoatmodjo (2005)
hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari
pertanyaan penelitian yang dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel dan
merupakan pernyataan yang harus dibuktikan.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
H1 : Ada hubungan jarak persalinan dengan perdarahan post partum di Rumah Bersalin Medika
Utama, Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo tahun 2009.
3. Variabel Dan Definisi Operasional
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel dependen (terikat). Variabel ini dikenal dengan nama variabel bebas dalam

95

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2007 : 37). Variabel independen/variabel bebas dalam
penelitian ini adalah jarak persalinan.
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi/dapat berubah akibat pengaruh
variabel independen (Hidayat, 2007 : 37). Variabel dependen/variabel terikat dalam penelitian
ini adalah perdarahan post partum.
Tabel 43. Definisi Operasional Hubungan Jarak Persalinan Dengan Perdarahan Post
Partum Di Rumah Bersalin Medika Utama Wonokupang, Kecamatann
Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009
Variabel
Independen : jarak
persalinan

Dependen :
Perdarahan post
partum

Definisi Operasional
Jarak atau interval antara
persalinan terakhir dengan
kehamilan sekarang
(Mufdlilah, 2009 : 71).
Alat ukur yang digunakan
yaitu format pengumpulan data
(cheklist)
Kehilangan darah lebih dari
500 ml selama atau setelah
kelahiran.
(Dongoes, 2001 : 54)
Alat ukur yang digunakan
yaitu format pengumpulan data
(cheklist)

4.

5.

Kriteria
Jarak <2 tahun : 1
Jarak 2 tahun : 2
(Poedji Rochjati,
2003:56)

Skala
Nominal

1. Ibu bersalin dengan


HPP > 500 ml : 1
2. Ibu bersalin dengan
tidak HPP < 500 ml
:2
(Dongoes, 2001 : 54)

Nominal

Populasi, Sampel Dan Instrumen Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin di Rumah Bersalin Medika
Utama, Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo pada 1 Januari-31
Desember 2009 sebanyak 386 ibu bersalin.
Sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Non Probability Sampling dengan
teknik Total sampling, yaitu mengambil seluruh anggota populasi sebagai sampel. Sampel yang
di gunakan adalah sebanyak 386 ibu bersalin pada pada 1 Januari 31 Desember 2009 .
Teknik dalam pengumpulan data ini adalah menggunakan teknik observasi sehingga
menghasilkan data sekunder. yang di peroleh dari buku register ibu bersalin di Rumah bersalin
Medika Utama, Wonokupang Kecamatan Balong Bendo Kabupaten Sidoarjo dari tanggal 1
Januari sampai 31 Desember 2009 dengan menggunakan format pengumpul data (Cheklist) data
sekunder dan di tabulasi kemudian dianalisa.
Teknik Analisis Data
a. Tahapan univariat
1) Variabel independen (Jarak Persalinan )
Data dalam penelitian ini adalah data nominal, setelah data di peroleh dari register ibu
bersalin kemudian data ditabulasikan dan dikelompokkan sesuai dengan sub variabel
yang diteliti. Kejadian yang diharapkan diberi kode 1 dan penilaian. Kejadian dengan
jarak persalinan <2 tahun diberi kode 1 dan jarak persalinan 2 tahun diberi kode 2,
kemudian ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan distribusi frekuensi dalam
bentuk presentase dengan rumus :

P
( Budiarto, 2001 : 37 )

96

f
x100%
n

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Keterangan :
P : Presentase
f : Jumlah frekuensi
n : Jumlah populasi
2)

Variabel dependen (Perdarahan post partum)


Data dalam penelitian ini adalah data nominal, kemudian data dengan jarak persalinan
(<2 tahun dan 2 tahun) yang mengalami perdarahan post partum yang diperoleh dari
register ibu bersalin di beri kode 1 dan yang tidak mengalami perdarahan post partum
diberi kode 2, kemudian ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan distribusi
frekuensi dalam bentuk presentase.

b.

f
x100%
n

(Budiarto, 2001 : 37)


Keterangan :
P : Presentase
f : Jumlah frekuensi
n : Jumlah populasi
Tahapan bivariat
Dari kedua data tersebut (Jarak persalinan dengan perdarahan post partum) yang
keduanya berskala data nominal, maka uji statistik yang di gunakan yaitu uji Chi Squre
yaitu melalui rumus sebagai berikut :

rumus x 2

N ad bc 2
a bc d a c b d

Keterangan :
X2 : Koefisien korelasi Chi Squre
N : Nilai sampel
a : Sel a
b : Sel b
c : Sel c
d : Sel d
Data disajikan dalam bentuk tabulasi silang dengan kriteria X2 hitung lebih besar
2
dari X tabel, maka H1 di terima, Ho ditolak artinya ada hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen. Sebaliknya apabila X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel,
maka H1 ditolak, Ho diterima artinya tida ada hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen. Tetapi apabila uji Chi Squre tidak terpenuhi yaitu adanya sel dengan
frekuensi harapan < 5, maka dilakukan uji Fisher Exact dengan rumus :
a b!(c d )!(a c)!(b d )
P
n!a!b!c!d
Dimana :
a = sel a : baris 1 kolom 1
b = sel b : baris 1 kolom 2
c = sel c : baris 2 kolom 1
d = sel d : baris 2 kolom 2
Jika nilai p< 0.05 maka Ho ditolak, H1 diterima artinya ada hubungan yang
bermakna antara variabel independen dan variabel dependen, sebaliknya jika nilai p>0.05
maka Ho diterima, H1 ditolak artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel
independen dan variabel dependen.

97

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

D. HASIL PENELITIAN
1. Data Umum
a. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Usia
Tabel 44. Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Usia di RB Medika Utama
Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1 Januari 31
Desember 2009
No.
Usia
Jumlah
Presentase (%)
1.
< 20 Tahun
67
17,4
2.
20-30 Tahun
236
61,2
3.
> 30 Tahun
83
21,4
Jumlah
386
100
Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama
Berdasarkan tabel 44 diatas menunjukkan bahwa dari 386 responden sebagaian
besar ibu bersalin berusia 20 - 30 Tahun, yaitu sebanyak 236 responden ( 61,2% ).
b. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pendidikan
Tabel 45. Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Pendidikan di RB Medika
Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1
Januari 31 Desember 2009
No.
Pendidikan
Jumlah
Presentase ( % )
1.
Tidak sekolah
5
1,1
2.
SD
115
29,8
3.
SMP
158
41,0
4.
SMA/Sederajat
93
24,2
5.
Perguruan Tinggi
15
3,9
Jumlah
386
100
Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama
Berdasarkan tabel 46 diatas menunjukkan bahwa dari 386 responden hampir
setengah dari ibu bersalin yang berpendidikan SMP yaitu sebanyak 158 responden
(41,0%).
c. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pekerjaan
Tabel 46. Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Pekerjaan di RB Medika
Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1
Januari 31 Desember 2009
No.
Pekerjaan
Jumlah
Presentase (%)
1.
Bekerja
80
20,8
2.
Tidak Bekerja
306
79,2
Jumlah
386
100
Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama
Berdasarkan tabel 46 diatas menunjukkan bahwa dari 386 responden hampir
seluruhnya ibu bersalin tidak bekerja yaitu sebanyak 306 responden ( 79,2% ).
d. Distribusi frekuensi responden berdasarkan Paritas
Tabel 47. Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan Paritas di RB Medika
Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1
Januari 31 Desember 2009
No.
Paritas
Jumlah
Presentase (%)
1.
1
150
38,8
2.
24
186
48,3
3.
>5
50
12,9
Jumlah
386
100
Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama

98

HOSPITAL MAJAPAHIT

2.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Berdasarkan tabel 47 diatas menunjukkan bahwa dari 386 responden hampir setengah ibu
bersalin mempunyai paritas 2-4 yaitu sebanyak 186 responden (48,3%).
Data Khusus
Data khusus ini menggambarkan tentang jarak persalinan ibu dan ibu bersalin yang
mengalami perdarahan post partum, serta tabulasi silang jarak pesalinan ibu dengan perdarahan
post partum di Rumah Bersalin Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo
Kabupaten Sidoarjo Periode 1 Januari sampai 31 Desember 2009.
a. Jarak Persalinan
Berikut ini di sajikan tabel mengenai kejadian jarak persalinan ibu di Rumah
Bersalin Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1
Januari - 31 Desember 2009
Tabel 48. Distribusi Frekuensi Relatif Kejadian Jarak Persalinan Ibu di RB Medika
Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo 1
Januari 31 Desember 2009
No.
Jarak Persalinan
Jumlah
Presentase (%)
1.
< 2 tahun
42
10,8
2.
2 tahun
344
89,2
Jumlah
386
100
Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama
Berdasarkan tabel 48 diatas menunjukkan bahwa hampir seluruhnya responden ibu
bersalin mempunyai jarak persalinan 2 tahun yaitu sebanyak 344 responden (89,2%)
b. Perdarahan Post Partum
Berikut ini di sajikan tabel mengenai kejadian perdarahan post partum di Rumah
Bersalin Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo Tahun
2009
Tabel 49. Distribusi frekuensi Relatif Kejadian Perdarahan Post Partum di RB
Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten
Sidoarjo 1 Januari 31 Desember 2009
No.
Perdarahan Post Partum
Jumlah
Presentase(%)
1.
Perdarahan post partum > 500 ml
33
8,6
2.
Tidak perdarahan post partum < 500 ml
353
91,4
Jumlah
386
100
Sumber : Register ibu bersalin RB Medika Utama
Berdasarkan tabel 49 diatas menunjukkan bahwa dari 386 responden hampir
seluruhnya ibu bersalin tidak terjadi perdarahan post partum yaitu sebanyak 353 responden
(91,4%).
c. Hubungan jarak persalinan dengan perdarahan post partum
Berikut ini akan di sajikan keterkaitan antara kedua variabel yaitu jarak persalinan
dengan perdarahan post partum di Rumah Bersalin Medika Utama Wonokupang
Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009
Tabel 50. Tabulasi Silang jarak persalinan Dengan Perdarahan Post Partum di RB
Medika Utama Wonokupang Kecamatan Balongbendo Kabupaten
Sidoarjo 1 Januari 31 Desember 2009
Perdarahan Post Partum
Jumlah
Ya
(%)
Tidak
(%)
Total
(%)
12
3,1
30
7,7
42
10,8
Jarak Persalinan
<2 thn
21
5,5
323
83,7
344
89,2
2 thn
Jumlah
33
8,6
353
91,4
386
100

99

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Berdasarkan tabel 50 menunjukkan bahwa dari 386 responden hampir seluruhnya


yang memiliki jarak pesalinan 2 thn dan tidak mengalami perdarahan post partum yaitu
323 responden (83,7%).
Untuk mengetahui hubungan antara jarak persalinan dengan perdarahan post
partum maka dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square, karena dengan
menggunakan uji Chi Square tidak terpenuhi yaitu adanya sel dengan frekuensi harapan
<5, maka dilakukan uji Fisher Exact yaitu dengan hasil p= 0,000.Karena nilai uji Fisher
exact 0,000<p<0,05 maka Ho ditolak, H1 diterima artinya ada hubungan yang bermakna
antara variabel independen (jarak persalinan) dan variabel dependen ( perdarahan post
partum ).
E.
1.

2.

PEMBAHASAN
Jarak Persalinan
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa hampir seluruh responden ibu bersalin
mempunyai jarak persalinan 2 tahun yaitu sebanyak 344 responden (89,2%).
Menurut Poedjirochyati (2003 : 56) jarak persalinan adalah salah satu penyebab
perdarahan post partum yang bisa berakhir dengan kematian ibu. Apabila jarak persalinan
terlalu dekat (<2 tahun) atau terlalu jauh lebih dari 5 tahun akan sangat berbahaya karena hal
tersebut dapat memicu terjadinya perdarahan.
Berdasarkan data diatas banyak faktor yang mempengarui jarak persalinan antara lain
ada faktor usia, paritas, dan pendidikan. Hal ini dapat dapat ditunjukkan dari data yang
diperoleh dengan jarak persalinan kurang dari 2 tahun sebagian kecil ibu mempunyai paritas (24) yaitu sebanyak 21 responden (3,9%), dari segi usia responden sebagian kecil ibu bersalin
berusia 20-30 yaitu tahun sebanyak 21 responden (4,7%), dari segi pendidikan sebagian kecil
ibu bersalin berpendidikan SD yaitu 15 respoden (2,8%).
Jarak persalinan juga dapat dipengarui oleh umur, pendidikan dan paritas. Apabila ibu
hamil pertama dengan umur yang cukup matang, maka ibu dapat mengerti dan mengatur jarak
persalinan yang aman yaitu lebih dari dua tahun. Sedangkan dilihat dari segi pendidikan, bila
semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu semakin baik pula tingkat pengetahuannya
sehingga ibu dapat mengatur jarak persalinan antara anak pertama dengan anak berikutnya.
Kemudian dilihat dari segi paritas bila ibu terlalu sering melahirkan kemungkinan akan ditemui
keadaan kesehatan terganggu, seperti anemia, kurang gizi, kekendoran pada dinding perut. Hal
ini dapat mempengarui keselamatan dan kesehatan tubuh ibu dan janin.
Hal ini menunjukkan bahwa ibu bersalin perlu mengatur persalinan agar tidak
membahayakan kondisi ibu dan janin. Dan dengan digalakkan dengan progam KB dari
pemerintah di harapkan untuk semua ibu untuk mengatur jarak persalinan sehingga dapat
mengurangi angka kematian ibu dan janin.
Perdarahan Post Partum
Berdasarkan data hasil penelitian dapatkan bahwa dari 386 responden hampir
seluruhnya tidak terjadi perdarahan post partum yaitu sebanyak 353 responden (96,4%).
Perdarahan post partum merupakan kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang
terjadi selama atau setelah persalinan. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang
sebenarnya. Kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur
amnion atau urine ( Sarwono, 2005; 450 ).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan faktor lain penyebab terjadinya perdarahan post
partum antara lain adalah usia dan paritas. Pada responden dengan usia 20 - 30 tahun sebagaian
besar kecil mengalami perdarahan post partum yaitu sebanyak sebanyak 19 responden (7,1%).
Setiap bertambahnya usia maka terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan . Jika usia
ibu terlalu muda rahim dan panggul ibu belum tumbuh mencapai ukuran yang dewasa.
Akibatnya diragukan keselamatan dan kesehatan janin dalam kandungan. Selain itu juga
beresiko terjadi perdarahan setelah bayi lahir. Apabila umur ibu terlalu tua yaitu lebih dari 35
tahun maka akan terjadi kelemahan otot-otot rahim, dan organ kandungan menua sehingga

100

HOSPITAL MAJAPAHIT

3.

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

kemungkinan dapat terjadi preeklamsia, ketuban pecah dini, persalinan macet, dan perdarahan
post partum (Poedjirochyati, 2003 : 62).
Pada responden yang paritas 2-4 yaitu sebanyak 16 responden (4,6%) mengalami
perdarahan post partum. Bila ibu sering melahirkan maka akan terjadi kekendoran pada otot
dinding rahim sehingga kondisi ini dapat membahayakan kondisi ibu dan janin. Diantaranya
kelainan letak, robekan rahim pada kelainan letak lintang, persalinan lama dan perdarahan post
partum (Poedjirochyati, 2003 : 62).
Dari data diatas menunjukkan bahwa ibu bersalin yang usianya lebih tua dan
mempunyai paritas tinggi mempunyai pengaruh terhadap perdarahan post partum dikarenakan
fungsi pada uterus sudah berkurang. Data ini menunjukkan bahwa usia dan paritas ibu bersalin
mempengarui terjadinya perdarahan post partum.
Perdarahan post partum dapat juga timbul karena salah penanganan kala III persalinan
dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta,
sedangkan sebenarnya plasenta belum terlepas. Kadang-kadang perdarahan kelaianan proses
pembekuan darah akibat dari hipofibrinogenemia (solusio plasenta, retensio plasenta, retensi
jani mati dalam uterus, emboli air ketuban). Apabila sebagian plasenta lepas sebagaian lagi
belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak berkontraksi dengan baik pada batas antara dua
bagian itu. Selanjutnya, apabila sebagian besar plasenta sudah lahir tapi sebagaian plasenta
masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan pada masa nifas. Perlukaan jalan
lahir yang juga dapat menyebabkan perdarahan sebab terpenting perdarahan post partum adalah
atonia uteri. Ini terjadi akibat dari partus lama, pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu
hamil seperti hamil kemba, hidramnion, atau janin besar, multiparitas, anastesi yang dalam, dan
anastesi lumbal. Oleh karena itu perdarahan post partum perlu diwaspadai karena dapat
menimbulkan kematian pada ibu.
Hubungan Jarak persalinan dengan perdarahan post partum
Berdasarkan tebel diats dapat di ketahui bahwa dari 386 responden sebagian kecil ibu
bersalin yang memiliki jarak persalinan kurang dari 2 tahun yaitu sebanyak 12 responden
(3,1%) yang mengalami perdarahan post partum. Dan dibuktikan dengan uji statistik Fisher
exact karena frekuensi harapan pada 1 sel < 5 dan di dapatkan hasil 0,000 <p< 0,05 maka Ho
ditolak, H1 diterima artinya ada hubungan yang bermakna variabel independen (Jarak
Persalinan) dan variabel dependen (perdarahan post partum ).
Salah satu faktor penyebab perdarahan post partum adalah jarak persalinan. Jarak
persalinan yang dekat dapat mempengarui involusi uteri, otot-otot rahim yang kendor,
mempengarui tingginya kegagalan konraksi yang menyebabkan pembuluh darah pada bekas
implantasi plasenta terbuka yang mengakibatkan perdarahan (Poedjirochyati, 2003 : 62). Dari
data diatas menunjukkan bahwa jarak persalinan yang <2 tahun mempunyai pengaruh terhadap
terjadinya perdarahan post partum.
Berdasarkan hasil penelitian ibu yang mempunyai jarak persalinan 2 tahun ternyata
juga masih terjadi perdarahan post partum hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor
usia dimana jika usia ibu terlalu muda rahim dan panggul ibu belum tumbuh mencapai ukuran
yang dewasa. Sedangkan umur ibu lebih dari 35 tahun, dapat mudah terjadi penyakit pada organ
kandungan menua serta jalan lahir juga kaku. Sehingga meski jarak persalinan yang sudah lebih
dari 2 tahun masih dapat terjadi perdarahan post partum. Adapun faktor lain yang dapat
mempengarui yaitu ibu yang memiliki riwayat penyakit misalnya anemia, preeklamsia dan
eklamsia.
Tindakan pencegahan atau sekurang-kurangnya bersikap siaga pada komplikasi
persalinan terutama hal yang dapat mengakibatkan perdarahan merupakan hal yang paling
penting. Tindakan ini di maksudkan untuk mengurangi kejadian perdarahan selama hamil,
bersalin, dan nifas. Pencegahan terhadap terjadinya perdarahan post partum ini tidak hanya
dilakukan sewaktu bersalin saja, namun di mulai sejak hamil dengan melaksanakan antenatal
care (ANC) dengan baik. Bagi semua ibu yang mempunyai resiko terhadap terjadinya

101

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

perdarahan post partum maupun riwayat perdarahan post partum pada persalinan sebelumnya
dianjurkan untuk bersalin di Rumah Sakit.
Selain penanganan obstetrik yang baik di harapkan juga dapat digalakkan program KB
(Keluarga Berencana ) dengan alasan program KB dapat mencegah proses kehamilan dan dapat
memperpanjang jarak persalinan. Pertolongan yang dapat diberikan oleh ibu diantaranya yaitu
diberikan komunikasi, informasi, edukasi agar melakukan perawatan kesehatan yang teratur.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa jarak persalinan mempunyai
hubungan dengan perdarahan post partum.
F.

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa dari 386 responden hampir
seluruhnya ibu bersalin mempunyai jarak persalinan 2 tahun yaitu sebanyak 344 responden
(89,2%), hampir seluruhnya ibu bersalin tidak terjadi perdarahan post partum yaitu sebanyak
353 responden (91,4%). Dari uji statistik Fisher exact didapatkan hasil 0,000 <p< 0,05 maka Ho
ditolak, H1 diterima artinya ada hubungan yang bermakna jarak persalinan dengan perdarahan
post partum. Tindakan pencegahan atau sekurang-kurangnya bersikap siaga pada komplikasi
persalinan terutama hal yang dapat mengakibatkan perdarahan merupakan hal yang paling
penting. Tindakan ini di maksudkan untuk mengurangi kejadian perdarahan selama hamil,
bersalin, dan nifas. Pencegahan terhadap terjadinya perdarahan post partum ini tidak hanya
dilakukan sewaktu bersalin saja, namun di mulai sejak hamil dengan melaksanakan antenatal
care (ANC) dengan baik. Bagi semua ibu yang mempunyai resiko terhadap terjadinya
perdarahan post partum maupun riwayat perdarahan post partum pada persalinan sebelumnya
dianjurkan untuk bersalin di Rumah Sakit.

DAFTAR PUSTAKA
Admin. (2009). Perdarahan Post Partum. (http://medlinux.blogspot.com/2009 /02/perdarahan-postpartum.html, diakses tanggal 20 april 2010).
Agus Supriyadi. (2005). Jarak Persalinan Yang Aman. (http://andriesalima.multiply.com, diakses
pada tanggal 20 April 2010).
Alimul , Aziz.(2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba
Medika.
Arikunto Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. PT Rineka
Cipta.
Barbara R Stright. (2005). Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir Edisi 3 . Jakarta . EGC.
Bobak Dkk. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi 4 . Jakarta . EGC.
Budiarto eko. (2001) Statistika untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC.
Carey J Christoper & William Rayburn. (2001). Obstetri dan Ginekologi. Jakarta . Widya Medika.
Dongoes E Marilyn. (2001). Rencana Asuhan Perawatan Maternitas Dan bayi. Jakarta EGC.
Depkes RI. (2007). Buku Acuan Asuhan persalinan Normal. Jakarta. JNPK-KR.
Depkes. (2009). AKI Dan AKB Di Indonesia ( http://www.depkes.go.id, diakses tanggal 20 April
2010).
Hellen Varney, Dkk, (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan . Jakarta . EGC.
Nanda.(2009). Penanganan Perdarahan Post Partum. (www.goescities.com diakses pada tanggal 20
April 2010) .
Notoadmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep Dan Rencana Penetapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta . Salemba Medika.
Prawiroharjo Sarwono. (2005). Ilmu Kandungan . Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Rochjati Poedji. (2003). Skrining Antenatal Pada Ibu Pada Ibu Hamil Dan Pengenalan Faktor
Resiko Deteksi Dini Ibu Hamil Resiko Tinggi. Jakarta. Airlangga University Press.
Ruth Johnson & Wendy Tailor. (2005). Buku Ajar Praktek Kebidanan . Jakarta. EGC

102

HOSPITAL MAJAPAHIT

Vol. 3 No. 1, Februari 2011

Syaifudin Abdul Bari. (2005). Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Noenatal Edisi 1.
Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Hacker er More. ( 2001 ) Esensial Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta. Hipocrates.
WHO. (2002) Safe Motherhood Modul hemorragie Post Partum Materi Pendidikan Bidan. Jakarta.
EGC.
William. (2006). Obstetri Williams. Jakarta : EGC.

103

You might also like